Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DASAR KESEHATAN REPRODUKSI

“Permasalahan dan Harapan Dalam Pelaksanaan Program Kesehatan Reproduksi”

Dibuat Oleh:

Kelompok 4

Selvi Azzahra (2311213043)

Abdul Rasyid Hawwari (2311212023)

Nurhaslinda (2311211019)

Dosen Pengampu :

Dr. Yessy Markolinda S.Si, M. Repro

FAKUKTAS KESEHATAN MASYARAKAT


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERISTAS ANDALAS
2024

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Permasalahan Dan Harapan Dalam Pelaksanaan Program Kesehatan Reproduksi” ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Dr. Yessy
Markolinda S.Si, M.Repro pada mata kuliah Dasar Kesehatan reproduksi. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Permasalahan Dan Harapan Dalam
Pelaksanaan Program Kesehatan Reproduksi” bagi kami dan juga bagi para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Yessy Markolinda S.Si, M.Repro yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang ditekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Padang, 23 Februari 2024

Kelompok 4

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................II

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................2

1.3 Tujuan ...................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3

2.1 Harapan Capaian Pelaksanaan Program Kesehatan Reproduksi .......................................... 3

2.2 Contoh Target dan Angka Capaian Program Kesehatan Reproduksi ...................................6

2.3 Kendala dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi ............................................................. 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan .........................................................................................................................13

3.2 Saran ................................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 16

III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan kependudukan dan kesehatan


hingga saat ini. Angka Kematian Ibu (AKI), perkawinan usia dini, serta angka fertilitas total
(Total Fertility Rate atau TFR) merupakan sebagian indikator yang menunjukkan
pentingnya peran kebijakan kesehatan reproduksi. Terkait dengan pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals atau MDGs), misalnya, AKI
merupakan salah satu indikator yang diperkirakan tidak berhasil mencapai target yang
ditetapkan. Indikator AKI telah mengalami penurunan dalam beberapa dekade terakhir, dari
334 kasus kematian per 1.000 kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
atau SDKI 1997) menurun menjadi 307 kasus kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI
2002/2003), serta selanjutnya mencapai 228 kasus kematian per 1.000 kelahiran hidup
(SDKI 2007). Namun demikian, data terakhir menunjukkan indikator AKI justru kembali
meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2012.
Memburuknya indikator AKI ini menarik untuk dikaji, padahal data SDKI 2012
menunjukkan 75 persen persalinan telah ditolong oleh tenaga kesehatan. Sumber lain
menyebutkan penyebab masih tingginya AKI, termasuk aborsi tidak aman, baik diperdesaan
maupun di perkotaan (Shewprasad dan Habsjah, 2014).
Kebijakan kesehatan reproduksi merupakan salah satu determinan penting
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia, termasuk dalam mengatasi
berbagai permasalahan kependudukan dan kesehatan. Sebagaimana hasil kesepakatan
Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Sedunia (ICPD) 1994 di Cairo yang telah
diratifikasi Indonesia, terdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah
kependudukan dan pembangunan, dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan
fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada hak reproduksi dan kesehatan reproduksi
perorangan (United Nations, 1995). Sayangnya, berbagai tantangan dihadapi berkaitan
dengan implementasi kebijakan kesehatan reproduksi paradigma baru di Indonesia,
termasuk momentum pelaksanaannya yang hampir bersamaan dengan proses reformasi dan
penerapan kebijakan otonomi daerah.

1
Saat ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak
dibahas dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan
(International Conference on Population and Development, ICPD), di Kairo, Mesir,
pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya
perubahan paradigma dalam pengelolaanmasalah kependudukan dan pembangunan dari
pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang
terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.
Rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi dapat diketahui dengan masih
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Bawah Lima Tahun (AKBalita). Masalah kesehatan reproduksi perempuan,
termasuk perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman secara medis juga harus
menjadi perhatian bersama, bukan hanya kaum perempuan saja karena hal ini akan
berdampak luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan yang menjadi tolok ukur
dalam pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa saja harapan/target capaian pelaksanaan program kesehatan reproduksi?
2) Apa saja contoh target dan angka capaian program kesehatan reproduksi ?
3) Apa saja permasalahan/kendala dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui dan menambah wawasan tentang harapan/target capaian pelaksanaan


program kesehatan reproduksi.
2) Mengetahui dan menambah wawasan tentang contoh target dan angka capaian
program kesehatan reproduksi.
3) Mengetahui dan menambah wawasan tentang permasalahan/kendala
dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Harapan Capaian Pelaksanaan Program Kesehatan Reproduksi


Sehat bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana tubuh terhindar dan terbebas dari
gangguan baik dalam pemenuhan kebutuhan dasar secara personal atau komunitas dan
keadaan dimana tubuh tetap seimbang secara dinamis sebagai akibat dari keberhasilan dalam
mengatasi stressor serta ketika diperiksa tidak ada kelainan atau penyakit. Kesehatan
merupakan suatu kondisi atau keadaan yang sejahtera dan sempurna meliputi kesejahteraan
mental, fisik, dan sosial yang mana bukan hanya semata-semata terbebas dari penyakit atau
kelainan.sedangkan Reproduksi yang berarti bentuk pertahanan hidup bagi manusia demi
melestarikan keturunannya.

Kesehatan reproduksi mempunyai tiga komponen, yakni:


1. Ability atau kemampuan
Yang memiliki arti bahwa manusia dapat bereproduksi atau dapat menhasilkan
keturunan.
2. Success atau keberhasilan
Yang artinya manusia tersebut dapat berhasil membentuk atau menghasilkan
keturunanyang sehat dengan pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai
3. Safety atau keamanan
Yang mempunyai arti bahwa semua bentuk proses reproduksi baik dari pada saat
berhubungan seksual, proses kehamilan, proses persalinan, penggunaan alat
kontrasepsi, serta keguguran atau abortus merupakan sewajarnya dan bukan
dianggap sebagai aktivitas yang membahayakan.

Empat komponen prioritas kesehatan reproduksi, diantaranya:

1. Kesehatan wanita atau women health


2. Kesehatan bayi dan anak atau infant and child health

3
3. Pencegahan dan pengobatan PMS (penyakit menular seksual) atau prevention and
treatment of STDs
4. Regulasi (peraturan) kesuburan atau fertility regulation

Pengelompokan masalah kesehatan reproduksi dibagi menjadi 6, yaitu:

1. Morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan


dengan kehamilan dalam hal ini termasuk masalah gizi dan anemia yang ada
dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan adanya
kemandulan dan ketidak suburan.
2. Kendali atau peran sosial budaya dalam masalah reproduksi artinya pandangan
masyarakat tentang kesuburan, kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap
masyarakat terhadap perempuan hamil.
3. Intervensi pemerintah dan negara tentang masalah reproduksi, contoh: undang-
undang yang berkaitan dengan masalah genetik, program KB, dst.
4. Adanya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, dan
terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak.
5. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama balita.

6. Dampak pembangunan ekonomi industrialisasi dan perubahan lingkungan


terhadap kesehatan reproduksi/ Ada empat masalah dan kekerasan dan
perkosaan.(Rizky, 2023)

Minimnya akses pendidikan dan layanan kesehatan reproduksi, hingga penerapan kebijakan
nasional yang belum optimal. Kebijakan kesehatan reproduksi merupakan salah satu determinan
penting pencapaian tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia, termasuk dalam mengatasi
berbagai permasalahan kependudukan dan kesehatan. Sebagaimana hasil kesepakatan Konferensi
Kependudukan dan Pembangunan Sedunia (ICPD) 1994 di Cairo yang telah diratifikasi
Indonesia, terdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan
pembangunan, dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi
pendekatan yang berfokus pada hak reproduksi dan kesehatan reproduksi perorangan (United
Nations, 1995). Sayangnya, berbagai tantangan dihadapi berkaitan dengan implementasi
kebijakan kesehatan reproduksi paradigma baru di Indonesia, termasuk momentum
4
pelaksanaannya yang hampir bersamaan dengan proses reformasi dan penerapan kebijakan
otonomi daerah.

Implementasi kebijakan kesehatan reproduksi paradigma baru di Indonesia sebagai bagian


dari ratifikasi kesepakatan ICPD 1994 belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Proses
reformasi yang diikuti dengan penerapaan kebijakan otonomi daerah pada tahun 2000-an
sebenarnya sejalan dengan implementasi kesehatan reproduksi paradigma baru tersebut, yakni
sama-sama mempunyai nuansa demokratisasi, hak asasi, dan juga bertujuan meningkatkan
pembangunan kesehatan dan kependudukan secara lebih efektif dan efisien. Namun demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai tantangan dihadapi berkaitan dengan adopsi kesehatan
reproduksi paradigma baru, terutama di tingkat daerah (kabupaten/kota). Hal ini dikarenakan
kesehatan reproduksi bukan semata-mata permasalahan kesehatan, tetapi juga erat kaitannya
dengan berbagai aspek lainnya, termasuk sosial, budaya, politik, dan agama. Tantangan-
tantangan tersebut termasuk: belum komprehensifnya pemahaman stakeholders terkait kesehatan
reproduksi paradigma baru, belum menjadi prioritasnya permasalahan kesehatan reproduksi di
daerah, belum sinerginya kemitraan (lintas program, lintas sektor, serta antara pemerintah dan
masyarakat madani), serta belum kondusifnya berbagai piranti legal terkait permasalahan
kesehatan reproduksi di Indonesia.(Fatoni et al., 2015)

Harapan dari beberapa komponen/program dari Kebijakan Nasional Kesehatan


Reproduksi Indonesia:

1. Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak


Komponen/program ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu
karena kehamilan dan persalinan. Tindakan untuk mengurangi angka kematian ibu
harus dilakukan pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan yang cepat dan
tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat.

2. Komponen Keluarga Berencana


Komponen/program ini diharapkan dapat menekan angka pertumbuhan
penduduk agar sesuai dengan daya lingkungan dan meningkatnya partisipasi pasangan
usia subur sebagai peserta akseptor KB.

5
3. Komponen Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk
penyakit menular Seksual dan HIV/AIDS.
Komponen/program ini diharapkan dapat memerangi dan menekan angka
penderita penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS dan menghindari menurunnya
kualitas hidup terhadap penderita penyakit menular HIV/AIDS

4. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja


Komponen/program ini diharapkan dapat meningkatnya akses kesehatan
reproduksi remaja dan program ini juga diharapkan mampu untuk memberikan
pemahaman remaja tentang permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan
reproduksi.

5. Komponen Usia Lanjut


Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini mempromosikan
peningkatankualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir kurun
usia reproduksi.

2.2 Contoh Target dan Angka Capaian Program Kesehatan Reproduksi


Program Kesehatan Reproduksi terdiri dari:
1. Program Kesehatan Ibu dan Anak
Target yang akan dicapai dalam program kesehatan ibu dan anak yaitu:
a. Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi
Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk menjamin
bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang
berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
di fasilitas pelayanan kesehatan, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan
bayi, termasuk perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, serta
akses terhadap Keluarga Berencana (KB). Disamping itu, dalam upaya
percepatan penurunan AKI diperlukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada
kelompok remaja dan dewasa muda, agar target pembangunan Berkelanjutan
pada tahun 2030 dapat tercapai yakninya: Pada 2030, mengurangi angka
kematian Ibu hingga dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup dan Pada tahun
2030, mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah,
6
dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal
setidaknya hingga 12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian
Balita 25 per 1000.

b. Penurunan Angka Kematian Balita


Upaya percepatan penurunan kematian balita fokus pada penyebab
kematian. Mengingat 56 persen kematian bayi terjadi pada masa neonatal dan
46 persen kematian balita terjadi di periode neonatal maka dalam upaya
percepatan penurunan angka kematian bayi dan balita fokus utama pada
peningkatan akses dan kualitas pelayanan neonatal, menurunkan prevalensi dan
kematian yang disebabkan oleh diare dan pneumonia, mengurangi dan
menanggulangi gizi kurang dan gizi buruk serta meningkatkan cakupan
imunisasi campak. Apabila upaya ini dapat dilakukan dengan sebaiknya maka
target pembangunan berkelanjuta pada tahun 2030 akan tercapai yaitu
mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah,
dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal
setidaknya hingga 12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian
Balita 25 per 1000.

c. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan


Dalam hal ini diharapkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan
fasilitas yang layak didaptkan oleh semua ibu hamil di indonesia. Untuk
meningkatkan cakupan persalinan, pemerintah mengeluarkan kebijakan
operasional yaitu dengan membuat jampersal (jaminan persalinan). kehadiran
Jampersal diharapkan dapat meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga
kesehata dan mengurangi terjadinya tiga terlambat sehingga dapat
mengakselerasi tujuan pencapaian MDGs, khususnya MDGs 4 dan 5.
(Dinkes:2011). Tiga terlambat yaitu :
1. Terlambat mengambil keputusan, sehingga terlambat untuk mendapat
penanganan.
2. Terlambat sampai ke tempat rujukan karena kendala transportasi.
3. Terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan sumber
daya manusia.

7
d. Proporsi penanganan kasus komplikasi obstetri terhadap persalinan total
Menurut FKM UI (1998:8), bahwa komplikasi obstetri yang meliputi
komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan determinan dekat
atau penyebab langsung dari kematian ibu yang meliputi perdarahan, infeksi,
eklampsia, partus macet (persalinan kasip), abortus dan ruptura uteri (robekan
rahim). Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organisation) pada tahun
1990 memprakarsai Making Pregnancy Safer (MPS), untuk mendukung negara-
negara anggota dalam usaha menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu,
perinatal akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas (Sarimawar Djaja,
dkk., 2001:191). Dengan adanya proporsi yang seimbang antar penanganan kasus
komplikasi obstetri terhadap persalinan total, diharapkan dapat menurunkan
angka kematian Ibu.

a. Keluarga Berencana
Menurut tujuan pembanguan berkelanjutan menurut MDgs pada tahun 2030 yaitu
menjamin akses semesta kepada pelayanan Kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk
keluarga berencana (KB), informasi dan edukasi, serta integrasi kesehatan reproduksi ke
dalam strategi dan program nasional. Berikut target yang akan dicapai dalam program
Keluarga Berencana :
a. Penurunan Unmet Need KB
Unmet need adalah wanita yang subur dan aktif secara seksual namun
tidak menggunakan metode kontrasepsi, sedangkan mereka menyatakan tidakingin
punya anak lagi atu menunda anak berikutnya. Untuk menurunkan Unmet Need
dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan tentang penggunaan KB atau
alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Jika Wanita usia subur yang tidak
menggunakan KB berpeluang besar untuk hamil dan mengalami komplikasi dalam
masa kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini dapat menyebabkan aborsi karena
unwanted pregnancy, jarak hamil terlalu dekat, melahirkan terlalu banyak maupun
komplikasi selama kehamilan, masa persalinan dan komplikasi masanifas.

b. Cakupan Pelayanan KB

8
Program Keluarga Berencana adalah bagian yang terpadu (intergral) dalam
program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan
ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai
keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional . Cakupan
pelayanan KB ini hendaknya diketahui oleh setiap Masyarakat agar tujuan
dilaksanakan Program KB tercapai.

c. Persentase Kegagalan dan Komplikasi Pemakaian Kontrasepsi


Untuk mengurangi angka persentase kegagalan dalam pemakaian
kontrasepsi Dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan konseling. tujuan
konseling adalah: mengidentifikasi dan menampung perasaan-perasaan negatif,
keraguan atau kekhawatiran sehubungan dengan metode kontrasepsi dan
membantu klien memilih metode kontrasepsi terbaik bagi mereka sehingga aman
sesuai keinginan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Arum& Sujiyatni jenis
konseling KB pemilihan cara akan membantu klien memilih jenis KB yang efektif
dan aman.Jenis konseling konseling umum oleh PLKB hanya mampu merubah
sebagian persepsi peserta terhadap unmet need, (Depkes RI, 2016).

d. Persentase dari tiap jenis kontrasepsi yang digunakan


Dengan terlaksananya program KB, tentu kita juga memperhatikan
persentase dari tiap jens kontrasepsi yang banyak digunakan oleh masyarakat agar
kebutuhan terhadap alat kontrasepsi terpenuhi.

3. Pencegahan dan penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS


Contoh capaian dalam hal ini yaitu:

a. Penurunan insiden kasus IMS


Penurunan insiden kasus IMS akan dapat dicapai melalui upaya pencegahan
primer yang secara langsung akan menurunkan insiden IMS danmelalui pencegahan
sekunder yang akan menurunkan prevalensi IMS dengan memperpendek durasi
penyakit, sehingga akan menurunkan kemungkinankomplikasi dan sekuale dari IMS
tersebut.

b. Penurunan Kasus HIV/AIDS


9
Budaya seks bebas di kalangan remaja dapat meningkat mengakibatkan
sejumlah remaja berpotensi terjangkit HIV/AIDS. Pemberian informasi yang
diikuti dengan penjelasan secara mendalam mengenai penyakit IMS serta HIV
AIDS dan penularannya ini bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman
akan bahaya seks bebas serta dua penyakit tersebut. Hal tersebut dilakukan
dengan harapan agar ke depan kalangan remaja lebih memahami bagaimana
penularan HIV/AIDS, agar perkembangan jumlah penderita HIV/AIDS bisa terus
ditekan. Demikin pula dengan perilaku hidup sehat dengan mengindari merokok
dan NAPZA penting juga diberikan kepada remaja karena merokok dan NAPZA
dapat menjadi pintu awal terbukanya potensi penularan HIV AIDS pada remaja
mengingat remaja memiliki rasa yang tinggi terhadap keinginan untuk mencoba-
coba dan mudah terpengaruh (Muflihatin & Swari, 2017; Asfar dan Asnaniar,
2018).

c. Kesehatan Reproduksi Remaja


Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu
ditingkatkan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja ini. Selain itu
lingkungan keluarga dan masyarakat harus ikut peduli dengan kondisi remaja ini
sehingga dapat membantu memberikan jalan keluar bila remaja mengalami
masalah tidak malah disalahkan.

Kendala/Permasalahan Program Kesehatan Reproduksi

1. Tingkat pengambil keputusan


Program kesehatan reproduksi pada saat ini belum merupakan prioritas program
pemerintah. Anggaran pembangunan untuk kesehatan reproduksi belum bertambah.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap anggaran yang tersedia untuk program kesehatan
reproduksi
2. Koordinasi
Koordinasi program antar sektor masih belum berjalan seperti yang diharapkan.
Untuk itu perlu dibentuk wadah koordinasi program kesehatan reproduksi di semua
tingkat administrasi pemerintah seperti pembentukan Komisi Kesehatan Reproduksi
di tingkat nasional.

10
3. Kebijakan otonomi daerah
Dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, BKKBN kabupaten/kota
digabungkan dengan dinas lain seperti dengan dinas kependudukan dan catatan sipil,
dinas pemberdayaan masyarakat, dinas pemberdayaan perempuan, dan lain-lain.
4. Tingkat pelaksanaan
Program dan kegiatan Kesehatan Reproduksi dengan pendekatan komprehensif masih
belum diketahui oleh para pelaksana di fasilitas pelayanan kesehatan dasar, walaupun
pelayanan konvensional yang dilaksanakan berbagai sektor sudah dijalankan oleh
pelaksana lapangan.

5. Pencapaian indikator
Jumlah indikator yang ingin ditangani oleh setiap sektor cukup banyak dan tingkat
pencapaiannya berbeda-beda. Keadaan ini kurang menguntungkan untuk pencapaian
program Kesehatan Reproduksi secara nasional. Kondisi yang diharapkan adalah
disepakatinya indikator minimal yang harus dicapai oleh program Kesehatan
Reproduksi dan disesuaikan dengan Milenium Development Goals. Indikator tersebut
adalah :
a. Maternal Mortality Ratio,
b. Child Mortality Rate,
c. Total Fertility Rate,
d. Prevalensi infeksi HIV pada umur 15-24 tahun menurun sebesar 20%,
e. Setiap orang mampu melindungi dirinya dari penularan PMS dan HIV/AIDS,
f. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan kesehatan reproduksi,
dan
g. Human Development Index (HDI)(Fazhira Hervi Azzahra, 2022)

Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu


diarahkan padamasa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi dewasa, dan
perubahan- perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat. Hal
ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya jasmani
secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan fungsi proses
reproduksi tetapi belum dapat mempertanggung jawabkan akibat dari proses reproduksi

11
tersebut.Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan
untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja ini. Selain itu lingkungan keluarga
dan masyarakat harus ikut peduli dengan kondisi remaja ini sehingga dapat membantu
memberikan jalan keluar bila remaja mengalami masalah tidak malah disalahkan, tetapi
perlu diarahkan dan dicarikan jalan keluar yang baik dengan mengenalkan tempat–tempat
pelayanan kesehatan reproduksi remaja untuk mendapatkan konseling ataupun pelayanan
klinis sehingga remaja masih dapat melanjutkan kehidupannya.

2.3 Kendala dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi

1. Keterbatasan Pemahaman Tenaga Kesehatan di Puskesmas


Pemahaman tenaga kesehatan terkait pelayanan terhadap remaja masih terbatas.
Pelayanan untuk remaja masih cenderung dilaksanakan dengan penyuluhan ke sekolah-
sekolah melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) maupun Palang Merah Remaja
(PMR). Hanya sebagian kecil puskesmas yang telah melakukan screening dan konseling
untuk remaja tentang kesehatan reproduksi.
2 . Kendala terkait Undang-Undang dan Kebijakan
Berbeda dengan undang-undang kesehatan, undang-undang kependudukan di
Indonesia membatasi pemberian alat kontrasepsi kepada individu yang belum menikah.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Kependudukan mengatakan bahwa
pelayanan keluarga berencana, termasuk pemberian kontrasepsi, hanya diperuntukkan
untuk pasangan usia subur.
3 . Kendala terkait Sosial Budaya
Beberapa petugas kesehatan enggan memberikan informasi dan pelayanan
kesehatanyang menyeluruh kepada remaja karena khawatir akan mendapat keluhan dari
masyarakat. Banyak tokoh masyarakat, khususnya di kalangan pemuka agama dan
anggota legislatif, yang berpendapat bahwa memberikan informasi dan pelayanan terkait
hubungan seks yang aman akan mendorong remaja untuk melakukan seks
pranikah.(Situmorang, 2011)

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara umum harapan dengan adanya kebijakan/ program kesehatan reproduksi
adalah mampu menjamin kesehatan perempuan dalam usia reproduksi sehingga mampu
melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang nantinya berdampak pada penurunan
Angka Kematian Ibu. Serta dapat Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang
komprehensif kepada perempuan termasuk sehingga dapat meningkatkan kemandirian
perempuan dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat
membawa pada peningkatan kualitas kehidupannya. Program Kesehatan Reproduksi
terdiri dari

1. Program Kesehatan Ibu dan Anak


1) Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi
2) Penurunan Angka Kematian Balita
3) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
4) Proporsi penanganan kasus komplikasi obstetri terhadap persalinan total
2. Keluarga Berencana
1) Penurunan Unmet Need KB
2) Cakupan Pelayanan KB
3) Persentase Kegagalan dan Komplikasi Pemakaian Kontrasepsi
4) Persentase dari tiap jenis kontrasepsi yang digunakan
3. Pencegahan dan Penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS
1) Penurunan insiden kasus IMS
2) Penurunan Kasus HIV/AIDS
4. Kesehatan Reproduksi Remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu
diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi
dewasa, dan perubahan- perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam
waktu relatif cepat

13
Beberapa masalah yang dialami dalam pelaksanaan program kesehatan
reproduksi adalah tingkat pengambil keputusan, koordinasi, kebijakan otonomi
daerah, tingkat pelaksanaan, pencapaian indicator.

14
3.2 Saran
Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang banyak dengan angka
kelahiran yang tinggi, maka hendaknya kebijakan / program kesehatan reproduksi
dapat berjalan dengan baik dan lancar. Semoga dengan penulisan maklah ini dapat
menunjang pengetahuan pembaca mengenai permasalahan dan harapan dalam
pelaksanaan program kesehatan reproduksi meskipun makalah ini jauh dari kata
sempurna.

15
DAFTAR PUSTAKA

Fatoni, Z. et al. (2015) ‘Implementasi Kebijakan Kesehatan Reproduksi Di Indonesia:


SebelumDan Sesudah Reformasi’, Jurnal Kependudukan Indonesia, 10(1), p. 65.

Fazhira Hervi Azzahra, D. (2022) ‘PERMASALAHAN DAN HARAPAN DALAM


PELAKSANAAN’, p. 18.

Rizky, A. (2023) Kesehatan Reproduksi Dan Kesehatan Wanita, Repository Alungcipta.

Situmorang, A. (2011) ‘Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Puskesmas: Isu Dan


Tantangan’, Jurnal Kependudukan Indonesia, 6(2), pp. 21–32.

Amalia, Aura et al. 2022. “Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam Menyikapi Bonus
Demografi.” Jurnal Pengabdian Masyarakat 1(3): 81–84.

16

Anda mungkin juga menyukai