Anda di halaman 1dari 23

KELOMPOK 1

“PENGANTAR ILMU POLITIK”

Disusun Oleh :

Amelia 048452563

Indah norillah agusti 048453296

Nur indah sundari 048453447

Maulida azkia 049042699

TOTUR : MULYADI, S.Pd., M.Pd.

TUGAS
MODUL 1 Ilmu Politik
MODUL 2 Demokrasi

SEMESTER III ( TIGA)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga, makalah yang bertemakan tentang ILMU
POLITIK dan DEMOKRASI ini dapat diselesaikan dengan baik.
Selanjutnya penulis sampaikan shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW, pada keluarganya, sahabatnya, dan kita sebagai umatnya.
Ilmu politik merupakan cabang ilmu yang mempelajari fenomena politik dalam
berbagai aspeknya, mulai dari proses pembentukan kebijakan hingga dinamika interaksi
antara berbagai aktor politik. Dalam perkembangannya, ilmu politik telah menjadi salah satu
bidang yang sangat penting dalam memahami tatanan masyarakat dan pemerintahan di
berbagai belahan dunia.
Demokrasi, sebagai salah satu sistem pemerintahan yang didasarkan pada partisipasi rakyat,
telah menjadi pusat perhatian dalam kajian politik dan pembangunan masyarakat di seluruh
dunia. Seiring dengan perkembangan zaman, demokrasi tidak hanya menjadi sebuah konsep
politik, tetapi juga menjadi harapan akan keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan bagi banyak
negara dan masyarakat.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Totur mata kuliah PENGANTAR ILMU
POLITIK yang telah banyak memberikan petunjuk dalam pembuatan makalah ini.
Selanjutnya kepada orang tua dan teman-teman yang telah memberikan dukungan materil
maupun moril.
Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari sempurna, tetapi mudah-
mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dalam mencari ilmu dan untuk para
pembaca semua dalam menambah pengetahuan. Untuk itu penulis mengharpakan kritik dan
saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Barabai, 22 April 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4

1.3 Tujuan....................................................................................................................................5

1.4 Metode Penelitian.................................................................................................................5

BAB II ILMU POLITIK DAN DEMOKRASI..................................................................................................6

2.1 PERKEMBANGAN ILMU POLITIK.............................................................................................6

2.2 KONSEP-KONSEP POLITIK.......................................................................................................9

2.3 SISTEM POLITIK....................................................................................................................12

2.4 PENGERTIAN DAN SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN DEMOKRASI.....................................14

2.5 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DEMOKRASI ABAD KE-19 dan KE-20.................................15

2.6 DEMOKRASI DI NEGARA-NEGARA NONDEMOKRASI............................................................16

2.7 DEMOKRASI DI INDONESIA..................................................................................................18

BAB III PENUTUP..................................................................................................................................20

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................20

3.2 Saran....................................................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu politik telah mengalami perkembangan yang signifikan sepanjang sejarahnya,
mulai dari masa klasik hingga era kontemporer. Perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor, termasuk perubahan dalam struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya di berbagai
masyarakat di seluruh dunia. Sejarah awal mau politik dapat ditelusuri kembali ke masa
Yunani kuno, di mana para filsuf seperti Plato dan Aristoteles mulai memikirkan tentang
bentuk-bentuk pemerintahan yang ideal dan peran individu dalam masyarakat. Pemikiran
pemikiran ini kemudian menjadi dasar bagi pengembangan konsep konsep politik yang lebih
kompleks. Telaah politik yang sesungguhnya mulai dilakukan ketika orang yakin bahwa
mereka dapat membentuk pemerintahan sendiri sesuai dengan asas-asas yang dapat dipahami
akal. Para pemikir Yunani kuno, awalnya Plato dan kemudian Aristoteles, mengemukakan
gagasan bahwa dengan menerapkan asas asas penalaran terhadap masalah masalah
kemanusiaan, maka manusia dapat memerintah dirinya sendiri. Titik tolak ini sangat penting
karena alam semesta tidak lagi dianggap sebagai daerah kekuasaan dewa dewa, tetapi dapat
dipahami dalam kerangka ilmu pengetahuan. Pembidangan dalam kajian ilmu politik ini
menjadi semakin penting dengan harapan agar melalui pembidangan, sarjana ilmu politik
dapat memusatkan perhatiannya pada gejala gejala yang lebih khusus (spesifik).
Pembidangan seperti ini tentu bukan merupakan gila asing dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
Demokrasi, sebagai sistem pemerintahan di mana kekuasaan dipegang oleh rakyat,
telah menjadi salah satu konsep politik paling penting dalam sejarah peradapan manusia.
Meskipun demokrasi memiliki akar yang kuno, perkembangannya sebagai bentuk
pemerintahan modern telah melalui berbagai pasar dan perubahan yang signifikan. Asal usul
demokrasi dapat ditelusuri kembali ke masa kuno di Yunani, terutama di kota negara Athena,
di mana konsep demokrasi langsung pertama kali muncul. Di sana, warga kota secara
langsung terlibat dalam mengambilan keputusan politik melalui pertemuan pertemuan umum
yang disebut ‘’ekklesia’’. Namun, demokrasi di Athena terbatas hanya pada sebagian kecil
populasi, yaitu laki-laki dewasa yang memiliki kewarganegaraan. puncak dari perkembangan
demokrasi modern terjadi pada abad keduapuluh, di mana banyak negara di seluruh dunia
mengadopsi sistem demokrasi sebagai bentuk pemerintahan resmi mereka. Pasca perang
3
dunia dua demokrasi liberal menjadi model yang dominan, dengan penekanan pada
kebebasan individu, pemilihan umum yang bebas dan adil, serta Supremasi hukum. Meskipun
demokrasi telah menjadi sistem pemerintahan yang dominan di banyak negara, tantangan dan
kontroversi yang terkait dengan pelaksanaannya tetap ada. Masalah seperti ketimpangan
sosial, korupsi, dan Populisme politik menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh sistem
demokrasi modern. Dengan pemahaman yang mendalam tentang latar belakang di kasih, kita
dapat menghargai nilai nilai dan prinsip prinsip yang mendasari sistem pemerintahan ini serta
mengatasi tantangan yang dihadapinya di masa ini

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan konsep dan teori politik dari jaman klasik hingga
kontemporer?
2. Apa pengaruh faktor sosial, ekonomi, dan budaya terhadap dinamika politik dalam
masyarakat modern?
3. Bagaimana politik identitas, termasuk agama, Etnisitas, dan gender,
mempengaruhi dinamika politik dalam masyarakat multi kultural?
4. Bagaimana teori politik dapat diterapkan dalam memahami fenomena politik
kontemporer seperti perubahan iklim, migrasi global dan konflik bersenjata?
5. Apa kontribusi ilmu politik dalam merumuskan kebijakan public yang efektif
dalam mengatasi masalah masalah sosial dan ekonomi di masyarakat?
6. Apa peran lembaga lembaga politik, seperti partai politik, parlemen, dan
pemerintah lokal, dalam menjaga dan memperkuat demokrasi?
7. Bagaimana demokrasi berevolusi dalam konteks masyarakat Multikultural dan
multi nasional, dan bagaimana mengelola konflik identitas dalam kerangka
demokrasi?
8. Bagaimana demokrasi mengatasi tantangan internal, seperti korupsi, Oligarki
politik, dan ketidaksetaraan politik dan ekonomi?
9. Bagaimana demokrasi menanggapi tantangan global, seperti perubahan iklim,
ketidakstabilan ekonomi global, dan konflik bersenjata antar negara?
10. Bagaimana perkembangan konsep dan praktik demokrasi dari masa klasik hingga
modern, dan apa implikasinya terhadap sistem politik saat ini?

4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui perkembangan ilmu politik
2. Mengetahui tantangan terhadap demokrasi dalam konteks ilmu politik
3. Mengetahui sejarah awal demokrasi
4. Menhetahui prospek demokrasi di masa depan
5. Mengetahui demokrasi di indonesia
1.4 Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan dalam makalah ini adalah dengan metode data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari buku dan internet.

5
BAB II
ILMU POLITIK DAN DEMOKRASI

2.1 PERKEMBANGAN ILMU POLITIK


Telaah politik yang sesungguhnya mulai dilakukan ketika orang yakin bahwa mereka
dapat membentuk pemerintahan sendiri sesuai dengan asas-asas yang dapat dipahami akal.
Para pemikir Yunani Kuno, awalnya Plato dan kemudian Aristoteles, mengemukakan
gagasan bahwa dengan menerapkan asas-asas penalaran terhadap masalah-masalah
kemanusiaan, maka manusia dapat memerintah dirinya sendiri. Titik tolak ini sangat penting
karena alam semesta tidak lagi dianggap sebagai daerah kekuasaan dewa-dewa, tetapi dapat
dipahami dalam kerangka ilmu pengetahuan.
Pembidangan dalam kajian ilmu politik ini menjadi semakin penting dengan harapan
agar melalui pembidangan, sarjana ilmu politik dapat memusatkan perhatiannya pada gejala-
gejala yang lebih khusus (spesifik). Pembidangan seperti ini tentu bukan merupakan gejala
asing dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu fisika misalnya, yang semua hanya
menjelaskan gejala-gejala alam yang kasat mata, dalam perkembangannya juga merambah
pada gejala-gejala yang tidak dapat ditangkap oleh indra manusia, ilmu mekanika kuantum,
opto-elektronika, maupun teknologi ruang angkasa.
A. Bidang Kajian Ilmu Politik
Andrew Heywood (1997) dalam bukunya Politics, membagi ilmu politik menjadi lima bidang
kajian utama berikut.
 Teori politik yang meliputi: definisi politik; pemerintahan, sistem dan rezim;
ideologi-ideologi politik; demokrasi; dan negara.
 Bangsa-bangsa dan globalisasi meliputi: bangsa dan nasionalisme; politik
subnasional; dan politik global.
 Interaksi politik terdiri atas: ekonomi dan masyarakat; budaya politik dan
legitimasi; perwakilan, pemilu dan partisipasi dalam pemilu; partai politik dan
sistem kepartaian, kelompok, kepentingan dan gerakan.
 Mesin pemerintahan yang meliputi: konstitusi, hukum dan yudikatif; lembaga
legislatif, lembaga eksekutif, birokrasi; militer dan polisi.
 Kebijakan dan kinerja meliputi: proses kebijakan dan kinerja sistem.

6
Sebelumnya, dalam Contemporary Political Science, yang diterbitkan oleh UNESCO (suatu
lembaga yang bernaung di bawah PBB tahun 1950), ilmu politik dibagi menjadi empat
bidang kajian berikut.
 Teori politik yang meliputi kajian undang-undang dasar/konstitusionalisme
dan sejarah perkembangan pemikiran politik.
 Lembaga-lembaga politik yang meliputi studi undang-undang dasar,
pemerintahan nasional pemerintahan daerah (lokal), fungsi sosial ekonomi
dari pemerintah, dan perbandingan lembaga-lembaga politik.
 Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, meliputi kajian atas
partai-partai politik, golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi, partisipasi
warga negara dalam pemerintahan dan administrasi, serta pendapat umum.
 Hubungan internasional yang meliputi studi bidang politik internasional,
organisasi dan administrasi internasional, serta hukum internasional.
B. Definisi-definisi Ilmu Politik
Ilmu politik mempelajari tentang kehidupan politik. Istilah politik dalam kepustakaan ilmu
politik dapat dipahami dari berbagai definisi. Perlu dikemukakan bahwa perbedaan-
perbedaan yang muncul antara satu definisi dengan definisi yang lain, sesungguhnya hanya
disebabkan oleh karena setiap sarjana hanya melihat pada salah satu aspek politik. Aspek
inilah yang kemudian digunakan sebagai konsep utama dalam menganalisis aspek yang lain.
C. Negara
Negara merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi
yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Sarjana-sarjana yang melihat negara sebagai aspek
utama politik, menaruh perhatian terhadap lembaga itu. Sesungguhnya definisi-definisi
tentang negara, yang dipergunakan oleh para sarjana yang menganut pendekatan
kelembagaan, bersifat tradisional, dan agak sempit. Roger F. Soltau misalnya, dalam bukunya
Introduction To Politics mengatakan bahwa “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan
negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara
negara dengan warganya serta hubungan antar negara”.
D. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku
seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan si pelaku. Dibanding dengan definisi
ilmu politik yang berpijak pada aspek negara, definisi para sarjana yang lebih mengutamakan
aspek kekuasaan memiliki jangkauan lebih luas.

7
E. Pengambilan Keputusan Dalam Kebijakan Politik
Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok ilmu politik melibatkan keputusan-keputusan
yang diambil secara kolektif dan mengikat seluruh warga masyarakat. Ruang lingkup
keputusan itu pun dapat terbatas hanya pada penentuan tujuan masyarakat, namun dapat pula
menjangkau keputusan-keputusan untuk mencapai tujuan tersebut. Kecuali itu, pengambilan
keputusan sebagai salah satu aspek utama dari politik juga harus dilihat sebagai suatu proses
memilih alternatif yang terbaik. Sehingga seandainya Indonesia memutuskan untuk memberi
prioritas kepada ekspor nonmigas, maka keputusan itu pun diambil setelah
mempertimbangkan kemungkinan alternatif-alternatif yang lain.
F. Kompromi dan Konsensus
Politik sering kali dianggap sebagai suatu cara untuk menyelesaikan sebuah konflik (resolusi
konflik) melalui kompromi dan negosiasi dibandingkan melalui kekuatan atau aplikasi
kekuasaan secara nyata. Menurut Bernard Crick dalam In Defence of Politics (1993), karena
konflik tidak bisa dihindari maka saat kelompok- kelompok sosial dalam masyarakat yang
bertentangan sama-sama memiliki kekuasaan maka mereka tidak bisa dihancurkan begitu
saja; tetapi konflik dapat dipecahkan melalui kompromi. Politik di sini dipandang sebagai
kekuatan penuntun menuju keberadaban yang menjauhkan masyarakat dari pertumpahan
darah.
G. Pembagian dan Alokasi
Pembagian (distribution) dan alokasi yang dimaksudkan dalam politik adalah pembagian dan
pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat secara mengikat. Nilai dalam ilmu-ilmu
sosial diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik dan benar, sesuatu yang diinginkan atau
berharga, sehingga nilai selalu dikejar oleh manusia untuk dimiliki. Nilai tidak saja bersifat
konkret, seperti rumah, tanah, maupun bentuk-bentuk kekayaan materiil yang lain, tetapi juga
bersifat abstrak, seperti penilaian atasan kepada bawahan, kebebasan berpendapat, atau
kebebasan berorganisasi

8
2.2 KONSEP-KONSEP POLITIK
Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan sesuatu yang digunakan oleh
para peneliti untuk lebih mengerti dunia sekelilingnya. Dunia kita penuh dengan benda-
benda, kejadian-kejadian, dan ide-ide yang masing-masing mempunyai ciri berbeda satu
sama lain; walaupun kadang ada satu ciri atau karakteristik yang sama. Konsep merupakan
gagasan (pandangan, ide) umum tentang sesuatu, tentang berbagai benda atau kejadian
dengan ciri-ciri yang sama tersebut. Kita bisa mengenali suatu konsep jika kita melihat ciri
inti itu dalam berbagai benda, kejadian dan atau ide.
Konsep yang konkret biasanya memiliki bentuk dan dapat dilihat, misalnya kursi, meja,
istana kepresidenan, dan mahkota kerajaan. Konsep yang abstrak umumnya bentuk fisiknya
tidak ada, misalnya kekuasaan, negara, kebebasan, perdamaian. Dalam kajian pengetahuan,
penggunaan konsep itu penting sebab memungkinkan seseorang untuk mengamati kenyataan
yang majemuk dan berubah-ubah dengan titik pijak yang relatif tetap.
Para sarjana politik modern lebih cenderung untuk meneropong konsep-konsep seperti :
masyarakat, negara atau sistem politik, pemerintah, kekuasaan politik, legitimasi, dan
sebagainya. Beberapa istilah pokok akan dibahas di bawah ini.
A. Masyarakat
Perbedaan utama ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu politik, dengan ilmu pengetahuan alam
adalah objek yang dipelajari. Pusat perhatian ilmu sosial adalah kehidupan manusia dalam
kelompok. Manusia memiliki naluri untuk berkawan dan hidup berdampingan bersama
dengan manusia yang lain. Mereka membutuhkan kerja sama, sebab sadar bahwa tidak semua
kebutuhan individunya dapat dipenuhinya sendiri.
Masyarakat, merupakan salah satu bentuk asosiasi yang mencakup semua hubungan, individu
dan kelompok di dalam suatu wilayah. Menurut Robert Miclver, dalam bukunya The Web of
Government, “masyarakat adalah suatu sistem hubungan- hubungan yang ditata”. Sedangkan
sarjana lain, Harold J. Laski dalam The State in Theory and Practice, mengemukakan bahwa,
“masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerja sama untuk
mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama”. Dalam kajian ilmu politik,
salah satu bentuk masyarakat yang paling utama ialah negara.
B. Negara
Definisi mengenai negara yang selama ini dikenal dalam ilmu politik juga mencerminkan
beberapa hal, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Robert McIver misalnya,
mendefinisikan negara sebagai asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat suatu wilayah, dengan berdasarkan pada sistem hukum yang diselenggarakan
9
oleh suatu pemerintah yang diberi kekuasaan untuk memaksa atau koersif untuk mencapai
tujuan ketertiban tersebut. Definisi serupa juga dikemukakan oleh Max Weber. Sosiologi
terkemuka itu menyatakan bahwa negara adalah masyarakat yang mempunyai monopoli
untuk menggunakan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah tertentu; tentu dengan
catatan bahwa pengaturan itu dilakukan atas nama masyarakat. Definisi Robert H. Soltau
menyatakan negaralah yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas
nama masyarakat. Andrew Heywood dalam bukunya Politics mencoba merangkum lima ciri
negara, yaitu :
1. Memiliki kedaulatan;
2. Pengakuan sebagai institusi publik;
3. Memiliki kekuasaan yang sah atau legitimate;
4. Dominasi yang didukung oleh penggunaan koersi;
5. Merupakan suatu asosiasi teritorial dengan batas-batas geografis yang secara yuridis
diakui secara domestik maupun global.
C. Wilayah
Pada prinsipnya wilayah merupakan batas geografis di dalam mana negara masih dapat
memaksakan kekuasaannya, baik untuk menggunakan kekerasan fisik secara sah, jangkauan
monopoli, maupun memberlakukan ketentuan perundang-perundangan yang mengikat.
Mudah dipahami bahwasanya masalah yang secara langsung berkaitan dengan kewilayahan
adalah tapal batas. Perlu diingat lebih dahulu, bahwa wilayah suatu negara tidak saja terbatas
pada daratan, tetapi juga udara di atasnya dan laut di sekelilingnya. Sesuai dengan ketentuan-
ketentuan perjanjian Hukum Laut Internasional, yang ditandatangani pada tahun 1982, maka
wilayah tertorial Indonesia mencakup laut sejauh 12 mil dari pantai, sedangkan laut sejauh
200 mil merupakan Zona Ekonomi Eksklusif yang berarti bahwa Indonesia mempunyai hak
eksklusif untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi, termasuk menangkap ikan dan
menambang Minyak bumi.
D. Penduduk
Penduduk merupakan seseorang atau sekelompok orang yang karena keberadaannya dalam
wilayah tertentu, diwajibkan untuk mematuhi segenap ketentuan perundangan yang berlaku
dalam wilayah tersebut. Seperti halnya dengan wilayah, faktor penduduk selalu
diperhitungkan dalam hubungan antar negara. Negara yang lebih sedikit penduduknya, sering
kali dipandang lebih lemah dibandingkan negara lain yang penduduknya lebih banyak,
misalnya Swiss atau Luxembourg dibandingkan dengan Perancis dan Jerman pada Perang
Dunia II. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar karena Israel yang penduduknya lebih
10
sedikit tidak dipandang lebih lemah dari pada Irak atau Iran misalnya. Dengan demikian,
sebenarnya faktor kualitatif pun harus diperhitungkan bukan sekedar kuantitatif seperti
besarnya jumlah penduduk.
E. Pemerintah
Pemerintah merupakan organisasi yang berwenang untuk memutuskan dan melaksanakan
keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk yang berada dalam wilayahnya.
Peraturan Daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah yang bersangkutan misalnya, hanya
wajib ditaati oleh penduduk yang berada di daerah tersebut. Peraturan Daerah ini dibuat
dengan tidak melanggar ketentuan lain yang lebih tinggi sifatnya, misalnya peraturan atau
perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tidak boleh bertentangan apalagi
melanggar konstitusi atau peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat, yang sifatnya
mengikat dalam ruang lingkup lebih besar.
F. Kedaulatan
Pada dasarnya, kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi untuk membuat dan melaksanakan
undang-undang dengan semua cara yang tersedia, termasuk cara-cara kekerasan. Negara
mempunyai kedaulatan tertinggi untuk melaksanakan undang- undang agar penduduk yang
mendiami wilayahnya mematuhi segenap peraturan dan ketentuan perundangan yang berlaku
(kedaulatan ke dalam). Selain itu, negara juga mempunyai kedaulatan ke luar yang ditujukan
untuk mempertahankan kedaulatan dari ancaman negara lain. Dalam hubungan inilah, negara
menuntut kesetiaan (loyalitas) dari warganya.
G. Kekuasaan
Kekuasaan sebagai sebuah konsep dasar dalam ilmu politik sebenarnya beragam. Secara
umum kekuasaan diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok orang dengan
menggunakan sumber-sumber daya kekuasaan tertentu untuk memengaruhi tingkah laku
seseorang atau sekelompok orang lainnya sehingga orang atau kelompok itu bertingkah laku
sesuai dengan keinginan atau tujuan pihak yang memiliki kemampuan. Negara seperti yang
telah dikemukakan di atas, merupakan suatu organisasi yang mempunyai sifat memaksa,
memonopoli, dan menyeluruh. Ini menunjukkan bahwa negara memerlukan kekuasaan untuk
menunaikan atau memenuhi sifat-sifat tersebut.
H. Legitimasi
Konsep legitimasi terkait sangat erat dengan penerapan konsep kekuasaan. Mereka yang
terkena dampak kekuasaan, baik yang menerima maupun menolak untuk menuruti kekuasaan
tersebut akan menilai kekuasaan tersebut sebagai sah (legitimate) dan tidak sah (illegitimate)
berdasarkan beberapa pertimbangan. Pengamatan atas legitimasi yang diberikan seluruh atau
11
sebagian besar masyarakat atas pemerintahan suatu rezim menjadi penting terutama dalam
membahas atau memprediksikan kelangsungan hidup rezim tersebut.

2.3 SISTEM POLITIK


Konsep sistem politik dipergunakan untuk keperluan analisis untuk maksud itu pula maka
suatu sistem politik dianggap terdiri atas masukan (input), Input datang dari lingkungan
berupa tuntutan dan dukungan. Setiap negara menerima tuntutan agar ada dinamika yang
terus menerus dalam kehidupan bernegara. Proses, proses adalah pola-pola (sosial dan
politik) yang dibuat oleh manusia dalam mengatur hubungan-hubungan antara satu sama
lainnya. Dalam suatu negara lembaga-lembaga seperti parlemen partai birokrasi tidak lain
adalah proses-proses yang polanya sudah mantap. Setelah diolah melalui proses politik baik
dukungan maupun tuntutan itu muncul dalam bentuk kebijakan pemerintah yang mengikat
atau biasa disebut keluaran (output).

Variabel penting dalam sistem politik diantaranya;

1. Kekuasaan, sebagai cara untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam alokasi sumber
daya di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Kepentingan, sebagai tujuan-tujuan yang ingin dikejar oleh pelaku-pelaku politik.
3. Kebijakan, sebagai hasil interaksi antara kekuasaan dan kepentingan biasanya dalam
bentuk perundang-undangan.
4. Budaya politik, sebagai orientasi subjektif individu terhadap sistem politik.

A. PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM SISTEM POLITIK

Pendekatan (approach) merupakan salah sebuah konsep teoretis yang menunjukkan cara atau
alat yang dipergunakan untuk mengamati sebuah kegiatan dengan sudut pandang atau
perspektif tertentu. Jika kita menggunakan pendekatan kelembagaan maka kita akan mengaji
masalah yang berkaitan dengan soal kelembagaan politik misalnya, lembaga legislatif atau
eksekutif dan kita akan mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan lembaga-
lembaga tersebut misalnya fungsinya, cara kerjanya dan seterusnya .Menurut Apter dan
Andrain (1968) ada tiga pendekatan yang masih digunakan sebagai kerangka untuk
menyusun banyak buku tentang perbandingan politik, tiga pendekatan tersebut yakni;

12
1. Pendekatan normatif, pendekatan ini mempelajari norma-norma dalam bentuk
aturan-aturan dan hak-hak serta kewajiban pendekatan ini menggunakan seluruh
masyarakat sebagai unit analisisnya. Asumsi dalam pendekatan ini mengatakan
perubahan dalam masyarakat merupakan konsekuensi konflik dialektis
2. Pendekatan struktural, fokus analisis pendekatan ini adalah isu pemeliharaan
sistem dan stabilitas sistem unit analisis dalam pendekatan ini masyarakat secara
keseluruhan, bangsa, unit-unit makro. Asumsi yang dikembangkan adalah
mengenai pembangunan yang dilihat dari jarak diantara pemisahan kekuasaan
antara institusi-institusi pemerintahan dan perjuangan di antara kelas-kelas
ekonomi yang dominan.
3. Pendekatan perilaku, adalah problema yang terkait dengan proses pembelajaran
dan sosialisasi, motivasi, persepsi, sikap terhadap otoritas dan pertimbangan lain.
Uniit analisis dalam pendekatan ini adalah individu dan kelompok kecil. Asumsi
yang dikembangkannya berkaitan dengan optimisme Individual bahwa perubahan
yang diinginkan dan mungkin dilakukan, dan Pembangunan merupakan
konsekuensi kebutuhan orang untuk pencapaian (achievement) (Chilote, 1981 :
19-20)

B. Berbagai pendekatan dalam ilmu politik


1. Pendekatan legal/institusional, pendekatan ini juga dikenal sebagai pendekatan
tradisional yang merupakan pendekatan paling awal dalam ilmu politik.
Pendekatan ini mulai berkembang di akhir abad ke-19 sebelum Perang Dunia 2.
Sesuai dengan namanya maka pokok bahasan dalam pendekatan ini mencakup
unsur-unsur legal dan institusional.
2. Pendekatan perilaku dan paska-perilaku, tujuan penelitian pendekatan perilaku
menurut Eulau (1963) adalah untuk menjelaskan mengapa orang melakukan
tingkah laku politik tertentu dan bagaimana dampaknya terhadap proses dan
sistem politik (Ronald Chilcote 1981:56). Prinsip utama yang menjadi kredit
perilaku pendekatan ini yakni;
 Menampilkan keteraturan (regularities)
 Membedakan secara jelas norma (standar dan ide sebagai pedoman
perilaku) dan fakta
 Analisisnya bebas nila (value free) tidak boleh dipengaruhi nilai-nilai
pribadi peneliti.
13
 Penelitian bersifat sistematis dan cenderung theory building
 Bersifat murni
3. Pendekatan neo-Marxis, kelompok Neo-Maxis sangat kritis terhadap komunisme
maupun sejumlah aspek dalam masyarakat kapitalis. Analisis Neo marxis
dikembangkan dalam kerangka holistik. Fokus Analisis Neo-Marxis adalah
kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam negara dengan penekanan utama pada
kegiatan negara dan konflik kelas.
4. Pendekatan pilihan rasional (Rational Choice) pandangan para penganut paham
pendekatan ini memperlihatkan keterkaitan erat antara politik dan ekonomi.
Mereka mengembangkan analisisnya dengan pertama-tama melihat sifat dasar
manusia sebagai makhluk rasional yang selalu mengejar kepentingannya sendiri,
dan egois dan selalu mencari cara yang efisien untuk mencapai tujuan.
5. Pendekatan Institusionalisme baru, perhatian utama dalam pendekatan ini adalah
pada negara dan institusi-institusi sebagai unsur utama yang menentukan dan
membatasi. menolak pandangan yang melihat negara sebagai institusi yang tidak
bebas yang ditentukan oleh Masa lewat aktor-aktor politik pilihan mereka. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa dengan adanya institusi-institusi maka dapat
dipastikan adanya aturan-aturan atau pola pengaturan yang mengatur kehidupan
bersama atau kepentingan kolektif yang dalam sebuah masyarakat.

2.4 PENGERTIAN DAN SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN DEMOKRASI


Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari kata Yunani kuno Demos yang berarti rakyat dan Kratos atau
kratein yang berarti kekuasaan/berkuasa. Menurut asal katanya demokrasi berarti rakyat
berkuasa atau government of role by the people. Demokrasi juga mempunyai makna ganda
karena “terkait dengan lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide
demokrasi atau dengan keadaan budaya serta sejarah yang mempengaruhi istilah, ide dan
praktek demokrasi”.

Secara umum aliran demokrasi terbagi menjadi dua yaitu;

Demokrasi konstitutional dan Kelompok aliran yang menanamkan diri komunisme. Secara
umum perbedaan yang fundamental dari kedua aliran tersebut adalah bahwa demokrasi
konstitusional mencita-citakan suatu pemerintahan yang terbatas kekuasaannya suatu Negara
14
hukum (rechsstaat) yang tunduk kepada aturan hukum Rule of law dan menjamin adanya
kebebasan mengekspresikan aspirasi bagi warganya. Sementara demokrasi yang
mendasarkan diri pada komunisme mencita-citakan suatu pemerintahan yang cenderung
totaliter demi menuju kesejahteraan bersama yang merata untuk seluruh masyarakat.

Sejarah awal perkembangan demokrasi

Gagasan mengenai demokrasi bermula pada masa Yunani kuno dengan menggunakan sistem
demokrasi langsung, yaitu suatu bentuk pemerintahan ketika hak untuk membuat keputusan-
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak
berdasarkan prosedur mayoritas. Dalam Abad Pertengahan (600 – 1400), benua Eropa Barat
mulai memasuki abad kegelapan di mana pengaruh Yunani dan praktek demokrasi surut,
penindasan terhadap rakyat terjadi akibat perebutan pengaruh dan kekuasaan raja dan paus.
Walaupun pada umumnya keadaan Eropa di masa abad pertengahan ditandai oleh kegelapan
tetapi dilihat dari sudut perkembangan demokrasi telah terjadi suatu peristiwa penting yaitu
adanya pengakuan dan jaminan beberapa hak dan perlakuan khusus dari Raja Islam dari
Inggris terhadap para bangsawan bawahannya (vassal) yang terwujud dalam sebuah dokumen
magma charta (piagam besar) pada tahun 1215. Abad pertengahan berganti dengan abad
pencerahan melalui serangkaian perubahan sosial dan kultural yang dibawa oleh kelompok
aliran renaissance (1350-1600) dan Reformasi (1500-1650). Renaissance merupakan
kelahiran kembali kebudayaan Eropa setelah masa kegelapan dan menjadi periode menuju
zaman modern yang ditandai dengan perkembangan sekularisme, nasionalisme,
individualisme. Sedangkan reformasi adalah suatu gerakan pembaruan dalam bidang agama
(kristen) yang bertujuan membersihkan agama dari pengaruh-pengaruh lain yang
menyebabkan kekuasaan gereja begitu buruk dalam kehidupan masyarakat. Kedua gerakan
tersebut telah mempersiapkan masyarakat Eropa Barat pada masa 1650-1800 untuk
memasuki masa aufklarung (Abad Pencerahan) dan Rasionalisme, suatu aliran yang ingin
memerdekakan manusia dari hambatan-hambatan idealisme dan mendasarkan pemikiran atas
akal (rasio) semata-mata

2.5 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DEMOKRASI ABAD KE-19 dan KE-20


Pada akhir abad ke-19 dan ke-20, gagasan mengenai perlunya pembatasan kekuasaan telah
mendapatkan perumusan yuridis dari para ahli hukum. Perumusan- perumusan yang dibuat
oleh para ahli hukum tersebut hanya menyangkut bidang-bidang hukum saja, dan dalam
batas-batas yang agak sempit. Hal ini disebabkan perumusan tersebut sangat dipengaruhi oleh
gagasan liberalism bahwa makin sedikit campur tangan pemerintahan adalah yang paling
15
baik. Oleh karena itu, peranan negara dalam abad ini sangat terbatas tidak hanya dalam
bidang politik tetapi juga ekonomi. Karena itu negara dianggap sebagai "negara penjaga
malam".

Dampak yang muncul sebagai akibat praktik demokrasi abad ke-19 telah mengubah
pemikiran para ahli politik untuk memberikan peranan yang lebih besar lagi pada pemerintah
yang menandai wajah baru dari demokrasi konstitusional abad ke-20. Pemerintah kini tidak
hanya berperan sebagai penjaga malam saja, akan tetapi telah turut aktif mengatur kehidupan
sosial dan ekonomi serta bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat. Perubahan ini
mendorong International Commission of Jurists untuk merumuskan rumusan yuridis Rule of
Law, yang menggambarkan perluasan peran pemerintah. Sumbangan pemikiran Henry B.
Mayo juga sangat bernilai bagi perkembangan demokrasi abad ke-20.

Perkembangan praktik demokrasi di dunia menurut Huntington terjadi dalam beberapa


gelombang yang saat ini sudah sampai pada gelombang ketiga setelah kejatuhan
pemerintahan Uni Soviet pada tahun 1990. Demokrasi pada praktik dan teorinya juga
bergeser dari fokus peran negara pada hubungan dan peran kelompok-kelompok dalam
masyarakat yang memunculkan banyak konsep demokrasi kontemporer di tahun 1980an
sampai saat ini seperti demokrasi pluralis, demokrasi deliberatif dan demokrasi agonistik.
Dari ketiga konsep demokrasi tersebut yang belum umum aplikasinya dalam politik praktis
konsep demokrasi agonistic. Konsep demokrasi ini sangat ideal, tetapi sulit dalam
penerapannya, khususnya dalam masyarakat dengan tingkat konflik yang tinggi, kadar
toleransi terhadap perbedaan yang rendah, dan perbedaan sosial ekonomi yang tajam.

2.6 DEMOKRASI DI NEGARA-NEGARA NONDEMOKRASI


Begitu populernya ide yang ditawarkan demokrasi menyebabkan penyebarannya terjadi
dengan sangat cepat setelah Perang Dunia II. Pada kenyataannya, sering kali konsep
demokrasi ini diadopsi bahkan oleh rezim pemerintahan yang sebenarnya tidak demokratis
sama sekali untuk mendapatkan dukungan massa. Banyak yang mengasumsikan bahwa hal
ini awalnya terjadi pada pemerintahan Partai Komunis di Uni Soviet yang bermula setelah
revolusi Bolshevik tahun 1917 dan memunculkan konsep vanguard democracy (sejenis
demokrasi terpimpin yang dalam hal ini dimobilisasi oleh Partai Komunis). Namun,
sebenarnya pemerintahan tiran dengan mobilitas massa sudah terjadi pada saat pemerintahan
Napolean Bonaparte di Perancis pada abad ke-18 saat menggunakan sebuah plebisit atau

16
referendum untuk menggalang dukungan massa atas pemerintahan diktatorial militernya dan
mengangkat dirinya sebagai kaisar.

Pemerintahan nondemokratis pada rezim komunis Uni Soviet sendin menunjukkan


perkembangan yang semakin menjauh dari tipe totaliterisme, perlahan- lahan menjadi
sekadar pemerintahan otoriter yang kemudian ambruk pada tahun 1990 akibat erosi legitiması
politik pada saat krisis ekonomi melanda. Di Eropa Barat sendin, ajaran Marxis-Leninis
berkembang menyimpang ketika Eurokomunisme lebih percaya pada cara-cara parlementer
daripada cara revolusi. Hal ini tidak hanya terjadi di Uni Soviet, tetapi juga pada negara-
negara satelitnya seperti negara-negara Eropa Timur. Cina, Vietnam, dan Kuba.
Perbedaannya adalah negara-negara Vietnam dan Cina kemudian mencampurkan sistem
politik totaliternya dengan sistem perekonomian pasar Terbuka yang sampai saat ini masih
mampu meredam arus demokratisasi politik.

A. Perkembangan MARXISME-LENINISME DI UNI SOVIET

Marxisme tampaknya sulit memperoleh banyak penganut selama Perang Dingin tahun 1950-
1980an, dan karenanya kurang berkembang di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Di kedua
kawasan tersebut tidak terjadi revolusi proletary sebagaimana diramalkan oleh Marx,
meskipun mereka telah mencapai tahap industri maju dimana terjadi kemiskinan serta
pemiskinan yang merupakan bibit-bibit revolusi. Di Jerman, tempat kelahiran Karl Marx,
konsepsi Hegel masih menjadi acuan di mana "negera merupakan kebenaran objektif dan
bahwa undang-undang seperti halnya dengan hukum alam, cukup mudah dimengerti dan
tidak mudah diubah oleh manusia. Bersama dengan tradisi liberai yang cukup kuat mengakar,
pemikiran-pemikiran seperti itu mampu meredam keinginan kaum proletar untuk menempuh
jalan kekerasan dan mengembangkan jalan parlementer (membentuk partai dan mengikuti
proses pemilu) seperti yang dikembangkan pertama kaii oleh Edward Bernstein di Inggris
sebagai upaya memperbaiki kehidupan kaum proletar. Aliran Sosial Demokrat inilah yang
kemudian lebih banyak berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara.

B. MARXISME- LENINISME diluar Uni Soviet dan Transisi Menuju


Demokrasi

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, ajaran-ajaran Marx tidak memperoleh pengaruh luas
di Eropa Barat karena tidak ada satu Partai Komunis pun yang berhasil menguasai tampuk
pemerintahan. Partai komunis di beberapa negara Eropa Barat terutama di Italia, Spanyol,
dan Perancis, kemudian mengembangkan orientasi yang berbeda dari PKUS yang disebut

17
Eurocommunism atau Komunisme Eropa. Dominasi PKUS atas negara-negara Eropa Timur
yang tergabung dalam Pakta Warsawa sering kali mengarah pada praktik politik totaliter yang
tidak berbeda dengan Fasisme, bertentangan dengan perasaan nasionalisme partai-partai
komunis Eropa yang menginginkan persamaan kedudukan di antara partai-partai komunis.

Pada negara-negara yang otoriter seperti Chile, Korea Selatan dan Taiwan walaupun
mengalami perkembangan politik otoriter, tetapi berhasil membangun perekonomian pasar
terbuka sehingga perlahan-lahan menjalani transisi menuju pemerintahan demokratis.
Menurut Michael G. Roskin, hal ini dapat terjadi karena tiga sebab. Pertama, perkembangan
ekonomi menciptakan pertumbuhan kelas menengah yang cukup besar sebagai dasar
perkembangan demokrasi. Kedua, terkait juga dengan pertumbuhan kelas menengah, maka
tingkat pendidikan juga meningkat. Ketiga, perkembangan kelas menengah dan tingkat
pendidikan juga meningkatkan kebutuhan untuk mengekspresikan kepentingan masyarakat
yang berbeda-beda yang merupakan dasar demokrasi. Namun dalam proses transisi dari
pemerintahan nondemokratis menuju demokrasi sering kali tidak sempurna dimana suatu
negara memiliki semua kelengkapan struktural suatu negara demokratis, tetapi belum
berfungsi sepenuhnya untuk dapat dikategorikan sebagai negara demokratis. Yang tercipta
kemudian adalah negara-negara dengan demokrası prosedural, tetapi belum mencapai
demokrasi substantif. Hal ini bisa dilihat pada kasus Singapura yang dikategorikan oleh
banyak ahlı politik sebagai demokrasi otoritarian. Eva Bellin misalnya, melihat lemahnya
peran oposisi, kelas menengah, dan kelompok buruh sebagai salah satu sebab demokras
liberal tidak berkembang baik di Singapura, walaupun "alat-alat demokrasi" sudah ada. Kelas
menengah di Singapura menurutnya adalah kelompok "Contingent Democrats yang peran
dan fungsinya tidak selalu mendukung demokrasi, tetapi tergantung pada kepentingan
kelompoknya dalam hubungannya dengan rezim pemerintahan People's Action Party (PAP)
yang berkuasa sejak tahun 1969. Selama kelanggengan rezim otoriter PAP tidak
membahayakan kepentingan kelompoknya, misalnya akumulası modal dan kesejahteraan,
maka kelas menengah dan kelompok buruh tidak akan bergerak untuk mendukung reformasi
menuju demokrasi

2.7 DEMOKRASI DI INDONESIA


Dalam pembahasan demokrasi di Indonesia, paling tidak kita dapat membaginya ke dalam:
Demokrasi Parlementer, tahun 1945-1959; Demokrasi Terpimpin, tahun 1959-1965;
Demokrasi Pancasila, tahun 1965-1998, dan Demokrasi di masa Reformasi (tahun 1998-

18
sekarang). Setiap demokrasi yang pernah berlangsung tersebut mempunyai ciri-ciri sendiri
yang menonjol yang merupakan variasi dari sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia.

Dalam periode Demokrasi Parlementer ciri menonjol adalah besarnya peranan partai-partai
politik yang memegang kekuasaan politik melalui parlemen. Partai-partai politik ini
tampaknya belum berhasil menciptakan kestabilan politik yang sangat dibutuhkan bagi
terselenggaranya pembangunan. Masalah-masalah perbedaan pendapat, baik antara sesama
parpol sendiri ataupun sesama anggota masyarakat berdasarkan sentimen primordial seperti
suku bangsa, agama, adat-istiadat dan sebagainya, telah menajam dan membuat seringnya
terjadi pergantian kabinet. Kestabilan politik menjadi perhatian utama yang dijadikan dasar
bagi pencapaian pembangunan ekonomi yang diprioritaskan untuk menopang upaya tersebut
diperkenalkan dua nilai dasar yang harus melåndasi praktik demokrasi, yaitu nilai tidak
mengenal oposisi dan nilai musyawarah untuk mencapai mufakat. Sering kali nilai ini
kemudian dijadikan alasan untuk tidak mengakui keanekaragaman aspirasi demi kestabilan
politik pada masa Demokrasi Pancasila, mensahkan keseragaman dalam pemilu, aktivitas
media massa, dan parlemen. Hal ini kemudian berubah memasuki masa Reformasi yang ingin
menegakkan kembali demokrasi yang mengakui keberagaman aspirasi melalui pengakuan
atas beragam partai politik yang bermunculan dan menghormati aspirasi rakyat untuk dapat
memilih langsung wakil-wakilnya dalam parlemen pusat dan daerah serta pimpinan eksekutif
di pusat dan daerah

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Ilmu politik merupakan cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang
kekuasaan, kebijakan publik, pemerintahan, sistem politik, dan interaksi antara
individu, kelompok, dan negara. Ilmu politik mempelajari bagaimana
keputusan politik dibuat, bagaimana kekuasaan didistribusikan, serta dampak
dari kebijakan politik terhadap masyarakat. Dalam kajian ilmu politik, terdapat
beberapa konsep penting seperti negara, demokrasi, kekuasaan, otoritas,
kebijakan publik, partai politik, sistem politik, dan hubungan internasional.
Ilmu politik juga mempelajari dinamika politik dalam masyarakat, proses
pembentukan kebijakan, perilaku politik, serta konflik dan kerjasama antara
aktor politik. Kesimpulannya, ilmu politik sangat penting dalam memahami
cara kerja sistem politik, kekuasaan, dan dinamika politik dalam masyarakat.
Dengan memahami ilmu politik, kita dapat memahami peran serta pentingnya
partisipasi politik dalam menciptakan perubahan yang positif dalam
masyarakat dan negara.
 Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik dipegang
oleh rakyat, entah langsung atau melalui wakil-wakil yang mereka pilih secara
bebas dalam pemilihan umum. Prinsip-prinsip demokrasi mencakup partisipasi
politik, kedaulatan rakyat, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan
berpendapat, pemilihan umum yang adil, dan akuntabilitas pemerintah. Dalam
demokrasi, keputusan politik diambil dengan cara musyawarah dan mufakat,
serta memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat. Demokrasi juga
mendorong pluralisme, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan
pendapat sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan.Kesimpulannya,
demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai
subjek utama dalam proses politik. Demokrasi memberikan ruang bagi
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta mendorong
transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pemerintahan.

20
3.2 Saran
 Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan Ilmu politik dan
Demokrasi di negara kita sendiri . perlu
 Perlu informasi dalam menganalisis data.
 saran dan kritik yang bersifat membangun dari Totur pembimbing dan teman-teman
yang sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah berikut nya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Surbakti, R. (1992). Memahami ilmu politik. Grasindo.

Budiardjo, M. (2003). Dasar-dasar ilmu politik. Gramedia pustaka utama.

Rodes, C. C. (1995). Pengantar Ilmu Politik.

Sudrajat, A. (2016). Demokrasi Pancasila dalam Perspektif Sejarah. Mozaik: Kajian Ilmu
Sejarah, 8(1).

Purnamawati, E. (2020). Perjalanan Demokrasi di Indonesia. Solusi, 18(2), 251-264.

22

Anda mungkin juga menyukai