Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Senyawa halogen organik adalah tiap senyawa yang mengandung ikatan

antara karbon dan halogen. Biasanya ditemukan dari hasil sumber daya laut seperti

ganggang (rumput laut), jarang ditemukan pada tanaman atau binatang darat, kecuali

tiroksine, suatu komponen dalam hormon tiroid, tiroglobulin. Hampir setiap

hidrogen dalam hidrokarbon dapat diganti dengan halogen, bahkan ada senyawa

hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa flour karbon

kestabilannya pada suhu tinggi (Fessenden dan Fessenden, 2003).

Senyawa halogen organik ini dalam kehidupan sehari-hari dipakai dalam

anestesi hisap, pelarut dalam pencucian tanpa air, pestisida, dan zat pendingin.

Senyawa ini juga sangat berguna sebagai bahan asal dalam sintesa senyawa organik

lain alam laboratorium atau industri (Fessenden dan Fessenden, 2003).

Atom halogen yang biasa diberi simbol X dalam berbagai senyawa akan

membentuk ikatan kovalen tunggal dengan karbon. Suatu alkana yang tersubtitusi

dengan halogen (RX) disebut suatu haloalkana atau alkil halida. Dalam senyawa

tersebut halogennya terikat pada karbon tetrahedral sp3 yang terhibridisasi. Atom

halogen juga dapat terikat pada ikatan rangkap karbon sp2 yang tehibridasi. Senyawa

ini dinamakan vinil halida, yang berasal dari vinil, nama trivial CH2 = CH-. Suatu

aril halida adalah suatu senyawa halogen organik aromatik yang halogennya terikat

pada cincin karbon aromatik sp2 terhibridasi. Polarisasi ini akan menyebabkan

penguraian dari muatannya sehingga terbentuk molekul halogen organik danngaya

tarik menarik intermolekul lebih besar (Fessenden dan Fessenden, 2003).

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari percobaan ini adalah:

1. Bagaimana kelarutan senyawa-senyawa hidrokarbon didalam pelarut polar dan

non polat?

2. Bagaimana reaksi senyawa-senyawa hidrokarbon yang terjadi pada pereaksi

KMnO4 atau Br2/CCL4 5 %?

1.3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan kesetimbangan asam basa adalah:

1. Untuk mengetahui kelarutan senyawa-senyawa hidrokarbon didalam pelarut polar

ataupun non polar.

2. Untuk mengetahui reaksi senyawa-senyawa hidrokarbon yang terjadi pada

pereaksi-pereaksi KMnO4 0,1 M atau Br2 /CCl4 5 %

1.3 Prinsip Percobaan

Kelarutan suatu senyawa organik dapat ditentukan melalui reaksi dengan

senyawa polar dan non polar serta reaktifitasnya juga dapat ditentukan melalui reaksi

dengan AgNO3/alkohol dan NaI/aseton.

1.4 Manfaat Percobaan

Manfaat dilakukannya percobaan ini adalah agar dapat mengetahui

kelarutan beberapa sifat senyawa halogen organik dan reaktifitas dari beberapa

senyawa halogen serta dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam

menggunakan alat-alat laboratorium.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa klorofenol merupakan kloroaromatik yang banyak dibuang

ke lingkungan. Pada kegiatan pertanian, klorofenol digunakan sebagai biosida,

seperti herbisida dan fungisida. Pada kegiatan industri klorofenol biasanya digunakan

sebagai fungisida. Fungisida ini biasanya digunakan pada industri pengawetan kayu

seperti bantalan rel kereta api dan kayu hasil olahan. Klorofenol juga digunakan

sebagai biosida pada industri cat dan minyak. Ada beberapa sumber klorofenol yang

sangat potensil dalam lingkungan. Pada kegiatan pertanian, di samping penggunaan

sebagai biosida, klorofenol dapat dihasilkan dari hasil antara sintesa biosida di dalam

lingkungan (Widajatno, 1994).

Halida sederhana umumnya dinamai sebagai turunan hidrogen halida. Sistem

IUPAC menamai halida sebagai halo turunan hidrokarbon. Dalam nama umum,

awalan n-, sek-(s-), dan ter-(t-) secara berturut-turut menujukkan normal, sekunder,

dan tersier seperti salah satu contoh senyawa berikut: tersier butil bromida ditulis t-

butil bomida. Sedangkan penamaan dalam sistem IUPAC, semua senyawa yang

hanya mengandung fungsi univalensi dapat dinyatakan dengan awalan fungsi itu

sendiri diikuti dengan nama hidrokarbon induk, seperti pada senyawa 7-bromo-2-

kloro-5-isopropil-2,7-dimetil nonana (Tim dosen, 2013).

Ikatan halogen, interaksi non kovalen antara atom halogen sebagai akseptor

elektron dan elektron basa Lewis yang kaya, telah dikenal selama hampir 150 tahun

(Hawthorne, dkk., 2013).

Transformasi organik dalam media air telah menerima begitu banyak

perhatian karena air tidak berbahaya bagi lingkungan. Reaksi silang-coupling dari

3
alkenil dan aril halida dengan derivatif organoborane dengan adanya katalis

paladium dan basis (reaksi Su-zuki) telah sering dilakukan dalam pelarut campuran

berair organik (Sooducho, dkk., 2013).

Reaksi silang-coupling merupakan salah satu transformasi paling penting

untuk karbon-karbon (C-C) pembentukan ikatan disintesis organik. Dalam beberapa

kasus, koordinasi intramolekul ke Al juga memungkinkan kopling alkuna dengan

halida organo (Shrestha dan Giri, 2015).

n-Alkil Klorida atau bromida tidak bereaksi dengan I pada tingkat signifikan

pada 20C dalam benzena. Benzena digantikan oleh aseton sebagai pelarut dan tetra

ammonium iodida digunakan sebagai agen pengganti halida (Molina dkk., 1985).

Alkil halida paling banyak ditemukan sebagai zat antara dalam sintesis. Alkil

halida dengan mudah diubah kedalam berbagai jenis senyawa lain dan dapat

diperoleh melalui banyak cara. Banyak sekali modifikasi terhadap reaksi ini

tergantung pada pereaksi yang digunakan. Reaksi alkil halida yang banyak itu dapat

dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu reaksi subtitusi dan reaksi eliminasi.

Dalam reaksi subtitusi, halogen (X) diganti dengan beberapa gugus lain (Z). Suatu

nukleofil (Z) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida sp3 yang mengikat

halogen (X), menyebabkan pengusiran halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir

disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang

digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan

gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron ikatan. Pada dasarnya

terdapat dua mekanisme reaksi subtitusi nukleofilik dilambangkan dengan SN2 dan

SN1. Bagian SN menunjukkan subtitusi nukleofilik (Tim dosen, 2013).

Senyawa halogen organik banyak digunakan secara luas dalam masyarakat

modern sebagai pelarut , insektisida dan bahanbahan sintesis senyawa organik

4
lainnya.Setiap halogan berelektronegativitas tinggi dan hanya kekurangan satu

elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulia (Tim dosen Kimia, 2010).

Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C X. Pada keadaan transisi,

nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon dimana subtitusi akan terjadi.

Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron dengan karbon.

Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekular, yaitu nukleofil dan substrat

terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi. Adapun

ciri-ciri reaksi SN2 adalah (Tim Dosen, 2013):

1. Nukleofil dan subsrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka

kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi nukleofil dan subsrat tersebut.

2. Reaksi terjadi dengan pembalikan inversi konjugasi. Misalnya jika mereaksikan

(R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol. Ion

hidroksida menyerang dari belakang ikatan C Br. Pada saat subtitusi terjadi,

ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh

suatu bidang datar sehingga membalik. Dalam molekul ion OH mempunyai

perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2- butanol. Jadi reaksi

SN2 memberikan hasil inversi.

3. Jika substrat RL bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat

apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus

tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk

urutan ini adalah efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari

metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan SN2 terjadi pada alkil

halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.

Senyawa halogen organik banyak digunakan secara luas dalam masyarakat

modern sebagai pelarut , insektisida dan bahanbahan sintesis senyawa organik

5
lainnya. Setiap halogan berelektronegativitas tinggi dan hanya kekurangan satu

elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulia. Oleh karena itu, dapat diharapkan

halogen membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil

(Tim dosen Kimia, 2010).

Senyawa halogen organik adalah tiap senyawa yang mengandung ikatan

antara karbon dan halogen. Biasanya ditemukan dari hasil sumber daya laut seperti

ganggang (rumput laut). Atom halogen yang biasa diberi simbol X dalam berbagai

senyawa akan membentuk ikatan kovalen tunggal (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Karakteristik kimia air meliputi pH, DO (dissolved oxygen), BOD (biological

oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), kesadahan dan senyawa kimia

beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi. Beberapa senyawa

beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam bentuk ion, dan bentuk

tersebut dipengaruhi oleh pH (Hanum, 2002).

Senyawa yang mengandung hanya karbon, hidrogen, dan suatu atom halogen,

dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu alkil halida, aril halida (dimana sebuah

halogen terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin aromatik) dan halida vinilik

(halogen terikat pada karbon berikatan rangkap) (Fessenden dan Fessenden, 1999).

R telah didefinisikan sebagai lambang umum untuk gugus alkil. Atom

halogen (F, Cl, Vr atau I) dapat diwakili oleh X. dengan menggunakan lambang

umum, maka alkil halida ialah RX dan aril halida seperti bromobenzena ialah Ar X

(Fessenden dan Fessenden, 1999).

Alkana yang tersubtitusi dengan halogen (RX) disebut haloalkana atau alkil

halida. Dalam senyawa ini halogennya terikat pada karbon tetrahedral sp3 yang

terhibridisasi (Fessenden dan Fessenden, 1999).

6
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah NaI/aseton,

AgNO3/alkohol, benzil klorida, kloroform, minyak, mentega, kloro benzene dan

karbon tetraklorida (CCl4), tissue rol, label dan akuades.

3.2 Alat Percobaan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi,
rak tabung, pipet tetes, pembakar spiritus, pipet skala, batang pengaduk, dan gegep
kayu.
3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Reaksi dengan CCl4 dan CHCl3

Disiapkan tiga buah tabung reaksi dan masing-masing tabung reaksi diisi
dengan 0,5 mL CCl4. Kemudian ditambahkan air pada tabung pertama, minyak pada
tabung kedua dan mentega yang sudah dicairkan pada tabung ketiga. Kemudian
dikocok dan diperhatikan kelarutannya serta dicatat perubahan yang terjadi.
Kemudian dikerjakan sesuai dengan prosedur 1-3, dengan menggunakan CHCl3.
3.3.2 Reaksi dengan AgNO3/alkohol dan NaI/aseton

Disiapkan empat buah tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 1 mL

AgNO3/alkohol yang berkadar 2 %. Kemudian ditambahkan 1-2 tetes kloro benzen

pada tabung pertama, kloroform pada tabung kedua, benzil klorida pada tabung

ketiga dan diklorometan pada tabung keempat. Kemudian dikocok agak kuat dan

diamati serta dicatat perubahan yang terjadi. Kemudian dikerjakan sesuai dengan

prosedur 1-3, dengan menggunakan NaI/aseton.

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Tabel 1. Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Kelarutan dalam
Bahan Keterangan
CCl4 CHCl3

Air 2 fasa 2 fasa Tidak larut

Minyak 1 fasa 1 fasa Larut

Mentega 1 fasa 1 fasa Larut

1.1 Kelarutan CCl4

a. Dalam air

H2O + CCl4

b. Dalam minyak

C C

CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3

O O

CH O C (CH 2 ) 16 CH 3 + CCl 4 CH O C (CH 2 ) 16 CH 3

O O

CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3
CCl 4

c. Dalam mentega
C C

CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3

O O

CH O C (CH 2 ) 14 CH 3 + CCl 4 CH O C (CH 2 ) 14 CH 3

O O

CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3
CCl 4

8
1.2 Kelarutan CHCl3

Karakteristik kimia air meliputi: pH, DO (dissolved oxygen), BOD

(biological oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), kesadahan dan

senyawa kimia beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi.

Beberapa senyawa beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam

bentuk ion, yang bentuk tersebut dipengaruhi oleh pH.

a. Dalam air

H2O + CHCl3

b. Dalam minyak
C C

CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3

O O

CH O C (CH 2 ) 16 CH 3 + CHCl 3 CH O C (CH 2 ) 16 CH 3

O O

CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 16 CH 3
CHCl 3

c. Dalam mentega

C C

CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3

O O

CH O C (CH 2 ) 14 CH 3 + CHCl 3 CH O C (CH 2 ) 14 CH 3

O O

CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3 CH 2 O C (CH 2 ) 14 CH 3
CHCl 3

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kelarutan suatu senyawa

halogen organik dengan mereaksikannya dengan senyawa polar dan non polar.

Dimana yang digunakan sebagai contoh yaitu CCl4 dan CHCl3 direaksikan dengan

yang direaksikan dengan air, mentega, dan minyak. Pertama CCl4 dan CHCl3 yang

direaksikan dengan air yaitu tidak larut, karena membetuk 2 fasa. Hal ini disebabkan

9
karena CCl4 dan CHCl3 bersifat non polar, sedangkan air bersifat polar. Terbentuk 2

fasa karena CCl4 dan CHCl3 mempunyai berat massa lebih berat dibanding air, CCl4

(6 g/cm3) dan CHCl3 (1,49 g/cm3) sedangkan air (1 g/cm3). Kedua CCl4

dan CHCl3 yang direaksikan dengan minyak yaitu larut karena membentuk 1 fasa.

Hal ini disebabkan karena kedua senyawa halogen (CCl4 dan CHCl3) dan minya

bersifat non polar. Dan ketiga, CCl4 dan CHCl3 yang direaksikan dengan mentega

bersifat non polar.

4.2 Reaktifitas Senyawa Halogen Organik

Tabel 2. Reaktifitas Senyawa Halogen Organik

Perubahan yang terjadi Keterangan


Bahan
NaI AgNO3 NaI
AgNO3
Putih terdapat Kuning
Benzilklorida Bereaksi Bereaksi
endapan bening

Agak Keruh, ada Bening, ada Bereaksi


Klorobenzen Bereaksi
endapan endapan
Bening, tidak
Keruh, ada Tidak
Kloroform ada Bereaksi
endapan beraksi
perubahan
Bening, tidak
Bening, tidak ada Tidak
Dikorometan ada Tidak beraksi
perubahan beraksi
perubahan
2. Reaksi Reaktifitas Senyawa Halogen Organik

10
1. Cl NO3

+ AgNO3 + AgNO3

2.
CH2Cl

+ AgNO3

3. CHCl3 AgNO3
+

4. CH2Cl2 + AgNO3

5.
Cl I

+ NaI + NaCl

6. CH2Cl

+ NaI

7. NaI
CHCl3 +
8. 2NaI
CH2Cl2 +

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui reaktifitas senyawa halogen

organik yaitu dengan mereaksikannya dengan AgNO3 dan NaI. Senyawa halogen

yang digunakan yaitu benziklorida, klorobenzen, kloroform, dan diklorometan.

Pertama, AgNO3 dan NaI dengan benzilklorida yaitu bereaksi, karena AgNO3 dan

benzilklorida berubah warna karena tercampur menjadi putih dan terdapat endapan,

sedangakan NaI dan benzilkorida berubah warna menjadi kuning bening, tapi tidak

terdapat endapan. Kedua AgNO3 dan NaI dengan klorobenzen itu tidak bereaksi.

Warnanya tetap bening dan tidak terdapat endapan. Ketiga dan keempat yaitu,

11
AgNO3 dan NaI dengan kloroform dan AgNO3 dan NaI dengan diklorometan tidak

bereaksi juga, tidak ada perubahan, warnanya tetap bening dan tidak terdapat

endapan.

Padahal menurut teori urutan reaktifitasnya yaitu diklorometana> kloroform>

klorobenzen> benzilklorida, tapi berdasarkan percobaan yang telah dilakukan yang

cepat bereaksi atau yang hanya bereaksi adalah benzilklorida. Hal ini disebabkan

karena kurangnya keterampilan praktikan, faktor bahan yang mungkin kurang baik,

alat yang digunakan mungkin kurang bersih sehingga tidak steril, dan faktor lainnya.

12
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Senyawa halogen organik (CCl4 dan CHCl3) tidak dapat larut dalam air, namun

larut dalam senyawa organik seperti minyak dan mentega. Sehingga senyawa

halogen organik (CCl4 dan CHCl3) termasuk senyawa nonpolar.

2. Senyawa benzil klorida, kloro benzen, kloroform dan diklorometan bereaksi

terhadap AgNO3/alcohol membentuk endapan putih, namun tidak bereaksi

dengan NaI/aseton.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Laboratorium

Saran untuk laboratorium yaitu sekiranya menjaga kebersihan laboratorium

serta laboratorium diberi kipas tiap ruangannya dan juga memperhatikan alat-alat

laboratorium yang mulai rusak.

13
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R. J., Fessenden, J, S., 2003, Dasar-Dasar Kima Organik, Binarupa


Aksara, Jakarta.

Hawthorne, B., Hagenstein, H. F., Wood, E., Smith, J., dan Hanks, T., 2013,
Study of the Halogen Bonding between Pyridine and Perfluoroalkyl Iodide
in Solution Phase Using the Combination of FTIR and 19F NMR,
International Journal of Spectroscopy, 3(1):1-11.

Shrestha, B., dan Giri, R., 2015, Copper-catalyzed Arylation of Alkyl Halides With
Aryl Aluminum Reagents, Beilstein J. Org. Chem, 11, 24002407.

Sooducho, J., Olech, K., wist, A., Zajc, D., dan Cabaj, J., 2013, Recent
Advances of Modern Protocol for C-C BondsThe Suzuki Cross-Coupling,
Faculty of Chemistry, Wrocaw University of Technology, 3(1):19-32.

Tim Dosen Kimia, 2013, Kimia Organik, UPT MKU Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Widajatno, R, L., dan Effendy, E., 1994, Biodegradasi 2,4-Diklorofenol oleh Bakteri
Alcaligenes Sp dan Bacillus Sp, JUurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 1(2), 41-
42.

14

Anda mungkin juga menyukai