Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vanilin

Vanilin atau 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida, merupakan senyawa


organik dengan rumus molekul C8H8O3 yang ditemukan pada ekstrak biji vanila.
Vanilin mempunyai wujud kristal berwarna putih, dengan berat molekul sebesar
152,15 g/mol, merupakan komponen utama senyawa aromatik volatil dari polong
panili (Baskara dkk., 2010) titik didih sebesar 285 °C, titik lebur sebesar 80°C,
dan memiliki nilai pKa sebesar 7,781 (Kumar, dkk., 2012). Vanilin memiliki
kelarutan dalam air sebesar 11 gram/1 L pada suhu 25°C, serta sangat larut dalam
kloroform dan asam asetat (Mulyono, 2005). eter dan air panas, densitas 1,056
dan dalam bentuk larutan memiliki pH asam (O Neil, 2013). Ketika dipanaskan
akan terdekomposisi dan mengemisikan asap yang berbau tajam dan gas yang
mengiritasi (Lewis, 2004). Vanilin digunakan untuk penambah cita rasa dalam
hidangan makanan dan minuman (Kumar, dkk., 2012), serta berpotensi sebagai
antioksidan (Prabawati, dkk., 2012).

Vanilin memiliki tiga gugus fungsi utama, yakni aldehida, metoksi dan
hidroksi (Handayani, 2011), dapat membentuk ikatan hidrogen intramolekul dan
antarmolekul. Vanilin merupakan turunan dari senyawa benzaldehida, sehingga
mempunyai struktur aromatik benzena dan gugus fungsi aldehida (-CHO). Gugus
fungsi lain yang dimiliki oleh vanilin yaitu hidroksi (OH) pada posisi para dan
metoksi (-OCH3) pada posisi meta dari gugus fungsi aldehida (Kumar, dkk.,
2012). Gugus fungsi yang paling mudah bereaksi secara adisi pada senyawa
vanilin adalah gugus aldehida. Karbonil dari gugus aldehida menunjukkan muatan
parsial positif pada atom karbon dan muatan parsial negatif pada atom oksigen,
atom karbon yang kekurangan elektron (elektrofil) dapat bereaksi dengan
nukleofil (Stanley dkk., 1988)

Gambar 2.1 Struktur Vanilin (Kumar, 2012)


2.2 Anilina

Anilina, fenilaminaatau aminobenzena ialah senyawa organik dengan


rumus molekul C6H5NH2dan memiliki bentuk struktur seperti pada Gambar 2.2
Senyawa anilina merupakan senyawa turunan benzena yang dihasilkan dari
reduksi nitrobenzena. Senyawa anilina berupa cairan minyak tak berwarna yang
mudah menjadi coklat karena oksidasi atau terkena cahaya, memiliki bau dan cita
rasa khas, basa organik penting karena merupakan dasar bagi banyak zat warna
dan obat toksik bila terkena, terhirup, atau terserap kulit.Senyawa ini merupakan
dasar untuk pembuatan zat warna diazo.Anilina dapat diubah menjadi garam
diazoinum dengan bantuan asam nitrt dan asam klorida (Dadfarnia et al., 2002).

Gambar 2.2 Struktur anilina

Anilina termasuk kedalam kelompok senyawa amina primer aromatik


prototipikal.Terdiri dari gugus fenil yang melekat pada gugus amino, dengan
panjang gelombang maksimal anilina adalah 230 nm.Hal ini disebabkan pasangan
elektron menyendiri pada NH2 yang berinteraksi dengan elektron cincin untuk
meningkatkan densitas elektron di keseluruhan cincin, terutama pada posisi orto
dan para dari cincin(Cairns, 2004).

2.3 Senyawa basa schiff

Senyawa basa Schiff merupakan suatu produk kondensasi dari amina


primer dan karbonil yang pertama kali ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman
bernama Hugo Schiff pada tahun 1864 (Brodowska, 2014). Suatu amina primer
(RNH2) dapat bertindak sebagai nukleofil yang dapat menyerang gugus karbonil
dari suatu aldehida dalam suatu reaksi adisi-eliminasi. Produknya adalah suatu
senyawa basa Schiff. Aldehida aromatik (seperti benzaldehida) atau arilamina
(seperti anilina) dapat bereaksi dan menghasilkan senyawa basa Schiff yang
terstabilkan (Fessenden dan Fessenden, 1982). Senyawa basa Schiff dari aldehida
alifatik relatif tidak stabil dan berpolimerisasi. Imina atau basa Schiff adalah salah
satu kelompok senyawa yang berperan penting secara biologis sebagai antioksidan
(Saranya & Lakhsmi, 2015; Sharma et al., 2013), anti inflamasi dan agen
analgesik (Ali et al., 2012) serta anti jamur (Sharma et al., 2013). Aktivitas
tersebut dipengaruhi oleh adanya ikatan rangkap karbon-nitrogen (C=N) atau
biasa dikenal dengan gugus azometin.
HO NH2

O
+
O
+
H

N
HO

Gambar 2.3 reaksi pembentukan basa schif

Pembuatan suatu senyawa organik dapat dilakukan melalui metode green


synthesis. Metode tersebut merupakan salah satu sintesis yang tidak menggunakan
pelarut dalam proses reaksinya. Adapun beberapa kelebihan green synthesis
adalah ekonomis, mudah, ramah lingkungan dan efisien. Sintesis senyawa imina
dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu melalui metode penggerusan
(Rahman, Ali, Jahng, & Kadi, 2012), penggunaan pelarut air (Naqvi, Shahnawaaz,
Rao, Seth & Sharma 2009), dan penggunaan katalis asam alami (Patil, Jadhav, &
Deshmukh, 2011a; Patil, Jadhav, & Patil, 2012), serta % hasil yang diperoleh %
hasil yang relatif tinggi (Bendale, dkk., 2011).

2.4 Reaksi Pembentukan Senyawa Basa Schiff Tanpa Pelarut (solvent free)

Reaksi pembentukan senyawa basa Schiff tanpa pelarut dan katalis asam
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya reaksi reversible sehingga
menghasilkan produk dengan % hasil yang lebih tinggi dibandingkan reaksi
menggunakan pelarut dan katalis asam. Abirami dan Nadaraj (2014) melaporkan
sebuah jalur yang ramah lingkungan dengan hasil yang baik dalam sintesis basa
Schiff dengan metode tanpa pelarut, dan produk bisa dimurnikan melalui
rekristalisasi dengan pelarut yang tepat. Metode tanpa pelarut ini tanpa polusi dan
tidak menggunakan bahan-bahan yang toksik, yang merupakan pendekatan yang
ramah lingkungan untuk sintesis basa Schiff.

Murhekar dan Khadsan (2011) menggunakan prosedur sintesis suatu basa


Schiff yang baru dengan menghilangkan penggunaan pelarut organik. Mereka
juga melaporkan reaksi dapat selesai dalam 30-40 menit dan isolasi dari produk
sangat sederhana. Purwono, dkk. (2013) telah melakukan sintesis basa Schiff dari
vanilin dan anilina menggunakan metode konvensional dengan pelarut etanol.
Produk hasil dari sintesistersebut adalah senyawa basaSchiff
2-metoksi-4((fenilimino)metil)fenoldengan kelimpahan 82,17%. Hanapi (2016)
juga telah melakukan sintesis basa Schiff turunan dari vanilin dan anilina
menggunakan metode solvent free dengan kemurnian senyawa produk 99,68%
berdasarkan hasil KC-SM.

N
HO

(E)-2-methoxy-4-((phenylimino)methyl)phenol

Gambar 2.4 struktur basa schif turunan vanilin dan analin


2.5 Karakterisasi basa schiff menggunakan Spektrofotometri FTIR

FTIR (fourier transform infrared ) memiliki banyak keunggulan dibanding


spektroskopi inframerah diantaranya yaitu lebih cepat karena pengukuran
dilakukan secara serentak (simultan), serta mekanik optik lebih sederhana dengan
sedikit komponen yang bergerak. Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel
senyawa organik, maka terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang
diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul
tergantung pada struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang
menyerap energi tersebut terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat
energi rotasi (Jatmiko dkk., 2008).

Prinsip kerja FTIR adalah mengenali gugus fungsi suatu senyawa dari
absorbansi inframerah yang dilakukan terhadap senyawa tersebut. Pola absorbansi
yang diserap oleh tiap-tiap senyawa berbeda-beda, sehingga senyawa-senyawa
dapat dibedakan dan dikuantifikasikan (Sankari, 2010). Karakterisasi senyawa
basa Schiff dapat dilakukan dengan spektoskopi FTIR. Pada umumnya, basa
Schiff memperlihatkan ciri-ciri yang sama dan menunjukkan pita untuk gugus
yang khas yang mana ditunjukkankan pada senyawa ini sebagai vibrasi uluran C–
H dan C=N dalam pita spesifik untuk vibrasi ArC–N (Ibrahim dkk., 2006).

2.1 tabel hasil spektra IR produk imina

2.6 Identifikasi GC-MS

Identifikasi dengan GC-MS Gas Chromatography (GC) merupakan suatu


teknik pemisahan senywa berdasarkan perbandingan distribusinya terhadap fasa
diam dan fasa gerak. Komponen yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas)
akan bermigrasi melalui kolom yang berisi fase diam dengan suatu kecepatan
yang tergantungpada rasio distribusinya (Rohman dan Gandjar, 2012). Senyawa
yang lebih terdistribusi pada fase diam akan tertahan dan keluar dari kolom
dengan waktu lebih lama daripada senyawa yan terdistribusi pada fase gerak.

Gas Chromatography (GC) dapa digunakan untuk analisis secara kualitatif


maupun kuantitatif. Analisis kualitatif menunjukkan jumlah senyawa dalam
sampel, sedangkan analisis kuantitatif, suatu senywadapat ditentukan presentase
kadarnya (%) dengan menghitung luas puncak senyawatersebut dalam
kromatogram. Presentase relatif salah satu senyawa dalam sampel dapat dihitung
dengan membandingkan luas komponen dengan jumlah luas samua sampel
dengan persamaan.

% komponen = luas komponen / 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%


Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen yang
diinginkan. Sedangkan bila dilengkapi dengan MS (berfungsi sebagai detector)
akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut. Karena bisa mendapat spectrum
bobot molekul pada suatu komponen yang dapat dibandingkan langsung dengan
library (refrence) pada software (Gritter, et al., 1991).

Anda mungkin juga menyukai