Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TERAPI KOMPLEMENTER

TERAPI LINTAH

Disusun Oleh:

Agatha Riona Octavianus (168115045)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
I. SEJARAH TERAPI LINTAH
Penyedotan darah (bloodletting) merupakan prosedur kuno yang
digunakan untuk mengobati penyakit pada manusia. Lintah dalam bahasa
inggris yaitu “leech” merupakan turunan kata yang berasal dari negara-negara
kepulauan maritim di Eropa (Anglo-Saxon) yaitu “loece” yang berarti
“menyembuhkan” (Hyson, 2005).
Terapi alternatif dengan lintah sebagai sarana bloodletting ini telah
digunakan pada zaman yunani kuno hingga era Chapin Harris pada abad ke 18.
Namun sejak berkembangnya dunia medis kedokteran di abad 19, perlahan
terapi lintah mulai dilupakan orang. Terapi ini kembali digunakan pada awal
1990 dalam sebuah riset medis yang membuktikan bahwa terapi lintah dapat
menyembuhkan tumor tanpa kemoterapi dan pembedahan (Widaswara,
Purwanti, dan Utoyo, 2012).
Sejak dahulu sampai sekarang, penggunaan lintah untuk pengobatan atau
lebih dikenal dengan terapi lintah, sangat menarik perhatian masyarakat. Terapi
lintah sudah mulai banyak diterapkan di Indonesia saat ini. Rahasia dari terapi
lintah tersebut ada pada air liur lintah yang sarat dengan obat berbagai
penyakit.
Pada tahun 1884 John Haycroft Berry seorang ahli kimia Birmingham
menemukan antikoagulan di dalam air liur lintah yang disebut hirudin dan
apabila itu disuntikan ke dalam darah maka akan menyebar ke seluruh tubuh
mengikuti aliran darah dan memperlancar aliran darah. Pengobatan alternatif
dengan lintah sudah banyak terdapat di Indonesia contohnya di kota Kebumen,
di klinik terapi lintah Medis Purba Desa Kawedusan Kebumen dan di daerah
Banguntapan Yogyakarta(Widaswara dkk., 2012).

II. LINTAH
Taksonomi dan Morfologi Lintah
Lintah termasuk dalam filum Annelida, kelas Clitellata. Ukuran lintah
bervariasi antar famili dan panjangnya dapat mencapai 20 cm panjangnya,
selain itu terdapat spesies raksasa, seperti lintah Amazon, Haementaria
ghilianii, memiliki panjang sekitar 50 cm. Lintah bernapas melalui kulit dan
dianggap sebagai hermafrodit, tetapi selalu membutuhkan lintah lain untuk
pembuahan.
Lintah merupakan salah satu Annelida penghisap darah telah diketahui
memiliki senyawa biologis aktif dalam sekresi mereka, terutama dalam air liur
mereka. Lintah telah digunakan untuk tujuan terapeutik sejak awal peradaban.
Dokter Mesir kuno, India, Yunani dan Arab menggunakan lintah untuk
berbagai penyakit mulai dari penggunaan konvensional untuk perdarahan pada
penyakit sistemik, seperti penyakit kulit, kelainan sistem saraf, masalah sistem
kemih dan reproduksi, peradangan, dan masalah gigi.

Habitat lintah dan ekologinya :


Lintah dapat hidup di berbagai lingkungan, yaitu darat, air dan lembab.
Beberapa spesies hidup di air tawar, muara, sungai, kolam, danau, dan laut.
Selain itu, lintah memiliki fleksibilitas fisiologis tinggi, yang membuat mereka
mampu menahan berbagai tantangan lingkungan, seperti kekurangan oksigen
dan fluktuasi suhu.

Zat Aktif pada Air Liur Lintah


Penelitian terbaru tentang air liur lintah membuktikan adanya berbagai
peptida bioaktif dan protein yang melibatkan antitrombin (hirudin, bufrudin),
antiplatelet (calin, saratin), faktor Xa inhibitor (lefaxin), antibakteri
(theromacin, theromyzin) dan lain-lain. Hal tersebut membuat lintah telah
kembali digunakan sebagai obat baru bagi banyak penyakit kronis dan yang
mengancam jiwa, seperti masalah jantung, kanker dan metastasis. Berabad-
abad, lintah telah menarik perhatian terapis terapi lintah untuk berbagai
penyakit. Untuk berbagai tujuan terapi, spesies lintah Eropa, Hirudo
medicinalis, juga dikenal sebagai lintah penyembuh itu disukai oleh sebagian
besar terapis dibandingkan dengan spesies lintah Amerika, Hirudo hiasan,
yang menyedot sedikit darah karena sayatannya lebih kecil dan dangkal pada
kulit mangsanya. Selain itu, banyak spesies lain yang juga dianggap sebagai
alat terapi, seperti Hirudinaria manillensis spesies lintah asia tenggara, Hirudo
nipponia, Hirudo verbena, Hirudo orientalis, dan Haementeria depressa.

III. PELAKSANAAN TERAPI LINTAH


Terapi lintah pada dasarnya mirip dengan terapi bekam. Kelebihan utama
dari lintah adalah adanya zat Hirudin yang bermanfaat sebagai zat anti
koagulan yang berfungsi melancarkan aliran darah yang tersumbat.
Terapi dilakukan dengan menempelkan lintah pada titik-titik akupuntur
yang berhubungan dengan penyakit pasien. Lintah yang digunakan untuk
pengobatan adalah jenis Hirudinaria manillensis yang banyak dikenal sebagai
lintah kerbau atau lintah rawa yang tersebar di wilayah Asia Tenggara. Sedang
untuk wilayah Eropa yang digunakan adalah lintah jenis Hirudo medicinalis.
Berdasarkan pengalaman pasien yang berobat ke tempat terapi lintah
yang berada di daerah Banguntapan Yogyakarta, terapi lintah tidak
menimbulkan rasa sakit dan proses detosifikasinya pun berjalan selama 2 jam.
Cairan dari mulut dan tentakel gigi lintah mengandung enzim anastesi dan zat
antikoagulan yaitu hirudin sehingga darah yang keluar tidak terasa sama sekali
oleh pasien. Penggunaan satu ekor lintah hanya digunakan satu kali dan
terlebih dahulu lintah ini sudah disterilkan terlebih dahulu oleh si terapis.satu
pasien menggunakan sekitar 4-5 lintah, tergantung dari titik-titik akupuntur
yang akan diterapi. Lintah yang digunakan oleh terapis di daerah Yogyakarta
ini berasal dari sawah,sungai, dan empang sekitar wilayah Jambidan (Ulung,
2010).

IV. APLIKASI TERAPI LINTAH


a. Penyakit kardiovaskular (CVDs)
CVDs adalah kelompok penyakit kronis yang mempengaruhi sistem
kardiovaskular termasuk jantung, vena dan arteri. terapi lintah telah
digunakan sebagai terapi alternatif untuk pengobatan gangguan vaskular,
karena air liur lintah sementara dapat meningkatkan aliran darah dan
memperbaiki hiperalgesia (perasaan berlebihan terhadap nyeri) pada
jaringan ikat.
Pasien dengan adanya phlebitis (peradangan pembuluh darah vena)
yang menerima terapi lintah menjadi yang lebih baik saat berjalan, rasa
sakit berkurang dan pembengkakan kaki menjadi kecil, dan warna kaki
menjadi normal. Dalam kasus tersebut, terapis biasanya menggunakan 4-6
lintah langsung ke daerah target dari penyakit tersebut. Selain phlebitis,
penyakit kardiovaskular lain yang dapat menggunakan terapi lintah adalah
hipertensi, hemoroid, varises vena, dan gonarthritis.

b. Rekonstruksi dan bedah mikro


Bedah mikro adalah jenis operasi bedah yang dilakukan dengan
menggunakan mikroinstrument di bawah mikroskop yang bertujuan untuk
anastomosis pembuluh darah, pembuluh darah dan arteri selama replantasi
jaringan.
Pada tahun 1984, beberapa dokter menggunakan terapi lintah untuk
mengobati tujuh pasien dengan kulit yang membengkak karena flap.
Mereka menggunakan lintah 2-4 sehari selama 2-4 hari. Mereka
melaporkan bahwa terapi lintah mencegah gagalnya flap dengan terjadinya
perbaikan warna dan komplikasinya menjadi berkurang.
Banyak aplikasi lintah sukses setelah prosedur reseksi dan replantasi
telah didokumentasikan. Misalnya, seorang wanita yang menderita
karsinoma pada hidung dan menjalani operasi melalui prosedur bedah
menghasilkan sirkulasi darah normal, dan flapnya baik setelah sembilan
bulan melakukan terapi lintah.

c. Kanker
Aplikasi lintah sebagai agen antimetastatik terinspirasi dari aktivitas
penghambatan metastasis pada penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
beberapa antikoagulan seperti warfarin dan heparin. Bersarkan penelitian
tersebut dianggap bahwa adanya kombinasi yang luar biasa dari banyak
antikoagulan, inhibitor protease, dan komponen lain dalam air liur lintah
menjadi lebih potensi sebagai obat antimetastatik. Hal tersebut
menjelaskan bahwa ekstrak kelenjar ludah dari Haementeria ghilianii dan
Haementeria officinalis menghambat kolonisasi metastasis sel tumor paru-
paru, yang disuntikkan secara intravena ke dalam hewan percobaan.
Penelitian yang lain juga membuktikan terdapat protein ghilanten yang
digunakan sebagai antimetastatik dan protein antikoagulan yang
dimurnikan dari sekresi kelenjar ludah lintah H ghilianii. Dilaporkan
bahwa ghilanten bisa menekan metastasis melanoma, kanker payudara,
kanker paru-paru, dan kanker prostat. Baru-baru ini, itu terbukti bahwa
ekstrak air liur dari lintah tropis H. manillensis memberikan aktivitas
antiproliferatif melawan sel kanker paru-paru secara in vitro.

d. Diabetes mellitus beserta komplikasinya:


Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme
yang menyebabkan tingginya glukosa darah, yang akhirnya mengarah ke
gejala klinis dan komplikasi. Di sisi lain, aplikasi lintah telah digunakan
secara tradisional untuk pengobatan DM komplikasi. Salah satu
komplikasi yang paling parah dari DM adalah penyakit kardiovaskular
seperti aterosklerosis koroner, hiperglikemia, peningkatan kadar lipid
darah, gangguan adhesi trombosit, faktor koagulasi, tekanan darah tinggi,
stres oksidatif, dan peradangan.
Penelitian terbaru melaporkan bahwa air liur lintah tropis H.
manillensis memiliki aktivitas antihiperglikemik terhadap pada tikus yang
terinduksi memiliki kadar glukosa darah tinggi dengan dosis efektif
berkisar 250-500 mg/kg berat badan.

e. Arthritis dan analgesik


Efek penghilang rasa sakit dari aplikasi terapi lintah dipastikan dalam
banyak penelitian pada pasien dengan osteoarthritis yang mengklaim
bahwa terapi lintah lebih ringan dari diklofenak topikal tanpa efek
samping. Demikian juga, beberapa penelitian membuktikan bahwa hirudin
dapat mengurangi peradangan sinovial pada pasien arthritis dengan
menghambat DING protein, turunan dari protein stimulan sinovial sebagai
autoantigen pada pasien reumatik arthritis. Dalam penelitian lain,
sekelompok perempuan dengan osteoarthritis sendi carpometacarpal
pertama menerima perlakuan 2-3 lintah. Semua orang yang mendapat
perlakuan tersebut mengungkapkan rasa sakit berkurang. Khasiat dari
terapi lintah diamati setelah 1 minggu terapi dan berlangsung selama
minimal 2 bulan.
Uji klinis lain pada pasien dengan osteoarthritis di lutut membuktikan
bahwa terapi lintah efektif dapat mengurangi asupan analgesik. Selain itu,
efektivitas terapi lintah dalam kombinasi herbal tradisional Unani juga
dinilai dan diamati bahwa pasien yang menerima pengobatan kombinasi
tersebut memberikan sedikit rasa sakit dan dapat beraktivtas dengan lebih
baik.

f. Kedokteran gigi
Manfaat lintah dalam kedokteran gigi masih belum ditetapkan, tetapi
banyak laporan menyebutkan aplikasi lintah pada kelainan gigi. Trauma
dan pasca operasi macroglossia (lidah bengkak) telah dikaitkan dengan
komplikasi yang mengancam jiwa, terutama saluran udara oklusi.
Pengeluaran darah oleh lintah dilaporkan menjadi cukup berhasil dalam
pengelolaan kasus postoperation macroglossia ketika metode pengobatan
yang umum dilakukan tidak memuaskan. Laporan kasus yang lain
menjelaskan tentang penggunaan lintah dalam pengobatan hematoma
sublingual dan hematomalingual. Selain itu dijelaskan penggunaan lintah
untuk penyakit gusi. Sebagai contoh, aplikasi langsung dari 3-4 lintah
dapat menjadi terapi yang sukses untuk abses dan radang.

g. Gangguan telinga
Lintah dan sekresi air liur lintah, dilaporkan berhasil digunakan untuk
pengobatan tinnitus, akut dan otitis kronis. Terapi lintah juga telah
diterapkan pada gangguan pendengaran mendadak. Pada kasus tersebut,
terapis hanya menggunakan dua lintah, satu di belakang telinga dan satu
lainnya di atas rahang depan telinga, dan pengobatan diulang 2-3 kali
dengan interval 3-4 hari. Meskipun alasan yang tidak dapat dijelaskan dari
tinnitus, lintah terbukti memberi manfaat besar dalam pengobatan tersebut.

h. Gangguan kulit
Terapi lintah telah dipraktekkan oleh terapis tradisional untuk
pengobatan gangguan kulit dengan studi ilmiah yang mendukung
pemanfaatan ini seperti infeksi kulit virus bernama penyakit herpes zoster.

V. DAMPAK NEGATIF TERAPI LINTAH


Infeksi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi saat terapi
dengan lintah dan terjadi pada 2-36% pasien. Beberapa strain bakteri telah
ditemukan pada infeksi ini seperti Aeromonas spp., Pseudomonas spp. dan
Vibrio spp. yang merupakan bakteri Gram-positif. Aeromonas hydrophila,
dapat menyebabkan pneumonia hingga septikemia. Aeromonas hydrophila
resisten terhadap penisilin dan generasi pertama sefalosporin, rejimen
pengobatan infeksi tersebut harus mengandung aminoglikosida,
fluoroquinolones. Di sisi lain, tidak ada laporan tentang penyakit yang
ditularkan lintah, meskipun, dokter yang melakukan praktek terapi lintah
disarankan untuk menggunakan lintah hanya sekali.
Banyak laporan yang menguraikan kondisi hipersensitivitas lokal
termasuk gatal-gatal, melepuh, nekrosis ulseratif dan kerusakan jaringan,
yang mungkin timbul dari adanya beberapa racun dalam air liur lintah.
Kehilangan darah karena perdarahan berkepanjangan dan bekas luka yang
ditinggalkan oleh gigitan lintah juga dilaporkan sebagai komplikasi setelah
terapi lintah
VI. KESIMPULAN
Terapi lintah merupakan praktek terapi populer sepanjang zaman untuk
berbagai penyakit dan dapat diterapkan sebagai terapi oleh terapis tradisional.
Saat ini, terapi lintah kembali ke obat kontemporer dengan aplikasi yang lebih
sedikit , yang terbukti dan didukung oleh sejumlah besar studi ilmiah dan
laporan kasus. Terapi lintah di bidang operasi dan bedah rekonstruksi
diharapkan menjadi sangat penting karena kemudahan aplikasi lintah dan
mengurangi efek samping. Oleh karena itu, upaya-upaya yang lebih harus
dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan ini. Investigasi lebih
diwajibkan juga untuk menilai efikasi lintah dan keamanan dalam pengobatan
DM dan kanker karena belum ada penelitian yang mendukung.

VII.DAFTAR PUSTAKA

Abdualkader, A.M., Ghawi, A.M., Alaama, M., Awang, M., dan Merzouk,
A., 2013, Leech Therapeutic Applications, Indian Journal of
Pharmaceutical Sciences, 75(2), 127-137.
Hyson, J.M., 2005, Leech Therapy: A History, Journal of The History of
Dentistry, 53(1), 25-27.
Widaswara, H., Purwanti, E., Utoyo, B., 2012, Pengaruh Terapi Lintah
terhadap Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Klinik Terapi
Lintah Medis Purba Kawedusan Kebumen, Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 8( 3), 153-158.

Anda mungkin juga menyukai