Anda di halaman 1dari 33

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA


UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

LAPORAN LENGKAP
PERCOBAAN III : ALKIL HALIDA

OLEH :

GOLONGAN 2 C

ANGKATAN 2018

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alkil halida adalah turunan hidrokarbon dalam satu atau lebih

hidrogennya diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrogen

polensi diganti dengan halogen. Bahkan ada senyawa hidrokarbon yang

semua hidrogennya dapat diganti.

Alkil halida juga terjadi di alam, meskipun lebih banyak terjadi

dalam organisme air laut dari pada organisme air tawar halometana

sederhana seperti CHCl3, CCl4, CBr4, CH2l, dan CH3Cl adalah unsur pokok

alga kawai aspagonsi taxiformis. Bahkan ada senyawa alkil halida yang

disolasi dari organisme laut yang memperlihatkan aktivitas biologis yang

menarik.

Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan

halogen sederhana, terutama klorida dan bromida, adalah cikal bakal

sistensi kimia. Maka dalam alkil halida terbagi menjadi beberapa

kelompok yang berbeda tergantung bagaimana posisi atom halogen

dalam rantai atom karbon dan melalui reaksi substitusi halogen dapat

diganti dengan gugus fungsi lain.

Banyak diantara senyawa alkil halida digunakan sebagai anestesi,

pendingin, pestisida, herbisida, fumigasi, dan juga pelarut organik. Dalam

bidang farmasi alkil halida digunakan sebagai pelarut senyawa organik

seperti etanol dan butanol


B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat

mengetahui beberapa reaksi senyawa alkil halida.

2. Tujuan percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui

beberapa reaksi senyawa alkil halida.

C. Prinsip Percobaan

Adapun prinsip percobaan ini adalah untuk memberikan informasi

pemahaman tentang reaksi alkil halida yang dapat digunakan untuk

melakukan identifikasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Senyawa yang hanya mengadung karbon, hydrogen, dan suatu

atom halogen dapat dibagi dalam kategori, yaitu alkil halida (sebuah

halogen terikat pada sebuah karbon dari suatu cincin aromatik) dan aril

halida (sebuah halogen terikat pada sebuah karbon berikatan rangkap).

R didefinisikan sebagai lambag umum untuk sebuah gugus alkil.

Sedangkan Ar adalah lambing untuk sebuah gugus aromatic atau aril.

Atom halogen (F, Cl, Br, atau I) dapat diwakili dengan X. Dengan

menggunakan lambing umum, maka alkil halida adalah RX dan aril halida

seperti bromobenzena (C6H5Br) adalah ArX (Fessenden, 1986).

Senyawa halogen itu sagat penting karena beberapa alasan. Alkil

halida dan aril sederhana, terutama klorida da bromide merupakan reagen

yang berguna dalam sintesis. Melalui reaksi substitusi halogen dapat

digantikan oleh berbagai gugus fungsi. Halida organic dapat dikonversi

menjadi senyawa tak jenuh melalui dehidrohalogenasi. Begitu pula pada

berbagai senyawa halogen, terutama yang mengandung dua atau lebih

atom halogen per molekul, memiliki kegunaan praktis sebagai pelarut,

insektisida, pemadam api, cairan pembersih, refrigerant, dan dalam

polimer seperi Teflon (Hart, 2003).

Alkil halida merupakan nama lain untuk alkana halogen

tersubstitusi. Atom karbon yang terikat atom halogen, memiliki orbital


ikatan hibridisasi spᵌ dan hal ini menunjukkan bentuk tetrahedral

(Ila Rosiawati, 2016).

Alkil halida disebut juga dengan senyawa organohalogen.

Kebanyakan senyawa organohalogen adalah senyawa sintetik, senyawa

ini sangat jarang dijumpai di alam. Organohalogen dikenal sebagai

pelarut, insektisida dan bahan-bahan dalam sintesis senyawa organik.

Banyak senyawa organohalogen yang memiliki toksisitas tinggi sehingga

penggunaannya harus sangat berhati-hati. Misalnya karbo tetraklorida

(CCl4) dan kloroform (CHCl3) yang merupakan bahan pelarut dapat

mengakibatkan kerusakan hati bila dihirup berlebihan. Insektisida

(diklorodifenitrikloroetana atau DDT) yang mengandung organohalogen

yang digunakan dalam bidang pertanian dapat menyebabkan kerusakan

lingkungan (Wardiyah, 2016).

Alkil halida mempunyai berat molekul yang lebih besar dari pada

alkana yang bersesuaian, sehingga alkil halida mempunyai titik didih yang

lebih besar dari pada alkana. Titik didih bertambah dengan naiknya berat

molekul. Naiknya titk didih berkisar 20-30°C setiap penambahan satu

atom karbon, kecuali untuk seri homolog akan menurunkan titk didihnya.

Alkil halida mempunyai sifat fisik, yaitu merupakan sanyawa nonpolar dan

mempunyai interaksi dipol yang rendah atau berkaitan dengan gaya Van

der Waals. Alkil halida tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut

organik (Riswiyanto, 2009).


Alkil halida dapat mengalami reaksi substitusi dan eliminasi. Dalam

reaksi substitusi alkil halida, halida disebut gugus pergi (leaving group)

suatu istilah yang berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari

ikatannya dengan suatu atom karbon. Spesi yang menyerangsuatu alkil

halida dalam suatu reaksi substitusi disebut nukleofil, sering dilambangkan

dengan Nu-. Dalam persamaan reaksi di atas, OH - dan CH3OH- adalah

nukleofil. Umumnya, sebuah nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik

kepada suatu pusat positif jadi sebuah nukleofil ialah suatu basa lewis.

Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul polar yang

netral, seperti H2O, CH3OH dan CH3 NH2 dapat juga bertindak sebagai

nukleofil. Molekul netral ini memiliki pasangan elektron menyendiri yang

dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma. Substitusi oleh nukleofil

disebut substitusi nukleofil atau pergantian nukleofil (Fessenden, 1982).

Lawan dari nukleofil adalah elektrofil (pecinta elektron) yang sering

dilambangkan dengan ET, suatu elektrofil adalah spesi apa saja yang

tertarik ke pusat negative. Jadi suatu elektrofil adalah suatu asam lewis

seperti H+ atau ZnCl2. Suatu asam lewei ini merupakan suatu

pengembangan teori lewis dari teori asam basa. Teori lewis memiliki

keunggulan dibandingkan dengan teori asam basa yang lain karena teori

ini memungkinkan penggolongan asam basa digunakan dalam reaksi-


reaksi kimia yang tidak mengadung ion OH- atau pun H+ Halogenalkana

atau alkil halida terdiri dari beberapa kelompok yang berbeda tergantung

pada bagaimana posisi atom halogen dalam rantai atom karbon

(Petrucci, 1999).

1. Struktur Alkil Halida

Senyawa alkil halida merupakan senyawa hidrokarbon baik

jenuh maupun tak jenuh yang satu unsur H-nya atau lebih digantikan

oleh unsur halogen (X = Br, Cl. I). Struktur Alkil Halida : R-X

Keterangan:

R = senyawa hidrokarbon

X = Br (bromo), Cl (kloro) dan I (Iodo).

Ikatan sigma karbon-halogen terbentuk oleh saling menindihnya

suatu orbital atom halogen dan suatu orbital hibrida atom karbon. Tidak

dapat dipastikan mengenai ada tidaknya hibridisasi atom halogen

dalam suatu halida organik, karena sebuah halogen hanya membentuk

satu ikatan kovalen dan karena itu tak terdapat sudut ikatan disekitar

atom ini. Namun karbon menggunakan orbital hibrida yang tipenya

sama untuk mengikat halogen, hidrogen maupun atom karbon lain

(Petrucci, 1999).

H H SP3

H C C Cl
H H

Sebuat atom F, Cl atau Br bersifat elektronegatifan relatif

terhadap karbon. Meskipun keelektronegatifan iod dekat dengan

keelektronegatifan karbon, ion iod mudah dipolarisasi, oleh karena itu

halida bersifat polar. Sebuah atom halogen dalam sebuah senyawa

organik adalah suatu gugus fungsional dan ikatan C-X merupakan

letak reaktivitas kimia (Petrucci, 1999).

2. Sifat fisik alkil halida

a. Titik didih

Titik didih alkil halida lebih tinggi (dengan jurnal atom C yang

sama) karena berat atom C ataupun H. Pada jumLah atom C yang

sama, titik didih alkali halida meringankan dengan kenaikan berat

molekul. Pola-pola titik didih mencerminkan pola-pola gaya tarik

antar-molekul yaitu:

1). Gaya-gaya disperse van der waals

Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul lebih

panjang dan memiliki lebih banyak elektron. Ini dapat

meningkatkan besarnya dipol-dipol sementara yang terbentuk.

Inilah sebabnya mengapa titik didih meningkat apabila jumLah

atom karbon dalam rantai meningkat. Mari kita ambil contoh

untuk tipe halida tertentu, misalnya klorida. Gaya-gaya dispersi

akan menjadi semakin kuat apabila jumLah atom karbon

semakin bertambah dalam rantai (misalnya dari 1 menjadi 2, 3


dan seterusnya). Dibutuhkan lebih banyak energi untuk

mengatasi gaya disperse tersebut, sehingga titik didih

meningkat. Semakin meningkatnya titik didih dari klorida ke

bromide sampai ke iodida (untuk jumLah atom karbon tertentu)

juga disebabkan oleh semakin meningkatnya jumLah elektron

yang menimbulkan gaya disperse yang lebih besar. Sebagai

contoh, terdapat lebih banyak elektron dalam iod metana

dibanding yang terdapat dalam klorometana.

2). Gaya tarik dipol-dipol van der waals

Ikatan karbon-halogen (selain ikatan karbon iodin) bersifat

polar, karena pasangan elektron tertarik lebih dekat ke atom

halogen dibanding ke atom karbon. Ini disebabkan karena

halogen (kecuali iodin) lebih elektronegatif dibanding karbon. Ini

berarti bahwa selain gaya-gaya dispersi, ada juga gaya-gaya

lain yang ditimbulkan oleh gaya tarik antara dipol-dipol

permanen (kecuali pada iodin). Besarnya gaya tarik dipole-dipol

akan berkurang apabila ikatan menjadi semakin tidak polar

(misalnya semakin ke bawah mulai dari klorida sampai bromida

terus ke iodida). Meski demikian, titik didih tetap meningkat ini

menunjukkan bahwa efek gaya tarik dipole-dipol permanen jauh

lebih tidak penting dibanding efek dipol-dipol temporer yang

menimbulkan gaya-gaya dispersi. Besarnya peningkata jumLah


elektron pada iodin melebihi kehilangan dipol-dipol permanen

dalam molekul.

b. Kelarutan alkil halida

Alkil halida cenderung larut dalam pelarut organik karena

gaya tarik antara molekul-molekul yang bau terbentuk yang sama

dengan kekuatan ikaran yang diperus dalam halogen alkana dan

pelarut. Ditinjau reaksi antara alkil halida dengan kalium hidroksida

yang dilarutkan dalam metil alkohol. Nukleofilnya adalah ion OH -

yaitu nuklofil keluar dan sekaligus adalah basa kuat. Pelarut alkohol

kurang polar jika di bandingkan dengan air (Firdaus, 2009).

c. Penggolongan alkil halida

Dalam reaksi kimia, struktur bagian alkil dari suatu alkil

halida berperan. Oleh karena itu perlu dibedakan empat tipe alkil

halida : Metan halida, primer, sekunder dan tersier. Suatu metal

halida ialah suatu struktur dalam suatu halogen dari metana telah

digantikan oleh sebuah halogen. Metil halida :

CH3 F CH3H CH3 Br

Flurometana Klorometana Bromometana

(Petrucci, 1999).

Karbon ujung sebuah alkil halida ialah atom yang terikat

pada halogen. Suatu alkil halida primer mempunyai satu gugus

alcohol terikat pada karbon ujung. Contohnya:

CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – Cl


(Primer)

Suatu alkil halida (2o C) (R2 CHX) mempunyai dua gugus

alkil yang terikat pada karbon ujung, dan suatu alkil halida tersier

(3o) (R3 CX) mempunyai alkil halida sekunder (2 o) (Wardiyah,

2016).

Alkil halida disebut dengan senyawa organohalogen.

Kebanyakan senyawa organohalogen adalah senyawa sistarik,

senyawa ini sangat jarang dijumpai dalam organohalogen dikenal

sebagai pelarut, inseksida dan bahan bahan-bahan dalam sistensi

senyawa organik. Banyak senyawa organohaloge yang memiliki

toksisifas tinggi sehingga penggunaanya harus sangat berhati-hati.

Misalnya karbon tetraklorida (CCl 4) dan kloroform (CHCl3) yang

merupakan bahan pelarut dapat mengakibatkan kerusakan hati bila

dihirup berlebihan. Insektida (diklorodifeniltrikloroetana) yang

mengandung organohalogen yang digunakan dalam bidang farmasi

dapat menyebabkan kerusakan lingkungan (Wardiyah, 2016).

d. Reaksi alkil halida

Alkil halida paling banyak ditemui sebagai zat antara dalam

sintesis. Reaksi alkil halida yang banyak itu dapat dikelompokkan

dalam dua kelompok. Reaksi substitusi dan reaksi eliminasi. Dalam

reaksi substitusi halogen diganti beberapa gugus ion

(Riswiyanto, 2009).

a). Reaksi Substitusi


Atom karbon ujung suatu alkil halida mempunyai muatan

positif parsial. Karbon ini rentan terhadap serangan oleh anion

dan spesi lain apa saja yang mempunyai sepasang elektron

menyendiri dalam kulit luarnya. Dihasilkan reaksi substitusi yaitu

suatu reaksi dalam satu atom, ion atau gugus disubstitusikan

untuk mengganti atom, ion atau gugus lain. Dalam substitusi

alkil halida, halida itu disebut (leaving group) suatu istilah yang

berarti gugus apa saja yang dapat digeser dari ikatannaya

dengan suatu atom karbon. Ion halida merupakan gugus pergi

yang baik, karena ion-ion ini merupakan basa yang sangat

lemah. Basa kuat seperti misalnya OH -, bukan gugus pergi yang

baik. Pada kimia organik maupun anorganik substitusi

nukleofilik adalah suatu kelompok dasar reaksi substitusi,

dimana sebuah nukleofilik yang “kaya” elektron, secara selektif

berkaitan dan elektron dengan atau menyerang muatan positif

dari gugus kimia atau atom yang disebut gugus lepas

(leaving group).

b). Reaksi Reduksi

Reduksi alkil halida dapat melalui reaksi gringrad atau

reduksi dengan logam dan asam secara langsung. Disini terjadi

pertukaran yang sederhana antara atom halogen dan atom

hidrogen sedangkan karangka karbon tidak berubah.

c). Reaksi grignard


Senyawa alkali halida bereaksi dengan logam dalam

pelarut eter atau terrahidrofuran (THF) menghasilkan

organomagnesian halida, suatu produk yang biasa disebut

dengan pereaksi gignard.

Alkil halida dapat diperoleh dari alkohol melalui reakso substitusi

alifatik nukleofilik. Reaksi dapat terjadi melalui mekanisme SN 1 atau SN2

yang bergantung pada struktur alkil halida dan kondisi reaksi

(Riswiyanto, 2009).

Suatu reaksi yang sangat bermanfaat adalah reaksi alkil halida

dengan suatu anion karbon. Reaksi ini memerlukan suatu karbonium

yang stabil, dan yang memenuhi adalah sianida (Firdaus, 2009).

Jika alkil halida mempunyai atom hidrogen pada atom karbon

berseblahan dengan karbon pembawa halogen akan bereaksi dengan

haloleofil, maka terdapat dua kemungkinan reaksi yang bersaing yaitu

subsitusi dan eliminasi (Firdaus, 2009).

Lawan dari nukleofil adalah elektrofil (pecinta elektron) yang sering

dilambangkan dengan ET, suatu elektrofil adalah spesi apa saja yang

tertarik kepusat negatif. Jadi suatu elektrofil adalah seperti suatu asam

lewis H+ atom ZnCl2. Suatu senyawa asam lewis ini merupakan suatu

pengembangan teori lewis dari merupakan suatu pengembangan teori

lewis dari teori asam basa. Teori lewis memiliki keunggulan dibanding

dengan teori asam basa yang lain karena teori ini memungkinkan
pengolahan asam basa digunakan dalam reaksi-reaksi kimia yang tidak

mengandung OH- ataupun H+ (Petrucci, 1999).

B. Uraian Bahan

1. Aquadest (FI.III:96)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

RM/BM : H2O /18,02 g/mol

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak

mempunyai rasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

2. Natrium Hidroksida (FI.III:412)

Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM

Nama lain : Natrium hidroksida

RM/BM : NaOH /40,00 g/mol

Pemerian : Bentu batang, butiran kasar, massa hablur atau

keping, kering kuras rapuh dan menunjukkan

susunan hablur putih, mudah meleleh, basa, segera

menyerap karbondioksida

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol


(95%)P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pereaksi

3. Aseton (FI.III:27)

Nama resmi : ACETON

Nama lain : Aseton

RM/BM : CH3COCH3 /58,08 g/mol

Pemeria : cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, mudah

terbakar

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol dan eter

Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

4. Etanol (FI.III:61)

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Alkohol, etanol

RM/BM : C2H6OH /46,068 g/mol

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan

mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah

terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak

berasap

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P,


dan dalam ester P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

5. Perak Nitrat (FI.III:97)

Nama resmi : ARGENTI NITRAS

Nama lain : Perak nitrat

RM/BM : AgNO3 /169,87 g/mol

Pemerian : Hablur transparan, atau serbuk hablur berwarna

putih, tidak berbau, menjadi gelap jika terkena

cahaya

Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pereaksi

6. Pereaksi lucas (FI.III:162)

Nama resmi : ZINCI CHLORIDUM

Nama lain : Zink klorida

RM/BM : ZnCl2 /136,29 g/mol

Pemerian : Serbuk hablur atau granula hablur, putih atau hampir

putih

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam

etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pereaksi

7. Asam Nitrat (FI.III:650)

Nama resmi : ASAM NITRAT

Nama lain : Asam nitrat

RM/BM : HNO3/63,01 g/mol

Pemerian : cairan jernih berasap, hampir tidak berwarna sampai

warna kuning

Kelarutan : Larut dalam air, larutan berolapensi berwarna jingga

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

8. Natrium Karbonat (FI.III:400)

Nama resmi : NATRII CARBONAS

Nama lain : Natrium karbonat

RM/BM : Na2CO3 /124,00 g/mol

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih

Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air

mendidih

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pereaksi


9. Natrium Iodida (FI.IV:1184)

Nama resmi : NATRIUM IODIDA

Nama lain : Natrium iodida

RM/BM : Nal /149, 89 g/mol

Kelarutan : Larut dalam etanol dan aseton (39,9 g/mol)

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

10. N-heksana (FI.III:1154)

Nama resmi :N-HEKSANA

Nama lain : n-heksana

RM/BM : C6H14 /86,18 gr/mol

Pemerian : Cairan jernih, mudah menguap, berbau seperti eter

lemah atau potreleum

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol

mutlak dapat bercampur dengan eter dan benzene

dan sebagian minyak lemak dan atsiri

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel


11. Butanol (FI.IV:1142)

Nama resmi : BUTANOL

Nama lain : P Butanol, n-butanol, butil alcohol

RM/BM : C4H9OH /74,12 gram/mol

Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

12. Fenolftlaein (FI.IV:662)

Nama resmi : FHENOLPHTHALEINUM

Nama lain : Fenolftlaein

RM/BM : C20H1404 /318,33 gram/mol

Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan lemah,

tidak berbau, stabil diudara.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak

sukar larut dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel


13. 2-Propanol (FI.IV:1193)

Nama resmi : ISOPROPANOL

Nama lain : Propanol-2-ol

RM/BM : CH3CH3. CHOH/60 g/mol

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau khas, mudah

terbakar

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan kloroform P

dan dengan eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel


BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang

pengaduk, gelas kimia, pipet tetes, penutup karet, rak tabung reaksi,

tabung reaksi.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah

Aquadest (H2O), Asam nitrat (HN03), Aseton (CH3COCH3), Natrium iodidat

(I2) 15%, Natrium hidroksida (NaOH) 0,5 mL, Indikator fenolftalein (PP),

Perak nitrat (AgNo3), Pereaksi lucas (ZnCl2), 1-Butanol (C4H9OH),

2-Propanol (C3H8O).

B. Cara Kerja

1. Pereaksi Lucas

Diberi label tabung reaksi dengan nama senyawa etanol,

2-propanol. Dimasukkan kedalam masing-masing pereaksi lucas

sebanyak 2 mL dan masing-masing 4-5 tetes senyawa uji yang sesuai.


Diaduk campuran dan catat waktu yang dibutuhkan hingga campuran

menjadi keruh atau membentuk dua fase terpisah, dicatat pada lembar

pengamatan.

2. Uji Perak Nitrat

Disiapkan 4 tabung reaksi dan diberi label dengan senyawa etanol,

1-butanol, 2-butanol, 2-propanol. Dimasukkan 1 tetes hasil reksi lucas

yang bersesuaian dari percobaan 1 kedalam masing-masing tabung yang

telah berisi 2 mL pereaksi nitrat. Ditutup tabung dengan penutup karet.

Dicatat waktu mulai penambahan. Amati dengan tepat waktu

pembentukan endapan didasar atau didinding tabung. Apabila tidak terjadi

perubahan dalam waktu 5 menit, hangatkan campuran dengan penangas

air panas dan diamati perubahan yang terjadi. Ditambahakan beberapa

tetes HNO3 1 M dan diamati kemudian dicatat hasilnya.

3. Uji Natrium Iodida

Disiapkan 4 tabung reaksi dan diberi label dengan nama senyawa

etanol, 1-butanol, 2-butanol, 2-propanol. Dimasukkan 2 tetes hasil

pereaksi lucas yang bersesuaian dengan percobaan 1 kedalam masing-

masing tabung reaksi yang berisi 1 mL larutan natrium iodida 15% didalam

etanol kering. Ditutup tabung dengan penutup karet. Dicatat waktu

penambahan. Dicatat waktu campuran menjadi keruh dan waktu

pembentukan endapan.
4. Reaktivitas Pelarut

Disiapkan 4 tabung reaksi dengan campuran pelarut yang

digunakan aseton:air, 55:45, 60:40, 65:35. Dimasukkan masing-masing 2

mL campuran pelarut tersebut kedalam tabung yang sesuai, ditambahkan

2 tetes larutan NaOH 0,5 M dan 2-3 tetes indikator fenolftalein. Ditutup

tabung dengan penutup karet dan masukkan tabung kedalam penangas

air hangat selama 3-4 menit. Dimasukkan 3 tetes hasil pereaksi lucas

untuk 2-metil-2-propanol dari percobaan 1 kedalam masing-masing

tabung. Dicatat waktu mulai penambahan, diaduk dan diamati dengan teliti

waktu warna merah muda indikator hilang.


BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Tabung hasil reaksi

1. Reaksi lucas

Senyawa Waktu yang Dibutuhkan

Etanol 3,0 detik

2 – Propanol 5,0 detik

1 – Butanol 10,61 detik

2 – Butanol 5,0 detik

2. Uji perak nitrat

Senyawa Waktu yang Dibutuhkan

Etanol 0,2 detik


2 – Propanol 0,3 detik
1 – Butanol 0,4 detik
2 – Butanol 01,48 detik

3. Uji Natrium iodida


Senyawa Waktu yang Dibutuhkan
Etanol 12 detik
2 – Propanol 9 detik
1 – Butanol 6 detik
2 – Butanol 19 detik
4. Reaktifitas pelarut

Senyawa Waktu yang Dibutuhkan

55 : 45 8 detik
60 : 40 7 detik
65 : 35 5 detik
BAB V

PEMBAHASAN

Alkil halida adalah turunan hidrokarbon dalam suatu atau lebih

hidrogennya. Hampir setiap hidrokarbon diganti dengan halogen. Pada

pembuatan ini dilakukan uji alkil halida yang merupakan turunan

hidrokarbon dalam massa atom lebih hidrogennya diganti dengan halogen

(Tim Dosen, 2012).

Pada percobaan pertama dilakukan uji reaksi lucas yang bertujuan

untuk mengetahui apakah sampel-sampel yang diujikan mengandung

mengandung alkil halida. Untuk melakukan uji reaksi lucas masing-masing

sampel diambil 2 tetes ditambah 0,5 mL pereaksi lucas hasil yang

didapatkan yaitu hanya pada sampel 2-Propanol yang terlihat kompak

pada perubahan larutan yaitu menjadi keruh. Hasil ini tidak sesuai dengan

literatur yang menyatakan bahawa alkohol struktur bereaksi beberapa

menit (pamanasan air). Sedangkan pada sampel yang terlihat tidak larut

menjadi keruh, baik setelah pemanasan maupun sebelum pemanasan.

Hal ini dikarenakan reaksi berjalan sangat lambat yang disebabkan


kelebihan atau kekurangan pada saat penambahan larutan

(Oxtoby, 2001).

Pada percobaan kedua dilakukan uji perak nitrat yang bertujuan

untuk mengetahui keaktifan senyawa alkil halida bentuk SN, pada

percobaan ini sampel yang digunakan yaitu 1-Butanol, 2-Butanol,

2-Propanol dan etanol. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,

hasil yang diperoleh yaitu semua terdapat endapan didasar tabung.

Berdasarkan hasil tersebut telah sesuai dengan literatur yang menyatakan

bahwa garam ini merupakan garam perak nitrat yang akan menghasilkan

endapan karena senyawa turunan alkil halida dapat dikarakteristikkan

dengan reaksi pelarut nitrat (Yayan, 2007).

Pada percobaan ketiga dilakukan uji natrium iodida, berdasarkan

percobaan yang telah dilakukan pada sampel 1-Butanol tidak membentuk

endapan, 2-Propanol dan etanol terdapat endapan, dan 2-Butanol

terbentuk larutan keruh dan terbentuk endapan. Keempat sampel ini

menunjukkan bahwa sampel tersebut merupakan turunan alkil halida

karena berdasarkan literatur yang menyatakan bahwa larutan natrium

iodida jika direaksikan dengan senyawa turunan alkil halida akan

membentuk endapan. Hal Ini disebabkan karena natrium iodida berfungsi

secara nukleofilik yang menyaring substrak alkil halida sebagai indikator

terjadinya reaksi SN2 (Yayan, 2007).

Pada percobaan terakhir dilakukan uji reaktivitas pelarut. Pengujian

reaktivitas pelarut menggunakan tiga jenis perbandingan aseton:air yaitu


55:45, 60:40 dan 65:35. Berdasarkan pengujian, perbandingan 65:35 lebih

cepat bereaksi dengan perubahan, sedangkan 55:45 waktu yang

diperoleh 8 detik yaitu terjadi perubahan dan 60:40 waktu yang diperoleh

7 detik. Berdasarkan hasil percobaan yang didapatkan hal ini tidak sesuai

dengan literatur karena hasil yang didapatkan perbandingan 65:35 lebih

cepat bereaksi dibandingkan dengan kedua perbandingan tersebut.

Karena semakin jauh jarak perbandingan maka akan lebih lambat

bereaksi dan sebaliknya semakin dekat jarak perbandingan maka akan

lebih cepat bereaksi (Riswiyanto, 2009).


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa pada uji reaksi lucas, sampel yang digunakan adalah

etanol, 2-propanol, 1-butanol, 2-butanol. Keempat sampel yang bereaksi

hanya 2-propanol berwarna keruh setelah dipanaskan. Pada uji perak

nitrat, sampel yang digunakan adalah etanol, 2-propanol, 1-butanol dan

2-butanol pada sampel tersebut terjadi perubahanya itu larutan menjadi

keruh dan terdapat endapan berwarna putih. Keempat sampel tersebut

yang paling cepat bereaksi adalah etanol dengan waktu 0,2 detik. Pada uji

natrium iodida, sampel yang digunakan yaitu etanol, 2-propanol,

1-butanol, dan 2-butanol sampel yang bereaksi dengan cepat adalah

1-butanol dengan waktu 6 detik membentuk endapan berwarna kuning.

Pada uji reaktivitas pelarut antara aseton:air (55:45, 60:40, 65:35) reaksi

yang didapatkan dari warna merah menjadi hilang pada waktu 5 detik.

B. Saran
Sebaiknya praktikan lebih memahami cara kerja pada saat

praktikum dan mengetahui bahan-bahan apa saja yang akan digunkan

pada praktikum tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1982. Kimia Organik. Jakarta:

Erlangga.

Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1986. Kimia Organik Dasar Edisi

Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Ila Rosiawati. 2016. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., Nachtrieb, N.H., 2001. Prinsip-prinsip Kimia

Modern Edisi Ke-4 Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Petrucci, Ralph H.. 1999. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi

IV Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Sunarya, Yayan. 2007. Kimia Dasar. Alkemi Grafisindo Press: Bandung

Tim Dosen Unhas. 2014. Kimia Organik. Makassar: Universitas

Hasanuddin.
Wardiyah. 2016. Kimia Organik. Jakarta: Badan Pengembangan dan

Pemberdayaan Sumber Daya Manusia.

Lampiran 1. GambarHasilPengapatanReaksiAlkilHalida

1. Uji Perak Nitrat (AgNO3)

Gambar 1. Hasil Perak


Gambar 2. Hasil Perak

Nitrat ditambah dengan


Nitrat ditambah dengan

Etanol. 1-
Butanol.

Gambar 3. Hasil Perak


Gambar 4. Hasil Perak Nitrat

Nitrat ditambah dengan


ditambah dengan 2-Propanol.

2-Butanol.

2. UjiNatriumIodida (I2)

Gambar 1. HasilNatriumIodida
Gambar. HasilNatriumIodida
ditambahdenganEtanol. ditambahdengan 1-Butanol.

Gambar 3. HasilNatriumIodida
Gambar 4. HasilNatriumIodida

ditambahdengan 2-Butanol.
ditambahdengan 2-Propanol.

3. ReaktivitasPelarut 4.
Reaksi Lucas

Gambar 1. HasilReaktivitas
Gambar 2. HasilReaksi Lukas

Pelarut 55:45, 60:40, 65:35.

Etanol,
1-
Butanol,
2-
Butanol,

1-

Propanol.
KETIKKAN REAKSINYA

PLEASE. AKU KETIK

NGGA TER SAVE :”)

Anda mungkin juga menyukai