“HALOGEN ORGANIK”
Tugas ini ditujukkan untuk memenuhi nilai mata kuliah Kimia farmasi Analasis
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Halogen Organik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati
dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Bandung, 2019
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak seyawa halogen organik bersifat racun (toxic) dan harus digunakan
dengan hati-hati. Misalnya, pelarut-pelarut karbon tetraklorida (CCl4) dan
Kloroform (CHCl3) mengakibatkan kerusakan hati bila dihirup berlebihan.
Insketisida yang mengandung halogen-halogen (seperti DDt) digunakan secara
meluas dalam pertanian, namun penggunaan itu merosot akhir-akhir ini karena efek
yang merusak lingkungan. Dipihak lain beberapa senyawa halogen tampaknya
sangat aman dan beberapa digunakan sebagai pematirasa hirupan. Contoh
anestetikan ini adalah halotana (CF3CHBrCl) dan metoksi flurana
(CG3OCF2CHCl2).
Iodometana Kloroetana
1
Aril halida (ArX):
Klorobenzena
Br
Kloroetana 2-bromo-2-butena
1.3 Tujuan
a. Mengetahui mengenai pengetian halogen
b. Mengetahui jenis senyawa halogen yang dapat dianalisis
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah pembaca dapat bisa
memiliki pemahaman lebih tentang halogen organik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Halogen
Halogen adalah kelompok unsur kimia yang berada pada golongan VII A (17
pada sistem lama) di tabel periodik. Kelompok ini terdiri dari: fluor (F), klor (Cl),
brom (Br), yodium (I), dan astatin (At). Struktur electron masing-masing unsur
tersebut adalah sebagai berikut :
3
1. Fluorin (F)
Fluorin pertama kali ditemukan pada tahun 1670 oleh Schwandhard dan
diisolasikan untuk pertama kali pada tahun 1886 oleh Maisson.
Keberadaan fluorin biasanya dalam fase gas, berbau pedas, berwarna
kuning muda, dan bersifat sangat korosif
2. Klorin (Cl)
Klorin pertama kali ditemukan oleh Scheele pada tahun 1774 dan
selanjutnya pada tahun 1810, nama klorin diberikan oleh Davy.
Keberadaan klorin berupa fase gas, berwarna kuning kehijauan, dapat larut
dalam air, dan mudah bereaksi dengan unsur lain.
3. Bromin (Br)
Penemu bromin adalah Balard pada tahun 1826. Bromin ditemukan dalam
wujud cait berwarna coklat kemerahan, agak mudah menguap, uapnya
berwarna merah, berbau tidak enak, dan dapat mengiritasi mata dan
kerongkongan. Selain itu, bromin juga mudah larut dalam air dan CS2
membentuk larutan kemerahan dengan sifatlebih aktif daripada iodium.
4. Iodin (I)
Iodin pertama kali ditemukan oleh Courtois pada tahun 1811. Iodin
merupakan senyawa non-logam dengan fase padatan berwarna hitam
kebiruan. Sifat iodine sendiri antara lain dapat menguap dalam temperatur
biasa dan membentuk gas keunguan berbau tidak enak.
5. Astatin (At)
Astatin merupakan unsur non-logam radioaktif pertama yang dibuat oleh
Dale R. Corson, Kenneth Ross Mackenzie, dan Emillio Segre pada tahun
1940. Sifat senyawa astatin dapat membentuk senyawa antar halogen
seperti AtI, AtBr, dan AtCl. Selain itu, astatin juga memiliki waktu hidup
tersendiri di dunia karena dapat meluruh dalam hitungan menit dan di
antara unsur halogen lainnya, astatinlah yang paling tidak reaktif.
4
2.2 Senyawa Halogen Organik
2.2.1 Halogen Organik
Senyawa halogen organik adalah tiap senyawa yang mengandung ikatan
antar karbon dan halogen. Biasanya ditemukan dari hasil sumber daya laut seperti
ganggang (rumput laut). Senyawa halogen organik ini dalam kehidupan sehari-hari
dipakai dalam anestesi hisap, pelarut dalam pencucian tanpa air, pestisida,
penghilang lemak, dan zat pendingin. Rumus umum dari senyawa halogen organik
:
1. Alkil Halida (RX)
CH3I CH3CH2Cl
Iodometana kloroetana
2. Aril Halida (ArX)
3. Halida Vinilik
5
2. Vinil Halida
CH-2 = CH – Cl
1-kloro etena
3. Aril Halida
Br
Cl
2-kloro butana
Dalam system IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan suatu awalan
halo-. Banyak alkil halide yang lazim, mempunyai nama gugus-fungsional trivial.
Dalam nama-nama ini, nama gugus alkil disebut lebih dahulu, diikuti nama
halidanya.
6
Rapatan
Td,
Nama IUPAC Nama trivial Rumus o
pada 20oC
C
g/mL
Klorometana Metil klorida CH3Cl -24 Gas
Metilena
Diklorometana CH2Cl2 40 1,34
klorida
Triklorometana Kloroform CHCl3 61 1,49
Karbon
Tetraklorometana CCl4 77 1,60
tetraklorida
Bromometana Metil bromide CH3Br 5 Gas
Iodometana Metil iodida CH3I 43 2,28
Tabel 2.1 Nama IUPAC Sifat fisika beberapa alkane terhalogenasikan
7
b) Aril halida
Sifat fisik aril halida adalah wujud fisikanya ditentukan oleh jumlah
atom halogen yang dikandungnya, hanya dapat larut dalam pelarut-pelarut
organik danb berat jenisnya serta titik didihnya meningkat mengikuti urutan
F – Cl – Br – I
8
b. Reksi eliminasi
Dalam reaksi eliminasi suatu molekul kehilangan atom-atom atau
ion-ion dalam strukturnya. Contoh :
Br
Dengan logam Li
Contoh: C2H5 – Br + 2Li C2H5Li + LiBr
9
Contoh : CH2 = CH2 + HCl CH2Cl – CH3
c) Halogenasi langsung alkana dengan katalis cahaya atau panas
Contoh : CH3CH2CH2CH2CH3 + Cl2
CH2ClCH2CH2CH2CH3 +
HCl
d) Reaksi Hunsdiecker atau Borodine – Hunsdicker
Contoh : CH3 – C = O + Br2 CH3 – Br + CO2 + AgBr
O – Ag
e) Aril halida
Klorobenzena dan bromobenzena dapat diperoleh dari reaksi
langsung halogen dengan benzena pada temperatur kamar dengan
menggunakan “halogen carrier” (FeCl3/FeBr3/AlBr3)
Contoh:
FeCl3
C6H6 + Cl2 C6H5Cl
Semua senyawa aril halida dapat dibuat dengan menggunakan bahan
dasar amina aromatik primer yang sesuai melalui sintesis garam
diazonium dan reaksi Sandmeyer.
Khusus untuk klorobenzena dapat pula dibuat menurut proses
Raschig, yaitu dengan melewatkan campuran benzena, HCl, dan
oksigen diatas katalis CuCl2 pada 250oC.
C6H6 + HCl + O2 C6H5Cl + H2O
CuCl2
10
Konstanta kesetimbangan reaksi pengendapan untuk reaksi tersebut adalah:
Ksp = [Ag+] [X]
1. Metode Mohr
Prinsip : AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl
yang berwarna putih. Bila semua Cl sudah habis bereaksi dengan Ag+ dari
AgNO3, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari
indikator K2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti TAT telah dicapai, yaitu
terbetuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4.
11
a. Standardisasi larutan AgNO3 dengan larutan standar NaCl
(menggunakan metode mohr)
Cara Kerja:
1) Siapkan larutan NaCl 0,1000 N sebanyak 1000 ml dengan cara
melarutkan 5,80 gram NaCl p.a (telah dikeringkan dalam oven
110oC selama 1 jam) dengan aquades di dalam labu ukur 1000 ml.
2) Siapkan larutan AgNO3 0,1000 N sebanyak 500 ml dengan cara
melarutkan 9,00 gram AgNO3 dengan aquades di labu ukur 500 ml.
3) Ambil 25,00 ml NaCl dengan pipet volume, tuangkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, tambah 1,0 ml larutan K2CrO4 2% sebagai
indikator.
4) Titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah disiapkan sampai pertama
kali terbentuk warna merah bata.
5) Percobaan diulang 3 kali
6) Hitung normalitas AgNO3 dengan persamaan
12
3. Titrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai terbentuk warna
merah bata.
4. Percobaan diulang 3 kali.
5. Hitung kadar NaCl dalam garam dapur.
2. Metode Volhard
Prinsip: Sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara
berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halida (X-). Sisa larutan
standar AgNO3 yang tidak bereaksi dengan Cl- didtitrasi dengan larutan
standar tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator besi(III)
(Fe3+).
13
3) Ambil 25,00 ml larutan standar AgNO3 0,1000 N dengan pipet
volume, tuangkan ke dalam erlenmeyer 250ml, tambahkan 5 ml
larutan Fe(NH4)2SO4 1 N sebagai indikator.
4) Titrasi dengan larutan NH4SCN (yang sudah disiapkan) sampai
pertama kali terbentuk warna merah kecoklatan.
5) Percobaan dilakukan 3 kali.
6) Hitung normalitas (N) NH4SCN dengan cara:
14
Fe(NH4)SO41N sebanyak 5 ml. Titik akhir titrasi dicapai pada saat
pertama kali terbentuk warna merah coklat.
7) Percobaan dilakukan 3 kali.
8) Hitung kadar (%) NaCl dalam garam dapur dengan persamaan:
3. Metode Fajans
Prinsip: Pada titrasi Argentometri dengan metode Fajans ada dua tahap
untuk menerangkan titik akhir titrasi dengan indikator absorpsi (fluoresoein).
Selama titrasi berlangsung (sebelum TE) ion halida (X) dalam keadaan
berlebih dan diabsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan
primer.
Ag+ + X AgX : X Na+
Setelah titik ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan
AgNO3 yang ditambahkan Ag+ akan berada pada permukaan primer yang
bermuatan positif menggantikan kedudukan ion halida (X). Bila hal ini terjadi
maka ion indikator (Ind) yang bermuatan negatif akan diabsorpsi oleh Ag+
(atau oleh permukaan absorpsi).
AgX : Ag+ + Ind AgX : Ag+ Ind (merah muda)
Jadi titik akhir titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk.
a. Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan standar NaCl.
Tujuan : Menstandarisasi larutan AgNO3 dengan larutan standar NaCl
secara Argentometri metode Fajans.
Cara Kerja:
1) Siapkan larutan standar NaCl 0,1N dengan cara melarutkan sebanyak
5,8 gram NaCl (yang telah dikeringkan dengan oven selama 1 jam
dengan suhu 110oC) ke dalam 1000ml aquades didalam labu ukur
2) Ambil 25,00 ml larutan NaCl tersebut dengan pipet volume, tuangkan
ke dalam labu erlenmyer 250ml.
15
3) Tambah dengan 0,4 ml indikator diklorofluoroscein dan 0,1 gram
dekstrin.
4) Titrasi dengan larutan AgNO3 0,1 N yang telah disiapkan, sampai
pertama kali terbentuk warna merah muda pada permukaan endapan
AgCl yang terbentuk.
5) Percobaan diulang 3 kali
6) Hitung normalitas larutan AgNO3.
16
2.3.2 Titrasi Iodometri
Titrasi iodometri merupakan rekasi titrasi redoks berdasarkan pada
perpindahan electron antara titran dengan analit. Titrasi iodometri merupakan titrasi
tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi yang besar daripada iodium-iodida atau senyawa yang bersifat
oksidator. Pada iodometri, sampel bersifat oksidator direduksi dengan kalium
iodide herlebihan dan akan menghasilkan iodium yang sekanjutnnya dititrasi
dehgan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume natrium
tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan
setara dengan banyaknya sampel.
a) Penetapan kadar iodium pada garam dapur
1) Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan larutan baku primer KIO3
Pipet 10,0 ml larutan baku KIO3 masukkan ke dalam labu titrasi.
Tambahkan 2 ml H2SO4 2N dalam 8 ml larutan KI 10% lalu kocok. Larutan
tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 sampai larutan bewarna kuning muda
kemudian encerkan dengan aquadest sampai volume 20 ml. tambahkan 2 tetes
amilum. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Titrasi dilakukan
dua kali pengulangan.
2) Penentuan kadar iodium pada garam dapur
Ditimbang 50000 gram sampel garam. Diencerkan dengan 20 ml aquadest,
ditambahkan 8 ml larutan KI 10%, tambahkan 5 ml asam sulfat 2N. dititrasi
dengan larutan natrium Thiosulfat yang telah diketahui normalitasnya. Saat
warna kuning iodium hampir hilang, titrasi dihentikan dan ditambahkan
indikator amilum 2-4 tetes. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru larutan tepat
hilang, dihitung kadar iodium dalam garam dapur.
3) Massa gram yang ditimbang
Garam dapur Massa (gram)
Massa I 50066
Massa II 50012
Masa rata-rata 50039
17
Volume titrasi (ml)
Titrasi I 3,3
Titrasi II 3,35
Rata-rata 3,325
Analisa perhitungan
Pembakuan KIO3
Nbp = 0.3520 gram/Mr x 1000/100 x valensi
Nbp = 0.3250 gram/214 x 10 x 6
= 0.0987 N
(V . N) KIO3 = (V . N) Na2S203
10 . 0.0987 = 10.075 . N
N Hidrosulfit Na = 0.0979
Mmol = mmol/valensi
= 0.0129/6
= 0.00125 mmol
Massa KIO3 = mmol x Mr KIO3
= 0.00125 mmol x 214 mg/mol
= 0.4601 mg
I - = Ar I/ Mr KIO3 x massa KIO3
18
= 127/214 x 4601 mg
= 0.27305 mg
Kadar I - = Massa I/massa garam
= 0.27305 mg/5.0039 x 10-3kg
= 54.56 ppm
2.3.3 Gravitimetri
Gravimetri adalah metode analisis kuntitatip unsur atau senyawa
berdasarkan bobotnya yang diawali dengan pengendapan dan diikuti dengan
pemisahan dan pemanasan endapan dan diakhiri dengan penimbanghan. Untuk
memperoleh keberhasilan pada analisis secara gravimetric, maka harus
memperhatikan tiga hal berikut ;
1) Unsur atau senyawa yang ditentukan harus terendapkan secara sempurna.
2) Bentuk endapan yang ditimbang harus diketahui dengan pasti rumus
molekulnya.
3) Endapan yang diperoleh harus murni dan mudah ditimbang.
Dalam analisis gravimetri meliputi beberapa tahap sebagai berikut ;
1) Pelarutan sample (untuk sample padat).
2) Pembentukan endapan dengan menambahkan pereaksi pengendap secara
berlebih agar semua unsur/senyawa diendapkan oleh pereaksi.
Pengendapan dilakukan pada suhu tertentu dan pH tertentu yang
merupakan kondisi optimum reaksi pengendapan. Tahap ini merupakan
tahap paling penting.
3) Penyaringan endapan.
4) Pencucian endapan, dengan cara menyiram endapan di dalam penyaring
dengan larutan tertentu.
5) Pengeringan endapan sampai mencapai berat konstan. f). Penimbangan
endapan.
6) Perhitungan:
19
Penentuan senyawa klorida dengan gravimetri
Prinsip : Ion klorida dalam larutan diendapkan dari larutan asam sebagai perak
klorida (AgCl).
Cl + Ag+ → AgCl (endapan)
Endapan yang terbentuk mula – mula berbentuk koloid tetapi kemudian akan
menggumpal membentuk agregat. Endapan yang terbentuk mudah tersebut dicuci
dan disaring. Sebagai pencuci digunakan larutan asam nitrat (HNO3) encer. Air
tidak dapat digunakan sebagai pencuci. Perak klorida yang terbentuk disaring
melalui sintered-glass crucible, bukan dengan kertas saring karena AgCl mudah
direduksi menjadi Ag bebas oleh karbon dalam kertas saring selama pembakaran
kertas saring.
Menetapkan kadar klorida dalam suatu sampel dengan cara mengendapkan
ion klorida yang ada dalam sampel menggunakan perak nitrat (AgNO3). Cara kerja
dengan :
Dapatkan sampel yang mengandung ion klorida yang larut dan keringkan
dalam oven sekitar 1 jam dengan suhu 1100 C.
Dinginkan dalam desikator
Timbang sekitar 0,4 – 0,7 gram sampel tersebut di dalam beaker glass 400
ml.
Tambahkan 150 ml aquades bebas khlorida dan 0,5 ml (10 tetes) asam
nitrat (HNO3) pekat.
Aduk sampai merata dengan batang pengaduk dan tinggalkan batang
pengaduk pada beaker glass.
20
Anggap sampel tersebut adalah NaCl murni dan hitung milimol AgNO3
yang dibutuhkan untuk mengendapkan.
Contoh : 410 mg sampel = 410/58,5 = 7 mmol NaCl 7 mmol NaCl = 7
mmol AgNO3 Jika tersedia larutan AgNO3 0,5 M, maka larutan AgNO3
0,5 M yang diperlukan 7/0,5 = 14 ml
Tambahkan larutan AgNO3 tersebut secara perlahan- lahan sambil
diaduk dan lebihkan 10% penambahan larutan AgNO3.
Panaskan beaker sampai hampir mendidih sambil diaduk terus menerus.
Hindarkan beaker dari sinar matahari langsung.
Tambahkan satu dua tetes larutan AgNO3 untuk mengetahui apakah
semua khlorida dalam sampel telah diendapkan atau belum. Bila dengan
penambahan larutan menjadi keruh, tambahkan lagi AgNO3 dan panaskan
kembali. Dan perlu diperiksa kembali dengan penambahan satu dua tetes
larutan AgNO3. Dinginkan larutan dan tutup dengan kaca arloji sekitar
satu jam.
Penyaringan dan Penimbangan
Tempatkan sintered – glass crucible (yang telah ditimbang) pada
perlengkapan penghisap.
Tuangkan larutan sampel yang telah diendapkan ion kloridanya ke
crucible.
Cuci endapan dengan larutan HNO3 encer (0,6 ml HNO3 pekat dalam 200
ml), juga sisa yang ada dalam beaker glass beberapa kali. 45
Keringkan endapan didalam oven selama 2 jam dengan suhu 110°C.
Dinginkan dalam desikator
Timbang endapan yang telah dingin
Hitung kadar khlorida dalam sampel menggunakan BA Cl = 35,45 dan BM
AgCl = 143,32.
21
2.4 Contoh Senyawa Obat Yang Dianalisis
PAPAVERIN HCl
Papaverin HCl termasuk dalam senyawa garam-garam klorida.
Digunakan indikator K2CrO4 (metode Mohr) karena lebih mudah
membentuk endapan dengan AgNO3 sehingga lebih mudah diamati dan
dilihat titik akhir titrasinya. AgNO3 digunakan sebagai titran.
Contoh lain: Titrasi argentometri dalam dunia farmasi digunakan
untuk penentuan kadar: ammonium klorida, fenoterol hidrobromida, kalium
klorida, klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan sediaan tabletnya,
natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida, dan tiamfenikol
(Rohman, 2007).
Contoh Perhitungan:
Jawab :
22
kemudian dipipet 10,0 ml, dan dititrasi dengan K2CrO4, volume titran
10,20 ml.
Perhitungan N NaCl
Diketahui :
Mg NaCl = 290 mg
V NaCl = 50 ml
V NaCl yang diambil = 10 ml
V AgNO3 = 10,20 ml
Berat
N NaCl = BE x Volume
290 mg
= 58,55 x 50 ml
N NaCl = 0,0991 N
Perhitungan N AgNO3
Diketahui :
V AgNO3 = 10, 20 ml
V NaCl = 10 ml
N NaCl = 0,0970 N
V1 . N1 = V2 . N2
VAgNO3 . NAgNO3 = VNaCl . NNaCl
10,20 . NAgNO3 = 10 . 0,0990
10 . 0,0990
NAgNO3 = 10,20
NAgNO3 = 0,0971 N
23
dicuci dengan air suling sampai bebas NO3-. Filtrat dititrasi dengan
larutan NH4CNS 0,1000 N menggunakan indikator larutan FeCl3 sampai
warna merah intensif. Apabila titran yang diperlukan adalah 11,50 ml,
berapa persen (b/v) kadar klorida dalam sampel infus? (BM AgNO3 =
169,87; BM NaCl = 58,55; BA Cl = 35,5)
Jawab :
Diketahui :
V Infus = 10,0 ml
V AgNO3 = 20,0 ml
N AgNO3 = 0,0971 N
N NH4CNS = 0,1000 N
V NH4CNS = 11,50 ml
mg AgNO3 yang bereaksi dengan NH4CNS
mg P
V.N = BE P mg P = V . N . BE P
V AgNO3 = 11,8225 ml
V AgNO3 yang bereaksi dengan sampel infus
V AgNO3 = V AgNO3 - V AgNO3 yang bereaksi
dengan NH4CNS
= 20 ml – 11,8225 ml
V AgNO3 = 8,1774 ml
24
3. Pada penentuan kadar sampel, dipipet 10,0 ml larutan infus, dimasukkan
ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambah 20,0 ml larutan AgNO3, dikocok
hingga reaksi sempurna. Suspensi disaring dengan cara dekantasi, endapan
dicuci dengan air suling sampai bebas NO3-. Filtrat dititrasi dengan
larutan NH4CNS 0,1000 N menggunakan indikator larutan FeCl3 sampai
warna merah intensif. Apabila titran yang diperlukan adalah 11,50 ml,
berapa persen (b/v) kadar klorida dalam sampel infus? (BM AgNO3 =
169,87; BM NaCl = 58,55; BA Cl = 35,5)
Jawab :
Bobot NaCl dalam infus
mg P
V.N = BE P mg P = V . N . BE P
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Halogen merupakan kelompok unsur kimia yang berada pada golongan
VII A yang terdiri dari Fluor (F), Klor (Cl), Brom (Br), Iodium (I), dan
Astatin (At).
2. Halogen organic disebut juga halide organic. Mempunyai 3 tipe senyawa
organohalogen, yakni Alkil halide (RX), Aril halide (ArX), dan Halida
vinilik.
3. Senyawa halogen dapat dianalisis dengan metode titrimetri yaitu titrasi
argentometri, titrasi iodometri dan gravimetri
3.2 Saran
1. Mahasiswa harus lebih banyak memahami lebih dalam tentang unsur-
unsur kimia.
2. Mahasiswa dapat mengimplementasikan hasil diskusi dalam praktikum.
26
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden Ralph J and Joan S. 1986. Organic Chemistry. Third Edition. Penerbit
Erlangga. Jakarta
27