Anda di halaman 1dari 48

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA BASA SCHIFF (2-METOKSI-4-

((FENILIMINO)METIL)FENOL) DARI REAKTAN VANILIN DAN ANILINA MENGGUNAKAN


METODE PENGGERUSAN

LAPORAN PRAKTIKUM ORGANIK LANJUT

Oleh :

SILVANA INTAN BERLIANI


NIM. 210603110012

LABORATORIUM ORGANIK
STUDI KIMIA
FAKULTAS SAIN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2024
ABSTRAK

Senyawa basa Schiff merupakan senyawa organik dengan struktur –C=N- (gugus
azometin/imina), yang diperoleh dari hasil kondensasi amina primer (R-NH2) dengansenyawa
karbonil (C=O). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu penggerusanterbaik dengan
pelarut air pada sintesis senyawa basa Schiff (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dan untuk
mengetahui hasil karakterisasi produk sintesissenyawa basa Schiff (2-metoksi-4-
((fenilimino)metil)fenol) tersebut.Pada penelitian ini, metode penggerusan senyawa basa Schiff
(2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) disintesis dari vanilin dan anilina dengan pelarut air
menggunakan metode penggerusan. Perbandingan mol antara vanilin dan anilina yang digunakan
adalah 1:1 dengan metode penggerusan. Hasil proses penggerusan dikeringkan dalam desikator
sampai beratnya konstan. Produk sintesis ditentukan warna, wujud, titik leleh, serta uji kimia
dengan larutan basa NaOH 2M. Selanjutnya dikarakterisasi menggunakan Uv-Vis, Fourier
Transform Infra Red (FTIR),Gas Cromatography and Mass Spectroscopy (GCMS) dan
HNMR.Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penggerusan menghasilkan % hasil tertinggi
yaitu 97,6382%. Produk sintesis yang dihasilkan berupa padatan, berwarna coklat pudar dan
mempunyai titik leleh berkisar antara 140-150°C. Produk sintesis jika dilarutkan dalam air akan
mengendap. Setelah penambahan basa NaOH 2M menyebabkan endapan larut sempurna dan
warna menjadi kuning.Hasil spektra Uv-Vis menunjukkan adanya puncak paling tinggi dari
senyawa target yaitu 205,0 nm. Hasil spektra FTIR menunjukkan adanya serapan khas dari
senyawa target yaitu gugus azometin pada bilangan gelombang 1583 cm^-1. . Hasil GCMS
menunjukkan munculnya Puncak 1 memiliki waktu retensi 14,873 menit dengan luas area
1889mempunyai ion molekuler dengan m/z 152 . Puncak 2 memiliki waktu retensi 24,033 dan
luas area 172355 memiliki ion molekular dengan m/z 227. Hasil karakterisasi senyawa basa Schiff
yang disintesis dari anilin dan vanilin menggunakan HNMR menunjukkan sinyal gugus
Kata Kunci: Basa Schiff, vanilin, anilina, penggerusan
ABSTRACT

Schiff base compounds are organic compounds with the structure –C=N- (azometine/imine
groups), which are obtained from the condensation of primary amines (R-NH2) with carbonyl
compounds (C=O). This research aims to determine the best grinding time with water solvent in
the synthesis of the Schiff base compound (2-methoxy-4-((phenylimino)methyl)phenol) and to
determine the results of the characterization of the product of the synthesis of the Schiff base
compound (2-methoxy-4-((phenylimino) methyl)phenol).In this research, the method of grinding
the Schiff base compound (2-methoxy-4-((phenylimino)methyl)phenol) was synthesized from
vanillin and aniline with water as a solvent using the grinding method. The mole ratio between
vanillin and aniline used is 1:1 using the grinding method. The results of the grinding process are
dried in a desiccator until the weight is constant. The synthesis product was determined by color,
shape, melting point, and chemical tests with a 2M NaOH base solution. Next it was characterized
using Uv-Vis, Fourier Transform Infra Red (FTIR), Gas Chromatography and Mass Spectroscopy
(GCMS) and HNMR. The research results showed that the grinding method produced the
highest % yield, namely 97.6382%. The resulting synthetic product is a solid, faded brown in color
and has a melting point ranging from 140-150°C. If the synthesis product is dissolved in water, it
will precipitate. After adding 2M NaOH base, the precipitate dissolved completely and the color
turned yellow. The Uv-Vis spectra results showed that there was the highest peak of the target
compound, namely 205.0 nm. The FTIR spectra results show a typical absorption of the target
compound, namely the azomethine group at a wave number of 1583 cm^-1. . The GCMS results
showed that Peak 1 appeared with a retention time of 14.873 minutes with an area of 1889
containing molecular ions with m/z 152. Peak 2 has a retention time of 24.033 and an area of
172355 and has a molecular ion with m/z 227. The results of the characterization of Schiff base
compounds synthesized from aniline and vanillin using HNMR show a cluster signal
Keywords: Schiff bases, vanillin, aniline, grinding
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reaksi basa Schiff adalahl reaksi antara amina primer dengan karbonil yang akan
menghasilkan basa Schiff. Zat ini merupakan produk dari proses kondensasi antara senyawa
amina primer dan senyawa karbonil. Senyawa basa Schiff dapat disintesis melalui reaksi adisi-
eliminasi antara senyawa aldehida dengan suatu amina primer. Secara konvensional, senyawa
ini dibuat dengan merefluks campuran aldehida/keton dengan amina primer dalam pelarut organik
volatil. Proses sintesis dilakukan dengan penambahan katalis asam (Fessenden & Fessenden,
1982). Pada percobaan kali ini akan dilakukan sintesis dan karakterisasi basa schiff antara vanillin
(aldehida aromatik) dengan anilina (arilamina) yang akan menghasilkan imina sebagai basa schiff.
reaksi yang terjadi antara vanilin dan anilina adalah reaksi Adisi-Eliminasi.
Senyawa basa Schiff adalah senyawa azomethine (-CH=N-). Gugus imina (C=N) hadir
dalam sifat struktural senyawa basa Schiff. Aplikasi berbagai bahan kimia, seperti senyawa basa
Schiff, sebagai penghambat korosi untuk melindungi benda-benda logam dari korosi dengan
membentuk lapisan pada permukaannya. Selain itu, senyawa basa Schiff menunjukkan berbagai
sifat biologis, termasuk antijamur, antibakteri, dan antimikroba (Ashraf, et al.,2011). Dalam
sintesis bahan kimia kompleks, senyawa basa Schiff juga dapat berfungsi sebagai ligan. Senyawa
kompleks yang dihasilkan memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai penghambat korosi,
sensor potensiometer, dan katalis dalam sintesis polimer (Sembiring, et al., 2013).
Senyawa dengan rumus molekul C8H8O3 yang juga dikenal sebagai vanillin adalah zat
organik yang diekstrak terutama dari biji vanili. Ini adalah senyawa fenolik aktif yang mungkin
memiliki aplikasi sebagai antioksidan, antikanker, dan senyawa antimikroba. Vanilin adalah
sebuah aldehida fenolik yang memiliki kelompok gugus fungsi yaitu aldehida, hidroksil, dan eter
(Kumar,et al,.2012). Ketika gugus aldehida bersentuhan dengan amina primer aromatik seperti
anilin, mereka dapat bereaksi, menjadikannya gugus fungsional yang reaktif terhadap proses adisi
(Purwono, et al., 2013 dan Al Hakimi, et al. 2017).
Anilina adalah molekul organik dengan rumus C6H7N yang merupakan bagian dari
senyawa aromatik. Doping asam anilin dapat mengubah anilina menjadi bahan konduktor dengan
nilai konduktivitas tertentu. Intermediet lain yang digunakan dalam sintesis metil di-penilena
isosianat (MDI), bahan dasar uretan, adalah anilin (Mannsvilee, 1992). Anilina adalah bahan kimia
yang digunakan untuk membuat berbagai macam produk kimia dan dapat dibuat dari sejumlah
sumber dan metode. Anilina adalah bahan yang sering digunakan di era industri untuk membuat
isosianat, bahan kimia untuk karet, dan bahan untuk pestisida (Nasir,2012)
Sintesis standar senyawa basa Schiff dapat meningkatkan penggunaan unsur-unsur yang
merugikan individu dan lingkungan. Basa Schiff dapat disintesis menggunakan teknik green
synthesis. Metode tradisional untuk membuat senyawa basa Schiff melibatkan refluks kombinasi
reaktan dalam pelarut organik sambil menambahkan katalis asam. Hasil teknik konvensional dari
beberapa penyelidikan bervariasi antara 59, 58, dan 61%. Diperlukan metode sintesis yang lebih
efisien untuk senyawa basa Schiff, dan cara tersebut adalah metode green synthesis. Beberapa
aspek dari green synthesis adalah sintesis tanpa pelarut melalui penggunaan proses
penggerusan dan sintesis senyawa basa Schiff melalui penggunaan katalis alami atau pelarut
berair. Manfaat penggerusan tanpa menggunakan katalis dan pelarut termasuk lebih sedikit
produksi dan penggunaan produk sampingan yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan,
penghematan energi karena reaksi dilakukan pada suhu kamar, dan kesederhanaan,
keterjangkauan, dan kecepatan. Hasil sintesis senyawa basa Schiff dengan menggunakan
penggerusan telah terbukti relatif tinggi seperti penelitian yang dilakukan oleh Bendale, et al.
(2011) menunjukkan bahwa % rendemen untuk sintesis senyawa basa Schiff dari p-toluidin dan
o-vanilin dengan menggunakan pendekatan penggilingan, tanpa menggunakan pelarut atau
katalis, lebih tinggi dibandingkan dengan sintesis senyawa basa Schiff dengan metode tradisional,
yaitu 95,08% dan 72%.
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan penggerusan katalitik tanpa
pelarut dengan variabel waktu penggilingan selama 20 menit untuk membuat senyawa basa Schiff
dari anilin dan vanilin. Untuk memastikan keberhasilan penelitian ini, hasil sintesis dianalisis
secara kimia dan fisika. FTIR, kromatografi gas-spektrometri massa (GC-SM), spektrofotometri
Uv-Vis, dan spektroskopi H-NMR juga digunakan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada praktikum kali ini adalah:
1. Bagaimana hasil rendemen hasil sintesis senyawa basa Schiff dari Vanilin dan Anilina
menggunakan metode penggerusan?
2. Bagaimana hasil uji titik leleh serta uji kelarutan hasil sintesis senyawa basa Schiff
menggunakan metode penggerusan?
3. Bagaimana hasil karakterisasi hasil sintesis senyawa basa Schiff menggunakan metode
penggerusan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui hasil rendemen produk sintesis senyawa basa Schiff dari vanilin dan
anilina menggunakan metode penggerusan.
2. Untuk mengetahui titik leleh dan kelarutan produk sintesis senyawa basa Schiff dari
aanilin dan anilina menggunakan metode penggerusan.
3. Untuk mengetahui hasil karakterisasi produk sintesis basa Schiff dari vanilin dan anilina
menggunakan metode penggerusan.
1.4 Batasan Masalah
Batasan Masalah pada praktikum kali ini adalah:
1. Perbandingan mol vanilin dan anillina (1:1).
2. Metode Penggerusan.
3. Identifikasi sifat fisik dan sifat kimia senyawa hasil sintesis.
4. Karakterisasi senyawa produk hasil sintesis menggunakan UV-Vis, FTIR, H-NMR dan GC-MS
1.5 Manfaat
Manfaat yang diharapkan pada praktikum kali ini adalah hasil produk dari sintesis basa
Schiff dapat memberikan informasi mengenai sifat fisik dan karakterisasi dari senyawa basa Schiff
yang diujikan. Selain memberikan informasi mengenai sifat-sifat senyawa, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menghasilkan data ilmiah mengenai sintesis senyawa basa Schiff dari vanilin
dan anilina melalui metode penggilingan tanpa pelarut dan terkatalisis dengan variasi waktu
penggilingan 20 menit senyawa basa Schiff yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vanilin
Vanilin merupakan senyawa hasil isolasi dari buah vanilla (Vanilla planifolia Andrews)
yang memiliki nama kimia 4-hidroksi-3-metoksi benzaldehida dan rumus molekul C8H8O3 yang
termasuk dalam golongan senyawa fenol. Vanillin adalah zat kristal putih dengan berat molekul
152,15 g/mol, titik leleh 80 °C, titik didih 285 ° C, dan nilai pKa 7,781 (Kumar, dkk., 2012). Vanillin
sangat mudah larut dalam asam asetat dan kloroform, dengan kelarutan dalam air sebesar 11
gram per liter pada suhu 25 oC (Mulyono, 2005). Vanilin adalah salah satu senyawa alam yang
memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan Hasil penelitian terdahulu ditunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan dari vanilin masih cukup rendah. Vanilin dengan konsentrasi yang tinggi bisa berfungsi
untuk menetralkan radikal bebas (Prabawati, 2012).
Sintesis senyawa vanilin bisa dilakukan dengan menggunakan reaksi Mannich yang mana
reaksi ini adalah reaksi organik yang melibatkan alkilasi amino proton asam yang terletak di
sebelah gugus fungsi karbonil, formaldehida dan amonia. Sehingga dihasilkan produk berupa
senyawa 𝛽-amino-karbonil. Untuk sintesis vanilin dengan bahan baku eugenol terdapat dua tahap
reaksi yaitu isomerisasi eugenol dalam kondisi basa dan oksidasi menggunakan variasi oksidator.
Persamaan reaksinya sebagai berikut (Tulengen, 2020):

Gambar 2.1 Reaksi sintesis vanillin (Tulengen, 2020)

Struktur vanillin mengandung gugus hidrofilik dan hidrofobik. Tiga substituen vanillin adalah
gugus hidrofilik vanillin, sedangkan cincin aromatik adalah gugus hidrofobik. Ikatan hidrogen
intramolekul dapat dibentuk oleh ketiga kelompok ini. Bereaksi dengan gugus aldehida adalah
yang paling sederhana (Kumar, et al., 2012). Hal ini karena atom karbon dalam karbonil lebih
elektronegatif daripada atom oksigen, yang menyebabkan kerapatan elektron atom karbon tertarik
ke atom oksigen dan menghasilkan atom karbon yang bermuatan sebagian positif. Akibatnya,
nukleofil dapat dengan mudah menyerang karbonil dalam aldehida (Kumar,et al., 2013).

2.2 Anilina
Anilinina cairan berminyak transparan hingga kecoklatan dengan bau amis adalah anilin.
Anilin memiliki rumus kimia C6H5NH2 dan berat molekul 93,13 g/mol. 1,0217 g/mL, titik didih
pada suhu 184°C, titik beku pada suhu -6°C, dan berat jenis anilin yang menunjukkan bahwa
anilin adalah bahan kimia dasar. Menurut Merck (2015), anilin yang terpapar sinar matahari akan
mengalami reaksi oksidasi. Anilin memiliki kadar 3,9 g/L yang larut dalam air. Air dingin, air panas,
metanol, dan dietileter dapat melarutkan anilin (Sciencelab, 2005). Gugus amina ditambahkan ke
molekul benzena untuk membuat anilin. Anilin dapat digunakan dalam reaksi basa Schiff karena
gugus amina, yang membuatnya menjadi nukleofil yang baik (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Gugus amina digunakan untuk menggantikan molekul benzena dalam anilin. Anilin adalah
nukleofil yang berguna dalam reaksi basa Schiff karena gugus aminnya (Hanapi, 2016).

Gambar 2.2 Struktur Anilina (Husna, et al., 2012)

2.3 Senyawa Basa Schiff 2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol


Hasil sintesis basa Schiff dari o-vanilin dan anilin adalah 2-metoksi-4-((fenilimino) metil)
fenol, yang digunakan dalam penelitian ini. Karena mudah membentuk senyawa dengan semua
ion logam, basa schiff berguna sebagai ligan (Radha, dkk., 2018). yang stabil, basa schiff dapat
berfungsi sebagai ligan yang efektif dalam kimia koordinasi karena mereka memiliki pasangan
elektron bebas pada nitrogen gugus azometin (Aziz, dkk., 2020). Dimana aktivitas tersebut
dapat ditingkatkan dnegan kompleksasi dengan logam. Adapun reaksi umum pembentukan
senyawa basa Schiff yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Reaksi umum pembentukan senyawa basa Schiff
(Sirumampea, dkk,2015)
Ada dua langkah dalam proses pembentukan senyawa basa Schiff. Atom karbonil C yang
bermuatan agak positif pada awalnya ditambahkan secara nukleofilik, setelah itu proton diakuisisi
pada oksigen dan dilepaskan pada nitrogen. Gugus OH terprotonasi pada tahap kedua, yang
dikenal sebagai proses eliminasi, dan H2O yang dihasilkan dibuang. Adapun dugaan mekanisme
pembentukan senyawa basa Schiff dari o-vanilin dan anilina yang ditunjukkan pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Dugaan mekanisme pembetukan senyawa basa Schiff dari vanilin
dan anilina (Nafiah, 2020)
2.4 Sintesis Basa Schiff Menggunakan Metode Pengerusan
Sintesis senyawa basa schiff dapat dilakukan dengan dua metode, yakni metode
konvensional dan metode green chemistry. Metode konvensional umumnya menggunakan
pelarut dengan penambahan katalis asam kimia, sedangkan metode green chemistry dapat
dilakukan tanpa pelarut atau menggunakan pelarut air yang ramah lingkungan. Sebagian besar
pelarut dan katalis kimia yang digunakan dalam sintesis merupakan bahan-bahan berbahaya dan
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (Patil, 2012).
Menurut Kouznetsov, et al, (2016) menyatakan bahwa energy aktivasi yang diperlukan

untuk memulai suatu reaksi kimia secara langsung berkaitan dengan jumlah energi dalam sistem,

dan energi tersebut dapat diberikan dengan metode penggerusan yang mana terjadi transfer

energi berupa panas dengan jumlah yang sedikit melalui gesekan yang diberikan. Beberapa

penelitian tentang sintesis senyawa basa Schiff yang telah dilakukan diantaranya adalah Adawiyah

(2017), berhasil mensintesis senyawa basa Schiff dari vanilin dan p-anisidin menggunakan metode

penggerusan dengan variasi waktu 10, 15, dan 20 menit. Hasil yang diperoleh secara berturut-

turut sebesar 93,93%; 93,71%; dan 94,86%. Hasanah (2017) berhasil mensintesis senyawa basa

Schiff dari vanilin dan p-toluidin dengan metode penggerusan tanpa katalis. Hasil yang diperoleh

pada variasi waktu penggerusan 10, 15, dan 20 menit sebesar 95,1315%; 95,5570%; dan

96,0820%.

2.5 Karakterisasi Produk Sintesis


2.5.1 Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-VIS adalah salah satu metode instrumen yang paling sering
diterapkan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa (padat/cair) berdasarkan absorbansi
foton. Agar sampel dapat menyerap foton pada daerah UV-VIS (panjang gelombang foton 200
nm – 800 nm), biasanya sampel harus diperlakukan atau derivatisasi, misalnya penambahan
reagen dalam pembentukan garam kompleks dan lain sebagainya. Unsur diidentifikasi melalui
senyawa kompleksnya. Prinsip kerja dari spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik
yang besar pada molekul yang dianalisis sehingga spektrofotometri UV-Vis menghasilkan sinar
dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Sampel yang dapat dianalisa dalam
spektrofotometri UV-Vis syarat pelarutnya berupa tidak mengandung sistem ikatan rangkap
terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul
senyawa yang dianalisis dan tingkat kemurniannya tinggi. Instrumen yang terdapat pada
spektrofotometer UV-Vis berupa sumber radiasi, monokromator, sel penyerap, detektor dan
recorder. Persyaratan kualitas dan validitas kinerja hasil pengukuran spektrofotometer dalam
analisis kimia didasarkan pada acuan ISO 17025, Good Laboratory Practice (GLP) atau
rekomendasi dari Pharmacopeia (EP, DAB, USP) (Irawan, 2019). Sembiring, et al (2013) telah
melakukan sintesis beberapa senyawa basa Schiff dengan metode kondensasi. Produk senyawa
basa Schiff dari 1,5-difenilkarbanzona dengan aniline memiliki λmaks 339,80 nm dan senyawa
basa Schiff dari 1,5-difenilkarbanzona dengan etilendiamin memiliki λmaks 339,80 nm

2.5.2 Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer FTIR


FT-IR merupakan salah satu instrumen yang menggunakan prinsip spektroskopi.
Spektroskopi adalah spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk
deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Spektroskopi inframerah berguna untuk identifikasi
senyawa organik karena spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-
puncak. prinsip kerja dari FTIR yaitu mengetahui gugus fungsi senyawa pada suatu sampel dari
absorbansi yang dimiliki inframerah pada suatu senyawa. Analisis FTIR dilakukan dengan pellet
berupa KBr dan panjang gelombang yang digunakan 4000-400 cm⁻1. Spektrofotometer Fourier
Transform Infrared (FTIR) adalah salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk identifikasi
mineral secara kualitatif dan mulai dikembangkan untuk identifikasi secara kuantitatif. Analisis
pada Spektroskopi FTIR bergantung pada getaran molekul sehingga dapat digunakan untuk
identifikasi mineral, karena mineral memiliki karakteristik spektra penyerapan dalam mid-range
pada inframerah (4000-400 cm-1). Selain itu, Spektroskopi FTIR memiliki kemampuan yang cepat
dalam menganalisis, bersifat tidak merusak dan hanya dibutuhkan preparasi sampel yang
sederhana (Rasyida, 2014).
Spektra FTIR pada penelitian Adawiyah (2017), senyawa hasil sintesis antara vanilin
dan p-anisidin memiliki serapan gugus imina (C=N) pada bilangan gelombang 1590 cm-1, dengan
bentuk serapan yang khas, yakni tajam dan kuat. Selain itu, diperoleh serapan melebar dari gugus
-OH stretching pada daerah 3441-3451 cm-1, serapan gugus C-O fenol stretching pada daerah
1212-1213 cm-1, Csp2-H stretching aromatik pada 205/m1-1878 cm-1 dan serapan gugus C=C
aromatik pada 1623 dan 1507 cm-1. Berikut merupakan spektra FTIR dari senyawa basa Schiff
2-metoksi-4-((4-metoksi fenil)imino)metil)fenol yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.1
Gambar 2.5.1 Spektra FTIR senyawa basa Schiff 2-metoksi-4-((4-metoksi fenil)imino)metil)fenol
(Adawiyah, 2017)

2.5.3 Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer H-NMR


Karakterisasi menggunakan analisis Spektrofotometer H-NMR untuk mengetahui
gambaran berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Spektrum H-NMR menginformasikan
mengenai lingkungan kimia dan jumlah atom hidrogen dalam suatu lingkungan dan struktur gugus
yang berdekatan pada setiap atom hidrogen. Selain itu spektrofotometer nmr atau spektrometer
resonansi magnetik dapat digunakan untuk mengetahui interaksi materi dengan gaya
elektromagnetik dengan cara meletakkan suatu sampel pada dua medan magnet. Spektroskopi
NMR (Nuclear Magnetic Resonance) merupakan salah satu jenis spektroskopi frekuensi radio
yang didasarkan pada medan magnet yang berasal dari spin inti atom yang bermuatan listrik.
Spektrum resonansi magnetik nuklir proton (1H-NMR) adalah direkam pada spektrometer Varian
500 NMR yang beroperasi pada 500 MHz dengan CDCl3 sebagai pelarut. Suhu sampel
distabilkan pada 25 C (Campaner, 2011).
Karakterisasi senyawa basa Schiff menggunakan spektrometer 1HNMR telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Seperti penelitian Chigurupati (2015) dalam mengkarakterisasi
senyawa basa Schiff yang disintesis dari vanilin dan p-anisidin. Analisa 1HNMR menggunakan
pelarut CDCl3 dengan internal standarTMS (Tetramethylsilane). Pergeseran kimia yang diperoleh
yaitu 6,50-7,23 ppm(m, 3H, benzylidenimin), 7,30-7,80 ppm (m, 4H, phenyl), 5,00 ppm (s,
1H,hydroxy), 3,73 ppm (s, 6H, methoxy), dan 8,42 ppm (s, 1H, benzylidenimin).Pergeseran kimia
menunjukkan posisi proton pada sampel yang diuji. Semakinbesar pergeseran kimia, maka
semakin tidak terlindungi karena proton dekatdengan gugus yang lebih elektronegatif. Sedangkan
pergeseran kimia yangsemakin kecil menunjukkan bahwa semakin terlindungi proton tersebut.
2.5.4 Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer GC-MS
Kromatografi gas yaitu penyebaran cuplikan pada fase diam sedangkan pada fase
geraknya yang merupakan gas akan mengelusi fase diamnya. Cara kerjanya yaitu suatu fase
gerak yang berupa gas akan mengalir dengan tekanan melewati kolom yang dipanaskan dan
dicampur dengan fase diam berupa cairan. Ketika sudah berada pada kolom maka terjadi proses
pemisahan antar komponen yang bergantung pada lamanya waktu relatif yang dibutuhkan oleh
komponen-komponen tertentu. Fungsi dari spektrofotometer ini yaitu mengidentifikasi senyawa
sebagai penentu bobot molekul dan penentuan rumus molekul. Metode GC-MS merupakan
metode dengan mekanisme pemisahan sampel yang dilakukan dengan metode kromatografi gas
sedangkan analisisnya menggunakan MS (Mass spectroscopy). Metode GC-MS memiliki
sensitivitas tinggi sehingga dapat memisahkan senyawa yang saling bercampur dan mampu
menganalisa berbagai senyawa walaupun dalam kadar/ konsentrasi yang rendah. Kromatografi
gas dengan detektor spektrometri massa (GC-MS) adalah Sebuah metode sensitif dan selektif
yang dapat dikembangkan dalam mendeteksi flunitrazepam. Metode GC-MS yang paling efektif
dalam mendeteksi flunitrazepam pada sampel darah, urin, dan cairan oral terkait dengan
identifikasi forensik dalam kasus penyalahgunaan flunitrazepam (Candraningrat, 2021).

Gambar 2.6 Kromatogram senyawa basa Schiff 2-metoksi-4- ((fenilimino)metil)fenol (Al-Hakimi,


2017)

Al-Hakimi (2017) melakukan karakterisasi terhadap senyawa hasil sintesis basa Schiff
dari vanilin dan anilina menggunakan KG-SM menghasilkan 4 puncak pada kromatogram.
Anilina muncul terlebih dahulu dengan rt 10,347 menit dengan luas area 9,57%, kemudian
diikuti oleh produk samping dengan rt 14,828 menit dengan luas area 1,85%. Kemudian vanilin
dengan rt 24,405 menit dengan luas area 13,84%, dan terakhir adalah senyawa hasil sintesis
antara vanilin dengan anilina dengan rt 41,564 menit dengan luas area 74,74 %. senyawa hasil
sintesis tersebut mempunyai ion molekuler sekaligus base peak dengan nilai m/z 227 dengan
kelimpahan sebesar 100%. Nilai ion molekuler m/z 227 tersebut sesuai dengan berat molekul
senyawa target dari hasil sintesis senyawa vanilin dan anilina.

Gambar 2.7 Spektra massa pada puncak 4 senyawa basa Schiff 2-metoksi-
4-((fenilimino)metil)fenol (Al-Hakimi, 2017)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilakukan pada bulan april 2024 di Laboratorium Organik Program Studi
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu gelas beaker, bola hisap, ulekan dan
pestel, timbangan analitik, desikator, mangkuk porselen, Melting Point Apparatus (MPA),
termometer, piring kromatografi lapis tipis GF254, pipet kapiler, lampu ultraviolet 254 nm,
spektrofotometer inframerah dengan transformasi Fourier merek VARIAN model FT 1000, dan
spektrometer gas kromatografi-massa merek Shimadzu model QP-2010S.

3.3 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vanilin p.a kapal layar, anillina, kloroform,
etanol, NaOH 2M dan akuades.

3.4 Tahapan Kerja


1. Sintesis senyawa basa Schiff dari reaktan vanillin dan anilina (1:1) menggunakan metode
penggerusan.
2. Uji sifat fisik senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari vanilin dan anilina dengan
Melting Point Apparatus (MPA)
3. Uji sifat kimia senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari vanilin dan anilina berupa
kelarutan dengan NaOH 2M dan akuades
4. Karakterisasi senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari vanilin dan anilina
menggunakan spektrofotometer UV- VIS
5. Karakterisasi senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari vanilin dan anilina
menggunakan spektrofotometer FTIR
6. Karakterisasi senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari vanilin dan anilina
menggunakan GC-MS
7. Karakterisasi senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari vanilin dan anilina
menggunakan H-NMR
3.5 Cara kerja
3.5.1 Sintesis Basa Schiff Dari Vanilin Dan Anilin (1:1) Dengan Metode Penggerusan
(Adawiyah, 2017)
Sejumlah 3 mmol anilina (berat 0,2794 ml ) dan 3 mmol vanilin (berat 0,4564 gram) dihaluskan
menggunakan mortar pada kondisi suhu kamar selama durasi 20 menit. Kemudian, didiamkan
selama 20 menit. Setelah itu produk dikeringkan di dalam desikator hingga berat konstan.

3.5.2 Uji Sifat Fisik Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) Dari Vanilin dan Anilina
dengan Melting Point Apparatuss (MPA). (Nadhifah, 2020)
Diambil produk hasil sintesis yang sudah selesai dikeringkan. Setelah itu, diamati dan
dianalisis bentuk dan warnanya. Untuk mengetahui titik leleh senyawa diukur dengan digunakan
melting point apparatus (MPA). Adapun cara yang dilakukan yaitu volume yang sama dari masing-
masing senyawa yang dihasilkan ditambahkan ke dalam pipa kapiler. Termometer dan pipa
kapiler kemudian dipasang ke dalam instrumen MPA. Selanjutnya, suhu diatur untuk naik
20°C/menit saat alat MPA dinyalakan. Setelah itu, suhu turun 10°C setiap menit. Kenaikan suhu
diatur ke 1°C/menit jika suhu yang tercatat mendekati titik leleh senyawa yang diharapkan. Proses
peleburan produk sintetis dilacak hingga menjadi cair.

3.5.3 Uji Sifat Kimia Senyawa Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari Vanilin


dan Anilina Berupa Kelarutan Dengan NaOH 2M dan Akuades (Nadhifa,2020).
Sifat kimia produk sintesis diuji dengan akuades dan NaOH 2M. Sebanyak 0,002 g produk
sintesis ditambahkan ke dalam beberapa tabung reaksi. Satu tabung reaksi kemudian diisi dengan
2 mL air suling. Kemudian 2 mL NaOH 2M ditambahkan ke dalam tabung reaksi lainnya.
Campuran setiap tabung reaksi dikocok dan perubahan yang terjadi dicatat.

3.5.4 Karakterisasi Senyawa Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari Vanilin


dan Anilina Menggunakan Spektrofotometer UV- VIS (Isfahani,2021).
Senyawa hasil sintesis dari basa schiff dilarutkan dengan etanol yang konsentrasinya
0,5M. Kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan dilanjutkan analisis pada rentang panjang
gelombang antara 200-800 nm dengan digunakan spektrofotometer UV-Vis Varian Carry.
Sehingga akan diperoleh hasil dari spektrum dan panjang gelombang maksimumnya.

3.5.5 Karakterisasi Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari Vanilin dan Anilina


Menggunakan Spektrofotometer FTIR (Adawiyah,2017).
karakterisasi basa Schiff menggunakan FTIR diawali dengan senyawa hasil sintesis
dicampurdengan KBr kemudian digerus dengan digunakan mortar agate dan dilanjutkan
prosesdengan d i press sampai terbentuk pelet. Pelet diletakkan di cell holder dalam instrumen
FTIR dan dilanjutkan analisis spektrum IR senyawa hasil sintesis dengan rentang bilangan
gelombang antara 4000-400 cm-1.

3.5.6 Karakterisasi Senyawa (2-Metoksi-4-((Fenilimino)Metil)Fenol) dari Vanilin dan


Anilina Menggunakan GC-MS (Nadhifah,2020)
Sebanyak 1 µL senyawa basa Schiff produk sintesis yang telah dilarutkan dalam
kloroform dengan konsentrasi 30.000 ppm diinjeksikan dengan menggunakan syringe kedalam
tempat KG-SM QP-2010S/Shimadzu dengan kondisi operasional sebagai berikut:
Jenis kolom : AGILENTJ%W DB-1
Panjang kolom : 30 meter
Detektor : QP2010
Oven : terprogram 100˚C (5 menit)
→ 290˚C (50 menit)
Temperatur injektor : 310˚C
Tekanan gas : 216,5 kPa
Kecepatan aliran gas : 0,5 mL/menit (konstan)
Gas pembawa : Helium
Start m/z : 28
End m/z : 600

3.5.7 Karakterisasi Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari Vanilin dan Anilina


Menggunakan 1H-NMR (Nadhifah,2020).
Produk hasil dari sintesis basa Schiff atau sampel diukur spektra menggunakan 1H-
NMR tipe NMR Agilent DD2 dengan ditambahkan pelarut DMSO-d6 kemudian diletakkan pada
tube kecil. Sel sampel berupa tabung gelas kecil silindris diletakkan diantara kutub- kutub magnet.
Kemudian larutan sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat instrumen magnetik NMR dan
ditunggu hingga spektra NMR muncul pada layar monitor, spektra 1HNMR akan dicatat dalam
spektrometer JNM-ECZ500R pada frekuensi 500 MHz dan pergeseran kimianya akan dicatat
dalam bentuk ppm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sintesis Senyawa Basa Schiff dari Reaktan Vanillin dan Anilina (1:1) Menggunakan
Metode Penggerusan.
Reaktan vanilin dan anilin akan bereaksi menghasilkan 2-Metoksi-4- ((fenilimino) metil)
fenol) sebagai hasil dari konversi energi mekanik dari proses penggerusan menjadi energi panas
(Sana dkk., 2012). Gugus fungsi -C=O pada vanilin akan bereaksi dengan gugus fungsi -NH2
pada anilin menghasilkan ikatan -C=N ketika molekul vanilin dan anilin bertemu karena adanya
energi kinetik. Kehadiran atom O dengan elektronegativitas tinggi akibat gugus karbonil yang
bermuatan sebagian positif membuat atom C lebih rentan terhadap serangan nukleofil -NH2
(Furqoni,2020).
Sintesis senyawa basa Schiff sering dilakukan dengan bantuan katalis namun, proses ini
juga dapat dilakukan tanpa katalis (Purwono et al., 2013). Oleh karena itu, senyawa kimia yang
dibutuhkan lebih sedikit pada akhirnya karena sintesis senyawa basa Schiff pada penelitian ini
dilakukan tanpa menggunakan katalis (Anastas dan Warner, 1998). Karakteristik fisik dari produk
yang disintesis ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Senyawa Basa Schiff (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol)

Produk sintesis setelah penggerusan dideskripsikan secara fisik, termasuk bentuk, warna,
persentase rendemen berdasarkan Gambar 4.1. Produk sintesis yang dihasilkan semuanya
berupa padatan berwarna coklat muda dengan sifat fisik yang sama. Hasil produk sintesis tersebut
berbeda dengan reaktan anilin dan vanilin dalam hal sifat fisiknya. Produk sintesis tersebut berupa
padatan berwarna coklat muda, sedangkan anilin berupa cairan berwarna coklat dan vanilin
berupa padatan berwarna putih.Dipercaya bahwa senyawa baru telah terbentuk dalam produk
sintesis berdasarkan perbedaan fitur fisiknya. Berdasarkan penggerusan juga didapatkan %
rendemen hasil produk sintesis tinggi dengan diperoleh % rendemen 97,6382 %. Sebelum
dilakukan pengujian lebih lanjut senyawa basa Schiff akan dimasukkan kedalam desikator hingga
beratnya kostan hal ini dilakukan untuk mengurangu kadar air pada senyawa basa Schiff,
didaptkan berat akhir yang telah kostan sebesar 76,5131.

4.2 Uji Sifat Fisik Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) Dari Vanilin dan Anilina
dengan Melting Point Apparatuss (MPA).
Produk sintesis tersebut berupa padatan berwarna coklat muda, sedangkan anilin berupa
cairan berwarna coklat dan vanilin berupa padatan berwarna putih. Dipercaya bahwa senyawa
baru telah terbentuk dalam produk sintesis berdasarkan perbedaan fitur fisiknya. Didapatkan titik
lebur dari ketiga produk sintesis yaitu vanilin, anilina, dan senyawa produk hasil sintesis tersebut
berbeda antara satu dengan yang lain. Vanilin memiliki titik lebur 80 °C dan p-anisidina 149 °C,
sedangkan titik lebur dari produk hasil sintesis berkisar antara 140-150°C. Hasil uji titik leleh ketiga
produk hasil sintesis menunjukkan variasi yang kecil. Tingkat kemurnian yang berbeda pada
masing-masing produk sintesis adalah penyebabnya. Variasi dalam kisaran nilai titik leleh dapat
diakibatkan oleh pengotor yang terdapat dalam senyawa kimia, bahkan dalam jumlah yang sangat
kecil (Reddy, dkk., 2016).

4.3 Uji Sifat Kimia Senyawa Senyawa Basa Schiff (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari
Vanilin dan Anilina Berupa Kelarutan Dengan NaOH 2M dan Akuades
Didapatkan senyawa basa Schiff pada uji kelarutan dengan basa didapatkan padatan larut
dan air menjadi berwarna kuning. Hal ini karena produk sampingan dari sintesis adalah molekul
fenolik, pengujian kelarutan senyawa basa Schiff yang dilakukan dengan larutan basa yaitu NaOH
2M dimanabasa kuat seperti NaOH akan menghasilkan ion fenolenat yang meningkatkan
kelarutan (nadifah, 2020). Meskipun senyawa fenolik bersifat asam, senyawa ini dapat bereaksi
dengan basa untuk menghasilkan garam yang larut dalam air. Namun senyawa basa Schiff
didapati tidak larut dalam akuades hal ini dikarenakan keterbatasan kelarutan dalam pelarut polar
seperti akuades yang menunjukkan sifat hidrofobik. Sifat kelarutan dapat dilihat pada gambar 4.2

Gambar 4.2 hasil uji sifat kelarutan dari basa schiff


4.4 Sintesis Senyawa Basa Schiff (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol)
Berdasarkan percobaan mengenai proses sintesis senyawa basa Schiff (2-Metoksi-4-
((fenilimino)metil)fenol) yang berasal dari pereaksian antara vanilin dengan anilina dengan
bantuan metode penggerusan. Proses sintesis merupakan upaya untuk mendapatkan senyawa
dan turunannya dengan hasil yang lebih besar dan variasi struktur sesuai dengan yang kita
inginkan, sedangkan dalam penggunaan metode penggerusan dalam menyintesis basa Schiff
akan menghasilkan panas yang dapat meningkatkan aktivasi molekul sehingga produk reaksi
dapat terbentuk (Cahyana dan Puti, 2015).
Anilin dan vanilin bereaksi dalam lingkungan asam melalui reaksi asam-basa Lewis yang
melibatkan mekanisme transfer elektron. Kehadiran dua PEB (Pasangan Elektron Bebas) dari
oksigen menyebabkan gugus fungsi karbonil, atau asam Lewis bermuatan positif. Hal ini
memungkinkan karbon bereaksi dengan nukleofil amina yang bermuatan negatif, atau basa
Lewis, dengan mudah. Katalis asam terlibat dalam proses protonasi dalam penghilangan H2O (al-
Hakimi, 2017). Reaksi antara vanilin dan anilina digambarkan pada gambar 4.4

Gambar 4.3 Reaksi pembentukan basa Schiff (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol)


(Surur, 2019)

4.5 Karakterisasi Senyawa Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari Vanilin dan


Anilina Menggunakan Spektrofotometer UV- VIS.

Gambar 4.4 Hasil spektra Uv-Vis senyawa basa Schiff


Hasil spektra karakterisasi senyawa basa Schiff dari anilin dan vanilin dengan metode UV-Vis
ditampilkan dalam gambar. Pada spektra tersebut, terdapat beberapa puncak absorbansi pada
panjang gelombang tertentu. Puncak-puncak ini memiliki nilai absorbansi yang berbeda: puncak
pertama terletak pada 205,0 nm dengan nilai absorbansi sebesar 3,518, puncak kedua terletak
pada 229,0 nm dengan nilai absorbansi sebesar 3,201, puncak ketiga terletak pada 232,0 nm
dengan nilai absorbansi sebesar 3,243, puncak keempat terletak pada 280,9 nm dengan nilai
absorbansi sebesar 1,783, dan puncak kelima terletak pada 436,0 nm dengan nilai absorbansi
sebesar 0,066. Data ini memberikan informasi penting mengenai karakteristik optik senyawa yang
dihasilkan dari reaksi antara anilin dan vanilin.

4.6 Karakterisasi Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari Vanilin dan Anilina


Menggunakan Spektrofotometer FTIR
Karakterisasi menggunakan analisis FTIR dimana gugus fungsi yang ada dalam molekul
produk akhir dapat diidentifikasi. Bilangan gelombang 1584,909 - 1585,974 cm-1 ditemukan
memiliki serapan karakteristik gugus C=N imina dengan fitur puncak yang kuat. Memiliki
kesamaan antara senyawa basa Schiff yang dibuat oleh al-Hakimi (2017) dan serapan gugus
imina yang biasa dimiliki oleh molekul yang dihasilkan. Bilangan gelombang 1584 cm-1 adalah
panjang gelombang serapan C=N untuk senyawa basa Schiff 2-metoksi-4-((fenilimino) metil) fenol
(al-Hakimi, 2017). Selain itu, pada bilangan gelombang 1589, 1590, dan 1668 cm-1 terdapat
serapan C=N pada kompleks basa Schiff lainnya (Singh, dkk., 2008; Hasanah, 2017; dan
Chigurupati, 2015). Spektra FTIR dari reaktan dan senyawa produk ditunjukkan pada gambar 4.6
dan serapan gugus fungsinya ditampilkan pada tabel berikul:

Gambar 4.5 Hasil spektra FTIR dari produk


Gugus gugus yang terdeteksi dibandingkan dengan hasil spektra FTIR Hanapi (2016)
seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Gugus fungsi dan bilangan gelombang dari spektra FTIR senyawa produk

Hasil karakterisasi senyawa basa Schiff yang dihasilkan dari anilin dan vanilin
menggunakan FTIR telah dianalisis dengan seksama. Penelitian ini menggambarkan
interpretasi spektra FTIR reaktan dan produk dibandingkan dengan literatur. Tabel 4.3
menunjukkan hasil karakterisasi FTIR untuk berbagai gugus fungsi pada senyawa-senyawa
tersebut. Gugus fungsi yang diamati meliputi O-H (Gugus Hidroksil), N-H (Gugus Amina),
Csp2-H (Gugus Hidrogen pada Cincin Aromatik), Csp3-H (Gugus Hidrogen pada Karbon
Jenuh), C=O (Gugus Karbonil), C=N (Gugus Imin), C-C (Gugus Ikatan Karbon-Karbon), C-N
(Gugus Ikatan Karbon-Nitrogen), dan C-O-C (Gugus Eter). Hasil karakterisasi menunjukkan
adanya gugus azometin pada bilangan gelombang 1583 cm^-1. Selain itu, pada spektrum
UV-Vis, terdapat serapan maksimum pada panjang gelombang 330 nm, yang merupakan
transisi elektronik dari π ke π*

4.7 Karakterisasi Senyawa (2-Metoksi-4-((Fenilimino)Metil)Fenol) dari Vanilin dan Anilina


Menggunakan GC-MS
Karakterisasi senyawa produk menggunakan GC-SM dilakukan untuk memperkuat
dugaan bahwa senyawa target telah terbentuk. Analisis ini menggabungkan metode
kromatografi gas yang bertujuan untuk memisahkan senyawa yang terkandung dalam produk
dan spektra masa yang menganalisis struktur senyawa berdasarkan nilai m/z. Sampel yang
digunakan adalah senyawa produk sintesis variasi volume katalis 0 mL dengan massa
rendemen tertinggi. Kromatogram yang dihasilkan ditunjukkan pada gambar.
Gambar 4.6 Kromatogram Hasil Hasil Karakterisasi GC Produk Sintesis

Gambar 4.7 Presentase Luas Area Tiap Puncak Kromatogram

Dari data diatas menunjukkan bahwa senyawa produk sintesis membentuk 2 pucak yang
memiliki 2 senyawa. Puncak 1 memiliki waktu retensi 14,873 menit dengan luas area 1889.
Puncak 2 memiliki waktu retensi 24,033 dan luas area 172355. Hal tersebut menunjukkan
bahwa senyawa pada puncak 2 memiliki kadar yang paling tinggi. Hasil analisa puncak 1
ditunjukkan dengan spektometer massa pada gambar berikut.
Gambar 4.8 Spektra Massa Puncak 1

Spektra massa puncak 1 mempunyai ion molekuler dengan m/z 152 dengan puncak dasar
pada m/z 150,9 dengan kelimpahan 100%. Ion molekuler (M+) senyawa tersebut sesuai dengan
berat molekul vanilin. Keberadaan vanilin dalam senyawa produk diduga merupakan sisa reaksi
dengan anilina. Fragmentasi spektra massa puncak 1 ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4.9 Pola fragmentasi puncak 1

Best 7 Hits of Search NIST Libraries for Spectrum


Target Spectrum
Search Spectrum
BP: 226.0 (7476=100%), praktikum k.org.lanjut basa schiff (anilin+vanilin) (24- 24.000 min, Scan: 2017, 33:250, Ion: 1630 us, RIC: 34994, BC
100% 226.0
7476
75%

50% 76.8 210.8


50.8
2490 2580
2158 103.8 227.9
25% 167.9 182.9 198.0
1051 773 1145
413 684
0%
50 100 150 200
m/z

Hit 1 R.Match: 784, F.Match: 774, Probability: 55.27


Match Phenol, 4-[[(4-methoxyphenyl)methylene]amino]-
BP 226.0 (999=100%) 133536 in MAINLIB
100% Gambar 4.10 Spektra Massa Puncak 2CAS No. 3230-39-5, C14H13NO2,226.0
MW 227
OH
999N
75% O
50% 65.0
39.0 333
15.0 230 51.0 77.0 93.0 183.0 228.0
25% 120.0 154.0 211.0 138
120 92 94 93 115 66
56 55
0%
50 100 150 200
m/z

Spectrum 133536 from MAINLIB Library


Name: Phenol, 4-[[(4-methoxyphenyl)methylene]amino]-
Spektra massa puncak 2 memiliki ion molekular dengan m/z 227. Ion molekuler tersebut
sesuai dengan berat molekul dari senyawa basa Schiff 2-metoksi-4- ((fenilimino)metil)fenol yakni
227 g/mol (al-Hakimi, 2017). Waktu retensi puncak 2 adalah 24,173 menit sehingga dapat
disimpulkan bahwa senyawa tersebut memiliki titik didih lebih tinggi daripada vanilin. Pola
fragmentasi spektra massa ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4.11 Pola fragmentasi puncak 2

Puncak dasar senyawa 2, atau fragmen, memiliki nilai m/z 225,8. Dibandingkan dengan
fragmen lainnya, fragmen ini memiliki kelimpahan terbesar. Hal ini karena, dibandingkan dengan
fragmen lainnya, strukturnya adalah yang paling stabil dan beresonansi. Struktur dan berat
molekul bahan kimia yang dihasilkan pada puncak 2, yang merupakan kompleks basa Schiff 2
metoksi-4-((fenilimino) metil) fenol.

4.3 Karakterisasi Senyawa (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari Vanilin dan Anilina


Menggunakan 1H-NMR
Karakterisasi HNMR terhadap produk sintesis dilakukan untuk mengetahui gambaran
berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Spektrum HNMR yang diperoleh dapat memberikan
informasi berhubungan dengan pergeseran kimia proton, bentuk sinyal, serta jumlah proton. Hasil
karakterisasi senyawa basa Schiff yang disintesis dari anilin dan vanilin menggunakan HNMR
telah diperoleh.
Gambar 4.12 Hasil spektra H-NMR

Hasil karakterisasi dari senyawa basa schiff menghasilkan spektra dapat diketahui dari tabel
berikut table 4.2
Table 4.2 hasil spektra basa schiff

Hasil karakterisasi senyawa basa Schiff yang disintesis dari anilin dan vanilin
menggunakan HNMR menunjukkan sinyal gugus imina muncul pada daerah δ 8,60 ppm (1H,
singlet). Berdasarkan Tabel 4.3 sinyal H8 muncul pada daerah δ 7,52 ppm dengan splitting singlet
1H merupakan hidrogen dari gugus imina (C=N) yangmenunjukkan senyawa produk berupa
senyawa basa Schiff. Zamrotin (2022) jugamelakukan karakterisasi 1H-NMR basa Schiff dan
sinyal gugus imina munculpada daerah δ 8,60 ppm dengan splitting singlet 1H. Zamrotin (2022)
jugamenyebutkan bahwa pada H2 merupakan atom yang paling tidak terperisaidikarenakan
adanya ikatan hidrogen antara gugus imina dengan -OH fenolat,sehingga H9 yang merupakan
sinyal -OH fenolat berada pada δ 5,35.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan

1. Setelah didapatkan produk sintesis senyawa basa schif diketahuni nilai % . Hasil dari
penggerusan pada sintesis senyawa basa Schiff (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol)
dimana didapatkan % rendemen yang tinggi dengan % hasil sebesar 97,6382%.
2. Dari hasil pengujian dengan MPA didapatkan Vanilin memiliki titik lebur 80 °C dan p-
anisidina 149 °C, sedangkan titik lebur dari produk hasil sintesis berkisar antara 140-
150°C. Hasil uji titik leleh ketiga produk hasil sintesis menunjukkan variasi yang kecil.
Diketahui dari uji kelarutan didapatkan Senyawa basa Schiff larut pada pelarut basa yaitu
NaOH dan kurang larut pada akuades atau H2O.
3. Hasil spektra Uv-Vis menunjukkan adanya puncak paling tinggi dari senyawa target yaitu
205,0 nm. Hasil spektra FTIR menunjukkan adanya serapan khas dari senyawa target
yaitu gugus azometin pada bilangan gelombang 1583 cm^-1. . Hasil GCMS menunjukkan
munculnya Puncak 1 memiliki waktu retensi 14,873 menit dengan luas area
1889mempunyai ion molekuler dengan m/z 152 . Puncak 2 memiliki waktu retensi 24,033
dan luas area 172355 memiliki ion molekular dengan m/z 227. Hasil karakterisasi senyawa
basa Schiff yang disintesis dari anilin dan vanilin menggunakan HNMR menunjukkan
sinyal gugus imina muncul pada daerah δ 8,60 ppm (1H, singlet) yang sesuai dengan berat
molekul senyawa target (2-Metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol)

5.2. Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah praktikan harus lebih bisa teliti dalam mensintesis
senyawanya dan juga harus teliti dalam menganalisis data karkterisasinya. Praktikan juga harus
memahami bagaimana caranya membaca suatu spectra pada suatu instrumen.
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyyah. 2017. Sintesis Senyawa Basa Schiff dari Vanilin dan p-Anisidina
Menggunakan Metode Penggerusan. Skripsi. Malang: Jurusan KIMIA Fakultas
Saintek UIN Malang.

Al-Hakimi, N. S., Hanapi, A., dan Fasya, A. G.. 2017. Green Synthesis Senyawa Imina
dari Vanillin and Anilina dengan Katalis Alami Air Jeruk Nipis (Citrus aurantifola).
Alchemy: Journal of Chemistry, 5(4): 120-124.

Ashraf, M.A., Mahmood, K., dan Wajid, A. 2011. Synthesis, Characterization and
Biological Activity of Schiff Bases. International Conference on Chemistry and
Chemical Process. 10(1): 1-7.

Aziz, Ahmad., Abid, Obaid-Ur-Rahman., Rehman, Wajid & Kashif, Muhammad. (2020).
Ultrasonic Assisted Synthesis, Characterization and Bioactivity Assessment of
Novel Piperonal Based Schiff Base and Its Metal Complexes. Iran. J. Chem.
Chem. Eng. Vol. 39, No. 2, 105-111.

Bendale, A.R., Dhonde, N., Narkhede, S.P., Narkhede, S.B., Jadhav, A.G., dan
Vidiyasagar, G. 2011. Antimicrobial Screening and Characterization of Some
Newly Synthesized Mannich Bases of Ciprofloxacin: A Green Chemistry
Approach. Asian Journal of Pharmaceutical Sciences and Clinical Research,
1(1): 6-12.

Cahyana, H., dan Puti Pratiwi. 2015. Sintesis Ramah Lingkungan Senyawa Imina
Turunan Vanilin dan 2-Hidroksi Asetofenon Serta Uji Aktivitas Biologi dan
Antioksi. Pharmaceutical Sciences and Research 2, no. 1.

Campaner, R. (2011). Causality and explanation: Issues from epidemiology. In D. Dieks,


W. J. Gonzalez, S. Hartmann, T. Uebel, & M. Weber (Eds.), Explanation,
prediction, and confirmation (pp. 125–135). Dordrecht: Springer.

Candraningrat*, A. A. G. J. Santika, I. A. M. S. Dharmayanti, P.W. Prayascita. (2021).


REVIEW KEMAMPUAN METODE GC-MS DALAM
IDENTIFIKASIFLUNITRAZEPAM TERKAIT DENGAN ASPEK FORENSIK DAN
KLINIK Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Udayana, Bali.

Chigurupati, Sridevi. 2015. Designing New Vanillin Schiff Bases and Their Anti bacterial
Studies. Journal of Medical and Bioengineering, Vol. 4, No. 5.

Fessenden, R.J and Fessenden, R.S., (1982). Kimia Organik, diterjemahkan oleh
Pudjaatmakan, A. H., Edisi Ketiga, Jilid 2, Jakarta : Erlangga.

Hanapi, A. 2016. Variasi Waktu Penggerusan pada Sintesis Senyawa Basa Schiff
Turunan Vanilin Tanpa Pelarut. Laporan Penelitan. Jurusan Kimia Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Hasanah, U., Hanapi, A., dan Ningsih, R.. 2017. Synthesis of Schiff Base Compound
from Vanilin and p-Toludine by Solvent Free-Mechanochemical Method.
Proceeding of International Conference on Green Technology, 8(1): 278-281.
Kouznetsov, V. K., Arenas, D. R. M., Bonilla, C. A. M., Macias, M. A., Rousset, P., and
Gauthier, G. H. 2016. Grinding and Milling: Two Efficient Methodologies in the
Solvent-Free Phospomolybidic Acid-Catalyzed and Mechanochemical Synthesis
of cis-4-Amido-N-yl-2-methyltetrahydroquinolines. J. Braz. Chem. Soc, 00(00): 1-
10.

Kumar, R., Sherma, P.K., dan Meshra, P.S. 2012. A Review on the Vanillin Derivates
Showing Various Biological Activities. International Journal of Pharm Tech
Research, Vol. 4, No. 1, page 266-279.

Kumar, S., Jyotirmayee, K., and Sarangi, M. 2013. Thin Layer Chromatography: A Tool
of Biotechnology for Isolation of Bioactive Compounds from Medicinal Plants. Int.
J. Pharm. Sci. Rev. Res., 18(1): 126-132.

Moech. Nasir. 2012. Model Pengolahan Limbah Menuju Environmental Friendly Product,
Jurnal Managemen dan Bisnis, Vol. 16 No. 1, hal. 58-68.

Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.

Nafiah, Ani, Sri. (2020). Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Senyawa Basa Schiff
Dari o-Vanilin dan Anilina. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.

Patil, S., Jadhav, S.D., & Patil, U.P. (2012). Natural acid catalyzed synthesis of Schiff
base under solvent-free condition: as a green approach. Archives of Applied
Science Research, 4(2), 1074-1078.

Radha, V. P., Jone Kirubavathy, S., & Chitra, S. (2018). Synthesis, characterization and
biological investigations of novel Schiff base ligands containing imidazoline
moiety and their Co(II) and Cu(II) complexes. Journal of Molecular Structure,
1165(II), 246–258.

Rasyid dan Rahmatini. 2014. Perbedaan Sensitivitas Kuman Pseudomonas Aeruginosa


Penyebab Infeksi Nosokomial Terhadap Beberapa Antibiotika, Jurnal Kesehatan
Andalas, 3(December 2013), pp. 327–331.

Purwono, B., Anwar, C., & Hanapi, A. (2013). Syntheses of azo-imine derivatives from
vanillin as an acid base indicator.

Prabawati, S., Y., Andika, F., S., dan Arini, F., A. 2012. Sintesis Senyawa 1,4-Bis [(2-
Hidroksi-3-Metoksi-5 Formaldehid-Fenil)-Metil] Piperazin Dari Bahan Dasar
Vanilin Dan Uji Aktivitasnya Sebagai Zat Antioksidan. Kaunia.8 (1) : 30-43.

Sciencelab. 2005. Aniline MSDS.

Sciencelab. 2005. Vanillin. MSDS.

Sembiring, Z., Hastiawan, I., Zainuddin,A., dan Bahti, H.H. 2013. Sintesis Basa Schiff
Karbazona Variasi Gugus Fungsi: Uji Kelarutan dan Analisis Struktur
Spektroskopi UV-Vis. Prosiding Semirata, 483-487.
Singh., S., S., Dasa., Preeti, G., Ashutosh, G., dan Roland, F. 2008. Vanillin–pAnisidine
System: Solid-State Reaction and Density Functional TheoryStudies. Molecule
Crystal Liquid. 490, no.106–123.

Sirumapea, L., Asmiyanti, & Khoirunisa, A. (2015). Sintesis dan Karakterisasi Senyawa
Antibakteri Kompleks Fe (III) dengan Derivat Schiff Base. Indonesian Journal of
Pharmaceutical Science and Technology, 2(2), 49– 54.

Surur, A., M. 2019. Sintesis Senyawa Basa Schiff dari Vanilin dan p-Anisidina dengan
Pelarut Air Menggunakan Metode Penggerusan. Skripsi. Malang: Jurusan KIMIA
Fakultas Saintek UIN Malang.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram Alir

L.1.1 Sintesis Basa Schiff dari Vanilin dan Anilin (1:1) dengan metode Penggerusan

Anilina dan Vanillin

- Diambil Sejumlah 3 mml anilina (0,2794 ml) dan 3 mml vanilin (0,4564 gram)..
- Digerus dengan mortar dan pastle pada suhu ruang selama 20 menit.
- Diamkan pada suhu ruang selama 20 menit
- Dikeringkan dalam desikator
- Ditimbang

Hasil

L.1.2 Uji Sifat Fisik Senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari reaktan vanilin dan
anilina dengan Melting Point Apparatus (MPA)

(2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol)

- Diambil pruduk hasil sintesis yang sudah selesai dikeringkan.


- Diamati dan dianalisis bentuk dan warnanya.
- Dimasukkan dalam pipa kapiler
- Dimasukkan dalam blok kecil di atas blok termometer pada alat.
- Diatur suhu 20˚C/menit sampaimendekati titik leleh senyawa.
- Diatur suhu menjadi 1˚C/menit sampai senyawa meleleh sempurna. Penentuan titik
leleh dibuat dengan range dimana titik bawah terukur sejak sampel pertama kali
meleleh dan titik atas terukur ketika sampel meleleh sempurna

Hasil

L.1.3 Uji Sifat Kimia Senyawa Senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari reaktan


vanilin dan anilina Berupa Kelarutan dengan NaOH 2M dan Akuades

Basa Schiif

- Diuji dengan akuades dan NaOH 2M. Sebanyak 0,002 g


- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda.
- Ditambahkan 2 mL akuades pada salah satu tabung reaksi.
- Ditambahkan NaOH 2M sebanyak 2 mL.
- Dicampuran dalam masing-masing tabung reaksi dikocok
- Diamati perubahan yang terjadi

Hasil
L.1.4 Karakterisasi Senyawa Senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari reaktan
vanilin dan anilina Menggunakan Spektrofotometer UV- Vis.

Basa Schiff
- Dilarutkan dengan etanol yang konsentrasinya 0,5 mM.
- Dimasukkan ke dalam kuvet dan dilanjutkan analisis pada rentang panjang
gelombang antara 200-800 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Varian Carry.

Hasil

L.1.5 Karakterisasi Senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari reaktan vanilin dan


anilina Menggunakan Spektrofotometer FTIR.

Basa Schiff

- Dicampur dengan KBr


- Digerus dengan menggunakan mortar agate dan dilanjutkan proses dengan
press sampai terbentuk pelet.
- Diletakkan di cell holder dalam instrumen FTIR
- D i analisis spektrum IR senyawa hasil sintesis dengan rentang bilangan
gelombang antara 4000-400 cm-1

Hasil
L.1.6 Karakterisasi Senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari reaktan vanilin dan
anilina Menggunakan GC-MS

Basa Schiff

- Diambil Sebanyak 1 µL
- Dilarutkan dalam kloroform dengan konsentrasi 70.000 ppm
- Diinjeksikan dengan menggunakan syringe ke dalam tempat KG-SM QP-
2010S/Shimadzu dengan kondisi operasional sebagai berikut
Jenis kolom : AGILENTJ%W DB-1
Panjang : 30 meter
kolom : QP2010
Detektor : terprogram 100˚C (5 menit) → 310˚C (50
Oven menit)
Temperatur : 310˚C
injektor : 216,5 kPa
Tekanan gas
Kecepatan : 0,5 mL/menit (konstan) Gas pembawa : Helium
aliran gas
Start m/z : 28
End m/z : 600

Hasil

L.1.7 Karakterisasi Senyawa (2-metoksi-4-((fenilimino)metil)fenol) dari reaktan vanilin dan


anilina Menggunakan 1H-NMR

Basa Schiff
- Diukur spektra menggunakan 1H- NMR tipe NMR Agilent DD2
- Ditambahkan pelarut DMSO-d6
- Diletakkan pada tube kecil.
- Diletakkan diantara kutub- kutub magnet.
- Dimasukkan ke dalam alat instrumen magnetik NMR
- Ditunggu hingga spektra NMR muncul pada layar monitor
- Dicatat spektra 1HNMR dalam spektrometer JNM-ECZ500R pada frekuensi 500 MHz
- Dicatat pergeseran kimianya dalam bentuk ppm

Hasil
Risk Assesment
LEMBAR IDENTIFIKAS BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO

PROGRAM STUDI PRAKTIKUM ORGANIK LANJUT


KIMIA FAKULTAS IDENTIFIKASI BAHAYA DAN
SAINS DAN TEKNOLOGI PENILAIN RESIKO JUMLAH HALAMAN
UIN MALANG

JUDUL PRAKTIKUM : SINTESIS SENYAWA BASA SCHIFF DARI VANILIN DAN ANILINA
Level Tingkat
Resik Bahaya
No Tahap Kerja Potensi Bahaya Upaya Pengendalian Peluang
o (RxP)
(P)
(R)
 Terhirup : dapat  Perlu menggunakan
membahayakan sistem syaraf masker dan sarung
pusat jika menghirup denga tangan
konsentrasi tinggi
1. Ditimbang Vanilin 2 1 2
dan Anilin
 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Terhirup : dapat sekitar 15 menit
membahayakan sistem syaraf  Terhirup : segera hirup
Dimasukkan vanillin pusat jika menghirup dengan udara segar
2. dan anilin ke dalam 1 1 1
konsentrasi tinggi  Perlu menggunakan
mortar
masker dan sarung
tangan

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
3. Digerus Vanilin dan 1 1 1
Anilin di dalam saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
mortar dan alu pada muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
suhu ruang selama 20
 Terhirup : dapat putih
menit
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
Didiamkan selama 20
4. 1 1 1
menit muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan sistem syaraf  Terhirup : segera hirup
pusat jika menghirup dengan udara segar
konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
5. Dikeringkan produk di menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan 2 1 2
dalam desikator
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
Dimasukkan senyawa saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
6. produk ke dalam pipa 1 1 1
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
kapiler
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system Terhirup : segera hirup udara
syaraf pusat jika menghirup segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
Diletakkan pada blok  Tertelan : dapat sekitar 15 menit
7. kecil di atas blok 1 1 1
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
termometer
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system Terhirup : segera hirup udara
syaraf pusat jika menghirup segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
Dinyalakan alat
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
dengan diatur pemutar
8. 1 1 1
suhu hingga muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
20 /menit  Terhirup : dapat putih
membahayakan sistem syaraf  Terhirup : segera hirup
pusat jika menghirup dengan udara segar
konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


Diturunkan suhu
menjadi 10 apabila menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
suhu terlihat pada  Tertelan : dapat sekitar 15 menit
9. termometer telah 1 1 1
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
mencapai 60% dari
titik lebur senyawa saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
produk muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat Putih
membahayakan sistem syaraf  Terhirup : segera hirup
pusat jika menghirup dengan udara segar
konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
Diatur suhu menjadi menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
1 ketika suhu yang
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
terlihat pada
10. 1 1 1
thermometer telah muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
mencapai 60% dari  Terhirup : dapat putih
titik lebur senyawa
membahayakan sistem syaraf  Terhirup : segera hirup
pusat jika menghirup dengan udara segar
konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir

Dimasukkan produk  Tertelan : dapat sekitar 15 menit


11. basa schiff ke dalam 2 menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
tabung reaksi berbeda 1 1 1
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat Putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat


 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
12. Dimasukkan akuades menyebabkan inhalasi 1 1 1
 Tertelan : jangan
pada salah satu tabung saluran pencernaan, mual,
reaksi merangsang muntah, beri
muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


Dimasukkan larutan menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
13. NaOH pada tabung
reaksi yang lain  Tertelan : dapat sekitar 15 menit 2 1 2
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat


 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
14. Dilarutkan produk menyebabkan inhalasi 2 1 2
 Tertelan : jangan
basa Schiff dengan saluran pencernaan, mual,
etanol 0,5M merangsang muntah, beri
muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi

Dimasukkan ke dalam  Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


15. 1 1 1
kuvet menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan sistem syaraf  Terhirup : segera hirup
pusat jika menghirup dengan udara segar
konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat
 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
Dilakukan analisis menyebabkan inhalasi 1 1 1
menggunakan  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual,
16. instrument merangsang muntah, beri
spektrofotometer UV- muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
Vis  Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi

 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
17. Dicampurkan produk menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan 2 1 2
dengan KBr saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat
 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi
 Tertelan : jangan
Digerus menggunakan saluran pencernaan, mual,
18. merangsang muntah, beri 1 1 1
mortar dan alu muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi

Ditekan campuran  Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


19. 2 1 2
hingga terbentuk pelet menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat
 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi
Dianalisa  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual,
20. menggunakan merangsang muntah, beri 1 1 1
instrument FTIR muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera
21. Dilarutkan senyawa 2 1 2
produk dengan larutan menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
kloroform  Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat
 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi
 Tertelan : jangan
Diinjeksikan dengan saluran pencernaan, mual,
22. merangsang muntah, beri 2 1 2
menggunakan syringe muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi

Dilarutkan produk  Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


23. 2 1 2
dengan pelarut CDCl3 menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat
 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi
 Tertelan : jangan
Dimasukkan ke dalam saluran pencernaan, mual,
24. merangsang muntah, beri 1 1 1
tabung NMR muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi

Diputar sampel sekitar  Kontak mata : dapat  Kontak mata : segera


25. 1 1 1
sumbunya menyebabkan iritasi mata bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat sekitar 15 menit
menyebabkan inhalasi  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual, merangsang muntah, beri
muntah, dan diare minum 2-3 gelas air
 Terhirup : dapat putih
membahayakan system  Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup udara segar
dengan konsentrasi tinggi
 Kontak mata : dapat
 Kontak mata : segera
menyebabkan iritasi mata
bilas dengan air mengalir
 Tertelan : dapat
sekitar 15 menit
Dianalisis menyebabkan inhalasi
menggunakan TMS  Tertelan : jangan
saluran pencernaan, mual,
26. sebagai standar merangsang muntah, beri 1 1 1
pembanding nilai muntah, dan diare
minum 2-3 gelas air
pergeseran kimia  Terhirup : dapat
putih
membahayakan system
 Terhirup : segera hirup
syaraf pusat jika menghirup
udara segar
dengan konsentrasi tinggi

KETERANGAN: PELUANG – merupakan nilai yang ditetapkan untuk


RESIKO – merupakan suatu nilai yang ditetapkan untuk menentukan menentukan tingkat frekuensi terhadap kejadian kecelakaan
suatu tingkatan dampak/akibat berdasarkan keparahan yang kerja
disebabkan oleh kecelakaan kerja Level 1: Hampir tidak pernah terjadi
Level 1: Tidak ada cedera, kerugian biaya rendah, kerusakan peralatan Level 2: Frekuensi kejadian jarang terjadi dalam tahunan
ringan Level 3: Frekuensi kejadian sedang dalam bulanan
Level 2: Cedera ringan (hanya membutuhkan P3K), peralatan rusak Level 4: Hampir 100% terjadi kecelakaan tersebut
ringan Level 5: 100% kejadian pasti terjadi
Level 3: Menyebabkan cidera yang memerlukan perawatan medis ke
rumah sakit, peralatan rusak sedang
Level 4: Menyebabkan cidera yang menyebabkan cacatnya anggota
tubuh permanen, peralatan rusak berat
Level 5: Menyebabkan korban jiwa, peralatan rusak berat
TINGKAT BAHAYA – merupakan suatu nilai hasil dari perkalian Resiko (R) dan Peluang (P) sebagai tetapan tingkat bahaya dari
suatu pekerjaan yang dilakukan
SKOR :
1-4 Rendah dan masih dapat ditoleransi
5-10 Sedang dikendalikan sampai batas toleransi
11-25 Tingkat pemantauan intensif

Anda mungkin juga menyukai