Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS FARMASI 2

PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT DALAM SEDIAAN SALEP


DENGAN MENGGUNAKAN METODE TITRASI ASAM BASA
LANGSUNG

Nama / NIM : Kintan Sri Komala D. (31116173)


Mediana (31116175)
Ridha Ishmania S.S. (31116184)

Kelas / Kelompok : Farmasi 3D / 5

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2019
I. TUJUAN
Menentukan kadar asam salisilat dalam sediaan farmasi dengan
menggunakan metode titrasi asam basa secara langsung.

II. DASAR TEORI


Analisis kimia menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif dari suatu
materi. Konstituen-konstituen yang akan dideteksi ataupun ditentukan jumlahnya
adalah unsur, radikal, gugusan fungsi, senyawa ataupun fase. Analisis kimia
menyangkut aspek analisis kuantitatif dan kualitatif. Biasanya, analisis kualitatif
dilakukan sebelum analisis kuantitatif (Khopkar, 1990).
Analisis kuantitatif terdapat beberapa tahapan. Tahapan penentuan analisis
kuantitatif adalah dengan usaha mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi
keadaan yang dapat terukur dan pengukuran konstituen yang dikehendaki. Untuk
tahapan terakhir yang dilakukan adalah perhitungan dan interpretasi data numerik
(Khopkar, 1990).
Analisis kimia terdiri dari dua yaitu, analisis gravimetri yang merupakan
proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Pemisahan
unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan beberapa cara seperti
metode pengendapan, metode penguapan, metode elektolisis atau berbagai metode
yang lainnya. Analisis kimia yang umumnya juga digunakan adalah analisis
volumetri atau yang sering dikenal dengan analisis titrimetri. Dimana zat yang
dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan
dialirkan dalam buret dari bentuk larutan (Khopkar, 1990).
Metode yang digunakan untuk titrasi asam basa ini adalah metode
titrimetri yaitu asidi-alkalimetri. Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi
netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion
hidroksida yang berasa dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.
Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam)
dengan penerima proton (basa) (Gandjar & Abdul, 2007).
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis volumetri yaitu suatu cara
atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran, dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Proses titrasi asam basa sering dipantau
dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis sebagai fungsi jumlah titran
yang ditambahkan gambar yang diperoleh tersebut disebut kurva pH atau kurva
titrasi yang didalamnya terdapat kurva ekivalen yaitu titik dimana titrasi
dihentikan (Ika, 2009).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
Sebaliknya, alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Keasaman permukaan merupakan
jumlah asam total (asam Bronsted dan asam Lewis) pada permukaan padatan yang
dinyatakan sebagai jumlah milimol asam perberat sampel (Widihati, 2008).
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekivalen
antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau
basa lemah jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan tetapan disosiasi
asam lebih dari 104. Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH
berubah secara drastis bila volume titrannya mencapai titik ekivalen. Kesalahan
titik akhir dan pH pada titik ekivalen merupakan tujuan pembuatan kurva titrasi.
Kurva yang diperoleh dapat dimodifikasi dengan menggunakan pelarut bukan air
(Khopkar, 1990).
Terdapat sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditetapkan dengan
asidi-alkalimetri. Jika HA menyatakan asam yang akan ditetapkan dan BOH
basanya, reaksinya adalah :
HA + OH A- + H2O
BOH + H30+ B+ + H2O
Umumnya titran adalah larutan standar elektrolit kuat, seperti natrium
hidroksida dan asam klorida (Gandjar & Abdul, 2009).
Berkenaan mengenai analisis larutan baku dalam metode titrimetri, larutan
standar merupakan larutan yang konsentrasinya telah diketahui. Larutan standar
biasanya diteteskan dari buret ke dalam suatu erlenmeyer mengandung zat yang
akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai. Proses inilah yang dinamakan
dengan titrasi (Sukmariah, 1990).
Selesainya titrasi dapat dilihat karena terjadi suatu perubahan warna.
Perubahan warna ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri. Hal ini
disebabkan karena penambahan suatu zat yang disebut sebagai indikator
(Sukmariah, 1990).
Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk
fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-
basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat
berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukan perubahan warna yang kuat
serta biasanya adalah zat organik. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi
isomer elektron. Berbagai indikator mempu nyai tetapan ionisasi yang berbeda
dan akibatnya mereka menunjukan warna pada range ph yang berbeda (Khopkar,
1990).
Indikator asam basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga
golongan :
1. Indikator ftalein dan indikator sulfotalalein
2. Indikator azo
3. Indikator trifenilmetana (Khopkar, 1990).
Indikator fenolftalein dibuat dengan kondensasi anhidria ftalein dengan
fenol, yaitu fenoftalein. Pada pH 8,0-9,8 berubah warnanya menjadi merah.
Anggota-anggota lainnya adalah o-cresolftalein, thimol-ftalein dan α-
naftolftalein.Indikator sulfoftalein dibuat dari kondensasi anhidrida ftalein dan
sulfonat. Untuk indikator izo, diperoleh dari reaksi amina romatik dengan garam
dizonium (Khopkar, 1990).

III. PRINSIP PERCOBAAN


Praktikum ini berdasarkan pada titrasi alkalimetri, titrasi antara asam
salisilat yang bersifat asam lemah dengan NaOH yang bersifat basa kuat sehingga
terbentuk garam natrium salisilat yang bersifat basa, titrasi ini menggunakan
indikator fenolftalein yang akan berubah warna dalam suasana basa ditandai
dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
IV. REAKSI
 Reaksi pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat
OH O Na O O

+ 2 NaOH + 2H2O
O OH O ONa
Asam Oksalat Natrium Oksalat
 Reaksi NaOH dengan Etanol
H H H H

H OH + NaOH H ONa

H H H H
Etanol

 Reaksi asam salisilat dengan NaOH


O OH O Na

OH OH

+ NaOH + H2O

Asam Salisilat Natrium Salisilat

V. SIFAT FISIKA DAN KIMIA BAHAN


A. Asam Salisilat (Klause Florey,1994)
Nama kimia Benzoic acid,2-hydroxy, o-hydroxybenzoic acid
Nama generik Salicylic acid
Aserbine,coroplast,D.Volfilm,Egocappol,formac,fos
Nama paten ten,gehwol,guttaplast,gyn,hydrosalic,salactos,monop
hytol,soluver,viron,wart
Empirical C7H6O3
O OH

OH
Struktural

BM 138,12
Komposisi unsur C (60,87%), H (4,38 %),O (34,75)
Kristal acicular tidak berwarna atau bubuk kristal
putih dengan rasa tajam yang manis. Bentuk sintesis
berwarna putih dan tidak berbau tetapi jika dibuat
Pemerian
dari metil salisilat alami,warnanya mungkin sedikit
kuning atau merah muda,bau seperti mint yang
samar
Titik lebur 157-159°C
Titik didih 24°
pH Dalam larutan jenuh 2,4
Satu gram larutan dalam 460 mL H,O 15 mL H,O,
2,7 mL alkohol, 3mL eter, 135 mL benzena, 52 mL
Kelarutan terpentin minyak sekitar 60 mL gliserol, sekitar 80
mL atau minyak kelarutan meningkat oleh natrium
fosfat,boraks,alkali asetat atau sitrat
Dikeringkan diatas silica gel selama 3
Susut pengeringan jam,kehilangan bobot tidak lebih dari 0,5% dari
beratnya

B. Lanolin (Raymon C Rowen, et,.al 2009)


Nama kimia Lanolin anhidrat
Lemak dalam wol Dengan lilin wol; E913; lanolin;
Nama lain lanolin anhidrat; Anhidrat Protalan; lanolin murni;
lemak wool halus.
Nama paten -
Pemerian Lanolin adalah zat berwarna kuning pucat, tidak
berbahaya, berlilin dengan bau yang khas. Lanolin
cair adalah cairan kuning bening atau hampir
bening.
Titik lebur 45-55°C
Titik didih -
pH -
Bebas larut dalam benzena, kloroform, eter, dan roh
minyak bumi; sedikit larut dalam etanol dingin
Kelarutan
(95%), lebih larut dalam etanol mendidih (95%);
praktis tidak larut dalam air.
Dikeringkan diatas silica gel selama 3
Susut pengeringan jam,kehilangan bobot tidak lebih dari 0,5% dari
beratnya
Lanolin secara bertahap dapat mengalami
autoksidasi selama penyimpanan. Untuk
menghambat proses ini, pemasukan hidroksitoluena
butilasi diizinkan sebagai antioksidan. Pajanan
terhadap pemanasan yang berlebihan atau
berkepanjangan dapat menyebabkan lanolin anhidrat
menjadi gelap warna dan berkembang menjadi
Stabilitas seperti cairan yang busuk. Namun, lanolin dapat
disubester dengan panas kering pada suhu 1508°C.
Salep mata yang mengandung lanolin dapat
disterilkan dengan penyaringan atau dengan paparan
iradiasi gamma. Lanolin harus disimpan dalam
wadah yang diisi dengan baik dan tertutup rapat,
terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering. Masa penyimpanan normal adalah 2 tahun.
Lanolin dapat mengandung prooxidants, yang dapat
Inkompatibilitas
mempengaruhi stabilitas obat aktif tertentu.

C. Vaselin Album (Depkes RI, 2014)


Nama lain Vaselin putih
Massa seperti lemak,putih atau kekuning pucat,
Pemerian massa berminyak transparan dalam lapisan tipis
setelah didinginkan pada suhu 00C.
Titik lebur Antara 360 dan 600C
Titik didih -
pH -
Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95 %)
P; larut dalam kloroform P, dalam eter P dan
Kelarutan
dalam eter minyak tanah P. Larutan kadang-kadang
beropalesensi lemah.
Susut pengeringan Tidak lebih dari 0,05 %

VI. ALAT DAN BAHAN


 Alat yang digunakan
1. Buret.
2. Erlenmeyer.
3. Gelas beker.
4. Corong pisah.
5. Corong kaca.
6. Statif dan klem.
7. Tabung reaksi.
8. Rak tabung reaksi.
9. Pipet tetes.
10. Plat tetes.
11. Pipet volume.
12. Pump pipet.
13. Labu destilasi.
14. Sambungan tiga.
15. Tabung kondensor.
16. Heating mantle.
17. Selang.
18. Labu ukur.
19. Gelas ukur.
20. Batu didih.
21. Neraca analitik.
22. Spatula.
23. Cawan uap.

 Bahan yang digunakan


1. Sampel asam salisilat.
2. NaOH 0,1 N.
3. HCl 0,1 N.
4. Asam oksalat 0,1 N.
5. Etanol 96%.
6. FeCl3.
7. Indikator PP.

VII. PROSEDUR
 Isolasi Salep
Sampel ditimbang kemudian sampel yang telah ditimbang ditambahkan
NaOH, ditambahkan air, kemudian tambahkan eter kedalam corong pisah.
Tunggu sampai terbentuk 2 fasa.

Setelah terbentuk 2 fasa yakni fasa air dan fasa eter. Bagian fasa air
ditampung di corong pisah. Dan fasa eter di ekstraksi menggunakan NaOH
dan air.

Maka akan terbentuk 2 fasa kembali yakni fasa air dan fasa eter. Bagian fasa
air dikumpulkan dengan fasa air yang sebelumnya. Dan fasa eter di ekstraksi
kembali sampai n kali.
Kemudian fasa air diuji kualitatif dengan menggunakan FeCl3. Apabila tidak
terbentuk warna ungu maka sampel sudah terekstraksi sempurna. Dan apabila
terbentuk warna ungu maka dilakukan ekstraksi kembali.

Kemudian fasa air ditambahkan HCl sampai pH 3 lalu ditambahkan eter.


Kemudian terbentuk 2 fasa yakni fasa air dan fasa eter. Fasa eter dipisahkan
kedalam labu destilasi, kemudian fasa air di ekstraksi kembali dengan HCl
dan eter sampai n kali. Kemudian fasa air di uji kualitatif dengan
menggunakan FeCl3. Apabila saat diuji tidak terbentuk warna ungu maka
sampel sudah terekstraksi sempurna. Dan apabila terbentuk warna ungu maka
dilakukan ekstraksi kembali. Setelah sampel terekstraksi sempurna, kemudian
fasa eter yang sudah terkumpul dilakukan destilasi sampai terbentuk kristal
asam salisilat.

 Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat


Masukkan larutan NaOH 0,1 N kedalam buret, sebelumnya bilas terlebih
dahulu dengan larutan NaOH tersebut.

Kemudian masukkan 10 mL asam oksalat 0,1 N di pipet dengan


menggunakan pipet volume dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL.
Kemudian tambahkan 1-2 tetes indikator Phenolptalein.

Kemudian titrasi larutan asam oksalat dengan NaOH sampai terjadi


perubahan warna menjadi merah muda. Catat volume NaOH yang
dikeluarkan.

 Penentuan Kadar Asam Salisilat dengan Metode Titrasi Asam Basa


secara Langsung
10 mL sampel dipipet dengan menggunakan pipet volume kedalam
erlenmeyer 250 mL. Kemudian tambahkan indikator PP 2 sampai 3 tetes.

Tambahkan larutan sampel dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna


menjadi merah muda.

 Titrasi Blanko (Etanol 96%)


Masukkan 10 mL etanol kedalam erlenmeyer 250 mL dan tambahkan 1
sampai 2 tetes indikator PP.

Kemudian titrasi larutan tersebut dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N


sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Catat volume NaOH
yang dikeluarkan.

Hitung kadar asam salisilat dari sampel.

VIII. HASIL
 Pembakuan NaOH 0,1 N dengan Asam Oksalat 0,1
Diperoleh:
Larutan NaOH 0,1 N
Vol. I = 12,8 mL - 0,1 mL = 12,7 mL
Vol. II = 25,6 mL – 12,8 mL = 12,8 mL
Vol. III = 12,9 mL – 0,1 mL = 12,8 mL
12,7 𝑚𝐿+12,8 𝑚𝐿+12,8 𝑚𝐿
Volume rata-rata NaOH 0,1 N = 3
38,3 𝑚𝐿
= 3

= 12,76 mL

VNaOH x NNaOH = Vasam oksalat x Nasam oksalat


12,76 mL x NNaOH = 10 mL x 0,1 N
1
NNaOH = 12,76 𝑚𝐿

= 0,0783 N

 Titrasi Blanko Etanol 96%


Vol. I = 13,4mL - 13 mL = 0,4
mL
Vol. II = 16,3 mL – 16 mL = 0,3
mL
Vol. III = 16,8 mL – 16,3 mL = 0,5
mL
0,4 𝑚𝐿+0,3 𝑚𝐿+0,5 𝑚𝐿
Volume rata-rata = 3
1,2 𝑚𝐿
= 3

= 0,4 mL
NaOh yang bereaksi dengan asam sallisilat = 5,4 mL – 0,4 mL
= 5 mL

 Kadar Asam Salisilat


Vol. I = 5,4 mL - 0 mL = 5,4 mL
Vol. II = 10,7 mL – 5,4 mL = 5,3 mL
Vol. III = 19,2 mL – 13,7 mL = 5,5 mL
5,4 𝑚𝐿+5,3 𝑚𝐿+5,5 𝑚𝐿
Volume rata-rata = 3
16,2 𝑚𝐿
= 3

= 5,4 mL
Maka NaOH yang bereaksi dengan asam salisilat
5,4 mL – 0,4 mL = 5 mL

VNaOH x NNaOH = Vasam salisilat x Nasam salisilat


5 mL x 0,0783 N = mgrek
𝑚𝑔
0,3915 N = 𝐵𝐸
𝑚𝑔
0,3915 N = 138,12

Mg asam salisilat = 54,07 mg dalam 10 mL sampel


= 54,07 mg x 5
= 270,36 mg dalam 50 mL
270,36 mg
Kadar asam salisilat = x 100%
6900

= 2,8%
2,8 %−2%
% Kesalahan = x 100%
2%
% Kesalahan = 40%

IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu penetapan kadar sampel dalam sediaan
farmasi dengan menggunakan metode titrasi asam basa secara langsung, sampel yang
digunakan adalah sampel Asam salisilat dalam sediaan salep. Pada prinsipnya
penetapan kadar asam salisilat dengan metode titrasi asam basa secara langsung yang
didasarkan pada reaksi asam lemah dan basa kuat yaitu Asam salisilat sebagai titrat
dan NaOH sebagai titran. Reaksi asam lemah dengan basa kuat akan menghasilkan
suatu garam yang bersifat basa karena kation dari garam tersebut yang merupakan
basa konjugat dari asam lemah dapat mengalami hidrolisis menghasilkan ion OH-
sehingga larutan garam bersifat basa.
Asam salisilat menurut farmakope Indonesia edisi V hal 163 memiliki
pemerian hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus, putih, rasa agak
manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih dan tidak berbau. Jika
dibuat dari metal salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah muda dan
berbau lemah mirip mentol. Asam salisilat memiliki kelarutan yang sukar larut dalam
air dan dalam benzen, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air
mendidih agak sukar larut dalam kloroform.
Sedangkan, untuk matriksnya menggunakan vaseline putih, menurut
Farmakope Indonesia halaman 1312 memiliki pemerian massa seperti lemak, utih
atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan tipis setelah
didinginkan pada suhu 0°. Vaseline memiliki kelarutan yang tidak larut dalam air,
sukar larut dalam etanol dingin ataupun panas dan dalam etanol mutlak dingin,
mudah larut dalam kloroform, larut dalam heksan dan dalam sebagian besar minyak
lemak dan minyak atsiri.
Pertama, dilakukan isolasi sampel sediaan farmasi salep menggunakan
corong pisah, Vaseline yang harus dimasukan pertama ke dalam corong pisah
sebanyak 6,90 gram kemudian dimasukan NaOH untuk mengubah asam salisilat
menjadi Na salisilat (bentuk garamnya) sehingga dapat larut dalam air/aquadest dan
ditambah eter untuk melarutkan Vaseline, kemudian terakhir ditambahkan aquadest
untuk melarutkan Na salisilat, setelah semua bahan dan pelarut dimasukan maka
dilakukan penggojogan agar sampel terekstraksi dengan baik. Proses isolasi
dilakukan didalam corong pisah karena pada proses ini akan menggunakan eter untuk
melarutkan Vaseline sehingga eter tidak akan menguap dan untuk mengurangi
kesalahan.
Proses estraksi akan menghasilkan 2 fase eter dan air, fase air dikeluarkan
kemudian fase eter ditambah NaOH dan air kembali untuk mengulagi ektraksi
sampai analit terisolasi sempurna, analit akan terlihat ketika diidentifikasi secara
kualitatif oleh pereaksi yang spesifik untuk Asam salisilat yaitu menggunakan FeCl3
hasil positif ketika berwarna ungu. Selanjutnya fase air (mengandung Na salisilat)
yang dikeluarkan diteteskan HCl sampai pH 3 agar Na salisilat berubah menjadi
bentuk awalnya yaitu Asam salisilat, dan ditambah eter untuk melarutkan Asam
salisilat yang akan terbentuk 2 fase antara eter dan air, bagian eter yang mengandung
Asam salisilat diuapkan dengan destilasi sehingga hanya akan tersisa analit Asam
salisilat.
Selanjutnya NaOH yang akan digunakan harus dilakukan pembakuan
terlebih dahulu menggunakan asam oksalat untuk mengetahui normalitas sebenarnya
dari NaOH yang akan digunakan, karena NaOH bersifat hidrolisis sehingga harus
diketahui normalitas dengan pasti, hasil pembakuan NaOH adalah 0.0783 N.
Setelah pembakuan NaOH dengan asam oksalat dilakukan titrasi blanko
etanol 96%, titrasi ini dilakukan karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan
asam salisilat adalah etanol 96%, karena etanol bersifat asam lemah sehingga etanol
96% dan asam salisilat dapat bereaksi dengan NaOH ketika dititrasi, maka dari itu
diperlukan titrasi blanko untuk mengetahui berapa normalitas etanol 96% dan
mengetahui berapa NaOH yang bereaksi dengan asam salisilat. Berdasarkan hasil
diketahui NaOH yang bereaksi dengan Asam salisilat adalah 5 ml.
Penentuan kadar asam salisilat berdasarkan hasil yaitu 270.36 mg dalam
50 ml, dan % kadar asam salisilat adalah 2.8 %. Sedangkan terdapat % kesalahan
sebanyak 40 % hal ini dapat disebabkan karena proses isolasi sampel yang tidak
sempurna.
X. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa kadar
asam salisilat dalam sampel sediaan farmasi salep yang ditimbang sebanyak 6.90
gram adalah 270.36 mg dengan menggunakan titrasi asam basa secara langsung
terdapat persentase kesalahan sebanyak 40%.
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I.G., & Abdul R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Harry G. Brittain 1994.Analytical Profiles of Drug Substances, Vol 23.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed.
London: The Pharmaceutical Press.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Widihati, I Gede. 2008. Adsorpsi Anion Cr(VI) Oleh Batu Pasir Teraktivasi Asam
dan Tersalut Fe2O3. Bukit Jimbaran: Kimia FMIPA Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai