Anda di halaman 1dari 70

PROFIL

PROGRAM KELUARGA
BERENCANA NASIONAL

DIREKTORAT PERENCANAAN PENGENDALIAN PENDUDUK


BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL 2018
ii PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL
KATA SAMBUTAN

Sejarah perkembangan Program Keluarga Berencana Nasional


hampir memasuki 50 tahun, sejak pemerintah mulai menangani
program ini secara penuh melalui Kepres No. 57 tahun 70 yang
membentuk lembaga pemerintah bernama Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekaligus mengambil alih
penanganan sebelumnya oleh sebuah lembaga semi pemerintah
yang benama Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN), yang
terbentuk pada 17 Oktober 1968.
Pada perkembangan selanjutnya, Program Keluarga Berencana
Nasional ini mengalami kesenjangan pada hampir seluruh substansi
program. Kesenjangan dalam dinamika perkembangan program
dimaksud, terutama yang berkenaan dengan substansi bonus
demografi, laju pertumbuhan penduduk, Total Fertility Rate (TFR),
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) atau angka kesertaan ber-KB,
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), Age Specific Fertility
Rate (ASFR) atau kelahiran dikalangan remaja, maupun median usia
kawin pertama (UKP)
Dinamika perkembangan Program Keluarga Berencana Nasional
ini, terlihat ketika masing-masing substansi program dibedah per
tahun, per Provinsi, maka akan terpaparkan data yang menunjukkan
wilayah tertentu perkembangan programnya jauh diatas rata-rata
nasional, sementara pada sisi lain terdapat pula perkembangan
program di wilayah lain masih jauh dibawah rata-rata perkembangn
program secara nasional.
Apa yang dimaksudkan di atas, jika dibedah secara historis,
maka tersimpulkan bahwa hal tersebut banyak dipengaruhi oleh dua
variabel, yaitu management pengendalian dan atau penanganan
program yang bersifat sentralistik sejak tahun 1970, dan variabel ke
dua yaitu management pengendalian dan atau penanganan program
yang bersifat desentralistik sejak thun 2004.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL iii


Seperti diketahui bersama bahwa ketika program Keluarga
Berencana Nasional masih bersifat sentralistik, maka seluruh
dinamika program dikendalikan melalui suatu system pengendalian
management yang terarah dari tingkat nasional sampai ke
tingkat desa/kelurahan; sementara ketika tuntutan reformasi
diwujudnyatakan dalam bentuk desentralisasi penanganan
program ini, tentulah proses management pengendalian sangat
bergantung kepada seberapa besar perhatian pemerintah daerah
dalam memberikan apresiasi terhadap program ini dengan seluruh
substansi yang terkandung di dalamnya.
Bahwa apresiasi pemerintah daerah dalam penanganan dan
pengendalian Program Keluarga Berencana Nasional ini akan terlihat
pada paling tidak tiga indikator utama management pengendalian,
yaitu masing-masing meliputi infra struktur kelembagaan pemerintah
daerah yang menangani program, besaran dukungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah (APBD), utuk pengendalian
operasional program, dan dukungan ketenagaan lini lapangan
sebagai pengendali program terdepan.
Selain tiga indikator yang diasumsikan paling besar
mempengaruhi dinamika perkembangan Program Keluarga
Berencana Nasional pada masing-masing wilayah, baik provinsi
maupun kabupaten/kota, juga masih terdapat indikator lain yang
turut memberikan kontribusi terhadap dinamika perkembangan
dimaksud.
Pada sisi yang lain, tidak pula dapat disangkal bahwa
pengaturan kebijakan dan strategi pengendalian Program dari tingkat
nasional yang belum benar-benar memperhitungkan segmentasi
wilayah dan segmentasi sasaran program, turut memberi kontribusi
perkembangan yang tidak dapat dikatakan positif.
Bertolak dari pemikiran seperti dimaksud di atas, diharapkan
ke depannya dinamika perkembangan Program Keluarga Berencana
Nasional ini masih akan lebih terapresiasi positif oleh BKKBN Pusat,
maupun masing-masing pemerintah daerah provinsi, dan kabupaten/
kota, agar apa yang diharapkan bersama yaitu terwujudnya keluarga

iv PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


berkualiitas yang memiliki ketahanan keluarga yang tangguh, dapat
direalisasikan sebagai manifestasi dari perwujudan sebagian cita-cita
kemerdekaan Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu masyarakat adil dan makmur.
Akhirnya saya menyampakan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah berkontribusi menyelesaikan penulisan buku parameter
Pogram Keluarga Berencana Nasional ini, dengan harapan kiranya
seluruh pemikiran yang tertuang dalam dokumen ini dapat memberi
inspirasi baru kepada seluruh pengendali dan penanggungjawab
Program Keluarga Berencaca Nasioal baik di tataran pusat, provinsi,
kabupaten/kota sampai ke kecamatan dan kelurahan/desa.

Jakarta, Desember 2018


Plt. Deputi Bid. Pengendalian Penduduk

Dr. Ir. Dwi Listyawardani, M. Sc, Dip.com

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL v


KATA PENGANTAR

Pada kesempatan pertama, perkenankan saya mengajak kita


semua untuk senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan
yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Profil
Program Keluarga Berencana Nasional ini selesai disusun.
Buku ini memberikan gambaran perkembangan Program
KB Nasional pada kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun
2017 dengan menggunakan sumber data hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan hasil survei lainnya yang telah
dilansir oleh Badan Pusat Statistik, yang menunjukkan terjadinya
kesenjangan dan dinamika yang sangat fluktuatif.
Kesenjangan dan Fluktuasi sebagai dinamika perkembangan
Program Keluarga Berencana Nasional ini terlihat dimana terdapat
wilayah tertentu yang perkembangannya jauh diatas rata-rata
capaian nasional, namun pada saat yang sama terdapat beberapa
wilayah yang perkembangan programnya masih jauh di bawah rata-
rata capaian tingkat nasional; dan dinamika demikian disebabkan
oleh berbagai indikator yang sekaligus merupakan titik lemah dari
seluruh proses management pengendalian Program, baik yang
terjadi pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dampai ke
kecamatan dan kelurahan/desa.
Bahwa dinamika Program Keluarga Berencana Nasional seperti
dimaksudkan di atas, terjadi pada hampir seluruh substansi program
dan wilayah yang sekaligus memberikan kontribusi yang beragam
terhadap perkembangan program secara nasional.
Diharapkan dari ulasan dinamika perkembangan Program
Keluarga Berencana Nasional yang tersaji pada buku profil ini dapat
menjadi input yang menginspirasi seluruh komponen penanggung
jawab dan atau pengendali Program Keluarga Berencana Nasional
pada setiap aras wilayah agar dapat mengambil langkah-langkah
strategis untuk penataan program ini ke depan demi pencapaian
tujuan bersama.

vi PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku profil Program
Keluarga Berencana Nasional ini masih jauh dari sempurna, namun
di balik semua itu kami berharap buku ini masih tetap bermanfaat,
paling tidak sebagai dokumen informatif bagi seluruh pengendali
dan penanggung jawab program pada setiap aras.

Jakarta, Desember 2018


Direktur Perencanaan Pengendalian Penduduk
u.b. Kasubdit Pemanfaatan Perencanaan
Pengendalian Penduduk

Jimmy Rachman, SE, MM

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL vii


DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN.................................................................... iii


KATA PENGANTAR.................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1
1.1. Latar Belakang.................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................... 7
1.3. Sumber Data..................................................... 7
BAB II BATASAN PENGERTIAN DAN MASALAH........................ 8
2.1. Batasan Pengertian........................................... 8
2.2. Masalah............................................................ 10
BAB III DINAMIKA DAN ANALISIS PERKEMBANGAN
` PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL............ 11
3.1. Jumlah Penduduk Indonesia............................. 11
3.2. Laju Pertumbuhan Penduduk per provinsi....... 13
3.3. Total Fertility Rate............................................. 15
3.4. Pasangan Usia Subur......................................... 24
3.5. Contraceptive Prevalence Rate......................... 28
3.6. Median usia kawin pertama............................. 44
3.7. Age Specific Fertility Rate.................................. 46
3.8. Hubungan Antara TFR dan CPR......................... 48
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI................................. 54
4.1. Kesimpulan....................................................... 54
4.2. Rekomendasi.................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 60

viii PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dependency Ratio 2014-2034................................. 5


Tabel 2. Ratio Ketergantungan menurut Provinsi
tahun 2010-2035..................................................... 6
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur
Jenis Kelamin Laki-Laki per Provinsi........................ 11
Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur
Jenis Kelamin Perempuan per Provinsi................... 12
Tabel 5. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi
tahun 1971-2010..................................................... 13
Tabel 6. Angka Fertilitas Total menurut Provinsi.................. 16
Tabel 7. Angka Fertilitas Berdasarkan Kelompok ASFR
Menurut Provinsi.................................................... 20
Tabel 8. Persentase PUS berdasarkan Kelompok Umur per .
Provinsi................................................................... 24
Tabel 9. Persentase Pasangan Usia Subur yang Istrinya
Bekerja.................................................................... 25
Tabel 10. Persentase PUS berdasarkan tingkat pendidikan.... 26
Tabel 11. Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)................ 28
Tabel 12. Suatu cara Tradisional............................................. 32
Tabel 13. CPR semua cara, CPR cara modern dan MKJP......... 35
Tabel 14. Persentase per mix kontrasepsi per provinsi.......... 39
Tabel 15. Tempat Memperoleh Pelayanan Kelurga
Berencana............................................................... 42
Tabel 16. Median Umur Kawin Pertama Wanita Umur
25-49 tahun Menurut Provinsi................................ 44
Tabel 17. Age Specific Fertility Rate........................................ 46
Tabel 18. Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR) Menurut .
Provinsi................................................................... 49

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL ix


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Jumlah Penduduk Indonesia tahun 2018.............. 1


Gambar 2. Indeks Pembangunan Manusia............................. 2
Gambar 3. Struktur Penduduk Indonesia............................... 3
Gambar 4. Perubahan Struktur Penduduk Indonesia............. 4
Gambar 5. Bonus Demografi.................................................. 5
Gambar 6. Tren Angka Kelahiran Total Indonesia tahun
1991-2017............................................................. 15
Gambar 7. Total Fertility Rate per Provinsi............................. 18
Gambar 8. Angka kelahiran Menurut Umur........................... 19
Gambar 9. CPR Cara Modern per Provinsi.............................. 29
Gambar 10. Persentase PA MKJP dan Non MKJP terhadap
CPR Cara Modern.................................................. 38
Gambar 11. Total Fertilty Rate per Provinsi.............................. 50

x PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk
terbesar di dunia, lebih tepatnya adalah negara ke empat dengan
jumlah penduduk terbesar, setelah China, India dan USA, atau negara
ke tiga di Asia setelah China dan India, yang pada posisi tahun 2018,
sesuai proyeksi penduduk, Indonesia telah mencapai jumlah 265 juta
jiwa.
Jumlah penduduk tersebut di atas terdiri dari 133,13 juta jiwa
laki-laki dan 131,87 juta jiwa perempuan, ratio jenis kelamin 1,01,
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,24 %, dan jumlah
pertambahan penduduk per tahun antara 3 sampai 3,5 juta jiwa.

Gambar 1. Jumlah Penduduk Indonesia tahun 2018

Jumlah penduduk Indonesia yang menempati urutan ke


empat terbesar di dunia, namun dari aspek kualitas, walau untuk
pertama kali indeks pembangunan manusia Indonesia pada tahun

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 1


2016 menembus angka 70 (70,18), dan angka indeks pembangunan
manusia Indonesia tersebut mampu mengubah status negara
Indonesia dari negara dengan pembangunan sedang, menjadi negara
dengan pembangunan tinggi, namun masih jauh dibandingkan
dengan negara-negara lainnya.
Indeks pembangunan manusia yang ditentukan oleh tiga
indikator utama, menunjukkan bahwa angka harapan hidup saat
lahir, baru mencapai 70,9 tahun, rata-rata lama bersekolah 7,95
tahun dan harapan lama sekolah 12,72 tahun, serta Pengeluaran
perkapita disesuaikan baru sebesar Rp. 10.420.000;- Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada sajian data di bawah ini.

Gambar 2. Indeks Pembangunan Manusia

Jumlah penduduk Indonesia seperti yang disebutkan diatas


dengan status indeks pembangunan manusia Indonesia, tidak
terlepas dari intervensi pelaksanaan Program Keluarga Berencana
Nasional, dimana dalam dinamika perjalanan program ini selama
hampir 50 (lima puluh) tahun, mampu merubah struktur penduduk
Indonesia seperti yang tergambar pada piramida penduduk dibawah
ini.

2 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Gambar 3. Struktur Penduduk Indonesia

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 3


Perubahan struktur penduduk Indonesia pada tahun 2015
dibanding tahun 1971 terlihat semakin jelas dimana kelompok
usia produktif (usia 15 sampai dengan usia 64 tahun) jauh melebihi
kelompok usia non produktif (dibawah usia 15 tahun dan di atas usia
64 tahun).

Gambar 4. Perubahan Struktur Penduduk Indonesia

Perubahan struktur penduduk seperti dimaksudkan dia atas


sekaligus memberi makna bahwa angka ketergantungan (dependency
ratio) antara penduduk usia non produktif, terhadap penduduk usia
produktif menjadi dibawah 50%
Angka ketergantungan dibawah 50% sebagai akibat dari
intervensi Program Keluarga Berencana Nasional, mulai terjadi
pada tahun 2012 dan akan berlangsung sampai dengan tahun 2035,
dengan tingkat angka ketergantungan terendah akan terjadi pada
tahun 2028 sampai dengan 2031.

4 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Angka ketergantungan yang berada dibawah 50% inilah yang
dikenal dengan bonus demografi; dimana bonus demografi itu
sendiri terjadi ketika penurunan tingkat fertilitas mengubah struktur
penduduk menurut usia, sehingga kebutuhan investasi bagi kelompok
usia muda menjadi menurun, & alokasi dana dapat dialihkan utk
investasi pembangunan ekonomi serta kesejahteraan keluarga.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada kedua sajian data
dibawah ini.
Gambar 5. Bonus Demografi

Tabel 1. Dependency Ratio 2014-2034

Sumber : BAPPENAS, Proyeksi Penduduk 2010 - 2035

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 5


Tabel 2. Rasio Ketergantungan menurut Provinsi
tahun 2010-2035

Jika dilakukan kajian lebih mendalam dengan menggunakan


proyeksi penduduk tahun 2010-2035 terhadap bonus demografi
yang terjadi pada masing-masing daerah Provinsi, maka akan
tergambarkan bahwa paling tidak terdapat empat kelompok wilayah
bonus demografi, yaitu masing-masing :
1. Wilayah Provinsi yang tidak akan mendapatkan bonus
demografi yaitu Provinsi NTT dan Provinsi Maluku.
2. Wilayah Provinsi yang mengalami bonus demografi yang
waktunya amat singkat, yaitu Provinsi Sumatera Barat dan
Provinsi Sulawesi Tenggara
3. Wilayah Provinsi yang mengalami bonus demografi dengan
waktu yang amat panjang, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, DKI

6 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur,
Provinsi Banten dan Provinsi Bali.
4. Provinsi lainnya waktu bonus demografi yang dialami adalah
sedang

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum


Tujuan umum dari penulisan buku Profil Program Keluarga
Berencana Nasional ini adalah untuk mengadvokasi para stakeholder
pada setiap aras wilayah agar selanjutnya dapat memberikan
keberpihakan yang lebih optimal terhadap operasionalisasi Program
Keluarga Berencana Nasional pada wilayah masing-masing.

1.2.2. Tujuan khusus


Tujuan khusus penulisan buku Profil Program Keluarga
Berencana Nasional ini adalah untuk memberikan gambaran dan
atau informasi secara komprehensif tentang dinamika perkembangan
Program Keluarga Berencana Nasional yang diharapkan akan menjadi
input yang menginspirsi para penanggungjawab dan atau pengendali
program pada setiap aras wilayah untuk dapat mengambil kebijakan
dan strategi pengendalian secara segmentatif terhadap penggarapan
Program selanjutnya.

1.3. Sumber Data


Sumber data yang digunakan untuk penulisan buka Profil
Program Keluarga Berencana nasional ini adalah hasil olahan data
sekunder SDKI ( Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, SUSENAS
(Survei Sosial Ekonomi Nasional), Proyeksi Penduduk, dan SUPAS
(Survei Penduduk Antar Sensus).

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 7


BAB II
BATASAN PENGERTIAN DAN MASALAH

2.1. Batasan Pengertian


Batasan pengertian yang dimaksudkan dalam buku Profil
Program Keluarga Berencana Nasional ini adalah batasan pengertia
terhadap substansi yang berkenaan langsung dengan lingkup
penulisan buku ini, yang antara lain meliputi :

2.1.1. Keluarga Berencana


Dari berbagai literatur yang dikeluarkan, disebutkan bahwa
Keluarga Berencana (disingkat KB) adalah gerakan untuk membentuk
keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran.
Batasan pengertian tersebut di atas, juga bermakna perencanaan
jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakuan dengan
penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.
Menurut ketentuan Undang-Undang No.10 tahun 1992,
pengertian Keluarga Berencana adalah Upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan Keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga
kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2008 :10).
Dalam penulisan buku Profil Program Keluarga Berencana
Nasional ini substansi yang sajikan dalam ulasan adalah substansi
yang berkenaan dengan program keluarga berencana serta indikator
kependudukan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap
perkembangan program keluarga berencana

2.1.2. Contraceptive Prevalence Rate (CPR)


Contraceptive Prevalence Rate (CPR) diartikan sebagai persen
cakupan peserta KB aktif dibandingkan dengan jumlah pasangan usia
subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

8 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


2.1.3. Pasangan Usia Subur (PUS)
Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang
istrinya berumur antar 15 sampai 49 tahun (Ida Bagus Mantra, 2003
:151).
Sementara oleh BKKBN (1996:26) diberikan batasan
pengertian bahwa Pasangan Usia Subur adalah pasangan yang
istrinya berumur 15 sampai 49 tahun atau pasangan suami istri
yang berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid, atau istri
berumur 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan). Pengertian
tersebut bermakna Pasangan Usia subur adalah pasangan suami
istri yang telah berumah tangga dan masih dapat menjalankan
fungsi reproduksi dan menghasilkan keturunan yang dibatasi pada
usia itrinya 15 sampai 49 tahun.

2.1.4. Akseptor
Secara umum, akseptor diartikan sebagai orang yang menerima
serta mengikuti (pelaksanaan) Program Keluarga Berncana.
Secara spesifik, akseptor adalah pasangan usia subur yang
salah seorang dari padanya menggunakan salah satu cara atau
alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan baik melalui
program maupun non program (Hartanto 2004)

2.1.5. Akseptor Aktif (Curent User/CU)


Akseptor aktif adalah Pasangan usia subur yang pada saat ini
masih menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi (Hartanto
2004)

2.1.6. Total Fertility Rate (TFR)


TFR adalah jumlah anak rata-rata yang akan dilahirkan oleh
seorang perempuan pada akhir masa reproduksinya, apabila
perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung
ASFR adalah adalah banyaknya kelahiran setahun per 1000
wanita pada kelompok umur tertentu.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 9


2.2. Masalah
Jika indikator Total Fertilty Rate dikaitkan dengan kondisi
bonus demografi yang dijadikan ukuran keberhasilan maka patutlah
diapresiasi positif; namun apabila kedua indikator tersebut dibedah
lebih dalam, terutama ditinjau dari capaian masing-masing wilayah
provinsi, maka akan terlihat adanya perbedaan yg sangat tajam
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya; dengan demikian maka
dapatlah ditetapkan masalah dalam penulisan buku profil Program
Keluarga Berencana Nasional ini adalah masih terjadi kesenjangan
pencapaian Program Keluarga Berencana Nasional antara wilayah
yang capaiannya tinggi dengan wilayah yang capaiannya rendah
dibanding rata-rata capaian nasional

10 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


BAB III
DINAMIKA DAN ANALISIS PERKEMBANGAN
PROGRAM KELUARGA BERENCANA
NASIONAL

3.1. Jumlah Penduduk Indonesia


Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur,
Jenis Kelamin Laki-Laki per Provinsi

Sumber : SUPAS 2015

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 11


Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur Jenis Kelamin
Perempuan per Provinsi

Sumber : SUPAS 2015

Merujuk data seperti terpapar pada dua tabel di atas hasil


survei penduduk antar sensus tahun 2015, dapatlah disimpulkan
bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang
sangat besar, nemempati urutan ke tiga di asia dan ke empat di dunia.
Jumlah penduduk yang terdiri dari laki-laki (128.234.187), lebih
banyak dari perempuan (126.953.658), mengalami pertambahan
rata-rata pertahun antara 3 juta sampai dengan 3,5 juta jiwa; dan
ini berarti setiap tahun penduduk Indonesia bertambah sebesar

12 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


jumlah penduduk negara Singapura; atau dalam analogi yang lain,
dapatlah diasumsikan bahwa negara Indonesia setiap tahun dapat
saja membentuk satu negara baru dari hasil pertambahan penduduk.

3.2. Laju Pertumbuhan Penduduk per provinsi


Tabel 5. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi
tahun 1971-2010
PROVINSI 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010 2010-2015
Aceh 2.93 2.72 1.46 2.36* 2.13
Sumatera Utara 2.60 2.06 1.32 1.10 1.41
Sumatera Barat 2.21 1.62 0.63 1.34 1.38
Riau 3.11 4.30 4.35 3.58 2.71
Jambi 4.07 3.40 1.84 2.56 1.90
Sumatera Selatan 3.32 3.15 2.39 1.85 1.54
Bengkulu 4.39 4.38 2.97 1.67 1.76
Lampung 5.77 2.67 1.17 1.24 1.28
Kep. Bangka Belitung - - 0.97 3.14 2.30
Kep. Riau - - - 4.95 3.23
DKI Jakarta 3.93 2.42 0.17 1.41 1.11
Jawa Barat 2.66 2.57 2.03 1.90 1.63
Jawa Tengah 1.64 1.18 0.94 0.37 0.83
DIY 1.10 0.57 0.72 1.04 1.23
Jawa Timur 1.49 1.08 0.70 0.76 0.71
Banten - - 3.21 2.78 2.34
Bali 1.69 1.18 1.31 2.15 1.29
Nusa Tenggara Barat 2.36 2.15 1.82 1.17 1.42
Nusa Tenggara Timur 1.95 1.79 1.64 2.07 1.77
Kalimantan Barat 2.31 2.65 2.29 0.91 1.70
Kalimantan Tengah 3.43 3.88 2.99 1.79 2.40
Kalimantan Selatan 2.16 2.32 2.81 1.99 1.90
Kalimantan Timur 5.73 4.42 2.81 3.81 2.48
Kalimantan Utara - - - - 4.04
Sulawesi Utara 2.31 1.60 1.33 1.28 1.20
Sulawesi Tengah 3.86 2.87 2.57 1.95 1.74
Sulawesi Selatan 1.74 1.42 1.49 1.17 1.16
Sulawesi Tenggara 3.09 3.66 3.15 2.08 2.25
Gorontalo - - 1.59 2.26 1.70
Sulawesi Barat - - - 2.68 2.01
Maluku 2.88 2.79 0.08 2.80 1.89
Maluku Utara - - 0.48 2.47 2.25
Papua Barat - - - 3.71 2.70
Papua 2.67 3.46 3.22 5.39 2.10
Indonesia 2.31 1.98 1.49 1.49 1.43
Sumber : SP 1980, 1990, 2000, 2010, SUPAS 2015

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang merupakan


variabel yang dipengaruhi oleh tiga indikator masing-masing
kelahiran, kematian dan migrasi. Pada periode tahun 1971 sampai
dengan 2015, terjadi paling tidak tiga fenomena, masing-masing :

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 13


Fenomena pertama terjadi pada periode tahun 1970-1980,
dan tahun 1980-1990 dimana pada periode ini terjadi penurunan
laju pertembahan penduduk sebesar 0,33% dan 0,49%.
Fenomena ke dua terjadi pada periode tahun 1990-2000 dan
tahun 2000-2010, dimana pada periode ini tidak terjadi penurunan
ataupun kenaikan laju pertumbuhan penduduk; ini berarti pada
periode ini laju pertumbuhan penduduk stagnan.
Fenomena ke tiga terjadi pada periode tahun 2010-2015,
dimana pada periode ini, laju pertumbuhan penduduk mengalami
penurunan sebesar 0,06%.
Jika laju pertumbuhan penduduk ini dibedah lebih dalam
ditinjau dari keadaan per wilayah provinsi khusus pada periode
terakhir tahun 2010-2015, maka terlihat bahwa laju pertumbuhan
penduduk tertinggi adalah Provinsi Kepulauan Riau (sebesar 3,23%),
disusul Provinsi Riau (sebesar 2,71%), sementara laju pertumbuhan
penduduk terendah adalah provinsi Jawa Timur (sebesar 0,71%),
disusul Provinsi Jawa Tengah (sebesar 0,83%)
Jika disimak lebih mendalam terhadap substansi laju
pertumbuhan penduduk per provinsi pada periode tahun 2010-
2015, seperti dimaksud di atas pada wilayah tertinggi dibanding
terendah, maka dapatlah disimpulkan pada substansi ini bahwa
terjadi kesenjangan laju pertumbuhan penduduk antar wilayah
provinsi di Indonesia.
Pada sisi yang lain, jika kajian dilakukan pada seluruh kurun
waktu survei tahun 1971-2015, maka patut diapresiasi positif kepada
Provinsi Lampung yang laju pertumbuhan penduduknya bergerak
turun dari 5,77 menjadi 1,28 atau terjadi penurunan sebesar 4,49%,
dan Provinsi Kalimantan Timur yang laju pertumbuhan penduduknya
bergerak turun dari 5,73% menjadi 2,48%, atau terjadi penurunan
sebesar 3,25%.

14 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


3.3. Total Fertility Rate (TFR/ Angka Kelahiran Total)
Gambar 6. Tren Angka Kelahiran Total Indonesia
tahun 1991-2017

Sumber : SDKI 1991 – 2017

Total Fertility Rate yang diartikan sebagai jumlah anak rata-


rata yang akan dilahirkan oleh seorang perempuan pada akhir masa
reproduksinya. (apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas
pada saat TFR dihitung) pada periode tahun 1991 sampai dengan
tahun 2017 sesuai paparan data SDKI oleh Badan Pusat Statistik,
terdapat paling tidak tiga pola pergerakan yaitu masing-masing :
Pola pertama terjadi pada kurun waktu tahun 1991 sampai
dengan tahun 2002, dimana pada periode ini terjadi penurunan
total fertility rate dari 3,0 menjadi 2,6, atau mengalami penurunan
sebesar 0,4.
Pola kedua terjadi pada kurun waktu tahun 2002 sampai
dengan tahun 2012, dimana pada periode ini total fertility rate tidak
bergerak turun ataupun naik. Ini berarti pada periode 10 tahun ini,
total fertility rate mengalami stagnan.
Pola ketiga terjadi pada kurun waktu tahun 2012 sampai dengan
tahun 2017, dimana pada kurun waktu 5 tahun ini total fertility rate
mengalami penurunan dari 2,6 menjadi 2,4 atau terjadi penurunan
sebesar 0,2.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 15


Tabel 6. Angka Fertilitas Total menurut Provinsi
Angka Fertilitas Total (TFR)
Provinsi
2002 2007 2012 2017
Aceh - 3,10 2,80 2,70
Sumatera Utara 3,00 3,84 3,00 2,90
Sumatera Barat 3,20 3,38 2,80 2,50
Riau 3,20 2,69 2,90 2,90
Jambi 2,70 2,77 2,30 2,30
Sumatera Selatan 2,30 2,73 2,80 2,60
Bengkulu 3,00 2,43 2,20 2,30
Lampung 2,70 2,47 2,70 2,30
Bangka Belitung 2,40 2,49 2,60 2,30
Kepulauan Riau - 3,10 2,60 2,20
DKI Jakarta 2,20 2,10 2,30 2,20
Jawa Barat 2,80 2,55 2,50 2,40
Jawa Tengah 2,10 2,30 2,50 2,30
DI Yogyakarta 1,90 1,82 2,10 2,20
Jawa Timur 2,10 2,14 2,30 2,10
Banten 2,60 2,64 2,50 2,30
Bali 2,10 2,06 2,30 2,10
Nusa Tenggara Barat 2,40 2,82 2,80 2,50
Nusa Tenggara Timur 4,10 4,22 3,30 3,40
Kalimantan Barat 2,90 2,77 3,10 2,70
Kalimantan Tengah 3,20 2,99 2,80 2,50
Kalimantan Selatan 3,00 2,65 2,50 2,40
Kalimantan Timur 2,80 2,70 2,80 2,70
Kalimantan Utara - - - 2,80
Sulawesi Utara 2,60 2,76 2,60 2,20
Sulawesi Tengah 3,20 3,27 3,20 2,70
Sulawesi Selatan 2,60 2,85 2,60 2,40
Sulawesi Tenggara 3,60 3,28 3,00 2,80
Gorontalo 2,80 2,61 2,60 2,50
Sulawesi Barat - 3,49 3,60 2,70
Maluku - 3,90 3,20 3,30
Maluku Utara - 3,18 3,10 2,90
Papua Barat - 3,45 3,70 3,20
Papua - 2,90 3,50 3,30
INDONESIA 2,60 2,59 2,59 2,40

Sumber : SDKI 2002, 2007, 2012, 2017

16 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Kajian terhadap total fertility rate antar wilayah provinsi pada
periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2017 menunjukkan
bahwa hampir seluruh provinsi mengalami pergerakan total
fertility rate yang bersifat anomali karena pola pergerakannya naik
dan turun; dan hanya 7 (tujuh) wilayah provinsi yang mengalami
pergerakan yang dapat diapresiasi positif, karena pada setiap
periode pengukuran melalui survei, total fertility rate selalu
mengalami penurunan.
Provinsi yang mengalami penurunan total fertility rate pada
setiap periode pengukuran melalui survei dan patut diapresiasi
positif adalah masing-masing
1. Provinsi Kepulauan Riau yang bergerak dari 3,1 ke 2,6 dan ke
2,2
2. Provinsi Jawa Barat yang bergerak dari 2,80 ke 2,55, ke 2,50
dan ke 2,3
3. Prvonsi Kalimantan Selatan yang bergerak dari 3.00 ke 2,65 ke
2,50 ke 2,4
4. Provinsi Kalimantan Tengah yang bergerak dari 3,20 ke 2,99 ke
2,80 ke 2,5
5. Provinsi Gorontalo yang bergerak dari 2,80 ke 2,61, ke 2,60, ke
2,5
6. Provinsi Sulawesi Tenggara yang bergerak dari 3,60 ke 3,28, ke
3,00 ke 2,8
7. Provinsi Maluku Utara yang bergerak dari 3,18, ke 3,10, ke 2,9

Dari 7 (tujuh) wilayah Provinsi yang dalam kurun waktu 15


(lima belas) tahun mengalami penurunan Total Fertility Rate, masih
terdapat 4 (empat) provinsi yang penurunan Total Fertility Rate
belum signifikan sesuai yang diharapkan bersama. Provinsi dimaksud
adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Tenggara
dan Maluku Utara.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 17


Gambar 7. Total Fertility Rate per Provinsi

Total Fertility Rate (TFR) Per Provinsi

Sumber : SDKI 2017

Jika hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia khusus


tahun 2017 ditelaah lebih jauh, maka terlihat bahwa total fertility
rate nasional (Indonesia) telah turun menjadi 2,4 dari keadaan lima
tahun sebelumnya (2,6), dimana 15 Provinsi TFR berada di bawah
rata-rata TFR nasional (Indonesia), sementara 19 provinsi berada
diatas rata-rata TFR nasional (Indonesia).
Data tersebut di atas menunjukan bahwa 6 (enam) wilayah
provinsi dari 15 (lima belas) wilayah provinsi yang capaiannya di
bawah rata-rata nasional, telah berada pada level toleransi total
fertility terendah, yaitu masing-masing Provinsi Jawa Timur (2,1),

18 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Bali (2,1), Kepulauan Riau (2,2), DKI Jakarta (2,2), DI Yogyakarta 2,2),
dan Sulawesi Utara (2,2); sementara pada sisi yang lain terdapat
4 (empat) wilayah provinsi dari 19 (Sembilan belas) wilayah yang
capaian TFRnya di atas capaian nasional yang patut diprihatinkan
dari sisi perkembangan program. Provinsi dimaksud adalah Provinsi
NTT (3,4), Papua (3,3), Maluku (3,2), dan Papua Barat (3,1).
Kesenjangan pencapaian program yang ditinjau dari aspek total
fertility rate sebagai indikator utama keberhasilan, memberi signal
bahwa telah terjadi kesenjangan pencapaian indikator keberhasilan
program yang sangat tajam antara satu wilayah dengan wilayah
lainnya (selain hal yang sama pada indikator laju pertumbuhan
penduduk).

Gambar 8. Angka kelahiran Menurut Umur

Sumber : SDKI 2012, 2017

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 19


Hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI), juga
memberikan gambaran bahwa kelahiran di kalangan perempuan usia
15 sampai dengan 29 tahun mengalami penurunan yang signifikan
dibanding 5 (lima) tahun sebelumnya, terutama pada kelompok usia
20-24 thun.
Pada sisi yang lain, kelahiran pada kelompok perempuan usia
30-34 mengalami kenaikan dbanding 5 (lima) tahun yang sama.
Kondisi perubahan pola kelahiran selama 5 (lima) tahun pada
pengukuran survei tahun 2012 dan tahun 2017, menunjukkan indikasi
positif, walaupun tidak menutup kemungkinan apresiasi masih patut
diberikan kepada komunitas perempuan usia 30-34 tahun.

Tabel 7. Angka Fertilitas Berdasarkan Kelompok ASFR


Menurut Provinsi

Kelompok Umur Wanita (tahun)


PROVINSI Tahun
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Aceh 2002 - - - - - - -
2007 44 138 161 147 88 15 26
2012 25 115 188 155 70 9 3
Sumatera Utara 2002 26 167 179 147 62 23 4
2007 28 185 230 188 99 35 3
2012 32 143 191 146 74 6 2
Sumatera Barat 2002 37 133 202 167 82 24 0
2007 38 149 204 156 99 24 5
2012 26 122 171 143 76 30 0
Riau 2002 53 160 187 134 81 16 10
2007 39 102 177 136 54 29 0
2012 42 154 157 114 96 22 0
Jambi 2002 62 112 149 113 94 17 0
2007 82 114 133 121 72 32 0
2012 75 118 110 98 44 16 0
Sumatera Selatan 2002 39 120 126 102 57 15 1
2007 71 137 154 117 45 19 3
2012 66 161 137 111 57 20 0

20 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Lanjutan Tabel 7
Kelompok Umur Wanita (tahun)
PROVINSI Tahun
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Bengkulu 2002 61 158 146 125 84 12 7
2007 53 130 119 100 74 9 0
2012 51 100 154 94 44 3 0
Lampung 2002 47 141 136 108 78 16 8
2007 46 133 105 117 41 36 15
2012 59 175 134 90 57 20 4
Bangka Belitung 2002 36 120 140 97 64 27 0
2007 58 145 121 73 63 24 13
2012 61 116 136 114 57 24 9
Kepulauan Riau 2002 - - - - - - -
2007 48 145 175 116 103 27 6
2012 33 105 155 104 84 40 0
DKI Jakarta 2002 37 90 152 97 53 14 0
2007 14 97 128 96 65 19 0
2012 20 116 130 106 71 11 2
Jawa Barat 2002 66 136 135 97 83 35 6
2007 53 142 117 101 71 18 8
2012 52 114 142 104 64 30 2
Jawa Tengah 2002 45 117 127 76 52 12 0
2007 42 124 126 100 53 12 2
2012 35 149 143 90 52 14 8
DI Yogyakarta 2002 19 83 132 79 48 12 7
2007 24 74 109 105 42 9 0
2012 32 82 143 102 37 17 0
Jawa Timur 2002 45 119 126 66 43 14 5
2007 66 116 112 67 48 10 8
2012 53 138 125 84 42 18 5
Banten 2002 51 132 141 90 91 17 0
2007 32 137 122 116 98 22 1
2012 32 121 145 95 76 26 8
Bali 2002 35 118 131 88 41 8 0
2007 18 125 105 89 55 17 2
2012 48 147 131 87 30 13 7
Nusa Tenggara Barat 2002 66 147 112 98 40 13 9
2007 59 147 149 105 82 21 0
2012 75 141 138 96 70 27 6
Nusa Tenggara Timur 2002 44 175 199 195 149 36 21
2007 40 204 215 184 121 57 23
2012 39 141 189 139 112 36 0
Kalimantan Barat 2002 47 143 150 134 83 17 3
2007 84 137 124 124 61 16 7
2012 104 155 157 100 58 32 5

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 21


Lanjutan Tabel 7
Kelompok Umur Wanita (tahun)
PROVINSI Tahun
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Kalimantan Tengah 2002 88 151 168 106 99 32 0
2007 98 134 130 121 70 32 12
2012 89 144 139 93 70 21 4
Kalimantan Selatan 2002 60 142 169 127 77 18 1
2007 65 147 136 96 64 21 0
2012 73 134 137 79 68 16 0
Kalimantan Timur 2002 46 128 182 117 69 8 14
2007 52 152 132 120 68 15 0
2012 50 178 107 125 73 21 5
Kalimantan Utara 2002 - - - - - - -
2007 - - - - - - -
2012 - - - - - - -
Sulawesi Utara 2002 46 159 147 110 46 4 6
2007 67 137 155 88 57 30 18
2012 68 143 118 117 61 19 0
Sulawesi Tengah 2002 62 165 166 122 93 17 8
2007 62 139 195 150 67 40 0
2012 91 182 143 118 82 23 0
Sulawesi Selatan 2002 66 113 136 111 86 14 4
2007 64 161 123 128 67 18 8
2012 53 132 136 102 71 22 6
Sulawesi Tenggara 2002 98 191 182 145 94 9 5
2007 72 182 149 122 93 30 8
2012 57 168 141 116 65 47 11
Gorontalo 2002 62 146 141 112 64 27 6
2007 86 155 120 87 44 29 1
2012 62 146 120 115 65 16 0
Sulawesi Barat 2002 - - - - - - -
2007 80 189 157 144 110 18 0
2012 101 164 147 144 102 47 12
Maluku 2002 - - - - - - -
2007 40 164 186 190 131 46 22
2012 51 171 144 112 115 34 17
Maluku Utara 2002 - - - - - - -
2007 76 189 167 103 68 26 6
2012 60 169 166 141 49 28 6
Papua Barat 2002 - - - - - - -
2007 81 184 163 141 67 54 0
2012 82 204 153 133 112 61 0

22 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Lanjutan Tabel 7
Kelompok Umur Wanita (tahun)
PROVINSI Tahun
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Papua 2002 - - - - - - -
2007 55 152 118 136 52 36 31
2012 53 191 141 133 113 47 26
INDONESIA 2002 51 131 143 99 66 19 4
2007 51 135 134 108 65 19 6
2012 48 138 143 103 62 21 4

Sumber : SDKI 2002, 2007, 2012, 2017

Pada sajian data tabel ini, yang patut diperhatikan adalah


angka fertilitas pada kelompok usia 15-19, 40-44 dan 45-49; karena
kelompok usia ini, sangat rentan terhadap kemungkinan kematian
ibu pada waktu melahirkan.
Jika diperhatikan hasil SDKI tahun 2012 pada kelompok usia 14-
19, wilayah provinsi yang masih harus diapresiasi karena tingginya
kelahiran pada komunitas ini jika diukur diantara 1000 (seribu)
remaja adalah provinsi Kalimantan Barat (104), Provinsi Sulawesi
Tengan (91) dan Kalimantan Tengah (89).
Pada sisi yang lain, dengan menggunakan hasil SDKI tahun 2012
untuk indikator yang sama pada kelompok usia 40-44, provinsi yang
masih harus diperhatikan karena diantara 1000 (seribu) perempuan
pada kelompok usia tersebut, masih terjadi kelahiran yang cukup
banyak. Provinsi dimaksud adalah Kepulauan Riau (40), Nusa
Tenggara Timur (36), Kalimantan Barat (32), dan Sumatera barat (30);
dan khusus pada kelompok perempuan usia 45-49, karena sesuai
hasil SDKI periode sebelumnya masih terjadi pada hampir seluruh
provinsi, maka adalah logis jika angka kelahiran pada komunitas ini
mendapat perhatian yang lebih serius.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 23


3.4. Pasangan Usia Subur
Tabel 8. Persentase PUS berdasarkan Kelompok Umur per Provinsi
Kelompok Umur
Provinsi
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Jumlah
Aceh 1.27 9.15 21.09 20.96 20.13 15.27 12.13 100.00
Sumatera Utara 1.21 8.73 18.74 20.06 19.45 17.51 14.31 100.00
Sumatera Barat 1.09 8.12 19.58 19.66 19.65 16.46 15.43 100.00
Riau 1.25 9.78 20.93 20.55 20.11 15.16 12.22 100.00
Jambi 2.40 10.58 19.80 19.99 19.03 15.05 13.14 100.00
Sumatera Selatan 1.82 9.87 20.14 20.41 18.82 15.64 13.29 100.00
Bengkulu 2.07 10.11 19.85 19.76 19.48 15.74 12.98 100.00
Lampung 1.93 10.21 18.88 19.48 18.95 16.53 14.02 100.00
Kep. Bangka Belitung 2.61 11.25 19.80 20.98 17.51 15.07 12.77 100.00
Kepulauan Riau 0.66 7.74 19.23 23.84 23.95 14.50 10.08 100.00
DKI Jakarta 0.87 7.79 17.68 21.64 21.33 15.80 14.90 100.00
Jawa Barat 1.85 10.63 17.90 18.86 19.77 16.89 14.10 100.00
Jawa Tengah 2.02 10.53 16.47 18.16 18.58 17.68 16.55 100.00
DI Yogyakarta 0.99 7.81 15.96 19.09 19.35 18.29 18.51 100.00
Jawa Timur 2.15 10.44 16.32 18.53 18.11 17.51 16.94 100.00
Banten 1.81 10.91 18.30 20.29 20.05 15.72 12.92 100.00
Bali 1.19 9.47 16.15 17.72 19.67 19.46 16.34 100.00
Nusa Tenggara Barat 2.39 12.03 19.28 20.13 18.21 16.01 11.95 100.00
Nusa Tenggara Timur 1.56 9.58 19.15 20.12 19.13 16.03 14.43 100.00
Kalimantan Barat 2.36 11.83 20.04 19.17 18.92 14.70 12.99 100.00
Kalimantan Tengah 2.49 12.13 20.23 19.43 19.24 15.14 11.35 100.00
Kalimantan Selatan 2.57 11.87 19.04 19.23 18.64 16.27 12.37 100.00
Kalimantan Timur 1.26 9.56 19.00 19.18 21.16 16.26 13.57 100.00
Kalimantan Utara 3.09 11.34 18.72 19.49 20.33 14.89 12.14 100.00
Sulawesi Utara 2.00 11.67 14.41 17.40 19.92 18.23 16.38 100.00
Sulawesi Tengah 2.69 10.76 18.35 19.70 18.25 16.30 13.95 100.00
Sulawesi Selatan 2.36 11.05 16.74 19.40 18.77 17.14 14.55 100.00
Sulawesi Tenggara 2.95 11.39 19.75 20.07 18.10 15.97 11.76 100.00
Gorontalo 3.32 13.66 15.42 18.51 18.99 16.03 14.07 100.00
Sulawesi Barat 3.09 14.33 17.36 20.33 17.93 14.64 12.31 100.00
Maluku 1.72 10.75 18.48 20.61 18.86 17.06 12.52 100.00
Maluku Utara 2.42 11.73 17.54 21.77 20.05 15.39 11.11 100.00
Papua Barat 2.58 12.33 20.07 20.86 18.61 13.78 11.78 100.00
Papua 2.44 10.66 19.74 18.86 21.17 15.38 11.75 100.00
Indonesia 1.88 10.31 17.90 19.30 19.24 16.73 14.63 100.00
Sumber : SUPAS 2015

Pasangan Usia Subur diartikan sebagai pasangan yang istrinya


berumur 15 sampai 49 tahun atau pasangan suami istri yang berumur
kurang dari 15 tahun dan sudah haid, atau istri berumur 50 tahun
tetapi masih haid (datang bulan); dan dapat pula diartikan sebagai
pasangan suami istri yang telah berumah tangga dan masih dapat

24 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


menjalankan fungsi reproduksi dan menghasilkan keturunan yang
dibatasi pada usia itrinya 15 sampai 49 tahun.
Patut disimak dari table seperti di atas, bahwa jumlah pasangan
usia subur yang tertinggi berada pada kelompok usia 30-34 dan usia
35-39, selain usia 25-29; dan fenomena tersebut boleh diapresiasi
positif; namun pada sisi yang lain masih terdapat sejumlah pasangan
usia subur pada kelompok umur 15-19 tahun, yaitu sebesar 1,
88%, yang patut mendapat perhatian serius dari aspek sasaran
penggarapan pogram keluarga berencana.
Perhatian serius yang patut diapresiasi oleh penanggung jawab
dan atau pengendali program keluarga berencana adalah karena
populasi pasangan subur pada kelompok usia ini sangat dapat
memberi kontribusi cukup signifikan tehadap total fertility rate, jika
komunitas ini terabaikan dalam penggarapan operasional.
Tabel 9. Persentase Pasangan Usia Subur yang Istrinya Bekerja
Bekerja Seminggu Yang Lalu
Provinsi
YA Tidak
Aceh 41.68 58.32
Sum atera Utara 43.64 56.36
Sum atera Barat 47.49 52.51
Riau 29.85 70.15
Jam bi 40.85 59.15
Sum atera Selatan 47.41 52.59
Bengkulu 56.92 43.08
Lam pung 42.96 57.04
Kepulauan Bangka Belitung 34.03 65.97
Kepulauan Riau 29.27 70.73
DKI Jakarta 38.22 61.78
Jawa Barat 29.23 70.77
Jawa Tengah 49.70 50.30
DI Yogyakarta 58.95 41.05
Jawa Tim ur 45.88 54.12
Banten 31.71 68.29
Bali 72.61 27.39
Nus a Tenggara Barat 49.24 50.76
Nus a Tenggara Tim ur 60.44 39.56
Kalim antan Barat 50.86 49.14
Kalim antan Tengah 44.85 55.15
Kalim antan Selatan 45.91 54.09
Kalim antan Tim ur 31.21 68.79
Kalim antan Utara 34.90 65.10
Sulawes i Utara 28.70 71.30
Sulawes i Tengah 41.63 58.37
Sulawes i Selatan 36.17 63.83
PROFIL PROGRAM KELUARGA
Sulawes i Tenggara 41.37 BERENCANA
58.63NASIONAL 25
Gorontalo 35.46 64.54
Sulawes i Barat 54.28 45.72
Maluku
Bali 72.61 27.39
Nus a Tenggara Barat 49.24 50.76
Nus a Tenggara Tim ur 60.44 39.56
Kalim antan Barat 50.86 49.14
Kalim antan Tengah 44.85 55.15
Kalim antan Selatan 45.91 54.09
Kalim antan Tim ur 31.21 68.79
Kalim antan Utara Bekerja34.90
Seminggu Yang65.10
Lalu
Provinsi
Sulawes i Utara YA28.70 Tidak
71.30
Aceh
Sulawes i Tengah 41.68
41.63 58.32
58.37
Sum atera
Sulawes Utara
i Selatan 43.64
36.17 56.36
63.83
Sum atera
Sulawes Barat
i Tenggara 47.49
41.37 52.51
58.63
Riau
Gorontalo 29.85
35.46 70.15
64.54
Jam bi
Sulawes i Barat 40.85
54.28 59.15
45.72
Sum
Malukuatera Selatan 47.41
38.50 52.59
61.50
Bengkulu
Maluku Utara 56.92
45.08 43.08
54.92
Lam
PapuapungBarat 42.96
50.62 57.04
49.38
Kepulauan
Papua Bangka Belitung 34.03
69.64 65.97
30.36
Indonesia
Kepulauan Riau 29.27
42.01 70.73
57.99
DKI Jakarta 38.22 61.78
Sumber : SUPAS 2015
Jawa Barat 29.23 70.77
Jika ditelaah
Jawa Tengah
pasangan usia subur berdasarkan
49.70
pengukuran
50.30
istrinya
DI Yogyakarta 58.95 41.05
bekerja atau tidak
Jawa Tim bekerja
ur seperti sajian data pada table tersebut
45.88 54.12 di atas,
terlihat bahwa
Banten
persentase pasangan usia subur 31.71 yang tidak bekerja lebih
68.29
Bali 72.61 27.39
banyak 8 persen dibanding yang bekerja; dan
Nus a Tenggara Barat 49.24
hal demikian
50.76
merupakan
salah satuNus indikator
a Tenggara yang
Tim urberpengaruh terhadap
60.44 peluang
39.56 kehamilan
maupun upaya peningkatan pendapatan ekonomi keluarga.
Kalim antan Barat 50.86 49.14
Kalim antan Tengah 44.85 55.15
Kalim antan Selatan 45.91 54.09
Tabel 10. Persentase
Kalim antan Tim ur PUS berdasarkan tingkat pendidikan
31.21 68.79
Kalim antan Utara 34.90 65.10
Sulawes i Utara Tingkat Pendidikan 71.30
28.70
Provinsi Tidak/belum Tidak
Sulawes i Tengah 41.63
Tamat SD SMP-SMA 58.37
SMA+ Total
Sulawes i Selatansekolah tamat SD
36.17 63.83
Aceh
Sulawes i Tenggara 1.70 6.20 22.54
41.37 53.08 16.47
58.63 100.00
Sumatera Utara
Gorontalo 1.71 5.34 18.93
35.46 63.49 64.54
10.53 100.00
Sumatera Barat
Sulawes i Barat 1.09 10.21 18.87
54.28 54.90 45.72
14.94 100.00
Riau Maluku 1.07 7.19 38.50
25.81 55.37 61.50
10.56 100.00
Jambi Maluku Utara
1.87 9.82 45.08
29.26 49.03 54.92
10.03 100.00
Papua Barat 50.62 49.38
Sumatera Selatan 1.01 9.77 32.45 48.43 8.34 100.00
Papua 69.64 30.36
Bengkulu
Indonesia
1.96 8.73 27.11
42.01
51.70 10.50
57.99
100.00
Lampung 1.27 9.11 29.38 53.78 6.46 100.00
1.75
Kepulauan Bangka Belitung 15.31 31.67 43.46 7.81 100.00
Kepulauan Riau 1.19 6.01 16.08 66.77 9.94 100.00
DKI Jakarta 0.64 4.10 14.53 63.65 17.09 100.00
Jawa Barat 1.46 6.96 35.18 48.48 7.92 100.00
Jawa Tengah 2.28 7.41 34.77 48.09 7.45 100.00
DI Yogyakarta 1.29 2.59 16.00 61.22 18.90 100.00
Jawa Timur 3.46 7.45 31.06 50.00 8.03 100.00
Banten 2.22 7.57 29.65 51.89 8.66 100.00
Bali 2.91 6.60 23.44 53.82 13.23 100.00
Nusa Tenggara Barat 8.58 12.00 27.07 44.10 8.25 100.00
Nusa Tenggara Timur 5.20 13.08 38.23 35.12 8.37 100.00
Kalimantan Barat 4.55 15.66 32.81 40.00 6.98 100.00
26 1.70BERENCANA
PROFIL PROGRAM KELUARGA
Kalimantan Tengah 10.06 32.75 46.59
NASIONAL 8.90 100.00
Kalimantan Selatan 1.99 11.48 31.85 44.65 10.03 100.00
Kalimantan Timur 1.38 6.35 23.25 57.72 11.30 100.00
Kepulauan Riau 1.19 6.01 16.08 66.77 9.94 100.00
DKI Jakarta 0.64 4.10 14.53 63.65 17.09 100.00
Jawa Barat 1.46 6.96 35.18 48.48 7.92 100.00
Jawa Tengah 2.28 7.41 34.77 48.09 7.45 100.00
DI Yogyakarta 1.29 2.59 16.00 61.22 18.90 100.00
Jawa Timur 3.46 7.45 31.06 50.00 8.03 100.00
Banten 2.22 7.57 Tingkat
29.65 51.89
Pendidikan 8.66 100.00
Bali
Provinsi 2.91
Tidak/belum 6.60
Tidak 23.44 53.82 13.23 100.00
Tamat SD SMP-SMA SMA+ Total
Nusa Tenggara Barat 8.58 tamat
sekolah 12.00
SD 27.07 44.10 8.25 100.00
Nusa Tenggara Timur
Aceh 5.20
1.70 13.08
6.20 38.23
22.54 35.12
53.08 8.37 100.00
16.47
KalimantanUtara
Sumatera Barat 4.55
1.71 15.66
5.34 32.81
18.93 40.00
63.49 6.98 100.00
10.53
KalimantanBarat
Sumatera Tengah 1.70
1.09 10.06
10.21 32.75
18.87 46.59
54.90 8.90 100.00
14.94
Kalimantan Selatan
Riau 1.99
1.07 11.48
7.19 31.85
25.81 44.65
55.37 10.03 100.00
10.56
Kalimantan Timur
Jambi 1.38
1.87 6.35
9.82 23.25
29.26 57.72
49.03 11.30 100.00
10.03
KalimantanSelatan
Sumatera Utara 2.82
1.01 10.56
9.77 27.52
32.45 50.45
48.43 8.65 100.00
8.34
Sulawesi Utara
Bengkulu 0.33
1.96 7.43
8.73 19.91
27.11 61.78
51.70 10.55 100.00
10.50
Sulawesi Tengah
Lampung 2.49
1.27 7.50
9.11 33.67
29.38 45.82
53.78 10.53
6.46 100.00
Sulawesi Selatan
Kepulauan Bangka Belitung 3.76
1.75 10.22
15.31 28.76
31.67 45.09
43.46 12.17
7.81 100.00
Sulawesi Tenggara
Kepulauan Riau 3.19
1.19 8.15
6.01 27.53
16.08 48.61
66.77 12.52
9.94 100.00
Gorontalo
DKI Jakarta 1.08
0.64 19.32
4.10 32.33
14.53 36.77
63.65 10.49 100.00
17.09
Sulawesi
Jawa Barat
Barat 5.24
1.46 12.43
6.96 35.58
35.18 37.14
48.48 9.61 100.00
7.92
Maluku
Jawa Tengah 1.35
2.28 5.32
7.41 22.98
34.77 57.05
48.09 13.29
7.45 100.00
Maluku
DI Utara
Yogyakarta 1.68
1.29 10.06
2.59 28.88
16.00 47.39
61.22 11.98 100.00
18.90
PapuaTimur
Jawa Barat 5.24
3.46 9.11
7.45 18.54
31.06 52.15
50.00 14.95
8.03 100.00
Papua
Banten 38.69
2.22 8.89
7.57 16.75
29.65 29.48
51.89 6.19 100.00
8.66
Indonesia
Bali 2.77
2.91 7.88
6.60 29.55
23.44 50.40
53.82 9.39 100.00
13.23
Nusa Tenggara Barat 8.58 12.00 27.07 44.10 8.25 100.00
Nusa Tenggara Timur Sumber
5.20 : SUPAS
13.08 2015 38.23 35.12 8.37 100.00
Kalimantan Barat 4.55 15.66 32.81 40.00 6.98 100.00
Beberapa hasil penelitian maupun kajian menyimpulkan bahwa
Kalimantan Tengah 1.70 10.06 32.75 46.59 8.90 100.00
persentase
Kalimantan Selatankesertaan ber-Keluarga
1.99 11.48Berencana
31.85 dari
44.65 pasangan usia
10.03 100.00
subur pada
Kalimantan Timursetiap wilayah 1.38
adalah 6.35
semakin tinggi57.72
23.25 tingkat11.30
pendidikan
100.00
pasangan
Kalimantan Utarausia subur, maka 2.82 semakin
10.56 tinggi
27.52 pula
50.45 kesertaan ber-
8.65 100.00
Sulawesi Utara
keluarga berencana, sebaliknya 0.33 semakin
7.43 19.91
rendah61.78
tingkat10.55 100.00
pendidikan
usia subur, akan 2.49semakin7.50 33.67 45.82 10.53 100.00
Sulawesi Tengah
pasangan rendah kesertaan ber-KB-nya.
Sulawesi Selatan 3.76 10.22 28.76 45.09 12.17 100.00
Jika kesimpulan hasil3.19
Sulawesi Tenggara
penelitian
8.15 dan kajian48.61
27.53 tersebut
12.52dikaitkan
100.00
Gorontalo 1.08 19.32 32.33 36.77 10.49 100.00
dengan sajian data seperti yang terpapar pada table tersebut di atas,
Sulawesi Barat 5.24 12.43 35.58 37.14 9.61 100.00
maka
Maluku patutlah menjadi perhatian 1.35
para 22.98
5.32
pengendali
57.05
dan atau pata
13.29 100.00
penanggung
Maluku Utara jawab program keluarga
1.68 10.06 berencana
28.88 untuk
47.39 menetapkan
11.98 100.00
sasaran
Papua Barat penggarapan program 5.24 keluarga
9.11 18.54 berencana
52.15 ini 100.00
14.95 pada
komunitas pasangan usia subur yang tingkat pendidikannya rendah.
Papua 38.69 8.89 16.75 29.48 6.19 100.00
Indonesia 2.77 7.88 29.55 50.40 9.39 100.00
Kelompok dimaksud di atas adalah pasangan usia subur dengan
tingkat pendidikan tidak tamat sekolah dasar sebesar 14,51% dan
pasangan usia subur dengan pendidikan tamat sekolah dasar sebesar
27,32%.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 27


3.5. Contraceptive Prevalence Rate (CPR/Prevalensi
Pemakaian Kontrasepsi)
Tabel 11. Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)
Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)
2002 2007 2012 2017
PROVINSI Suatu Suatu Suatu Suatu
Suatu Suatu Suatu Suatu
cara KB cara KB cara KB cara KB
cara KB cara KB cara KB cara KB
Modern Modern Modern Modern
Aceh - - 47.40 45.40 46.80 44.40 51.60 46.40
Sumatera Utara 52.50 43.20 54.20 42.60 55.90 42.80 58.90 43.90
Sumatera Barat 52.90 46.20 59.90 52.80 56.90 50.20 60.10 50.10
Riau 54.80 55.70 56.70 52.80 61.10 54.00 60.30 50.70
Jambi 59.00 57.90 65.20 62.50 66.90 62.00 69.70 63.50
Sumatera Selatan 61.40 58.60 64.80 62.60 67.60 64.40 67.80 61.40
Bengkulu 68.20 64.00 74.00 70.40 64.20 61.20 70.50 64.40
Lampung 61.40 58.90 71.10 66.00 70.30 66.30 69.60 65.70
Bangka Belitung 65.10 63.30 67.80 64.70 69.60 65.30 71.10 62.20
Kepulauan Riau - - 57.60 54.00 53.10 48.00 59.00 47.40
DKI jakarta 63.20 57.40 60.10 56.40 57.30 53.40 56.90 50.50
Jawa Barat 59.00 57.50 61.10 60.30 62.20 60.30 63.30 59.50
Jawa Tengah 65.00 62.20 63.70 60.00 65.20 61.50 65.70 59.50
DI Yogyakarta 75.60 63.20 66.90 54.80 69.90 59.60 76.00 57.80
Jawa Timur 67.00 63.20 66.10 62.30 65.30 62.40 69.80 63.10
Banten 58.60 57.30 57.40 55.40 64.00 61.30 61.60 57.30
Bali 61.20 58.90 68.40 65.40 66.20 59.60 67.30 54.80
Nusa Tenggara Barat 53.50 52.50 54.80 52.20 56.00 55.10 52.30 50.80
Nusa Tenggara Timur 34.80 27.50 42.10 30.10 47.90 38.30 50.20 41.20
Kalimantan Barat 57.80 55.70 62.70 61.20 65.10 63.90 66.90 61.00
Kalimantan Tengah 63.90 62.90 66.50 65.20 67.30 64.80 73.20 69.40
Kalimantan Selatan 57.60 56.20 64.40 63.20 68.30 66.40 68.10 64.40
Kalimantan Timur 56.20 52.30 59.20 55.40 60.10 54.10 66.50 59.30
Kalimantan Utara - - - - - - 52.80 46.90
Sulawesi Utara 70.10 66.40 69.30 66.70 68.90 63.70 67.40 61.00
Sulawesi Tengah 54.60 49.80 63.60 59.80 55.70 52.50 65.40 59.30
Sulawesi Selatan 49.10 42.40 53.40 42.90 55.80 47.50 56.80 48.70
Sulawesi Tenggara 48.60 40.60 50.70 44.40 51.50 48.40 53.80 46.50
Gorontalo 52.00 48.20 60.10 58.80 63.20 61.50 61.60 59.60
Sulawesi Barat - - 45.40 44.50 52.20 48.00 54.20 48.60
Maluku - - 34.10 29.40 45.50 40.40 46.90 39.20
Maluku Utara - - 48.80 46.20 53.70 51.10 51.90 50.00
Papua Barat - - 39.60 37.50 42.50 41.00 40.50 35.90
Papua - - 38.30 24.50 21.80 19.10 38.40 35.90
INDONESIA 60.30 56.70 61.40 57.40 61.90 57.90 63.60 57.20

Sumber : SDKI 2002, 2007, 2012, 2017

28 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Gambar 9. CPR Cara Modern per Provinsi

Sumber : SDKI 2017

Pada hakekatnya contraceptive prevalence rate diartikan


sebagai persen cakupan peserta KB aktif dibandingkan dengan
jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu; dan substansi yang satu ini seperti data pada table sajian
di atas, dalam dokumen buku Profil Program Keluarga Berencana
Nasional, ditetapkan sebagai variabel utama yang ditinjau atau paling
tidak ditelaah untuk memberikan gambaran secara komprehensif
terhadap dinamika perkembangan program keluarga berencana
nasional, dimana variabel ini akan dikaitkan dengan fariabel total
fertility rate yang dianggap sebagai variabel yang saling berpengaruh
secara langsung.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 29


3.5.1. Suatu cara Keluarga berencana (all method)
Jika ditinjau dari substansi suatu cara keluarga berencana pada
4 (empat) periode pengukuran SDKI, secara signifikan terjadi kenaikan
yang berarti pada tataran nasional, yaitu dari 60,3%, menjadi 61,4%,
selanjutnya menjadi 61,9% dan terakhir 63,6%
Jika hal yang sama ditinjau pada tataran provinsi, terlihat
bahwa dari 34 Provinsi yang ada, pada kurun waktu pengukuran
SDKI, terdapat 8 (delapan) provensi yang selau mengalami kenaikan
pada saat pengukuran SDKI.
Provinsi dimaksud adalah :
1. Provinsi Kalimantan Tengah yang mengalami kenaikan
CPR suatu cara terturut-turut dari 63,9%, menjadi 66,5%,
selanjutnya menjadi 67,3%, dan pada akhirnya menjadi 73,2%
2. Provinsi Jambi, yang mengalami kenaikan CPR suatu cara
terturut-turut dari 59%, menjadi 65,2%, selanjutnya menjadi
66,9%, dan pada akhirnya menjadi 69,7%.
3. Provinsi Sumatera Selatan, yang mengalami kenaikan CPR suatu
cara terturut-turut dari 61,4%, menjadi 64,8%, selanjutnya
menjadi 67,6%, dan pada akhirnya menjadi 67,8%.
4. Provinsi Kalimantan Barat, yang mengalami kenaikan CPR suatu
cara terturut-turut dari 57,8%, menjadi 62,7%, selanjutnya
menjadi 65,1%, dan pada akhirnya menjadi 66,9%.
5. Provin Kalimantan Timur, yang mengalami kenaikan CPR suatu
cara terturut-turut dari 52,6%, menjadi 59,2%, selanjutnya
menjadi 60,1%, dan pada akhirnya menjadi 66,5%.
6. Provinsi Jawa Barat, yang mengalami kenaikan CPR suatu cara
terturut-turut dari 59%, menjadi 61,3%, selanjutnya menjadi
62,2%, dan pada akhirnya menjadi 63,3%.
7. Provinsi Sumatera Utara, yang mengalami kenaikan CPR suatu
cara terturut-turut dari 52,5%, menjadi 54,2,%, selanjutnya
menjadi 55,9%, dan pada akhirnya menjadi 58,9%.
8. Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang mengalami kenaikan CPR
suatu cara terturut-turut dari 34,8%, menjadi 4,1,%, selanjutnya
menjadi 49,9%, dan pada akhirnya menjadi 50,2%.
Sementara pada periode yang sama, Provinsi yang mengalami
penurunan CPR suatu cara setiap pengukuran SDKI adalah

30 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Provinsi Sulawesi Utara yang mengalami penurunan mulai dari
70,1%, menjadi 69,3, selanjutnya menjadi 68,9 dan terakhir
menjadi 67,4.
Pencapaian CPR suatu cara keluarga berencana pada 25 provinsi
lainnya mengalami fluktuasi naik dan turun (tidak stabil)
3.5.2. Suatu cara Keluarga Berencana Modern
Tabel data hasil SDKI empat periode survei menunjukkan
bahwa pada periode pengukuran tahun 2002, 2007 maupun 2012,
suatu cara keluarga berencana modern mengalami kenaikan secara
signifikan dari 56,7% ke 57,4% dan selanjutnya menjadi 57,9%;
namun pada periode pengukran SDKI selanjutnya yaitu pada tahun
2017, justru terjadi penurunan sebesar 0,7% menjadi 57,2%; dan ini
sekaligus menunjukkan persentase capaian tersebut malah berada
dibawah capaian tahun 2007 (57,4%)
Jika diperhatikan perkembangan CPR suatu cara keluarga
berencana modern per wilayah provinsi, maka terlihat bahwa hanya
3 (tiga) provinsi yang selalu mengalami kenaikan sitiap periode
pengukuran SDKI; yaitu masing-masing :
1. Provinsi Sulawesi Barat yang CPR suatu cara modern mengalami
kenaikan dari 44,5% ke 48% dan selanjutnya menjadi 48,6%
2. Provins Sulawesi Selatan yang CPR suatu cara modern
mengalami kenaikan dari 42,4% ke 42,9%, selanjutnya menjadi
47,5% dan terakhir menjadi 48,7%
3. Provinsi Nusa Tenggara Timur yang CPR suatu cara modern
mengalami kenaikan dari 27,5% ke 30,1%, selanjutnya menjadi
38,3% dan terakhir menjadi 41,2%
Selain 3 (tiga) provinsi diatas, 31 (tiga puluh satu) provinsi
lainnya, dari aspek perkembangan CPR suatu cara modern, selama
4 (empat) periode pengukuran SDKI, mengalami fluktuasi atau
mengalami kanaikan maupun penurunan.
Perkembangan CPR suatu cara modern jika dibandingkan antar
wilayah provinsi pada periode pengukuran SDKI tahun 2017, terlihat
bahwa 17 (tujuh belas) provinsi berada di atas rata-rata pencapaian
nasional, sementara 17 provinsi lainnya berada di bawah rata-rata
pencapaan nasional.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 31


3.5.3. Suatu cara keluarga berencana tradisional

Tabel 12. Suatu cara Tradisional

Sumber : SDKI 2002 – 2017

32 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Jika ditelaah data yang ditampilkan pada table 12 (dua belas)
seperti diatas, terlihat bahwa pada kurun waktu lima tahun terakhir
(2012-2017), persentase kesertaan penggunaan suatu cara keluarga
berencana tradisional, mengalami kenaikan sebanyak 2,4%, dengan
kenaikan tertinggi pada kurun waktu yang sama untuk wilayah
provinsi adalah antara lain sebagai berikut :
1. DI Yogyakarta, mengalami kenaikan sebesar 7,90%, sekaligus
menempati urutan petama tertinggi kesertaan suatu cara KB
tradisional pada tahun 2017.
2. Provinsi Kepulauan Riau, mengalami kenaikan sebesar 6,50%,
sekaligus menempati urutan ke empat tertinggi kesertaan
suatu cara KB tradisional pada tahun 2017.
3. Provinsi Bali, mengalami kenaikan sebesar 5,90%, dan
menempati urutan ke tiga tertinggi kesertaan suatu cara KB
tradisional pada tahun 2017.
4. Provinsi Kalimantan Barat, mengalami kenaikan sebesar 4,70%,
walaupun tidak masuk pada urutan wilayah provinsi yang
tertinggi kesertaan suatu cara KB tradisional pada tahun 2017.
Pada sisi yang lain terdapat pula wilayah provinsi yang kesertaan
suatu cara keluarga berencana tradisional dalam kurun waktu 5 (lima)
tahun terakhir mengalami penurunan, seperti antara lain :
1. Provinsi Maluku Utara, yang mengalami penurunan sebesar
0,70%
2. Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang mengalami penurunan
sebesar 0,60%
3. Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Papua yang mengalami
penurunan sebesar 0,20%,
4. Provinsi Lampung, yang mengalami penurunan sebesar 0,1%
Selanjutnya, jika dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap
paparan data seperti yang disajikan pada table tesebut diatas,
dikaitkan dengan kesertaan suatu cara modern yang berimplikasi
terhadap tinggi rendahnya Total Fertility Rate, selama kurun waktu
tahun 2012 sampai dengan tahun 2017, terlihat beberapa fenomena
antara lain sebagai berikut :

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 33


1. Secara nasional, pada tahun 2012 ketika persentase CPR suatu
cara Keluarga Berencana modern sebesar 57,9% didukung
persentase kesertaan suatu cara KB tadisional sebesar 4%,
berimplikasi terhadap Total Fertility Rate sebesar 2,6.
2. Selanjutnya pada tahun 2017 ketika persentase CPR suatu cara
Keluarga Berencana modern mengalami penurunan sebesar
0,7% (dari 57,9% menjadi 57,2%), sementara persentase
kesertaan suatu cara KB tadisional mengalami kenaikan sebesar
2,4% (dari 4% menjadi 6,4%), berimplikasi terhadap penurunan
Total Fertility Rate sebesar 0,2 (dari 2,6 menjadi 2,4).
Fenomena yang hampir sama dengan apa yang diulas di atas,
juga terjadi pada povinsi tetentu, antara lain sebagai berikut :
1. Provinsi Bali, pada kurun waktu 5 tahun (2012-2017), ketika
CPR suatu cara KB modern mengalami penurunan dari 59,6%
menjadi 54,8%, sebaliknya CPR suatu cara KB tradisional
mengalami kenaikan dari 6,6% menjadi 12,5%, justru
berimplikasi terhadap penurunan TFR dari 2,3 menjadi 2,1.
2. Provinsi Kepulauan Riau, pada kurun waktu 5 tahun (2012-
2017), ketika CPR suatu cara KB modern mengalami penurunan
dari 48% menjadi 47,4%, sebaliknya CPR suatu cara KB
tradisional mengalami kenaikan dari 5,1% menjadi 11,6%, justru
berimplikadi terhadap penurunan TFR dari 2,6 menjadi 2,2.
3. Provinsi Kalimantan Barat, pada kurun waktu 5 tahun (2012-
2017), ketika CPR suatu cara KB modern mengalami penurunan
dari 63,9% menjadi 61%, sebaliknya CPR suatu cara KB
tradisional mengalami kenaikan dari 1,2% menjadi 5,9%, justru
berimplikadi terhadap penurunan TFR dari 3,1 menjadi 2,7.
Bertolak dari kedua fenomena baik nasional maupun bebarapa
wilayah provinsi seperti yang disebutkan di atas, secara sederhana
dapatlah disimpulkan bahwa Total Fertility Rate mengalami
penurunan pada waktu CPR suatu cara modern mengalami
penurunan, disisi lan CPR suatu cara tradisional mengalami kenaikan.
Kesimpulan sederhana seperti yang dikemukakan di atas,
belum dapat disebut sebagai kesimpulan akhir, karena hubungan

34 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


antar ketiga variabel berpengaruh tersebut, tidaklah dapat disebut
sebagai hubungan kausalitas mutlak, karena ketiga vaiabel tesebut
bukanlah variabel satu-satunya. Hal ini berarti masih membutuhkan
kajian yang lebih dalam terhadap variabel-variabel yang diperkirakan
saling berpengaruh khususnya terhadap tinggi rendahnya Total
Fertility Rate

Tabel 13. CPR semua cara, CPR cara modern dan MKJP
CPR CPR % PA MKJP
Provinsi
Semua Cara Cara Modern terhadap PA Modern
Aceh 50.53 49.96 9.90
Sumatera Utara 49.71 48.00 22.43
Sumatera Barat 51.51 50.66 24.76
Riau 57.73 56.62 13.58
Jambi 66.33 65.68 11.83
Sumatera Selatan 68.06 67.61 15.75
Bengkulu 69.68 68.96 20.30
Lampung 70.20 69.61 14.55
Kep. Bangka Belitung 69.59 68.27 9.70
Kepulauan Riau 49.66 49.17 19.52
DKI Jakarta 54.19 53.29 22.15
Jawa Barat 65.60 65.30 15.41
Jawa Tengah 63.66 62.81 24.04
DI Yogyakarta 61.30 56.21 37.89
Jawa Timur 65.51 64.71 17.95
Banten 62.03 61.54 11.94
Bali 62.63 60.83 38.69
Nusa Tenggara Barat 60.74 60.49 19.58
Nusa Tenggara Timur 46.97 44.55 36.84
Kalimantan Barat 66.45 65.88 8.90
Kalimantan Tengah 68.93 68.51 8.37
Kalimantan Selatan 69.28 68.99 6.72
Kalimantan Timur 60.12 59.16 15.65
Kalimantan Utara 52.13 51.04 13.59
Sulawesi Utara 69.27 68.17 27.80
Sulawesi Tengah 60.42 58.84 15.50
Sulawesi Selatan 52.13 50.43 13.28
Sulawesi Tenggara 53.23 51.84 17.84
Gorontalo 64.35 64.08 30.46
Sulawesi Barat 51.46 50.49 11.29
Maluku 45.39 43.84 14.87
Maluku Utara 55.39 54.53 20.22
Papua Barat 40.87 38.61 14.51
Papua 23.52 17.15 21.78
Indonesia 61.49 60.57 18.14
Sumber : SUPAS 2015

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 35


Berikut ini sesuai data pada tabel seperti tersebut di atas, maka
yang akan ditelaah adalah khusus berhubungan dengan substansi
metode kontrasepsi jangka panjang dikaitkan dengan CPR cara
modern.
Patutlah diapresiasi positif kepada 14 (empat belas) wilayah
provinsi yang pencapaian metode kontrasepsi jangka panjang
dibanding CPR cara modern berada di atas rata-rata capaian
nasional (18,14%), yaitu masing-masing Provinsi Bali (38,69%), DI
Yogyakarta (37,86%), Nusa Tenggara Timur (36,84%), Gorontalo
(30,46%), Sulawesi Utara (27,80%), Sumatera Barat (24,76%), Jawa
Tengah (24%), Sumatera Utara (22,43%), DKI Jakarta (22,15%), Papua
(21,78%), Bengkulu (20,30%), Maluku Utara (20,22%), Nusa Tenggara
Barat (19,58%), Kepulauan Riau (19,52%).
Pada sisi yang lain masih terdapat 20 wilayah provinsi yang
perkembangan penggunaan kontrasepsi jangka panjang dibanding
CPR modern, masih berada di bawah rata-rata capaian nasional
Selanjutnya apabila dilakukan bedahan semakin dalam untuk
melihat hubungan antara kedua variabel tersebut diatas, patut
disimak bahwa pada wilayah provinsi tertentu, tingginya persentase
capaian metode kontasepsi jangka panjang belum berjalan beriringan
dengan capaian CPR modern.
Hal demkian terlihat pada provinsi antara lain :
1. Provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana penggunaan metode
konrasepsi jangka panjang telah mencapai 36,48%, namun
sangat disayangkan, total CPR cara modern baru mencapai
persentase 44,45% dibanding pasangan usia subur yang ada di
povinsi tersebut.
2. Provinsi Papua, dimana penggunaan metode konrasepsi jangka
panjang telah mencapai 21,78%, namun hal yang sama dengan
provinsi NTT, sangat disayangkan, total CPR cara modern baru
mencapai persentase 17,15% dibanding pasangan usia subur
yang ada di povinsi tersebut.
3. Provinsi Sumatera Utara dimana penggunaan metode
konrasepsi jangka panjang telah mencapai 22,43%, namun

36 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


sangat disayangkan, total CPR cara modern baru mencapai
persentase 48% dibanding pasangan usia subur yang ada di
povinsi tersebut.
4. Provnsi Sumatera Barat dimana penggunaan metode
konrasepsi jangka panjang telah mencapai 24,76%, namun
sangat disayangkan, total CPR cara modern baru mencapai
persentase 50,66% dibanding pasangan usia subur yang ada di
povinsi tersebut.
Pada sisi yang lain, fenomena yang bersifat kontradiktif terjadi
pula pada beberapa wilayah provinsi, dimana perkembanagn
CPR modern telah jauh berada di atas rata-rata capaian nasional,
namun patut disayangkan penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjangnya masih berada jauh di bawah rata-rata capaian nasional.
Fenomena seperti yang dimaksudkan di atas adalah meliputi :
1. Provinsi Kalimantan Selatan, perkembangan capaian CPR
modern adalah 68,99%, namun penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjangnya baru mencapai 6,72%.
2. Provinsi Kalimantan Tengah, perkembangan capaian CPR
modern adalah 68,51%, namun penggunaan metode
kontrasepsi jangka panjangnya baru mencapai 8,37%.
3. Provinsi Kalimantan Barat, perkembangan capaian CPR modern
adalah 65,88%, namun penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjangnya baru mencapai 8,90%.
4. Provinsi Bangka Belitung perkembangan capaian CPR modern
adalah 68,27%, namun penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjangnya baru mencapai 9,70%.
5. Provinsi Jambi, perkembangan capaian CPR modern adalah
65,88%, namun penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjangnya baru mencapai 11,83%.
6. Provinsi Banten perkembangan capaian CPR modern adalah
61,54%, namun penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjangnya baru mencapai 11,94%.
7. Provins Riau perkembangan capaian CPR modern adalah
61,54%, namun penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjangnya baru mencapai 11,94%.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 37


Gambar 10. Persentase PA MKJP dan Non MKJP terhadap CPR Cara Modern

Sumber : SDKI 2017

Tidak jauh berbeda makna data hasil SDKI tahun 2017 dibanding
SUSENAS tahun 2015 pada substansi perkembangan penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang dan non metode kontrasepsi
jangka panjang terhadap CPR cara modern, dimana 16 (enam belas)
wilayah provinsi dari aspek penggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang, berada di atas rata-rata capaian nasional sementara 18
(delapan belas) wilayah provinsi lainnya berada di bawah rata-ata
capaian nasional

38 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


3.5.4. CPR suatu cara per jenis dan metode kontrasepsi

Tabel 14. Persentase per mix kontrasepsi per provinsi


Sterilisasi Sterilisasi Pantang Sanggama Cara
Provinsi Tahun Pil IUD Suntik Susuk Kondom MAL Jumlah
wanita pria berkala terputus Lain
Aceh 2002 - - - - - - - - - - - -
2007 1.27 - 19.62 2.74 70.04 0.84 1.05 0.21 1.27 1.69 1.27 100.00
2012 1.70 - 20.43 4.47 63.83 1.28 2.55 0.64 1.49 2.34 1.28 100.00
2017 7.17 - 20.16 4.46 49.81 3.29 4.84 0.19 1.74 6.98 1.36 100.00
Sumatera 2002 12.17 0.57 24.90 6.27 30.23 4.75 3.04 0.19 6.08 10.27 1.52 100.00
Utara 2007 13.63 - 21.55 3.87 32.04 3.50 3.87 0.18 5.16 14.55 1.66 100.00
2012 11.49 - 19.39 3.77 32.85 5.57 3.41 0.18 4.13 17.06 2.15 100.00
2017 14.46 0.51 13.10 3.91 27.38 11.05 4.08 - 3.06 21.94 0.51 100.00
Sumatera 2002 6.42 - 17.17 11.51 41.70 8.68 1.51 0.38 5.28 6.98 0.38 100.00
Barat 2007 4.34 - 14.52 9.68 49.92 6.51 3.17 - 3.01 8.51 0.33 100.00
2012 5.26 0.18 16.84 6.32 48.95 7.37 3.33 - 2.28 9.12 0.35 100.00
2017 6.82 0.50 13.31 7.49 40.77 7.82 5.99 0.50 4.33 11.48 1.00 100.00
Riau 2002 2.25 - 30.50 4.51 52.34 4.51 2.25 - 1.73 1.56 0.35 100.00
2007 4.40 - 25.88 2.82 55.11 2.99 1.76 - 2.82 3.87 0.35 100.00
2012 5.89 0.33 22.26 3.11 47.63 4.58 4.42 0.16 4.09 7.36 0.16 100.00
2017 5.64 - 16.58 3.15 48.92 4.98 4.31 0.33 1.33 14.10 0.66 100.00
Jambi 2002 1.52 0.17 26.06 7.78 48.56 12.69 1.18 - 0.68 0.68 0.68 100.00
2007 3.68 - 28.22 2.30 52.61 7.21 1.84 - 3.07 0.61 0.46 100.00
2012 1.35 - 28.14 5.54 49.25 6.44 2.10 - 1.35 4.49 1.35 100.00
2017 3.16 0.29 20.80 5.45 49.93 7.89 3.59 - 0.72 7.89 0.29 100.00
Sumatera 2002 7.49 0.16 16.12 3.91 49.19 17.75 0.81 - 3.09 0.98 0.49 100.00
Selatan 2007 3.54 - 15.56 1.39 67.95 7.40 0.77 - 2.00 1.08 0.31 100.00
2012 3.84 0.15 14.03 2.36 64.55 8.27 2.07 - 1.33 3.10 0.30 100.00
2017 3.69 0.29 13.13 2.95 49.85 16.37 3.98 0.29 2.21 7.23 - 100.00
Bengkulu 2002 5.13 0.15 19.06 9.24 44.57 13.05 2.49 0.15 2.20 3.52 0.44 100.00
2007 2.03 0.14 17.59 2.30 63.46 7.31 2.44 - 1.62 2.44 0.68 100.00
2012 4.05 - 17.29 5.30 51.25 14.02 3.43 - 0.93 3.27 0.47 100.00
2017 5.82 - 10.07 4.40 54.18 12.48 3.40 0.85 3.26 5.39 0.14 100.00
Lampung 2002 2.94 0.49 22.19 6.85 50.73 12.40 0.16 0.16 1.79 1.31 0.98 100.00
2007 1.83 0.14 20.51 3.51 59.41 5.48 1.97 - 2.53 4.35 0.28 100.00
2012 1.42 0.28 20.48 3.84 58.61 7.54 2.13 - 1.71 3.84 0.14 100.00
2017 4.31 0.29 17.82 3.59 53.02 11.93 3.30 0.14 1.58 3.74 0.29 100.00
Bangka 2002 3.22 - 41.56 2.45 41.26 6.60 1.99 - 1.99 0.61 0.31 100.00
Belitung 2007 2.36 - 38.59 2.36 46.54 2.65 2.80 - 2.06 2.50 0.15 100.00
2012 2.87 - 29.02 1.58 53.74 3.45 3.16 - 1.87 4.31 - 100.00
2017 5.34 0.14 22.08 4.64 45.15 6.61 3.38 0.14 2.67 9.28 0.56 100.00
Kepulauan 2002 - - - - - - - - - - - -
Riau 2007 3.83 - 30.61 5.22 47.48 1.91 4.87 0.17 4.00 1.74 0.17
2012 5.84 0.19 26.74 4.90 42.94 5.27 4.52 - 3.77 4.71 1.13 100.00
2017 7.81 - 22.41 4.41 32.77 6.28 6.79 - 3.06 16.13 0.34 100.00
DKI jakarta 2002 4.42 0.16 19.91 15.80 43.44 2.21 4.90 - 5.53 2.21 1.42 100.00
2007 4.48 0.66 22.89 10.78 45.11 3.48 5.97 0.50 3.65 2.32 0.17 100.00
2012 6.28 - 22.69 10.82 46.07 2.44 4.89 0.17 3.49 3.14 - 100.00
2017 6.68 0.35 17.05 17.93 37.08 2.81 6.85 - 3.87 7.03 0.35 100.00

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 39


Lanjutan Tabel 14
Sterilisasi Sterilisasi Pantang Sanggama Cara
Provinsi Tahun Pil IUD Suntik Susuk Kondom MAL Jumlah
wanita pria berkala terputus Lain
Jawa Barat 2002 3.90 1.70 26.83 6.11 55.35 2.89 0.68 - 1.19 1.36 - 100.00
2007 2.45 0.65 31.75 8.35 50.74 2.13 2.62 - 0.98 0.33 - 100.00
2012 4.98 0.16 26.65 6.58 53.61 2.25 2.41 0.16 1.28 1.44 0.48 100.00
2017 4.59 0.32 24.37 8.70 47.78 3.80 4.27 0.16 2.22 3.48 0.32 100.00
Jawa 2002 8.15 1.23 13.54 9.38 50.00 11.08 1.85 0.62 2.31 1.85 - 100.00
Tengah 2007 7.68 0.94 13.64 6.27 58.93 4.08 2.51 - 2.98 2.82 0.16 100.00
2012 7.21 0.61 15.49 5.52 51.99 8.90 4.45 0.15 1.38 4.14 0.15 100.00
2017 7.02 0.61 12.52 9.47 46.72 9.16 5.04 - 3.36 5.95 0.15 100.00
DI 2002 8.07 0.53 10.05 25.53 30.16 4.23 4.76 0.13 8.33 7.01 1.19 100.00
Yogyakarta 2007 5.23 0.30 10.16 20.78 32.44 2.99 9.87 0.15 6.13 11.51 0.45 100.00
2012 5.29 - 14.88 19.46 32.33 5.44 7.73 - 5.44 8.73 0.72 100.00
2017 4.76 0.26 9.26 13.89 28.31 5.69 13.76 - 8.07 16.01 - 100.00
Jawa Timur 2002 8.94 0.30 19.67 16.24 39.79 7.90 1.19 0.30 2.53 1.64 1.49 100.00
2007 5.90 - 18.31 11.95 50.98 6.35 0.76 - 1.97 3.03 0.76 100.00
2012 5.35 0.46 22.48 7.65 53.06 4.74 1.99 - 1.99 1.83 0.46 100.00
2017 6.58 - 20.74 7.87 45.35 6.15 3.58 - 3.43 5.87 0.43 100.00
Banten 2002 2.90 1.54 18.77 8.53 59.22 4.78 1.88 0.17 1.88 0.34 - 100.00
2007 5.05 0.52 17.25 7.67 62.20 2.61 1.22 - 1.39 2.09 - 100.00
2012 3.59 0.16 20.28 5.46 59.44 2.96 3.74 - 2.03 2.18 0.16 100.00
2017 3.25 0.16 17.69 4.71 60.55 3.90 2.76 - 2.76 4.22 - 100.00
Bali 2002 7.36 0.33 5.56 43.21 36.01 0.82 2.95 - 2.13 1.47 0.16 100.00
2007 4.18 0.14 11.11 34.34 38.53 1.73 4.18 - 3.46 2.16 0.14 100.00
2012 8.46 1.06 13.60 28.70 32.63 1.06 4.38 0.15 4.38 5.44 0.15 100.00
2017 8.78 - 10.42 19.05 35.57 2.83 4.17 0.74 4.02 14.43 - 100.00
NTB 2002 3.00 - 20.41 8.05 53.75 12.92 - 0.19 0.37 0.19 1.12 100.00
2007 4.19 0.36 12.75 8.38 61.02 7.83 0.73 - 1.09 1.09 2.55 100.00
2012 2.50 - 12.68 6.79 65.71 9.64 0.89 - 0.89 0.36 0.54 100.00
2017 2.30 - 8.25 8.06 60.46 16.31 1.73 0.19 1.15 1.34 0.19 100.00
NTT 2002 4.60 1.15 9.20 15.52 42.53 5.17 0.29 0.57 10.63 2.30 8.05 100.00
2007 5.48 - 10.24 5.24 46.19 3.81 0.48 - 12.38 14.52 1.67 100.00
2012 9.38 0.21 9.17 9.17 41.67 9.38 1.04 - 11.46 5.83 2.71 100.00
2017 10.76 - 9.16 6.37 37.65 17.73 0.20 0.40 10.16 6.37 1.20 100.00
Kalimantan 2002 1.73 0.52 26.86 4.51 53.38 8.84 0.69 - 1.04 1.39 1.04 100.00
Barat 2007 3.83 - 24.72 3.51 61.40 2.71 1.44 - 0.64 0.48 1.28 100.00
2012 2.46 0.62 24.00 2.00 66.46 1.54 1.23 - 0.62 0.77 0.31 100.00
2017 2.85 0.15 32.83 5.10 42.73 5.70 1.50 0.30 3.00 5.10 0.75 100.00
Kalimantan 2002 0.63 - 52.27 0.78 40.69 3.60 0.47 - 1.10 - 0.47 100.00
Tengah 2007 1.20 0.15 34.83 1.50 56.91 2.55 0.45 0.45 1.35 0.30 0.30 100.00
2012 1.63 - 35.16 1.19 53.12 3.86 0.89 0.45 1.19 0.45 2.08 100.00
2017 2.33 - 27.50 1.23 51.71 9.99 1.37 0.68 1.64 2.87 0.68 100.00
Kalimantan 2002 2.60 0.35 46.27 2.43 40.38 4.68 0.69 0.17 0.35 0.35 1.73 100.00
Selatan 2007 2.02 - 46.43 1.71 41.61 5.28 1.09 - 0.78 0.78 0.31 100.00
2012 1.61 0.15 39.15 1.91 49.12 2.93 2.35 - 0.44 0.88 1.47 100.00
2017 3.68 0.29 42.21 1.18 39.26 6.03 1.91 - 2.35 1.18 1.91 100.00
Kalimantan 2002 5.69 0.89 34.70 9.79 38.79 2.49 0.53 0.36 2.85 1.42 2.49 100.00
Timur 2007 4.05 0.17 35.30 4.05 41.55 4.90 3.55 - 1.69 2.53 2.20 100.00
2012 4.49 - 31.61 4.33 42.76 3.16 3.66 0.17 3.66 5.16 1.00 100.00
2017 4.96 0.30 28.57 8.87 37.89 3.61 4.96 0.15 2.71 7.07 0.90 100.00
Kalimantan 2002
Utara 2007
2012
2017 5.30 - 26.33 6.63 41.86 4.17 3.79 0.76 3.22 7.01 0.95 100.00
Sulawesi 2002 3.28 - 28.39 17.40 33.81 11.84 - - 3.14 1.57 0.57 100.00
Utara 2007 2.31 - 33.33 8.51 42.14 9.52 0.43 - 3.17 0.43 0.14 100.00
2012 3.49 - 28.38 7.42 39.59 12.81 0.87 - 5.68 1.46 0.29 100.00
2017 5.93 - 21.36 5.64 43.32 12.61 1.63 - 5.19 3.41 0.89 100.00

40 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Lanjutan Tabel 14
Sterilisasi Sterilisasi Pantang Sanggama Cara
Provinsi Tahun Pil IUD Suntik Susuk Kondom MAL Jumlah
wanita pria berkala terputus Lain
Sulawesi 2002 5.30 - 35.10 8.96 31.44 10.24 - 0.18 3.11 2.74 2.93 100.00
Tengah 2007 3.78 - 34.33 4.25 45.04 6.14 0.47 - 2.68 2.05 1.26 100.00
2012 3.77 - 36.80 5.57 42.01 5.57 0.36 0.18 2.33 1.62 1.80 100.00
2017 5.67 0.31 29.10 5.51 39.20 10.26 0.61 - 3.22 4.59 1.53 100.00
Sulawesi 2002 3.46 - 27.44 2.44 46.95 5.69 0.20 0.20 2.24 9.15 2.24 100.00
Selatan 2007 2.43 - 22.66 2.25 47.19 5.24 0.37 0.19 2.81 15.73 1.12 100.00
2012 2.69 - 24.78 1.97 49.91 4.13 1.44 0.18 2.15 12.21 0.54 100.00
2017 4.59 0.18 20.11 3.53 44.27 10.05 2.47 0.71 2.82 10.58 0.71 100.00
Sulawesi 2002 3.71 - 22.27 2.68 44.74 10.10 0.62 - 4.74 10.10 1.03 100.00
Tenggara 2007 3.35 - 32.15 1.78 38.86 10.06 1.18 0.20 5.92 6.11 0.39 100.00
2012 2.92 - 29.43 2.53 46.59 12.09 0.58 - 0.78 3.70 1.36 100.00
2017 3.54 0.19 23.28 2.79 42.09 11.92 2.05 0.74 4.84 7.45 1.12 100.00
Gorontalo 2002 1.15 - 32.82 10.75 29.94 17.47 0.19 0.38 6.14 - 1.15 100.00
2007 2.50 - 29.72 15.19 31.89 18.20 - 0.33 1.84 0.17 0.17 100.00
2012 3.65 0.95 26.47 5.39 38.99 21.71 0.16 - 1.11 0.79 0.79 100.00
2017 4.40 - 22.48 3.75 36.64 28.50 0.98 0.16 1.79 0.98 0.33 100.00
Sulawesi 2002 - - - - - - - - - - - -
Barat 2007 2.64 - 42.73 3.08 43.17 5.51 0.88 - 1.10 0.66 0.22 100.00
2012 2.49 - 46.85 1.15 35.95 4.40 1.34 - 1.15 5.16 1.53 100.00
2017 3.14 0.18 30.44 3.32 37.64 13.84 1.11 - 2.21 7.75 0.37 100.00
Maluku 2002 - - - - - - - - - - - -
2007 8.19 - 12.28 3.80 54.09 5.85 1.75 - 3.80 4.39 5.85 100.00
2012 3.96 - 13.00 1.10 57.93 12.78 - - 5.95 2.42 2.86 100.00
2017 6.00 0.21 8.78 1.07 53.53 12.21 1.07 0.86 7.07 7.49 1.71 100.00
Maluku 2002 - - - - - - - - - - - -
Utara 2007 3.89 - 14.96 2.05 63.52 10.25 0.20 - 2.05 0.41 2.66 100.00
2012 3.53 0.19 15.43 2.23 54.28 16.54 1.86 1.12 2.97 0.37 1.49 100.00
2017 3.27 0.19 9.23 2.69 61.15 19.23 0.58 - 1.35 1.15 1.15 100.00
Papua Barat 2002 - - - - - - - - - - - -
2007 7.09 1.01 17.22 3.29 60.51 5.82 - - 1.77 0.51 2.78 100.00
2012 9.41 - 24.00 0.47 54.59 6.82 1.18 - 1.88 0.71 0.94 100.00
2017 8.15 0.25 15.06 4.44 50.37 8.64 1.73 - 3.21 1.48 6.67 100.00
Papua 2002 - - - - - - - - - - - -
2007 6.51 0.52 15.36 3.39 29.95 8.33 - - 2.34 5.47 28.13 100.00
2012 8.26 - 16.51 2.75 45.87 14.68 - - 1.83 - 10.09 100.00
2017 10.70 - 6.53 2.35 58.49 13.32 2.09 - 3.92 0.52 2.09 100.00
INDONESIA 2002 6.15 0.66 21.93 10.30 46.18 7.14 1.50 0.17 2.66 2.49 0.83 100.00
2007 4.90 0.33 21.57 8.01 51.96 4.58 2.12 - 2.45 3.43 0.65 100.00
2012 5.17 0.32 21.97 6.30 51.53 5.33 2.91 - 2.10 3.72 0.65 100.00
2017 5.83 0.31 19.21 7.40 45.67 7.40 3.94 0.16 2.99 6.61 0.47 100.00

Sumber : SDKI 2002, 2007, 2012, 2017

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 41


Tabel 15. Tempat Memperoleh Pelayanan Kelurga Berencana
Dokter Dokter
Rumah Puskesmas Bidan Perawat Bidan di
Provinsi RS RSIA Klinik Umum Kandungan PLKB
Bersalin /Pustu Praktek Praktek Desa
Praktek Praktek
Aceh 4.43 0.31 0.56 21.24 2.18 0.59 1.03 19.68 0.94 35.05 0.24
Sumatera Utara 11.36 1.24 0.76 9.76 7.60 0.77 1.10 26.37 0.98 27.57 0.62
Sumatera Barat 7.57 1.25 0.60 17.74 2.18 0.73 0.74 21.64 0.35 35.18 0.30
Riau 5.24 0.84 0.60 15.54 4.20 1.72 1.07 29.35 0.70 27.40 0.12
Jambi 3.03 0.28 0.05 12.84 1.59 0.69 0.56 20.89 1.35 43.87 0.56
Sumatera Selatan 3.17 0.59 0.17 11.63 1.79 1.17 0.62 24.71 0.81 47.01 0.27
Bengkulu 3.05 0.46 0.05 9.15 1.06 0.99 0.82 23.63 0.68 51.67 0.26
Lampung 2.78 0.53 0.92 7.40 1.01 1.29 1.05 34.55 1.38 42.13 0.14
Kep. Bangka Belitung 3.27 0.18 0.48 8.53 0.59 0.90 0.63 26.35 2.62 38.01 0.28
Kepulauan Riau 9.03 1.90 0.92 14.63 4.10 1.86 2.99 37.29 1.92 7.79 0.11
DKI Jakarta 11.36 2.88 1.47 14.02 9.53 3.07 1.85 40.14 0.18 0.29 0.24
Jawa Barat 5.07 1.26 0.74 7.64 3.09 1.77 1.61 39.88 0.92 21.96 0.41
Jawa Tengah 9.18 0.95 0.52 11.30 0.76 1.59 1.00 31.98 0.92 31.41 0.51
DI Yogyakarta 14.42 2.73 1.89 21.08 1.84 0.64 1.23 38.31 0.50 3.24 0.48
Jawa Timur 6.59 0.97 0.59 9.25 0.86 1.52 1.16 30.44 0.94 30.32 0.23
Banten 4.33 1.82 0.45 8.97 4.36 2.34 0.84 45.78 1.22 21.28 0.23
Bali 10.83 2.03 0.39 12.08 0.91 2.32 4.80 51.01 0.68 6.33 0.27
Nusa Tenggara Barat 4.08 0.35 0.39 20.89 1.02 1.48 0.89 17.69 3.51 28.15 0.50
Nusa Tenggara Timur 14.08 0.54 0.11 59.31 0.87 0.45 0.32 1.45 0.06 7.45 0.24
Kalimantan Barat 3.42 0.79 0.23 17.03 2.69 0.59 0.87 25.21 4.82 25.82 0.09
Kalimantan Tengah 2.30 0.20 0.16 20.72 2.96 0.44 0.56 25.61 1.43 21.76 0.31
Kalimantan Selatan 2.33 0.11 0.08 8.47 1.67 0.95 0.69 19.84 1.27 36.37 0.79
Kalimantan Timur 8.19 0.77 0.51 19.27 2.02 2.32 1.49 32.08 1.25 11.02 0.29
Kalimantan Utara 4.27 0.22 0.22 38.18 0.28 3.06 3.07 21.38 1.52 5.72 -
Sulawesi Utara 7.69 0.72 0.51 23.06 3.82 6.62 1.07 14.76 3.91 21.29 0.50
Sulawesi Tengah 4.79 0.33 0.23 22.44 1.56 0.54 0.47 6.73 1.07 38.56 0.61
Sulawesi Selatan 3.66 0.94 0.78 33.13 1.20 1.00 1.02 16.42 1.52 25.07 0.23
Sulawesi Tenggara 4.45 0.28 0.18 26.54 1.58 0.89 0.84 9.24 0.72 37.82 0.87
Gorontalo 4.01 0.47 0.15 33.87 1.98 2.12 1.18 10.41 1.99 17.19 2.17
Sulawesi Barat 2.25 0.78 0.17 39.83 1.67 0.89 0.25 10.12 1.13 18.69 0.32
Maluku 7.18 0.14 0.09 30.21 0.91 0.40 0.51 11.39 2.10 37.36 0.23
Maluku Utara 3.24 0.22 - 33.77 1.56 0.21 0.53 14.33 1.09 35.81 0.02
Papua Barat 9.42 0.36 0.22 50.49 2.07 0.52 1.28 9.75 2.77 7.76 0.28
Papua 15.37 0.17 0.09 47.28 8.68 1.92 1.09 11.17 0.16 4.66 0.22
Indonesia 6.40 1.05 0.59 13.08 2.42 1.56 1.21 31.08 1.12 26.87 0.36

42 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Lanjutan Tabel 15
TKBK/
Pos- Pos- Pos KB/ Teman/ Toko/
Provinsi TMK/ Polides Apotek Lainnya Total
kesdes yandu PPKBD Keluarga Warung
Muyan
Aceh 0.03 2.06 3.52 0.43 0.20 6.28 0.15 0.95 0.15 100.00
Sumatera Utara 0.14 0.55 0.14 0.11 0.02 10.15 0.05 0.55 0.18 100.00
Sumatera Barat 0.02 0.58 2.56 0.33 0.32 7.12 0.05 0.33 0.40 100.00
Riau 0.04 1.26 0.67 0.32 0.04 10.23 - 0.68 - 100.00
Jambi 0.22 0.95 0.27 0.62 0.23 10.00 0.07 1.51 0.41 100.00
Sumatera Selatan 0.16 2.55 1.54 0.21 0.01 3.11 0.02 0.31 0.16 100.00
Bengkulu 0.41 0.87 0.18 0.85 0.21 4.74 0.09 0.37 0.47 100.00
Lampung - 0.90 0.14 0.44 0.10 4.21 0.02 0.89 0.11 100.00
Kep. Bangka Belitung 0.05 2.55 3.05 0.12 0.29 11.01 0.05 1.00 0.06 100.00
Kepulauan Riau 0.09 0.58 3.18 0.47 0.30 12.09 0.08 0.52 0.14 100.00
DKI Jakarta 0.01 - 0.02 0.39 0.02 13.11 0.03 1.29 0.11 100.00
Jawa Barat 0.04 0.34 0.30 1.24 0.16 10.97 0.07 2.36 0.17 100.00
Jawa Tengah 0.04 0.24 1.10 0.87 0.27 6.98 0.06 0.20 0.13 100.00
DI Yogyakarta 0.01 0.11 0.07 0.78 0.68 11.78 - 0.05 0.14 100.00
Jawa Timur 0.01 0.61 1.77 0.35 0.12 11.80 0.03 2.30 0.14 100.00
Banten 0.04 0.19 0.03 0.66 0.05 6.49 0.06 0.57 0.30 100.00
Bali 0.17 0.61 0.15 - - 7.10 - 0.20 0.11 100.00
Nusa Tenggara Barat 0.04 3.70 12.82 2.41 0.17 1.16 0.39 0.09 0.26 100.00
Nusa Tenggara Timur 0.11 4.29 8.88 0.38 - 1.35 0.01 0.03 0.08 100.00
Kalimantan Barat 0.04 3.93 6.68 0.35 0.02 6.33 0.21 0.79 0.09 100.00
Kalimantan Tengah 0.06 3.79 1.76 0.33 0.10 12.25 0.10 4.87 0.28 100.00
Kalimantan Selatan 0.18 2.68 0.45 1.00 1.04 15.92 0.21 5.36 0.60 100.00
Kalimantan Timur 0.08 0.23 0.47 0.54 0.20 17.13 0.08 1.72 0.35 100.00
Kalimantan Utara - 0.23 0.58 1.31 1.97 17.03 0.28 0.49 0.20 100.00
Sulawesi Utara 0.40 1.71 0.69 0.27 0.21 9.72 0.08 2.67 0.30 100.00
Sulawesi Tengah 0.10 5.71 3.42 0.38 1.14 7.86 0.20 2.92 0.94 100.00
Sulawesi Selatan 0.02 3.55 1.23 0.43 0.15 7.15 0.16 1.79 0.56 100.00
Sulawesi Tenggara 0.23 0.79 1.62 1.62 0.29 7.67 0.16 3.19 1.02 100.00
Gorontalo 0.06 3.66 2.78 0.60 1.23 12.48 0.21 1.86 1.59 100.00
Sulawesi Barat - 7.91 1.20 2.22 0.24 8.38 0.32 3.13 0.49 100.00
Maluku - 1.09 1.41 0.14 - 5.24 0.13 1.24 0.22 100.00
Maluku Utara 0.24 1.24 2.84 0.11 - 3.55 0.08 0.50 0.67 100.00
Papua Barat 0.07 0.06 0.32 0.32 - 12.02 0.20 0.72 1.36 100.00
Papua 0.11 0.71 0.10 0.24 0.04 7.51 0.01 - 0.47 100.00
Indonesia 0.06 1.02 1.39 0.69 0.18 9.16 0.07 1.47 0.22 100.00
Sumber : SUPAS 2015

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 43


Jika ditelaah sajian data seperti tersebut di atas, khususnya
yang berkenaan dengan tempat memperoleh pelayanan keluarga
berencana, maka terlihat bahwa persentase tempat pelayanan yang
tertinggi memberikan pelayanan adalah Bidan praktek (sebesar
31,08%), selanjutnya Bidan di desa (sebesar 26,87%), menyusul
Puskesmas dan Puskesmas pembantu (sebesar 13,08%)

3.6. Median usia kawin pertama


Tabel 16. Median Umur Kawin Pertama
Wanita Umur 25-49 tahun Menurut Provinsi
Provinsi 2002 2007 2012
Aceh - 20,2 21,2
Sumatera Utara 21,2 22,1 22,0
Sumatera Barat 20,9 20,6 21,7
Riau 19,8 20,7 20,8
Jambi 18,8 19,1 19,3
Sumatera Selatan 19,0 19,3 20,3
Bengkulu 19,0 19,3 19,8
Lampung 18,0 19,0 19,7
Bangka Belitung 19,9 20,4 20,0
Kepulauan Riau - 21,8 22,9
DKI Jakarta 21,4 22,5 23,1
Jawa Barat 17,8 18,8 19,6
Jawa Tengah 18,8 19,6 20,3
DI Yogyakarta 21,1 22,0 22,9
Jawa Timur 18,8 18,8 19,8
Banten 18,3 18,8 19,5
Bali 21,5 21,3 21,9
Nusa Tenggara Barat 18,7 19,9 19,9
Nusa Tenggara Timur 21,7 21,7 22,1
Kalimantan Barat 19,5 20,1 19,5
Kalimantan Tengah 19,4 19,4 19,2
Kalimantan Selatan 18,0 18,7 19,3
Kalimantan Timur 19,8 20,4 20,5
Kalimantan Utra - - -
Sulawesi Utara 21,5 21,0 21,3
Sulawesi Tengah 19,1 20,0 19,7
Sulawesi Selatan 20,8 20,5 21,1
Sulawesi Tenggara 19,2 19,6 19,3
Gorontalo 20,2 20,6 20,3
Sulawesi Barat - 19,4 19,8
Maluku - 22,2 21,7
Maluku Utara - 20,0 20,7
Papua - 19,6 19,9
Papua Barat - 20,5 21,0
INDONESIA 19,2 19,8 20,4

Sumber : SDKI 2002, 2007, 2012

44 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Jika ditelaah paparan data hasil SDKI 3 (tiga) periode pengukuran
untuk substansi median usia kawin pertama, secara nasional telah
mencapai 20,4 tahun; ini bermakna bahwa rata-rata perempuan di
Indonesia melangsungkan perkawinan petamanya pada usi seperti
tersebut di atas, namun masih patut diprihatinkan bahwa pada 17
(tujuh belas) wilayah provinsi yang masih berada di bawah rata-rata
usia kawin pertama nasional bagi seorang perempuan.
Hal yang patut dibanggakan pada substansi ini adalah pada
beberapa wilayah provinsi yang usia kawin petama bagi seorang
perempuan sudah jauh berada di atas ata-rata nasional.

Wilayah yang dimaksud di atas adalah masing-masing :

1. DKI Jakarta, dimana median usia kawin pertama telah mencapai


23,1 tahun
2. Provinsi Kepulauan Riau dan DI Yogyakarta, dimana usia kawin
petama telah mencapai 22,9 tahun
3. Provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana median usia kawin
pertama telah mencapai 22,1 tahun
4. Provinsi Bali, dimana median usia kawin pertama telah
mencapai 21,9 tahun
5. Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Maluku, dimana median
usia kawin pertama telah mencapai 21.7 tahun
6. Provinsi Sulawesi Utara dimana median usia kawin pertama
telah mencapai 21,3 tahun
7. Provinsi Aceh dimana median usia kawin pertama telah
mencapai 21,1 tahun
Selain beberapa wilayah provinsi lainnya yang capaian median
usia kawin pertama diatas rata-rata capaian nasional.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 45


3.7. Age Specific Fertility Rate
Tabel 17. Age Specific Fertility Rate

TFR Own ASFR Own Children


Provinsi
Children
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Aceh 2.60 23.70 107.80 151.00 125.80 78.80 28.10 5.40
Sumatera Utara 2.61 26.40 118.00 162.90 123.60 66.40 21.30 3.60
Sumatera Barat 2.60 25.40 106.20 159.40 127.50 75.90 23.20 2.10
Riau 2.49 32.00 118.10 146.20 119.00 58.80 20.90 2.80
Jambi 2.25 46.20 112.30 123.40 93.30 55.20 16.10 2.90
Sumatera Selatan 2.23 39.50 108.10 129.50 100.30 50.90 15.00 2.40
Bengkulu 2.22 47.00 108.80 126.60 89.20 56.00 13.90 3.10
Lampung 2.28 44.80 114.90 126.50 92.60 55.80 16.70 4.30
Bangka Belitung 2.21 62.50 118.30 127.90 81.50 36.10 12.90 3.60
Kepualauan Riau 2.20 27.00 93.60 137.40 113.30 51.20 16.30 1.60
DKI Jakarta 1.88 19.90 76.00 112.00 101.30 50.70 13.10 2.00
Jawa Barat 2.12 36.40 101.60 112.90 93.20 56.80 20.10 2.30
Jawa Tengah 2.06 42.30 106.20 113.30 88.40 46.10 13.90 1.70
DI Yogyakarta 1.73 22.40 72.80 102.50 86.60 46.40 14.60 0.70
Jawa Timur 1.79 38.20 94.60 94.80 76.20 40.00 12.50 1.70
Banten 2.15 32.20 93.30 117.20 100.80 63.90 17.50 6.00
Bali 1.92 34.00 98.50 121.00 80.00 41.70 9.30 0.60
NTB 2.39 53.20 111.70 130.00 96.90 58.50 23.20 4.60
NTT 2.82 31.80 123.10 149.00 127.90 86.40 39.40 6.60
Kalimantan Barat 2.23 59.40 114.00 119.90 85.60 47.20 17.40 2.50
Kalimantan Tengah 2.20 62.50 110.00 109.80 82.60 55.60 15.00 3.40
Kalimantan Selatan 2.34 52.20 118.20 117.60 98.30 56.90 22.00 1.90
Kalimantan Timur 2.16 36.40 106.90 125.70 95.30 48.40 16.40 2.70
Kalimantan Utara 2.57 50.50 121.30 121.10 113.00 79.10 21.00 7.00
Sulawesi Utara 2.09 48.20 107.40 109.20 85.10 50.30 15.10 2.80
Sulawesi Tengah 2.21 54.70 116.70 117.00 76.70 51.70 19.20 5.10
Sulawesi Selatan 2.09 37.00 92.70 110.20 95.40 58.80 19.90 4.20
Sulawesi Tenggara 2.63 41.40 131.80 143.90 101.90 77.70 23.70 5.90
Gorontalo 2.13 54.50 106.20 109.10 93.50 46.70 12.60 2.60
Sulawesi Barat 2.67 76.70 125.50 133.60 105.50 63.50 24.00 4.60
Maluku 2.47 35.90 107.50 135.40 108.50 71.00 29.40 5.90
Maluku Utara 2.55 54.40 120.90 132.80 106.70 61.70 24.10 9.00
Papua Barat 2.56 65.60 111.20 135.90 109.00 60.10 22.90 7.10
Papua 2.59 46.00 129.60 134.40 97.20 66.40 32.50 12.10
Indonesia 2.28 40.10 109.70 127.50 100.90 56.80 18.50 3.00

Sumber : SUPAS 2015

46 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Khusus menelaah variabel ASFR seperti yang tersajikan
pada table di atas, dapatlah disimak beberapa substansi yang jika
dihubungkan dengan pengendalian operasional program keluarga
berencana, patutlah mendapat perhatian yang serius dari para
pengendali dan atau penanggung jawab program.
Substans dimaksud adalah kelahiran yang terjadi pada
kelompok usia 14-19 tahun atau yang dikenal dengan kelompok
remaja, karena dari sisi kebijakan program kelurga berencana, salah
satu strateginya adalah penundaan usia perkewinan khususnya bagi
remaja perempuan yang diharapkan bisa mencapai lebih dari 20
(dua puluh) tahun.
Dalam kenyataannya, data menunjukkan bahwa pada setiap
1000 (seribu) remaja berusia 15-19 tahun, dalam satu tahun terjadi
kelahiran sebanyak 40,1.
Wilayah provinsi yang patut menjadi perhatian bersama
karena angka kelahiran dikalangan remaja jauh berada di atas rata-
rata nasional adalah antara lain :
1. Provinsi Sulawesi Barat, dimana angka kelahiran diantara 1000
(seribu) remaja perempuan pada setiap tahunnya sebesar 77.
2. Provinsi Papua Barat dimana angka kelahiran diantara 1000
(seribu) remaja perempuan pada setiap tahunnya sebesar 66.
3. Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Bangka Belitung
dimana angka kelahiran diantara 1000 (seribu) remaja
perempuan pada setiap tahunnya sebesar 63.
4. Provinsi Kalimantan Barat dimana angka kelahiran diantara
1000 (seribu) remaja perempuan pada setiap tahunnya sebesar
59.
5. Provinsi Gorontalo dimana angka kelahiran diantara 1000
(seribu) remaja perempuan pada setiap tahunnya sebesar 55.
6. Provinsi Maluku Utara dimana angka kelahiran diantara 1000
(seribu) remaja pada setiap tahunnya sebesar 54.
7. Provinsi Kalimantan Selatan dimana angka kelahiran diantara
1000 (seribu) remaja perempuan pada setiap tahunnya sebesar
52.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 47


8. Provinsi Kalimantan Utara dimana angka kelahiran diantara
1000 (seribu) remaja perempuan pada setiap tahunnya sebesar
51.

Selain beberapa provinsi lainnya yang masih berada diatas


rata-rata kelahiran dikalangan remaja pada setiap tahunnya.
Pada sisi yang lain, patut di apresiasi positif pada wilayah
provinsi yang pengendalian kelahiran di kalangan remaja setiap
tahunnya berada jauh di bawah rata-rata keadaan nasional; provinsi
dimaksud adalah :
1. DKI Jakarta, dimana kelahiran yang terjadi di kalangan remaja
usia 15-19 tahun diantara 1000 remaja perempuan pada setiap
tahun adalah sebesar 20 kelahiran
2. DI Yogyakarta, dimana kelahiran yang terjadi di kalangan remaja
perempuan usia 15-19 tahun diantara 1000 remaja pada setiap
tahun adalah sebesar 22 kelahiran
3. Provinsi Aceh, dimana kelahiran yang terjadi di kalangan remaja
perempuan usia 15-19 tahun diantara 1000 remaja pada setiap
tahun adalah sebesar 24 kelahiran
4. Provinsi Sumater Barat, dimana kelahiran yang terjadi di
kalangan remaja usia 15-19 tahun diantara 1000 remaja
perempuan pada setiap tahun adalah sebesar 25 kelahiran
5. Provinsi Sumatera Utara, dimana kelahiran yang terjadi di
kalangan remaja usia 15-19 tahun diantara 1000 remaja
perempuan pada setiap tahun adalah sebesar 26 kelahiran
6. Provinsi Kepulauan Riau, dimana kelahiran yang terjadi di
kalangan remaja perempuan usia 15-19 tahun diantara 1000
remaja pada setiap tahun adalah sebesar 27 kelahiran.

3.8. Hubungan Antara TFR dan CPR


Untuk mengulas hubungan atara variabel Total Fertility Rate
dengan Contraseptive Prevalence Rate maka data yang digunakan
adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017 seperti tersaji di bawah ini.

48 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Tabel 18. Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)
Menurut Provinsi
Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)
2002 2007 2012 2017
PROVINSI Suatu Suatu Suatu Suatu
Suatu Suatu Suatu Suatu
cara KB cara KB cara KB cara KB
cara KB cara KB cara KB cara KB
Modern Modern Modern Modern
Aceh - - 47.40 45.40 46.80 44.40 51.60 46.40
Sumatera Utara 52.50 43.20 54.20 42.60 55.90 42.80 58.90 43.90
Sumatera Barat 52.90 46.20 59.90 52.80 56.90 50.20 60.10 50.10
Riau 54.80 55.70 56.70 52.80 61.10 54.00 60.30 50.70
Jambi 59.00 57.90 65.20 62.50 66.90 62.00 69.70 63.50
Sumatera Selatan 61.40 58.60 64.80 62.60 67.60 64.40 67.80 61.40
Bengkulu 68.20 64.00 74.00 70.40 64.20 61.20 70.50 64.40
Lampung 61.40 58.90 71.10 66.00 70.30 66.30 69.60 65.70
Bangka Belitung 65.10 63.30 67.80 64.70 69.60 65.30 71.10 62.20
Kepulauan Riau - - 57.60 54.00 53.10 48.00 59.00 47.40
DKI jakarta 63.20 57.40 60.10 56.40 57.30 53.40 56.90 50.50
Jawa Barat 59.00 57.50 61.10 60.30 62.20 60.30 63.30 59.50
Jawa Tengah 65.00 62.20 63.70 60.00 65.20 61.50 65.70 59.50
DI Yogyakarta 75.60 63.20 66.90 54.80 69.90 59.60 76.00 57.80
Jawa Timur 67.00 63.20 66.10 62.30 65.30 62.40 69.80 63.10
Banten 58.60 57.30 57.40 55.40 64.00 61.30 61.60 57.30
Bali 61.20 58.90 68.40 65.40 66.20 59.60 67.30 54.80
Nusa Tenggara Barat 53.50 52.50 54.80 52.20 56.00 55.10 52.30 50.80
Nusa Tenggara Timur 34.80 27.50 42.10 30.10 47.90 38.30 50.20 41.20
Kalimantan Barat 57.80 55.70 62.70 61.20 65.10 63.90 66.90 61.00
Kalimantan Tengah 63.90 62.90 66.50 65.20 67.30 64.80 73.20 69.40
Kalimantan Selatan 57.60 56.20 64.40 63.20 68.30 66.40 68.10 64.40
Kalimantan Timur 56.20 52.30 59.20 55.40 60.10 54.10 66.50 59.30
Kalimantan Utara - - - - - - 52.80 46.90
Sulawesi Utara 70.10 66.40 69.30 66.70 68.90 63.70 67.40 61.00
Sulawesi Tengah 54.60 49.80 63.60 59.80 55.70 52.50 65.40 59.30
Sulawesi Selatan 49.10 42.40 53.40 42.90 55.80 47.50 56.80 48.70
Sulawesi Tenggara 48.60 40.60 50.70 44.40 51.50 48.40 53.80 46.50
Gorontalo 52.00 48.20 60.10 58.80 63.20 61.50 61.60 59.60
Sulawesi Barat - - 45.40 44.50 52.20 48.00 54.20 48.60
Maluku - - 34.10 29.40 45.50 40.40 46.90 39.20
Maluku Utara - - 48.80 46.20 53.70 51.10 51.90 50.00
Papua Barat - - 39.60 37.50 42.50 41.00 40.50 35.90
Papua - - 38.30 24.50 21.80 19.10 38.40 35.90
INDONESIA 60.30 56.70 61.40 57.40 61.90 57.90 63.60 57.20

Sumber : SDKI 2002-2017

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 49


Gambar 11. Total Fertilty Rate per Provinsi

Sumber : SDKI 2017

Asumsi yang digunakan dalam pembahasan hubungan antara


2 (dua) variabel TFR dengan CPR adalah bahwa tinggi rendahnya
TFR sangat dominan ditentukan oleh tinggi rendahnya CPR; dimana
hubungan diantara keduanya bersifat hubungan terbalik, dalam arti
bahwa semakin tinggi CPR akan berpengaruh semakin rendahnya
TFR, atau semakin rendahnya CPR akan berpengaruh semakin
tingginya TFR.
Hubunan antara kedua variabel ini juga dapat disebut
sebagai hubungan sebab akibat atau hubungan kausalitas, dimana
penyebab utama dari naik turunnya TFR adalah variabel CPR. Dalam
pernyataan yang lain, apabila CPR rendah maka akan berakibat TRF
tinggi, hubungan kedua variabel ini dapat disebut hubungan dengan
pengaruh negatif dan sebaliknya apabila CPR tinggi maka akan
berakibat TFR rendah, atau hubungan dengan pengaruh positif.

50 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Selain hubungan kausalitas yang bersifat terbalik antar kedua
variabel tersebut di atas, pada keadan tertentu dapat saja terjadi
hubungan diantara keduanya bersifat anomali, dimana tidak dapat
ditarik hubungan yang jelas antara kedua variabel dimaksud atau
tidak terjadi hubungan yang jelas.
Berangkat dari asumsi yang diketengahkan di atas, maka jika
hal tersebut dikaitkan dengan data seperti tersaji di atas, dapatlah
di ulas bahwa pada posisi nasional dimana CPR mencapai persentasi
63,6%, maka TFR berada pada posisi 2,4; sementara keadaan masing-
masing provinsi adalah sebagai berikut :
a. Hubungan kausalitas yang berpengaruh positif antara variabel
CPR dengan variabel TFR
1. Provinsi Jawa timur, persentasi CPR suatu cara KB sebesar
69,8%, mengakibatkan pengaruh positif terhadap TFR
menjadi 2,1
2. Provinsi Bali, persentasi CPR suatu cara KB sebesar 67,3%,
mengakibatkan pengaruh positif terhadap TFR menjadi 2,1.
3. DI Yogyakarta, persentasi CPR suatu cara KB sebesar 76%,
mengakibatkan pengaruh positif terhadap TFR menjadi
2,2.
4. Provinsi Sulawesi Utara, persentasi CPR suatu cara KB
sebesar 67,4%, mengakibatkan pengaruh positif terhadap
TFR menjadi 2,2.
5. Provinsi Jambi, persentasi CPR suatu cara KB sebesar
69,7%, mengakibatkan pengaruh positif terhadap TFR
menjadi 2,3.
6. Provinsi Bangka Belitung, persentasi CPR suatu cara KB
sebesar 71,1%, mengakibatkan pengaruh positif terhadap
TFR menjadi 2,3.
7. Provinsi Lampung, persentasi CPR suatu cara KB sebesar
69,6%, mengakibatkan pengaruh positif terhadap TFR
menjadi 2,3.
8. Provinsi Bengkulu, persentasi CPR suatu cara KB sebesar
70,5%, mengakibatkan pengaruh positif terhadap TFR
menjadi 2,3.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 51


9. Provinsi Jawa Tengah, persentasi CPR suatu cara KB
sebesar 65,7%, mengakibatkan pengaruh positif terhadap
TFR menjadi 2,3.

Selain itu, masih terdapat beberapa wilayah provinsi yang


mengalami hubungan kausalitas yang positf antara tingginya variabel
CPR suatu cara mempengaruhi rendahnya TFR.

b. Hubungan kausalitas yang berpengaruh negatif antara variabel


CPR dengan variabel TFR
1. Provinsi NTT, persentasi CPR suatu cara KB baru
sebesar 50,2%, mengakibatkan pengaruh negatif
terhadap TFR menjadi 3,4.
2. Povinsi Papua, persentasi CPR suatu cara KB baru
sebesar 38,4%, mengakibatkan pengaruh negatif
terhadap TFR menjadi 3,3.
3. Provinsi Maluku, persentasi CPR suatu cara KB baru
sebesar 46,9%, mengakibatkan pengaruh negatif
terhadap TFR menjadi 3,3.
4. Provinsi Papua Barat, persentasi CPR suatu cara
KB baru sebesar 40,5%, mengakibatkan pengaruh
negatif terhadap TFR menjadi 3,2.
5. Provinsi Maluku Utara, persentasi CPR suatu cara
KB baru sebesar 51,9%, mengakibatkan pengaruh
negatif terhadap TFR menjadi 2,9.
6. Provinsi Sumatera Utara, persentasi CPR suatu cara
KB baru sebesar 58,9%, mengakibatkan pengaruh
negatif terhadap TFR menjadi 2,9.
7. Provinsi Sulawesi Tenggara, persentasi CPR suatu
cara KB baru sebesar 53,8%, mengakibatkan
pengaruh negatif terhadap TFR menjadi 2,8.
8. Provinsi Kalimantan Utara, persentasi CPR suatu cara
KB baru sebesar 52,8%, mengakibatkan pengaruh
negatif terhadap TFR menjadi 2,8.

52 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


9. Provinsi Sulawesi Barat, persentasi CPR suatu cara
KB baru sebesar 54,2%, mengakibatkan pengaruh
negatif terhadap TFR menjadi 2,7.

Selain itu, masih terdapat beberapa wilayah provinsi yang


mengalami hubungan kausalitas yang negatif antara rendahnya
variabel CPR suatu cara mempengaruhi tingginya TFR.

c. Hubungan yang bersifat anomaly antara variabel CPR dengan


variabel TFR
1. DKI Jakarta, ketika persentase variabel CPR baru
mencapai 56,9%, namun posisi variabel TFR telah
rendah mencapai 2,2.
2. Provinsi Kepulauan Riau ketika persentase variabel
CPR baru mencapai 59%, namun posisi variabel TFR
telah rendah mencapai 2,2.
3. Sebaliknya Provinsi Riau, ketika persentase variabel
CPR sudah mencapai 60%, namun posisi variabel
TFR masih tinggi mencapai 2,9.

Selain tiga wilayah provinsi tersebut, hubungan kausalitas yang


bersifat anomali antar variabel CPR dengan variabel TFR baik yang
bersifat positif (CPR rendah namun TFR juga rendah), maupun yang
bersifat negatif (CPR tinggi namun TFR tinggi), masih terjadi pada
bebarapa wilayah provinsi lainnya.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 53


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1. Kesimpulan
Bahwa secara historis Program Keluarga Beencana di Indonesia,
telah dimulai pada tanggal 23 Desember tahun 1957 yang ditandai
dengan terbentuknya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI), walaupun beberapa tahun sebelum itu oleh dokter Soeharto,
pelayanan keluarga berencana secara diam-diam telah dlakukan di
tempat prakteknya.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah sebelas tahun
kemudian, pemerintah secara perlahan-lahan mulai mengambil alih
program keluarga berencana ini dengan membentuk sebuah lembaga
semi pemerintah yang diberi nama Lembaga Keluarga Berencana
Nasional yang disingkat LKBN pada tanggal 17 Oktober tahun 1968
Menyadari sepenuhnya bahwa masalah keluarga berencana
sudah merupakan kebutuhan masyarakat Indonesia, yang
penduduknya telah mencapai urutan ke 5 (lima) terbesar di dunia
ketika itu setelah China, India, USA dan Uni Soviet, selain pada
tataran internasional persoalan jumlah penduduk ini sudah menjadi
gumulan bersama seluruh negara, maka pemerintah Indonesia
melalui Keputusan Presiden RI nomor 8 tahun 1970, secara resmi
membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
yang disingkat BKKBN sebagai sebuah lembaga pemerintah non
departeman (penyebutan ketika itu).
Dengan terbentuknya BKKBN sebagai lembaga resmi
pemerintah, maka program keluarga berencana nasional mulai
dicanangkan di kota-kota wilayah pulau Jawa dan Bali, untuk
selanjutnya pada tahun 1974 dikembangkan untuk pertama kali di
kota-kota besar luar pulau Jawa dan Bali yang dikenal dengan luar
Jawa Bali I (LJB I). Perkembangan selanjutnya pada tahun 1979
program keluarga berencana ini diberlakukan pada seluruh wilayah

54 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


selain Jawa dan Bali serta luar Jawa dan Bali I yang dikenal dengan
luar Jawa Bali II (LJB II) atau program ini telah diberlakukan pada
seluruh wilayah Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan asumsi bahwa
program keluarga berencana nasional ini telah berhasil membentuk
keluarga kecil dengan kepemilikan anak 2 (dua) orang pada setiap
keluarga, maka pada tahun 1980an, program ini dikembangkan lagi
dengan program lanjutan berupa keluarga sejahtera yang bertujuan
mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi keluarga kecil
yang telah terbentuk, dan yang diharapkan dapat diterima menjadi
sebuah value baru dengan jargon norma keluarga kecil, bahagia
sejhtera (NKKBS).
Pada dinamika perkembangan selanjutnya, dengan
dikeluarkanya Undang-Undang No.52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembagunan Keluarga, maka
kelembagaaan yang menangani program keluarga berencana
nasional ini diberikan tanggung jawab lain yang berkenaan, yaitu
kependudukan, khususnya yang berhubungan dengan pengendalian
kuantitas penduduk.
Seiring dengan berkembangnya lingkup program seperti
dimaksud di atas, maka infrastruktur kelembagaan negara yang
menangni program tersebut dilebur dari Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), menjadi Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasinal (BKKBN).
Kelembagaan negara BKKBN yang baru ini secara substantif,
bertanggung jawab terhadap 3 (tiga) program utama yaitu Program
Kependudukan khususnya yang berhubungan dengan pengendalian
kuantitas pendudk, Program Keluarga Berencana dan Program
Pembangunan Keluarga atau Keluarga Sejahtera.
Pada dokumen buku Profil Program Keluarga Berencana
Nasional ini, yang menjadi obyek ulasan adalah Program Keluarga
Berencana Nasional dengan seluruh substansi yang berkenaan
langsung dengan program ini.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 55


Berangkat dari apa yang diketengahkan pada Bab II, dimana
dirumuskan bahwa masalah dalam penulisan buku profil Program
Keluarga Berencana Nasional ini adalah masih terjadi kesenjangan
pencapaian Program Keluarga Berencana Nasional antara wilayah
yang capaiannya tinggi dengan wilayah yang capaiannya rendah
dibanding rata-rata capaian nasional, maka berikut ini diketengahkan
beberapa substansi Program Keluarga Berencana Nasional seperti
yang dimaksudkan di atas antara lain sebagai berikut:
1. Kesenjangan Program Keluarga Berencana Nasional antar
wilayah provinsi, tejadi pada substansi bonus demografi,
dimana pada wilayah provinsi tertentu, bonus demografi terjadi
dengan kurun waktu yang sangat panjang, bahkan mencapai
kurun waktu lebih dari 25 tahun, sementara di sisi lain terdapat
provinsi yang tidak pernah mengalami bonus demografi.
2. Kesenjangan pogram yang berikutnya adalah yang berkenaan
dengan substansi laju pertumbuhan penduduk antar wilayah
provinsi, dimana terdapat provinsi yang laju pertumbuhan
penduduknya sudah mencapai 0,71%, sementara pada sisi lain
masih terdapat wilayah provinsi dengan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 3,23%.
3. Kesenjangan capaian program yang sama terjadi pada
substansi Total Fertility Rate (TFR), dimana pada wilayah
provinsi tertentu, TFR telah mencapai angka terendah sebesar
2,1 sementara pada saat yang samaTFR pada wilayah provinsi
lainnya masih berada di angka 3,4.
4. Kesenjangan program keluarga berencana juga tejadi pada
substansi Contraception Prevalence Rate (CPR) suatu cara
(all method), dimana pada wilayah provinsi tertentu, telah
mencapai persentase 73,2%, sementara pada saat yang sama,
masih terdapat wilayah provinsi yang baru mencapai 50,2%.
Disisi yang lain, substansi yang sama untuk suatu cara modern,
terlihat bahwa terdapat wilayah provinsi telah mencapai CPR
sebesar 69,4 %, sementara wilayah lainnya masih jauh berada
di capaian 35,9%.

56 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


5. Kesenjangan yang lain, terjadi pada substansi penggunaan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), dimana pada
wilayah provinsi tertentu, capaian MKJP adalah sebesar
38,69%, namun pada provinsi lainnya, capaian MKJP masih
jauh berada dibawah, yaitu baru mencapai 6,72%.
6. Kesenjangan berikutnya terjadi pada substansi Age Specific
Fertility Rate (ASFR) atau kelahiran dikalangan remaja
perempuan pada usia spesifik 15-19 tahun, dimana pada
provinsi tertentu pada kurun waktu 1 tahun, diantara 1000
(seribu) remaja perempuan, hanya terjadi kelahiran sebanyak
20, sementara pada saat yang sama pada provinsi lain dalam
satu tahun pada setiap 1000 remaja perempuan, terjadi
kelahiran sebanyak 104.
7. Kesenjanganyang lain, juga terjadi pada substansi Median Usia
Kawin Pertama (UKP), dimana pada wilayah provinsi tertentu,
rata-rata usia kawin pertama bagi seorang perempuan sudah
mencapai 23,1 tahun, namun pada sisi yang lain, masih
terdapat wilayah provinsi yang dari substansi yang sama yaitu
ata-rata usia kawin pertama bagi seorang perempuan, masih
berada di angka 19,2 tahun.

4.2. Rekomendasi
Merujuk pada pembuktian rumusan masalah tentang
kesenjangan beberapa substansi Program Keluarga Berencana
Nasional seperti yang diketengahkan pada sub bab kesimpulan, maka
berikut ini dikemukakan rekomendasi yang diharapkan paling tidak
dapat menginspirasi para pemangku kepentingan (stakeholders)
untuk memberikan dukungan keberpihakan dan atau kepedulian
yang lebih optimal terhadap penyelenggaraan Program Keluarga
Berencana Nasional di wilayah masing-masing, selain itu juga
diharapkan dapat menginspirasi para pengelola dan atau penanggung
jawab Program Keluarga Berencana Nasional pada tataran nasional
dan Provinsi untk perumusan dan penetapan kebijakan maupun
strategi Program Keluarga Berencana Nasional secara lebih rasional.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 57


Rekomendasi seperti yang dimaksudkan di atas adalah antara
lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui secara komprehensif perkembangan
program Keluarga Berencana Nasional baik pada aras nasional
dan provinsi, maka sistem dan mekanisme evaluasi program
Keluarga berencana Nasional baik pada ivent strategis Rapat
Kerja Nasional (Rakernas), forum evaluasi tengah tahun
(Review), maupun evaluasi rutin, direkomendasikan agar
penggunaan data sekunder tidak hanya sekedar bersumber
dari statistik rutin BKKBN, namun jauh dibutuhkan kajian
korelatif dengan data sekunder hasil survei, baik SUPAS, SDKI,
maupun pengumpulan data dan survei internal BKKBN.
2. Dari aspek teknis materi evaluasi, direkomendasikan agar
benar-benar seluruh substansi program yang berkenaan
langsung dengan program induk, ditetapkan menjadi objek
evaluasi yang mendalam. Hal demikian dimaksudkan agar
masalah dapat benar-benar ditemukenali secara substantif dan
tidak bersifat makro.
3. Sistem evaluasi perkembangan Program Keluarga
Berencana nasional pada kedua tataran wilayah tersebut,
direkomendasikan agar tidak bersifat terpisah satu substansi
dengan substansi lainnya, namun diharapkan dapat dilakukan
dengan pendekatan kausalitas atau mencari hubungan sebab
akibat antar substansi.
4. Selain hasil evaluasi yang bersifat kausalitas antar substansi,
juga direkomendasikan agar sistem evaluasi benar-benar
dilakukan dengan memperhitungkan capaian perkembangan
program Keluarga Berencana nasional antar wilayah, hal ini
dimaksudkan agar evaluasi capaian program haruslah bersifat
segmentatif.
5. Berdasarkan hasil evaluasi dengan pendekatan seperti
maksud butir 3 (tiga) dan 4 (empat) di atas, maka selanjutnya
direkomendasikan agar menetapan solusi pemecahan masalah
berupa rumusan kebijakan dan strategi penggarapan harus
memperhatikan substansi masalah yang besifat kausalitas, dan

58 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL


perkembangan capaian substansi program antar wilayah; ini
berarti rumusan kebijakan dan strategi penggarapan program
tidaklah bersifat general atau memberlakukan kebijakan
dan strategi penggarapan program yang sama untuk seluruh
wilayah. Dalam pemahaman yang lain dapat direkomendasikan
bahwa penentuan kebijakan dan strategi penggarapan Program
Keluarga Berencana Nasional ini haruslah bersifat segmentatif.

PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL 59


DAFTAR PUSTAKA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan


Pusat Statisktik, Kementerian Kesehatan dan Macro Internasional,
2002-2003. Suvey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003
Carlverton, Meryland, USA.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan
Pusat Statisktik, Kementerian Kesehatan dan Macro Internasional,
2008. Suvey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 Carlverton,
Meryland, USA.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2011).
Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
Direktorat Teknologi Informatikan dan Dokumentasi
Badan Pusat Statistik, 2012 Statistik Kesejahteraan Rakyat 2011.
Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta Indonesia.
Badan Pusat Statistik, 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta
Indonesa
Prof. dr Fasli Jalal, Ph.D, Pengelolaan Kependudukan Dalam
Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia, 2012
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan
Pusat Statisktik, Kementerian Kesehatan, ICF International dan USAID
(2013). Suvey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 Jakarta,
Indonesia.
Badan Pusat Statisti 2017, Survei Sosial Ekonomi Nasional 2016.
Jakarta, Indonesia.

60 PROFIL PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL

Anda mungkin juga menyukai