Anda di halaman 1dari 14

Sejarah China

Sejarah Tiongkok adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia. Dari
penemuan arkeologi dan antropologi, daerah Tiongkok telah didiami oleh manusia
purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban Tiongkok berawal dari
berbagai negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum.
Sejarah tertulis Tiongkok dimulai sejak Dinasti Shang (k. 1750-1045 SM).
[1]
Cangkang kura-kura dengan aksara Tionghoa kuno yang berasal dari Dinasti
Shang memiliki penanggalan radiokarbon hingga 1500 SM.[2] Budaya, sastra,
dan filsafat Tiongkok berkembang pada zaman Dinasti Zhao (1066-221 SM) yang
melanjutkan Dinasti Shang. Dinasti ini merupakan dinasti yang paling lama berkuasa
dan pada zaman dinasti inilah aksara Tionghoa modern mulai berkembang.
Dinasti Zhou terpecah menjadi beberapa negara kota, yang menciptakan Periode
Negara Perang. Pada tahun 221 SM, Qin Shi Huang menyatukan berbagai kerajaan
ini dan mendirikan kekaisaran pertama Tiongkok. Pergantian dinasti dalam sejarah
Tiongkok telah mengembangkan suatu sistem birokrasi yang memungkinkan Kaisar
Tiongkok memiliki kendali langsung terhadap wilayah yang luas.
Pandangan konvensional terhadap sejarah Tiongkok adalah bahwa Tiongkok
merupakan suatu negara yang mengalami pergantian antara periode persatuan dan
perpecahan politis yang kadang-kadang dikuasai oleh suku bangsa asing (non-Han),
yang sebagian besar terasimiliasi ke dalam populasi Suku Han. Pengaruh budaya
dan politik dari berbagai wilayah di Asia, yang dibawa oleh gelombang imigrasi,
ekspansi, dan asmilasi yang bergantian, menyatu untuk membentuk buday
Tiongkok modern.

Prasejarah[sunting | sunting sumber]


Paleolitik[sunting | sunting sumber]
Homo erectus telah mendiami daerah yang sekarang dikenal sebagai Tiongkok
sejak zaman Paleolitik, lebih dari satu juta tahun yang lalu.[3] Kajian menunjukkan
bahwa peralatan batu yang ditemukan di situs Xiouchangliang telah berumur 1,36
juta tahun.[4] Situs arkeologi Xihoudo di provinsi Shanxi menunjukkan catatan paling
awal penggunaan api oleh Homo erectus, yang berumur 1,27 juta tahun yang lalu.
[3]
Ekskavasi di Yuanmou dan Lantian menunjukkan permukiman yang lebih lampau.
Spesimen Homo erectus paling terkenal yang ditemukan di Tiongkok
adalah Manusia Peking yang ditemukan pada tahun 1965.
Tiga pecahan tembikar yang berasal dari 16500 dan 19000 SM ditemukan di Gua
Liyuzui di Liuzhou, provinsi Guangxi.[5]

Neolitik[sunting | sunting sumber]


Tembikar Neolitik Tiongkok.
Zaman Neolitik di Tiongkok dapat dilacak hingga 10.000 SM.[6] Bukti-bukti awal
pertanian milet memiliki penanggalan radiokarbon sekitar 7000 SM.[7] Kebudayaan
Peiligang di Xinzheng, Henan berhasil diekskavasi pada tahun 1977.[8] Dengan
berkembangnya pertanian, muncul peningkatan populasi, kemampuan menyimpan
dan mendistribusikan hasil panen, serta pengerajin dan pengelola.[9] Pada akhir
Neolitikum, lembah Sungai Kuning mulai berkembang menjadi pusat kebudayaan
dengan penemuan arkeologis signifikan ditemukan di Banpo, Xi’an.[10] Sungai Kuning
dinamakan demikian disebabkan terdapatnya debu sedimen (loess) yang bertumpuk
di tepi sungai dan tanah sekitarnya, yang kemudian setelah terbenam di sungai
menimbulkan warna yang kekuning-kuningan pada air sungai tersebut.[11]
Sejarah awal Tiongkok dibuat rumit oleh kurangnya tulisan pada periode ini dan
dokumen-dokumen pada masa sesudahnya yang mencampurkan fakta dan fiksi
pada zaman ini. Pada 7000 SM, penduduk Tiongkok bercocok tanam milet,
menumbuhkan kebudayaan Jiahu. Di Damaidi di Ningxia, ditemukan 3.172 lukisan
gua berasal dari 6000-5000 SM yang mirip dengan karakter-karakter awal yang
dikonfirmasi sebagai aksara Tionghoa.[12][13] Kebudayaan Yangshao yang muncul
belakangan dilanjutkan dengan kebudayaan Longshan pada sekitar 2500 SM.

Zaman kuno[sunting | sunting sumber]


Dinasti Xia (2100 SM-1600 SM)[sunting | sunting sumber]

Wilayah kekuasaan Xia


Artikel utama: Dinasti Xia
Dinasti Xia adalah dinasti pertama yang diceritakan dalam catatan sejarah
seperti Catatan Sejarah Agung dan Sejarah Bambu.[1][14] Dinasti ini didirikan
oleh Yuyang Agung. Sebagian besar arkeolog sekarang menghubungkan Dinasti Xia
dengan hasil-hasil ekskavasi di Erlitou, provinsi Henan,[15] yang berupa temuan
perunggu leburan dari sekitar tahun 2000 SM. Beragam tanda-tanda yang terdapat
pada tembikar dan kulit kerang yang ditemukan pada periode ini, diduga adalah
bentuk pendahulu dari aksara Tionghoa modern.[16]
Menurut kronogi tradisional berdasarkan perhitungan Liu Xin, dinasti ini berkuasa
antara 2205-1766 SM, sedangkan menurut Sejarah Bambu, pemerintahan dinasti ini
adalah antara 1989-1558 SM. Menurut Proyek Kronologi Xia Shang Zhou (PK XSZ)
yang diselenggarakan oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1996,
dinasti ini berkuasa antara 2070-1600 SM.[17][18]

Dinasti Shang (1600 SM-1046 SM)[sunting | sunting


sumber]
Artikel utama: Dinasti Shang
Dinasti Shang menurut sumber tradisional adalah dinasti pertama Tiongkok. Menurut
kronologi berdasarkan perhitungan Liu Xin, dinasti ini berkuasa antara 1766-1122
SM, sedangkan menurut Sejarah Bambu adalah antara 1556-1046 SM. Hasil dari
Proyek Kronologi Xia Shang Zhou pada tahun 1996 menyimpulkan bahwa dinasti ini
memerintah antara 1600-1046 SM. Informasi langsung tentang dinasti ini berasal
dari inskripsi pada artefak perunggu dan tulang orakel,[19] serta dari Catatan Sejarah
Agung (Shiji) karya Sima Qian.
Temuan arkeologi memberikan bukti keberadaan Dinasti Shang sekitar 1600-1046
SM, yang terbagi menjadi dua periode. Bukti keberadaan Dinasti Shang periode
awal (k. 1600-1300 SM) berasal dari penemuan-penemuan di
Erlitou, Zhengzhou dan Shangcheng.[19] Sedangkan bukti keberadaan Dinasti Shang
periode kedua (k. 1300–1046 SM) atau periode Yin (殷), berasal dari kumpulan
besar tulisan pada tulang orakel. Para arkeolog mengkonfirmasikan bahwa kota
Anyang di provinsi Henan adalah ibu kota terakhir Dinasti Shang,[19] dari sembilan ibu
kota lainnya. Dinasti Shang diperintah 31 orang raja, sejak Raja Tang sampai
dengan Raja Zhou sebagai raja terakhir. Masyarakat Tiongkok masa ini
mempercayai banyak dewa, antara lain dewa-dewa cuaca dan langit, serta dewa
tertinggi yang dinamakan Shang-Ti.[20] Mereka juga percaya bahwa nenek moyang
mereka, termasuk orang tua dan kakek-nenek mereka, setelah meninggal akan
menjadi seperti dewa pula dan layak disembah.[21] Sekitar tahun 1500 SM, orang
Tiongkok mulai menggunakan tulang orakel untuk memprediksi masa depan.
Para ilmuwan Barat cenderung ragu-ragu untuk menghubungkan berbagai
permukiman yang sezaman dengan permukiman Anyang sebagai bagian dari dinasti
Shang.[22] Hipotesis terkuat ialah telah terjadinya ko-eksistensi antara Anyang yang
diperintah oleh Dinasti Shang, dengan permukiman-permukiman berbudaya lain di
wilayah yang sekarang dikenal sebagai "Tiongkok sebenarnya" (China proper).

Dinasti Zhou (1046 SM–256 SM)[sunting | sunting


sumber]
Bejana ritual (You), dari zaman Dinasti Zhou Barat.

Bejana pu berdesain naga, dari Zaman Musim Semi dan Gugur.


Artikel utama: Dinasti Zhou
Dinasti Zhou adalah dinasti terlama berkuasa dalam sejarah Tiongkok yang menurut
Proyek Kronologi Xia Shang Zhou berkuasa antara 1046-256 SM. Dinasti ini mulai
tumbuh dari lembah Sungai Kuning, di sebelah barat Shang. Penguasa Zhou, Wu
Wang, berhasil mengalahkan Shang pada Pertempuran Muye. Pada masa Dinasti
Zhou mulailah dikenal konsep "Mandat Langit" sebagai legitimasi pergantian
kekuasaan,[23] dan konsep ini seterusnya berpengaruh pada hampir setiap pergantian
dinasti di Tiongkok. Ibu kota Zhou awalnya berada di wilayah barat, yaitu dekat
kota Xi'an modern sekarang, namun kemudian terjadi serangkaian ekpansi ke arah
lembah Sungai Yangtze. Dalam sejarah Tiongkok, ini menjadi awal dari migrasi-
migrasi penduduk selanjutnya dari utara ke selatan.

Periode Musim Semi dan Musim Gugur (722 SM-476


SM)[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Periode Musim Semi dan Musim Gugur
Pada sekitar abad ke-8 SM, terjadi desentralisasi kekuasaan pada Periode Musim
Semi dan Musim Gugur, yang diberi nama berdasarkan karya sastra Chun
Qiu (Musim Semi dan Gugur). Pada zaman ini, pimpinan militer lokal yang
digunakan Zhou mulai menunjukkan kekuasaannya dan berlomba-lomba
memperoleh hegemoni. Invasi dari barat laut, misalnya oleh Qin, memaksa Zhou
untuk memindahkan ibu kotanya ke timur, yaitu ke Luoyang. Ini menandai fase
kedua Dinasti Zhou: Zhou Timur. Ratusan negara bermunculan, beberapa di
antaranya hanya seluas satu desa, dengan penguasa setempat memegang
kekuasaan politik penuh dan kadang menggunakan gelar kehormatan bagi
dirinya. Seratus Aliran Pemikiran dari filsafat Tiongkok berkembang pada zaman ini,
berikut juga beberapa gerakan intelektual berpengaruh
seperti Konfusianisme, Taoisme, Legalisme, dan Mohisme.[24]

Periode Negara Perang (476 SM-221 SM)


[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Periode Negara Perang
Setelah berbagai konsolidasi politik, tujuh negara terkemuka bertahan pada
akhir abad ke-5 SM. Meskipun saat itu masih terdapat raja dari Dinasti Zhou sampai
256 SM, namun ia hanya seorang pemimpin nominal yang tidak memiliki kekuasaan
yang nyata. Pada masa itu, daerah tetangga dari negara-negara yang berperang
juga ditaklukkan dan menjadi wilayah baru, antara lain Sichuan dan Liaoning; yang
kemudian diatur di bawah sistem administrasi lokal baru
berupa commandery dan prefektur (郡县/郡县). Negara Qin berhasil menyatukan
ketujuh negara yang ada, serta melakukan ekspansi ke wilayah-
wilayah Zhejiang, Fujian, Guangdong, dan Guangxi pada 214 SM.[25] Periode saat
negara-negara saling berperang hingga penyatuan seluruh Tiongkok oleh Dinasti
Qin pada tahun 221 SM, dikenal dengan nama "Periode Negara Perang", yaitu
penamaan yang diambil dari nama karya sejarah Zhan Guo Ce (Strategi Negara
Berperang).

Zaman kekaisaran[sunting | sunting sumber]


Dinasti Qin (221 SM–206 SM)[sunting | sunting sumber]

Qin Shi Huang


Artikel utama: Dinasti Qin
Dinasti Qin berhasil menyatukan Tiongkok yang terpecah menjadi beberapa
kerajaan pada Periode Negara Perang melalui serangkaian penaklukan terhadap
kerajaan-kerajaan lain, dengan penaklukan terakhir adalah terhadap kerajaan Qi
pada sekitar tahun 221 SM.[25] Qin Shi Huang dinobatkan menjadi kaisar pertama
Tiongkok bersatu pada tahun tersebut. Dinasti ini terkenal mengawali
pembangunan Tembok Besar Tiongkok yang belakangan diselesaikan oleh Dinasti
Ming serta peninggalan Terakota di makam Qin Shi Huang.
Beberapa kontribusi besar Dinasti Qin, antara termasuk terbentuknya konsep
pemerintahan terpusat, penyatuan undang-undang hukum, diterapkannya bahasa
tertulis, satuan pengukuran, dan mata uang bersama seluruh Tiongkok, setelah
berlalunya masa-masa kesengsaraan pada Zaman Musim Semi dan Gugur. Bahkan
hal-hal yang mendasar seperti panjangnya as roda untuk gerobak dagang, saat itu
mengalami penyeragaman demi menjamin berkembangnya sistem perdagangan
yang baik di seluruh kekaisaran.[26]

Dinasti Han (206 SM–220)[sunting | sunting sumber]

Lentera minyak Dinasti Han, abad ke-2 SM.


Artikel utama: Dinasti Han
oh oh
Dinasti Han didirikan oleh Liu Bang, seorang petani yang memimpin pemberontakan
rakyat dan meruntuhkan dinasti sebelumnya, Dinasti Qin, pada tahun 206 SM.
Zaman kekuasaan Dinasti Han terbagi menjadi dua periode yaitu Dinasti Han
Barat (206 SM-9 M) dan Dinasti Han Timur (23-220 M) yang dipisahkan oleh periode
pendek Dinasti Xin (9-23 M).
Kaisar Wu (Han Wudi) berhasil mengeratkan persatuan dan memperluas kekaisaran
Tiongkok dengan mendesak bangsa Xiongnu (sering disamakan dengan
bangsa Hun) ke arah stepa-stepa Mongolia Dalam, dengan demikian merebut
wilayah-wilayah Gansu, Ningxia, dan Qinghai. Hal tersebut menyebabkan
terbukanya untuk pertama kali perdagangan antara Tiongkok dan Eropa,
melalui Jalur Sutra. Jenderal Ban Chao dari Dinasti Han bahkan memperluas
penaklukannya melintasi pegunungan Pamir sampi ke Laut Kaspia.[27] Kedutaan
pertama dari Kekaisaran Romawi tercatat pada sumber-sumber Tiongkok pertama
kali dibuka (melalui jalur laut) pada tahun 166, dan yang kedua pada tahun 284.

Zaman Tiga Negara (220–280)[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Zaman Tiga Negara
Zaman Tiga Negara (Wei, Wu, dan Shu) adalah suatu periode perpecahan Tiongkok
yang berlangsung setelah hilangnya kekuasaan de facto Dinasti Han. Secara umum
periode ini dianggap berlangsung sejak pendirian Wei (220) hingga
penaklukan Wu oleh Dinasti Jin (280), walau banyak sejarawan Tiongkok yang
menganggap bahwa periode ini berlangsung sejak Pemberontakan Serban
Kuning (184). Zaman ini adalah salah satu era yang paling terkenal dalam sejarah
Tiongkok, disebabkan karena popularitas roman sejarah Kisah Tiga
Negara (Samkok) yang telah diadaptasi dalam berbagai format oleh berbagai
negara.

Dinasti Jin dan Enam Belas Negara (280-420)


[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Dinasti Jin (265-420) dan Zaman Enam Belas Negara
Tiongkok berhasil dipersatukan untuk sementara waktu pada tahun 280 oleh Dinasti
Jin. Meskipun demikian, kelompok etnis di luar suku Han (Wu Hu) masih menguasai
sebagian besar wilayah pada awal abad ke-4 dan menyebabkan migrasi besar-
besaran suku Han ke selatan Sungai Yangtze. Bagian utara Tiongkok terpecah
menjadi negara-negara kecil yang membentuk suatu era turbulen yang dikenal
dengan Zaman Enam Belas Negara (304 - 469).

Patung Bodhisattva dari batu kapur, Dinasti Qi Utara, 570 Masehi, provinsi Henan.

Dinasti Utara dan Selatan (420–589)[sunting | sunting


sumber]
Artikel utama: Dinasti Utara dan Selatan
Menyusul keruntuhan Dinasti Jin Timur pada tahun 420, Tiongkok memasuki
era Dinasti Utara dan Selatan. Zaman ini merupakan masa perang saudara dan
perpecahan politik, walaupun juga merupakan masa
berkembangnya seni dan budaya, kemajuan teknologi, serta penyebaran Agama
Buddha dan Taoisme.

Dinasti Sui (589–618)[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Dinasti Sui
Setelah hampir empat abad perpecahan, Dinasti Sui berhasil mempersatukan
kembali Tiongkok pada tahun 589 dengan penaklukan Yang Jian, pendiri Dinasti
Sui, terhadap Dinasti Chen di selatan. Periode kekuasaan dinasti ini antara lain
ditandai dengan pembangunan Terusan Besar Tiongkok dan pembentukan banyak
lembaga pemerintahan yang nantinya akan diadopsi oleh Dinasti Tang.

Dinasti Tang (618–907)[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Dinasti Tang
Pada 18 Juni 618, Li Yuan naik tahta dan memulai era Dinasti Tang yang
menggantikan Dinasti Sui. Zaman ini merupakan masa kemakmuran dan
perkembangan seni dan teknologi Tiongkok. Agama Buddha menjadi agama utama
yang dianut oleh keluarga kerajaan serta rakyat kebanyakan. Sejak sekitar
tahun 860, Dinasti Tang mulai mengalami kemunduran karena munculnya
pemberontakan-pemberontakan.

Lima Dinasti dan Sepuluh Negara (907–960)


[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Zaman Lima Dinasti dan Sepuluh Negara
Antara tahun 907 sampai 960, sejak runtuhnya Dinasti Tang sampai
berkuasanya Dinasti Song, terjadi suatu periode perpecahan politik yang dikenal
sebagai Zaman Lima Dinasti dan Sepuluh Negara. Pada masa yang cukup singkat
ini, lima dinasti (Liang, Tang, Jin, Han, dan Zhou) secara bergantian menguasai
jantung wilayah kerajaan lama di utara Tiongkok. Pada saat yang bersamaan,
sepuluh negara kecil lain (Wu, Wuyue, Min, Nanping, Chu, Tang Selatan, Han
Selatan, Han Utara, Shu Awal, dan Shu Akhir) berkuasa di selatan dan barat
Tiongkok.

Dinasti Song, Liao, Jin, serta Xia Barat (960-1279)


[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Dinasti Song, Dinasti Liao, Dinasti Jin (1115-1234), dan Xia Barat
Antara tahun 960 hingga 1279, Tiongkok dikuasai oleh beberapa dinasti. Pada tahun
960, Dinasti Song (960-1279) yang beribu kota di Kaifeng menguasai sebagian
besar Tiongkok dan mengawali suatu periode kesejahteraan ekonomi.
Wilayah Manchuria (sekarang dikenal dengan Mongolia) dikuasai oleh Dinasti
Liao (907-1125) yang selanjutnya digantikan oleh Dinasti Jin (1115-1234).
Sementara itu, wilayah barat laut Tiongkok yang sekarang dikenal dengan provinsi-
provinsi Gansu, Shaanxi, dan Ningxia dikuasai oleh Dinasti Xia Barat antara
tahun 1032 hingga 1227.

Dinasti Yuan (1279–1368)[sunting | sunting sumber]


Kublai Khan, pendiri Dinasti Yuan
Artikel utama: Dinasti Yuan
Antara tahun 1279 hingga tahun 1368, Tiongkok dikuasai oleh Dinasti Yuan yang
berasal dari Mongolia dan didirikan oleh Kublai Khan. Dinasti ini menguasai
Tiongkok setelah berhasil meruntuhkan Dinasti Jin di utara sebelum bergerak ke
selatan dan mengakhiri kekuasaan Dinasti Song. Dinasti ini adalah dinasti pertama
yang memerintah seluruh Tiongkok dari ibu kota Beijing.
Sebelum invasi bangsa Mongol, laporan dari dinasti-dinasti Tiongkok
memperkirakan terdapat sekitar 120 juta penduduk; namun setelah penaklukan
selesai secara menyeluruh pada tahun 1279, sensus tahun 1300 menyebutkan
bahwa terdapat 60 juta penduduk.[28] Demikian pula pada pemerintahan Dinasti Yuan
terjadi epidemi abad ke-14 berupa wabah penyakit pes (Kematian Hitam), dan
diperkirakan telah menewaskan 30% populasi Tiongkok saat itu.[29][30]

Dinasti Ming (1368–1644)[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Dinasti Ming
Sepanjang masa kekuasaan Dinasti Yuan, terjadi penentangan yang cukup kuat
terhadap kekuasaan asing ini di kalangan masyarakat. Sentimen ini, ditambah sering
timbulnya bencana alam sejak 1340-an, akhirnya menimbulkan pemberontakan
petani yang menumbangkan kekuasaan Dinasti Yuan. Zhu Yuanzhang dari suku
Han mendirikan Dinasti Ming setelah berhasil mengusir Dinasti Yuan pada
tahun 1368.
Tahun 1449, Esen Tayisi dari bangsa Mongol Oirat melakukan penyerangan ke
wilayah Tiongkok utara, dan bahkan sampai berhasil menawan Kaisar Zhengtong di
Tumu. Tahun 1542, Altan Khan memimpin bangsa Mongol terus-menerus
mengganggu perbatasan utara Tiongkok, dan pada tahun 1550 ia berhasil
menyerang sampai ke pinggiran kota Beijing. Kekaisaran Dinasti Ming juga
menghadapi serangan bajak laut Jepang di sepanjang garis pantai tenggara
Tiongkok;[31] peranan Jenderal Qi Jiguang sangat penting dalam mengalahkan
serangan bajak laut tersebut. Suatu gempa bumi terdasyat di dunia, gempa bumi
Shaanxi tahun 1556, diperkirakan telah menewaskan sekitar 830.000 penduduk,
yang terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Jiajing.
Selama masa Dinasti Ming, pembangunan terakhir Tembok Besar Tiongkok selesai
dilaksanakan, sebagai usaha perlindungan bagi Tiongkok atas invasi dari bangsa-
bangsa asing. Meskipun pembangunannya telah dimulai pada masa sebelumnya,
sesungguhnya sebagian besar tembok yang terlihat saat ini adalah yang telah
dibangun atau diperbaiki oleh Dinasti Ming. Bangunan bata dan granit telah
diperluas, menara pengawas dirancang-ulang, serta meriam-meriam ditempatkan di
sepanjang sisinya.

Dinasti Qing (1644–1911)[sunting | sunting sumber]

Kartun politik Prancis, akhir 1890-an. Kue melambangkan Tiongkok dibagi-bagi


antara Inggris, Jerman, Rusia, Prancis, dan Jepang.
Artikel utama: Dinasti Qing
Dinasti Qing (清朝, 1644–1911) didirikan menyusul kekalahan Dinasti Ming, dinasti
terakhir Han Tiongkok, oleh suku Manchu (滿族,满族) dari sebelah timur laut
Tiongkok pada tahun 1644. Dinasti ini merupakan dinasti feodal terakhir yang
memerintah Tiongkok. Diperkirakan sekitar 25 juta penduduk tewas dalam
periode penaklukan Manchu atas Dinasti Ming (1616-1644).[32] Bangsa Manchu
kemudian mengadopsi nilai-nilai Konfusianisme dalam pemerintahan mereka,
sebagaimana tradisi yang dilaksanakan oleh pemerintahan dinasti-dinasti Han
sebelumnya.
Pada Pemberontakan Taiping (1851–1864), sepertiga wilayah Tiongkok sempat
jatuh dalam kekuasaan Taiping Tianguo, suatu gerakan keagamaan kuasi-Kristen
yang dipimpin Hong Xiuquan yang menyebut dirinya "Raja Langit". Setelah empat
belas tahun, barulah pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan, tentara Taiping
dihancurkan dalam Perang Nanking Ketiga tahun 1864. Kematian yang terjadi
selama 15 tahun pemberontakan tersebut diperkirakan mencapai 20 juta penduduk.
[33]

Beberapa pemberontakan yang memakan korban jiwa dan harta yang lebih besar
kemudian terjadi, yaitu Perang Suku Punti-Hakka, Pemberontakan Nien,
Pemberontakan Minoritas Hui, Pemberontakan Panthay, dan Pemberontakan Boxer.
[34]
Dalam banyak hal, pemberontakan-pemberontakan tersebut dan perjanjian tidak
adil yang berhasil dipaksakan oleh kekuatan imperialis asing terhadap Dinasti Qing,
merupakan tanda-tanda ketidakmampuan Dinasti Qing dalam menghadapi
tantangan-tantangan baru yang muncul pada abad ke-19.

Zaman modern[sunting | sunting sumber]


Republik Tiongkok[sunting | sunting sumber]

Sun Yat-sen, presiden pertama Republik Tiongkok


Artikel utama: Sejarah Republik Tiongkok
Rasa frustrasi karena penolakan Dinasti Qing untuk melakukan reformasi serta
karena kelemahan Tiongkok terhadap negara-negara lain, membuat
timbulnya revolusi yang terinspirasi oleh ide-ide Sun Yat-sen untuk menghapuskan
sistem kerajaan dan menerapkan sistem republik di Tiongkok. Pada tanggal 12
Februari 1912, kaisar terakhir Qing, Kaisar Xuantong turun tahta, menyusul Revolusi
Xinhai. Sebulan setelahnya, pada 12 Maret 1912, Republik Tiongkok didirikan
dengan Sun Yat-sen sebagai presiden pertamanya.
Perbudakan di Tiongkok dihapuskan pada tahun 1910.[35]
Pada tahun 1928, setelah konflik berkepanjangan antara panglima-panglima
perang yang terjadi antara 1916-1928, sebagian besar Tiongkok dipersatukan di
bawah Kuomintang (KMT) oleh Chiang Kai-Shek. Sementara itu, Partai Komunis
Tiongkok (PKT) yang berhaluan komunis mulai juga menancapkan pengaruhnya dan
menjadi pesaing utama Kuomintang yang menimbulkan Perang Saudara Tiongkok.
Kedua partai Tiongkok ini secara nominal sempat bersatu dalam menghadapi
pendudukan Jepang yang dimulai tahun 1937, yaitu selama Perang Tiongkok-
Jepang (1937-1945) yang merupakan bagian Perang Dunia ||. Mengikuti kekalahan
Jepang tahun 1945, permusuhan KMT dan PKT berlanjut kembali setelah usaha-
usaha rekonsiliasi dan negosiasi gagal mencapai kesepakatan.
Di akhir Perang Dunia II tahun 1945 sebagai bagian dari penyerahan kekuasaan
Jepang, pasukan Jepang di Taiwan menyerah kepada pasukan Republik Tiongkok
di bawah Chiang Kai-shek yang memegang kendali atas Taiwan.[36] Konflik antara
partai-partai Tiongkok yang dimulai sejak 1927 berakhir secara tak resmi dengan
pengunduran diri Kuomintang ke Taiwan pada tahun 1949 dan menjadikan Partai
Komunis Tiongkok sebagai penguasa tunggal di Tiongkok Daratan. Sampai
sekarang, pemerintah yang memerintah Taiwan masih menggunakan nama resmi
"Republik Tiongkok" walaupun secara umum dikenal dengan nama "Taiwan".[37]
Pada akhir Perang Dinasti Qing–Jepang Pertama pada tahun 1895, Dinasti Qing
menyerahkan kedaulatan Pulau Taiwan kepada Jepang di bawah Perjanjian
Shimonoseki. Inilah intinya, 123 tahun yang lalu, ketika klaim kedaulatan Dinasti
Qing atas Pulau Taiwan dilepaskan. Pulau Taiwan tetap menjadi bagian dari Jepang
hingga akhir Perang Dunia Kedua pada tahun 1945. Ketika Jepang dikalahkan,
Pasukan Partai Kuomintang (KMT) dari Republik Tiongkok/Taiwan menduduki Pulau
Taiwan. Tetapi, Jepang mempertahankan kedaulatan atas Pulau Taiwan hingga 28
April 1952, ketika Perjanjian Perdamaian San Francisco 1951 mulai berlaku. Di
bawah ketentuan perjanjian yang mengikat secara hukum inilah Jepang akhirnya
melepaskan klaim mereka atas kedaulatan atas Pulau Taiwan.
Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang dapat diakui di bawah hukum
internasional adalah bahwa ketika Jepang melepaskan kedaulatan atas Pulau
Taiwan pada 28 April 1952, Jepang secara efektif memberikan Pulau Taiwan
kemerdekaannya. Pada saat itu, Pulau Taiwan sudah diduduki oleh Republik
Tiongkok/Taiwan, tetapi ini tidak mengubah fakta bahwa Republik Tiongkok/Taiwan
menjadi negara-bangsa yang merdeka di mata hukum internasional. Republik
Tiongkok/Taiwan tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok/Cina.
Klaim kedaulatan Republik Rakyat Tiongkok/Cina atas Republik Tiongkok/Taiwan
berakar pada agenda nasionalis garis keras yang didorong oleh Partai Komunis
Tiongkok (PKT) untuk mengkondisikan rakyatnya untuk menerima penguasa otoriter
mereka. 'Hanya Partai Komunis Tiongkok yang dapat menyatukan kembali Satu
Tiongkok dan menyatukan kembali tanah air,' mantra itu berbunyi, dan tidak ada
keraguan bahwa itu efektif di dalam negeri. Masalahnya adalah bahwa itu adalah
mitos belaka ketika datang ke Pulau Taiwan. Pulau Taiwan ditaklukkan oleh Dinasti
Qing pada tahun 1683 ketika cucu Koxinga menyerah kepada pasukan Dinasti Qing.
Sebelum ini, ada bukti kunjungan Dinasti Cina daratan ke Pulau Taiwan dan bahkan
beberapa saran hubungan perdagangan, tetapi Pulau Taiwan selalu merupakan
entitas independen dan tidak pernah di bawah administrasi Dinasti Cina daratan
atau negara lain sebelum Belanda tiba pada awal abad ke-17. Pulau Taiwan tetap
menjadi bagian dari Dinasti Qing selama 212 tahun sampai penandatanganan
Perjanjian Shimonoseki melihat kedaulatan diserahkan ke Jepang. Seperti yang
telah kita lihat, setelah Perang Dunia Kedua, Jepang mempertahankan kedaulatan
sampai melepaskannya pada tahun 1952. Republik Tiongkok/Taiwan tidak pernah
menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok/Cina. Memang, dalam keseluruhan
sejarahnya, Pulau Taiwan hanya pernah menjadi bagian dari Dinasti Qing selama
lebih dari 200 tahun. Sebaliknya, Dinasti Qing menaklukkan Pulau Taiwan dengan
paksa, mendudukinya selama lebih dari 200 tahun, dan kemudian menyerahkan
kedaulatan. Kedaulatan ini tidak pernah dikembalikan kepada Republik Rakyat
Tiongkok/Cina. Retorika nasionalistik historis yang terus dilontarkan Partai Komunis
Tiongkok (PKT) tentang Republik Tiongkok/Taiwan menjadi bagian dari Republik
Rakyat Tiongkok/Cina sama sekali tidak benar. Pulau Taiwan diduduki oleh Dinasti
Qing untuk waktu yang singkat. Tapi itu tidak pernah menjadi bagian dari Republik
Rakyat Tiongkok/Cina.
Republik Tiongkok/Taiwan memenuhi definisi internasional sebagai negara-bangsa
yang berdaulat. Hukum internasional menawarkan definisi yang sangat jelas tentang
apa yang dimaksud dengan negara-bangsa yang berdaulat. Ini adalah negara yang
memiliki populasi permanen, wilayah yang ditentukan, satu pemerintahan, dan
kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara berdaulat lainnya. Tidak ada
yang bisa memberikan argumen meyakinkan apa pun bahwa Republik
Tiongkok/Taiwan tidak memenuhi definisi ini. Ini memiliki populasi permanen sekitar
23,5 juta. Batas unit geografisnya, terdiri dari Kepulauan Taiwan, Penghu, Kinmen,
Matsu, Wuqiu, Tungsha/Dongsha, dan Nansha. Yurisdiksi teritorialnya terdiri dari
36.193 kilometer persegi menjadikannya negara terbesar ke-137 di dunia, terjepit di
antara Swiss dan Belgia. Ada satu pemerintahan yang mengatur wilayah ini dari
Taipei. Untuk waktu yang lama ini adalah kediktatoran militer Partai Kuomintang
(KMT), tetapi dalam beberapa tahun terakhir Republik Tiongkok/Taiwan telah
menjadi demokrasi yang berfungsi penuh dan berkembang pesat dan tidak hanya
mempunyai 1 partai lagi. Republik Tiongkok/Taiwan juga memiliki kapasitas untuk
menjalin hubungan dengan negara-negara berdaulat lainnya. Saat ini memiliki
belasan sekutu diplomatik formal dan jumlahnya akan jauh lebih tinggi tanpa
permusuhan diplomatik dari Republik Rakyat Tiongkok/Cina. Perlu juga dicatat
bahwa negara-bangsa yang berdaulat masih dapat eksis di bawah hukum
internasional tanpa diakui oleh negara-negara berdaulat lainnya. Jadi, bahkan jika
Republik Rakyat Tiongkok/Cina berhasil memburu semua sekutu Republik
Tiongkok/Taiwan yang tersisa, itu tidak akan mengubah fakta bahwa Republik
Tiongkok/Taiwan masih memenuhi definisi sebagai negara berdaulat.
Ada sejumlah faktor lain yang menunjukkan posisi Republik Tiongkok/Taiwan
sebagai negara bangsa yang berdaulat juga. Ini memiliki mata uang sendiri, Dolar
Republik Tiongkok/Taiwan Baru. Ini memiliki bahasa sendiri, Mandarin Tradisional
yang dipakai juga oleh Hong Kong dan Makau dan tidak menggunakan Mandarin
Sederhana yang dipakai oleh Republik Rakyat Tiongkok/Cina dan Singapura (seperti
Melayu dan Indonesia). Ia memiliki militernya sendiri dan ekonomi domestiknya
sendiri yang berkembang pesat. Ini mengeluarkan paspornya sendiri yang diakui di
seluruh dunia dan bahkan memiliki perjanjian bebas visa dengan lebih dari 150
negara. Dan Republik Tiongkok/Taiwan juga memiliki ideologi sendiri yaitu Ideologi
Demokrasi seperti Amerika Serikat dan Indonesia yang jelas berbeda dengan
Republik Rakyat Tiongkok/Cina yang berideologi Komunisme. Yang terpenting, ia
juga memiliki budaya unik dan identitas nasionalnya sendiri. Bahkan Partai Komunis
Tiongkok (PKT) menilai bahwa orang Republik Tiongkok/Taiwan mengidentifikasi diri
mereka sebagai orang Tionghoa/Chinese. Tetapi orang Republik Tiongkok/Taiwan
mengatakan itu tidak benar dan jajak pendapat demi jajak pendapat terus
menunjukkan bahwa mayoritas orang di Republik Tiongkok/Taiwan mengidentifikasi
diri mereka sebagai orang Republik Tiongkok/Taiwan/Taiwanese. Meskipun ada
banyak kesamaan antara budaya Republik Rakyat Tiongkok/Cina dan Republik
Tiongkok/Taiwan, ada juga banyak perbedaan. Di bawah definisi yang diakui secara
internasional, Republik Tiongkok/Taiwan memenuhi semua kriteria untuk menjadi
negara. Hanya saja dibutuhkan pengakuan lebih banyak dari negara-negara lain
agar Republik Tiongkok/Taiwan lebih dikenal, dll di mata Internasional.
Justru jika dilihat dengan sejarah yang benar dan rinci, Republik Tiongkok/Taiwan
(Tiongkok demokrasi) adalah Tiongkok yang sah dan bendera yang sah sejak tahun
1912 dan 1928. Kemudian terjadilah kudeta oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT)
sehingga berdirilah Republik Rakyat Tiongkok/Cina (Tiongkok komunisme) sehingga
berdirilah pada tahun 1949. Tetapi RRT Tidak bisa mengalahkan RT seluruhnya jadi
logikanya kedua negara seharusnya sama-sama sah. Sama seperti Republik Rakyat
Demokratik Korea/Korea Utara (Korea komunisme) yang tidak bisa mengalahkan
Republik Korea/Korea Selatan (Korea demokrasi) sepenuhnya. Seharusnya kedua
negara tersebut sama-sama sah. Malahan jika dilihat dengan sejarah yang benar
dan rinci, Republik Tiongkok/Taiwan lah yang sah. Republik Tiongkok/Taiwan sudah
berdiri sejak 1912 sedangkan Republik Rakyat Tiongkok/Cina baru berdiri sejak
1949. Berbeda dengan Korea karena kedua korea sama-sama merdeka di tahun
yang sama. Jadi kedua korea adalah sah.

Anda mungkin juga menyukai