Oleh:
Shan Shan Mahendra S. A.
12019064
Oleh:
Shan Shan Mahendra S. A.
12019064
Disetujui oleh,
Asisten Manajer Geologi
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik yang
berjudul “Pemodelan Geologi, Penentuan Kualitas, dan Estimasi Sumberdaya Batubara
pada Tambang Bangko Barat Pit “X” PT Bukit Asam Tbk, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatera Selatan”. Pelaksanaan kerja praktik ini merupakan sarana untuk
menambah pengalaman dan ilmu dalam dunia pekerjaan serta wawasan khususnya di
bidang batubara dan sumberdaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan dan penulisan laporan kerja praktik ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan serta doa selama
pelaksanaan kerja praktik;
2. Bapak Ahmad Zaki Romi, S.T. selaku Manajer Eksplorasi dan Geoteknik yang
telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan kerja praktik di PT Bukit Asam
Tbk;
3. Bapak M. Dwiki Satrio Wicaksono S.T. selaku Asisten Manajer Geologi yang telah
memberikan kesempatan dan arahan selama pelaksanaan kerja praktik ini;
4. Dr. Eng. Mirzam Abdurrahman S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik
Geologi, Institut Teknologi Bandung;
5. Prof. Dr. Ir. Rubiyanto Kapid selaku dosen pengampu Mata Kuliah GL4096 Kerja
Praktik Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung;
6. Para staf dan karyawan Satuan Kerja Eksplorasi dan Geoteknik, yaitu Pak Misdi,
Mas Dimas, Mas Hendra, Kak Yudi, Mas Fajrin, Mas Apri, Kak Maul, Kak Fikri,
Kak Ito, Mba April, Bang Tanjung, Bang Ridho, dan Bang Amsal yang telah
mendukung dan membantu penulis dalam pelaksanaan kerja praktik ini;
7. Rania Alifah sebagai support system yang selalu hadir memberikan dukungan dan
semangat dalam setiap perjalanan penulis;
8. Keluarga Besar HMTG “GEA” ITB, khususnya Pasukan Teknik Geologi 2019;
ii
9. Fitra, Afeb, dan Dini sebagai rekan seperjuangan kerja praktik yang telah menyertai
selama pelaksanaan kerja praktik di Tanjung Enim;
10. Serta seluruh pihak yang telah hadir membantu dan tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran
dari pembaca agar laporan ini dapat lebih baik dan memberikan manfaat bagi seluruh
pihak yang berkepentingan.
iii
DAFTAR ISI
iv
4.3 Genesa Batubara ................................................................................................ 20
v
6.3.2 Kualitas dan Peringkat Seam A2 ................................................................ 39
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Peta lokasi tambang dan fasilitas PT Bukit Asam Tbk (Laporan Tahunan
2012) ........................................................................................................ 5
Gambar 2. 2 Logo PT Bukit Asam Tbk (Laporan Tahunan 2020) ............................... 6
Gambar 3. 1 Peta cekungan di pulau sumatera (Bishop, 2001) .................................... 7
Gambar 3. 2 Skema Cekungan Sumatera Selatan, tanpa skala (Koesoemadinata, 1978)
.................................................................................................................. 9
Gambar 3. 3 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Koesoemadinata, 1978)
................................................................................................................ 10
Gambar 3. 4 Struktur regional Sumatera Selatan (Sukendar, 1988 dalam Bishop, 2000)
................................................................................................................ 14
Gambar 3. 5 Peta geologi regional Tanjung Enim, Sumatera Selatan (PT Bukit Asam
Tbk, 2016) .............................................................................................. 15
Gambar 3. 6 Penampang Stratigrafi Banko, tanpa skala (PT Bukit Asam Tbk, 2007)
................................................................................................................ 17
Gambar 4. 1 Contoh interpretasi lapisan batuan dengan log gamma ray (Abdullah,
2009) ...................................................................................................... 22
Gambar 5. 1 Diagram alir penelitian ........................................................................... 32
Gambar 6. 1 Model penyebaran Seam A1 .................................................................. 34
Gambar 6. 2 Model penyebaran Seam A2 .................................................................. 35
Gambar 6. 3 Model penyebaran Seam B1................................................................... 35
Gambar 6. 4 Model penyebaran Seam B2................................................................... 36
Gambar 6. 5 Model penyebaran Seam C ..................................................................... 37
Gambar 6. 6 Penampang 2D Sebaran Seam Batubara ................................................ 38
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Klasifikasi peringkat batubara (ASTM, 2004) ........................................... 26
Tabel 4. 2 Tipe endapan batubara berkaitan dengan sedimentasi, tektnik, dan variasi
kualitas (SNI 5015:2019) .......................................................................... 28
Tabel 4. 3 Tabel Jarak titik pengamatan menurut kompleksitas kondisi geologi (SNI
5015:2019) ................................................................................................ 28
Tabel 6. 1 Tabel Klasifikasi kompleksitas geologi daerah penelitian (SNI 5015:2019)
................................................................................................................... 33
Tabel 6. 2 Estimasi Sumberdaya Seam A1 ................................................................. 42
Tabel 6. 3 Estimasi Sumberdaya Seam A2 ................................................................. 43
Tabel 6. 4 Estimasi Sumberdaya Seam B1 ................................................................. 43
Tabel 6. 5 Estimasi Sumberdaya Seam B2 ................................................................. 43
Tabel 6. 6 Estimasi Sumberdaya Seam C ................................................................... 44
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah membuat model geologi, menentukan kualitas
batubara pada setiap seam, dan mengestimasi sumberdaya batubara pada daerah
penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kompleksitas geologi daerah penelitian
2. Menentukan kualitas dan peringkat (rank) batubara pada daerah penelitian
3. Menentukan jumlah sumberdaya batubara yang ada pada daerah penelitian
2
BAB III Geologi Regional, meliputi fisiografi regional, stratigrafi regional, struktur
regional, dan geologi lokal daerah penelitian.
BAB IV Teori Dasar, meliputi dasar-dasar mengenai batubara dan pemodelan
sumberdaya batubara.
BAB V Metode Penelitian, meliputi objek, peralatan, tahapan, dan diagram alir
dari penelitian yang dilakukan.
BAB VI Hasil dan pembahasan meliputi kompleksitas geologi, pola persebaran
batubara, analisis kualitas dan peringkat batubara, dan estimasi
sumberdaya batubara.
BAB VII Simpulan, membahas simpulan dan saran dari penelitian yang telah
dilaksanakan.
3
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
4
Tahun 1990. Pada 23 Desember 2002, PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero)
menjadi Perusahaan Terbuka (Tbk) yang dikenal saat ini sebagai PT Bukit Asam Tbk
dan berhasil mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia
dengan kode “PTBA”.
2.2 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan
Lokasi Kantor Pusat PT Bukit Asam Tbk terletak di Jl. Parigi No. 1 Tanjung
Enim, Ps. Tj. Enim, Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera
Selatan. Daerah Tanjung Enim dapat diakses dari Ibukota Negara, Jakarta dengan
menggunakan moda transportasi pesawat dari Jakarta ke Palembang selama 45 menit,
kemudian dengan transportasi darat melalui jalan provinsi sejauh kurang lebih 200 km
dalam waktu sekitar empat jam sampai Muara Enim dan dilanjutkan menuju kantor
pusat PT Bukit Asam Tbk sekitar 16 km ke arah selatan dengan menggunakan
kendaraan darat selama 30 menit.
Gambar 2. 1 Peta lokasi tambang dan fasilitas PT Bukit Asam Tbk (Laporan Tahunan
2012)
5
2.3 Tentang Perusahaan
6
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
3.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Geomorfologi adalah aspek awal yang perlu diketahui untuk memahami
peristiwa geologi yang terjadi di lapangan. Secara geografis, Pulau Sumatera terletak
pada bagian barat daya dengan koordinat 6° LU - 6°LS dan 95° BT – 107° BT dengan
luas wilayah 473.481 km2. Pulau Sumatera berbatasan dengan Samudera Hindia di
bagian barat, Selat Sunda di bagian selatan, Selat Malaka di bagian timur dan Teluk
Benggala di bagian utara. Menurut Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera
menjadi 6 zona fisiografi atau geomorfologi (Gambar 3.1), yaitu:
1. Zona Jajaran Barisan
2. Zona Semangko
3. Zona Pegunungan Tiga Puluh
4. Zona Kepulauan Busur Luar
5. Zona Paparan Sunda
6. Zona Dataran Rendah dan Berbukit
7
Cekungan Sumatera Selatan adalah cekungan Tersier yang berorientasi barat laut-
tenggara, dengan Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Cekungan
Sunda di sebelah tenggara, Paparan Sunda di sebelah timurlaut, dan Pegunungan
Tigapuluh pada bagian utara yang memisahkan antara Cekungan Sumatera Selatan
dengan Cekungan Sumatera Tengah. Cekungan ini adalah back-arc basin yang
berumur Tersier terbentuk akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda dengan
Lempeng Samudera Hindia (Blake, 1989). Busur gunung api hadir dari adanya
konvergensi antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Samudera Hindia
mempengaruhi endapan dalam cekungan.
8
Gambar 3. 2 Skema Cekungan Sumatera Selatan, tanpa skala (Koesoemadinata,
1978)
Fase regresi diawali dengan diendapkannya Formasi Gumai atas kemudian
pengendapan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi batupasir pada
lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas
Formasi Gumai. Laut kemudian mengalami pendangkalan kembali pada Pliosen awal
dan lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, dataran delta, dan non
marin yang ditandai dengan perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan
batubara (Formasi Muara Enim). Pengendapan ini berlangsung sampai Pliosen Akhir
dan terendapkan lapisan batupasir tufaan, pumis, dan konglomerat.
9
Gambar 3. 3 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Koesoemadinata, 1978)
1. Batuan Dasar
Batuan Pra-Tersier atau basement tersusun atas kompleks batuan Paleozoikum
dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat.
Batuan ini tersingkap di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh, dan Pegunungan
Duabelas yaitu batuan karbonat Permian. Basement yang tersingkap di Pegunungan
Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian.
10
Di utara tersingkap granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Kontak antara
granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang
kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.
2. Formasi Lahat
Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar merupakan
lapisan dengan tebal 200-3350 m terdiri dari konglomerat, tufa, breksi vulkanik
andesitik, endapan lahar, aliran lava, dan batupasir kuarsa. Formasi ini memiliki 3
anggota, yaitu:
a. Anggota Tuff Kikim Bawah, terdiri dari tuff andesitik, breksi dan lapisan lava.
Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0-800 m. Anggota Batupasir Kuarsa,
diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri dari konglomerat
dan batupasir berstruktur crossbedding. Butiran didominasi oleh kuarsa.
b. Anggota Tuff Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas
Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuff dan batulempung tuffan
berselingan dengan endapan mirip lahar. Formasi Lahat berumur Paleosen
hingga Oligosen Awal.
3. Formasi Talang Akar (Tomt)
Formasi Talang Akar pada Sub-Cekungan Palembang terdiri dari batulanau,
batupasir, dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal
hingga transisi. Menurut Pulunggono (1976) Formasi Talang Akar berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas Formasi
Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih, dan sisipan
batubara. Pada bagian atas formasi terdiri dari perselingan antara batupasir dan
serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400-850 m.
4. Formasi Baturaja (Tmb)
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar dengan
ketebalan antara 200-250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping
terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal
kaya foraminifera, moluska, dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.
11
5. Formasi Gumai (Tmg)
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana
formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera
Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan
batugamping, napal, dan batulanau sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan
antara batupasir dan serpih. Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara
150-2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Gumai berumur
Miosen Awal-Miosen Tengah.
6. Formasi Air Benakat (Tma)
Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan
merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung putih
kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan,
glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan
sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air
Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
7. Formasi Muara Enim (Tmpm)
Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi ini
diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut
dangkal, paludal, dataran delta, dan non marin. Ketebalan formasi ini 500-1000 m
terdiri dari batupasir, batulempung, batulanau, dan batubara. Batupasir pada
formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi ini
terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Batubara yang
terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara Enim berumur
Miosen–Pliosen Awal. Formasi pembawa batubara daerah Tanjung Enim berasal
dari formasi ini. Formasi ini dapat dibedakan menjadi 4 anggota, terdiri dari urutan
tua sampai muda diantaranya:
1. Anggota M1 Formasi Muara Enim mengandung 2 lapisan batubara, yakni lapisan
batubara Kladi (5-10 m) dan Merapi (0,2-1 m)
12
2. Anggota M2 Formasi Muara Enim mengandung mayoritas lapisan batubara yang
terdapat di Tanjung Enim. Lapisan batubara tersebut dinamakan lapisan
batubara C (Petai) dengan ketebalan 5-9 m, lapisan batubara B (Suban) dengan
ketebalan 10-18 m dan lapisan batubara A (Mangus) dengan ketebalan 8-12 m.
3. Anggota M3 Formasi Muara Enim mengandung beberapa lapisan batubara
dengan ketebalan kurang dari 2 m, hanya ada 1 lapisan batubara yang cukup
tebal yaitu lapisan batubara Benuan dengan ketebalan 1-2 m
4. Anggota M4 Formasi Muara Enim mengandung beberapa lapisan batubara
dengan ketebalan mencapai 20 m, lapisan tersebut antara lain : Lapisan Batubara
Kebon, Enim, Jelawatan, dan Niru.
8. Formasi Kasai (Qtk)
Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan
ketebalan 850-1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufaan dan tefra riolitik di
bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuff pumis kaya kuarsa, batupasir,
konglomerat, tuff pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuff
berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis
lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya adalah fluvial dan
alluvial fan. Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.
9. Sedimen Kuarter (Qhv)
Satuan ini merupakan litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa
Plio -Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi yang
lebih tua yang terdiri dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran
kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap.
Satuan ini berumur resen.
13
Fase ini adalah fase kompresi yang menghasilkan Sesar Musi dan Lematang.
Fase ini diperkirakan sebagai penyebab terbentuknya pola kelurusan utara-selatan
yang merupakan sesar mengiri (antithetic) tidak aktif.
2. Fase Kedua Fase Tektonik Kapur Atas-Tersier Bawah
Fase ini adalah fase regangan yang menyebabkan sesar yang lebih tua, berubah
jadi sesar normal, dan merupakan fase pembentukkan graben dan depresi.
3. Fase Ketiga Fase Tektonik Miosen Tengah-Resen
Fase ini adalah fase kompresi yang menyebabkan terbentuknya lipatan serta
sesar naik dengan pola Sesar Lematang. Pada fase ini pola Sesar Lematang yang
semula merupakan deposenter dari Muara Enim deep terangkat menjadi deretan
Antiklinorium Pendopo Limau.
Pada Cekungan Sumatera Selatan struktur geologi pada umumnya ditunjukan
oleh dua komponen utama, yaitu (1) batuan dasar Pra-Tersier yang membentuk half-
graben, horst, dan blok sesar (de Coster, 1974; Pulunggono dkk., 1992), dan (2) elemen
struktur berarah barat laut-Tenggara, dan struktur depresi di timur laut yang keduanya
terbentuk akibat orogeni Plio-Plistosen (de Coster, 1974).
14
Jenis struktur yang umum dijumpai di Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari,
lipatan, sesar, dan kekar. Struktur lipatan memperlihatkan orientasi barat laut-tenggara.
Sesar yang ada merupakan sesar normal dan sesar naik dengan pola kelurusan barat
laut-tenggara pada batuan berumur Oligosen-Miosen, sedangkan struktur dengan arah
timurlaut-baratdaya, utara-selatan, dan barat-timur terdapat pada sikuen batuan
berumur Plio-Plistosen. Struktur rekahan yang berkembang memperlihatkan arah
umum timur laut-barat daya. Pembentukan struktur lipatan, sesar, dan kekar di
Cekungan Sumatera Selatan memberikan implifikasi yang signifikan terhadap
akumulasi sumber daya minyak bumi, gas alam, batubara, dan panas bumi.
Gambar 3. 5 Peta geologi regional Tanjung Enim, Sumatera Selatan (PT Bukit Asam
Tbk, 2016)
Daerah pertambangan Banko Barat tergolong ke dalam formasi Muara Enim
(PT Bukit Asam Tbk, 2016). Terdapat beberapa karakteristik dari batubara pada
15
stratigrafi tersebut. Setiap lapisan batubara terdapat lapisan antara atau interburden
yang dapat digunakan sebagai penanda dari jenis batubara tersebut. Berikut adalah
stratigrafi batuan daerah Banko Barat dari muda ke tua:
1. Lapisan Mangus Upper (A1) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan sekitar
5,0-13,25 m, Di atas lapisan batubara A1 ini ditutupi oleh batulempung
bentonitan dengan ketebalan sekitar 70-120 m disebut sebagai overburden A2-
A1. Pada lapisan penutup ini dijumpai adanya lapisan batubara yang dikenal
sebagai lapisan batubara gantung (Hanging Seam)
2. Lapisan Mangus Lower (A2) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan sekitar
9,8-14,7 m dijumpai sisipan tipis batulempung sebagai lapisan pengotor
(clayband). Di atas lapisan batubara A2 ini ditutupi oleh batulempung tuffaan
dengan ketebalan 2-5 m disebut sebagai interburden A2-A1.
3. Lapisan Suban (B) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan sekitar 17,0 m di
beberapa tempat mengalami pemisahan (split) menjadi B1 dan B2 dengan
ketebalan masing-masing 8,0-14,55 m dan 3,0-5,8 m. Di antara kedua lapisan
ini dijumpai batulempung dan batulanau dengan tebal 2-5 m (interburden B2 -
B1), sedangkan di atas lapisan batubara B atau B1 ditutupi oleh batulempung
dengan ketebalan 15,0-23,0 m yang berinterkalasi dengan batupasir dan
batulanau (interburden B1 - A2) serta dijumpai adanya lapisan tipis (0,4 - 0,6
m) batubara atau batulempung karbonan yang dikenal sebagai Suban Marker.
4. Lapisan Petai (C) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan 7,0-14,6 m dan
dijumpai sisipan tipis batulempung/batulanau karbonan dimana beberapa
tempat mengalami pemisahan (split) menjadi C1 dan C2 dengan ketebalan
masing-masing 5,0-10,1 m. Di atas lapisan batubara C ini ditutupi oleh
batupasir lanauan yang sangat keras dengan ketebalan 25- 44 m (disebut
sebagai overburden B2 - C).
16
Gambar 3. 6 Penampang Stratigrafi Banko, tanpa skala (PT Bukit Asam Tbk, 2007)
17
BAB IV
DASAR TEORI
18
Kelembaban memegang peran penting dalam pembentukan batubara dan
merupakan faktor pengontrol flora dan kondisi luas yang sesuai. Iklim tergantung pada
posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi geotektonik. Temperatur
yang lembab pada iklim tropis pada umunya sesuai pada pertumbuhan flora
dibandingkan wilayah yang lebih dingin.
4. Penurunan Cekungan
Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika
penurunan dan pengendapan gambut seimbang maka dihasilkan endapan batubara tebal.
Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan
pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral
yang mempengaruhi mutu dari batubara terbentuk.
5. Umur Geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai
macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung
membahas sejarah pengendapan batubara dan dan metomorfosa organik makin lama
umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi sehingga terbentuk batubara yang
bermutu tinggi, tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu
ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau
patahan pada lapisan batubara, disamping itu faktor erosi akan merusak semua bagian
dari endapan batubara.
6. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan batubara
terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi
tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara.
7. Dekomposisi
Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik
secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih
berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri
anaerob), bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang
19
lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma, dan pati dari proses di atas terjadi
perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara berbitumen.
8. Sejarah
Sesudah pengendapan sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada
posisi geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan
batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah
pengendapan gambut. Di samping itu sejarah geologi endapan batubara bertanggung
jawab terhadap terbentuknya struktur cekungan batubara, berupa perlipatan, sesar,
intrusi magmatik dan sebagainya.
9. Struktur Cekungan Batubara
Terbentuknya batubara pada cekungan batubara pada umumnya mengalami
deformasi oleh gaya-gaya tektonik yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan
bentuk-bentuk tertentu, disamping itu adanya erosi yang intensif penyebabnya bentuk
lapisan batubara tidak menerus.
10. Metamorfosa Organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau
penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak
berperan lagi tetapi tetap lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini
menyebabkan terjadinya gambut menjadi batubara dalam bentuk mutu.
20
2. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadinya di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
berkembang, dengan demikian tubuhan yang telah mati di angkut oleh media air dan
berakumulasi di suatu tempat kemudian mengalami proses coalification. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, di beberapa tempat,
kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut
bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi.
21
menunjukkan contoh interpretasi lapisan batuan untuk mendiskriminasi sandstone dari
shale dengan menggunakan log gamma ray (Abdullah, 2009).
Gambar 4. 1 Contoh interpretasi lapisan batuan dengan log gamma ray (Abdullah,
2009)
2. Log densitas
Prinsip kerja log densitas (Harsono, 1993) yaitu suatu sumber radioaktif dari
alat pengukur dipancarkan sinar gamma dengan intensitas energi tertentu menembus
formasi/batuan. Batuan terbentuk dari butiran mineral, mineral tersusun dari atom-
atom yang terdiri dari proton dan elektron. Partikel sinar gamma membentur elektron-
elektron dalam batuan. Akibat benturan ini sinar gamma akan mengalami pengurangan
energi (loose energy). Energi yang kembali sesudah mengalami benturan akan diterima
oleh detektor yang berjarak tertentu dengan sumbernya. Makin lemahnya energi yang
kembali menunjukkan makin banyaknya elektron-elektron dalam batuan, yang berarti
makin banyak/padat butiran/mineral penyusun batuan persatuan volume. Besar
kecilnya energi yang diterima oleh detektor tergantung dari:
22
a. Besarnya densitas matriks batuan.
b. Besarnya porositas batuan.
c. Besarnya densitas kandungan yang ada dalam pori-pori batuan.
Volume batuan yang diselidiki oleh alat log densitas tergantung pada jarak
antara sumber radioaktif dan detektor. Untuk batuan yang tidak memerlukan resolusi
tinggi, lebih baik menggunakan jarak antara sumber dan detektor agak jauh yaitu long
spacing density tool (BPB manual, 1981). Respon kerapatan di atas seam batubara agak
unik disebabkan kerapatan batubara yang rendah. Hal ini akan mendekati kebenaran
apabila batubara berkualitas rendah. Pada defleksi gamma ray, batubara dan batupasir
adalah serupa, tetapi menunjukkan perubahan kerapatan yang kuat pada log densitas
(Gambar 11), sehingga dapat dibedakan (BPB manual, 1981).
Gambar 11. Respon litologi yang umumnya dijumpai pada lapisan pembawa batubara
dengan metode log densitas (BPB manual, 1981)
23
kualitas batubara dilakukan analisis kimia pada batubara yang di antaranya dengan
memperhatikan sejumlah parameter kualitas yang dihasilkan dari analisis kimia dan
pengujian laboratorium. Analisis kimia batubara terdiri dari 2 jenis, yaitu sebagai
berikut:
24
Dalam menganalisis batubara digunakan analis proximate dengan beberapa
parameter diantaranya jumlah kadar air (moisture), zat terbang (volatile matter),
abu (ash), dan kadar karbon (fixed carbon) yang terkandung di dalam batubara.
a. Kadar Air (Moisture)
Semua batubara memiliki kadar air (moisture) yang terdiri dari air
permukaan (surface moisture) dan di dalam batubara itu sendiri (inherent
moisture). Kadar air dalam batubara menjadi bertambah pada saat
pencucian batubara sehabis penambangannya. Bertambahnya kadar air di
dalam batubara juga disebabkan karena penimbunan di udara terbuka atau
bila butiran-butiran batubaranya makin halus.
b. Zat Terbang (Volatile Matter)
Di dalam batubara terkandung sejumlah zat-zat atau gas-gas yang
mudah terbang antara lain hidrogen dan zat-zat air arang (CH4, C2H6, C2H2,
dan C2H4). Zat atau gas yang mudah terbang tersebut akan segera terbakar
setelah bercampur dengan udara pembakaran. Kandungan zat-zat mudah
terbang tersebut adalah prosentase atau berat dari zat-zat penguap, bila
dilakukan destilasi terhadap bahan bakar tersebut tanpa adanya hubungan
dengan udara pada temperatur 950 ͦ C dikurangi berat uap air yang menguap
sedangkan sisanya berupa kokas. Kandungan zat terbang memberikan
pengaruh terhadap peningkatan konversi kandungan zat terbang batubara.
Kandungan zat terbang yang tinggi menunjukan bahwa batubara
didominasi oleh struktur alifatik dan gugus fungsional eter yang lemah dan
mudah diputuskan ketika dipanaskan dalam suhu yang tinggi.
c. Kadar Karbon (Fixed Carbon)
Kadar karbon tetap merupakan bagian dari batubara yang membutuhkan
waktu lama untuk terbakar di dalam ruang bakar, karena masih terdapat sisa
karbon. Fixed Carbon ditentukan dengan perhitungan: 100% dikurangi
persentase moisture, volatile matter, dan ash dalam basis kering udara (adb).
d. Kadar Abu (Ash)
25
Abu merupakan zat mineral yang tidak terbakar dan akan tertinggal
ketika batubara terbakar sempurna. Kadar abu yang tingggi dalam batubara
tidak mempengaruhi proses pembakaran, namun dapat memperbesar
kerugian yang disebabkan terdapatnya sejumlah bahan bakar yang terbuang
bersama dengan abu tersebut. Abu batubara mengandung sebagian unsur
yang bersifat volatile pada temperatur tinggi dan ukuran batubara sangat
bervariasi yang semuanya tergantung pada teknik penggilingan batubara.
Dari hasil libah pembakaran batubara banyak ditemukannya unsur Si dan
Al yang berupa abu layang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Abu layang
dan abu dasar tersebut memiliki kandungan SiO2 dan Al2O3 dengan
presentase yang berbeda. Abu laying yaitu sebesar 51.8% dan 26.85%
sedangkan abu dasar sebesar 57.48% dan 35.61%.
26
4.6 Sumberdaya Batubara
Sumberdaya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara
dalam bentuk dan kuantitas tertentu serta mempunyai prospek beralasan yang
memungkinkan untuk ditambang secara ekonomis. Lokasi, kualitas, kuantitas,
karakteristik geologi dan kemenerusan dari lapisan batubara yang telah diketahui,
diperkirakan, atau diinterpretasikan dari bukti geologi
27
dan pergeseran yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik umum dijumpai
dengan sifatnya yang rapat sehingga menjadikan lapisan batubara sulit
direkonstruksi dan dikorelasikan. Secara lateral, sebaran lapisan batubara
terbatas dan hanya dapat diikuti sampai puluhan meter.
Tabel 4. 2 Tipe endapan batubara berkaitan dengan sedimentasi, tektnik, dan
variasi kualitas (SNI 5015:2019)
28
4.6.2 Klasifikasi Sumberdaya Batubara
Sumberdaya batubara dibagi sesuai dengan tingkat kepercayaan geologi ke
dalam tiga kategori (SNI 5015:2011), yaitu:
1. Sumberdaya Batubara Tereka (Inferred Coal Resource)
Bagian dari total setimasi sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya
hanya dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan rendah. Titik informasi yang
mungkin didukung oleh data pendukung tidak cukup untuk membuktikan
kemenerusan lapisan batubara dan kualitasnya. Estimasi dari kepercayaan ini dapat
berubah secara berarti dengan eksplorasi lanjut.
2. Sumberdaya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Bagian dari total setimasi sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya
dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang masuk akal didasarkan pada
titik-titik pengamatan yang mungkin didukung oleh data pendukung. Titik
informasi yang ada cukup untuk menginterpretasikan kemenerusan lapisan
batubara, tetapi tidak cukup untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan
kualiasnya.
3. Sumberdaya Batubara Terrukur (Measured Coal Resource)
Bagian dari total setimasi sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya
dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan tinggi didasarkan pada titik-titik
pengamatan yang yang didapat dari titik-titik pengamatan yang diperkuat dengan
data-data pendukung. Titik-titik pengamatan jaraknya cukup berdekatan untuk
membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan kualiasnya.
29
3. Data dan sebaran titik bor
4. Peta geologi lokal (meliputi litologi, stratigrafi, dan struktur geologi)
5. Peta situasi dan data-data yang memuat batasan-batasan alamiah seperti aliran
sungai, jalan, perkampungan, dan lain-lain.
Data penyebaran singkapan batubara berguna untuk mengetahui cropline
batubara yang merupakan posisi penambangan dimulai. Dari pemboran diperoleh hasil
berupa data elevasi atap (roof) dan lantai (floor) batubara. Peta dan batasan-batasan
alamiah berguna untuk menentukan batas (boundary) perhitungan sumberdaya.
Endapan batubara yang tidak dapat ditambang karena batasan-batasan alamiah tidak
diperhitungkan dalam perhitungan sumberdaya. Dari data dasar tersebut akan
dihasilkan data olahan, yaitu data dasar yang diolah untuk mendapatkan model endapan
batubara secara tiga dimensi untuk selanjutnya akan dilakukan perhitungan
sumberdaya batubara.
4.7 Minescape
Aplikasi yang digunakan dalam pembuatan model 3D lapisan batubara ini
menggunakan Minescape 5.7. Data yang digunakan dalam aplikasi ini adalah data hasil
pemboran. Hasil data tersebut dapat dimasukkan dalam notepad dengan format .txt dan
data autocad dengan format .dxf. Terdapat 4 input data yang diperlukan dalam
pembuatan model 3D lapisan batubara, yaitu lith.txt, survey.txt, qual.txt, dan
topografi.dxf.
Aplikasi Minescape merupakan salah satu aplikasi yang digunakan sebagai
perencanaan tambang. Aplikasi ini dapat mengolah data dari hasil pemboran menjadi
model geologi maupun desain tambang yang dapat digunakan untuk menghitung
estimasi sumberdaya batubara maupun cadangan batubara dan lama dari kegiatan
pertambangan.
30
BAB V
METODE PENELITIAN
5.1 Objek Penelitian
Objek penelitian berfokus pada kualitas, penyebaran geometri seam, dan
kuantitas batubara guna menentukan estimasi sumberdaya batubara dengan
standardisasi SNI 5015:2011 dengan batasan yang telah ditetapkan PT Bukit Asam Tbk
pada seam A1, A2, B1, B2, dan C Tambang Banko Barat Pit “X”. Untuk mendukung
hal tersebut dibutuhkan analisis laboratorium dan analisis studio.
31
3. Sampel data bor pada daerah penelitian yang telah dianalisis berupa Core dan
Wireline Logging untuk memastikan letakdan kedalaman lapisan batubara dan
mengetahui penyebaran seam dengan karakteristik litologi secara langsung
sehingga dapat dihitung sumberdayanya.
c. Tahap Pengolahan data
Tahap pengolahan data merupakan tahapan untuk melakukan interpretasi,
pemodelan geologi, dan estimasi sumberdaya dengan menggunakan data yang telah
dikumpulkan menggunakan perangkat lunak Minescape 5.7, WellCAD,
CorelDRAW X7, Microsoft Excel, dan Microsoft Word.
d. Penulisan Laporan
Penulisan laporan dilakukan setelah tahap pengumpulan hingga interpretasi dan
pengolahan data selesai sehingga diperoleh persebaran, kualitas, dan estimasi
sumberdaya batubara pada daerah penelitian. Laporan penelitian berisi seluruh
hasil penelitian yang meliputi pendahuluan, profil perusahaan, geologi regional,
dasar teori, metode penelitian, hasil dan pembahasan, serta simpulan.
32
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
33
seam A2, seam B1, seam B2, dan seam C. Hasil pengolahan data dapat menunjukkan
pola sebaran batubara pada daerah penelitian.
34
Gambar 6. 2 Model penyebaran Seam A2
35
6.2.4 Penyebaran Seam B2
Batubara seam B2 ditemukan pada 5 data survei dan data litologi bor. Rekapan
data tersebut dapat dikorelasikan satu sama lain untuk merekonstruksi suatu model 3D
penyebaran batubara seam B2. Dimensi dari perangkat lunak Minescape
menggambarkan pola penyebaran batubara seam B2.
Berdasarkan pemodelan yang dibuat maka dapat diketahui bahwa batbara Seam
B2 tersebar pada daerah penelitian dengan arah penyebaran relatif barat laut-tenggara
dengan kemiringan Seam (Dip) sebesar 5° kearah barat daya.
36
Gambar 6. 5 Model penyebaran Seam C
37
Gambar 6. 6 Penampang 2D Sebaran Seam Batubara
38
6.3 Analisis Kualitas dan Peringkat Batubara
Untuk mengidentifikasi dan menganalisis kualitas serta peingkat (rank)
batubara setiap seam di daerah penelitian, digunakan data hasil analisis proksimat dan
ultimat di laboratorium berupa Total Moisture (TM), Inherent Moisture (IM), Ash
Content (ASH), Volatile Matter (VM), Fixed Carbon (FC), Total Sulfur (TS), dan
Calorific Value (CV).
39
Volatile Matter rata-rata sebesar 38,25 (%adb), nilai Fixed Carbon rata-rata sebesar
45,15 (%adb), nilai Total Sulfur rata-rata sebesar 0,35 (%adb), dan nilai Calorific Value
rata-rata sebesar 6062,75 kkal/kg (adb) dan 5280,85 kkal/kg (ar).
Apabila diklasifikasikan menurut ASTM D388-19 tahun 2004 kadar Calorific
Value 10905,67 btu/lb merupakan batubara peringkat bituminus yang memiliki rank
batubara High Volatile C Bituminous, dengan kandungan Volatile matter yang cukup
tinggi maka seam A2 merupakan High Volatile Matter. Perbandingan antara Volatile
Matter dengan Fixed Carbon menghasilkan nilai rasio bahan bakar (fuel ratio) bernilai
0,85 pada seam A2. Kandungan sulfur menunjukkan bahwa pada seam A2 batubara di
daerah Banko Barat menunjukkan angka rata-rata yang rendah yaitu 0,35 (%adb).
40
6.3.4 Kualitas dan Peringkat Seam B2
Analisis kualitas batubara yang didapatkan adalah nilai Total Moisture (%),
Inherent Moisture (%), Ash Content (%adb), Volatile Matter (%adb), Fixed Carbon
(%adb), Total Sulfur (%adb), dan Calorific Value (adb dan ar).
Batubara pada seam B2 memiliki nilai Total Moisture rata-rata sebesar 23,60 %,
nilai Inherent Moisture 13,58 %, nilai Ash Content rata-rata sebesar 4,13 (%adb), nilai
Volatile Matter rata-rata sebesar 40,35 (%adb), nilai Fixed Carbon rata-rata sebesar
41,95 (%adb), nilai Total Sulfur rata-rata sebesar 0,55 (%adb), dan nilai Calorific Value
rata-rata sebesar 6129,25 kkal/kg (adb) dan 5415,92 kkal/kg (ar).
Apabila diklasifikasikan menurut ASTM D388-19 tahun 2004 kadar Calorific
Value 11025,29 btu/lb merupakan batubara peringkat bituminus yang memiliki rank
batubara High Volatile C Bituminous, dengan kandungan Volatile matter yang cukup
tinggi maka seam B2 merupakan High Volatile Matter. Perbandingan antara Volatile
Matter dengan Fixed Carbon menghasilkan nilai rasio bahan bakar (fuel ratio) bernilai
0,96 pada seam B2. Kandungan sulfur menunjukkan bahwa pada seam B2 batubara di
daerah Banko Barat menunjukkan angka rata-rata yang rendah 0,55 (%adb).
41
Matter dengan Fixed Carbon menghasilkan nilai rasio bahan bakar (fuel ratio) bernilai
0,99 pada seam C. Kandungan sulfur menunjukkan bahwa pada seam C batubara di
daerah Banko Barat menunjukkan angka rata-rata yang sedang 0,61 (%adb).
Seam A1
Resource Area (ha) Mass (M Ton)
Measured 155.51 20184.54
Indicated 243.65 31380.04
Infered 309.62 39858.42
Total 708.78 91423.00
42
Tabel 6. 3 Estimasi Sumberdaya Seam A2
Seam A2
Resource Area (ha) Mass (M Ton)
Measured 169.38 19014.50
Indicated 268.10 30389.33
Infered 327.65 38366.97
Total 765.13 87770.80
Seam B1
Resource Area (ha) Mass (M Ton)
Measured 178.04 26858.75
Indicated 310.28 45076.59
Infered 351.20 51843.78
Total 839.52 123779.12
Seam B2
Resource Area (ha) Mass (M Ton)
Measured 178.00 8336.63
Indicated 318.57 14901.24
Infered 368.85 18705.30
Total 865.42 41943.17
43
6.4.5 Estimasi Sumberdaya Seam C
Seam C memiliki sumberdaya batubara terukur 112834,48 M ton dan total luas
area sebesar 837,07 ha, dengan rincian sumber daya terukur, tertunjuk, dan tereka
sebagai berikut:
Tabel 6. 6 Estimasi Sumberdaya Seam C
Seam C
Resource Area (ha) Mass (M Ton)
Measured 140.66 18922.91
Indicated 297.79 40117.35
Infered 398.62 53794.22
Total 837.07 112834.48
44
BAB VII
SIMPULAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari penilitian ini adalah sebagai berikut:
1. Area Pertambangan Banko Barat Pit “X” pada daerah penelitian terdiri dari
lima seam batubara yaitu seam A1, seam A2, seam B1, seam B2, dan seam C
dengan arah penyebaran barat laut-tenggara dengan arah kemiringan barat daya
sebesar 4°-5°.
2. Kompleksitas geologi pada daerah penelitian termasuk dalam kondisi geologi
sederhana berdasarkan SNI 5015:2011 ditinjau dari aspek tektonik, sedimentasi,
dan variasi kualitas.
3. Berdasarkan hasil uji kualitas batubara yaitu uji proksimat dan ultimat
diperoleh peringkat (rank) setiap seam batubara pada daerah batubara.
Peringkat kualitas batubara pada seam A1, A2, B1, B2, dan C adalah High
Volatile C Bituminous dengan kisaran kalori 5000 kkal/kg – 6000 kkal/kg.
4. Estimasi sumberdaya batubara pada seam A1 sebesar 91423,00 M ton, seam
A2 sebesar 87770,80 M ton, seam B1 sebesar 123779,12 M ton, seam B2
sebesar 41943,17 M ton, dan seam C sebesar 112834,48 M ton dengan total
sumberdaya batubara secara keseluruhan sebesar 457750,57 M ton.
7.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan penambahan jumlah data
pemboran untuk meningkatkan akurasi dan ketelitian dalam perhitungan estimasi
sumberdaya batubara. Selain itu, jumlah data hasil analisis kualitas setiap seam dapat
diperbanyak sehingga akan diperoleh pemahaman tentang kualitas batubara pada setiap
seam dengn lebih komprehensif.
45
DAFTAR PUSTAKA
ASTM D-338, 2004, Annual Book of Standards “Classification of Coal by Rank”
Abdullah, Agus, 2009, Gamma Ray Log. Ensiklopedi Seismik Online.
Badan Standardisasi Nasional, 2015, Standar Nasional Indonesia (SNI) 5015:2011
Pedoman Pelaporan Sumberdaya dan Cadangan Batubara
Bishop, M. G., 2001, South Sumatera Basin Province, Indonesia: The Lahat/Talang
Akar-Cenozoic Total Petroleum System. Colorado:USGS
Blake, 1989, The Geological Regional and Tectonic of South Sumatra Basin. Jakarta:
Proceeding 11th IPA
De Coster, G. L., The Geology of The Central and South Sumatra Basins
Koesoemadinata, R. P., 1981, Stratigraphy and Sedimentation: Ombilin Basin, Central
Sumatra (West Sumatra Province). Jakarta: Proceedings 10th Annual Convention
IPA
Pulunggono, A. dan Cameron, N. R., 1984, Sumatran Microplates: Their Characteristic
and Their Role in the Evolution of Central and South Sumatera Basin. Jakarta:
Proceedings 13th Annual Convention IPA.
Van Bammelen, R. W., 1949, Report on the Volcanic Activity and Volcanological
Research in Indonesia During The Period 1936-1948. Bulletin Vulcanology.
Springer.
Tim Ekplorasi Geologi. 2019. PTBA Banko Barat
46
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Survei Bor
Total Depth
Hole Name Easting (x) Northing (y) Elevation (m)
(m)
SS_1 368424.347 9581236.092 94.800 161.76
SS_2 368645.609 9581487.591 95.530 192.16
SS_3 368761.089 9581218.962 93.000 143.58
SS_4 368464.683 9581851.907 83.150 205.38
SS_5 368660.910 9581838.350 89.850 226.06
47
HOLE-ID Seam From To Rd TM IM VM FC ASH S CV-adb CV-ar
SS_1 A1 87.84 99.62 1.26 18.9 13.2 40.1 41.2 5.50 0.53 5988 5595
SS_1 A2 110.57 119.86 1.26 18.4 13 40.3 42.3 4.4 0.46 6136 5755
SS_1 B1 133.10 146.60 1.26 18.6 12.5 39.7 41.5 6.3 0.39 5993 5575
SS_1 B2 150.12 155.04 1.26 19.4 13.3 40.3 41.2 5.2 0.33 5970 5550
SS_2 A1 69.64 82.56 1.26 24.5 12.7 41.7 41.5 4.1 0.55 6166 5333
SS_2 A2 96.22 106.12 1.26 26.1 12.7 41.8 42.7 2.8 0.28 6136 5194
SS_2 B1 116.16 132.54 1.26 19.1 14 40.7 39 6.3 0.35 5850 5503
SS_2 B2 134.46 139.10 1.26 22.1 13.6 42.8 40.2 3.4 0.74 6205 5595
SS_2 C 177.70 188.22 1.26 20.4 14.2 41.7 40.3 3.8 0.92 6188 5741
SS_3 A1 14.74 26.92 1.26 27.4 13.4 40.8 41.1 4.70 0.77 5927 4969
SS_3 A2 46.61 55.80 1.26 27.9 13.4 41.1 43 2.50 0.21 6131 5104
SS_3 B1 67.07 79.76 1.26 24.9 13.5 39.8 42.1 4.60 0.33 6010 5218
SS_3 B2 84.00 85.82 1.26 29.4 13.8 39.9 43.4 2.90 0.84 6155 5041
SS_3 C 126.00 137.87 1.26 25.0 12.4 40.1 42.2 5.30 0.29 6176 5288
Lampiran 3 Data Kualitas Batubara
SS_4 A1 125.80 137.02 1.26 26.7 15.3 39.8 42.9 2 0.22 5858 5070
SS_4 A2 150.36 161.58 1.26 26.4 15.1 29.8 52.6 2.5 0.45 5848 5070
SS_4 B1 175.36 189.39 1.26 22.5 13.5 40.1 43.3 3.1 0.33 6140 5501
SS_4 B2 194.72 199.76 1.26 23.5 13.6 38.4 43 5 0.27 6187 5478
48