Anda di halaman 1dari 11

FARMAKOLOGI 1

SUMBER-SUMBER OBAT

“Disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Anatomi Farmakologi 1”

NAMA : DILLAH APRILIA


NIM : O1A123278
KELAS :B

DOSEN PENGAMPU :
Henny Kasmawaty, S.Farm., M.Si., Apt.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2024
Sumber-sumber Obat
1. Tumbuhan
1) Kuinin : Kuinin diekstrak dari kulit pohon Cinchona, yang berasal dari Amerika
Selatan, terutama Peru, Kolombia, dan Ekuador. Pohon Cinchona telah lama
digunakan oleh penduduk asli di wilayah tersebut untuk mengobati demam.

a. Sejarah
Awal dikenalnya tanaman kina berasal dari cerita istri bangsawan Peru yang
mengalami sakit dan menjadikan kulit batang kina sebagai obat penurun demam.
Nama wanita tersebut adalah Chinchon maka penyebutan Chinchona diasumsikan
dari nama tersebut sedangkan asal-muasal nama "quinine" karena suku Quechua
Indian di Amerika Selatan menggunakan kata tersebut untuk menyebut "kulit batang",
pada bahasa mereka adalah "quina-quina" atau bahasa Inggrisnya "bark". Cerita ini
bergulir di sekitar Amerika Selatan karena daerah asal tanaman ini di wilayah
Pegunungan Andes yaitu Peru, Bolivia, dan Colombia awal penyebaran tanaman kina
ini. Kina mulai dikenal di Inggris sekitar tahun 1677 saat seorang inggris
membawanya ke sektor farmasi di Inggris. Namun ekspansi yang luas dimulai oleh
bangsa Spanyol saat datang ke Amerika Selatan dan mulai menguasai wilayah
tersebut juga dengan tanaman-tanaman kina yang ada di sana. Tahun 1735 seorang
ahli botani dari Perancis bernama Joseph de Jussieu mulai mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan tanaman kina, beliau merupakan orang non Spanyol pertama yang
mengikuti ekspedisi ke Amerika Selatan. Sejak saat itu kina mulai dijadikan bahan
obat utama untuk penyakit malaria yaitu antara tahun 1650-1850.

b. Perkembangan
Tanaman kina merupakan tanaman yang sangat penting bagi Negara Indonesia
maupun di luar negeri, karena tanaman ini mengandung senyawa alkaloid. Alkaloid
merupakan bahan alam yang berguna sebagai bahan baku untuk pembuatan obat pil
kina yang berkhasiat dalam pengobatan penyakit malaria baik malaria tropikana
maupun penyakit malaria kuartana.
Kina identik dengan obat malaria, tetapi itu dahulu. Kini beragam penelitian
menunjukkan bahwa kina (Chincona sp.) memiliki beragam khasiat kesehatan.
Ternyata tidak hanya kulit. batang kina yang berfaedah. Bagian tanaman lain pun
seperti daun memiliki manfaat kesehatan, Hariyanti dari Sekolah Farmasi, Institut
Teknologi Bandung, merangkum beberapa penelitian yang menunjukkan peran kina
sebagai antikanker, antioksidan, antidiabetes, antimikrob, dan antivirus.
Senyawa utama dalam kina yaitu sinkonin (cinchonine), sinkonidin
(cinchonidine), kuinin (quinine), dan kinidin (quinidine) berperan pada khasiat
kesehatan itu. Menurut Direktur PT Sinkona Indonesia Lestari, Yogi Subaktyana, kina
menjadi bahan baku obat kram kaki di negara-negara Skandinavia. Herbalis di
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Ujang Edi, mengatakan, kulit batang kina juga
untuk kebugaran tubuh, melancarkan aliran darah, dan menjaga kesehatan ginjal.
2) Digitalis : Digitalis adalah senyawa yang diekstrak dari tanaman Digitalis purpurea,
atau lebih dikenal dengan nama foxglove. Tanaman ini berasal dari Eropa Barat dan
digunakan dalam pengobatan tradisional sebelum diketahui efeknya pada jantung.

a. Sejarah
Digitalis, salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200, dan
hingga saat ini diuretik masih terus digunakan dalam bentuk yang telah dimurnikan.
Digitalis dihasilkan dari tumbuhan foxglove ungu dan putih dan dapat bersifat racun.
Pada tahun 1785, William Withering dari Inggris menggunakan digitalis untuk
menyembuhkan "sakit bengkak", yaitu edema pada ekstremitas akibat insufisiensi
ginjal dan jantung. Di masa itu, Withering tidak menyadari bahwa "sakit bengkak"
tersebut merupakan akibat dari gagal jantung.

b. Perkembangan
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis bila
diberikan dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang dengan cepat,
kadang-kadang menyebabkan klien mengalami mabuk, muntah, pandangan kacau,
objek yang terlihat tampak hijau atau kuning, klien melakukan gerakan yang sering
dan kadang-kadang tidak mampu untuk menahannya. Digitalis juga menyebabkan
sekresi urine meningkat, nadi lambat hingga 35 denyut dalam satu menit, keringat
dingin, kekacauan mental, sinkope, dan kematian. Digitalis juga bersifat laksatif. Pada
kegagalan jantung, digitalis diberikan dengan tujuan memperlambat frekuensi
ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta meningkatkan efisiensi jantung.
Saat curah jantung meningkat, volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat
untuk difiltrasi dan diekskresi, sehingga volume intravaskular menurun.
Penggunaan digitalis dalam pengobatan jantung pertama kali disebutkan pada
abad ke-18 oleh seorang dokter Inggris, William Withering. Dia mempelajari
penggunaan tanaman foxglove oleh seorang dukun lokal dan menemukan bahwa
ekstrak tanaman tersebut efektif dalam mengobati gagal jantung kongestif. Pada
awalnya, digitalis digunakan dalam bentuk ekstrak tanaman, tetapi seiring
perkembangan teknologi farmasi, senyawa aktifnya, yang dikenal sebagai digoksin,
telah diisolasi dan diproduksi secara sintetis. Digitalis masih digunakan dalam
pengobatan gagal jantung, aritmia, dan beberapa kondisi jantung lainnya
hingga saat ini.

2. Hewan
1) Insulin
a. Sejarah
Insulin ditemukan pada tahun 1921 oleh ilmuwan Kanada, Sir Frederick
Banting, dan asistennya, Charles Best. Penemuan ini bermula dari pemikiran bahwa
diabetes disebabkan oleh kekurangan insulin dalam tubuh. Dengan teori ini sebagai
landasan, Banting dan Best melakukan serangkaian eksperimen menggunakan hewan
percobaan, terutama anjing. Mereka berhasil mengekstrak insulin dari pankreas
hewan dan membuktikan bahwa insulin ini mampu menurunkan kadar gula darah
pada hewan percobaan tersebut. Penemuan ini menandai titik balik dalam pengobatan
diabetes, yang sebelumnya dianggap sebagai penyakit tidak bisa disembuhkan.
Penggunaan insulin sebagai terapi menjadi revolusioner karena mampu
menyelamatkan nyawa jutaan orang yang menderita diabetes, serta memberikan
harapan baru bagi mereka yang sebelumnya harus menghadapi prognosis yang suram.

b. Perkembangan
Sejak penemuan awalnya, insulin telah mengalami perkembangan yang signifikan.
Awalnya, insulin diperoleh dari pankreas hewan, namun kemajuan dalam teknologi
rekombinan DNA memungkinkan produksi insulin manusia secara sintetis. Ini tidak
hanya membuat produksi insulin lebih efisien dan aman, tetapi juga mengurangi risiko
reaksi alergi terhadap insulin yang berasal dari hewan. Saat ini, ada berbagai jenis
insulin yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan individual pasien dengan diabetes,
termasuk insulin basal, insulin bolus, dan formulasi campuran. Selain itu, teknologi
penghantaran insulin juga terus berkembang, dengan pengembangan pompa insulin
yang memungkinkan pemberian insulin yang lebih presisi dan disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Di samping itu, penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan
terapi baru, seperti terapi penggantian sel beta dan terapi gen, dengan harapan
memperbaiki pengobatan diabetes di masa depan.

3. Mineral
1) Kaolin
a. Sejarah
Kaolin, juga dikenal sebagai tanah liat putih, adalah mineral yang terdiri dari
silikat alumunium hidrat dengan rumus kimia Al2Si2O5(OH)4. Kata "kaolin" berasal
dari kata Cina "gaoling" yang berarti "bukit tinggi", merujuk pada situs penambangan
kaolin awal di provinsi Jiangxi, Tiongkok. Penggunaan kaolin telah tercatat sejak
ribuan tahun yang lalu. Mineral kaolin, juga dikenal sebagai kaolinit, telah digunakan
dalam pengobatan sejak zaman kuno. Penggunaannya sebagai obat terutama terkait
dengan sifat adsorben yang dimilikinya, yang memungkinkan untuk menyerap dan
mengikat zat-zat berbahaya di dalam tubuh. Sejarah penggunaannya sebagai obat
mencakup peradaban kuno seperti Mesir dan Cina, di mana kaolin digunakan untuk
pengobatan gangguan pencernaan dan kulit. Pada abad ke-19, kaolin dikenal di
kalangan dokter sebagai bahan yang efektif dalam meredakan gangguan pencernaan,
sering kali dijual dalam bentuk bubuk sebagai obat bebas.

b. Perkembangan
Dalam perkembangan obat-obatan modern, proses pembuatan kaolin untuk
penggunaan obat-obatan telah semakin ditingkatkan untuk memastikan kemurnian
dan keamanannya. Teknologi modern memungkinkan kaolin diproses dengan metode
yang lebih canggih, termasuk pemurnian yang lebih intensif dan pengujian yang lebih
ketat untuk memastikan kualitasnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa
kaolin yang digunakan dalam produk obat memiliki kualitas yang konsisten dan
sesuai dengan standar keamanan dan kemanjuran yang diatur oleh badan pengawas
obat dan makanan.

Kaolin biasanya digunakan dalam formulasi obat-obatan untuk gangguan


pencernaan, seperti diare. Diare adalah kondisi yang sering terjadi dan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi, makanan yang terkontaminasi, atau
reaksi terhadap obat-obatan tertentu. Kaolin bekerja dengan menyerap air dan toksin
di dalam usus, membantu mengentalkan tinja dan mengurangi frekuensi buang air
besar yang berlebihan. Ini membantu meredakan gejala diare dan memulihkan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Namun, penting untuk menggunakan kaolin sesuai petunjuk dokter dan
mengikuti regulasi yang berlaku untuk memastikan keamanan dan kemanjuran
penggunaannya dalam pengobatan. Meskipun kaolin telah digunakan secara luas
dalam pengobatan tradisional dan modern, tetap penting untuk berkonsultasi dengan
profesional medis sebelum menggunakannya, terutama jika digunakan dalam jangka
waktu yang panjang atau dalam kombinasi dengan obat-obatan lain.

2) Carbon
a. Sejarah
Mineral karbon, yang dikenal karena sifat adsorben dan absorbenanya, memiliki
sejarah panjang dalam penggunaannya sebagai obat. Sejarahnya dimulai pada zaman
kuno, di mana arang kayu telah digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan dan
keracunan.Karbon adalah unsur kimia yang sangat penting dan memiliki sejarah yang
kaya dalam penggunaannya oleh manusia. Penggunaan awal karbon dapat ditelusuri
kembali ke zaman prasejarah, ketika manusia pertama kali menggunakan batu bara
untuk memanaskan dan memasak makanan. Namun, penggunaan karbon tidak
terbatas pada batu bara saja. Sejak zaman kuno, karbon telah digunakan dalam
berbagai bentuk, seperti arang, yang digunakan sebagai bahan bakar dan dalam
pembuatan besi tempa.

b. Perkembangan
Pada abad ke-19, aktivitas adsorben karbon aktif diakui secara resmi, dan
arang aktif mulai digunakan dalam pengobatan untuk menyerap dan mengikat racun
dalam tubuh. Selama perkembangannya, proses produksi dan pemurnian karbon aktif
semakin ditingkatkan untuk meningkatkan kemurnian dan efektivitasnya sebagai obat.
Teknik-teknik modern, seperti aktivasi kimia dan penggantian gas, telah
memungkinkan pembuatan karbon aktif yang lebih efisien dan terkendali. Karbon
aktif saat ini digunakan dalam berbagai formulasi obat, seperti tablet dan kapsul, serta
dalam produk-produk topikal seperti krim dan salep, untuk pengobatan keracunan,
gangguan pencernaan, dan pengobatan dermatologis. Meskipun telah ada kemajuan
signifikan dalam penggunaan karbon aktif dalam pengobatan, penting untuk
menggunakan obat ini sesuai dengan petunjuk dokter dan memperhatikan dosis yang
tepat untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan.

4. Mikroorganisme
1) Penisilin
a. Sejarah
Penicillin adalah kelompok antibiotik yang efektif dalam mengobati
infeksi bakteri. Penicillin merupakan salah satu penemuan terbesar dalam sejarah
kedokteran modern. Penicillin ditemukan secara tidak sengaja oleh ilmuwan Inggris,
Sir Alexander Fleming, pada tahun 1928. Saat itu, Fleming sedang melakukan
penelitian tentang bakteri staphylococcus, dan secara tidak sengaja menemukan
bahwa kultur bakteri tersebut terkontaminasi oleh jamur jenis Penicillium notatum. Ia
menyadari bahwa area di sekitar jamur tersebut tidak tumbuh bakteri, menunjukkan
bahwa jamur ini menghasilkan senyawa yang dapat membunuh bakteri.
Penemuan ini memicu penelitian lebih lanjut, dan pada tahun 1940, penicillin
berhasil diproduksi secara massal oleh tim ilmuwan di Oxford University di bawah
pimpinan Howard Florey dan Ernst Boris Chain. Produksi massal penicillin
membawa revolusi besar dalam pengobatan infeksi bakteri, menyelamatkan jutaan
nyawa selama Perang Dunia II dan mengubah paradigma pengobatan penyakit
infeksi.

b. Perkembangan
Setelah penemuan awalnya, penicillin telah mengalami perkembangan yang
signifikan dalam hal produksi, formulasi, dan jenisnya. Awalnya, penicillin diperoleh
dari kultur jamur Penicillium, namun seiring berjalannya waktu, strain bakteri yang
dapat menghasilkan penicillin secara lebih efisien juga dikembangkan. Selain itu,
teknik rekombinan DNA memungkinkan produksi penicillin secara sintetis, yang
lebih efisien dan dapat diproduksi dalam jumlah yang lebih besar.
Perkembangan formulasi penicillin juga penting, dengan pengembangan
berbagai jenis penicillin yang memiliki spektrum aktivitas yang berbeda terhadap
bakteri. Saat ini, ada beberapa jenis penicillin yang tersedia, termasuk penicillin G,
penicillin V, amoxicillin, dan ampicillin, yang digunakan untuk mengobati berbagai
jenis infeksi bakteri. Namun, tantangan terus ada dalam pengembangan penicillin,
terutama terkait resistensi antibiotik yang semakin meningkat. Oleh karena itu,
penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan antibiotik baru yang efektif dan
mengatasi masalah resistensi antibiotik.
Secara keseluruhan, penicillin telah membawa perubahan besar dalam
pengobatan penyakit infeksi dan menyelamatkan jutaan nyawa sejak penemuan
awalnya. Perkembangan teknologi dan penelitian terus membuka peluang baru untuk
meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan penggunaan penicillin dalam
pengobatan medis modern.

2) Eritromisin
a. Sejarah
Eritromisin adalah jenis antibiotik yang termasuk dalam kelas makrolida. Obat
ini digunakan untuk mengobati berbagai infeksi bakteri, termasuk infeksi saluran
pernapasan, kulit, dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tertentu seperti
Mycoplasma pneumoniae dan Legionella pneumophila. Sumber utama eritromisin
adalah bakteri bernama Saccharopolyspora erythraea, yang secara alami
menghasilkan senyawa tersebut. Eritromisin, seorang antibiotik makrolida, ditemukan
pada tahun 1952 oleh ilmuwan Filipina, Abelardo Aguilar, yang bekerja untuk
perusahaan farmasi Eli Lilly and Company di Amerika Serikat. Penemuan eritromisin
bermula dari penelitian Aguilar terhadap kultur bakteri Streptomyces erythraeus, yang
ditemukan di Filipina. Dari kultur ini, Aguilar berhasil mengisolasi dan
mengidentifikasi eritromisin, yang kemudian diperkenalkan ke dalam dunia medis.

b. Perkembangan
Setelah penemuan tersebut, Eli Lilly and Company mulai memproduksi dan
memasarkan eritromisin dengan nama dagang Ilosone pada tahun 1953. Eritromisin
segera menjadi salah satu antibiotik yang paling sering diresepkan di dunia,
digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk infeksi saluran
pernapasan, kulit, dan kelamin.
Perkembangan selanjutnya dalam penggunaan eritromisin melibatkan
pengembangan formulasi dan aplikasi yang lebih baik. Berbagai bentuk sediaan
eritromisin tersedia, mulai dari tablet dan kapsul hingga suspensi dan salep.
Kehadiran berbagai bentuk sediaan ini memungkinkan penggunaan yang lebih
nyaman dan efektif tergantung pada jenis infeksi dan kondisi pasien.
Meskipun eritromisin telah membawa manfaat yang besar dalam pengobatan
infeksi bakteri, seperti halnya antibiotik lainnya, resistensi terhadap eritromisin telah
menjadi masalah yang semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian terus dilakukan
untuk mengembangkan antibiotik baru dan strategi penggunaan yang lebih bijaksana
guna mengatasi masalah resistensi dan menjaga keberlanjutan penggunaan eritromisin
dalam pengobatan medis modern. Secara keseluruhan, eritromisin telah menjadi
bagian penting dari artileri medis dalam menghadapi infeksi bakteri, dan
perkembangan selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan
keberlanjutan penggunaannya di masa depan.

5. Sintesis Kimiawi
1) Aspirin
a. Sejarah
Aspirin, atau asam asetilsalisilat, pertama kali disintesis secara kimia oleh
ilmuwan Jerman bernama Felix Hoffmann pada tahun 1897. Penemuan aspirin ini
bermula dari permintaan oleh ayahnya yang menderita arthritis untuk mencari
pengobatan yang lebih efektif daripada obat antiinflamasi yang ada pada saat itu.
Hoffmann, yang bekerja untuk perusahaan farmasi Bayer, melakukan serangkaian
eksperimen dan berhasil mensintesis senyawa asetilsalisilat, yang kemudian dikenal
sebagai aspirin. Aspirin adalah obat yang umum digunakan untuk meredakan nyeri,
peradangan, dan demam. Senyawa aktif dalam aspirin adalah asam asetilsalisilat.
Sumber utama aspirin adalah senyawa kimia yang ditemukan dalam kulit pohon
willow, yang juga dikenal dengan nama Salix. Pada awalnya, manusia menggunakan
kulit pohon willow sebagai obat tradisional untuk meredakan nyeri dan demam.

b. Perkembangan
Setelah sintesis aspirin oleh Hoffmann, Bayer segera memperkenalkannya ke
pasar sebagai obat penghilang rasa sakit dan antiinflamasi yang revolusioner. Aspirin
segera menjadi salah satu obat yang paling umum digunakan di dunia, dan
keberhasilannya dalam meredakan rasa sakit dan mengurangi peradangan telah
mengubah paradigma pengobatan pada saat itu.
Perkembangan selanjutnya dalam sintesis kimia aspirin melibatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang mekanisme kerjanya dalam tubuh manusia
dan upaya untuk meningkatkan efektivitas dan keamanannya. Meskipun aspirin telah
menjadi obat yang sangat umum dan diterima secara luas, penelitian terus dilakukan
untuk mengeksplorasi potensi penggunaan baru dan efek sampingnya, serta untuk
mengembangkan formulasi baru yang lebih efisien.
Selain itu, aspirin juga telah menjadi subjek penelitian yang intensif dalam
bidang kesehatan, terutama terkait dengan manfaatnya dalam mencegah penyakit
kardiovaskular dan kanker tertentu. Penelitian terus dilakukan untuk memahami lebih
baik mekanisme aksi aspirin dalam tubuh dan untuk menentukan dosis dan
penggunaan yang optimal dalam berbagai kondisi klinis. Secara keseluruhan, sintesis
kimia aspirin oleh Felix Hoffmann telah membawa dampak yang besar dalam
pengobatan medis dan kesehatan masyarakat. Perkembangan selanjutnya dalam
penelitian dan penggunaan aspirin diharapkan dapat terus meningkatkan manfaatnya
bagi kesehatan manusia di masa depan.

2) Parasetamol
a. Sejarah
Paracetamol adalah obat analgesik (penghilang rasa sakit) dan antipiretik
(penurun demam) yang umum digunakan untuk meredakan nyeri ringan hingga
sedang dan menurunkan demam. Senyawa aktif dalam paracetamol
adalah acetaminophen. Parasetamol, juga dikenal sebagai asetaminofen, pertama kali
disintesis secara kimia pada tahun 1878 oleh ilmuwan Jerman bernama Harmon
Northrop Morse. Namun, pada saat itu, parasetamol tidak mendapat perhatian yang
signifikan sebagai obat. Barulah pada awal abad ke-20, peneliti Jerman, Heinrich
Dreser dari perusahaan farmasi Bayer, menemukan kembali parasetamol dan
memperkenalkannya sebagai obat penghilang rasa sakit dan penurun demam.

b. Perkembangan
Setelah ditemukan kembali oleh Heinrich Dreser, parasetamol segera menjadi
salah satu obat yang paling populer dan banyak digunakan di dunia. Bayer
memasarkannya dengan nama dagang "Aspirin-Para", tetapi kemudian nama
"parasetamol" lebih umum digunakan. Parasetamol dikenal karena efektivitasnya
dalam meredakan rasa sakit ringan hingga sedang dan menurunkan demam, serta
karena kinerjanya yang relatif aman ketika digunakan dalam dosis yang tepat.
Perkembangan selanjutnya dalam sintesis kimia parasetamol terutama terfokus
pada pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme kerjanya dalam tubuh manusia
dan upaya untuk meningkatkan efektivitas dan keamanannya. Meskipun parasetamol
telah menjadi obat yang sangat umum dan diterima secara luas, penelitian terus
dilakukan untuk mengeksplorasi potensi penggunaan baru dan efek sampingnya, serta
untuk mengembangkan formulasi baru yang lebih efisien.
Selain itu, parasetamol juga telah menjadi subjek penelitian yang intensif
dalam bidang kesehatan, terutama terkait dengan manfaatnya dalam mengurangi rasa
sakit dan demam pada berbagai kondisi klinis. Penelitian terus dilakukan untuk
memahami lebih baik mekanisme aksi parasetamol dalam tubuh dan untuk
menentukan dosis dan penggunaan yang optimal dalam berbagai situasi klinis,
termasuk penggunaannya pada anak-anak dan selama kehamilan. Secara keseluruhan,
sintesis kimia parasetamol telah membawa dampak yang besar dalam dunia medis dan
kesehatan masyarakat. Perkembangan selanjutnya dalam penelitian dan penggunaan
parasetamol diharapkan dapat terus meningkatkan manfaatnya bagi kesehatan
manusia di masa depan.

6. Bioteknologi
1) Interferon
a. Sejarah
Interferon adalah protein yang diproduksi oleh sel dalam respons terhadap infeksi
virus, bakteri, atau parasit, serta dalam respons terhadap pertumbuhan sel kanker.
Sejarah interferon dimulai pada tahun 1957 ketika peneliti Swiss, Alick Isaacs, dan
Jean Lindenmann, menemukan aktivitas interferon saat mempelajari respons
kekebalan tubuh terhadap virus influenza. Mereka menemukan bahwa zat yang
dihasilkan oleh sel yang terinfeksi virus dapat melindungi sel-sel lain dari infeksi
virus.

b. Perkembangan
Interferon menjadi subjek penelitian intensif dalam bidang bioteknologi
setelah penemuannya. Pada awalnya, interferon diperoleh dari sumber alami, seperti
darah manusia yang terinfeksi virus atau hewan yang terinfeksi. Namun, produksi
interferon alami terbatas dan sulit dikendalikan.
Perkembangan terbesar dalam bioteknologi interferon terjadi pada tahun 1980-
an dengan pengembangan teknik rekombinan DNA. Teknik ini memungkinkan
produksi interferon manusia secara sintetis menggunakan organisme yang
dimodifikasi genetikanya, seperti bakteri E. coli atau sel-sel kultur hewan. Produksi
interferon secara rekombinan tidak hanya lebih efisien dan terkendali, tetapi juga
memungkinkan produksi jenis interferon yang spesifik dan dimodifikasi secara
genetik untuk meningkatkan aktivitasnya atau mengurangi efek sampingnya.
Interferon yang dihasilkan secara rekombinan telah menjadi salah satu obat
utama dalam pengobatan kanker, terutama leukemia, melanoma, dan kanker hati.
Selain itu, interferon juga digunakan dalam pengobatan infeksi virus, seperti hepatitis
B dan C, serta dalam pengobatan penyakit autoimun, seperti multiple sclerosis.
Penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan keamanan
interferon, serta untuk mengeksplorasi potensi penggunaannya dalam berbagai
kondisi medis lainnya. Perkembangan selanjutnya dalam bioteknologi interferon
diharapkan dapat membawa manfaat yang lebih besar bagi pengobatan penyakit-
penyakit yang sulit diobati.

2) Hormon
a. Sejarah
Sejarah bioteknologi hormon dimulai pada tahun 1920-an ketika ilmuwan Jerman,
Adolf Butenandt dan Edward Adelbert Doisy, berhasil mengisolasi dan
mengidentifikasi hormon seks, seperti estrogen dan testosteron, dari hewan.
Penemuan ini membuka jalan bagi pemahaman yang lebih baik tentang peran hormon
dalam tubuh manusia dan hewan.
Pada tahun 1950-an, penemuan struktur DNA oleh James Watson dan Francis
Crick membuka era baru dalam bioteknologi, memungkinkan ilmuwan untuk
memahami lebih dalam tentang gen dan regulasi ekspresi gen, termasuk produksi
hormon. Teknik rekombinan DNA, yang dikembangkan pada tahun 1970-an,
memungkinkan produksi hormon secara sintetis melalui manipulasi genetik
mikroorganisme seperti bakteri atau sel-sel kultur hewan.

b. Perkembangan
Perkembangan terbesar dalam bioteknologi hormon terjadi dengan produksi
hormon rekombinan. Hormon yang dihasilkan secara rekombinan dapat memiliki
keunggulan dibandingkan dengan hormon yang diekstraksi dari hewan, termasuk
kemurnian yang lebih tinggi, produksi yang lebih efisien, dan kemampuan untuk
memodifikasi struktur hormon untuk meningkatkan efektivitas atau mengurangi efek
samping.
Beberapa hormon yang telah berhasil diproduksi secara rekombinan meliputi
insulin, hormon pertumbuhan, faktor pembekuan darah seperti faktor VIII dan faktor
IX, serta hormon lainnya seperti erythropoietin (EPO) dan hormon tiroid. Hormon-
hormon ini digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi medis, seperti diabetes,
gangguan pertumbuhan, hemofilia, anemia, dan hipotiroidisme.
Selain itu, penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan hormon
rekombinan baru dan meningkatkan produksi serta efektivitas hormon yang sudah
ada. Perkembangan teknologi terbaru, seperti teknik penyuntingan gen CRISPR-Cas9,
juga membuka peluang baru untuk manipulasi genetik mikroorganisme dan sel-sel
kultur hewan untuk produksi hormon yang lebih canggih dan terkustomisasi.
Secara keseluruhan, bioteknologi hormon telah membawa dampak yang besar
dalam pengobatan medis dan kesehatan manusia, memungkinkan pengembangan
terapi yang lebih efektif dan inovatif untuk berbagai kondisi medis. Perkembangan
lebih lanjut dalam bidang ini diharapkan akan terus meningkatkan kemampuan kita
untuk mengobati penyakit-penyakit yang kompleks dan sulit diobati.

3) Growth Factors
a. Sejarah
Growth factors, atau faktor pertumbuhan, adalah protein yang bertanggung jawab
untuk mengatur pertumbuhan, diferensiasi, dan proliferasi sel dalam tubuh. Sejarah
bioteknologi growth factors dimulai pada tahun 1950-an ketika ilmuwan memulai
penelitian intensif untuk memahami lebih baik mekanisme yang mengatur
pertumbuhan sel.
Salah satu tonggak awal dalam penelitian ini adalah penemuan faktor pertumbuhan
epidermal (epidermal growth factor/EGF) pada tahun 1957 oleh ilmuwan Amerika,
Stanley Cohen. Penemuan ini membuka jalan bagi pemahaman yang lebih dalam
tentang pengaruh faktor pertumbuhan terhadap proses-proses biologis dalam tubuh
manusia.

b. Perkembangan
Perkembangan terbesar dalam bioteknologi growth factors terjadi dengan
kemajuan teknologi rekombinan DNA pada tahun 1970-an dan 1980-an. Teknologi ini
memungkinkan produksi growth factors secara sintetis dengan cara memasukkan gen
yang mengkode protein growth factors ke dalam organisme seperti bakteri atau sel-sel
kultur hewan.

Penggunaan teknologi rekombinan DNA telah memungkinkan produksi


growth factors dengan kemurnian yang lebih tinggi, produksi yang lebih efisien, dan
kemampuan untuk memodifikasi struktur protein untuk meningkatkan efektivitasnya
atau mengurangi efek sampingnya. Growth factors rekombinan telah menjadi kunci
dalam berbagai aplikasi medis, termasuk regenerasi jaringan, penyembuhan luka,
terapi kanker, dan pengembangan obat.
Beberapa contoh growth factors yang telah berhasil diproduksi secara
rekombinan meliputi faktor pertumbuhan fibroblas (fibroblast growth factor/FGF),
faktor pertumbuhan saraf (nerve growth factor/NGF), faktor pertumbuhan pembuluh
darah (vascular endothelial growth factor/VEGF), dan faktor pertumbuhan tulang
(bone morphogenetic protein/BMP).
Meskipun banyak kemajuan telah dicapai dalam produksi dan penggunaan
growth factors, penelitian dan pengembangan di bidang ini masih terus berlanjut.
Perkembangan lebih lanjut diharapkan akan membawa manfaat yang lebih besar
dalam pengobatan penyakit-penyakit yang sulit diobati dan dalam pengembangan
terapi regeneratif untuk berbagai kondisi medis.

Anda mungkin juga menyukai