Anda di halaman 1dari 3

HUKUM PERORANGAN DAN KELUARGA

A. HUKUM PERORANGAN

 Dalam hukum perorangan yang dibicarakan adalah tentang masalah subjek hukum
dalam hukum adat.
 Dalam hukum adat, subjek hukum perorangan meliputi badan-badan hukum dan
manusia, badan2 hukum antara lain desa, suku, nagari, dan wakaf.
 Manusia sbg subjek hukum perorangan dlm hk.adat menunjukkan arti bahwa setiap
manusia baik laki-laki atau perempuan memiliki kedudukan yang sama sbg subjek
hukum dalam hukum, adat, karena setiap manusia dalam hukum adat adalah
pendukung atau pembawa hak dan kewajiban.
 Manusia sebagai subjek hukum dalam hukum perorangan, tidak semuanya dapat
melakukan perbuatan hukum yang sah, artinya tidak setiap manusia mampu
melakukan perbuatan hukum. Yang dianggap telah mampu melakukan perbuatan
hukum dalam hukum adat adalah setiap org yang sdh dewasa termasuk seorang
wanita yang ada dalam ikatan perkawinan dengan seorang pria.
 Dalam hukum adat tidak ditemukan kriteria yang pasti dalam menentukan seseorang
itu dapat disebutkan telah dewasa, karena dalam setiap daerah pada umumnya
memiliki kriteria yang berbeda-beda.
 Mengenai kriteria dewasa R. Soepomo menegaskan bahwa dalam hukum adat
kriterianya adalah bukan umur, tetapi kenyataan2 tertentu yang antara lain adalah:

• Kuwat Gawe (dapat atau mampu bekerja sendiri), Artinya cakap untuk melakukansegala
pergaulan dalam kehidupan kemasyarakatan serta mampu mempertanggungjawabkan sendiri
segala-galanya.
• Cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluannya sendiri.

B. HUKUM KEKELUARGAAN
• Yang dibicarakan dalam hukum kekeluargaan adat ini adalah mengenai hal keturunan,
hubungan anak dengan org tua, hubungan anak dg keluarga, ,memelihara anak piatu dan
mengangkat anak (adopsi).

1. HAL KETURUNAN

 Hal keturunan dalam hukum kekeluargaan adat adalah ketunggalan leluhur, artinya
terdapat hubungan darah antara org seorg dengan org lain, dua org atau lebih yang
memiliki hubungan darah. Jadi yang tunggal leluhur disini adalah keturunan yang
seorang dari yang lain.
 Dalam hukum kekeluargaan adat ini dikenal adanya keturunan yang bersifat lurus dan
bersifat menyimpang. Keturunan yang bersifat lurus apabila seseorang merupakan
keturunan langsung dari keturunan keluarganya. Misalnya hubungan ini terjadi antara
bapak dg anak, antara kakek,bapak dan anak.
 Sedangkan yang dimaksud dengan keturunan yang bersifat menyimpang atau
bercabang dimaksudkan, apabila antara kedua org atau lebih terdapat adanya
ketunggalan leluhur, misalnya bapak-ibunya sama (saudara sekandung), atau sekakek-
nenek.
 Dalam hukum kekeluargaan adat dikenal adanya unilateral dan bilateral. Yang
dimaksud dg unilateral adalah suatu masy yang dalam pergaulan sehari-hari hanya
mengakui keturunan patrilineal atau matrilineal saja. Sedangkan mereka yang dalam
pergaulannya sehari-hari mengakui keturunan dari kedua belah pihak yang disebut
bilateral.
 Lazimnya utk kepentingan keturunan dibuat silsilah, yaitu suatu bagan dimana
digambarkan dg jelas garis2 keturunan dari seorang atau suami/isteri, baik yang lurus
ke atas lurus ke bawah maupun yang menyimpang.
 Dari silsilah ini terlihat dengan jelas mengenai hubungan2 kekeluargaan yang ada di
antara para warga keluarga mereka. Hubungan kekeluargaan ini merupakan faktor
yang sangat penting di kemudian hari dalam hal2 berikut:

• Masalah perkawinan, yaitu untuk menyakinkan apakah terdapat hubungan kekeluargaan


yang merupakan larangan untuk menjadi suami isteri misalnya terlalu dekat, adik-kakak,
sekandung, dsb.
• Masalah waris, dalam hal ini hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta
peninggalan.

2. HUBUNGAN ANAK DENGAN ORANGTUA

 Hubungan anak dengan org tua dalam hukum kekeluargaan adat adalh sangat penting,
karena dalam hukum adat anak kandung memiliki kedudukan yang sangat penting.
 Oleh orang tua anak dianggap sebagai penerus generasinya dan dipandang sebagai
wadah dimana semua harapan orang tuanya kelak di kemudian dari dipandang sebagai
pelindung dari kedua org tuanya apabila tidak mampu lagi secara fisik utk mencari
nafkah sendiri atau dalam hal lain mewakili kepentingan kedua org tuanya.
 Ketika anak masih dalam kandungan ibunya hingga ia dilahirkan bahkan dalam
pertumbuhannya pada masy adat terdapat banyak upacara2 adat yang sifatnya religio-
magis dan penyelenggaraannya berurutan mengikuti pertumbuhan fisik anak tersebut.
 Disetiap daerah upacara2 adat itu tidaklah sama, misalnya di daerah jawa barat
upacara2 adat secara kronologis berlangsung sbb :

* *Anak masih dalam kandungan

Upacara adat dilangsungkan pada bulan ke 3, ke 5, ke 7, dan ke 9, tetapi lebih khusus


diadakan pada bulan ke 7 yang disebut “tingkeb”
*Pada saat anak lahir
Upacara adat yang berlangsung adalah upacara ‘bali” atau kalau tidak ditanam, dilakukan
upacara penghanyutannya ke laut.
*Pada saat tali ari anak putus
Upacara adat yang berlangsung adalah diadakannya “sesajen”. Tali ari yang putus disimpan
ibunya dalam “gonggorekan”nya (kantong obat) serta pada saat itu lazimnya si anak diberi
nama.
*Setelah anak berumur 4o hari
Upacara adat yang dilangsungkan adalah upacara “cukur” yang diteruskan upacara
“nurunkeun” (utk pertama kalinya kaki anak disentuhkan ke tanah,

1. ANAK YANG LAHIR DI LUAR PERKAWINAN


• Hal ini di setiap daerah tidak sama pandangannya. Di mentawai, Timor, Minahasa, dan
Ambon beranggapan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan tetap saja ibu yang
melahirkan anak itu sebagai ibunya. Jadi tidak ada yang dipermasalahkan anak tetap diakui
sbg anak dari ibu yang melahirkannya.
• Tetapi di daerah lainnya ada pendapat yang mencela keras ibu anak ini, bahkan semula
lazimnya si ibu dibuang dari persekutuan keluarga tidak diakui lagi sebagai warga
persekutuan.
• Untuk mencegah nasib si ibu beserta anaknya yang demikian, terdapat suatu tindakan adat
yang memaksa si laki2 utk kawin dengan perempuan yang telah melahirkan anak tadi.
• Tindakan yang demikian diambil misalnya di daerah SUMSEL dalam suatu rapat warga.
Demikian juga di Bali, bahkan jika laki2 yang dimaksud tidak mau mengawini sang
perempuan ia dapat dijatuhi hukuman.
• Di samping kawin paksa, adat juga mengenal usaha yang lain, yaitu dengan cara
mengawinkan perempuan yang sedang hamil misalnya dengan salah seorang laki2 lain.
Maksudnya agar si anak dapat lahir dalam masa perkawinan yang sah, sehingga anak itu
nantinya menjadi anak yang sah. Cara ini di jawa disebut dengan nikah “tambelan”.
• Di Minahasa ada sedikit perbedaan mengenai hal tersebut, hubungan anak dengan laki2 yang
belum kawin dengan ibu anak ini biasa saja seperti hubungan antara bapak dengan anak
dalam perkawinan yang sah utk menghilangkan keraguan bahwa dialah bapak dari anak tadi,
lazimnya si bapak memberikan satu hadiah yang disebut “ilikur” kepada ibu dan anak yang
bersangkutan apabila perempuan ini tidak berdiam serumah dengannya.
• Di daerah lain, anak yang lahir di luar perkawinan secara adat tidak mempunyai bapaknya.
Sedangkan masy yang beragama kristen misalnya di Ambon, anak yang lahir di luar
perkawinan seperti itu, tetapi kemudian perempuan dan laiki2 yang bersangkutan kawin,
maka anak tersebut disahkan, di ambon di sebut “di-erken” atau diakui.

2. ANAK YANG LAHIR KARENA ZINAH


• Apabila seorang isteri melahirkan anak karena hubungan gelap yang terjadi dengan seorang
laki2 bukan suaminya, maka menurut hukum adat suaminya sendiri menjadi bapak anak yang
dilahirkan, kecuali sang suami menolak berdasarkan alasan2 tertentu yang dapat diterima utk
menolak anak yang dilahirkan oleh isterinya karena perbuatan zinah tersebut.
• Dalam hukum adat tidak ada kebiasaan seprti halnya dalam hukum islam yang menetapkan
waktu lebih dari 6 bulan setelah nikah sebagai syarat kelahirasn anak agar diakui sbg anak
yang sah. Ketentuan hukum Islam ini sama sekali tidak mempengaruhi lembaga adat “kawin
paksa”, “kawin darurat”, “kawin tabelan”.

3. ANAK YANG LAHIR SETELAH PERCERAIAN

 Anak yang dilahirkan setelah bercerai menurut hukum adat mempunyai bapak bekas
suami perempuan yang melahirkan anak itu, apabila kelahirannya menjadi masih
dalam batas2 waktu mengandung.
 Mengenai hubungan yang terjadi antara anak dari selir dengan bapaknya, secara adat
hubungan ini diakui sebagaimana kedudukannya dengan anak sah dalam perkawinan resmi,
kenyataan ini terjadi pada masa2 yang lalu.

Read more: http://ariexfy.blogspot.com/2012/03/hukum-perorangan-dan-


keluarga.html#ixzz26IQbJFFI

Anda mungkin juga menyukai