Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum

Kimia Dasar II
SENYAWA HALOGEN ORGANIK

ATHAR GHANI ISKANDAR

H031221046

KELOMPOK V

LABORATORIUM KIMIA DASAR


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

SENYAWA HALOGEN ORGANIK

Disusun dan diajukan oleh:

ATHAR GHANI ISKANDAR

H031221046

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Makassar, 17 Maret 2023

Asisten, praktikan,

AGNES ALDORA ATHAR GHANI ISKANDAR


NIM.H031 19 1053 NIM.H031 22 1046
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia organik merupakan bagian dari ilmu kimia yang memiliki peran

penting bagi kehidupan manusia. Sebagian besar produk kehidupan sehari-hari

memiliki kandungan senyawa organik. Mulai dari bahan bakar, polimer, bahan

makanan, kosmetika, bahkan sesuatu yang tidak terduga seperti bau roti setelah

dioven, dan bau kambing maupun hewan setelah dimandikan pun mengandung

senyawa organik. Peran kimia organik di bidang farmasi juga sangat penting,

terutama di bidang pencarian senyawa aktif baru sebagai obat. Oleh karena itu,

urgensi mata kuliah dan praktikum kimia organik seharusnya sangat mudah

dijelaskan dan diterima oleh mahasiswa. Walaupun demikian, sebagian besar

mahasiswa masih memiliki pandangan bahwa kimia organik sulit, banyak hafalan,

dan praktikumnya membutuhkan waktu yang paling lama dibandingkan dengan

mata praktikum lainnya. Hal ini mengakibatkan kejenuhan dan kurangnya

motivasi mahasiswa untuk belajar kimia organik baik ketika belajar teori maupun

ketika praktikum (Fauzi’ah dan Diniaty, 2017).

Senyawa halogen organik atau organohalogen termasuk senyawa yang

mengandung atom karbon (C), hidrogen (H), dan halogen. Senyawa halogen

organik terbagi atas tiga kategori berdasarkan dimana halogennya terikat.

Organohalogen pertama yaitu alkil halida dimana halogen terikat pada suatu

gugus alkil, kedua yaitu aril halida dimana halogen terikat pada karbon dari cincin

aromatik dan halida vinilik dimana halogen terikat pada karbon

rangkap (Roni, 2021). Senyawa organik halogenasi banyak dicari dalam berbagai
bidang, misalnya kimia sintesis, medis dan ilmu material. Sama dengan senyawa

alkil halida paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pelarut

seperti kloroform (CHCl3), insektisida dan bahan-bahan dalam sintesis senyawa

organik (Wardiyah, 2016).

Semua atom halogen dalam suatu senyawa organik merupakan sebuah

gugus fungsional. alkil halida mempunyai reaktifitas yang lebih besar

dibandingkan dengan dua jenis lainnya yaitu aromatik dan vinilik (Hart, 2003).

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan percobaan senyawa halogen organik

untuk mengetahui fungsi dan kelarutan serta reaktifitas beberapa senyawa halogen

organik.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kelarutan dan

reaktifitas beberapa senyawa halogen organik serta fungsinya sebagai pelarut.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:

1. mengetahui kelarutan senyawa halogen organik.

2. mengetahui reaktifitas senyawa halogen organik.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan kelarutan suatu senyawa


halogen organik melalui reaksi senyawa halogen organik, yaitu CCl4 dan CHCl3
dengan senyawa polar (akuades) dan non polar (minyak dan mentega) serta untuk
mengetahui reaktifitas senyawa halogen organik yaitu benzil klorida, kloroform,
klorobenzena dan diklorometana yang ditentukan melalui reaksi dengan
AgNO3/alkohol dan NaI/Aseton.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Senyawa Halogen Organik

Halokarbon atau senyawa organik halida adalah sekelompok senyawa

organik yang mengadung fluor (F), klor (Cl), brom (Br), dan iodin (I) yang terikat

secara kovalen. Senyawa ini memiliki rumus umum R-X. Walaupun sangat

sedikit halokarbon dijumpai alam, senyawa ini mudah dibuat dan banyak

dimanfaatkan sebagai anestetika dan insektisida (Willbraham dan Matta, 1992).

Senyawa organik terhalogenasi alami yang disebut 3,5-diiodotyrosin.

Dengan berkembangnya teknik pemisahan dan identifikasi, lebih dari 5000 jenis

halogen organik alami telah ditemukan. Diantaranya, 50,6% adalah klorida

organik, 44,8% adalah bromida organik dan 4,6% adalah iodida atau fluorida

organik. Senyawa yang mengandung hanya karbon (C), hidrogen (H) dan satu

atom. Dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu alkil halida, aril halide dan halida

vinilik Senyawa halogen organik tidak cukup polar untuk larut dalam air, tetapi

dapat larut dalam pelarut organik yang sedikit polar seperti etanol dan

benzena (Xu dkk., 2021).

Unsur-unsur fluor (F), klor (Cl), brom (Br), iodin (I), dan astatin secara

kolektif disebut halogen. Pada 25°C fluor (F) dan klor (Cl) adalah gas, brom (Br)

adalah cairan, dan iodin adalah padatan. Tidak ada isotop astatin yang stabil (non

radioaktif). Nonlogam ini, yang terdapat dalam Golongan 17 dari tabel periodik,

semuanya adalah molekul diatomik yang sangat reaktif yang tidak ditemukan

bebas di alam. Mereka terjadi terutama sebagai garam halida (F, Cl, Br, I-)

(McQuarrie, 2011).
2.2 Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Kelarutan merupakan ukuran banyaknya zat terlarut yang akan melarut

dalam pelarut pada suhu tertentu. Sebutan “yang sejenis melarutkan yang sejenis”

membantu memprediksikan kelamaan zat dalam pelarut. Sebutan ini menyatakan

bahwa dua zat dengan jenis dan besar gaya antar molekul yang sama akan

cenderung saling melarutkan. Sebagai contoh, baik karbon tetraklorida (CCl4)

maupun benzena (C6H6) adalah cairan non polar. Bila kedua cairan ini

dicampurkan, keduanya segera saling melarutkan, sebab tarik-menarik antara

molekul CCl4 dan C6H6 setara besarnya dengan tarik-menarik antara sesama

molekul CCl4 dan C6H6. Bila dua cairan saling melarutkan dengan sempurna

dalam segal perbandingan, keduannya disebut mampu bercampur (miscible).

Alkohol seperti metanol, etanol, dan etilena glikol mampu bercampur

dengan air karena kemampuannya membentuk ikatan hidrogen dengan molekul

air. Aturan yang diberikan memungkinkan memprediksi kelarutan senyawa ionik

tertentu dalam air. Bila natrium klorida dilarutkan dalam air, ion-ionnya

distabilkan dalam lautan melalui hidrasi, yang melibatkan interaksi

ion dipol (Roni dan Herawati, 2020). Secara umum, memberikan acuan awal

bahwa senyawa ionik akan lebih larut dalam pelarut polar, seperti air, cairan

amonia, dan cairan hidrogen florida, dibandingkan dalam pelarut nonpolar, seperti

benzena dan karbon tetraklorida. Karena molekul pelarut non polar tidak memiliki

momen dipol. Yang dinamakan hidrasi. Interaksi antar molekul yang menonjol

antara ion-ion dan senyawa nonpolar ialah interaksi ion dipol terinduksi, yang

jauh lebih lemah dibandingkan interaksi ion dipol (Junwoo dkk., 2020).
2.3 Hubungan Kelarutan dan Kepolaran

Larutan terdiri atas cairan yang melarutkan zat (pelarut) dan zat yang larut

di dalamnya (zat terlarut). Pelarut selalu memiliki jumlah yang lebih banyak

dibandingkan dengan zat terlarut. Pelarut tidak harus cairan, tetapi dapat berupa

padatan atau gas. Sistem semacam ini disebut sistem dispersi. Untuk sistem

dispersi, zat yang berfungsi seperti pelarut disebut medium pendispersi, sementara

zat yang berperan seperti zat terlarut disebut dengan zat terdispersi. Kelarutan

senyawa dapat ditentukan dengan melihat tingkat kepolarannya pada senyawa

lain. Istilah ikatan polar sering digunakan untuk menggambarkan penggunaan atau

pembagian elektron diantara atom-atom (Wolf dkk., 2020).

Teori like dissolves like menyatakan bahwa senyawa yang polar akan larut

dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar.

Hal ini dikarenakan gaya antar molekul yang terbentuk. Pada molekul yang terdiri

atas dua atom yang berlainan daya tarik kedua atom terhadap elektron tidak sama

besar, sehingga elektron-elektron ikatan akan bergeser ke arah atom yang lebih

elektronegatif (Sudrajat, 2016).

Kebanyakan senyawa organohalogen adalah senyawa sintetik dan dikenal

sebagai pelarut. Kloroform termasuk ke dalam pelarut semipolar yang memiliki

nilai indeks bias 1,45 dan merupakan pelarut yang efektif untuk senyawa organik,

seperti minyak. Kloroform mudah larut dalam alkohol dan eter. Sifat kloroform

inilah yang menjadi dasar digunakannya kloroform sebagai pelarut untuk

ekstraksi cair-cair dikarenakan metanol merupakan senyawa

alkohol (Mariana dkk, 2018).


2.4 Kereaktifan Senyawa Halogen

Reaktivitas Fluor yang besar sebagian besar berasal dari energi asosiasi

yang relatif rendah, ukuran standar untuk energi ikatan, dari ikatan F―F (37,7

kilokalori per mol) dan kemampuannya untuk membentuk ikatan kuat yang stabil

dengan semua elemen lainnya. Fluor (F2) dan klorin (Cl2) adalah gas pada suhu

kamar. Brom (Br2) adalah cairan berwarna cokelat kemerahan pada suhu kamar,

selain merkuri satu-satunya unsur yang berwujud cair pada 20°C (68°F) dan

tekanan atmosfer. Yodium (I2) membentuk kristal ungu tua pada kondisi ini.

Dalam keadaan padat unsur-unsur halogen terbentuk kisi-kisi molekul, dan energi

sublimasi meningkat dengan meningkatnya ukuran molekul (Roza, 2010).

Kestabilan suatu molekul dapat diartikan sebagai kemampuan molekul

untuk mempertahankan keadaan relatif stabil dalam waktu yang lama, sedangkan

reaktivitas adalah kemampuan suatu molekul untuk berinteraksi dengan molekul

lain dan mengalami reaksi kimia. Jangka energi yang dimaksud adalah perbedaan

antara energi orbital teratas yang diisi (HOMO) dan orbital terbawah yang kosong

(LUMO) dalam molekul. Semakin besar jangka energi, semakin kecil

kemungkinan reaksi terjadi pada molekul tersebut, dan semakin stabil molekul

tersebut. Sebaliknya, semakin kecil jangka energinya, semakin mudah molekul

tersebut bereaksi dan semakin reaktif molekul tersebut. Maka, jangka energi

yang didapat memberikan gambaran tentang kestabilan dan reaktivitas molekul.

Namun, harus diingat bahwa sifat-sifat kimia molekul sangat kompleks dan

tidak selalu dapat dijelaskan hanya dengan melihat energi gap. Faktor-faktor lain

seperti struktur molekul, interaksi antar molekul, dan kondisi

lingkungan juga dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia molekul

tersebut (Ike dkk., 2018).


BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak, kloro

benzena, diklorometan, mentega cair, NaI/aseton, benzil klorida, kloroform,

AgNO3/alkohol, CCl4, tissue, label, dan akuades

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah rak tabung, pipet tetes,

tabung reaksi, gegep, gelas kimia, kaki tiga, Bunsen, spatula, dan

pematik api

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Disiapkan tiga buah tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 0,5 mL

CHCl3. Tabung reaksi (1) diberi beberapa tetes akuades, lalu dikocok dan

diperhatikan kelarutannya. Tabung reaksi (2) diberikan beberapa tetes mentega

cair, lalu dikocok dan diperhatikan kelarutannya. Tabung reaksi (3) diberi

beberapa tetes minyak, lalu dikocok dan diperhatikan kelarutannya.

3.3.2 Kereaktifan Senyawa Halogen Organik

Disiapkan 4 buah tabung reaksi masing-masing diisi dengan 1 mL

AgNO3/alkohol. Tabung (1) ditambahkan 1-2 tetes kloroform, kemudian

dihomogenkan dan diperhatikan perubahan yang terjadi. Tabung (2) ditambahkan

1-2 tetes benzil klorida, kemudian dihomogenkan dan diperhatikan perubahan

yang terjadi. Tabung (3) ditambahkan 1-2 tetes kloro benzena, kemudian
dihomogenkan dan diperhatikan perubahan yang terjadi. Tabung (4) ditambahkan

1-2 tetes diklorometan, kemudian dihomogenkan dan diperhatikan perubahan

yang terjadi. Diulangi percobaan di atas dengan mengganti AgNO3/alkohol

dengan NaI/aseton.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Kelarutan senyawa halogen organik


Bahan Kelarutan Dalam Keterangan

CCl4 CHCl3

Air 2 Fasa 2 Fasa Tidak Larut

Minyak 1 Fasa 1 Fasa Larut


Mentega 1 Fasa 1 Fasa Larut

Tabel 2. Reaktifitas senyawa halogen organik


Bahan Perubahan yang terjadi Keterangan
AgNO3/Alkohol NaI/Aseton
Benzil Klorida Ada endapan, Keruh, Bereaksi
bereaksi bereaksi
Kloro Benzen Tidak berubah, Tidak Tidak bereaksi
tidak larut berubah, larut
Kloroform Tidak berubah, Tidak Tidak bereaksi
larut berubah, larut

Diklorometan Tidak berubah, Tidak Tidak bereaksi


tidak bereaksi berubah, larut
4.2 Pembahasan

4.2.1 Kelarutan Senyawa Halogen Organik

Pada percobaan kelarutan halogen organik bertujuan untuk mengetahui

kelarutan senyawa halogen organik dalam pelarut polar dan

non polar.Berdasarkan hasil yang diperoleh senyawa halogen organik atau

organohalogen tidak dapat larut dalam air dengan membentuk dua fasa dan dapat

larut dalam minyak maupun mentega cair dengan membentuk satu fasa. Oleh

karena itu, senyawa halogen organik bersifat non polar yang hanya dapat larut

dengan senyawa non polar juga dan merupakan pelarut yang baik untuk senyawa

organik seperti minyak dan mentega cair.

Dari hasil percobaan, setelah CHCl3 dan CCl4 dicampurkan dengan

akuades, hasilnya adalah tidak larut tidak dapat larut dengan membentuk dua fasa

karena CHCl3 dan CCl4 merupakan senyawa organik yang bersifat non polar,

sedangkan akuades merupakan senyawa anorganik yang bersifat polar. Sedangkan

pada percobaan CHCl3 dan CCl4 yang direaksikan dengan minyak dan mentega

yang dapat larut dengan membentuk satu fasa, dikarenakan minyak dan mentega

merupakan senyawa yang bersifat non polar serta CHCl3 dan CCl4 juga

merupakan senyawa non polar sehingga kekuatan tarikan Cl terhadap C lebih

merata karena setiap ikatan memiliki keelektronegatifan yang sama, sedangkan H

tidak berpengaruh dalam distribusi elektron sehingga terjadi ketidakmerataan.

Hal ini sesuai dengan prinsip like dissolves like yaitu pelarut akan

cenderung melarutkan senyawa yang tingkat kepolarannya sama. Dimana

senyawa polar akan larut dalam senyawa polar begitupun senyawa non polar akan

larut dalam senyawa non polar.


4.2.2 Kereaktifitas Senyawa Halogen Organik

Pada percobaan kedua yaitu uji reakitifitas, diperoleh hasil bahwa saat

AgNO3/alkohol direaksikan dengan benzil klorida terjadi reaksi yang ditandai

dengan terbentuknya endapan putih. Ketika AgNO3/alkohol direaksikan dengan

kloro benzena, kloroform, dan diklorometan tidak terjadi perubahan apapun yang

menandakan tidak ada reaksi yang terjadi. Reaksi yang terjadi pada benzil klorida

sudah sesuai dengan teori yang ada, sedangkan pada kloro benzena, kloroform,

dan diklorometan tidak sesuai teori.

Secara teori reaksi antara AgNO3 dengan benzil klorida, kloro benzena,

kloroform, dan diklorometan merupakan reaksi substitusi dimana dalam reaksi

substitusi alkil halida, ion iodida adalah halida yang paling mudah digantikan,

baru ion bromida dan kemudian klorida. Sedangkan F bukan gugus pergi yang

baik karena F merupakan basa yang lebih kuat dari pada ion halida lain, dan

karena ikatan C-F lebih kuat daripada ikatan C- X lain (Wardiyah, 2016).

Sedangkan dengan NaI/aseton yang direaksikan dengan benzil klorida

terjadi reaksi yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih, hal ini tidak

sesuai dengan teori. Kemudian NaI/aseton direaksikan dengan kloro

benzena, kloroform, dan diklorometan namun tidak terjadi perubahan apapun

yang menandakan tidak ada reaksi yang terjadi, hal ini sesuai dengan teori. Secara

teori NaI/aseton dengan benzil klorida, kloro benzena, kloroform, dan

diklorometan tidak dapat bereaksi, yang disebabkan karena keelektronegatifan

Cl lebih besar dibanding I sehingga tidak dapat menggantikan Cl.

Beberapa hasil yang diperoleh tidak sesuai, hal ini bisa disebabkan salah

satunya karena bahan yang sudah rusak ataupun terjadi kontaminasi saat

pengerjaan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa:

1. senyawa halogen organik yaitu CHCl3 dan CCl4 yang terbukti sebagai

senyawa non polar tidak dapat larut dalam akuades yang merupakan pelarut

polar, namun dapat larut dalam mentega dan minyak yang merupakan pelarut

nonpolar.

2. kereaktifan senyawa halogen organik terhadap AgNO3/ alkohol dan NaI/

aseton hanya dapat bereaksi dengan benzil klorida.

5.2 Saran Untuk Praktikum

Saran untuk praktikum, sebaiknya pada saat praktikum dilaksanakan

semua bahan dan alat sudah tersedia dimeja, karena jika bahan maupun alat yang

akan digunakan belum ada akan menyusahkan saat praktikum dilaksanakan.

5.3 Saran Untuk Laboratorium

Sebaiknya semua prasarana yang berada di laboratorium segera diganti

agar memudahkan saat praktikum dilaksanakan dan dapat mengurangi terjadinya

hal yang tidak diinginkan terjadi, karena praktikan maupun asisten lab kesusahan

dengan prasarana yang tersedia untuk saat ini.


DAFTAR PUSTAKA

Fauzi’ah, L. dan Diniaty, A., 2017, Studi Pendahuluan : Penerapan Praktikum


Kimia Organik Berorientasi Aplikasi (Application-Oriented), Jurnal
Pendidikan Sains, 5(1): 41-45.

Fessenden R. J., dan Fessenden J. S., 1990, Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1,
Erlangga, Jakarta.

Hart, H., Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Erlangga, Jakarta.

Junwoo, L., Sang, A, P., Seung, U. R., Dasol, C., Taiho, P dkk., 2020, Green-
Solvent-Processable Organic Semiconductors and Future Directions For
Advanced Organic Electronics, Journal of Materials Chemistry, 8
(41): 22.

Mariana, E., Cahyono, E., Rahayu, E., & Nurcahyo, B., 2018., Validasi Metode
Penetapan Kuantitatif Metanol dalam Urin Menggunakan Gas
Chromatography Flame Ionization Detector, Indonesian Journal of
Chemical Science, 7(3), 277-284.

McQuarrie, Donald A., Peter A. Rock., dan Ethan B. Gallogly. (2011). General
Chemistry. California: University Science Books.
Roni, K. A. dan Legiso., 2021, Kimia Organik, NoerFikri Offset, Palembang.

Roza , G. 2010. The Halogen Elements: Fluorine, Chlorine, Bromine, Iodine,


Astatine (1st ed.). New York: Rosen Publishing Group.Inc.

Setiani, D, I., Muliadi, Limatahu, N, A,. 2018, Analisis Hubungan Kualitatif


antara Struktur dengan Aktivitas Antimikroba Streptocpccus Mutans
Penyebab Sakit Gigi Menggunakan Senyawa Turunan Eugenol, Jurnal
FIKP Universitas Khairun.

Sudrajat, Y., 2016, Kimia Dasar, Pusdik SDM Kesehatan, Jakarta

Wardiyah, 2016, Kimia Organik, Pusdik SDM Kesehatan, Jakarta Selatan.

Willbraham, A. C., dan Matta, M. S., 1992, Pengantar Kimia Organik dan
Hayati, Penerbit ITB, Bandung.

Wolf, J., Huber, F., Erochok, N., Heinen, F., dan Guerin, F., 2020, Activation of
Metal-Halogen Bond by Halogen Bonding, Halogen Bonding
International Journal, 59(1): 16496-16500.

Xu, R., Xie, Y., Tian, J. dan Chen, L., 2021, Adsorbable Organic Halogens in
Contaminated Water Enviroment: A Review of Sources and Removal
Technologies, Journal of Cleaner Production, 12 (5): 283.

Anda mungkin juga menyukai