Anda di halaman 1dari 72

PENERAPAN METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE

DALAM MENINGKATKAN KOSA KATA ANAK DENGAN


HAMBATAN PENDENGARAN KELAS II SDKH
DI SKH SAMANTHA

( Penelitian Eksperimen Single Subject Research pada Anak dengan Hambatan


Pendengaran tingkat SDKH )

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh :

RISMA EKA PEBRIANTI

2287190022

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

TAHUN 2024
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya sebagai penulis Skripsi berikut :

Judul : Penerapan Metode Total Physical Response dalam


Meningkatkan Kosakata Anak dengan Hambatan
Pendengaran Kelas II SDKh di SKh Samantha
Nama : Risma Eka Pebrianti

NIM : 2287190022

Program Studi : Pendidikan Khusus

Fakultas : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi tersebut di atas adalah benar-


benar hasil karya asli saya dan tidak memuat hasil karya orang lain, kecuali
dinyatakan melalui rujukan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila dikemudian hari ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahwa sebagian
atau seluruh karya ini bukan karya saya, maka saya bersedia dituntut melalui
hukum yang berlaku. Saya juga bersedia menanggung segala akibat hukum yang
timbul dari pernyataan yang secara sadar dan sengaja saya menyatakan melalui
lembar ini.

Serang, Februari 2024

Risma Eka Pebrianti


NIM. 2287190022

LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI

PENERAPAN METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE


DALAM MENINGKATKAN KOSA KATA ANAK DENGAN
HAMBATAN PENDENGARAN KELAS II SDKH
DI SKH SAMANTHA

( Penelitian Eksperimen Single Subject Research pada Anak dengan Hambatan


Pendengaran tingkat SDKH )

Oleh:

Risma Eka Pebrianti


2287190022

Serang, Maret 2024

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Reza Febri Abadi, M.Pd Dr. Toni Yudha Pratama, M.Pd


NIP. 198902072018031002 NIDN. 0014118702

Mengetahui,

Ketua Jurusan
Pendidikan Khusus
Reza Febri Abadi, M.Pd
NIP. 198902072018031002

PRA KATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis
bisa bertahan hingga saat ini. Shalawat beserta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. keluarganya, para sahabatnya dan tak lupa kepada kita
semua selaku umatnya hingga akhir zaman.

Atas izin Allah SWT. serta dukungan dari berbagai pihak tugas akhir
Skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Total Physical Response dalam
Meningkatkan Kosakata Anak dengan Hambatan Pendengaran Kelas II
SDKh di SKh Samantha” dapat terselesaikan. Adapun tujuan dari penyusunan
skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Khusus, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa


bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
merasa sangat bersyukur dan mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Fatah Sulaiman, ST., MT., selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Dr. H. Fadlullah, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Bapak Reza Febri Abadi, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Khusus
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Dosen Pembimbing Akademik
dan Dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan masukan, saran, arahan dan
motivasi dalam penyusunan skripsi ini serta telah membimbing dari awal
perkuliahan hingga saat ini.
4. Bapak Dr. Toni Yudha Pratama, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah membantu memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam
penyusunan skripsi ini
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Khusus, Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa yang telah memberikan ilmu pengetahuan, motivasi, arahan,
nasehat yang tak ternilai selama masa perkuliahan.
6. Staff TU Jurusan Pendidikan Khusus dan staff TU Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan yang telah membantu penulis dalam proses administrasi.
7. Kepala sekolah, guru dan peserta didik SKh Samantha yang telah menerima
dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan telah bimbingan
yang tak ternilai.
8. Bapak Purwo Susilo dan Ibu Emi Nurhayati selaku orang tua dari penulis
yang tidak menutup mata untuk pendidikan anak-anaknya. Dari banyaknya
prinsip orangtua yang tidak bisa menyekolahkan anaknya karena faktor
ekonomi, teteh bangga dan kagum sama bapak dan mamah yang selalu
memegang prinsip “percaya kepada sang pencipta akan memberikan jalan dan
rezeki untuk mempermudah, karena setiap anak terlahir dengan rezekinya
masing-masing”.
9. Adik – adikku yang terkasih, terima kasih karena sering kali kalian mengalah
demi kebutuhan teteh. Semoga teteh bisa memberikan apapun yang kalian
inginkan. Semoga kita selalu menjadi kebanggan mamah dan bapak.
10. Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat
untuk penulis dalam menimba ilmu.
11. Sahabat – sahabat terbaikku yang sudah menemani masa-masa susah
senangnya di perkuliahan dan di perantauan. Saat jauh dari keluarga maka
kalianlah yang menjadi keluarga. Terima kasih karena kalian setiap sudut di
Kota Serang ini memiliki cerita.
12. Nedi Sepiyandi terima kasih atas kesediaannya untuk terus mendampingi
proses dan perjalanan ini. Menuliskan nama mu itu tanda bahwa kamu pernah
menjadi bagian dari proses perjuangan. Dan jika dikemudian hari kamu pergi,
it’s okay berarti peranmu telah usai.
13. Teman – teman angkatan 2019 Program Studi Pendidikan Khusus Untirta
yang membersamai, berjuang, serta berproses bersama selama masa
perkuliahan, semoga kita sukses dengan jalan yang kita pilih.
14. Semua pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu persatu terima
kasih telah membantu penulis selama masa perkuliahan, hingga tugas akhir
ini dapat terselesaikan.
15. Terakhir, terima kasih untuk diriku sendiri. Akhirnya, kita bisa
menyelesaikan apa yang sudah kita mulai. Di waktu yang tepat, di waktu
terbaik yang memang sudah dipersiapkan untuk kita. Mari kita rayakan
pencapaian ini dengan hal-hal yang membuat kita senang. Teruslah belajar,
tidak harus sempurna kita hanya perlu bertanggung jawab atas apa yang
sudah kita pilih. Maka, skripsi ini akan menjadi sebuah karya yang abadi
selain sebagai bentuk tanggung jawab juga sebagai bukti cinta kepada orang-
orang yang selalu mendukung kita.

Dengan penuh hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima


kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan doanya
sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca.

Serang, 8 Februari 2024


Penulis

Risma Eka Pebrianti


MOTTO
“Rayakan sekecil apapun pencapaianmu”
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN......................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii

PRAKATA.............................................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................vii

DAFTAR BAGAN.................................................................................................ix

DAFTAR GRAFIK..................................................................................................x

DAFTAR TABEL...................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................1

B. Identifikasi Masalah..........................................................................................5

C. Batasan Masalah...............................................................................................5

D. Rumusan Masalah.............................................................................................6

E. Tujuan Penelitian..............................................................................................6

F. Manfaat Hasil Penelitian...................................................................................6

BAB II KAJIAN TEORITIK...................................................................................8

A. Kajian Anak dengan Hambatan Pendengaran...................................................8

B. Kajian Penguasaan Kosakata..........................................................................14

C. Kajian Penguasaan Kosakata..........................................................................18

D. Tahap – Tahap Penerapan Metode Total Physical Response.........................20

E. Pelaksanaan Penerapan Metode Total Physical Response dalam


Meningkatkan Kosakata.........................................................................................21

F. Penelitian yang Relevan..................................................................................22

G. Kerangka Berpikir...........................................................................................24
H. Hipotesis.........................................................................................................25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................26

A. Metode Penelitian...........................................................................................26

B. Desain Penelitian............................................................................................27

C. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................................28

D. Subyek Penelitian............................................................................................28

E. Variabel Penelitian..........................................................................................29

F. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................31

G. Intrumen Penelitian.........................................................................................32

H. Validitas Instrumen.........................................................................................35

I. Skenario Penelitian.........................................................................................36

J. Prosedur Penelitian.........................................................................................37

K. Teknik Analisis Data.......................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir.............................................................................................................33
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Prosedur Dasar Desain A-B-A...........................................................................................37
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Intrumen Penelitian.........................................................................................33
Tabel 3.2 Butir Soal Instrumen Penelitian....................................................................................35
Tabel 3.3 Skenario Pelaksanaan Intervensi.................................................................................37
Tabel 3.4 Panjang Kondisi...................................................................................................................40
Tabel 3.5 Garis Kecenderungan........................................................................................................41
Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Analisis Dalam Kondisi.................................................................42
Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Analisis Antar Kondisi...................................................................46
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan secara umum tidak terbatas pada teori didalam mata pelajaran saja
akan tetapi pendidikan juga mencakup segala aspek yang erat kaitannya dengan
potensi yang ada pada diri manusia dalam hal pegembangan. Sebagaimana
dituliskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah tempat
atau wadah untuk mengembangkan seluruh potensi diri yang ada pada diri
manusia.
Setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan,
tanpa membeda – bedakan anak berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Selain
pendidikan umum ada juga pendidikan khusus yang diperuntukan bagi anak
berkebutuhan khusus. Tercantum dalam Undang - Undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 2 tentang Sisdiknas “warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”.
Anak dengan hambatan pendengaran merupakan individu yang memiliki
gangguan pada indera pendengaran dan diklasifikasikan mulai dari anak dengan
hambatan pendengaran ringan hingga dengan berat. Suatu keadaan kehilangan
pendengaran ini menyebabkan mereka tidak dapat menangkap berbagai
rangsangan, terutama melalui indera pendengaran yang menyebabkan
pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional dalam kehidupan sehari-hari
(Somantri, 2012 : 93).
Dampak dari gangguan pendengaran pada anak dengan hambatan
pendengaran menyebabkan beberapa permasalahan yang kemudian berpengaruh
pada kehidupannya. Beberapa permasalahan yang berpengaruh pada ke hidupan
anak dengan hambatan pendengaran yaitu : 1) Permasalahan sosial, merupakan
permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar anak yang dapat menimbulkan
2

perilaku maladaptif pada anak dengan hambatan pendengaran. Permasalahan


tersebut menimbulkan rasa cemas dan takut karena anak tidak terbiasa dengan
komunikasi yang beragam. Anak dengan hambatan pendengaran memiliki
penguasaan kosakata yang minim, sehingga mengalami hambatan ketika
berkomunikasi dengan orang lain (Landsberger, 2014 : 42); 2) Permasalahan
emosional, ini berkaitan dengan keadaan emosi anak yang diakibatkan oleh
miminnya bahasa dan sering kali di artikan negatif kemudian menjadikan tekanan
bagi emosinya (Somantri, 2012 : 98); 3) Permasalahan kognitif, berkaitan dengan
intelegensi yang menyebabkan minimnya penguasaan kosakata dan kemampuan
berbahasa anak dengan hambatan pendengaran. Secara intelegensi rata-rata anak
dengan hambatan pendengaran tertinggal 6 tahun dari anak pada umumnya yang
sebaya dengan mereka (Fajrianto, 2012 : 2); 4) Permasalahan perilaku, seringkali
menyebabkan sikap agresif terhadap orang lain maupun menghindar. Ini
merupakan bentuk penyimpangan pada kehidupan sosial anak dengan hambatan
pendengaran (Somantri, 2012 : 100); 5) Permasalah kesehatan mental, disebabkan
oleh komunikasi yang buruk membuat anak dengan hambatan pendengaran
merasa terisolasi dan keadaan tersebut mengalami tekanan psikologis (Marschark,
1993 dalam Herman, 2009).
Beberapa permasalahan yang terjadi pada anak dengan hambatan
pendengaran, disebabkan karena anak tidak bisa memfungsikan indera
pendengarannya secara maksimal yang mengakibatkan hambatan perkembangan
dalam menangkap bunyi terlebih bahasa. Akibat terbatasnya sistem pendengaran
menyebabkan anak tidak mampu mendengar dengan baik, tidak terjadi proses
peniruan suara setelah masa meraban, peniruan hanya sebatas pada peniruan
secara visual.
Penguasaan kosakata menjadi dasar utama dalam berbahasa, kemampuan
berbahasa yang digunakan berkaitan dengan banyak atau sedikitnya kosakata
dimiliki oleh seseorang. Jika tidak memiliki penguasaan kosakata yang cukup,
maka akan mengalami kesulitan dalam berbahasa maupun berkomunikasi.
Kemampuan berbahasa terbentuk melalui proses meniru dan mendengar, dampak
dari ketunarunguan menyebabkan adanya hambatan dalam perkembangan
3

berbahasa yang kemudian mempengaruhi komunikasi anak dengan hambatan


pendengaran.
Salah satu kosakata yang tidak akan terlepas dari aktivitas berbahasa pada
manusia adalah kosakata kerja. Kosa kata kerja merupakan kata-kata yang
menyatakan perbuatan atau tindakan, yang merujuk pada kegiatan sehari-hari,
mengenali kosakata kerja seringkali menjadi langkah yang paling penting dalam
memahami artii dari suatu kalimat, oleh karena itu kosakata kerja mutlak
diketahui karena merupakan jantung dari sebuah kalimat dalam melakukan
komunikasi.
Peneliti melakukan observasi awal di SKh Samantha selama 1 bulan saat PLP
(Pengenalan Lapangan Persekolahan), dari hasil observasi tersebut peneliti
menemukan bahwa dikelas II SDKH B (Anak dengan hambatan pendengaran)
yaitu peserta didik diajarkan untuk menguasai kosakata dengan dua sistem
komunikasi, menggunakan bahasa isyarat dan juga dengan oral tujuannya adalah
agar kemampuan komunikasi mereka dapat berkembang. Selain itu, komunikasi
menggunakan oral juga dapat membantu peserta didik ketika berada diluar
lingkungan sekolah terutama untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
yang tidak memahami bahasa isyarat. Setelah peneliti melakukan wawancara
dengan guru kelas, beliau menyampaikan bahwa komunikasi menggunakan oral
ini dapat membantu memudahkan peserta didik ketika diluar lingkungan sekolah
untuk berkomunikasi dengan masyarakat yang tidak mengerti bahasa isyarat.
Bahasa isyarat mereka juga pelajari dikelas sebagai bekal mereka berkomunikasi
dengan teman-teman kelasnya.
Metode yang diberikan untuk meningkatkan kosa kata pada anak dengan
hambatan pendengaran yaitu metode yang dilakukan secara interaktif melibatkan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Ketepatan dalam memilih metode
pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan yang optimal dan mampu
meningkatkan hasil belajar yang diharapkan. Disini metode yang diberikan oleh
peneliti yaitu metode total physical response. Metode total physical response
yaitu metode yang disesuaikan untuk pembelajaran pada bidang pengembangan
4

bahasa untuk anak lebih mengutamakan bidang pengembangan langsung yang


berhubungan dengan kegiatan fisik (physical) dan gerakan (movement).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di dalam kelas dengan menggunakan
metode total physical response ini menunjukkan bahwa terdapat kemajuan yang
signifikan pada siswa secara statistik dalam memahami kata-kata baru. Metode
total physical response memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa agar
dapat membekali diri dengan pemahaman terlebih dahulu sampai mereka siap
untuk berbicara (Iskandarwassid & Sunendar, 2011 : 73).
Peneliti mengambil contoh pada salah satu kegiatan dengan menggunakan
metode total physical response adalah ketika guru membuat gerakan “buka buku
tulis” maka peserta didik anak menyimak kegiatan tersebut sebelum mereka
melakukan perintah tersebut secara mandiri. Dari kegiatan tersebut secara tidak
langsung anak akan belajar mengingat dan mendapatkan kosakata baru. Maka dari
itu, metode total physical response diharapkan dapat digunakan sebagai metode
pembelajaran dalam meningkatkan kosa kata anak dengan hambatan pendengaran.
Hal tersebut dikarenakan metode total physical response mengedepankan respon
fisik dan visual. Selain itu, metode ini juga mudah dipahami oleh peserta ddik,
karena peserta didik diberikan kesempatan untuk memaksimalkan kemampuan
menyimaknya sebelum mereka berbicara. Dalam melaksanakan program
pembentukan bahasa, seorang guru/pendidik harus menggunakan metode yang
mudah dilakukan oleh anak yang bisa memanfaatkan semua indera yang masih
berfungsi pada anak, seperti melihat gerakan bibir, memanfaatkan sisa
pendengarannya dan melakukan gerakan stimulus sesuai dengan kosakata yang
telah disimak oleh anak.
Metode total physical response ini belum pernah diterapkan oleh guru di SKh
Samantha untuk meningkatkan kosakata peserta didik. Pembelajaran bahasa dan
kosakata di kelas lebih sering menggunakan metode behavioristik dan metode
maternal reflektif (MMR). Sedangkan, metode total physical response
menggabungkan MMR yang berfokus pada percakapan atau verbal dengan
penambahan aktivitas gerak supaya kosakata yang dipelajari lebih mudah dikuasai
oleh peserta didik.
5

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


yang berjudul “Penerapan Metode Total Physical Response dalam Meningkatkan
Kosa Kata Anak dengan Hambatan Pendengaran Kelas II SDKh di Samantha”,
pertimbangan dipilihnya metode total physical response peneliti berharap
penggunaan metode total physical response dapat memberikan dampak positif
terhadap peningkatan kosa kata. Selain itu, peneliti ingin mengetahui metode ini
berpengaruh atau tidak terhadap peningkatan kosa kata pada anak dengan
hambatan pendengaran dan peneliti mengharapkan pembelajaran dengan
menggunakan metode ini juga dapat menumbuhkan ketertarikan peserta didik
terhadap pembelajaran dan fokus terhadap materi yang diberikan sehingga tujuan
yang diharapkan dapat tercapai dan berdampak baik pada anak.

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan upaya untuk menjelaskan masalah dan
membuat penjelasan dari masalah yang dapat diukur, karena identifikasi masalah
merupakan langkah awal dari proses penelitian. Selain itu identifikasi masalah
juga merupakan proses untuk menemukan, mengenal masalah atau melakukan
inventarisasi masalah penelitian ( Hastin, dkk. 2022 : 24 ).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Anak dengan hambatan pendengaran mengalami gangguan fungsional pada
indera pendengaran baik sebagian maupun keseluruhan sehingga
mengganggu proses pemerolehan informasi terutama bahasa.
2. Anak dengan hambatan pendengaran kelas II SDKH di SKH Samantha di
tuntut menguasai komunikasi secara oral
3. Metode total physical response belum pernah diterapkan pada kelas tersebut.

C. Batasan Masalah
Batasan masalah merupakan penguraian alasan untuk membatasai masalah
agar sesuai dengan kapasitas atau kemampuan peneliti (Aqib dalam Vindiyani,
6

2021:24). Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada peningkatan kosa
kata kerja pada anak dengan hambatan pendengaran dengan menerapkan metode
total physical response kelas II SDKH di SKH Samantha.

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah suat uraian masalah berupa pertanyaan mengenai
penelitian, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dicari melalui penelitian
(Sugiyono, 2016:290). Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan
batasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah penerapan metode total physical response dapat meningkatkan
kosa kata anak dengan hambatan pendengaran kelas II SDKh di SKh Samantha?”

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan kecakapan dan keberhasilan para
peneliti dalam mendeskripsikan, menguraikan, mengantisipasi dan mengendalikan
fenomena serta peristiwa yang menjadi pusat perhatian mereka (Ibnu dalam
Vindiyani, 2021:25).
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh dari penerapan metode total physical response dalam
meningkatkan kosa kata pada anak dengan hambatan pendengaran kelas II SDKH
di SKh Samantha Kota Serang.

F. Manfaat Hasil Penelitian


Menurut Sudaryono dalam (Vindiyani, 2021:26) “manfaat hasil penelitian
merupakan dampak dari tercapainya tujuan penelitian”. Penelitian ini memiliki
beberapa manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoriti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
pengetahuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan anak berkebutuhan khusus,
7

terutama dalam meningkatkan kosa kata anak dengan hambatan pendengaran


dengan menggunakan metode total physical response.

2. Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, dapat menambah wawasan baru tentang ilmu yang telah
dipelajari selama studi.
2) Bagi siswa, dengan metode total physical response dapat mempermudah
dalam meningkatkan kosa kata.
3) Bagi guru, dapat dijadikan sebagai acuan dalam membantu mangajarkan
pembelajaran kosa kata menggunakan metode total physical response.
4) Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat membantu pihak sekolah untuk
lebih meningkatkan dan dapat berkembang karena adanya peningkatan
pemahaman guru dalam meningkatkan kemampuan kosa kata anak dengan
hambatan pendengaran khususnya menggunakan metode total physical
response.
8

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Kajian Anak dengan Hambatan Pendengaran

1. Pengertian Anak dengan Hambatan Pendengaran

Anak dengan hambatan pendengaran merupakan istilah umum yang


menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan
mendengar dari tingkatan yang ringan hingga berat. Terdapat dua golongan yaitu
tuli (deaf) dan kurang dengar (head of hearing). Tuli dapat diartikan sebagai suatu
keadaan kehilangan kemampuan mendengar (lebih dari 70dB) yang
mengakibatkan mereka kesulitan dalam menerima informasi bahasa melalui
pendengarannya, baik menggunakan alat bantu dengar maupun tidak memakai
alat bantu dengar. Sedangkan, kurang dengar adalah mereka yang sisa
pendengarannya cukup memungkinkan untuk menerima informasi bahasa melalui
pendengarannya, dan bisa mereka juga menggunakan alat bantu dengar.

Adapun istilah yang sering kita dengar yaitu tunarungu yang berasal dari 2
suku kata yaitu “tuna” dan “rungu”, tuna memiliki arti kurang atau tidak
sedangkan rungu adalah mendengar. Istilah yang berkembang dimasyarakat
seperti anak tuli, anak gagu, anak tidak dengar, tuli, bisu, tunarungu atau dengan
hambatan pendengaran, namun istilah dalam dunia pendidikan adalah anak
dengan hambatan pendengaran.

Andreas Dwijosumarto dalam Suharsiwi ( 2017 : 35 ) mengemukakan


tunarungu adalah seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara.
Menurut Moores dalam Haenudin ( 2013 : 55 ) mengemukkan : “Orang tuli
adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB
ISO atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui
pendengarannya seperti atau tanpa menggunakan alat bantu dengar, orang kurang
9

dengar adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 35


dB sampai 69 dB ISO sehingga dia mengalami kesulitan untuk mengerti
pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau dengan alat
bantu dengar”.

Menurut Mangusong dalam Rafael & Pastiria (2020 : 58) tunarungu adalah
mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan pelayanan
pendidikan khusus. Bagi anak kurang dengar atau anak yang tergolong tunarungu
ringan, dapat diatasi dengan alat bantu dengar. Mereka juga dapat dibantu secara
medis dan psikologi agar dapat melakukan komunikasi dengan orang lain.

Adapun menurut Wasita (2012:17) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,


tunarungu adalah istilah lain dari tuli, yaitu tidak dapat mendengar karena rusak
pendengarannya. Selain itu menurut, Mufti salim dalam Soemantri (2012:93)
mengemukakan bahwa tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya. Hal tersebut berdampak pada
kehidupannya sehingga kompleks terutama kemampuan berbahasa sebagai alat
komunikasi yang sangat penting.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anak dengan


hambatan pendengaran dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki
hambatan pada sistem pendengaran sebagian atau seluruhnya dari yang ringan
sampai berat dan mereka diklasifikasikan menjadi 2 yaitu tuli (deaf) dan kurang
dengar (hard of hearing) dan biasanya memiliki hambatan juga dalam berbahasa
dan berbicara.

2. Karakteristik Anak dengan Hambatan Pendengaran

Ada beberapa karakteristik yang umumnya dimiliki oleh anak dengan


hambatan pendengaran, diantaranya karakteristik dari segi fisik dan bahasa. Dari
segi fisik umumnya tidak memiliki karakteristik khusus, karena secara fisik anak
dengan hambatan pendengaran tidak mengalami gangguan yang terlihat, namun
10

Soeparno dalam Nurul (2016 : 16) mengemukakan bahwa dari segi fisik anak
tunarungu cara berjalannya agak kaku dan cenderung membungkuk,
pernafasannya pendek, gerakan matanya cepat dan beringas. Dari segi bahasa
anak tunarungu miskin kosa kata, sulit mengartikan kata-kata abstrak, sulit
memahami kalimat-kalimat yang komplek atau kalimat yang panjang serta
bentuk-bentuk kiasan serta kurang menguasai irama dan bahasa.

Dalam perkembangannya anak tunarungu memiliki pola yang bervariasi


dalam beberapa segi, yang umumnya berbeda dari anak-anak dengar. Dalam
perkembangan bahasa anak tunarungu pada umumnya berhenti pada tahap
meraban, pada tahap meniru, anak tunarungu terbatas pada peniruan bahasa secara
visual, yaitu melalui gerak-gerik dan isyarat (Soeparno dalam Nurul, 2016 : 16).

Menurut Haenudin (2013) karakteristik anak dengan hambatan


pendengaran dapat dilihat melalui beberapa aspek baik dalam segi intelegensi,
bahasa dan bicara, emosi dan sosial. Karakteristik anak dengan hambatan
pendengaran diantaranya, yaitu :

a. Karakteristik dalam aspek intelegensi/akademik

Pada umumnya anak dengan hambatan pendengaran memiliki intelegensi


sama seperti anak dengar, namun prestasi anak tunarungu seringkali rendah hal
tersebut dipengaruhi oleh kemampuan menangkap pelajaran secara verbal. Namun
demikian secara fungsional intelegensi mereka berada dibawah anak dengar, hal
ini disebabkan oleh kesulitan anak dengan hambatan pendengaran dalam
memahami bahasa.

b. Karakteristik dalam aspek bahasa dan bicara

Hambatan bahasa dan bicara yang dialami oleh anak disebabkan oleh
adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman
pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan
sehingga anak dengan hambatan pendengaran dalam aspek bahasa memiliki ciri
11

yang khas, yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosakata, sulit mengartikan arti
kiasan dan kata-kata yang bersifat abastrak.

c. Karakteristik dalam aspek emosi dan sosialisasi

Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak dengan hambatan


pendengaran mengakibatkan perasaan terasingkan dari lingkungannya. Anak
dengan hambatan pendengaran mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak
mampu memahami dan mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan
emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang percaya diri. Dalam pergaulan
cenderung memisahkan diri terutama dengan anak dengar, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan untuk melakukan komunikasi lisan.

Menurut Uden dan Meadow dalam (Wasita, 2012 : 25) beberapa


karakteristik yang sering ditemukan pada anak dengan hambatan pendengaran
adalah :

1) Memiliki sifat egosentris yang lebih besar dibanding anak dengar


2) Memiliki sifat impulsive, yaitu tindakan yang tidak didasarkan pada
perencanaan yang hati-hati dan jelas tanpa mengantisipasi akibat yang
timbul dari perbuatannya.
3) Memiliki sifat kaku (rigdity), yaitu kurang luwes dalam memandang dunia
dan tugas-tugas dalam kesehariannya.
4) Memiliki sifat suka marah dan mudah tersinggung.
5) Selalu khawatir dan ragu-ragu

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak


dengan hambatan pendengaran memiliki karakteristik dalam aspek intelegensi
yang dimana anak dengan hambatan pendengaran memiliki kemampuan
intelegensi yang secara potensial sama dengan anak dengar namun secara
fungsional intelegensi anak dengan hambatan pendengaran kurang dari anak
dengar karena mengalami keterbatasan dalam memperoleh informasi dari segi
pendengaran, dari aspek bahasa dan bicara anak dengan hambatan pendengaran
12

memiliki hambatan dalam pemerolehan kosakata hal ini menyebabkan anak


kesulitan dalam berkomunikasi, selanjutnya dari aspek emosi dan sosial anak
dengan hambatan pendengaran memiliki sifat egosentrisme yang tinggi, menutup
diri dari pergaulan luar akibat hambatan yang dimiliki dan sering menafsirkan
sesuatu secara negatif.

3. Karakteristik Penguasaan Kosa Kata Anak dengan Hambatan


Pendengaran

Banyak literatur yang menyebutkan bahwa kemampuan kosakata anak


dengan hambatan pendengaran secara kuantitatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan anak dengar pada umumnya. Secara spesifik, sering dikatakan bahwa anak
dengan hambatan pendengaran terlambat dalam memperoleh pengetahuan
kosakata dan dalam mendapatkan kata-kata baru (Luckner & Cooke, 2010 : 40).
Mereka tidak memperoleh bunyi-bunyi yang dapat ditirunya, sehingga stimulus
dalam pemerolehan kosakata terbatas hanya melalui indera penglihatannya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa peniruan anak dengan hambatan pendengaran
terbatas pada visualnya.

Suhardini dalam Ratih (2020:24) mengatakan bahwa kosakata anak


dengan hambatan pendengaran sangat kurang dan menyebabkan anak kesulitan
dalam menuangkan ide yang ada dalam pikirannya melalui tulisan sehingga
kesulitan juga dalam menyusun sebuah kalimat. Hal tersebut diakibatkan oleh
keterbatasan dalam kemampuan mendengar dan menerima informasi melalui
bahasa.

Gunawan dalam Ratih (2020:25) menyatakan bahwa dampak dari


hambatan pendengaran adalah terbatasnya/kurangnya pemerolehan atau
perbendaharaan kosakata (vocabulary) akibatnya seseorang mengalami
keterlambatan dalam perkembangan bahasa /bicara, dan terlambatnya komunikasi
secara oral.

Sementara itu, Moast dalam Tammy (2016:5) mengatakan bahwa anak


dengan hambatan pendengaran yang mempunyai pemahaman kosakata dan
13

keterampilan membaca kurang tidak bisa terlibat dalam kelas secara penuh. Hal
tersebut menuntut guru untuk dapat menciptakan kelas yang mampu melibatkan
siswa secara penuh dengan keterbatasan yang dimiliki oleh anak. Guru dapat
memilih metode dan media pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan
setiap peserta didik, sehingga dapat meningkatkan kualitas pada saat kegiatan
pembelajaran dan peserta didik dapat berhasil dalam kegiatan belajarnya.

Kosakata yang dipelajari anak dengan hambatan pendengaran terdiri dari


1) concrete vocabulary, yaitu kosakata yag merujuk pada benda-benda nyata dan
mudah untuk divisualisasikan (Hermanto, 2012:46); 2) abstract vocabulary, yaitu
kosakata yang merujuk pada kata-kata abstrak dan sulit untuk divisualisasikan
(Hermanto, 2012 : 46); dan 3) emotion vocabulary, yaitu kosakata yang
menggambarkan keadaan emosional seseorang. Dari ketiga kosakata tersebut,
anak dengan hambatan pendengaran lebih mudah dalam mempelajari kosakata
yang sifatnya konkrit. Hal itu dikarenakan kosakata yang sifatnya konkrit lebih
mudah untuk dipelajari karena benda-benda nyata ada dilingkungan sekitarnya.
Sedangkan untuk abstract vocabulary dan emotion vocabulary sulit untuk dikuasi
oleh anak dengan hambatan pendengaran karena kosakata tersebut sulit untuk
divisualisasikan secara nyata. Sehingga, dari ketiga jenis kosakata tersebut anak
dengan hambatan pendengaran belum mampu menguasai kosakata secara optimal
dikarenakan adanya hambatan dalam pemerolehan kosakata.

4. Kemampuan Bahasa dan Bicara Anak dengan Hambatan


Pendengaran

Kemampuan bicara dan bahasa anak dengan hambatan pendengaran


berbeda dengan anak dengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat
kaitannya dengan kemampuan mendengar. Pada anak dengar, perkembangan
bahasa dan bicaranya umumnya melewati beberapa fase, diantaranya : 1) fase
reflexive vocalization (0-6 minggu); 2) fase babling (6 minggu – 6 bulan); 3) fase
yargon (9 bulan – 12 bulan); 4) fase true speech (12 bulan – 18 bulan) (Efendi,
2008 : 75). Sedangkan pada anak dengan hambatan pendengaran, tidak terjadi
proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas
14

pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bahasa, anak dengan


hambatan pendengaran memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai
dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya.

B. Kajian Penguasaan Kosakata


1. Pengertian Kosakata

Kosakata mempunyai pengertian sebagai berikut : (1) komponen bahasa


yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa,
(2) semua kata yang ada dalam suatu bahasa, (3) semua bahasa yang dimiliki oleh
seorang penutur, (4) semua kata yang biasa digunakan oleh sekelompok orang
dalam lingkungan yang sama, (5) semua kata yang biasa digunakan dalam bidang
ilmu pengetahuan, (6) daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi disertai
dengan penjelasan singkat. ( Swantyka, dkk. 2021 : 22)

Menurut Soedjito dalam Hilaliyah (2018), kosakata adalah semua kata yang
terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara atau
penulis, dan kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. Kosakata
merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai
guna menunjang kelancaran berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Indonesia baik dalam lisan maupun tulisan. Dengan demikian, kosakata tidak bisa
dilepaskan dari kata. Kata adalah unit bahasa dalam bentuk bebas. Kata
merupakan unsur yang paling penting didalam bahasa. Kosakata terdiri dari kata-
kata yang mempunyai makna.

Selain itu kosakata memegang suatu peranan penting dalam kehidupan


manusia sehari-hari. Seperti yang disampaikan Hasanah, L. (2016) bahwa
kosakata adalah unsur bahasa yang sangat penting, karena buah pikiran seseorang
hanya dapat dengan jelas dimengerti orang lain jika yang diungkapkan dengan
menggunakan kosakata. Perkembangan penguasaan kosakata seseorang
berpengaruh terhadap kemampuan dan ketrampilan untuk mengungkapkan ide
dan bahasa secara tepat.
15

Para ahli bahasa dalam mendefinisikan tentang pengertian kosakata berbeda-


beda, tetapi mereka sepakat bahwa kosakata merupakan alat utama yang harus
dimiliki seseorang dalam belajar bahasa. Sebab kosakata adalah perbendaharaan
kata atau sejumlah kata yang dimiliki seseorang. Semakin kaya kosakata
seseorang maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk terampil berbahsa
dan semakin mudah pula ia menyampaikan dan menerima informasi baik secara
lisan, tulisan, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kosa kata adalah
kumpulan kata yang dimiliki atau diketahui oleh seseorang, dan biasanya
bertambah seiring bertambahnya usia mereka.

2. Jenis – Jenis Kosakata

Jenis – jenis kosakata atau jenis-jenis kata dalam bahasa Inggris disebut part
of speech atau sering disebut juga dengan kinds of word. Sebenarnya, part of
speech ini hanya menjelaskan dan mengkategorikan kata-kata sesuai dengan
fungsinya.

Menurut Kroeger dalam Fitriani (2019:60) mengatakan bahwa setiap kata


memiliki part of speech-nya sendiri ketika digabungkan dengan part of speech
atau jenis-jenis kata dalam bahasa.

Menurut Hurlock dalam Fauzan (2020 : 28-30) anak mempelajari dua jenis
kosakata yaitu kosakata umum dan kosakata khusus. Kosakata umum terdiri atas
kata yang dapat digunakan dalam berbagai situasi yang berbeda. Sedangkan
kosakata khusus terdiri atas kata arti spesifik yang hanya digunakan pada dituasi
tertentu. Hurlock dalam Fauzan (2020) mengemukakan jenis-jenis kosakata,
sebagai berikut :

a. Kosakata Umum
Kosakata umum terdiri dari kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata
keterangan.
16

1) Kata benda merupakan kata yang pertama kali digunakan oleh anak,
umumnya yang bersuku kata satu dan diambil dari bunyi celoteh yang
disenangi. Kosakata benda adalah kata yang sifatnya merujuk pada suatu
benda atau barang. Pembelajaran kosakata benda lebih baik dimulai dari
benda-benda yang ada disekitar anak, seperti benda-benda yang ada
dilingkungan rumah, lingkungan sekolah, maupun lingkungan bermain
anak. Pembelajaran dimulai dari benda-benda disekitar anak dengan
tujuan agar anak tidak merasa asing dengan benda yang diajarkan.
2) Kata kerja merupakan kata yang dipelajari anak setelah mempelajari
kata benda yang cukup untuk menyebutkan nama dan benda
disekitarnya, mereka mulai mempelajari kata-kata baru khususnya yang
merujuk pada tindakan contohnya “beri”, “ambil”, atau “pegang”.
3) Kata sifat umumnya muncul dalam kosakata anak pada umur 1,5 tahun.
Kata sifat yang paling umum digunakan anak adalah “baik”, “buruk”,
“bagus”, “nakal”, “panas” dan dingin. Pada prinsipnya kata-kata tersebut
digunakan pada orang, makanan dan minuman.
4) Kata keterangan juga umumnya digunakan ketika anak sudah mulai
mengenal kata sifat. Kata keterangan yang biasanya muncul paling awal
pada kosakata anak adalah “disini” dan “dimana”.

b. Kosakata Khusus
Kosakata khusus terdiri dari kosakata warna, kosakata jumlah, kosakata
waktu, kosakata uang, kosakata ucapan populer, dan kosakata sumpah.
1) Kosakata warna sebagian besar anak mengetahui nama warna dasar pada
usia 4 tahun. Seberapa banyak mereka akan mempelajari warna lainnya
bergantung pada kesempatan belajar dan minat mereka tentang warna.
2) Kosakata jumlah dalam skala inteligensi Stanford-Binet, anak yang
berusia 5 tahun diharapkan dapat menghitung tiga objek dan diharapkan
pada usia 6 tahun sudah cukup baik dalam memahami kata “tiga”,
“sembilan”, “lima”, untuk menghitung biji.
17

3) Kosakata waktu biasanya anak yang berusia 6 atau 7 tahun sudah


mengetahui arti pagi, siang, musim panas dan musim hujan.
4) Kosakata uang anak yang berusia 4 atau 5 tahun mulai menamai mata
uang sesuai dengan ukuran dan warnanya.
5) Kosakata ucapan populer kebanyakan anak yang berusia 4 – 8 tahun
khususnya pada anak laki-laki menggunakan ucapan populer untuk
mengungkapkan emosi dan kebersamaan dengan kelompok sebayanya.
6) Kosakata sumpah biasanya digunakan oleh anak pada usia sekolah untuk
menyatakan bahwa dirinya sudah besar, menyadari perasaan rendah
dirinya, dan menarik perhatian.

3. Penguasaan Kosa kata

Penguasaan kosakata dalam aktivitas dan kehidupan sehari-hari mempunyai


peranan yang sangat besar, karena buah pikiran seseorang hanya dapat dimengerti
dengan jelas oleh orang lain jika diungkapkan dengan menggunakan kosakata.

Penguasaan kosakata adalah kemampuan seseorang untuk mengenal,


memahami, dan menggunakan kata-kata dengan baik dan benar, dengan
mendengar, berbicara, membaca dan menulis (Zuchdi, dalam Ratih dan Pasca,
2015 : 79). Penguasaan kosakata penting agar peserta didik mampu memahami
kata. Penguasaan kosakata mempunyai peranan penting dalam kehidupan,
khususnya didalam komunikasi. Dengan penguasaan kosakata yang memadai,
seseorang akan mampu berbahasa dengan baik dan lancar.

Nelson dalam Setianingsih (2017 :16) menjelaskan bahwa urutan


penguasaan kosakata umum pada anak dimulai dari kata benda, kata kerja, kata
sifat, kata sosial, dan kata fungsi. Urutan tersebut disesuaikan dengan kemampuan
berpikir anak yaitu konkret ke abstrak.

Menurut Hurlock dalam Setianingsih (2017 : 16), ada dua jenis kosakata
yang harus dikuasai oleh anak 6-13 tahun, yaitu kosakata umum dan kosakata
khusus. Kosa kata umum meliputi kata kerja, kata benda, kata sifat, kata
keterangan, kata perangkai atau kata ganti orang. Sedangkan kosakata khusus
18

meliputi kosakata waktu, warna, uang, kosakata rahasia, kosakata popular, dan
kosakata makian.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa penguasaan


kosakata adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengenal,
memahami, dan menggunakan sebuah kata dengan baik dan benar.

Fahrudin dan Jamaris dalam Fauzan (2020 : 31-32) mengemukakan bahwa


kemampuan penguasaan kosakata terbagi menjadi dua kelompok yaitu
penguasaan kosakata reseptif dan penguasaan kosakata produktif.

a. Penguasaan kosakata reseptif adalah proses memahami apa-apa yang


dituturkan oleh orang lain, reseptif diartikan sebagai penguasaan pasif.
b. Penguasaan kosakata produktif adalah proses mengkomunikasikan ide, pikiran,
perasaan melalui bentuk kebahasaan.

C. Kajian Metode Total Physical Response


1. Pengertian Metode Total Physical Response

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbahasa terdapat empat aspek


keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan
menulis. Keempat aspek tersebut telah menjadi landasan pembelajaran dari mulai
tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Mansyur, 2016:158).

Metode Total Physical Response (TPR) merupakan sebuah metode


pengajaran bahasa yang lebih menekankan pada proses visualisasi dan perintah
langsung. Metode Total Physical Response pertama kali dikembangkan oleh
James J. Asher yang telah sukses dalam mengembangkan metode pembelajaran
bahasa asing pada anak - anak. Menurut James J. Asher (1968, hal.7) pengucapan
langsung pada anak mengandung suatu perintah, sehingga anak tersebut akan
merespon dengan fisiknya (body language) sebelum mereka memulai untuk
menghasilkan respon ucapan (verbal language).
19

Total Physical Response (TPR) adalah sebuah metode yang menggunakan


gerak tubuh untuk mengartikan kata. Menurut Richards J dalam bukunya
Approaches and Methods in Language Teaching dalam Diah (2015:167)
mendefinisikan Total Physical Response sebagai “a language teaching method
built around the coordination of speech and action; it attempts to teach language
through physical (motor) activity”. Dapat diartikan bahwa metode Total Physical
Response (TPR) merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang dibangun
atas koordinasi perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action); dan
berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor).

Sedangkan menurut Larsen dan Diane dalam Tehnique and Principle in


language Teaching, mengemukakan bahwa TPR (Total Physical Response) atau
disebut juga sebagai “the comprehension approach” atau pendekatan pemahaman
adalah suatu metode pendekatan bahasa asing dengan instruksi atau perintah.

Metode Total Physical Response ini sangat mudah dan ringan dalam segi
penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga
dapat menghilangkan perasaan tertekan pada peserta didik karena masalah-
masalah yang dihadapi dalam pembelajarannya terutama pada saat mempelajari
bahasa asing, dan juga dapat menciptakan suasana hati yang positif pada peserta
didik yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi peserta didik dalam pelajaran tersebut. Dalam penerapan
metode ini, guru mempunyai peranan aktif dan langsung.

Menurut Asher dalam Diah Gusrayani (2015:169) “The instructor is the


director of a stage play in which the student are the actors”, yang berarti bahwa
guru (instruktur) adalah sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya
peserta didik sebagai pelaku atau pemerannya. Guru memutuskan tentang apa
yang akan dipelajari, siapa yang memerankan dan menampilkan materi
pembelajaran. Peserta didik dalam metode total physical response mempunyai
peran utama dalam menyimak dan mendengarkan. Peserta didik mendengarkan
20

dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan
guru baik secara individu maupun kelompok.

Dari beberapa pengertian para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
metode total physical response merupakan metode pembelajaran yang
mengkombinasikan gerakan tubuh untuk mempelajari suatu kata atau bahasa, dan
mengedepankan kemampuan menyimak.

2. Teori Pembelajaran Metode Total Physical Response

Teori pembelajaran total physical response yang diterapkan pertama kali


oleh Asher ini mengingatkan pada beberapa pandangan para psikolog, misalnya
Arthur Jensen yang pernah mengusulkan sebuah model 7 langkah untuk
mendeskripsikan perkembangan pembelajaran verbal anak. Model ini sangat mirip
dengan pandangan Asher (1993) tentang penguasaan bahasa anak. Asher
mengemukakan tiga hipotesa pembelajaran yang berpengaruh yaitu :

a. Terdapat bio-program bawaan spesifik untuk pembelajaran bahasa yang


menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk pengembangan bahasa
pertama dan kedua.
b. Lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang berbeda pada
otak kiri dan otak kanan.
c. Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan dipelajari oleh
peserta didik, stres yang lebih rendah kapasitasnya maka pembelajaran
menjadi lebih baik.

D. Tahap – Tahap Penerapan Metode Total Physical Response


Metode total physical response merupakan metode pembelajaran yang
menggabungkan informasi dan keterampilan melalui penggunaan sistem sensorik
kinetetik (Asher, 1979). Kombinasi keterampilan memungkinkan peserta didik
mengasimilasi keterampilan dan informasi secara cepat. Prinsip utama metode ini
adalah memahami bahasa yang paling diucapkan sebelum mengembangkan
kemampuan berbicara. Agar metode total physical response ini dapat maksimal
21

ketika diterapkan pada saat proses pembelajaran berlangsung ada tahap-tahap


yang harus diperhatikan. Menurut Ridwan Abdullah (2021:124) tahap-tahap yang
harus dilakukan oleh guru dalam menerapkan metode total physical response
dalam pembelajaran, adalah sebagai berikut :

1) Guru menyatakan sebuah perintah dan melaksanakan apa yang


diucapkannya.
2) Guru menyatakan sebuah peintah dan bersama peserta didik melaksanakan
apa yang diperintahkan.
3) Guru menyatakan sebuah perintah dan peserta didik melaksanakan apa yang
di perintahkan.
4) Guru meminta seorang peserta didik untuk melaksanakan sebuah perintah.
5) Guru dan peserta didik bergantian peran. Peserta didik memberikan perintah
yang harus dilakukan oleh guru dan peserta didik yang lain.
6) Guru dan peserta didik mengembangkan perintah atau menghasilkan
kalimat baru.

Dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan metode total physical


response pada saat pembelajaran guru berperan penting sebagai instruktur dan
peserta didik bertugas menyimak apa yang disampaikan oleh guru.

E. Pelaksanaan Penerapan Metode Total Physical Response dalam


Meningkatkan Kosakata

Dalam menerapkan metode total physical response untuk meningkatkan


kosakata anak dengan hambatan pendengaran harus melalui tahapan yang sesuai
agar metode total physical response ini dapat tersampaikan dengan baik pada
anak.

Dari tahapan yang disampaikan oleh Ridwan Abdullah diatas, peneliti


memodifikasi tahapan penerapan metode total physical response dalam
meningkatkan kosakata anak dengan hambatan pendengaran sebagai berikut: 1)
menyiapkan kata (kosakata kerja) yang akan disampaikan kepada peserta didik, 2)
22

peneliti melakukan gerakan dari kosakata kerja dan menampilkan video dari
kosakata tersebut, 3) peserta didik diminta untuk menyebutkan ulang kosakata
yang sebelumnya sudah diperagakan oleh guru, 4) Setelah peserta didik mampu
menyebutkan kosakata kerja yang diperagakan, 5) Guru melanjutkan kosakata
baru yang akan disampaikan kepada peserta didik, 6) Guru menyebutkan kosakata
yang akan diajarkan dan menunjukkan video dari kosakata tersebut, 7) Peserta
didik diminta untuk melakukan gerakan dari kosakata yang sudah disebutkan oleh
guru, 8) Guru meminta peserta didik mengulang kembali kosakata yang sudah
diajarkan.

F. Penelitian yang Relevan


Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang telah menggunakan metode
total physical response untuk meningkatkan kemampuan kosakata pada anak
dengan hambatan pendengaran. Beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian ini yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Suhendan Er (2013) penelitiannya berjudul


“Using Total Physical Response Method in Early Childhood Foreign
Language Teaching Environments”. Dalam penelitian tersebut menunjukkan
bahwa metode total physical response dapat meningkatkan penguasaan
kosakata dan bahasa anak usia dini, melalui lagu, permainan, bermain peran
yang menarik perhatian anak.
2. Hersen Nehrulita (2015) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Metode Total Physical Response (TPR) terhadap Pemahaman Kosakata
Anak Tunarungu Kelas Persiapan di TKLB - B Dharma Wanita Sidoarjo”.
Dalam penelitiannya intervensi dilakukan pengulangan dua kali dalam
pembelajaran kosakata dengan tujuan agar anak lebih memahami dan dapat
mengingat kosakata yang telah diajarkan. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa adanya peningkatan skor pemahaman kemampuan
kosa kata pada pretest adalah 45,16 menjadi 78,16 pada posttest.
23

3. Risca Nuryanti (2016) melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan


Metode Pembelajaran Total Physical Response dalam meningkatkan
Penguasaan Kosakata pada Anak Tunarungu”. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui pengrauh penggunaan metode
pembelajaran total physical response dalam meningkatkan penguasaan
kosakata pada anak tunarungu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
metode total physical response memberikan pengaruh dalam meningkatkan
penguasaan kosakata anak tunarungu kelas 1 SLB Negeri Luragung Kab.
Kuningan.
4. Noor Sandhy (2017) melakukan penelitian dengan judul “Metode Total
Physical Response (TPR) terhadap Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
TK/KB”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh metode
total physical response (TPR) terhadap penguasaan kosakata pasif-reseptif
dan aktif produktif anak tunarungu TK/KB Aurica Surabaya. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa Zhitung lebih besar dari Ztabel (Zh > Zt)
yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan ada
pengaruh metode Total Physical Response (TPR) terhadap kosakata anak
tunarungu di TK/KB Aurica Surabaya.

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan


menunjukkan bahwa pengajaran kosakata menggunakan metode total physical
response (TPR) memberikan pengaruh dan efektif digunakan dalam
meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata anak dengan hambatan
pendengaran. Penelitian – penelitian diatas merupakan penelitian yang menguji
penggunaan metode total physical response. Pada penelitian ini variabel yang
diujinya yaitu metode total physical response dengan subjek penelitiannya yaitu
anak dengan hambatan pendengaran, serta variabel terikatnya yaitu penguasaan
kosakata.
24

G. Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan
masalah, tujuan, manfaat penelitian serta kajian teori yang telah dipaparkan, maka
peneliti menyusun kerangka berpikir sebagai berikut :

Anak dengan hambatan pendengaran adalah anak yang mengalami kondisi


dimana adanya gangguan pada sistem pendengarannya bahkan ada yang
kehilangan fungsi pendengarannya. Hal tersebut menyebabkan anak dengan
hambatan pendengaran tidak dapat menangkap berbagai rangsangan stimulus dari
luar terutama pada kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Hambatan
pendengaran yang dialami oleh anak juga berdampak pada beberapa masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar permasalahan yang dialami oleh
anak dengan hambatan pendengaran disebabkan oleh minimnya penguasaan
kosakata yang dimiliki.

Komunikasi akan berjalan dengan lancar ketika seseorang memiliki


penguasaan kosakata yang cukup. Di SKh Samantha Kota Serang Anak dengan
hambatan pendengaran juga di ajarkan untuk dapat berkomunikasi secara oral.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
menggunakan metode total physical response.

Metode total physical response digunakan dengan tujuan agar anak dapat
memahami kosakata sebelum anak mampu mengucapkan kosakata tersebut secara
verbal. Pembelajaran kosakata yang dimaksud adalah kosakata kerja disekitar
anak yang belum anak ketahui/hafal.

Penerapan metode total physical response dalam pembelajaran kosakata kerja


diharapkan dapat meningkatkan penguasaan kosa kata anak dengan hambatan
pendengaran kelas II SDkh di SKh Samantha Kota Serang.

Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
25

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Metode
Pembelajaan

Anak dengan
hambatan Kosakata
Hambatan kerja Metode
pendengaran
Pembelajaran
Total Physical
Response

Hasil yang ingin dicapai : Kosakata


Penerapan metode Total kerja anak dengan hambatan
Physical Response untuk pendengaran dapat meningkat melalui
meningkatkan kosakata penerapan metode total physical
kerja response

H. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan (Sugiyono, 2015 : 96)

Berdasarkan kajian teori diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah adanya pengaruh dari penerapan metode total physical response dalam
meningkatkan kosa kata anak dengan hambatan pendengaran.
26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan serangkaian kegiatan dalam mencari kebenaran
suatu studi penelitian, yang diawali dengan suatu pemikiran yang membentuk
rumusan masalah sehingga menimbulkan hipotesis awal, dengan dibantu dan
persepsi penelitian terdahulu, sehingga penelitian bisa diolah dan dianalisis yang
akhirnya membentuk suatu kesimpulan (Syafrida, 2021 : 1).

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian


kuantitatif adalah suatu metode yang bersifat induktif, objektif dan ilmiah dimana
data yang diperoleh berupa angka-angka (score, nilai) atau pernyataan-pernyataan
yang dinilai, dan dianalisis dengan analisis statistik. (Iwan Hermawan, 2019 :16)

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode


eksperimen. Metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang
digunakan untuk menemukan dampak atau pengaruh teretentu pada suatu hal atau
seseorang dengan kondisi yang sistematis (Sugiyono dalam Vindiyani, 2021 : 58).
Metode eksperimen digunakan oleh peneliti dengan alasan untuk mengetahui
pengaruh penerapan metode total physical response dalam meningkatkan
kosakata anak dengan hambatan pendengaran.

Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


pendekatan eksperimen dengan menggunakan subjek tunggal atau Single Subject
Research (SSR). Pendekatan SSR digunakan untuk mengetahui pengaruh yang
jelas dari suatu intervensi yang diberikan secara berulang-ulang dalam jangka
waktu tertentu yang berguna untuk memastikan perubahan perilaku atau respon
individu terseut merupakan konsekuensi dari faktor lain (Neuman & McComnick,
1995; Tawney & Gast 1984; dalam Rully Charitas, 2021 : 9). Dalam metode
27

Single Subject Research (SSR), partisipan yang ada di dalamnya merupakan


seorang individu atau bisa juga kelompok kecil sebanyak dua subjek atau lebih
sehingga suatu intervensi dapat menghasilkan skor tunggal pada setiap
pengukuran.

B. Desain Penelitian
Pola desain eksperimen subjek tunggal dalam penelitian ini menggunakan
desain penelitian A-B-A. Desain A-B-A merupakan salah satu pengembangan dari
desain A-B, desain A-B-A menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara
variabel terikat dan variabel bebas. Awalnya, perilaku sasaran (target behaviors)
diukur secara terus menerus pada kondisi baseline (A1) dalam jangka waktu
tertentu, kemudian dilanjutkan dengan kondisi intervensi (B). Setelah pengukuran
dalam kondisi intervensi (B), maka pengukuran dengan kondisi baseline (A2)
diberikan sebagai kontrol kondisi intervensi
Target behaviorsehingga adanya keyakinan untuk
menarik kesimpulan bahwa adanya hubungan yang fungsional antara variabel
bebas dan variabel terikat (Sugiyono, 2016 : 44)

Grafik 3.1 Prosedur Dasar Desain A-B-A

Baseline A1 (A1) Intervensi (B) Baseline 2 (A2)

Sesi (waktu)

Keterangan :

1. A1 (baseline-1) merupakan suatu kondisi awal kemampuan anak dalam kosa


kata anak sebelum diberikan perlakuan atau intervensi. Pengukuran pada fase
28

ini dilakukan sebanyak beberapa sesi dengan waktu disesuaikan dengan


kebutuhan. Pengukuran fase baseline – 1 dilakukan sampai datastabil.
2. B (intervensi) yaitu suatu gambaran mengenai kemampuan yang dimiliki
anak dalam kosa kata. Intervensi dilakukan sebanyak beberapa sesi.
3. A2 (baseline-2) merupakan pengulangan kondisi baseline – 1 sebagai
evaluasi pengaruh pada intervensi yang diberikan kepada anak. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan persentase dengan melihat berapa besar
peningkatan kemampuan anak menambah perbendaharaan kata dan
dilakukan sampai data stabil.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SKh Samantha yang berlokasikan di
Lingkungan Panancangan Pasir, Rt.002/Rw.004, Kelurahan Kaligandu,
Kec. Serang, Kota Serang, Provinsi Banten.

2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dengan
rincian sesi 4x di Baseline 1 (A1), 8x pada Intervensi (B), 4x pada
Baseline 2 (A2) dengan tahapan sebagai berikut :
a. Minggu pertama tes pada baseline 1
b. Minggu ke dua pelaksanaan intervensi
c. Minggu ke tiga masih dalam tahapan intervensi
d. Pelaksanaan pada baseline 2
e. Mengolah hasil penelitian

D. Subyek Penelitian
Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan satu orang subyek yaitu seorang
peserta didik kelas II di SKh Samantha Kota Serang, subyek berjenis kelamin
perempuan, subyek memiliki kesulitan dalam melakukan komunikasi secara oral
29

sehingga komunikasi dengan teman sebaya nya yang tidak mengerti isyarat sangat
minim. Berikut deskripsi identitas subyek penelitian :

Nama :N
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir :
Umur : 9 Tahun
Alamat :
Agama :
Nama Orang Tua
a. Ayah :
b. Ibu :

E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan komponen yang sudah ditentukan oleh
seorang peneliti untuk diteliti agar mendapatkan jawaban yang sudah dirumuskan
yaitu berupa kesimpulan penelitian. Variabel adalah komponen utama dalam
penelitian, oleh sebab itu penelitian tidak akan berjalan tanpa ada variabel yang
diteliti. Karena variabel tentu harus dengan dukungan teoritis yang diperjelas
melalui hipotesis penelitian (Syafrida, 2022 : 16). Suatu variabel dapat dicirikan
sebagai kumpulan yang koheren dari dua atau lebih ciri (Margono dalam
Vindiyani, 2021 : 60). Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :

1. Definisi Konsep Variabel


c. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,
2016 : 39). Variabel bebas sering disebut juga dengan variabel
independen, stimulus,, prediktor, dan antecedent. dalam penelitian ini,
variabel bebasnya yaitu metode total physical response.
b. Variabel Terikat (Y)
30

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi


akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016 : 39). Variabel
terikat disebut juga sebagai variabel dependen, output, kriteria dan
konsekuen. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu peningkatan kosa
kata.

2. Definisi Operasional Variabel


Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh
semua orang tanpa terkecuali anak dengan hambatan pendengaran.
Kemampuan berbahasa yang baik dipengaruhi juga oleh penguasaan kosakata
yang dimiliki. Anak dengan hambatan pendengaran merupakan anak yang
mengalami gangguan pada sistem pendengarannya atau bahkan kehilangan
fungsi pendengarannya. Dampak dari ketunarunguan adalah kurangnya
penguasaan kosakata yang dimiliki oleh anak dengan hambatan pendengaran
karena minimnya informasi yang mereka dapatkan.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kosakata anak
dengan hambatan pendengaran. Salah satu yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan metode pembelajaran yang mudah dipahami oleh anak
yaitu metode total physical response. Metode total physical response
merupakan metode sebuah metode pengajaran bahasa yang lebih menekankan
pada proses visualisasi dan perintah langsung. Sehingga anak dengan
hambatan pendengaran dituntut untuk memahami kosakata yang diajarkan
terlebih dahulu sebelum mereka mengungkapkannya secara verbal. Metode
total physical response yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan salah
satu metode pembelajaran yang membantu anak dengan hambatan
pendengaran untuk memperoleh kosakata baru dengan mendengar/menyimak
dan melaksanakan perintah yang diucapkan oleh instruktur kemudian anak
merespon melalui aktivitas fisik. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
metode total physical response untuk meningkatkan kosakata anak dengan
hambatan pendengaran, dengan target behavior yang ingin dicapai yaitu anak
dengan hambatan pendengaran dapat meningkatkan penguasaan kosakata.
31

Tahapan-tahapan dalam menggunakan metode total physical response :


a. Menentukan anak dengan hambatan pendengaran yang akan dijadikan
sebagai subyek penelitian. Penentuan subyek penelitian ini didasarkan
pada hasil observasi wawancara dengan guru kelas, bahwa terdapat anak
dengan hambatan pendengaran yang memiliki penguasaan kosakata kerja
yang masih kurang.
b. Dalam pelaksaan intervensi, menentukan kosakata kerja disesuaikan
dengan kosakata yang belum dipahami oleh anak dengan hambatan
pendengaran agar anak memiliki penguasaan kosakata baru.
c. Pembuatan program skenario total physical response yang digunakan
adalah skenario yang dibuat menyerupai rencana program pembelajaran.

F. Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2012:308) teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa teknik pengumpulan data adalah langkah yang harus dilakukan peneliti
dalam melaksanakan penelitian untuk mendapatkan data yang diinginkan
mengenai penguasaan kosakata anak dengan hambatan pendengaran. Dalam
penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan
observasi terstruktur.

Observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data yang


sedang berlangsung. Sutrisno dalam Sugiyono (2014 :145) mengemukakan
bahwa “observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik
pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan
dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala alam, dan bila responden yang
diamati tidak terlalu besar.
32

Observasi terstruktur adalah observasi yang dirancang secara sistematis,


tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya. Jadi observasi
terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel
apa yang akan diamati.Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan
instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reabilitasnnya.

G. Intrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur
variabel penelitian dengan tujuan menghasilkan data yang akurat. Menurut
Sugiyono (2016:102) instrumen penelitiam adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (variabel
penelitian). Instrumen yang digunakan peneliti untuk memperoleh data
kuantitatif biasanya peneliti menggunakan instrumen tes, angket (kuesioner),
wawancara, dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini digunakan
untuk mengetahui adanya peningkatan dalam kosa kata bagi anak dengan
hambatan pendengaran. Pedoman dalam pembuatan instrumen ini sesuai
dengan pendapat Astuti Widi (2016:184) tahapan dan teknik pengajaran
kosakata atau pengalaman belajar siswa dalam mengenal dan memperoleh
makna kosa kata adalah sebagai berikut:

1. Mendengarkan kata adalah kesempatan dimana siswa untuk mendengarkan


yang diucapkan guru, baik berdiri sendiri maupun didalam kalimat.
Apabila unsur bunyi dari kata itu sudah dikuasai oleh siswa maka dalam
dua atau tiga kali pengulangan, siswa telah mampu mendengarkan secara
benar.
2. Mengucapkan kata yaitu pada tahap ini guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengucapkan kata yang telah didengarnya. Mengucapkan
kata baru akan membantu siswa mengingat kata tersebut dalam waktu
yang lebih lama.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan


instrumen tes. Tes dijadikan sebagai alat pengumpulan data untuk
33

memperoleh data tentang kemampuan anak dalam penguasaan kosa kata kerja
sederhana seperti menulis, membaca, berhitung, menggambar, melihat,
menunjuk, berjalan, berlari, melompat dan mencuci. Tes yang dilakukan yaitu
dengan tes lisan dan tes perbuatan.

1. Kisi – Kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi intrumen merupakan indikator yang akan dicatat, diamati, dan


diterapkan pada butir instrumen yang sesuai dengan variabel penelitian. Kisi -
kisi intrumen penelitian dalam penerapan metode Total Physical Response
(TPR) adalah sebagai berikut :

KISI-KISI INSTRUMEN

Nama :N

Pengamat : Risma Eka Pebrianti

Sasaran : Meningkatkan Kosa Kata Dasar (Bagian Tubuh)

Fase : A1-B-A2

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Variabel
Indikator Sub Indikator Jenis Tes Butir Soal
Penelitian
Penguasaan 1.1 Mampu Peserta didik mampu Tes Lisan 1,2,3,4 dan
Kosa kata memahami menunjukkan kosa 5
(kosa kata kata yang di
dasar intruksikan
bagian 2.1 Mampu Peserta didik mampu Tes 6,7,8,9 dan
tubuh ) menyebutkan menyebutkan kosa Perbuatan 10
kata yang
diinstruksikan
Total 10
34

2. Butir Soal Intrumen Penelitian


Butir soal dibuat disesuaikan dengan indikator yang telah
ditentukan dalam kisi-kisi.

INSTRUMEN TES KOSA KATA

Nama :N

Pengamat : Risma Eka Pebrianti

Perilaku Sasaran : Meningkatkan Kosa kata dasar (Bagian tubuh)

Tabel 3.2 Butir Soal Instrumen Penelitian

Berilah tanda (√ ) sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan!

Penilaian
No. Butir Instrumen Keterangan
0 1 2
1. Peserta didik mampu
menunjukkan bagian tubuh
“mata”
2. Peserta didik mampu
menunjukkan bagian tubuh
“hidung”
3. Peserta didik mampu
menunjukkan bagian tubuh
“mulut”
4. Peserta didik mampu
menunjukkan bagian tubuh
“tangan”
5. Peserta didik mampu
35

Penilaian
No. Butir Instrumen Keterangan
0 1 2
menunjukkan bagian tubuh
“kaki”
6. Peserta didik mampu
menyebutkan bagian tubuh
“mata”
7. Peserta didik mampu
menyebutkan bagian tubuh
“hidung”
8. Peserta didik mampu
menyebutkan bagian tubuh
“mulut”
9. Peserta didik mampu
menyebutkan bagian tubuh
“tangan”
10. Peserta didik mampu
menyebutkan bagian tubuh
“kaki”

Kriteria penilaian :

Skor 0 : Belum mampu


Mampu memahami Skor 1 : Mampu dengan bantuan fisik
Skor 2 : Mampu secara mandiri
Skor 0 : Belum mampu
Mampu menyebutkan Skor 1 : Mampu dengan bantuan verbal
Skor 2 : Mampu secara mandiri
36

H. Validitas Instrumen

Menurut Sugiyono (2012 : 363) validitas merupakan derajat ketetapan


antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat
dilaporkan oleh peneliti. Sehingga suatu instrumen perlu dilakukan uji
validitas untuk mengetahui ketetapan alat ukur dan kecermatan suatu
instrumen untuk mengetahui valid dalam melakukan pengukuran. Peneliti
disini menggunakan validitas isi (content validity) yaitu membandingkan
antara isi instrumen dengan mata pelajaran yang telah diajarkan.

I. Skenario Penelitian
Tabel 3.3 Skenario Pelaksanaan Intervensi

Skenario yang dibuat menyerupai rencana pembelajaran. Adapun rancangan


skenario pembelajaran dalam meningkatkan penguasaan kosakata yang
dilaksanakan dalam intervensi adalah sebagai berikut:
1. Gambaran Umum Pelaksanaan Intervensi
Intervensi yang dilakukan untuk mengingkatkan kosakata dengan
menggunakan metode total physical response kepada anak dengan
hambatan pendengaran sebagai subyek peneliti. Total physical response
yang diterapkan difokuskan pada peningkatan kosakata kerja dengan tujuan
anak dapat menambah kosakata. Waktu yang digunakan peneliti setiap sesi
selama 15 menit.
2. Tahapan Pelaksanaan Intervensi
Pada tahap intervensi dilakukan dengan menggunakan metode total physical
response untuk meningkatkan kosa kata peserta didik dengan hambatan
pendengaran. Dalam penerapan metode total physical response ini peserta
didik diminta untuk menyimak apa yang disampaikan bertujuan agar peserta
didik dapat menambah kosakata dan melihat apakah metode ini
berpengaruh terhadap peserta didik.
Langkah-langkah pelaksanaan intervensi :
1. Peneliti menjelaskan kosakata yang diajarkan sesuai dengan topik
37

pembelajaran dengan konsisten dan menggunakan media yang konkrit.


2. Peneliti melakukan tindakan dan menunjukkan bendanya sembari
mengulang kata kerjanya, secara bersamaan dan berulang-ulang.
3. Peneliti meminta subjek penelitian untuk menyimak dan melakukan apa
yang diperintahkan oleh peneliti.
4. Setelah fase intervensi dengan menggunakan metode total physical
response selesai, peneliti melakukan sesi tanya jawab dengan peserta
diidk.

Keterangan :

a. Pelaksanaan Program Intervensi


Pelaksanaan program intervensi dengan menggunakan metode total
physical response dilakukan saat jam mata pelajaran selesai.
b. Evaluasi Pelaksanaan Intervensi
Metode Total physical response yang digunakan dalam proses
intervensi dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan
persentase dan kriteria penilaian yang sudah ada.

J. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini sudah ditentukan target behaviour anak yaitu dapat
meningkatkan kosakata. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan
penelitian dengan subyek tunggal. Maka prosedur penelitian dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.

1. Fase Baseline 1 (A1)


Tahap pertama, kondisi baseline pertama (A1). Pada tahap ini
penelitian dilakukan selama 4 kali pertemuan. Pada tahap ini peneliti
melihat sejauh mana peserta didik memiliki kemampuan penguasaan
kosakata bagi anak dengan hambatan pendengaran dengan menggunakan
tes awal. Tes awal yang dilkaukan dengan cara menggunakan metode total
38

physical response tanya jawab kemudian peneliti memberikan skor kepada


anak untuk memperoleh data yang stabil.
2. Fase Intervensi (B)
Fase intervensi ini dilakukan setelah data di baseline stabil. Padda
tahap ini peneliti memberikan tindakan atau intervensi dengan
menggunakan metode total physical response menggunakan media
disekitar untuk meningkatkan kosa kata bagi anak dengan hambatan
pendnegaran. Peserta didik diminta untuk memperhatikan peneliti disaat
mencontohkan lalu setelah mencotohkan selesai peneliti mengajak anak
untuk tanya jawab dan meminta anak untuk menjawab pertanyaan tentang
kosakata yang diberikan lalu peneliti akan memberikan skor kepada anak.
3. Fase Baseline 2 (A2)
Pada tahap ini baseline ke dua (A2) merupakan pengulangan
kondisi baseline 1 sebagai evaluasi untuk mengetahui intervensi yang
dilakukan berhasil atau tidak. Sehingga dari sini peneliti tahu bahwa
metode total physical response berpengaruh atau tidak terhadap
peningkatan kosakata bagi anak dengan hambatan pendengaran.

K. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan tahap terakhir sebelum penarikan kesimpulan.
Dalam penelitian eksperimen dengan subyek tunggal ini dianalisis melalui
statistik deskriptif. Sugiyono (2012:207) menjelaskan bahwa statistik
deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau mengggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi. Dijeaskan juga bahwa dalam statistik deskriptif
penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pitogram, pengukuran
tendensi sentral, dan perhitungan persentase.

Pada penelitian ini, grafik dipergunakan untuk menunjukkan bahwa


perubahan data untuk setiap sesi pada baseline dan fase intervensi. Selain itu,
39

analisis data dalam penelitian ini juga menggunakan analisis dalam kondisi
dan antar kondisi.

1. Analisis Dalam Kondisi


Menurut Sunanto (2006:107) yang dimaksud dengan analisis
perubahan dalam kondisi adalah menganalisis perubahan data dalam satu
kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi, dan komponen
yang dianalisis meliputi :
a. Panjang kondisi
Panjang kondisi adalah banyaknya data dalam kondisi.
Banyaknya data dalam kondisi menggambarkan banyaknya sesi yang
digunakan pada tiap kondisi. Dalam penelitian ini menggunakan
desain penelitian A-B-A dengan panjang kondisi pada baseline (A1)
adalah empat sesi, intervensi (B) adalah delapan sesi dan baseline
(A2) adalah empat sesi, maka dapat ditulis :

Tabel 3.4 Panjang Kondisi

Kondisi A1 B A2
Panjang Kondisi 4 8 4

b. Kecenderungan arah
Kecenderungan arah digambarkan oleh garis lurus yang
melintasi semua data dalam suatu kondisi. Untuk membuat garis,
dapat dilakukan dengan 1) metode tangan bebas (freehand) yaitu
membuat garis secara langsung pada suatu kondisi sehingga
membelah data yang sama banyak yang terletak di atas dan di bawah
garis tersebut. 2) metode belah tangan (splitmiddle), yaitu membuat
garis lurus yang membelah data dari suatu kondisi berdasarkan
median.

Tabel 3.5 Garis Kecenderungan

Mendatar Menaik Menurun


40

b. Menentukan kecenderungan stabilitas


Kecenderungan stabilitas (Tren stability) yaitu menunjukkan
tingkat homogenitas data dalam suatu kondisi. Tingkat kestabilan data
dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya data point yang
berada di dalam rentang, kemudian dibagi banyaknya data point, dan
dikalikan 100%. Jika persentase stabilitas sebesar 85-90% maka data
tersebut dikatakan stabil, sedangkan diluar itu dikatakan tidak stabil
(Sunanto, 2006 : 113). Persentase stabilitas pada tiap tahapan
diketahui dengan terlebih dahulu menentukan kecenderungan
stabilitas menggunakan kriteria stabilitas 15% melalui perhitungan
untuk setiap tahapan seperti dibawah ini :
1. Rentang stabilitas = data tertinggi x 15%
2. Mean level = total jumlah data + banyaknya data
3. Batas atas = mean + setengah rentang stabilitas
4. Batas bawah = mean – setengah rentang stabilitas
5. Persentase stabilitas = banyaknya data dalam rentang +
banyaknya data
c. Menentukan kecenderungan jejak data
Jejak data yaitu perubahan dari data satu ke data lain dalam
suatu kondisi. Perubahan data satu ke data berikutnya dapat terjadi
tiga kemungkinan, yaitu : menaik, menurun dan mendatar. Hal ini
sama dengan cara menentukan kecenderungan arah.
d. Menentukan level stabilitas dan rentang
Rentang yairu jarak antara data pertama dengan data terakhir,
rentang memberikan informasi yang sama seperti pada analisis tentang
perubahan level (level change). Menuliskan hasil data stabil atau
variabel dan rentang data dari data terkecil hingga data terbesar pada
setiap tahapan.
e. Menentukan level perubahan
41

Menentukan level perubahan dengan cara menandai data


pertama dan data terakhir pada setiap tahapan. Lalu menentukan
arahnya menaik atau menurun dengan memberi tanda (+) jika
membaik, tanda (-) jika memburuk dan tanda (=) jika tidak ada
perubahan. Setelah mengetahui hasil dari perhitungan enam
komponen yang dianalisis maka dapat dibuat tabel rangkuman hasil
analisis dalam kondisi yang digunakn untuk mendeskripsikan hasil
penelitian.

Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Analisis Dalam kondisi

Baseline 1 Intervensi Baseline 2


No Kondisi
(A1) (B) (A2)
1. Panjang kondisi
2. Estimasi kecenderungan
3. Kecenderungan stabilitas
4. Jejak data
5. Level stabilitas dan
rentang
6. Perubahan level

3. Analisis Antar Kondisi

Analisis antar kondisi adalah perubahan data antar suatu kondisi, misalnya
kondisi baseline (A) ke kondisi intervensi (B) komponen-komponen analisis antar
kondisi meliputi :

a. Variabel Yang Diubah


Dalam analisis data antar kondisi sebaiknya variabel terikat atau perilaku
sasaran difokuskan pada satu perilaku. Analisis ditekankan pada efek atau
pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran.
b. Perubahan kecenderungan Arah dan Efeknya
42

Dalam analisis data antar kondisi, perubahan kecenderungan arah grafik


antara kondisi baseline dan intervensi menunjukkan makna perubahan
perilaku sasaran (target behaviour) yang disebabkan oleh intervensi.
Kemungkinan kecenderungan grafik antar kondisi adalah a) mendatar ke
mendatar, b) mendatar ke menaik, c) mendatar ke menurun, d) menaik ke
menaik, e) menaik ke mendatar, f) menaik ke menurun, g) menurun ke
menaik, h) menurun ke mendatar, 9) menurun ke menurun. Sedangkan makna
efek tergantung pada tujuan intervensi.

c. Perubahan Kecenderungan Stabilitas dan Efeknya

Perubahan kecenderungan stabilitas yaitu menunjukkan tingkat stabilitas


perubahan dari serentetan data. Data dikatakan stabil apabila data tersebut
menunjukkan arah (mendatar, menaik, dan menurun) secara konsisten.

d. Perubahan Level Data

Perubahan level data yaitu menunjukkan seberapa besar data berubah.


Tingkat perubahan data antar kondisi ditunjukkan dengan selisih antara data
terakhir pada kondisi pertama (baseline) dengan data pertama pada kondisi
berikutnya (intervensi). Nilai selisih menggambarkan seberapa besar terjadi
perubahan perilaku akibat pengaruh intervensi.

e. Data Tumpang Tindih

Data tumpang tindih berarti terjadi data yang sama pada kedua kondisi
(baseline dengan intervensi). Data yang tumpang tindih menunjukkan tidak
adanya perubahan pada kedua kondisi. Semakin banyak data tumpang tindih,
semakin menguatkan dugaan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi.
Jika data pada kondisi baseline lebih dari 90% yang tumpang tindih pada
kondisi intervensi. Dengan demikian, diketahui bahwa pengaruh intervensi
terhadap perubahan perilaku yang tidak dapat diyakinkan.
43

Dalam penelitian ini, bentuk grafik yang digunakan untuk menganalisis


data adalah grafik garis.

Sunanto (2006:36) menyatakan komponen-komponen yang harus dipenuhi


untuk membuat grafik, antara lain :

a) Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan


satuan untuk waktu (misalnya : sesi, hari, dan tanggal)
b) Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan
satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya : persen,
frekuensi dan durasi)
c) Titik awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai
titik awal skala.
d) Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang
menunjukkan ukuran (misalnya : 0%, 25%, 50% dam 75%)
e) Label kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen,
misalnya : baseline atau intervensi.
f) Garis perubahan kondisi yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya
perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis
putus-putus.
g) Judul grafik yaitu judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera
diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.
Grafik
Komponen – komponen grafik
Judul Grafik

| Label| | | Label
kondisi kondisi

Ordinat
(Y) Skal Garis perubahan
a kondisi

| | | | | | |
0 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 Absis
(X)
44

Alat pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan jenis persentase.
Menurut Sunanto (2006:16), persen atau persentase merupakan suatu pengukuran
variabel terikat yang sering digunakan oleh peneliti dan guru untuk mengukur
perilaku dalam bidang akademik maupun sosial.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pencatatan dengan data dengan


pencatatan kejadian (even recording) yaitu menghitung persentase jumlah
kegiatan yang mampu dikerjakan oleh anak dengan benar. Hasil pencatatan
kejadian (even recordinh) yang telah diamati kemudian akan dihitung dalam
bentuk persentase (%). Persentase (%) dihitung dengan cara skor perolehan dibagi
dengan skor maksimal lalu dikalikan seratus. Untuk menghitung persentase
peningkatan kosakata pada penelitian ini adalah dengan cara berikut :

skor perolehan
∑ ¿ skor maksimal x 100

Kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan data adalah sebagai berikut :

a) Menghitung persentase peningkatan kosakata yang dilakukan sebagai


pengukuran fase baseline-1 dari subyek setiap sesinya.
b) Menghitung persentase peningkatan kosakata yang dilakukan sebagai fase
intervensi dari subyek setiap sesinya.
c) Menghitung persentase peningkatan kosakata yang dilakukan sebagai
pengukuran fase baseline – 2 dari subyek setiap sesinya.

Setelah mengetahui hasil perhitungan maka peneliti membuat tabel


rangkuman hasil analisis antar kondisi. Adapun tabel rangkuman hasil analisis
dalam kondisi yaitu sebagai berikut:
45

Table 3.7 Rangkuman Hasil Analisis Antar Kondisi

No. Baseline 1 Intervensi Baseline 2


Kondisi
(A1) (B) (A2)

1. Jumlah variable

2. Perubahan arah dan


efeknya

3. Perubahan stabilitas

4. Perubahan level

5. Persentase overlap
46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan dan menyajikan data hasil
penelitian yang sudah dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen
dengan desain penelitian subjek tunggal (Single Subject Research) untuk
memberikan jawaban pada permasalahan yang diteliti dan sudah dilakukan di SKh
Samantha. Desain Penelitian yang digunakan adalah A-B-A dengan keterangan
Fase A1 (Baseline 1) menggunakan 4 sesi, Fase B (Intervensi) menggunakan 8
sesi, dan Fase A2 (Baseline 2) menggunakan 4 sesi. Selanjutnya data yang
diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan statistik
deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk grafik.

Tujuan dari penelitian ini yaitu meningkatkan kosa kata pada anak dengan
hambatan pendengaran kelas II. Target behaviour atau sasaran yang ingin dicapai
pada penelitian ini yaitu dapat meningkatkan kemmapuan kosa kata anak dengan
hambatan pendengaran menggunakan metode total physical response. Kemudian
subjek pada penelitian ini adalah seorang peserta didik di Skh Samantha yang
merupakan anak dengan hambatan pendengaran.

A. Hasil Penelitian
Hasil pada penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan kosa kata
mengunakan metode total physical response di SKh Samantha dengan uraian
sesuai dengan masing-masing fase sebagai berikut :

1. Hasil Penelitian Fase Baseline 1 (A1)


Pada fase ini merupakan awal target behavior masih dalam keadaan
belum diberiikannya intervensi kepada target behavior. Sesuai dengan
47

ketetapan desain penelitian yang digunakan pada fase ini dilakukan


sebanyak 4 kali. Data yyang didapatkan pada fase ini dapat dilihat melalui
tabel di bawah ini..

Persentase Baseline 1
No Indikator Capaian Sesi
1 2 3 4
1 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 0 0 0 0
tubuh “mata”
2 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 0 0 0 0
tubuh “hidung”
3 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 0 0 0 0
tubuh “mulut”
4 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 0 0 0 0
tubuh “tangan”
5 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 0 0 0 0
tubuh “kaki”
6 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 0 0 0 0
tubuh “mata”
7 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 0 0 0 0
tubuh “hidung”
8 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 0 0 0 0
tubuh “mulut”
9 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 0 0 0 0
tubuh “tangan”
10 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 0 0 0 0
tubuh “kaki”
Jumlah
0 0 0 0
Persentase
0% 0% 0% 0%
48

Berdasarkan hasil tabel di atas pada fase baseline 1 (A1) pada


peningkatakan kosa kata dengan menggunakan metode total physical response
pada anak dengan hambatan pendengaran. Kemudian perhitungan yang digunakan
yaitu mulai pada sesi pertama hingga sesi keempat dengan jumlah soal diatas
sebanyak 10 indikator, dengan keterangan jika peserta didik mampu menunjukkan
dan/atau menyebutkan masing-masing bagian tubuh yang diinstruksikan secara
mandiri maka diberikan skor 1, dan jika perserta didik belum mampu
menunjukkan dan/atau menyebutkan maka diberikan skor 0.

Pada fase ini terdiri dari 4 sesi dimana semua hasil sesi pertama hingga
sesi keempat mendapatkan skor 0, jika jumlah keseluruhan nilai yaitu 100% hasil
yang didapatkan pada baseline 1 dengan perolehan nilai 0 maka jika diubah
kedalam bentuk persentase dari setiap sesi yaitu 0% dimana subjek belum mampu
menujukan dan/atau menyebutkan kosa kata.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4
49

2. Hasil Penelitian Intervensi (B)


Pada fase intervensi ini mulai diberikan treatment untuk target
behavior dan sesuai ketetapan desain penelitian yang digunakan pada fase
intervensi ini diberikan sebanyak 8 kali. Data yang didapatkan pada fase
ini dapat dilihat melalui tabel dibawah ini.

Fase Intervensi
Target
No Sesi
Behavior
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Meningkatkan 1 1 2 2 1 2 2 2
2 Kosakata 1 1 1 1 2 2 1 2
3 dasar (Bagian 1 1 1 1 1 2 2 2
4 Tubuh) 1 1 2 2 2 1 2 1
5 1 2 2 1 2 1 1 2
6 2 2 2 2 1 2 2 2
7 2 2 1 2 2 1 2 1
8 1 1 1 1 2 2 1 2
9 1 1 1 2 2 2 2 2
10 1 2 2 1 1 1 2 2
Jumlah 12 14 15 15 16 16 17 18
Persentase 40% 47% 50% 50% 53% 53% 57% 60%

3. Hasil Penelitian Fase Baseline 2 (A2)


Hasil penelitian fase baseline 2 (A2) adalah tahapan terakhir dalam
pengukuran kemmapuan subjek dalam peningkatakn kosa kata pada anak
dengan hambatan pendengaran kelas II di SSkh Samantha. Pada tahapan
ini merupakan rangakaian pengualangan dasri baseline tanpa adanya
intervensi untuk subjek serta tidak dibantu oleh peneliti, semuanya
50

dilaksanakan secara mandiri yang terdiri dari 4 sesi. Hasil dari penelitian
fase baseline 2 (A2) dapat diihat pada tabel dibawah ini.

Persentase Baseline 1
No Indikator Capaian Sesi
I II III IV
1 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 2 0 2 2
tubuh “mata”
2 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 0 2 2 0
tubuh “hidung”
3 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 2 2 0 2
tubuh “mulut”
4 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 0 2 2 0
tubuh “tangan”
5 Peserta didik mampu menunjukkan bagian 2 0 2 2
tubuh “kaki”
6 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 2 2 2 2
tubuh “mata”
7 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 2 2 0 2
tubuh “hidung”
8 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 2 2 2 2
tubuh “mulut”
9 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 2 2 2 2
tubuh “tangan”
10 Peserta didik mampu menyebutkan bagian 2 2 2 2
tubuh “kaki”
Jumlah
16 16 16 16
Persentase
53% 53% 53% 53%
51

A. Deskripsi Analisis Data


1. Deskripsi Analisis dalam Kondisi
Analisis perubahan dalam kondisi adalah analisis perubahan data
dalam suatu kondisi, misalnya kondisi baseline atau kondiis intervensi.
Sementara komponen yang akan dianalisis dalam kondisi meliputi :
a. Panjang Kondisi
Panjang kondisi adalah banyaknya data dalam kondisi pada setiap
fase tersebut. Pada penelitian ini terdisi dari 3 fase yaitu panjang
kondisi pada tiap fase yaitu 4 sesi untuk baseline-1, 8 sesi untuk fase
intervensi, dan 4 sesi untuk baseline-2.

Panjang Kondisi

Kondisi A1 B A2
Panjang Kondisi 4 8 4

b. Kecenderungan Arah
Pada kecenderungan arah ini ada dua metode, metode yang
pertama adalah tangan bebas (freehand) dan metode belah tangan
(splite-middle). Kecenderungan arah pada pene;itian ini digunakan
untuk target behavior peningkatan kosa kata dengan metode total
physical response.
c. Tingkat Stabilitas dan Rentang
Tingkat stabilitas menunjukkan tingkat homogenis data dalam
suatu kondisi (Sunnato, 2006:68).
2. Analisis Antar Kondisi
a. Variabel yang diubah
52

Dalam penelitian ini terdapat satu sasaran perilaku yaitu di


fokuskan tentang meningkatkan kosa kata. Intervensi yang digunakan
untuk perilaku sasaran tersebut adalah dengan menggunakan metode
total physical response.
b. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya
Menurut Sunanto (2006:72), ‘‘dalam analisis data amtar kondisi,
perubahan kecenderungan arah grafik antara kondisi baseline dan
intervensi menunjukkan makna perubahan perilaku sasaran (target
behavior) yang disebabkan oleh intervensi”.
c. Perubahan Stabilitas dan Efeknya
Perubahan stabilitas dan efeknya menganalisis mengenai kestabilan
data yang diperoleh dan efeknya terhadap pemberian intervensi.
d. Perubahan Level Data
Menurut Sunanto (2006:73), “Perubahan level data menunjukkan
seberapa besar data berubah”. Menentukan perubahan level data dapat
dilakukan dengan menentukan dahulu data poin sesi terakhir kondisi
baseline (A1) dan sesi awal pada kondisi intervensi (B), kemudian
menghitung selisihnya dan tandai (+) bila naik, (=) jika tidak ada
perubahan dan (-) bila turun.
e. Overlap
Overlap data atau data tumpang tindih adalah terjadinya data yang
sama pada kedua kondisi tersebut yaitu antara baseline dan intervensi.
Data yang tumpang tindih menunjukkan tidak adanya perubahan pada
dua kondisi dan semakin banyak data yang tumpang tindih semakin
menguatkan dugaan tidak adanya perubahan pada kedua sisi.
B. Pembahasan
53

DAFTAR PUSTAKA

Asher, James J. (1968). The Total Physical Response Method for Second
Language Learning. San Jose : State College

Efendi, M. (2008). Pengantar Psikopendagogik Anak Berkelainan. Jakarta : Sinar


Grafik Offset.

Fajrianto, R., & Irawan, A. H. (2012). Perancangan Media Pembelajaran Interaktif


Mata Pelajaran IPA untuk Siawa Kelas VII SMPLB Tunarungu
dengan Materi Memahami Sistem dalam Tubuh Manusia. Jurnal
Teknik Pomits, 1-4.

Fauzan, P A. (2020). Sukses Berbahasa Inggris bagi Pemula Komputer. Aceh :


KITA Publisher

Haenudin. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu. Jakarta :


PT. Luxima Metro Media.

Hasanah, L. (2016). Peningkatan Penguasaan Kosakata Anak Usia 4-5 Tahun


melalui
54

Herman, R., & Morgan, G. (2009). 7 Deafness, Language and Communication.


City University London : UK, 101 – 121

Hermanto. (2012). Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu dalam Pembelajaran


Membaca Melalui Penerapan Metode Maternal. Majalah Ilmiah
Pembelajaran, 120-130.

Hilaliyah, T. (2018). Penguasaan Kosakata dan Kecerdasan Interpersonal dengan


Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa. Jurnal Membaca
(Bahasa dan Sastra Indonesia, 3 (2), 157.

Iskandarwassid dan Sunendar. (2011). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung :


Rodakarya

Iwan Hermawan. 2019. Metodologi Penelitian Pendidikan (Kualitatif, Kuantitatif


dan Mix Method). Kuningan : Hidayatul Quran Kuningan.

Landsberger, S. A., et al. (2014). Psychiatric Diagnoses and Psychosocial Needs


of Outpatient Deaf. Springer, 42-51.

Luckner, Jhon L. & Cooke Christine. (2010). A Summary of the Vocabulary


Research With Student Who are Deaf of Hard of Hearing. Journal
American Annals of the Deaf. Vol. 155 (1) : hal. 36-67

Mansyur, U. (2016). Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia melalui Pendekatan


Proses. Retorika : Jurnal bahasa sastra dan pengajarannya. 9, (2),
158

Nehrulita, Hersen. (2015). Pengaruh Metode Total Physical Response (TPR)


Terhadap Pemahaman Kosakata Anak Tunarungu Kelas Persiapan
di TKLK – B Dharma Wanita Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Khusus.
Vol. 7 (2) : hal. 1-8

Noor Sandhy. (2017). Metode Total Physical Response (TPR) Terhadap


Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu TK/KB. Jurnal Pendidikan
Khusus
55

Prahmana, Rully. (2021). Single Subject Research (Teori dan Implementasinya :


Suatu Pengantar). UAD Press.

Rafael, L., & Pastiria, S., (2020). Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus.
Medan : Yayasan Kita Menulis.

Ratih, R Dewi. (2020). Menemukenali Anak dengan Hambatan Pendengaran.


Sleman : Deepublish

Ridwan, A S. (2021). Pembelajaran Berorientasi AKM . Jakarta : PT Bumi


Aksara

Risca Nuryanti. (2016). Penggunaan Metode Pembelajaran Total Physical


Response dalam Meningkatkan Penguasaan Kosakata pada Anak
Tunarungu. Skripsi : Universitas Pendidikan Indonesia

Somantri, S. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R& D. Bandung :


Alfabeta.

Suharsiwi. (2017). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : CV.


Prima Print.

Suhendan Er. (2013). Using Total Physical Response Method in Early Childhood
Foreign Language Teaching Environments. Procedia – Social and
Behavioral Sciences 93

Swantyka, dkk. (2021). CD Interaktif Berbudaya Sehat untuk Meningkatkan


Kosakata Anak Usia 4-5 Tahun. Semarang : Lakeisha

Syafrida, H S. (2021). Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Penerbit KBM


Indonesia

Vindiyani, M. (2021). Penerapan Metode Montessori dalam Meningkatkan


Keterampilan Sensoris Visual anak Down Syndrome
56

Kelas III SDLB di SKh Adi Setia Cikotok. Skripsi. Banten


: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Wasita, A. (2012). Seluk – Beluk Tunarungu & Tunawicara. Yogyakarta :


Javalitera

LAMPIRAN
57

PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI)

DATA DIRI

A. Identitas :
Nama Peserta Didik : N
Kelas : II SDKH
Nama Guru Kelas : Lia Mulyasari, S.Pd
Usia : 9 Tahun
B. Kondisi Awal :
Kurangnya penguasaan kosa kata secara oral pada peserta didik
C. Kompetensi :
3.1 Mengenal, memahami, dan menggunakan kata-kata dengan baik dan
benar, dan menambah kosa kata menggunakan metode total physical
response.
D. Tujuan
i. Jangka Pendek : peserta didik dapat mengenal kosa kata baru
ii. Jangka Panjang : peserta didik dapat memahami, menggunakan
kata-kata dengan baik, dan menambah kosa kata.
L. Kegiatan belajar mengajar :
Kegiatan belajar mengajar dilakukan di kelas di awali dengan mengajak
anak untuk mengenal kosa kata, lalu peneliti mulai mengajarkan kosa kata
58

M. Evaluasi :
Evaluasi yang dilakukan yaitu peserta didik dapat menyebutkan dan
memberikan contoh dari kosa kata yang diajarkan oleh peneliti.

PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI)

Nama :N

Tujuan/Target : Dapat meningkatkan kosa kata

Kelas/Struktur : II (Dua) SDKH – B

Hari/Tanggal Aspek/Indikator Aktivitas Tujuan Evaluasi


Meningkatkan Pendahuluan : Dapat Peserta didik
kosa kata 1. Guru meningkatka mampu
mengucapkan n kosakata menjawab dan
salam peserta didik memberikan
2. Guru mengajak contoh kosa kata
peserta didik yang diajarkan
berdoa oleh peneliti
3. Apersepsi

Kegiatan Inti :
1. Peneliti
mengondisikan
59

Hari/Tanggal Aspek/Indikator Aktivitas Tujuan Evaluasi


kelas agar peserta
didik fokus
2. Peneliti
mempersiapkan
media
3. Peneliti mulai
memberikan kosa
kata dan peserta
didik menjawab

Penutup :
1 Bersama-sama
peserta didik dan
peneliti
menyimpulkan
hasil kosa kata
2 Peneliti
memberikan
pertanyaan kepada
peserta didik
perihal kosa kata
yang diajarkan

Serang, November 2023

Guru Kelas Mahasiswa

Lia Mulyasari, S.Pd Risma Eka Pebrianti


60

NIP. NIM. 2287190022

Anda mungkin juga menyukai