Anda di halaman 1dari 6

Cari

Buat akun baru


 Masuk log
Perkakas pribadi


Anda juga bisa ikut ambil peran dalam penyebaran pengetahuan bebas. Mari bergabung dengan sukarelawan
Wikipedia bahasa Indonesia!

Daftar isi

sembunyikan

Awal


Sejarah


Kisah


Peralatan


Pementasan


Ciri Khas Barongan di Kediri


Hak cipta Jaranan Kediri ditolak


Referensi

Jaranan Kediri
Tambah bahasa
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Lihat riwayat
Perkakas














Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pertunjukan Jaranan di Kediri


Seni Jaranan Kediri adalah jenis kesenian kuda lumping yang berkembang di Kediri, Jawa
Timur. Kesenian Jaranan atau Jathilan dari Ponorogo masuk ke Kediri pada abad 19
masa Hindia Belanda.
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Jaranan Kediri berkembang di Kediri karena banyak warok Ponorogo yang mengambil bocah
kecil dari Nganjuk, Madiun, Tulungagung, Trenggalek, dan Kediri yang dijadikan
sebagai gemblak. Namun, mantan Gemblak di Kediri merasa malu menjadi Gemblak yang
menarikan tarian anyaman kuda setelah kembali di Kediri, Barulah pada abad ke 19 setelah
kabar Ranggawarsita sang pujangga Jawa yang kabur dari Pondok Pesantren Tegalsari Gebang
Tinatar melakukan ngamen Jathilan di Madiun bersama pengawalnya mulai diminati kembali
oleh mantan Gemblak di Kediri untuk menarikan jathilan atau jaranan, karena Ranggawarsita
ternyata masih keponakan dari bupati Kediri.[1]
Ranggawarsita mahir memainkan Jathilan karena sering berkumpul dengan para Warok
Ponorogo dibandingkan belajar di Pondok, sehingga Ranggawarsita yang memiliki paras
rupawan menjadi idola para warok dan mendapatkan kasih sayang serta diajarkan tentang
kesenian Jathilan. Untuk mengembangkan kesenian Jathilan atau jaranan yang ada di kediri, para
seniman yang mantan Gemblak belajar tari jaranan ke Tulungagung yang merupakan
pengasingan dari perkumpulanan Jaranan Thek Ponorogo atau Reyog Thek dari Ponorogo.[1]
Seniman Jaranan Kediri merasa memiliki kesenian Jaranan Sepenuhnya karena pada alur kisah
Jaranan menceritakan pula kerajaan Kediri, sehingga mengangap bahwa kesenian Jaranan
berasal dari Kediri untuk menutupi adanya sejarah hubungan bahwa banyak remaja kediri era
Kolonial dijadikan Gemblak seorang Warok dari Ponorogo. Padahal mula adanya Kesenian
Jaranan di kediri karena banyakan remaja Kediri diambil asuh oleh Warok dari Ponorogo
sebagai Gemblak, sehingga dalam Jaranan Kediri sangat familiar penyebutan Bopo untuk
pawang, yang sejarahnya seorang warok yang mengasuh Gemblak dari Kediri ini.
Pada setelah Indonesia merdeka, Jaranan Kediri tidak jauh beda dengan Jaranan Thek di
Ponorogo, dari segi pakaian masih terlihat seperti pakaian yang digunakan pada penari Reog
Ponorogo begitu juga musiknya, hanya saja pada Jararan Kediri tidak ada Slompret karena pada
kala itu belum ada yang mampu memainkan Slompret.[2] Barulah pengaruh Reog Ponorogo di
Kediri yang di gemari juga oleh warga kediri sehingga dimasukan unsur Slompret kedalam
arasemen musik pada jaranan Kediri secara bertahap pada beberapa Grup dengan mengacu nada
slompret kaset pita Reog Ponorogo Sardulo Seto pimpinan Mbah Misdi.
Kisah[sunting | sunting sumber]
Adapun Dalam kisah yang digunakan oleh seniman jaranan Kediri yang dikaitkan dengan
terjadinya Reog Ponorogo untuk dipergunakan menutupi sejarah bahwa banyaknya anak-anak
kecil dari Kediri menjadi Gemblak seorang Warok di Ponorogo sebagai berikut :
Dikisahkan Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit yang
memiliki nama lain Kilisuci. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu itu banyak
sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit
semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan dan ilmu yang tinggi. Dewi Songgo
Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga
memaksa Dewi Songgo Langit untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu
permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia akan
menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono
Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang
adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama
mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari
tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.

Jaranan di Kediri terdapat Topeng Barongan Naga


Baruk Klinting
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertarung terlebih dahulu sebelum
mengikuti sayembara di kediri. Pertarungan tersebut dimenangkan oleh Klana Sewandono atau
Pujangganom. Dalam pertempuran itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat
kekalahan Singo Ludoyo, rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa
Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan
tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan
Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan
diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi
kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo
Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai
di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung
Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah
Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat
itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau
menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang
bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh
Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat
itu menjadi Ponorogo. Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya
dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker,
Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana diarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan
dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal
dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya
dengan Klana Sewandono maka diciptakanlah kesenian Reog Ponorogo oleh Raja Ponorogo saat
itu di Wengker, yang dimana di dalam kesenian Reog terdapat tarian jathilan (Kuda Lumping)
menyebar hingga kediri karena banyaknya remaja kediri dipinang oleh warok untuk sebagai
gemblaknya. sehingga Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama,
Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini[3]
Dalam penyebutan, singo barong sering biasa disebut Sima dalam bahasa jawa kuno yang berarti
singa. sedangkan macan atau gembong disebut Sardula yang berarti harimau, turonggo yang
merupakan bahasa jawa kuno berarti Kuda. Hal ini mempengaruhi nama - nama jaranan di kediri
seperti adanya nama singo yang diambil dari tokoh singo barong, Menggolo yang diambil dari
tokoh warok Ponorogo, Suro yang diambil dari nama depan tokoh-tokoh warok Ponorogo
seperti Suro Menggolo, suro bangsat, suro Handoko, dan Turonggo yang diambil dari nama
kuda.
Peralatan[sunting | sunting sumber]
Pada pertunjukan Jaranan Kediri diperlukan berbagai peralatan kesenian sebagai berikut :

1. Kuda Lumping, Penari di bagian ini menggunakan anyaman bambu berbentuk


hewan kuda. dilengkapi pakaian penunjang seperti udeng, baju, celana, sempyok
dada panjang jathilan ponorogo, sabuk epek timang dan selendang.
2. Celeng, Penari di bagian ini menggunakan kulit hewan bisa juga menggunakan
anyaman bambu berbentuk hewan babi. dilengkapi pakaian penunjang seperti
udeng, baju, celana, sempyok dada jpanjang athilan ponorogo, sabuk epek
timang dan selendang.
3. Topeng Barongan Singo Barong, Penari di bagian ini menggunakan Kruduk
Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk Barongan, Rompi
setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Sembryong Ponoragan atau
Celana Serembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
4. Topeng Barongan Kucingan alias Klono sewandono, Penari di bagian ini
menggunakan Kruduk Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk
Barongan, Rompi setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Serembyong
Ponoragan atau Celana Srembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
5. Bopo atau Bomoh, merupakan panggilan Gemblak kepada Warok yang dianggap
seabagai ayah atau bapak, Bopo berarati Bapak. pada Bagian ini menggunakan
udeng, Kaos Lorek Ponoragan, Penadon Ponoragan, Othok Ponoragan, Celana
Kombor Ponoragan, tali Kolor Ponoragan dan Pecut besar. adapun bopo saat ini
hanya tanpa menggunakan penadn, cukup mengenekan kaos lorek.
6. Musik sebagai pengiring terdiri dari Kendang, 3 kenong, 2 Gong, Slompret
Reog. Pada Jaranan Kediri, mulanya tidak menggunakan Slompret setelah
mendapat pengaruh dari Ponorogo barulah ada penambahan Slompret untuk
mengiringi Jaranan Kediri,[4] Instrumen opening yang menjadi acuan Jaranan
Kediri saat ini adalah kaset pita dari Reog Ponorogo Grup Sardulo Seto.
7. Ubo Rampe atau sesajen
Pementasan[sunting | sunting sumber]
Pementasan Jaranan di Kediri terdapat urutan sebagai berikut :

1. Buka Kalangan, para Bopo membawa ubo rampe atau sesajen dengan dupa.
setelah itu para bopo mencambukan pecut besar ke tanah.
2. Tarian kuda lumping
3. Tarian Celeng
4. Tarian Barongan Kucingan, Rampak
5. Tarian Barongan Singo Barong, Rampak
6. Tarian pertarungan kuda lumping melawan celeng dan Barongan singo Barong
7. Kesurupan
Dalam pementasan Jaranan sering terjadinya tawuran antara pemain dan penonton, karena
banyak penonton yang melanggar aturan sperti bersiul, karena hal tersebut dapat mengganggu
konsentrasi penari dan membuat roh leluhur pada jaranan marah.
Ciri Khas Barongan di Kediri[sunting | sunting sumber]

Barongan ciptaan Bambang Bangsal


Selama pementasan pada Jaranan Kediri menggunakan barongan lawasan yang notabenya
berasal dari Tulungagung, maka dari itu Bambang yang seorang Seniman Reog Ponorogo di
Bangsal Kediri membuat bentuk model barongan kreasi terbaru dengan beberapa sentuhan
modern, seperti bentuk ujung mulut berbentuk huruf "M" atau bentuk "Love" yang dikonteskan
pada lomba pembuatan barongan kuda lumping dan menjadi Juara, sehingga menjadi suasana
baru pada Jaranan di kediri dan menjadi acuan Barongan pada Jaranan Kediri pada saat ini.
Hak cipta Jaranan Kediri ditolak[sunting | sunting sumber]
Pada tahun 2009 Pemerintah kab. Kediri pernah mengajukan Hak Cipta Paten ke kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bahwa Jaranan adalah kesenian kuda lumping
asal Kediri, sebagai antisipasi kedepannya apabila kuda lumping diklaim Malaysia. Namun
Permintaan tersebut di tolak pada tahun 2010 setelah melalui proses panjang, karena pada
jaranan yang diajukan pemkab Kediri sendiri sebenarnya Jaranan tidak bisa dipatenkan karena
memiliki banyak variasi gerakan di sejumlah daerah. Selain Kediri, kesenian ini juga ditemukan
di Kabupaten Nganjuk, Blitar, Ponorogo dan Tulungagung, terlebih kesenian properti anyaman
berbentuk kuda sudah dipatenkan dalam kesenian Reog .[5]
Selain itu, persoalan kesenian kuda lumping di Malaysia telah selesai. Kuda Kepang merupakan
kuda lumping yang di kenal di Malaysia di lestarikan oleh keturunan Jawa bagian Ponorogo,
Bukan Jawa bagian Kediri.[6]
Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ Lompat ke:a b Ranggawarsita, Raden Ngabei (2007). Zaman Edan
Ronggowarsito. ISBN 9789791634137.
2. ^ tim peneliti, Proyek sasana budaya direktorat jenderal kebudayaan (1978). Reog Di Jawa Timur.
Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudyaan.
3. ^ "Tarian Kuda Lumping: Sejarah, Asal daerah, Properti dan Fungsinya". Saintif.
4. ^ Reog Di Jawa Timur. Jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan. 1978.
5. ^ .co, Tempo (16 Juni 2010). "Pengajuan Hak Cipta Jaranan Kediri Ditolak". Tempo.co. Diakses
tanggal 31 mei 2021.
6. ^ DJ, Arik (september 2014). "HUBUNGAN KEBUDAYAAN INDONESIA DAN MALAYSIA :
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN REYOG PONOROGO KE BATU PAHAT,
JOHOR". HUBUNGAN KEBUDAYAAN INDONESIA DAN MALAYSIA : SEJARAH DAN
PERKEMBANGAN REYOG PONOROGO KE BATU PAHAT, JOHOR.
 Halaman ini terakhir diubah pada 18 Maret 2024, pukul 04.57.

Anda mungkin juga menyukai