Artikel HK Penitensier Kel 4
Artikel HK Penitensier Kel 4
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
merubah narapidana menjadi manusia yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat
setelah selesai menjalani masa pidana. 1
1
Bambang Priyono. Lembaga Pemasyarakatan dan Permasalahannya, Liberty, Yogyakarta. 1986.
hlm. 23.
2
Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia (Membangun Manusia Mandiri), Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2004. hlm. 8
2
Tujuan pemasyarakatan mengandung makna bahwa tidak saja masyarakat diayomi
terhadap perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang yang tersesat diayomi
dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna dalam
masyarakat. Pengayoman ini nyata bahwa penjatuhan pidana bukanlah tindakan balas
dendam oleh negara dan tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan
dengan bimbingan. Terpidana juga tidak dijatuhi pada penyiksaan melainkan pada
hilangnya kemerdekaan seseorang yang pada waktunya akan mengembalikan orang
itu kepada masyarakat. Harus diakui narapidana adalah pelanggar hukum yang
merugikan orang lain, bahkan mengorbankan keluarganya sendiri hanya untuk
kepentingan dan alasan-alasan tertentu. Sebagai manusia ciptaan Tuhan, walaupun
menjadi terpidana hak-hak yang melekat pada dirinya tetap harus dihargai. Hak itu
harus diakui dan dilindungi oleh hukum, baik yang berasal dari hukum nasional
maupun sistem pemasyarakatan Indonesia yang jelas-jelas berdasarkan Pancasila
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Penjatuhan Pidana terhadap Narapidana yang melakukan
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga
Pemasyarakatan?
2. Bagaimana Pemidanaan terhadap Narapidana pelaku Penyalahgunaan
Narkotika di dalam Lembaga Pemasyarakatan?
C. Metode Penelitian
3
Jenis data yang digunakan adalah Data Sekunder, Data sekunder dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Data sekunder ini berguna sebagai
landasan teori untuk mendasari penganalisaan pokok-pokok permasalahan yang ada
dalam penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi : Bahan hukum
primer, yang terdiri dari : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, KUHP, KUHAP, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan; Bahan hukum sekunder, Buku-buku, jurnal, dan
dokumen hasil penelitian di bidang hukum khususnya masalah penerapan sistem
pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba.3
Metode analisa data yang digunakan adalah analisa normatif, yaitu dengan
memperhatikan fakta-fakta yang ada dalam praktek lapangan yang kemudian
dibandingkan dengan uraian yang didapat dari studi kepustakaan.
PEMBAHASAN
4
itu, pemberantasan penyalahgunaan narkotika menjadi prioritas bagi pemerintah
dan lembaga penegak hukum. Narapidana yang terlibat dalam tindak pidana
narkotika dan menjalani hukuman di dalam lembaga pemasyarakatan harus
menghadapi konsekuensi hukum yang sesuai dengan perbuatannya.
Proses penjatuhan pidana dimulai dengan identifikasi dan penangkapan
narapidana yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika. Langkah ini
melibatkan aparat kepolisian dan petugas pemasyarakatan yang melakukan
penyelidikan untuk mengumpulkan bukti yang cukup guna menangkap pelaku.
Penanganan kasus penyalahgunaan narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan
juga melibatkan kerjasama antara pihak kepolisian dan petugas pemasyarakatan
untuk memastikan keamanan selama proses penangkapan dilakukan.4
Setelah penangkapan, narapidana yang terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika akan menjalani pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut. Pemeriksaan
ini dilakukan oleh aparat penegak hukum dan dapat melibatkan psikolog,
konselor, atau tenaga medis untuk menilai kondisi psikologis dan kesehatan fisik
narapidana. Penyelidikan lebih lanjut juga bertujuan untuk mengumpulkan bukti
yang kuat agar proses peradilan dapat berjalan dengan adil.
Setelah tahap penyelidikan, narapidana yang terlibat akan dihadapkan
pada proses hukum di pengadilan. Pada tahap ini, hakim akan mempertimbangkan
semua bukti yang ada, memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk membela
diri, dan mengambil keputusan berdasarkan hukum yang berlaku. Penentuan
hukuman bagi narapidana yang terbukti bersalah dalam penyalahgunaan narkotika
di dalam lembaga pemasyarakatan harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam proses peradilan, penting untuk memberikan hak pembelaan
kepada narapidana. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia yang
menjamin setiap individu hak untuk membela diri. Advokat atau pengacara
memiliki peran krusial dalam memberikan pembelaan yang adekuat bagi
4
Sasangka, Hari. (2003). Narkotika dan Psikotoprika dalam Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju.
5
narapidana agar proses peradilan berjalan adil. Penegakan hak asasi manusia juga
harus menjadi perhatian utama selama proses penjatuhan pidana.
Selain penjatuhan pidana, penting untuk memasukkan elemen rehabilitasi
dalam sistem pemasyarakatan. Narapidana yang terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika harus diberikan kesempatan untuk memperbaiki perilaku mereka
melalui program rehabilitasi yang sesuai. Program tersebut dapat mencakup
konseling, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan berbagai kegiatan yang
mendukung proses rehabilitasi.
Pasca penjatuhan pidana, pengawasan terhadap narapidana yang terlibat
dalam penyalahgunaan narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan harus
ditingkatkan. Ini melibatkan peran petugas pemasyarakatan, pihak kepolisian, dan
lembaga terkait untuk mencegah narapidana kembali terlibat dalam dunia
kriminal, terutama dalam penyalahgunaan narkotika.
Meskipun ada upaya untuk meningkatkan sistem penjatuhan pidana
terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika di dalam lembaga
pemasyarakatan, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Tantangan
tersebut mencakup overpopulasi di dalam lembaga pemasyarakatan, kekurangan
sumber daya, dan kebijakan yang mungkin perlu diperbarui untuk memastikan
efektivitas penegakan hukum.
Proses penjatuhan pidana terhadap narapidana yang melakukan tindak
pidana penyalahgunaan narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan melibatkan
berbagai tahapan dan aturan yang harus diikuti sesuai dengan hukum yang
berlaku.5 Berikut adalah pembahasan mengenai proses tersebut. Proses penjatuhan
pidana terhadap narapidana yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan
narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan mencakup beberapa tahapan penting,
antara lain:
5
Saputra, Hera dkk. (2018). Penerapan Sistem Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Daulat Hukum. Vol.1 No.1. hlm 163-170.
6
Pengungkapan Tindak Pidana: Langkah awal dalam proses penjatuhan pidana
adalah pengungkapan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Hal ini dapat
melibatkan pihak keamanan dalam lembaga pemasyarakatan, petugas, atau
pihak berwenang lainnya.
Penyelidikan dan Pemeriksaan: Setelah tindak pidana terungkap, penyelidikan
dan pemeriksaan lebih lanjut dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti
yang diperlukan guna menentukan keterlibatan narapidana dalam tindak
pidana tersebut.
Penuntutan: Jika hasil penyelidikan menunjukkan cukup bukti, maka jaksa
penuntut umum akan menindaklanjuti dengan melakukan penuntutan terhadap
narapidana yang terlibat dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
Persidangan: Narapidana akan menjalani persidangan sesuai dengan prosedur
hukum yang berlaku. Di dalam persidangan inilah bukti-bukti akan diajukan
dan hakim akan memutuskan apakah narapidana bersalah atau tidak.
Putusan Pidana: Jika terbukti bersalah, hakim akan menjatuhkan putusan
pidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Putusan ini dapat berupa
hukuman penjara, denda, atau pidana lainnya sesuai dengan tindak pidana
yang dilakukan.6
Dalam konteks ini, proses penjatuhan pidana juga diatur oleh berbagai
perundang-undangan terkait, seperti Undang-Undang Narkotika. Undang-Undang
ini mengatur mengenai larangan, pengendalian, dan penyalahgunaan narkotika,
serta sanksi pidana bagi pelanggarnya.
6
Dewi, Made Desi Ratna dkk. (2023). Implementasi Pidana Penjara Terhadap Pelaku Pidana
Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Ilmu Hukum Sui Generis. Vol.3 No.4. hlm 1-12.
7
diselenggarakan di dalam lembaga pemasyarakatan, seperti program konseling,
pendidikan, dan pelatihan keterampilan.
8
Persidangan: Narapidana akan menjalani persidangan sesuai dengan prosedur
hukum yang berlaku. Di dalam persidangan inilah bukti-bukti akan diajukan
dan hakim akan memutuskan apakah narapidana bersalah atau tidak.
Putusan Pidana: Jika terbukti bersalah, hakim akan menjatuhkan putusan
pidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Putusan ini dapat berupa
hukuman penjara, denda, atau pidana lainnya sesuai dengan tindak pidana
yang dilakukan.7
Dalam konteks ini, proses penjatuhan pidana juga diatur oleh berbagai
perundang-undangan terkait, seperti Undang-Undang Narkotika. Undang-Undang
ini mengatur mengenai larangan, pengendalian, dan penyalahgunaan narkotika,
serta sanksi pidana bagi pelanggarnya.
7
Dewi & Khemal. (2021). Pembinaan Terhadap Narapidana Pengguna Narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Jakarta. Widya Yuridika:Jurnal Hukum. Vol.4 No.2. hlm 467-
474.
8
Sintauli, Ferantika. (2019). Pemidanaan Terhadap Narapidana Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Di
Dalam Lembaga Pemasyarakatan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
9
Keberadaan Sindikat Narkotika: Salah satu tantangan utama dalam
pemidanaan narapidana penyalahguna narkotika di dalam lembaga
pemasyarakatan adalah adanya sindikat narkotika. Sindikat ini seringkali
memiliki jaringan yang kompleks dan sulit diungkap, membuat identifikasi
dan penangkapan menjadi lebih rumit.
Penyelundupan di Dalam Lembaga: Penyalahgunaan narkotika seringkali
terjadi karena adanya penyelundupan ke dalam lembaga pemasyarakatan.
Petugas pemasyarakatan yang terlibat atau celah keamanan yang ada dapat
dimanfaatkan oleh narapidana untuk mendapatkan narkotika. Hal ini
memerlukan perhatian khusus dalam meningkatkan pengawasan dan
pencegahan.
Overpopulasi dan Kurangnya Sumber Daya: Overpopulasi di dalam lembaga
pemasyarakatan dapat menjadi kendala dalam memberikan pengawasan yang
efektif. Kurangnya sumber daya, baik dari segi personel maupun fasilitas,
dapat menghambat upaya penegakan hukum dan rehabilitasi.
10
Pemberian Hukuman yang Adil: Pentingnya memberikan hukuman yang adil
menjadi prinsip dasar dalam sistem peradilan. Hukuman tersebut tidak hanya
harus mencerminkan keadilan, tetapi juga memberikan efek jera yang dapat
menjadi deterrensi bagi narapidana lainnya.
9
Hukum Online.com. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5c8e5e5b3e3d0/unsur-unsur-
tindak-pidana-narkotika/ (Diakses 15 Januari 2024 11.21)
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
dari strategi yang komprehensif untuk mengatasi penyalahgunaan narkotika di
dalam lembaga pemasyarakatan. Hanya dengan pendekatan yang holistik, kita
dapat menciptakan lingkungan yang aman, mendukung pemulihan narapidana,
dan mencegah terulangnya tindak pidana penyalahgunaan narkotika di masa
depan.
B. Saran
13
4. Meningkatkan evaluasi terhadap proses pembinaan dan rehabilitasi: Evaluasi
terhadap proses pembinaan dan rehabilitasi narapidana narkotika di lembaga
pemasyarakatan perlu ditingkatkan guna meningkatkan efektivitasnya.
Evaluasi ini dapat dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi program-
program yang telah dilaksanakan dan menentukan langkah-langkah perbaikan
yang perlu dilakukan.
5. Meningkatkan perlindungan hukum bagi anak pelaku penyalahgunaan
narkotika: Perlindungan hukum bagi anak pelaku penyalahgunaan narkotika
juga perlu ditingkatkan. Sistem pemidanaan anak pelaku penyalahgunaan
narkotika perlu memperhatikan aspek perlindungan hukum dan rehabilitasi
yang ideal sesuai dengan hukum positif maupun hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Sasangka, Hari. (2003). Narkotika dan Psikotoprika dalam Hukum Pidana. Bandung:
Mandar Maju.
14
C. Sumber Lainnya
- Jurnal
15