Qurrotul Ainiyah
(STAI Al-Falah As-Suniyyah Kencong Jember dan Dosen IAIN Jember,
Email: jayaaini@gmail.com)
Syarifah Marwiyah
(STAI Al-Falah As-Suniyyah Kencong Jember dan Dosen IAIN Jember,
Email: syarifahmarwiyah@yahoo.com)
Abstrak:
Paper ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
lapangan (field research) dengan memaparkan; Pertama, bagaimana
konsep anak luar nikah dan hak warisnya menurut KUH Perdata
(Burgerlijk Wetboek), Kompilasi Hukum Islam, dan Yusriprudensi MK?
Kedua, Bagaimana kultur etnis Madura di Kebonan Kecamatan
yosowilangun kabupaten lumajang atas pembagian hak waris
terhadap anak luar nikah?. Hasilnya, Pertama, dalam Kompilasi
Hukum Islam dan KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) menjelaskan
anak yang lahir dalam pernikahan walaupun tidak tercatatkan adalah
anak sah, sedangkan anak hasil hubungan tanpa pernikahan adalah
anak zina dan Yusriprudensi MK menegaskan hubungan anak
dengan seorang laki-laki sebagai bapak semata-mata karena adanya
ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga di dasarkan pembuktian
adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai
bapak. Sedangkan mengenai pengaturan hak waris anak luar nikah,
adanya upaya pemerintah dalam pemberian satu bidang kekuasan
kehakiman berupa Peradilan Agama yang membawahi konsep
hukum kewarisan. Yang senada dengan konsep asas hukum Lex
specialis derogat legi generali yaitu asas penafsiran hukum yang
menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis)
mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Kedua,
Dalam pembagian kewarisan anak luar nikah masyarakat Kebonan
lebih cenderung menggunakan kewarisan kultural, yakni harmonisasi
antara hukum perdata dan hukum Islam yang mengalami
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
DOI 10.19105/al-ihkam.v11i2.1018
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
Kata-kata Kunci:
Kultur Masyarakat, Kewarisan Anak Luar Nikah, Madura
Abstract:
This field research study applies a qualitative approach to explore;
First, how the concept of illegitimate children and their right to
inheritance according to the Civil Code (Burgerlijk Wetboek),
Compilation of Islamic Law and Jurisprudence Court is. Second, How
Madura ethnic culture in the District of Kebonan yosowilangun,
Lumajang district deal with the division of inheritance to the
illegitimate children. This study found that First, in the Compilation
of Islamic Law and the Civil Code (Burgerlijk Wetboek), it is explained
that a child born of a marriage couple, although he is not registered is
a legitimate child, while the child of a relationship without marriage is
considered as illegitimate child, and the Jurisprudence Court affirms
that the relationship between a child with a man as the father is only
due to a marriage bond. However, it can also be based on evidence
proving their blood relationship between the child and the man as the
father. As for the provision on inheritance rights of an illegitimate
child, the government has made efforts in the provision of a field of
judicial authorities in the form of Religious Courts which is in charge
of the inheritance law. What is in line with the concept of the legal
principle of lex specialis derogat legi generali , is the principle of
interpretation of the law which states that a special legal (lex specialis)
overrides the general law (lex generalis). Second, in the division of
inheritance for the illegitimate child, Kebonan people are more likely
to use cultural heritage, namely the harmonization of civil law and
Islamic law which has been missinterpreted in the understanding of
legal circles in the Religious Court
Key Words:
Culture of the Society, Inheritance of Illegitimate Children, Madura
336 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
Pendahuluan
Pasal 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1Bila secara teologis
perkawinan merupakan bagian dari ciri normal segala eksistensi,
mengapa kemudian seksualitas harus dipandang negatif? Dari sinilah
kemudian fiqh memandang perkawinan sebagai salah satu bagian
kehidupan agama yang terpenting. Para fuqaha hanya berselisih saat
berhadapan dengan pertanyaan di muka: Mana yang lebih penting,
menikah atau menyendiri untuk beribadah? “Para ulama,” demikian
kata al-Ghazālī, “berbeda pendapat tentang keutamaan nikah.
Beberapa di antara mereka menekankan keutamaan nikah hingga
mereka lebih mengutamakannya ketimbang menyendiri untuk
beribadah kepada Allah (al-takhallî li-‘ibîdat Allâh); sementara yang
lain, walaupun juga menganggap penting nikah masih
mengutamakan menyendiri untuk beribadah.”2
Qur’ān menekankan pentingnya keluarga inti dan
mengecilkan makna penting kelompok-kelompok sosial yang lebih
besar seperti suku atau klan.3 Hal ini mungkin ditimbulkan oleh
kenyataan bahwa masyarakat Arab di masa pra-Islam sangat
mengagung-agungkan suku atau klan dan abai pada kesejahteraan
dan keadilan di antara anggota suku. Nabi Muhammad sendiri
membangun keluarga virilokal4 yang kemudian dikenal sebagai bayt
al-Nabī dan para anggotanya ahl al-bayt.
Selain itu di dalam al-Qur’ān ada istilah-istilah yang beragam
untuk menyebut keluarga; antara lain âl, ahl, bayt, ‘ashîrah, dan qurbâ.
Istilah-istilah ini bisa berarti sehimpunan orang yang tinggal dalam
rumah yang sama atau yang berasal dari garis keturunan yang sama.5
1 Soesilo dan Pramudji R., Undang-undang RI No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan (T.tp:
Rhedbook Publisher, 2008), 461.
2 Abū Hāmid al-Ghazālī, Iḥyā’ ’Ulūm al-Dīn, 2: 22.
3 Demikian amatan W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina, (Oxford: The
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 337
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
338 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
9 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta : Kencana
Prenada Media, 2008), 80.
10 Soesilo dan Pramudji R., Kitab Undang-undang Hukum Perdata (T.tp: Rhedbook
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 339
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
340 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
14 Ibid,
81.
15Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu hokum, Terjemahan Incleiding tot de Studie van Het
Nederlandse Recht oleh Oertarid Sadio, Noordhoff-kalff, Cet. IV, (Jakarta:N.V., 1985),13
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 341
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
342 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 343
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
19 Ibid.
20 Ibid., 46.
344 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan.
Namun untuk hukum waris burgerlijk wetboek, meskipun letaknya
dalam hukum perdata, tetapi ternyata di dalamnya terdapat unsur
paksaan. Misalnya, ketentuan yang memberikan hak mutlak kepada
ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan atau
ketentuan yang melarang pewaris sewaktu hidupnya untuk membuat
ketetapan terhadap sejumlah tertentu dari hartanya. Misal di masa
hidupnya pewaris telah membuat ketetapan seperti menghibahkan
sejumlah tertentu dari hartanya yang dilarang itu, maka penerima
hibah mempunyai kewajiban hukum untuk mengembalikan harta
yang telah dihibahkan tersebut ke dalam harta warisan guna
memenuhi hak mutlak ahli waris yang mempunyai hak mutlak.21
Kedua, hanya berlaku untuk warganegara Indonesia golongan
tertentu. Penggolongan penduduk dan aturan hukumnya masing-
masing tersebut juga diakui oleh UU Perkawinan Nasional, yaitu UU
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut KUH Perdata atau
burgerlijk wetboek, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu
pertama ahli waris menurut ketentuan undang-undang. Kedua, karena
ditunjuk dalam surat wasiat (testamen). Cara yang pertama
dinamakan mewarisi menurut undang-undang atau "ab intestato",
sedangkan cara yang kedua dinamakan mewarisi secara
"testamentair".22
Sebenarnya problem pokok yang dihadapi umat Islam pada
masa kini, adalah menyangkut upaya formulasi hukum. Kekakuan
pikiran-pikiran kaum tradisionalis, telah membuat umat Islam tidak
mampu melihat hukum secara dinamis dan terkungkung oleh
pandangan ulama masa lalu yang dipandang sakral dan tidak dapat
diganggu gugat. Anggapan bahwa hukum Islam bersifat statis dan
abadi berkembang di kalangan tradisionalis. Sementara pendapat lain
mengatakan bahwa hukum Islam bersifat fleksibel. Artinya hukum
Islam dapat beradaptasi dengan perubahan sosial. Pendapat ini
mendasarkan pandangannya pada konsep mashlaḥah (publik interest),
universalitas, dan ijtihad. Pendapat semacam ini berkembang di
Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2000),
72-73.
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 345
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
23 Abdul Gafur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam, (UII Press;Yogyakarta, 2005) ,
7
24 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2012), 309.
346 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
Hal ini senada dengan konsep asas hukum di negara kita yaitu lex
specialis derogat lex generali adalah asas penafsiran hukum yang
menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis)
mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum
Positif Indonesia, sebagaimana kami kutip dari artikel yang ditulis A.A.
Oka Mahendra berjudul “Harmonisasi Peraturan Perundang-
undangan”, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu pertama, Ketentuan-
ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku,
kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
kedua, Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan
ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-
undang); ketiga, Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam
lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan. Maka
antara hukum perdata dan hukum Islam adalah harmonisasi hanya
saja terhadap konsep anak di luar perkawinan mengalami
missinterpretasi dalam pemahaman kalangan hukum di pengadilan
Agama.
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 347
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
348 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 349
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
27 Munawir Sjadzali,"Reaktualisasi Ajaran Islam", dalam Iqbal Abdur Rauf Saimina (ed),
polemic reaktualisasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 1988), 2
350 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 351
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
33 Wahbah al Zuhaili, al Fiqh al Islam wa Adillatuhu, Jilid 10, (Beirut, Dar al fikr, 2005)
747
34 Abdurrahman Wahid, Pribumisasi Islam, dalam Muntaha Azhari dan abdul Mun'in
352 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
35
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumawi Eswe bahwa sejak Sultan
Hamengku Buwono I sampai Sultan Hamengku Buwono IX, keluarga kraton
memiliki pola kewarisan yang sama. Pola itu adalah berdasarkan ajaran Islam dan
adat keraton atau budaya Jawa. Pola pelaksanaan kewarisan di keraton
Ngayogyakarto Hadiningrat, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam dan adat
jawa, sehingga pembagiannya pun selalu sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan Islam,
walaupun terkadang ada juga yang masih berdasar adat kejawen. Dalam konteks ini,
hubungan kewarisan Islam dengan hukum kewarisan kesultanan Ngayogyakarto,
telah terjadi konvergensi unsur-unsur kewarisan. Hukum kewarisan Islam swargi
kesultanan Ngayogyakarto telah berhasil menyatukan hukum kewarisan Islam,
dengan hukum kewarisan budaya Jawa. Hal - hal yang diadopsi dari sistem
kewarisan Islam meliputi; pertama, dalam hukum Islam istri atau janda tidak
mempengaruhi waktu pelaksanaan pembagian harta warisan. Sedangkan adat jawa,
harta warisan tidak dibagikan selama janda atau istri masih hidup; Kedua, dalam
hukum Islam, pembagian harta warisan dengan sistem dua banding satu untuk laki-
laki dan perempuan. Sedangkan adat Jawa, anak laki-laki atau perempuan
mendapatkan harta warisan yang sama dan; ketiga, dalam Islam seorang istri atau
janda memperoleh bagian tertentu, yaitu seperdelapan bagian harta warisan.
Sedangkan dalam kebudayaan Jawa, istri atau janda berhak atas seluruh harta
warisan suaminya.
Adapun unsur-unsur yang diambil dari adat Jawa adalah klasifikasi harta berdasar
harta sultan dan kesultanan. Harta sultan itu adalah harta yang bisa dibagikan ke
seluruh ahli waris. Sedang harta kesultanan adalah harta yang istimewa, merupakan
kategori harta produktif yang hanya diberikan kepada ahli waris yang tertua,
biasanya anak pertama untuk kepentingan keluarga. Dalam pembagian kewarisan di
Keraton Ngayogjakarto, ada unsur yang disesuaikan dengan hukum Islam dan adat
Jawa yaitu adopsi ahli waris pengganti. Sedang unsur yang tidak disesuaikan dengan
Hukum Islam dan adat Jawa adalah tidak adanya klasifikasi harta berdasarkan
hubungan perkawinan (harta bersama, harta gono-gini). Inilah yang menjadi ciri khas
dalam pelaksanaan pembagian harta warisan di kesultanan Ngayogjakarto.
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 353
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
354 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 355
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
356 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
40 Atho' Muzhar, Socisl History Approach To Islamic Law, Jurnal al Jami'ah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, No 61.
41 Said Ramadhân al Buthî, Dlawâbith al Mashlahah, (Beirut: Muassasah al risalah, tt),
27.
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 357
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
Kesimpulan
Dalam KUH Perdata dan Kompilasi Hukum Islam tidak
mendefinisikan secara jelas anak luar nikah. Secara umum disebutkan
anak yang lahir dalam pernikahan walaupun tidak tercatatkan adalah
anak sah, sedangkan anak hasil hubungan tanpa pernikahan adalah
anak zina. Yusriprudensi Mahkamah Konstitusi menegaskan
hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak semata-mata
karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga di dasarkan
pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki
tersebut sebagai bapak.
Mengenai kewarisan, dalam KUH Perdata atau Burgerlijk
Wetboek, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu pertama;
Ahli waris menurut ketentuan undang-undang atau mewarisi
menurut undang-undang atau "ab intestato". Kedua, karena ditunjuk
dalam surat wasiat (testamen) atau mewarisi secara "testamentair".
Sementara Mahkamah Kontitusi juga menegaskan hubungan anak
dengan seorang laki-laki sebagai bapak semata-mata karena adanya
ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pembuktian
adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai
bapak. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/adminstrasi
43 Ibid., 43.
358 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6
Pembagian Waris Etnis Madura
DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al ‘Aṭī, Hammûdah, The Family Structure in Islam, T.p :T.th
Amanat, Anisitus, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum
Perdata BW, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000
Amatan W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina. Oxford: The
Clarendon Press, 1956
Apeldoorn, Van, Pengantar Ilmu hukum, Terjemahan Incleiding Tot de
Studie Van Het Nederlandse Recht oleh Oertarid Sadio,
Noordhoff-kalff, Cet. IV, Jakarta: N.V, 1985
Ghazālī al-, Abū Ḥāmid, Iḥyā’ ’Ulūm al-Dīn, T.p: Tt.
Gafur Anshori, Abdul, Filsafat Hukum Kewarisan Islam, UII Press:
Yogyakarta, 2005
Gil‘adi, Avner, “Family,” dalam Jane Dammen McAuliffe (ed.),
Encyclopaedia of the Qur’ān. Leiden: Brill, 2006.
Idris Ramulyo, M., Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam
Dengan Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata
(BW), Jakarta: Sinar Grafika, 2000
Kanwil Kemenag Prov. Jawa Timur, UU RI Nomor I Tahun 1974
tentang perkawinan dan peraturan pelaksanaanya,
Surabaya: KANWIL KEMENAG PROV. Jawa Timur, 2010
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia,
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008
Murdiningsih, Rr., Peranan Notaris, Tesis, Jakarta: FH UI, 2009
Soesilo dan Pramudji R., Undang-undang RI No. 1 Tahun1974 tentang
Perkawinan, T.tp: Rhedbook Publisher, 2008
al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6 359
Qurratul Ainiyah, Syarifah Marwiyah,Sri Lumatus Sa`adah
360 al-Ihkâ V o l . 1 1 N o . 2 D e s e m b e r 2 0 1 6