Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

SEDIAAN LIQUID DAN SEMISOLID

PEMERIKSAAN MUTU BAHAN BAKU VITAMIN C

Hari / Jam Praktikum : Rabu / 10.00-13.00


Tanggal Praktikum : 18 September 2019
Shift B Kelompok 3

Nama Anggota NPM Tugas


Tujuan, Prinsip, Teori Dasar,
Yuniar Alfain Nur’aini 260110180048
Perhitungan, Daftar Pustaka

Prosedur, Data Pengamatan,


Fauzia Rahma Cahyani 260110180049
Lampiran, Editor

Hasna Siti Munifah Isman 260110180050 Pembahasan dan Alat bahan

Isma Syamsiyatul Adha 260110180051 Pembahasan dan Reaksi

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS DAN ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2019
PEMERIKSAAN MUTU BAHAN BAKU VITAMIN C

I. Tujuan
Memeriksa mutu bahan baku vitamin C secara kualitatif dan kuantitatif.
II. Prinsip
2.1 Reaksi Redoks
Reaksi redoks merupakan sebuah reaksi kimia yang akan
melibatkan adanya perubahan dari bilangan oksidasi pada prosesnya.
Reaksi redoks terdiri dari reaksi reduksi dan reaksi oksidasi. Reaksi
reduksi yaitu reaksi kimia yang ditandai dengan suatu perubahan
dimana mengalami penurunan dari bilangan oksidasi, sedangkan untuk
reaksi oksidasi yaitu suatu reaksi kimia yang mana ditandai dengan
kenaikan pada bilangan oksidasi (Dogra, 1998).
2.2 Reaksi Pembentukan Senyawa Kompleks
Reaksi pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi
antara logam dengan ligan. Adapun ligan yang banyak digunakan pada
titrasi kompleksometri yaitu garam dinatrium etilen diamina tetra
astetat atau dinatrium EDTA (Triwahyuni, 2008).
III. Reaksi
3.1 Reaksi Iodimetri Vitamin C dengan Iodin

(Burgess, 2014).
3.2 Reaksi Pembentukan Kompleks Iod-amilum
(Chang, 2004).
3.3 Reaksi Vitamin C dengan Metilen Blue

(Keppy, 2010).
3.4 Reaksi Pembakuan Na2S2O3
KIO3 + 5KI + 3H2SO4 → 3I2 +3H2O + 3 K2SO4
6Na2S2O6 + 3I2 → 3Na2S4O6 + 6NaI
(Ranganathan, 2014).
3.5 Reaksi Pembakuan I2
I2 + 2Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI
(Gandjar dan Rohman, 2007).
IV. Teori Dasar
Analisis kualitatif adalah suatu teknik analisis yang mana lebih
berhubungan dengan pengidentifikasian dari suatu unsur atau senyawa
yang terkandung di dalam sebuah sampel yang ingin diteliti atau ingin
lebih diketahui. Sedangkan untuk analisis kuantitatif adalah suatu teknik
analisis selain analisis kualitatif yang mana ini berkaitan dengan seberapa
ingin mengetahui banyaknya jumlah dari suatu zat atau senyawa yang
terkandung di dalam sebuah sampel yang akan diuji. Analisis ini
cenderung lebih menggunakan pengukuran dengan angka artinya dapat
dihitung seperti menentukan kadar suatu senyawa dari suatu sampel (Day
and Underwood, 1998).
Asam askorbat atau yang dikenal oleh orang banyak yaitu vitamin C.
Asam Askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C6H8O6. Serta asam askorbat atau vitamin C ini berbentuk hablur
atau serbuk; putih atau agak kuning, oleh pengaruh cahaya lambat laun
menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering, stabil di udara, dalam
larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190oC. Asam
askobat juga memiliki kelarutan yaitu mudah larut dalam air; agak sukar
larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam
benzene (Depkes RI, 2014).
Dikarenakan vitamin C ini memiliki sifat kelarutan yang tinggi saat
dilarutkan dengan air maka hal ini dapat mempengaruhi dalam proses
pencucian, pengisian terutamanya yaitu perebusan sehingga hal ini
berdamapak pada berkurangnya kadar dari vitamin C itu sendiri (Putri,
2015).
Fungsi dari vitamin C yaitu salah satunya sebagai antioksidan yang
mana antioksidan ini sebagai penangkal radikal bebas dengan cara
mencegah terjadinya oksidasi maka dari itu dapat menjaga kesehatan pada
tubuh. Ada gugus enadiol yang berpengaruh pada sifat vitamin C itu
sendiri yaitu berperan sebagai reduktor kuat. Selain itu juga, gugus enadiol
dapat berdampak pada rasa yang dimiliki oleh vitamin C yaitu asam
(Rienoviar dan Nashrianto, 2010).
Antioksidan yang terkandung didalam vitamin C ini juga
menyebabkan vitamin C menjadi mudah mengalami oksidasi. Vitamin C
mudah teroksidasi dalam bentuk terlarutnya seperti dilarutkan di dalam
air. Dan juga seiring dengan penyimpanan pada vitamin C dapat membuat
kandungan yang ada pada vitamin C menjadi menurun, hal ini
dikarenakan adanya asam akorbat oksidase (Sari, 2012).
Kestabilan vitamin C selain dipengaruhi oleh udara dipengaruhi pula
oleh pH. Mengecilnya nilai pH atau dalam suasana asam, vitamin C akan
stabil. Sedangkan pada suasana alkali atau basa, stabilitas vitamin C akan
menurun dan berujung pada degradasi. Kecepatan hancurnya vitamin C
sama besar dengan jumlah oksigen pada senyawa tersebut (Farikha et al.,
2013).
Vitamin C itu termasuk juga kedalam lakton, yang mana ester yang
ada pada asam hidroksilat serta vitamin C juga memiliki spesifikasi
khusus yaitu gugus enadiol. Bagian enadiol ini berikatan dengan gugus
COOH pada cincin lakton. Fungsi lainnya yaitu menaikkan proses imun
manusia, merangsang penyusunan zat pengemulsi lemak dalam glandula
empedu, dan menjembatani pengeluaran jenis-jenis sterol. Serta di dalam
otak manusia itu terkandung banyak vitamin C, oleh karena itu senyawa
ini sangatlah penting untuk membantu kinerja otak (Rahmawati et al,
2012).
Untuk melakukan uji kuantitatif mengenai perhitungan kadar dari
vitamin C, dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yaitu titrasi
iodimetri, kromatografi cair kinerja tinggi dan juga spektrofotometri
(Jubahar et al, 2017).
Titrasi iodimetri pada penentuan kadar vitamin C berprinsip pada
reaksi reduksi oksidasi. Pada reaksi reduksi terjadi penurunan bilangan
oksidasi, pengikatan elektron, dan pelepasan oksigen. Pada reaksi
oksidasi terjadi peningkatan bilangan oksidasi, pengikatan oksigen, dan
pelepasan elektron. Senyawa yang mengalami oksidasi disebut reduktor
atau reduktan, contohnya vitamin C, vitamin A, vitamin E, dan tiosulfat.
Senyawa yang mengalami reduksi disebut oksidator atau oksidan,
contohnya dikromat (Spohrer et al., 2019).
Pada umumnya, reaksi oksidasi yang terjadi pada vitamin C ini terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu spontan yang mana adanya keterlibatan dari
suatu enzim seperti gluthation enzyme, dan non spontan yang tidak adanya
keterlibatan enzim di dalamnya. Pemeriksaan kadar pada vitamin C
dilakukan pada titrasi iodimetri yaitu titrasi yang melibatkan iodium
sebagai pentiternya dan vitamin C sebagai titrannya. Sebagai tanda dari
titik akhir titrasi ini yang mengikutsertakan iodin dapat dilihat dengan
menambahkan indikator amilum ke dalamnya sehingga akan
memunculkan warna menjadi biru. Warna biru ini timbul karena terbentuk
kompleks iod-amilum. Vitamin C mempunyai nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan iodin dari segi potensial reduksi oleh karena itu
dapat diterapkan titrasi secara langsung dengan iodin. Ketika seluruh
vitamin C itu telah bereaksi dengan iodium maka akan terbentuk titik
akhir titrasi dengan perubahan warna larutan menjadi warna biru. Adapun
reaksi dari titrasi iodimetri antara vitamin C dan iodium :
C6H8O6 + I2 C6H6O6 + 2I- + 2H+ (Helmiyesi et al., 2008).
Iodium mempunyai harga potensial standar (E0) yang berada di daerah
pertengahan, maka dari itu dapat berfungsi sebagai oksidator maupun
reduktor. Akan tetapi kemampuan mengoksidasinya lebih baik sehingga
dipilih sebagai pasangan untuk uji vitamin C yang mana memiliki sifat
yang lebih mudah mereduksi. Reaksi reduksi oksidasi ini bersifat
simultan. Artinya ketika suatu senyawa mengalami reduksi, senyawa lain
mengalami oksidasi. Dalam hal ini, vitamin C mengalami reduksi maka
iodium mengalam oksidasi. Namun, larutan iodium ini akan dijadikan
sebagai titran yang harus distandarisasi terlebih dahulu oleh Na2S2O3
(Karinda et al., 2013).
Reaksi kompleksometri merupakan sebuah reaksi pembentukan
senyawa komplek dari reaksi antara logam dengan ligan. Ligan ini akan
mendonorkan pasangan elektron bebasnya pada logam yang akan
digunakan bersama untuk membentuk senyawa kompleks. Adapun yang
menjadi zat pembentuk kompleks banyak digunakan pada titrasi
kompleksometri ini yaitu garam dinatrium etilen diamina tetra astetat atau
yang sering disebut dengan dinatrium EDTA (Triwahyuni, 2008).
V. Alat dan Bahan
5.1 Alat
a. Batang pengaduk
b. Beaker glass
c. Burret
d. Erlenmeyer
e. Gelas ukur
f. Kertas perkamen
g. Krus
h. Labu ukur
i. Neraca analitik
j. pH Indikator
k. Plastik hitam
l. Pipet tetes
m. Statif dan klem
n. Tabung reaksi
o. Tanur
5.2 Bahan
a. Amilum
b. Aquadest
c. Asam Askorbat (Vitamin C)
d. Asam Sulfat
e. Benedict
f. Etanol
g. Kalium dikromat
h. Kalium Iodida
i. Metilen Blue
j. Natrium Tiosulfat
k. Nessler

VI. Prosedur
6.1 Uji Kualitatif
6.1.1 Uji Organoleptis
Asam askorbat dicicipi rasanya, dicium baunya, dan
diamati bentuk dan warnanya.
6.1.2 Uji Kelarutan
20 mg asam askorbat dilarutkan dalam 5 mL aquadest dan
20 mg asam askorbat dilarutkan dalam 5 mL etanol.
6.1.3 Uji pH
Indikator pH ataupun kertas lakmus dicelupkan ke dalam
larutan asam askorbat.
6.1.4 Uji Warna
a. Reagen Metilen Blue
25 mg metilen blue ditimbang dan dilarutkan dalam
100 mL aquadest kemudian diencerkan menjadi 250
mL. Untuk pengujian warna, sebanyak 2mL larutan
asam askorbat (0,2 gram dalam 10 mL aquadest)
ditetesi 4-5 tetes reagen metilen blue dan diamati
perubahan warna yang terjadi.
b. Reagen Benedict
1,73 gram CuSO4 dilarutkan dalam 10 mL H2O. 17,3
gram Na3sitrat dan 10 gram Na2CO3 anhidrat dilarutkan
dalam 80 mL aquadest sambil dipanaskan, larutan ini
dituangkan ke dalam larutan CuSO4. Larutan
diencerkan hingga 100 mL. Untuk pengujian warna,
sebanyak 2 mL larutan asam askorbat (0,2 gram dalam
10 mL aquadest) ditambahkan 0,5 mL reagen benedict,
dipanaskan selama 3 menit, dan diamati perubahan
warna yang terjadi.
c. Reagen Nessler
50 gram KI padat dilarutkan dalam 50 mL aquadest.
Larutan KI ditambahkan ke dalam larutan merkuri
klorida (22 gram merkuri klorida dalam 350 mL
aquadest) hingga endapan larut kembali. Larutan
ditambahkan 200 mL NaOH 5N dan add 1 L. Untuk
pengujian warna, 2 mL larutan asam askorbat (0,2 gram
dalam 10 mL aquadest) ditetesi reagen Nessler,
dipanaskan, dan diamati perubahan warna yang terjadi.
6.1.5 Uji Sisa Pemijaran
Krus kosong dipijarkan pada suhu 600ºC ± 50ºC. Krus
kosong ditimbang dan dicatat massanya. Lalu krus diisi
dengan 1 gram vitamin C dan 1 mL H2SO4. Krus tersebut
dipijarkan hingga terbentuk abu lalu krus tersebut
ditimbang dan dihitung sisa pijarannya.
6.1.6 Uji Batas Logam Berat
Dibuat larutan baku, uji, dan pembanding. Larutan baku
berisi larutan baku timbal 2 mL yang diencerkan hingga 25
mL dengan air dan diatur pH 3-4. Larutan uji berisi vitamin
C dan aquadest dengan pH diatur 3-4. Larutan pembanding
berisi vitamin C, aquadest, dan baku timbal dengan pH
diatur 3-4. Ketiga larutan dibandingkan warnanya setelah
ditambahkan dapar asetat dan dialiri gas H2S.
6.2 Uji Kuantitatif
6.2.1 Pembuatan Reagen
a. Larutan Natrium Tiosulfat 0,1N
5,2 gram Na2S2O3 dan 40 mg Na-karbonat ditimbang.
Keduanya dilarutkan dalam 200 mL aquadest panas.
b. Larutan Iodin 0,05 M
36 gram KI ditimbang dan dilarutkan dalam 200 mL
aquadest. 14 gram I2 ditambahkan ke dalam larutan KI.
HCl ditambahkan dan larutan dimasukkan ke dalam
labu ukur 1L dan add aquadest 1L.
c. Indikator Amilum 5%
500 mg amilum ditimbang dan dilarutkan dalam 100
mL aquadest sambil dipanaskan.
d. Larutan Kalium Iodat 0,1N
0,05 gram KIO3 ditimbang dan dilarutkan dalam 25 mL
aquadest. 5 mL larutan KIO3 dimasukkan sebanyak dua
kali ke dalam 2 erlenmeyer dan dimasukkan 0,125
gram KI masing-masing ke dalam erlenmeyer.
6.2.2 Pembakuan
a. Pembakuan Na2S2O3
Na-tiosulfat dalam buret dan KIO3 dalam erlenmeyer.
Titrasi dilakukan hingga terbentuk warna kuning
jerami. Indikator amilum ditambahkan dan dititrasi
kembali hingga warna kembali bening.
b. Pembakuan I2
Na-tiosulfat dalam buret dan 10 mL iodin dalam
erlenmeyer. Titrasi dilakukan hingga terbentuk warna
kuning jerami. Indikator amilum ditambahkan dan
dititrasi kembali hingga warna kembali bening.
6.2.3 Penentuan Kadar Vitamin C
100 mg vitamin C (vitacimin) ditimbang dan dilarutkan
dalam 25 mL aquadest. Larutan vitamin C diencerkan
dengan aquadest hingga 250 mL. 20 mL larutan vitamin C
dipipet ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5 mL H2SO4
2N, dan ditetesi indikator amilum sebanyak 3 tetes. Titrasi
dengan I2 sampai terbentuk warna biru dan dicatat volume
I2 yang terpakai dan dihitung kadar vitamin C.
VII. Data Pengamatan
7.1 Uji Kualitatif
Sesuai
Prosedur Literatur Hasil Praktikum atau
Tidak
Uji Organoleptis
Asam askorbat Hablur/serbuk; Serbuk; putih; tidak Sesuai
dicicipi rasanya, putih atau agak berbau
dicium baunya, kuning; asam; tidak
diamati bentuk dan berbau (Depkes RI,
warnanya. 1979).
Uji Kelarutan
0,1 gram asam Mudah larut dalam 0,1 g vitamin C larut Sesuai
askorbat dilarutkan air dan agak sukar dalam H2O dan tidak
dalam 1 mL larut dalam etanol larut dalam etanol
aquadest dan 1 95% P (Depkes RI,
mLetanol. 1979).
Uji pH
Lakmus merah pH larutan vitamin Lakmus merah tetap Sesuai
dicelupkan ke C 5% dalam air berwarna merah, (asam)
dalam larutan adalah 2,1-2,6 artinya bersifat asam
asam askorbat. (Sweetman, 2005).
Uji Warna
- Metilen Blue
25 mg metilen blue
ditimbang dan Warna biru tua Telah dibuat reagen
dilarutkan dalam dalam 3 menit yang metilen blue
100 mL aquadest kemudian berubah
4-5 tetes metilen menjadi bening Terbentuk warna
blue diteteskan ke (Depkes RI, 1979). biru lalu berubah Sesuai
dalam larutan menjadi bening
vitamin C.
Uji Warna
- Benedict
1,73 g CuSO4
dilarutkan dalam
10 mL air Telah dibuat reagen
17,3 g Na3sitrat benedict
dan 10 g Na2CO3
anhidrat dilarutkan
dalam 80 mL
aquadest. Larutan
ini dituangkan ke
dalam larutan
CuSO4.
Larutan asam Endapan merah Tidak terbentuk Tidak
askorbat ditetesi bata (Siti et endapan merah bata sesuai
reagen benedict, al.,2016).
dipanaskan.
Uji Warna
- Reagen Nessler
50 g KI dilarutkan
dalam 50 mL H2O
Larutan KI Telah dibuat reagen
ditambahkan ke nessler
dalam larutan
merkuri klorida,
lalu 200 mL NaOH
ditambahkan, ad
aquadest 1 L
Larutan asam Warna hitam Larutan berwarna Sesuai
askorbat ditetesi (Clarke, 1986). hitam
reagen Nessler,
dipanaskan.
Uji Sisa Pemijaran
Krus kosong Sisa pijaran tidak Didapat sisa pijaran Tidak
dipijarkan lalu lebih dari 0,1% yaitu 5,6% sesuai
ditimbang (Depkes RI, 1979).
Krus diisi 1 g
vitamin C dan 1
mL H2SO4,
dipijarkan hingga
terbentuk abu,
ditimbang
Sisa pijaran
dihitung
Uji Batas Logam Berat
Dibuat larutan Tidak dibuat. Telah
timbal nitrat pekat tersedia di
dengan dilarutkan laboratorium.
159,8 mg timbal
nitrat dalam 100
mL air yang telah
ditambah 5 mL
HNO3
Larutan timbal Tidak dilakukan
nitrat diencerkan
hingga 100 mL
Dibuat dapar asetat Tidak dilakukan
dengan dilarutkan
25 g ammonium
asetat dalam 25
mL H2O,
ditambahkan 38
mL HCl 7N, diatur
pH hingga 3,5
Dibuat larutan Telah dibuat larutan
baku: baku timbal baku pada tabung I
dimasukkan ke dengan komposisi
tabung FeS.
pembanding
warna, diencerkan,
diatur pH hingga
3-4
Dibuat larutan uji: Telah dibuat larutan
vitamin C dan uji pada tabung II
aquadest dengan komposisi:
dimasukkan ke vitamin C dan H2O.
tabung
pembanding
warna, diatur pH
hingga 3-4
Dibuat larutan Telah dibuat larutan
pembanding: pembanding pada
vitamin C, tabung III dengan
aquadest, dan baku komposisi: vitamin
timbale C, H2O, dan FeS.
dimasukkan ke
tabung
pembanding
warna, diatur pH
hingga 3-4
Dibuat gas H2S Tidak dilakukan
dengan cara FeS
dicampurkan
dengan asam sulfat
atau HCl encer
Tabung larutan uji, Batas logam berat Hanya dibandingkan
baku, dan tidak lebih dari 20 secara kualitatif,
pembanding bpj (Depkes RI, dilihat warnanya
diamati warnanya 1979). saja.
setelah
ditambahkan dapar
asetat dan dialiri
H2S

7.2 Uji Kuantitatif


Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat
5,2 g Na-tiosulfat dan 40 mg Na- Didapat 5,2041 g Na-tiosulfat dan
karbonat dilarutkan dalam 200 mL 0,0418 g Na-karbonat. Telah dibuat
H2O larutan na-tiosulfat.
Pembuatan Larutan Iodin 0,05 M
36 g KI ditimbang dan dilarutkan Didapat 36,0364 g KI dan dilarutkan
dalam 25 mL H2O dalam H2O berupa larutan berwarna
putih
14 g I2 dimasukkan ke dalam larutan Didapat 14,0771 g I2
KI
HCl ditambahkan, H2O ad 1L Didapat larutan I2 berwarna jingga
Pembuatan Indikator Amilum
500 mg amilum dilarutkan dalam Telah dibuat larutan amilum
100 mL H2O sambil dipanaskan
Pembuatan Larutan KIO3
0,05 g KIO3 dilarutkan dalam 25 Didapat 0,0512 gram KIO3
mL H2O
5 mL larutan KIO3 dimasukan ke Telah dibuat larutan KIO3
Erlenmeyer dan ditambahkan 0,125
g KI
Pembakuan Na-tiosulfat
Na-tiosulfat di buret, KIO3 di Na-tiosulfat telah dibakukan dan
Erlenmeyer. Titrasi hingga kuning didapat normalitasnya 0,03N
jerami, amilum ditambahkan lalu
titrasi kembali
Pembakuan Iodin
Na-tiosulfat di buret, iodin di Iodin telah dibakukan dan didapat
erlenmeyer. Titrasi hingga kuning normalitasnya 0,001N
jerami, amilum ditambahkan lalu
titrasi kembali
Penetapan Kadar Vitamin C
100 mg vitacimin dilarutkan dalam 0,1 gram vitacimin larut dalam 25 mL
25 mL aquadest, diencerkan hingga aquadest dan telah diencerkan
250 mL. menjadi 250 mL dalam labu ukur
20 mL dipipet ke dalam erlenmeyer, Tersedia larutan bening
ditambahkan H2SO4 2N 5 mL, dan 3
tetes amilum
Dititrasi secara triplo dengan iodin Terbentuk larutan berwarna biru tua

VIII. Perhitungan
8.1 Uji Sisa Pemijaran
W0 = Berat krus kosong
W1= Berat krus + zat sebelum pemijaran
W2= Berat krus + zat setelah pemijaran

W0 W1 W2

I: 37,2188 39,3920 37,2994

II: 34,5446 36,7542 34,6670

III: 35,6922 38,1154 35,8683

Sisa Pemijaran I =

Sisa Pemijaran II =

Sisa Pemijaran III =

Rata-rata Sisa Pemijaran =

8.2 Pembuatan Amilum 0,5%; 100 mL


Amilum yang harus ditimbang =

8.3 Pembuatan Iodium 1L


Untuk 500 mL  KI 18 gram dan I2 7 gram
Maka untuk 1000 mL  36 gram KI dan I2 14 gram
8.4 Pembakuan Na2S2O3
N

Pengenceran KIO3
N1V1 = N2V2
0,14 x 10 = N2 x 25
N2 = 0,056 N
Diperoleh volume Na2S2O3 untuk mentitrasi 10 ml KIO3 sebanyak
18,3 ml Sehingga :
N1V1 = N2V2
N1 x 18,3 = 0,056 x 10
N1 = 0,03 N
Jadi, N Na2S2O3 adalah 0,03 N
8.5 Pembakuan I2 oleh Na2S2O3
Volume hasil titrasi:
V1 = 0,4 ml
V2 = 0,2 ml
V3 = 0,4 ml
V rata-rata = 0,34 ml
Normalitas I2 :
N1V1 = N2V2
0,03 x 0,34 = N2 x 10
N2 = 0,001 N
Jadi, normalitas I2 yaitu 0,001 N.
8.6 Perhitungan Kadar Vitamin C (Sampel Vitacimin)

% kadar Vitamin C =

Volume I2 yang digunakan:


V1 = 4,5 ml
V2 = 4,6 ml
V3 = 4,5 ml
Vrata-rata=4,53ml

FP =

mg vitamin C = NI2 x VI2 x Mr x FP

% kadar Vitamin C =
=

= 19,932 %
Jadi, kadar vitamin C yang ada pada sampel vitacimin yaitu 19,932%

IX. Pembahasan
Pada praktikum kali ini telah dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif
vitamin c. Uji kualitatif yang dilakukan diantaranya pengamatan secara
organoleptis, uji kelarutan, uji pH, uji warna dengan berbagai reagen, uji
sisa pemijaran, dan uji batas logam berat. Uji kualitatif asam askorbat atau
vitamin c ini dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya asam askorbat
atau vitamin c dalam suatu sampel yang selanjutnya membandingkannya
dengan literatur seperti Farmakope Indonesia. Untuk uji kuantitatif
dilakukan penentuan kadar vitacimin dengan larutan iodin.
Uji kualitatif yang pertama dilakukan yaitu uji organoleptis, uji
organoleptis yang dilakukan meliputi pengamatan warna, bau, dan bentuk
dari asam askorbat. Dalam praktikum didapatkan asam askorbat berwarna
putih agak kekuningan, berbentuk hablur/ serbuk, dan tidak berbau. Hal
tersebut menunjukkan hal yang sesuai dengan pemerian asam askorbat
pada Farmakope Indonesia jilid V yaitu hablur atau serbuk, putih atau
agak kuning, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap,
dalam keadaan kering stabil di udara dan dalam larutan cepat teroksidasi.
Selanjutnya dilakukan uji kelarutan asam askorbat pada pelarut etanol dan
aquadest. Dalam praktikum, dilakukan uji kelarutan dengan menimbang
0,1 gram asam askorbat sebanyak dua kali, kemudian disiapkan larutan
aquadet 1ml dan etanol 1 ml, kemudian asam askorbat dilarutkan dalam
masing-masing pelarut. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa asam
askorbat lebih larut di dalam air dibandingkan dalam etanol. Hal ini
menunjukkan hasil yang sesuai dengan FI V dimana asam askorbat mudah
larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform,
eter, dan benzen. Kemudian dilakukan pengujian pH asam askorbat, dalam
praktikum uji ini dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus merah
dan didapatkan hasil yaitu kertas lakmus merah tidak mengalami
perubahan warna yang menujukkan bahwa larutan bersifat asam.
Uji kualitatif selanjutnya yaitu uji sisa pemijaran dengan mnggunakan
krus dan tanur, pertama-tama krus kosong dimasukkan ke dalam tanur
yang telah dipanaskan selama kurang lebih 30 menit, kemudian krus
diambil kembali dan didinginkan kemudian ditimbang, didapatkan berat
krus kosong I = 37,2188 gram, II= 34,5446, III = 35,6922 kemudian asam
askorbat sebanyak 1 gram dan asam sulfat 1 ml dimasukkan ke dalam krus
lalu dipijarkan kembali ke dalam tanur. Uji ini dilakukan tiga kali pada
krus yang berbeda. Setelah dipijarkan dan terbentuk abu, krus didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang kembali. Didapatkan kadar sisa pemijaran
yaitu I= 3,7088%, II= 5,5345%, III=7,2672, dan didapatkan rata-rata sisa
pemijaran = 5,5052%. Hal ini tidak sesuai dengan FI V yang menyebutkan
kadar sisa pemijaran tidak boleh lebih dari 0,1 %, hal ini dapat terjadi
karena beberapa faktor seperti pengujian dilakukan dalam waktu yang
terlalu cepat sehingga tidak dilakukan sampai didapatkan massa krus yang
konstan sehingga mempengaruhi pada hasilnya. Uji sisa pemijaran ini
merupakan salah satu uji syarat kemurnian bahan baku yang bertujuan
untuk membuktikan bahwa asam askorbat bebas dari senyawa asing dan
cemaran. Uji ini dimaksudkan untuk membatasi senyawa demikian sampai
pada jumlah yang tidak mempengaruhi partikel pada kondisi biasa.
Selanjutnya dilakukan uji kualitatif berupa uji batas logam berat.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan prinsip perbandingan.
Larutan sampel dibandingkan dengan larutan standar dan yang
dibandingkan adalah intensitas warna yang terbentuk. Dalam praktikum
dilakukan uji batas logam dengan membandingkan larutan asam askorbat
dengan larutan pembanding yang berisi asam askorbat, aquadest, Fes, dan
larutan baku FeS. Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai
massa jenis lebih besar dari 5 g/cm³, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni.
Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan
pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup. Uji
Batas Logam Berat pada FI V dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
cemaran logam dengan ion sulfida menghasilkan warna pada kondisi
penetapan, tidak melebihi batas logam berat yang tertera pada masing-
masing monografi, dinyatakan dalam persen (%) timbal dalam zat uji,
ditetapkan dengan membandingkan secara visual.
Uji selanjutnya yaitu uji warna dengan reagen metilen blue, benedict,
dan nessler. Uji warna ini dilakukan dengan melarutkan 0,2 gram asam
askorbat kemudian dilarutkan dalam 10 ml aquadest. Diambil 2 ml larutan
lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditetesi 4-5 tetes
reagen. Untuk uji dengan reagen metilen blue terjadi terubahan warna dari
biru menjadi bening. Metilen blue dapat bereaksi dengan vitamin C
membentuk senyawa leukometilen biru. Vitamin C mengalami proses
oksidasi sedangkan metilen biru tereduksi menjadi senyawa leukometilen
biru yang tidak berwarna. Karena hal tersebut, dapat terjadi perubahan
warna dari biru menjadi bening karena metilen blue tereduksi sehingga
warna biru menghilang. Untuk uji dengan reagen benedict, larutan sampel
direaksikan dengan reagen benedict dimana uji positif ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan hijau kekuningan hingga merah bata. Asam
askorbat yang bersifat sebagai reduktor, dengan adanya gugus enadiol
akan mereduksi Cu2+ yang berasal dari reagen benedict menjadi Cu+ dan
membentuk endapan CuO2 yang berwarna hijau kekuningan hingga merah
bata. Dalam praktikum, tidak didapatkan hasil yang sesuai dimana larutan
berwarna biru muda, hal ini terjadi karena dalam pembuatan reagen
Benedict tidak terdapat natrium sitrat dan diganti dengan ammonium
sitrat. Hal ini yang memungkinkan berpengaruh terhadap hasil akhir pada
uji warna dengan reagen benedict. Selanjutnya, uji dengan reagen nessler
setelah reagen nesler ditambahkan, dilakukan pemanasan dengan bunsen
dan didapatkan larutan berwarna abu-abu kehitaman.
Selanjutnya dilakukan uji kuantitatif. Langkah pertama yang harus
dilakukan yaitu menggerus sampel vitacimin hingga halus, lalu sampel
yang telah digerus ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dilarutkan
menggunakan aquadest setelah dilarutkan dimasukan ke dalam labu ukur
250 ml dan di add hingga tanda batas lalu kocok hingga homogen.
Langkah selanjutnya yaitu memipet larutan sampel vitamin C dan
memasukannya ke dalam tiga buah erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan
asam sulfat (H2SO4) sebanyak 5 ml dan dimasukan ke dalam tiga buah
erlenmeyer yang sudah terisi masing-masing 20 ml larutan sampel vitamin
C. Selanjutnya ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes dan
dititrasi dengan larutan iodium.
Uji kuantitatif dilakukan untuk pemeriksaan mutu bahan baku vitamin
C atau asam askorbat dengan cara titrasi iodimetri. Vitamin C ditirasi
dengan iodin (oksidator). Iodin merupakan larutan baku sekunder yang
tidak stabil yang mudah menguap dalam suhu kamar dan akan terurai jika
terkena cahaya, maka pada saat pembuatan larutan baku iodin harus
ditutupi dengan keresek hitam dan telah distandarisasi terlebih dahulu oleh
natrium tiosulfat.
Sebelum dilakukan titrasi dilakukan penambahan H2SO4 pada
erlenmeyer yang telah berisi larutan asam askorbat atau vitamin C. Hal ini
dilakukan karena H2SO4 berfungsi sebagai katalisator yang akan
mempercepat reaksi selain itu penambahan H2SO4 menyebabkan
larutannya bersifat asam, larutan bersifat asam untuk dapat menjaga
kestabilan asam askorbat atau vitamin C karena sifat dari vitamin C itu
sendiri yaitu lebih stabil pada pH asam dibandingkan dengan pada pH
basa.
Penambahan amilum dimaksudkan sebagai indikator untuk
memperjelas titik akhir titrasi sehingga mudah dilihat dengan mata
telanjang. Warna biru yang terbentuk pada akhir titrasi ini pengaruh dari
pembentukan kompleks iod-amilum. Kompleks ini memberikan warna
biru. Larutan amilum sangat mudah terdegradasi oleh karena itu pada saat
pembuatannya serbuk amilum ditaburkan secara perlahan lalu didihkan.
Dengan cara ini dilakukan akan membantu tidak terjadinya
penggumpalan.
Larutan iodium dibakukan terlebih dahulu menggunakan larutan
natrium tiosulfat. Pembakuan dilakukan agar zat tetap stabil dan
konsentrasi zat tidak berubah. Dalam pembakuan ini natrium tiosulfat juga
merupakan larutan sekunder dimana natrium tiosulfat mengandung
belerang yang dapat digunakan bakteri sebagai medianya, maka dari itu
perlu dibakukan dengan kalium dikromat, ditambahkan KI untuk
membentuk I2 yang baru dapat dititrasi dengan natrium tiosulfat.
Pembakuan natrium tiosulfat ini bias dibialng termasuk iodometri atau
titrasi tidak langsung.
Titrasi iodimetri untuk penentuan kadar vitamin C dilakukan triplo
untuk memastikan hasil titrasi akurat dengan mempertimbangkan hasil
data-data yang telah didapat. Berdasarkan hasil titrasi yang telah
dilakukan didapatkan volume hasil titrasi V1 = 4,6 ml, V2 = 4,5 ml, dan V3
= 4,5 ml. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar dan didapatkan kadar
vitamin C dari sampel vitacimin adalah 19,932%. Hasil ini tidak sesuai
dengan literatur Farmakope IV dimana dikatakan bahwa kadar vitamin C
atau asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 100,5%.
X. Kesimpulan
Dapat memeriksa mutu bahan baku vitamin C secara kualitatif dan secara
kuantitatif didapatkan kadar vitamin C pada vitacimin yaitu 19,932%.

XI. Daftar Pustaka


Burgess, A. E. 2014 . Kinetics of The Rapid Reaction between Iodide and
Ascorbic in Aqueous Solution Using UV-Visible Absorbance and
Titration by Iodide Clock. Journal Chemical Education.
Vol.91(2):300-304.
Chang, R. 2004. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Clarke. 1986. Clarke’s Isolation and Identification of Drugs. London:
Pharmaceutical Press.
Day, R.A., dan A.L. Underwood. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta
: Erlangga.
Depkes, RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dogra. 1998. Kimia Fisika. Jakarta : Universitas Indonesia.
Farikha, I. N., C. Anam, dan E. Widowati. 2013. Pengaruh Jenis dan
Konsentrasi Bahan Penstabil Alami terhadap Karakteristik Fitokimia
Sari Buah Naga Selama Penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan Vol.
2(1)
Gandjar, I. G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Helmiyesi, Hastuti R. B., dan Prihastanti E. 2008. Pengaruh Lama
Penyimpanan Terhadap Kadar Gula dan Vitamin C pada Buah Jeruk
Siam (Citrus nobilis var.microcarpa). Buletin Anatomi dan Fisiologi.
Vol. 16(2).
Jubahar, J., Yuliana A., dan Nerry S. 2017. Penetapan Kadar Vitamin C
dari Buah Cabe Rawit dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Jurnal Farmasi Higea. Vol 7(2).
Karinda, M., Fatimawali, dan Gayatri C. 2013. Perbandingan Hasil
Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol dengan Menggunakan
Metode Spektrofotometri UV-Vis dan Iodimetri. Jurnal Pharmacon.
Vol. 2(1).
Keppy, N. K. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Putri, M.P. 2015. Analisis Kadar Vitamin C pada Buah Nanas Segar dan
Buah Nanas Kerang dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS. Jurnal
Wiyata. Vol 2(1).
Rahmawati, F. dan Hana Choiril. 2013. Penetapan Kadar Vitamin C Pada
Bawang Putih dengan Metode Iodimetri. CERATA Journal of
Pharmacy Science. Vol. 4(1).
Ranganathan, S. 2014. Development of A Profitable Method For Salt
Iodine Estimation. Analytical Chemistry An Indian Journal. Vol.14(7):
241-246.
Rienoviar dan Husain Nashrianto. 2010. Penggunaan Asam Askorbat
(Vitamin C) untuk Meningkatkan Daya Simpan Sirup Rosela. Jurnal
Hasil Penelitian Hasil Industri. Vol 23(1).
Sari., Elok K N, dkk. 2012. Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus
Sylvestris mill) Secara non-termal Berbasis Teknologi Oscillating
Magneting Field (OMF). Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 13(2).
Siti, N., Anita, dan Rahmi. 2016. Penetapan Kadar Vitamin C pada Jerami
Nangka, jurnal Farmasi Sains dan Praktis Vol. 2(1): 1-5.
Spohrer, C., C. Breitenbuecher, dan L. Brar. 2019. Oxidation-Reduction
Reactions. Tersedia online di
http://chem.libretexts.org/Bookshelves/Analytical_Chemistry/Supplem
ental_Modules-
(Analytical_Chemistry)/Electrochemistry/Redox_Chemistry/Oxidation
-Reduction_Reactions. [Diakses pada Selasa, 17 September 2019].
Triwahyuni, E. 2008. Penggunaan Metode Kompleksometri pada
Penetapan Kadar Seng Sulfat dalam Campuran Seng Sulfat dengan
Vitamin C. Diperoleh dari https://jurnal.unimus.ac.id pada tanggal 16
September 2019.
LAMPIRAN

Uji Organoleptik Uji pH: lakmus merah tetap merah


artinya vitamin C asam

Penimbangan Vitamin C Vitamin C larut dalam air (kanan)


untuk uji kelarutan dan tidak larut dalam etanol (kiri)
Uji warna dengan Uji warna dengan reagen
reagen Nessler Benedict

Uji warna dengan reagen metiklen


blue: terbentuk biru (kiri) lalu
bening (kanan)
\
Pemijaran krus Pendinginan krus pada
pada tanur desikator

Uji batas logam berat dengan membandingkan


warna larutan uji (tengah), larutan pembanding
(kiri), dan larutan baku (kanan).
Penimbangan KI (kanan) dan I2
(kiri) untuk pembuatan larutan I2

Hasil titrasi untuk penentuan kadar


vitamin C pada vitacimin. Didapat
kompleks biru iod-amilum.

Anda mungkin juga menyukai