Anda di halaman 1dari 10

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Susu Sapi
Susu merupakan pangan asal ternak yang memiliki kandungan gizi
lengkap dan seimbang, serta mutu gizi proteinnya lebih tinggi daripada protein
nabati. Secara ilmiah susu dapat didefinisikan sebagai hasil sekresi kelenjar
ambing mamalia atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat,
tanpa dikurangi atau ditambahkan sesuatu (Dwidjoseputro, 2005). Konsumsi susu
dan olahannya sangat berperan terhadap peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang masih rendah. Tingkat konsumsi susu masyarakat
Indonesia masih terbilang rendah. Jika dibandingkan negara Asia lainnya,
Indonesia masih tertinggal (Wahniyathi et al., 2014).
Susu menjadi bahan makanan yang sangat penting untuk kebutuhan
manusia karena mengandung zat yang sangat diperlukan oleh tubuh seperti
protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Berbagai macam produk olahan
susu diantaranya yaitu es krim, yogurt, keju, kefir. Susu mudah sekali rusak oleh
lingkungan, baik oleh temperatur atau udara sekitarnya sehingga perlu
penanganan pada waktu pemerahan ataupun setelah pemerahan agar diperoleh
susu yang berkualitas baik, memenuhi standar susu yang ditentukan dan masih
layak dikonsumsi (Soeparno et al., 2001).

B. Kualitas Kimia Susu


Susu dari segi kimia yaitu cairan yang mengandung zat kimia organis
ataupun anorganis berupa zat padat, air dan zat yang larut dalam air. Zat tersebut
adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan enzim (Soeparno et al.,
2001). Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH
isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang
sama (Ophart, 2003). Pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang
ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan (Anna, 1994). Sejalan
dengan ini Rahayu (2000), mengungkapkan bahwa senyawa fenol memiliki
commit
kemampuan untuk mendenaturasi to user
protein. Fenol akan berikatan dengan protein

4
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

melalui ikatan hidrogen sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak.


Penurunan kadar lemak pada susu dapat terjadi karena kadar lemak yang
terkandung dalam susu berubah menjadi flavor selama penyimpanan
(Maitimu et al., 2013).
Susu memiliki sifat amfoter yang artinya dapat bersifat asam dan basa
sekaligus dimana pHnya terletak antara 6,45 sampai 6,80 (Hadiwiyoto, 1994).
Semakin tinggi waktu penyimpanan akan terjadi reaksi yang mengubah laktosa
menjadi asam laktat. Laktosa akan dimetabolisme lebih lanjut menjadi
asam‐asam organik terutama asam laktat, dimana pembentukan asam‐asam
organik ini akan menyebabkan kondisi susu menjadi asam (Maitimu et al., 2013).
Persyaratan kualitas susu harus memenuhi standar dari Direktorat Jendral
Peternakan (1983) sebagai berikut:
Tabel 1. Standar persyaratan kualitas susu
Uraian Syarat
Warna, bau, rasa, kekentalan Tidak ada perubahan
Berat jenis (pada suhu 27,5oC) Sekurang-kurangnya 1,028
Kadar lemak Sekurang-kurangnya 2,8%
Kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) Sekurang-kurangnya 8,0%
Derajat asam 4,5-7oSH
Uji alkohol 70% Negatif
Uji didih Negatif
Titik beku -0,520 sampai -0,560
Kadar protein Sekurang-kurangnya 2,7%
Angka reduktase 2 sampai 5 jam
Jumlah kuman yang dapat dibiakkan tiap Setinggi-tingginya 3 juta
ml
(Direktorat Jendral Peternakan, 1983).

C. Penggumpalan Susu
Penggumpalan atau pengentalan merupakan salah satu sifat susu yang
paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau
penambahan asam. Penggumpalan oleh asam dikendalikan oleh pH, partikel
kasein berada pada titik isoelektik pada pH 4,6. Afinitas partikel terhadap air

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

pada pH tersebut menurun, dan oleh karenanya akan terjadi pengendapan


(Buckle, 1985).
Susu apabila dicampur dengan asam akan mengeluarkan ion hidrogen
proton H+ dan akan menyerang molekul air yang lain. Pelepasan ion hidrogen ini
menyebabkan pH menurun sehingga merubah lingkungan kasein miselles yaitu
kalsium hidroksifosfat koloidal yang ada dalam kasein miselles akan larut dan
membentuk ion kalsium Ca+ yang akan berpenetrasi ke struktur kasein miselles
yang lain dan membentuk rantai kalsium internal yang kuat. Disamping itu pH
larutan akan mencapai titik isoelektrik pada setiap molekul kasein. Hal ini akan
mengubah kasein miselles yang dimulai dengan penggabungan kasein miselles
melalui agregasi dan diakhiri dengan terjadinya koagulum (Malaka, 2010).
Protein berupa kasein yang terkandung dalam susu dapat mengalami
penggumpalan. Proses penggumpalan susu dilakukan dengan cara
mencampurkan susu dan bahan koagulan. Proses penggumpalan susu dapat
dilakukan dengan dengan proses enzimatis, pengasaman, dan panas.
Penggumpalan susu secara enzimatis dapat dilakukan dengan mencampurkan
susu dengan bahan koagulan seperti ekstrak buah pepaya yang mengandung
enzim papain dan ekstrak buah nanas yang mengandung enzim bromelin
(Anggraini et al., 2013). Penggumpalan susu dengan proses pengasaman dapat
dilakukan dengan penambahan jus jeruk nipis (Purwadi, 2008). Pembuatan
gumpalan susu dapat pula dilakukan dengan cara melakukan peningkatan suhu
susu akibat pemanasan (Wahniyathi et al., 2014).
Kasein merupakan senyawa amfoter yang dapat bereaksi dengan asam atau
basa karena molekulnya memiliki muatan positif maupun negatif. Kasein
bermuatan negatif pada pH di atas titik isoelektriknya, sebaliknya pada pH di
bawah titik isoelektrik kasein bermuatan positif. Kasein tidak mengalami proses
hidrasi pada titik isoelektrik, sehingga mudah sekali diendapkan. β-laktoglobulin
dan laktalbumin tidak dapat diendapkan dengan penambahan enzim rennet
maupun asam, tetapi dapat terendapkan pada pemanasan temperatur tinggi.
Dengan demikian β-laktoglobulin dan laktalbumin terlarut dalam whey pada saat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

kasein telah dipisahkan. Susu dapat dikatakan terakogulasi apabila bentuknya


berubah dari susu cair menjadi padat berbentuk gel. Koagulasi kasein oleh asam
dapat berlangsung pada tekanan dan temperatur kamar. Penggumpalan mulai
terjadi pada pH 5,3 dan akan berlangsung sempurna pada pH 4,6 yang merupakan
titik isoelektrik dari kasein. Partikel kasein memiliki muatan negatif yang tolak-
menolak. Gerak Brown dari molekul-molekul air dapat menyebabkan partikel-
partikel kasein tidak mengendap karena gaya gravitasi tidak dapat menahan
tumbukan-tumbukan antara fasa pendisperi dengan partikel koloid. Partikel
kasein akan berada dalam bentuk suspensi dalam jangka waktu yang lama. Pada
saat pH susu lebih rendah karena penambahan asam atau karena adanya
mikroorganisma yang mengubah laktosa menjadi asam laktat, partikel kasein
akan kehilangan muatan negatifnya. Muatan dalam partikel kasein menjadi nol
pada pH di bawah 4,6 meskipun ada daerah di permukaan molekul kasein yang
bermuatan positif atau negatif. Partikel kasein akan saling menempel dan menjadi
gumpalan besar. Gerak Brown tidak mampu mengubah gumpalan besar tersebut
menjadi suspensi kembali (Manfaati dan Moehady, 2011).

D. Daun Cincau Hijau (Cyclea barbata L. Miers)


Taksonomi Cincau Hijau
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Ranunculales
Family : Menispermaceae
Genus : Cyclea
Species : Cyclea barbata Miers
(Shodiq 2012)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

a b c

Gambar 1. Jenis Daun Cincau (a. daun cincau hitam, b. daun cincau
hijau pohon, c. daun cincau hijau rambat) (Rachmawati, 2009).

Ada empat jenis tanaman cincau menurut Pitojo dan Zumiyati (2005),
yaitu cincau hijau baik jenis cincau hijau rambat (Cyclea barbata) maupun cincau
hijau pohon (Premna oblongifolia), cincau perdu (Premna serratifolia), cincau
hitam (Mesona palustris), dan cincau minyak (Stephania hermandifolia). Cincau
hijau lebih digemari masyarakat karena memiliki daun yang bersifat tipis dan
lemas sehingga lebih mudah diremas. Terdapat dua varietas cincau hijau rambat,
yaitu cincau hijau rambat yang berbulu dan tanpa bulu. Daun cincau hijau
berbulu tidak berbau, tidak berasa, tetapi berlendir. Helaian daunnya berwarna
hijau kecoklatan dan berbentuk jantung. Ujung daun runcing berbentuk runcing
dan berambut halus pada permukaan daun (Shodiq, 2012).
Cincau merupakan salah satu bahan makanan yang berbentuk gel dan
termasuk ke dalam pangan fungsional. Cincau bermanfaat bagi kesehatan karena
cincau mengandung banyak mineral terutama kalsium dan fosfor, rendah kalori,
namun tinggi serat dan vitamin C (Pitojo dan Zumiati, 2005). Hidrokoloid atau
hidrofilik koloid merupakan polimer-polimer rantai panjang yang mempunyai
sifat larut atau terdispersi dalam air, mampu mengentalkan larutan atau
membentuk gel dari larutan tersebut (Pomeranz, 1991). Daun cincau hijau
varietas berbulu merupakan tanaman tropis yang banyak digunakan untuk
menggumpalkan senyawa organik seperti air disebabkan oleh adanya
polisakarida pektin (Artha, 2001). Pektin pada tanaman sebagian besar terdapat
pada lamela tengah dinding sel (Nurdin dan Suharyono, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Gambar 2. Struktur Pektin (Rachmawati, 2009)


Komponen cincau hijau yang berperan aktif sebagai antioksidan adalah
klorofil (Mardiah et al., 2007). Menurut Pricilla dan Estiasih (2012) semakin
tinggi kandungan klorofil menyebabkan rendahnya kadar lemak. Hal ini karena
klorofil berfungsi sebagai antioksidan dan detox (pembersihan) yang dapat
melarutkan lemak. Selain itu, cincau hijau juga banyak mengandung banyak air
yang dapat mempengaruhi viskositas. Menurut Pranoto (2003), Cyclea barbata L.
Miers yang telah dibuat menjadi bubuk mengandung serat 42,01 (% BK). Pektin
termasuk jenis serat pangan yang larut air dan mudah difermentasi oleh
mikroflora usus besar (Gallaher, 2000). Cincau hijau dapat dianggap sebagai
sumber serat pangan yang baik karena kandungan utamanya adalah pektin.
Tabel 2. Kandungan gizi daun cincau hijau
Komponen zat gizi Jumlah
Kalori (kal) 122
Protein (gram) 6,0
Lemak 1,0
Hidrat arang (gram) 26,0
Kalsium (miligram) 100
Fosfor (miligram) 100
Besi (miligram) 3,3
Vitamin A (SI) 107,5
Vitamin B1 (miligram) 80,00
Vitamin C 17,0
Air (gram) 66,0
Bahan yang dapat dicerna 40,0
Sumber: Pitojo dan Zumiyati (2005)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

E. Mekanisme dan Karakteristik Gumpalan Cincau Hijau


Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan
silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi
bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air
didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel
ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya
(Fardiaz, 1989).
Gel cincau hijau merupakan hasil peremasan daun cincau hijau yang
dicampur dengan sejumlah air sebagai pelarutnya dan cairan yang didapatkan
akan mengental dengan sendirinya. Gel cincau hijau dapat terbentuk pada suhu
kamar, yaitu antara 25-30oC dan berwarna hijau karena mengandung klorofil dan
bersifat tidak tembus cahaya (opaque) (Sunanto 1995). Fenomena pembentukan
gel dari hidrokoloid cincau hijau terjadi dengan mekanisme gelasi. Gelasi
merupakan fenomena penggabungan atau pembentukan ikatan silang rantai
polisakarida sehingga membentuk jejaring tiga dimensi yang kontinu yang
mampu memobilisasi dan memerangkap cairan sehingga menghasilkan formasi
semi padat (Glicksman, 1989).
Komponen pembentuk gel dari ekstrak cincau dan fraksinya terutama
terdiri dari hidrokoloid polisakarida pektin yang bermetoksi rendah (Artha 2001).
Pektin metoksi rendah secara fisik terikat melalui kation logam, terutama kation
divalen (Nurdin et al., 2005). Pektin berasal dari pemecahan protopektin
kompleks dalam jaringan tanaman yang mengandung berbagai gula netral,
termasuk ramnosa, galaktosa, arabinosa dan gula lain dalam jumlah yang lebih
kecil (May, 2000). Pektin sebagian besar terdapat pada lamela tengah dinding sel
tanaman (Wang et al., 2002). Gel ini mudah mengalami sineresis terutama jika
disimpan pada suhu kamar. Gel yang terbentuk bersifat irreversible dan tekturnya
tidak sekeras agar-agar (Astuti, 1985).
Cincau yang disimpan terlalu lama pada suhu ruang akan mengalami
sineresis. Sineresis adalah kerusakan utama pada pembentukan cincau, yaitu
pengerutan produk yang diikuti dengan hilangnya cairan. Pengerutan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

hilangnya cairan pada produk akan mengurangi bobot cincau, sehingga akan
menurunkan mutu cincau (Supriyadi, 1991). Salah satu teknik pascapanen untuk
mempertahankan mutu adalah penyimpanan pada suhu rendah
(Rina dan Asiani, 1992).
Perbedaan lama pengentalan cincau dikarenakan, proporsi volume air dan
daun yang digunakan dalam pembuatan cincau bervariasi. Konsentrasi bahan
pembentuk gel akan mempengaruhi derajat hidrasi koloid, sehingga akan
mempengaruhi kecepatan terjadinya gel dan kekokohan gel. Semakin sedikit
volume air yang digunakan dalam pembuatan cincau, maka ekstrak yang
dihasilkan akan lebih kokoh dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit. Hal ini
diduga karena adanya logam divalen seperti Ca dalam jumlah yang tinggi,
dimana Ca tersebut akan berikatan dengan pektin, sehingga membentuk Ca-
pektat yang tidak larut di dalam air dan menghasilkan kekentalan pada cincau
(Sunanto, 1995).

F. Hubungan Konsentrasi Daun Cincau dengan Lama Penyimpanan


Konsentrasi daun cincau menyebabkan terjadinya pembentukan asam
organik. Pembentukan asam organik tersebut masih terjadi selama penyimpanan
sehingga cincau berada pada kondisi asam (Agustina, 1998). Kondisi asam akan
melabilkan/memutuskan ikatan hidrogen antar rantai polimer sehingga senyawa
fenol membentuk ikatan yang terdeteksi sebagai lignin yang merupakan serat
kasar. Selama penyimpanan cincau tidak terjadi degradasi secara enzimatis pada
serat kasar, namun lebih disebabkan degradasi kimiawi. Jumlah serat kasar yang
terukur cenderung menurun karena ikatan β-(1,4)-glikosidik penyusun gel cincau
hijau rusak selama penyimpanan, salah satunya ditunjukkan dengan oleh adanya
sineresis. Penurunan serat kasar akan terjadi bersamaan dengan laju sineresis
pada cincau susu selama penyimpanan (Briantoto, 2014).
Konsentrasi bahan penggumpal menyebabkan perbedaan jumlah
penyerapan air pada cincau. Pemberian konsentrasi daun yang rendah
menyebabkan penyerapan air juga rendah sehingga kadar air memiliki jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

lebih sedikit (Achyadi, 2009). Menurut Pricilla dan Estiasih (2012) semakin
tinggi konsentrasi daun maka kandungan klorofil tinggi sehingga menyebabkan
rendahnya kadar lemak. Tingginya konsentrasi daun diikuti kandungan fenol
yang juga tingi sehingga dapat menurunkan protein (Maitimu, 2013). Hidrolisis
polisakarida pembentuk cincau menyebabkan kehilangan air selama
penyimpanan (Ningtyas et al., 2011). Kehilangan air pada cincau akan
memengaruhi kadar abu. Kadar abu akan meningkat karena air yang keluar dari
dalam produk semakin besar (Handayani, 2015). Banyaknya cairan yang
dikeluarkan oleh produk menunjukkan bahwa protein belum mampu mengikat air
secara optimal. Rendahnya kemampuan protein dalam mengikat air akan
mempengaruhi pembentukan gumpalan susu (Murti, 2002).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini adalah (1) terdapat interaksi antara konsentrasi


daun cincau hijau dan lama penyimpanan terhadap kadar serat kasar, (2)
konsentrasi daun cincau hijau dan lama penyimpanan berpengaruh positif
terhadap kualitas kimia cincau susu.

commit to user

13

Anda mungkin juga menyukai