Makalah Keperawatan Dasar 2
Makalah Keperawatan Dasar 2
Dosen Pengampu:
Ns. Gusti Barlia S.Kep. M.Pd
Di susun Oleh:
TAHUN 2024/2025
VISI MISI KEPERAWATAN
VISI
MISI
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Konsep Keperawatan Pasien Dengan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas” yang
bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh bapak “Ns. Gusti Barlia
S.Kep. M.Pd” selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan dasar
Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
Kelompok 5
DAFTAR ISI
ii
VISI MISI KEPERAWATAN...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
D. Ruang Lingkup dan Sistematika Penulisan..............................................................3
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI...........................................................................................................5
A. Definisi kebutuhan Aktivitas....................................................................................5
B. Sistem Tubuh yang Beperan dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas....................5
C. Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas........................................................................6
D. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................................9
BAB III............................................................................................................................10
PEMBAHASAN..............................................................................................................10
A. Pengertian dan Manfaat Aktivitas atau Mobilitasasi..............................................10
B. Koordinasi Mekanik Tubuh...................................................................................11
C. Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Akrtivitas Mobilisasi........................................14
D. Konsep Dasar Imobilisasi......................................................................................15
E. Alasan Dilakukannya Imobilisasi..........................................................................15
F. Dampak Imobilisasi...............................................................................................17
G. Tingkat Imobilisasi.................................................................................................18
BAB IV............................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................20
A. Kesimpulan ...........................................................................................................20
B. Saran.......................................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
Membahas secara komprehensif tentang aktivitas, mobilisasi, dan
imobilisasi pada pasien untuk memahami konsep dasar, manfaat, faktor-
faktor yang mempengaruhi, alasan dilakukannya, dampak, serta tingkat
imobilisasi dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian dan manfaat aktivitas serta mobilisasi konsep
dasar pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan aktivitas.
b. Menganalisis koordinasi mekanik tubuh pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan aktivitas.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas
mobilisasi pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan aktivitas
2
d. Mendiskusikan konsep dasar imobilisasi pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan aktivitas.
e. Menjelaskan beberapa alasan dilakukannya imobilisasi pada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan aktivitas.
f. Menganalisis dampak imobilisasi pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan aktivitas.
g. Menilai tingkat imobilisasi pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan
aktivitas.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
2. Sistem Kardiovaskular
Sistem ini terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah yang
bertanggung jawab untuk memompa dan mengedarkan darah ke seluruh
tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh,
memungkinkan otot untuk berfungsi selama aktivitas fisik.
3. Sistem Respirasi
Sistem ini terdiri dari paru-paru dan saluran pernapasan yang
memungkinkan pertukaran gas antara udara dan darah. Proses ini
menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh sel-sel tubuh untuk melakukan
aktivitas fisik dan mengeluarkan karbon dioksida sebagai produk
sampingan.
4. Sistem Nervus
Sistem saraf mengatur dan mengoordinasikan aktivitas otot dan fungsi
organ tubuh lainnya. Otak mengirim sinyal ke otot untuk memulai dan
mengatur gerakan, serta menerima informasi sensorik dari tubuh selama
aktivitas fisik.
5. Sistem Endokrin
Sistem ini terdiri dari kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon yang
mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk metabolisme energi dan
keseimbangan elektrolit yang penting untuk aktivitas fisik.
6. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan mencerna makanan dan menyerap nutrisi yang
diperlukan untuk menyediakan energi bagi tubuh selama aktivitas fisik.
1. Kebutuhan Mobilitas
Mobilitas merujuk pada kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas dan mandiri, sementara imobilitas mengacu pada keterbatasan atau
hambatan dalam gerakan fisik. Dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas,
mobilitas sangat penting karena memungkinkan individu untuk melakukan
5
aktivitas sehari-hari seperti bekerja, belajar, berinteraksi sosial, dan
menjalani gaya hidup yang sehat. Mobilitas yang baik juga dapat
meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan (Harrison dan Stuifbergen,
2005)
Kebutuhan mobilitas pada pasien sangat penting dalam pemenuhan
kebutuhan aktivitas mereka, terutama dalam konteks perawatan kesehatan.
Mobilitas yang baik memungkinkan pasien untuk berpartisipasi dalam
proses pemulihan, menjalani terapi fisik, dan melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri. Pasien dengan mobilitas terbatas mungkin mengalami
kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari seperti berpindah tempat
tidur ke kursi, menggunakan toilet, mandi, atau berjalan menuju ruang
tunggu atau ruang makan di fasilitas kesehatan. Pemenuhan kebutuhan
mobilitas pasien adalah kunci dalam memastikan kenyamanan, keamanan,
dan keberhasilan proses pemulihan mereka (National Institute on Aging,
2019).
6
Imobilitas dapat menghambat individu dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari, baik itu akibat cedera, penyakit, atau kondisi fisik lainnya.
Imobilitas dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, isolasi sosial,
dan penurunan kesehatan secara keseluruhan jika tidak ditangani dengan
baik (Zimmer dan Lin, 1996).
Kebutuhan Imobilitas menurut Centers for Disease Control and
Prevention, (2019).
1) Fisik
Imobilitas fisik, baik karena cedera, penyakit, atau kondisi medis
lainnya, dapat menghambat individu dalam melakukan aktivitas sehari-
hari seperti berjalan, mengangkat barang, atau melakukan tugas rumah
tangga.
2) Sosial
Imobilitas juga dapat membatasi partisipasi individu dalam aktivitas
sosial dan kegiatan komunitas, yang dapat menyebabkan isolasi sosial
dan penurunan kesejahteraan emosional.
3) Psikologis
Keterbatasan dalam mobilitas juga dapat menyebabkan stres,
kecemasan, dan depresi pada individu karena merasa tidak mampu
melakukan hal-hal yang mereka lakukan dengan mudah sebelumnya.
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungandengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas.
7
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
d. Kemampuan Mobilitas
8
1) Aktivitas / Istirahat
Tanda: Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2) Sirkulasi Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri) atau hipotensi (kehilangan darah).
3) Neurosensori
Gejala: Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, dan kesemutan
(parestesis).
Tanda: Deformitas lokal angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan /hilang
fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietas atau
trauma lain). Nyeri atau Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringankerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi),
tak ada nyeri akibat kerusakan saraf .Spasme/kram otot (setelah
imobilitasi).
4) Keamanan
Tanda: Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, dan perubahan
warna.Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi Aktivitas
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Aktivitas/istirahat
Definisi : Ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
Penyebab :
1) Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Imoblitas
4) Gaya hidup monoton
9
Gejalan dan tanda mayor
Subjektif : Mengeluh lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Dispnea
2) Merasa tidak nyaman setelah melakukan aktivitas
3) Merasa lemah
Objektif
1) Tekanan darah berubah >20% dan kondisi istirahat
2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3) Gambaran EKG menunjukkan iskemia
10
2) Perubahan metabolisme
3) Ketidak bugaran fisik
4) Penuriatan kendali otot
5) Penurunan massa
6) Keterlambatan perkembangan
7) Kekakuan sendi
8) Kontraktur
9) Malnutrisi
10) Ganguaan masculoskeletal
11) Ganguan neuromuscular
12) Indeks massa tubuh diatas persentil ke 75 sesuai usia
13) Efek agen farmakologis
14) Program pembatasan gerak
15) Nyeri
16) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
17) Kecemasan
18) Gangguan kognitif
19) Keengganan melakukan pergerakan
20) Gangguan sensoripersepsi
11
Objektif :
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
Kategori : Lingkungan
Sub kategori : Keamanan dan Proteksi
Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membrane mukosa kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament).
Penyebab:
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3) Kekurangan/kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia iritatif
6) Suhu lingkungan yang ekstrem
7) Faktor mekanis (ms, penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau
faktor elektris (elektrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi)
8) Efek samping terapi radiasi
12
9) Kelembapan
10) Proses penuaan
11) Neuropati perifer
12) Perubahan pigmentasi
13) Perubahan hormonal
14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahan melindungi
integritas jaringan
13
Faktor Risiko:
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi (kelebihan/ kekurangan)
3) Kekurangan
4) Kekurangan/ kelebihan volume cairan
5) Penurunan mobilitas
6) Bahan kimia iritatif
7) Suhu lingkungan yang ekstremitas
8) Faktor mekaniss (mus, penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
atau faktor elektris (elektrodiatermi, energy listrik bertegangan
tinggi).
9) Efek samping terapi radiasi
10) Kelembapan
11) Proses penuaan
12) Neuropati perifer
13) Perubahan pigmentasi
14) Perubahan hormonal
15) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahan/melindungi
integritas jaringan
Kondisi Klinis Terkait:
1) Imobilisasi
2) Gagal jantung kongestif
3) Gagal ginjal
4) Diabetes mellitus imunodeficiensi, AIDS)
14
3. Intevensi Keperawatan
15
(SLKI, 2019) mobilisasi. 19. Manajemen sensasi perifer.
2. Anjurkan melakukan 20. Manajemen neurologis.
mobilisasi dini. 21. Pemberian obat.
3. Ajarkan mobilisasi sederhana 22. Pemberian obat intravena.
yang harus dilakukan (mis. 23. Pembidaian.
duduk di tempat tidur, duduk 24. Pencegahan jatuh.
di sisi tempat tidur, pindah 25. Pencegahan luka tekan.
dari tempat tidur ke kursi). 26. Pengaturan posisi.
27. Pengekangan fisik.
Dukungan Ambulansi
28. Perawatan kaki.
Observasi:
29. Perawatan sirkulasi.
1. Identifikasi adanya nyeri
30. Perawatan tirah baring.
atau keluhan fisik lainnya.
31. Perawatan traksi.
2. Identifikasi toleransi
32. Promosi berat badan.
aktivitas fisik melakukan
33. Promosi kepatuhan program
ambulasi.
latihan.
3. Monitor frekuensi jantung
34. Teknik latihan penguatan
dan tekanan darah sebelum
otot.
memulai ambulasi.
35. Teknik latihan penguatan
4. Monitor kondisi umum
sendi.
selama melakukan ambulasi.
36. Teknik aktivitas.
Terapeutik 37. Teknik pemijatan.
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi Teknik relaksasi otot
dengan alat bantu (mis. progresif.
tongkat, kruk).
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu.
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam.
16
Meningkat kan ambulasi.
4. Ajarkan ambulasi sederhana.
Yang harus dilakukan.
17
BAB III
PEMBAHASAN
18
Pemenuhan kebutuhan aktifitas dapar berpengaruh pada kesehatan
mental dan emosional manusia. Aktivitas yang teratur dapat meningkatkan
mood dan perasaan kesejahteraan secara keseluruhan, mengurangi risiko
stres, kecemasan, dan depresi. Hal ini disebabkan oleh pelepasan endorfin
dan neurotransmitter lainnya selama aktivitas fisik, yang dapat
meningkatkan suasana hati dan mengurangi rasa sakit. Aktivitas atau
mobilisasi juga membantu meningkatkan kualitas tidur. Orang yang aktif
secara fisik cenderung memiliki pola tidur yang teratur dan berkualitas yang
mempengaruhi aktivitas sehari-hari serta esensial bagi pemulihan tubuh dan
fungsi kognitif yang optimal. Fungsi kognitif yang ditingkatkan juga
merupakan manfaat lain dari aktivitas fisik, termasuk peningkatan
konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan berpikir.
Dalam konteks sosial, aktivitas fisik juga dapat memperkuat ikatan
sosial dan hubungan interpersonal. Misalnya, melalui partisipasi dalam
olahraga atau kegiatan fisik bersama akan membuat individu dapat
membangun dan memelihara hubungan yang sehat dengan orang lain,
meningkatkan rasa percaya diri, dan mengembangkan keterampilan
komunikasi.
Secara keseluruhan, aktivitas atau mobilisasi berperan penting dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia karena tidak hanya memengaruhi
kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental, emosional, dan sosial. Dengan
melakukan aktivitas fisik secara teratur, individu dapat meningkatkan
kualitas hidup mereka secara keseluruhan dan mengoptimalkan fungsi tubuh
serta pikiran.
19
antara berbagai sistem tubuh, termasuk otot, tulang, sistem saraf, dan sistem
sensorik, yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan gerakan yang
diinginkan. Misalnya, saat berjalan, sistem saraf mengirim sinyal ke otot
untuk menggerakkan sendi dan anggota tubuh secara sinkronis agar bisa
bergerak dengan lancar dan seimbang.
Komponen-komponen yang berperan dalam koordinasi mekanik tubuh antara
lain:
1. Muskuloskletal
a) Tulang
Kumpulan tulang-tulang membentuk rangka yang menjadi salah satu
organ terbesar dalam tubuh sebagai penunjang/pendukung, penggerak
dan pelindung, kerangka juga berkontribusi terhadap homeostasis seluruh
tubuh dan pemeliharaan beberapa organ/sistem penting non-tulang
(fungsi ekstraskeletal). Fungsi konvensional rangka adalah sebagai organ
struktural statis yang menunjang pergerakan tubuh, melindungi organ
dalam, dan sebagai reservoir mineral.
b) Otot
Otot adalah komponen utama dalam koordinasi mekanik tubuh yang
terdiri dari serat-serat yang berkontraksi dan meregang untuk
menghasilkan gerakan. Otot bekerja secara sinergis, artinya berbagai otot
bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gerakan yang koordinatif.
Otot ada tiga macam, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot
rangka terdapat pada sistem skletal dan merupakan otot yang paling
berperan dalam aktivitas fisik. Otot rangka berfungsi dalam membantu
pengontrolan gerakan, mempertahankan postur tubuh, dan menghasilkan
panas.
c) Tendon
Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang merupakan
perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot
yang mengikatkannya pada tulang. Tendon ini dibatasi oleh membran
20
sinovial yang berfungsi untuk memberikan pelicin agar pergerakan
tendon menjadi mudah.
d) Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang padat,
lentur, dan kuat. Ligamen berfungsi menghubungkan ujung persendian
dan menjaga kestabilan.
e) Kartilago
Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang kuat tetapi
elastis dan tidak mempunyai pembuluh darah. Kartilago berfungsi untuk
mengurangi gesekan dan berperan sebagai bantalan antar tulang di
persendian serta membantu menopang berat badan saat tubuh melakukan
kegiatan seperti berlari, membungkuk, atau melakukan peregangan.
Kartilago juga berfungsi sebagai perekat tulang-tulang di tubuh dan
menjalankan fungsi sesuai organ yang dibentuknya. Contoh, telinga yang
seluruhnya terdiri dari kartilago berfungsi untuk mendengar.
f) Sendi
Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan terjadinya
kelenturan. Ada tiga jenis sendi, yaitu sendi sinartroses (sendi yang tidak
bergerak, seperti batas tulang tengkorak), sendi amfiartoses (sendi yang
pergerakannya terbatas hanya satu gerakan, seperti tulang vertebrae), dan
sendi diartroses (sendi yang bebas pergerakannya, seperti sendi bahu dan
sendi leher).
2. Sistem Saraf
Sistem saraf mengatur koordinasi mekanik tubuh dengan mengirimkan
sinyal elektrik dari otak ke otot melalui saraf. Ini memungkinkan otot
untuk berkontraksi atau meregang saat diperlukan untuk menghasilkan
gerakan yang tepat.
a) Sistem Sensorik
21
Sistem sensorik, termasuk sensor-sensor seperti reseptor otot dan kulit,
memberikan umpan balik ke otak tentang posisi tubuh, tekanan, suhu,
dan stimulus lainnya. Ini penting untuk memastikan gerakan yang tepat
dan terkoordinasi.
b) Integrasi dan Kontrol
Seluruh proses koordinasi mekanik tubuh dikendalikan oleh otak dan
sistem saraf pusat. Otak menerima informasi dari berbagai sensor dan
menghasilkan respons yang sesuai untuk mengatur gerakan tubuh secara
efektif.
1. Status kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan aktivitas berupa perubahan fungsi muskuloskelat dan sistem
saraf yang terkoordinasi. Perubahan ini bisa disebabkan oleh penyakit
yang di derita oleh individu. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan
kelemahan otot dan memudahakan terjadinya penyakit. Contoh tubuh
yang kekurangan kalsium akan mudah fraktur.
2. Emosi
Kondisi psikologi seseorang dapat memudahkan perubahan
perilaku yang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh yang baik.
3. Situasi dan Kebiasaan
Situasi atau kebiasaan yang dilakukan seseoarang misalnya sering
mengangkat benda-benda yang berat juga dapat mempegaruhi pemenuhan
kebutuhsn aktivias berupa perubahan bentuk postur tubuh yang di
sebabkan oleh salahnya posisi tubuh saat mengangkat benda di luar
kapasitas kemapuan tubuh.
4. Nutrisi
22
Nutrisi berfungsi untuk membantu pertumbuhan tulang dan sel.
Kurang nutrisi dalam tubuh menyebabkan kelemahan otot dan tulang.
Salah satu contohnya kurangnya nutrisi berupa kekurangan kalsium dalam
tubuh yang mengakibatkan mudah terjadinya fraktur atau cidera pada
tulang.
5. Gaya Hidup
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stres dan
kemungkinan besar akan menyebabkan kecerobohan dalam aktifitas,
sehingga dapat menggangu koordinasi antara muskuloskletal dan
neurologis yang pada akhirnya mempengaruhi mekanika tubuh seseorang.
6. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik dalam penggunaan mekanika tubuh akan
mendorong seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga
mengurangi tenaga yang dikeluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang
kurang mengenai penggunaan mekanik tubuh akan menyebabkan individu
mengalami masalah pada koordinasi muskuloskletal dan neurologisnya.
23
body mechanic. (Kozier, 2000 dalam Mubarak, Indrawati, & Susanto,
2015).
Tujuan mobilitas adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, dan mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.
Jenis-jenis mobilisasi yaitu:
1) Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan manjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubu seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cidera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
b. Pengertian imobilisasi
Imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerakk secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak
berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Jenis imobilisasi
yaitu:
1) Imobillitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara
fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya fikir.
24
3) Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pembatasan secara emosional karena ada perubahan
secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami
penyakit, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial.
25
Imobilisasi juga bertujuan untuk mengurangi stres pada area yang terluka
atau terpengaruh oleh kondisi medis tertentu. Dengan meminimalkan
gerakan, imobilisasi dapat mengurangi ketegangan dan tekanan pada
jaringan yang rusak, membantu mengurangi risiko peradangan atau
kerusakan lebih lanjut, dan mempercepat proses penyembuhan.
4. Meningkatkan Kenyamanan Pasien
Selain itu, imobilisasi juga dapat meningkatkan kenyamanan pasien selama
proses penyembuhan. Dengan membatasi gerakan yang menyebabkan nyeri
atau ketidaknyamanan, imobilisasi dapat membantu mengurangi sensasi
yang tidak menyenangkan dan meningkatkan kualitas hidup pasien selama
masa pemulihan.
26
Imobilisasi dapat menyebabkan peningkatan risiko pembentukan trombus
venous (bekuan darah di pembuluh darah dalam) karena kurangnya
gerakan fisik yang memperlancar aliran darah. Hal ini dapat berujung
pada komplikasi serius seperti emboli paru (pulmonary embolism) jika
bekuan darah terlepas dan mencapai paru-paru.
4. Penurunan Kualitas Tidur
Pasien yang terbatas secara fisik dalam melakukan aktivitas mereka dapat
mengalami penurunan kualitas tidur karena kurangnya gerakan fisik yang
menyebabkan peningkatan kecemasan atau ketidaknyamanan.
5. Peningkatan Risiko Depresi dan Kecemasan
Imobilisasi dapat berkontribusi pada peningkatan risiko depresi dan
kecemasan pada pasien karena keterbatasan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari dan interaksi sosial yang terbatas.
6. Batasan Interaksi Sosial dan Pengalaman Lingkungan
Pasien yang terbatas secara fisik mungkin mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain dan mengalami pembatasan dalam
pengalaman lingkungan, yang dapat mengurangi kualitas hidup mereka
secara keseluruhan.
27
mengalami cedera pada satu anggota tubuh tetapi masih dapat
menggunakan anggota tubuh lainnya.
2. Imobilisasi Total
Pasien tidak memiliki kemampuan untuk melakukan gerakan atau
pergerakan fisik sama sekali. Mereka mungkin terbatas pada tempat tidur
atau kursi roda dan memerlukan bantuan penuh untuk melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, atau berpindah posisi.
3. Imobilisasi Sementara
Pasien mengalami pembatasan gerakan untuk jangka waktu tertentu,
misalnya setelah menjalani operasi atau prosedur medis tertentu.
Imobilisasi ini mungkin bersifat sementara dan diikuti dengan rehabilitasi
atau fisioterapi untuk memulihkan fungsi normal.
4. Imobilisasi Jangka Panjang
Pasien mengalami pembatasan gerakan untuk jangka waktu yang lebih
lama, mungkin karena kondisi kronis atau kecacatan permanen.
Imobilisasi jangka panjang dapat memerlukan perawatan jangka panjang
dan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan aktivitas pasien.
28
menghitung aktivitas dalam ROM, Anda dapat menggunakan rumus
berikut:
Total ROM adalah seluruh jarak yang bisa dilalui dalam gerakan
tertentu di suatu sendi, sedangkan jarak yang diukur adalah sejauh apa
seseorang dapat melakukan gerakan tertentu dalam rentang gerak
tersebut.
b. Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Fisik pada Pasien Stroke dengan
Range Of Motion (ROM): Terapi Bola Karet
29
kemadirian ADL (Activity Daily Living). Waktu pelaksanaan hanya
membuuhkan kurang dari 10 menit, sangat sesuai untuk skrining,
penilalian formal, pemanauan dan penilaian terapi. Indeks barthel
merupakan skala ADL yang sudah diterima secara luas, kehandalan dan
kesahihan sangat baik.
Tabel
Indeks ADL Barthel
30
8. Berpakaian (mengenakan Mandiri 2
baju) Sebagian dibantu 1
Tergantung orang lain 0
9 Makan Mandiri 2
Perlu pertolongan 1
Tergantung pada orang lain 0
10 Naik turun tangga Mandiri 2
Perllu pertolongan 1
Tidak mampu 0
Skor Total 19
31
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
32
DAFTAR PUSTAKA
Siriwardhana, K., Alwis, A., & Haniffa, R. (2018). A Narrative Review On Effects
Of Immobilization On Muscle And Bone Health. The Ceylon medical
journal, 63(2), 74–79. https://doi.org/10.4038/cmj.v63i2.8779
S.Kep., Ns., M.Kep., Elis Enggeria; dkk. (2023). Konsep Kebutuhan Dasar
Manusia. Yogyakarta: Deepublish.
Turner, L. A., & Wang, T. J. (2019). Physical Medicine and Rehabilitation for
Patients With Deep Venous Thrombosis: A Review. P M & R: the journal
of injury, function, and rehabilitation, 11(5), 530–538.
https://doi.org/10.1002/pmrj.12115
33
Zimmer, Z., & Lin, H. (1996). Leisure activity and well-being among the elderly
in Taiwan: Testing hypotheses in an Asian setting. Journal of Cross-
Cultural Gerontology, 11(2), 167-186.
34