Kimia Dasar II
D131221055
KELOMPOK I
HIDROKARBON
D131221055
N
I
M
.
D
1
3
1
2
2
1
0
5
5
BAB 1
PENDAHULUAN
Larutan terdiri atas cairan yang melarutkan zat (pelarut) dan zat yang larut
didalamnya (zat terlarut). Zat terlarut, yaitu zat yang dilarutkan ke dalam pelarut
dan jumlahnya lebih sedikit daripada pelarut. Sedangkan pelarut adalah zat yang
digunakan untuk melarutkan zat terlarut dan jumlahnya lebih besar daripada zat
terlarut. Pelarut tidak harus cairan, tetapi dapat berupa padatan atau gas asal dapat
melarutkan zat lain. Sistem semacam ini disebut dengan sistem dispersi. Untuk
sistem dispersi, zat yang berfungsi seperti pelarut disebut medium pendispersi,
sementara zat yang berperan seperti zat terlarut disebut dengan zat terdispersi
konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Kelarutan
suatu senyawa itu sendiri tergantung pada beberapa hal, yaitu sifat fisika kimia zat
pelarut dan zat terlarut yang digunakan, temperatur, pH larutan, adanya ion
sejenis, dan juga besar tekanan untuk jumlah lebih kecil yang tergantung pada hal
Kelarutan dari suatu zat sangat bergantung pada pelarutannya sendiri serta
suhu dan juga tekanan pada proses melarutkan yang sedang terjadi. Tingkat dari
suatu zat dalam pelarut diukur sebagai konsentrasi jenuhnya (saturation) yang
artinya penambahan suatu solute tidak akan membuat konsentrasi dalam larutan
meningkat. Secara umum pelarut adalah suatu cairan yang digunakan dalam
Polar.
NaI/aseton.
organic dalam senyawa polar (akuades) dan senyawa nonpolar (minyak dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dari Tabel Periodik) terdiri dari enam unsur: unsur stabil fluor (F), klor (Cl), brom
(Br), yodium (I), unsur radioaktif astatin (At), dan yang dibuat secara artifisial
elemen tennessine. Mereka diberi nama ¨halogen¨ yang artinya ¨penghasil garam¨,
kata ini diambil dari dua kata Yunani yaitu hal- (¨garam¨) dan -gen (¨untuk
menghasilkan¨) hal ini menurut oleh ahli kimia Swedia yang bernama Baron Jöns
Jakob Berzelius pada tahun 1842. Sesuai namanya, halogen membentuk berbagai
macam garam, termasuk natrium klorida (NaCl), kalsium fluorida (CaF2), perak
bumi, termasuk air laut dan sedimen. Dalam ekosistem terestrial, senyawa halogen
anorganik terutama hadir sebagai anion berair atau halida (Teferi, 2022).
kloro-, bromo-, iodo, dan lain-lain tergantung dari halogennya. Gugus yang lebih
dari satu dinamai dikloro, trikloro-, atau lainnya dan gugus yang berbeda dinamai
(Roni, 2021).
pada sisi kanan dalam tabel periodik memiliki afinitas elektron yang tinggi dan
disebut unsur-unsur elektronegatif. Ikatan yang dapat dibentuk oleh unsur yang
memiliki energi onisasi rendah dengan unsur yang memiliki afinitas elektron
tinggi disebut ikatan ionik. Contohnya adalah natrium klorida (NaCl). Di dalam
molekul NaCl, ion Na +¿¿ dan Cl−¿¿berikatan melalui gaya elektrostatik. Contoh
lain yang mirip dapat dilihat pada ikatan potasium fluorida dan litium bromida
(Prasojo, 2018).
bersih antara daerah elektrofilik yang terkait dengan atom halogen dalam entitas
molekul dengan daerah nukleofilik di tempat lain, atau bisa disebut entitas
molekul yang sama. Ikatan halogen tipikal dilambangkan dengan tiga titik, yaitu
di R–XY. R–X adalah donor ikatan halogen, X adalah setiap atom halogen dengan
terjadinya ikatan halogen mungkin eksperimental atau teoretis, atau lebih baik,
kombinasi keduanya. Beberapa fitur yang berguna sebagai indikasi untuk ikatan
halogen, tidak harus lengkap. Semakin besar jumlah fitur yang terpenuhi, maka
Kelompok unsur halogen mencakup empat unsur stabil, yaitu fluor (F),
klorin (Cl), bromin (Br), dan yodium (I), serta astatin unsur radioaktif berumur
pendek (At) yang hanya ada sedikit di kerak bumi. Halogen berada dan
menempati grup 17 dari unsur tabel periodik dan ditandai dengan S2 konfigurasi
kulit elektron terluar atau P5. Hal ini sangat memungkinkan kemampuan dari
karakteristik senyawa halogen untuk membentuk suatu unsur halida anion dalam
garam yang berikatan secara ionik. Halogen yang berat bisa ada di beberapa
ikatan valensi. Bagaimanapun, jika terdapat sejumlah jari-jari atom halogen dan
jari-jari ionik dari ion halida umum, yang keduanya memiliki valensi 1, maka
hidrogen dalam susunan molekul organik, jadi kita dapat menjumlahkan jumlah
dari C4H6Br2 akan setara dengan rumus dari hidrokarbonbon (C 4H8) dan dengan
2016).
halogen, dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu alkil-halida, aril-halida (dimana
sebuah halogen terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin aromatik) dan halida
vinilik (dimana sebuah halogen terikat pada sebuah karbon berikatan rangkap). R
ialah lambang untuk sebuah gugus aromatik atau aril. Atom halogen (F,Cl,Br,
atau I) dapat diwakili oleh X. Dengan menggunakan lambang-umum, maka alkil-
halida ialah RX. Dan aril-halida seperti bromobenzena-(C 6H5Br) ialah: ArX.
Ikatan sigma karbon halogen terbentuk oleh silang menindihnya suatu orbital
atom halogen dan suatu orbital hibrida atom karbon. Tak dapat dipastikan
halogen hanya membentuk satu ikatan kovalen dan karena itu tak terdapat sudut
katan di sekitar atom ini. Namun karbon menggunakan orbital hibrida yang sama
tipenya untuk mengikat halogen, hidrogen maupun atom karbon lain. Sebuah
dipolarisasi. Oleh karena itu alkil halida bersifat polar. Suatu atom halogen dalam
sebuah senyawa organik adalah suatu gugus fungsional, dan ikatan C-X
jumlah vektor dari momen ikatan dalam molekul. Karena adisi vektor
menyangkut arah maupun besarnya momen ikatan, maka momen dipole adalah
atom karbon terikat pada halogen (- X). Bromin dan klorin dengan cepat
penambahan Cl2 ke etilena. Produk ini digunakan baik sebagai pelarut maupun
sebagai awal bahan untuk pembuatan poli (vinil klorida), PVC. Fluor terlalu
reaktif dan sulit dikendalikan untuk sebagian besar aplikasi laboratorium, dan
terjadi di alam seperti yang terjadi di laboratorium tetapi terbatas terutama pada
disebut sebagai parafin, sebuah kata yang berasal dari bahasa Latin parum affinis,
yang berarti "kedekatan kecil". Istilah ini secara tepat menggambarkan perilaku
mereka, karena alkana menunjukkan sedikit afinitas kimiawi terhadap zat lain dan
inert secara kimiawi terhadap sebagian besar dari reagen laboratorium. Mereka
juga memiliki sifat relatif lembam biologis dan tidak sering terlibat dalam kimia
organisme hidup. Namun, alkana bereaksi dengan oksigen, halogen, dan beberapa
zat lainnya di bawah kondisi yang sesuai. Terlepas dari keterbatasan klorinasi
radikal dari alkana, reaksinya masih sangat berguna untuk mensintesis senyawa
Halogenasi alkana yaitu penggantian satu atau lebih atom hidrogen oleh
atom halogen adalah jenis reaksi lain yang dialami oleh alkana. Ketika campuran
metana dan klorin dipanaskan di atas 100°C atau disinari dengan cahaya dengan
panjang gelombang yang sesuai. Alkana yang satu atau lebih atom hidrogennya
telah digantikan oleh atom halogen disebut alkil halida. Di antara sejumlah besar
alkil halida, yang paling terkenal adalah kloroform (CHCl3), karbon tetraklorida
Alkena memiliki rumus umum CnH 2n, dimana n = 2, 3,…Alkena yang paling
sederhana adalah C2H4, dimana kedua atom karbonnya adalah hibridisasi Sp2 dan
ikatan rangkapnya terdiri dari ikatan sigma dan ikatan phi (π). Etilena adalah zat
yang sangat penting karena digunakan dalam jumlah besar untuk pembuatan
polimer organik dan dalam pembuatan banyak bahan kimia organik lainnya.
termal dari hidrokarbon besar menjadi molekul yang lebih kecil. (Chang and
Overby, 2019).
dan bahan awal untuk membentuk polivinilklorida (PVC). Fluorin sangat reaktif
sehingga keduanya jarang digunakan. Berdasarkan apa yang telah kita pelajari
Br+¿ ¿pada alkena menghasilkan karbokation yang bereaksi lebih lanjut dengan Br¿
dipertanggungjawabkan, tetapi tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Hal ini jelas
apabila kita tinjau dari segi stereokimia. Ketika suatu sikloalkena diadisi oleh Br 2
maka yang terbentuk hanya isomer trans saja. Kita menyebut reaksinya sebagai
antistereokimia, artinya atom bromin menyerang dari kedua sisi yang berlawanan
pada ikatan rangkap, satu dari sisi atas sedangkan yang satu dari sisi bawah.
terbentuk bukanlah karbokation, tetapi ion bromonium (R2 Br+¿ ¿). Ion tersebut
dibentuk dalam satu tahap melalui interaksi alkena dengan Br2 dan secara
dengan karbon substrat yang mengandung gugus pergi. Reaksi substitusi ini
disebut sebagai reaksi SN2. Mekanisme reaksi SN2 ialah proses mekanisme yang
dilakukan dalam satu tahap saja, dimana ketika ikatan pada gugus pergi mulai
menggunakan aseton sebagai pelarut, laju reaksi akan terjadi secara lambat.
Dalam reaksi bimolekular, laju reaksi ini tergantung pada konsentrasi dari
keduanya, yaitu alkil klorida dan ion hidroksida. Reaksi SN2 terjadi ketika adanya
serangan nukleofil pada substrat primer dan sebagian pada substrat sekunder.
Reaksi substrat sekunder tergantung pada nukleofil dan gugus pergi. Substrat
tersier sulit untuk mengalami reaksi dengan mekanisme S N2. Sebagian besar
kecepatan reaksi SN2 dipengaruhi oleh jenis pelarut. Reaksi SN2 akan berlangsung
baik jika menggunakan pelarut polar aprotik (pelarut polar yang tidak
mengandung gugus OH dan NH2). Pelarut ini menaikkan kecepatan reaksi SN2
dipol besar dan dapat melarutkan spesi positif dari kutub negatif yang
mekanisme reaksi substitusi SN1 dan SN2. Mekanisme reaksi SN1 ialah suatu
reaksi SN2 hanya terdiri dari satu tahap saja. Perbedaan dari reaksi S N1 dan SN2
kemudian diikuti oleh reaksi dengan nukleofil. Reaksi ini dinamakan reaksi SN1.
subtitusi tersebut meliputi dua tahap reaksi. Pada tahap pertama, ikatan pada
substrat yaitu ikatan antara atom karbon dan atom halogen akan putus sehingga
terbentuklah karbokation dan gugus pergi. Pada proses tahap pertama ini
berlangsung secara lambat. Pada tahap kedua, karbokation akan pergi dan
kedua ini mekanisme dari SN1 berlangsung secara cepat. Pada umumnya proses
SN1 terjadi dengan menggunakan air sebagai pelarut atau kopelarut, karena air
mengandung substrat dan gugus pergi. Reaksi SN1 yang terjadi pada suatu pelarut
diketahui bahwa reaksi SN1 terjadi hanya dalam media yang mengandung air saja.
Pada tahap pertama mekanisme ini terdapat adanya kendala dalam laju
reaksi antar senyawa, yaitu pada laju pembentukan karbokation. Sedangkan reaksi
berlangsung cepat apabila gugus yang terdapat pada substrat merupakan alkil
tersier dan paling lambat bila gugusnya adalah alkil primer. Hal ini dapat terjadi
sama dengan urutan kestabilan dari karbokation (3° > 2° > 1°). Artinya, semakin
mudah pembentukan karbokation, maka semakin cepat reaksinya berlangsung.
Pada tahap pertama dalam mekanisme reaksi S N1 adalah tahap pembentukan ion,
sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut yang bersifat
dapat diubah dari SN2 menjadi SN1 dengan mengubah pelarutnya dari 95%
aseton-5% air (relative tidak-polar) menjadi 50% aseton dan 50% air (lebih polar,
BAB III
METODE PERCOBAAN
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu tabung reaksi, rak tabung,
0,5 mL CCl4. Kemudian tabung rekasi (1) diisi dengan beberapa tetes air, tabung
reaksi (2) diisi dengan beberapa tetes minyak, dan tabung (3) diisi dengan
beberapa tetes mentega yang telah dicairkan. Setelah itu, dihomogenkan dan
(1) Kloro benzen, (2) kloroform, (3) benzil klorida, dan (4) diklorometan. Setelah
itu dihomogenkan dengan agak kuat dan amati serta dicatat perubahan yang
terjadi.
Kloro benzen, (2) kloroform, (3) benzil klorida, dan (4) diklorometan. Setelah itu
dihomogenkan dengan agak kuat dan amati serta dicatat perubahan yang terjadi.
BAB IV
tidak bereaksi
Kloroform tidak ada perubahan
tidak bereaksi
Diklorometan tidak ada perubahan tidak berekasi
4.2 Reaksi
OH
+ AgNO3
4. Reaksi Diklorometan dengan AgNO3/Alkohol
H
C Cl
Cl Cl + AgNO3 OH
+ NaI + NaCl
+ NaI
C
Cl
Cl Cl
4.3 Pembahasan
Diketahui bahwa terdapat dua jenis pelarut yaitu pelarut polar dan pelarut
non polar. Peelarut polar adalah pelarut yang memiliki momen dipol yang besar,
sedangkan pelarut non polar adalah pelarut yang tidak memiliki momen dipol.
Senyawa halogen organik biasanya bersifat non polar karena atom halogen
halogen. Muatan negatif pada atom halogen akan pada menarik muatan positif
pada atom karbon sehingga senyawa halogen organic akan memiliki momen dipol
yakni air, minyak, dan mentega yang sudah dicairkan. Air adalah pelarut polar
sedangkan minyak dan mentega adalah pelarut non polar. Pada percobaan
dicampur sengan CCl4 dan yang kedua bahan-bahan dicampur dengan CHCl3.
hasil, air menghasilkan 2 fasa pada CCl4 dan 2 fasa pada CHCl3, dinyatakan polar.
Selanjutnya, minyak menghasilkan 1 fasa pada CCl4 dan 1 fasa pada CHCl3,
dinyatakan non polar. Bahan terakhir yaitu mentega yang sudah dicairkan, bahan
ini menghasilkan 1 fasa pada CCl4 dan 1 fasa pada CHCl3, dinyatakan nonpolar.
organilk dapat dipengaruhi oleh sifat polar atau non-polar dari senyawa tersebut
Pada percobaan reaktivitas senyawa halogen organik ini, dilakukan dua kali
senyawa AgNO3/ alkohol. Percobaan kedua adalah senyawa halogen organik yaitu
elektrofilik adalah reaksi dimana suatu atom atau gugus fungsi elektrofilik
adanya perubahan warna dan membentauk endapan putih. Sedangkan pada Kloro
namun hanya menunjukkan perubahan warna dari larutan bening menjadi keruh.
melalui mekanisme SN1 atau SN2, tergantung pada struktur molekul senyawa
halogen organik. Senyawa halogen organik yang memiliki gugus halogen yang
5.1 Kesimpulan
1. Senyawa halogen organik yaitu CCl4 tidak dapat larut dalam pelarut polar
(akuades) dan dapat larut dalam pelarut nonpolar (minyak dan mentega cair).
2. Senyawa halogen organik yang tidak dapat bereaksi dengan AgNO3/ Alkohol
5.2 Saran
penyimpanan tas, agar tas tidak ditaruh sembarangan dan agar kelihatan lebih rapi.
Penjelasan dari kakak sangat mudah dipahami, dan juga kakak sangat
Andriani, N., 2019, Mekanisme Reaksi Subtitusi Nukleofilik SN1 dan SN2 dengan
Senyawa Halogen Organik, NINAADRIANI, 1(11): 1-6.
Chang, R., dan Jason, O., 2019, Chemistry 13th Edition, New York: McGraw-Hill
Education.
Desiraju, G. R., Ho, P. S., Kloo, R., Legon, A. C., Marquardt, R., Metrangolo, P.,
Politzer, P., Resnati, G., & Rissanen, K., 2013, Definition of the Halogen
Bond, Definition of the Halogen Bond (IUPAC Recommendations 2013),
85(8): 1-3.
McMurry, J., 2016, Organic Chemistry 9th Edition, New York: Cengage
Learning.
0,5 mL CHCl3
- Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang bersih dan kering.
masing.
Hasil
1 mL AgNO3/alkohol
- Disiapkan 3 buah tabung reaksi yang bersih dan kering.
sebanyak 1 mL AgNO3/alcohol.