Antropologi (Ibu Elisha)
Antropologi (Ibu Elisha)
Mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Ciri-ciri
fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku itu sendiri. Bahan-
bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan
bahan etnografi ataupun deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Pada awal abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan etnografi dari suku luar
Eropa terdapat sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena, timbul rasa
usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi bentuk
karangan-karangan. berdasarkan pola pikir evolusi masyarakat pada saat itu.
Kemudian masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam
jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai
primitive yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi
kebudayaannya.
Berikutnya Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang
tingkatan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Pada fase ini, Antropologi meningkat secara pesat. Kebudayaan suku bangsa asli
yang di jajah oleh bangsa Eropa, mulai memudar bahkan sudah hilang akibat
terpengaruh kebudayaan yang dibawa bangsa Eropa.
Pada masa ini juga, terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini
berdampak banyak sekali perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa
sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran tersebut
menghasilkan kemiskina, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak ada
ujungnya. Namun pada saat itu, muncul semangat nasionalisme dari bangsa-bangsa
yang dijajah oleh Eropa untuk keluar dan meloloskan diri dari belenggu penjajahan.
Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil lolos melarikan diri. Namun banyak
sekali masyarakat yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah
menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Termasuk suatu ilmu pengetahuan, pasti memiliki kajian dan ruang lingkup di
dalamnya. Kajian dan ruang lingkup yang terdapat dalam Antropologi Kesehatan
meliputi konsep sakit dan konsep sembuh dalam masyarakat, etnomedisin, etnopsikiatri,
sistem-sistem medis non barat, rumah sakit dalam pandangan dari ilmu dan perilaku serta
masih banyak lagi lainnya . Berbicara mengenai kesehatan, konsep sakit itu sendiri dapat
bisa didefinisikan secara medis dan kultural. Konsep sakit secara medis juga diartikan
sebagai adanya gangguan patologis, gangguan metabolisme tubuh, serangan virus atau
bakteri (infeksi). Sedangkan konsep sakit menurut budaya didefinisikan sebagai keadaan
dimana seseorang tidak bisa menjalani fungsi dan peran sosial karena adanya gangguan
fisik dan psikis.
Dalam kajian Antropologi kesehatan, ada beberapa istilah yang sangat penting
dan sering juga digunakan. Ketiga istilah tersebut berkaitan erat dengan konsep sakit
dalam masyarakat, yaitu sickness, illnes dan disease. Sickness adalah konsep sakit jika
bisa dilihat dari segi sosial, sedangkan illnes adalah konsep sakit yang dilihat dari segi
psikologis, yang dimaksud dengan disease adalah konsep sakit dilihat dari segi medis.
Disease merupakan sakit dalam perpektif medis dimana terdapat ganggun fungsi atau
adaptasi biologis tertentu. Sedangkan yang dapat dimaksud dengan illnes adalah sakit
dalam perspektif kultural, emosional, psikologis dan spiritual. Illnes biasanya bisa juga
didasari pada persepsi diri sendiri ataupun orang lain dan masyarakat. Illnes biasanya
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lingkungan, usia, gender, dll. Pemaknaan dari
sakit dan penyakit pada masyarakat tradisional jelas berbeda dengan masyarakat modern.
Pada masyarakat tradisional, sakit dimaknai sebagai gangguan fungsional terhadap pada
peran sosiokultural. Sakit juga bisa berfungsi menggerakkan solidaritas kelompok. Selain
itu, penyakit dimakan sebagai gangguan fisik dan non fisik yang dianggap sebagai
peringatan dari Tuhan dan sebagai sanksi, hukuman maupun bisa kutukan sehingga
dianggap sebagai penanda munculnya masa krisis dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Konsep Dasar Individu dan Masyarakat
Kata individu berasal dari bahasa latin "Indivuduum" yang memiliki arti yang tak
terbagi, dan juga menjadi kesatuan yang tak terbatas. Bahwa manusia merupakan satu
kesatuan jiwa raga yang tak dapat dipisah satu sama lain (Allport:T.T). Setiap manusia
yang lahir ke dunia dengan membawa potensi diri masing-masing yang dapat bisa
dikembangkan, melalui proses balajar ataupun berpendidikan. Contohnya: seseorang
yang sedang menulis, hal tersebut merupakan perintah, baik jiwa atau psikisnya untuk
menyuruh fisiknya untuk menulis sesuatu tulisan dengan pulpen , kertas dan lainnya.
Setiap individu memiliki karakteristik dan ciri-ciri khas yang melekat di dalam dirinya
(built in), sehingga bisa memberikan identitas khusus unik, yang bisa disebut
kepribadian. Tidak seperti segerombolan bebek, ternyata masyarakat juga dapat disebut
sebagai kerumunan atau kelompok manusia, menuntut masing – masing individu untuk :
Disamping itu ada beberapa tipe - tipe masyarakat setempat menurut Davis (1960:313)
sebagai berikut:
1. sejumlah penduduk
2. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk
3. Memilki fungsi khusus dari masyarakat setempat terhadap organisasi masyarakat
tertentu yang bersangkutan.
Antara manusia dan kebudayaan terjalin suatu hubungan yang sangat erat,
sebagaimana juga diucapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia
merupakan hasil dari kebudayaan. Hampir seluruh tindakan manusia itu merupakan
kebudayaan. Selanjutnya hubungan antar manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat
dari sebuah kedudukan, kekuasaan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia
mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan itu sendiri, sebagai:
1. penganut kebudayaaan
2. Membawa kebudayaan
3. manipulator kebudayaan
4. pencipta kebudayaan
Yang telah dikemukakan aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu
adalah ZOON POLITICON yang artinya manusia itu sebagai seorang makhluk pada
dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, menjadi
makhluk yang suka bermasyarakat, bermusyawarah, tolong menolong. Oleh karena itu
sifatnya suka bergaul satu sama lain, maka dari itu manusia disebut makhluk sosial.
Manusia bisa dikenal sebagai makhluk sosial dan makhluk budaya. Makhluk
sosial memiliki arti bahwa sanya kita tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan
manusia lain. Sebagai makhluk budaya menandakan. Bahwa manusia memiliki akal budi
yang bisa membedakan dengan makhluk hidup lain dibumi ini.
Maka dari itu manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan tertentu,
yaitu:
Achmad, Yusdi, 2006, Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial :
Batam : Makalah lokakarya Dosen ISBD, Dikti Depdiknas