TERAPI LINTAH
Disusun Oleh:
II. LINTAH
Taksonomi dan Morfologi Lintah
Lintah termasuk dalam filum Annelida, kelas Clitellata. Ukuran lintah
bervariasi antar famili dan panjangnya dapat mencapai 20 cm panjangnya,
selain itu terdapat spesies raksasa, seperti lintah Amazon, Haementaria
ghilianii, memiliki panjang sekitar 50 cm. Lintah bernapas melalui kulit dan
dianggap sebagai hermafrodit, tetapi selalu membutuhkan lintah lain untuk
pembuahan.
Lintah merupakan salah satu Annelida penghisap darah telah diketahui
memiliki senyawa biologis aktif dalam sekresi mereka, terutama dalam air liur
mereka. Lintah telah digunakan untuk tujuan terapeutik sejak awal peradaban.
Dokter Mesir kuno, India, Yunani dan Arab menggunakan lintah untuk
berbagai penyakit mulai dari penggunaan konvensional untuk perdarahan pada
penyakit sistemik, seperti penyakit kulit, kelainan sistem saraf, masalah sistem
kemih dan reproduksi, peradangan, dan masalah gigi.
c. Kanker
Aplikasi lintah sebagai agen antimetastatik terinspirasi dari aktivitas
penghambatan metastasis pada penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
beberapa antikoagulan seperti warfarin dan heparin. Bersarkan penelitian
tersebut dianggap bahwa adanya kombinasi yang luar biasa dari banyak
antikoagulan, inhibitor protease, dan komponen lain dalam air liur lintah
menjadi lebih potensi sebagai obat antimetastatik. Hal tersebut
menjelaskan bahwa ekstrak kelenjar ludah dari Haementeria ghilianii dan
Haementeria officinalis menghambat kolonisasi metastasis sel tumor paru-
paru, yang disuntikkan secara intravena ke dalam hewan percobaan.
Penelitian yang lain juga membuktikan terdapat protein ghilanten yang
digunakan sebagai antimetastatik dan protein antikoagulan yang
dimurnikan dari sekresi kelenjar ludah lintah H ghilianii. Dilaporkan
bahwa ghilanten bisa menekan metastasis melanoma, kanker payudara,
kanker paru-paru, dan kanker prostat. Baru-baru ini, itu terbukti bahwa
ekstrak air liur dari lintah tropis H. manillensis memberikan aktivitas
antiproliferatif melawan sel kanker paru-paru secara in vitro.
f. Kedokteran gigi
Manfaat lintah dalam kedokteran gigi masih belum ditetapkan, tetapi
banyak laporan menyebutkan aplikasi lintah pada kelainan gigi. Trauma
dan pasca operasi macroglossia (lidah bengkak) telah dikaitkan dengan
komplikasi yang mengancam jiwa, terutama saluran udara oklusi.
Pengeluaran darah oleh lintah dilaporkan menjadi cukup berhasil dalam
pengelolaan kasus postoperation macroglossia ketika metode pengobatan
yang umum dilakukan tidak memuaskan. Laporan kasus yang lain
menjelaskan tentang penggunaan lintah dalam pengobatan hematoma
sublingual dan hematomalingual. Selain itu dijelaskan penggunaan lintah
untuk penyakit gusi. Sebagai contoh, aplikasi langsung dari 3-4 lintah
dapat menjadi terapi yang sukses untuk abses dan radang.
g. Gangguan telinga
Lintah dan sekresi air liur lintah, dilaporkan berhasil digunakan untuk
pengobatan tinnitus, akut dan otitis kronis. Terapi lintah juga telah
diterapkan pada gangguan pendengaran mendadak. Pada kasus tersebut,
terapis hanya menggunakan dua lintah, satu di belakang telinga dan satu
lainnya di atas rahang depan telinga, dan pengobatan diulang 2-3 kali
dengan interval 3-4 hari. Meskipun alasan yang tidak dapat dijelaskan dari
tinnitus, lintah terbukti memberi manfaat besar dalam pengobatan tersebut.
h. Gangguan kulit
Terapi lintah telah dipraktekkan oleh terapis tradisional untuk
pengobatan gangguan kulit dengan studi ilmiah yang mendukung
pemanfaatan ini seperti infeksi kulit virus bernama penyakit herpes zoster.
VII.DAFTAR PUSTAKA
Abdualkader, A.M., Ghawi, A.M., Alaama, M., Awang, M., dan Merzouk,
A., 2013, Leech Therapeutic Applications, Indian Journal of
Pharmaceutical Sciences, 75(2), 127-137.
Hyson, J.M., 2005, Leech Therapy: A History, Journal of The History of
Dentistry, 53(1), 25-27.
Widaswara, H., Purwanti, E., Utoyo, B., 2012, Pengaruh Terapi Lintah
terhadap Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Klinik Terapi
Lintah Medis Purba Kawedusan Kebumen, Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 8( 3), 153-158.