Anda di halaman 1dari 35

Tugas Mata Kuliah Teknologi Aneka Ternak

Teknologi Persilangan dalam (Inbreeding) Untuk Meningkatkan Kemurnian

Kelompok 2 :

Fatah Nur Abdillah 215050100111080

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2024
I. PENDAHULUAN

Kelinci (Oryctolagus cuniculus) memiliki sejarah panjang dalam hubungannya dengan

manusia. Fosil kelinci yang ditemukan di berbagai wilayah, seperti Eropa Selatan dan

Semenanjung Iberia, menunjukkan interaksi manusia dan kelinci liar sudah terjalin sejak era

Paleolitikum Akhir, sekitar 19.000 hingga 8.000 tahun Sebelum Masehi. Para pemburu purba

memanfaatkan kelinci liar sebagai sumber makanan. Domestikasi kelinci diperkirakan terjadi

sekitar 1.500 tahun Sebelum Masehi di wilayah Laut Tengah, khususnya oleh bangsa Romawi

dan Fenisia.

Gambar 1. Kelinci ras

Seiring berjalannya waktu, kelinci terus dipelihara dan dikembangkan untuk berbagai

keperluan. Pada era Romawi Kuno, kelinci dibudidayakan sebagai hewan pedaging. Bulu

kelinci juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti pembuatan pakaian dan aksesoris.

Di Mesir Kuno, kelinci dianggap sebagai hewan suci dan seringkali digambarkan dalam

hieroglif.
Kelinci terus menyebar ke berbagai penjuru dunia dibawa oleh para pedagang dan

penjelajah. Di Eropa, kelinci diburu secara intensif untuk diambil daging dan bulunya.

Budidaya kelinci secara intensif mulai berkembang pesat pada abad pertengahan, khususnya

di kawasan Eropa Barat.

Saat ini, kelinci dibudidayakan secara luas di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Populasi kelinci di Indonesia terus meningkat, didorong oleh permintaan yang tinggi terhadap

daging dan bulu kelinci. Selain itu, kelinci juga berperan penting dalam penelitian ilmiah

sebagai hewan model untuk mempelajari berbagai penyakit dan mekanisme genetik.

Namun, populasi kelinci yang ada saat ini umumnya merupakan hasil persilangan antar

individu yang beragam secara genetik. Hal ini berdampak pada variasi sifat-sifat yang dimiliki

oleh kelinci tersebut. Dalam dunia peternakan, kondisi ini dapat menjadi tantangan. Peternak

menginginkan kelinci yang memiliki sifat unggul secara konsisten, seperti pertumbuhan yang

cepat, produksi daging yang tinggi, kualitas bulu yang baik, dan ketahanan terhadap penyakit.

Inilah yang melatarbelakangi pentingnya peningkatan kemurnian genotip pada kelinci.

Peningkatan permintaan terhadap kelinci ras: Kelinci ras memiliki sifat-sifat unggul

yang diinginkan oleh peternak, seperti pertumbuhan yang cepat, produksi daging yang tinggi,

dan ketahanan terhadap penyakit. Kemurnian genotip sangat penting untuk memastikan bahwa

kelinci ras memiliki sifat-sifat unggul tersebut secara konsisten. Kelinci kelinci yang memiliki

darah murni tersebut sangat baik untuk dijadikan sebagai pacek. Selain itu langkah pemurnian

dapat dilakukan sebagai langkah Konservasi spesies: Kelinci liar terancam punah oleh

habitatnya yang semakin berkurang. Meningkatkan kemurnian genotip kelinci liar dapat

membantu upaya konservasi spesies ini.

Populasi kelinci yang ada saat ini umumnya merupakan hasil persilangan antar individu

yang beragam secara genetik. Keragaman genetik ini muncul dari proses domestikasi yang
panjang, di mana kelinci liar dari berbagai wilayah geografis dikawinkan untuk menghasilkan

galur-galur baru. Selain itu, pertukaran kelinci antar peternak dan introduksi galur baru dari

luar negeri turut menambah variasi genetik pada populasi kelinci.

Bagi peternak, variasi genetik yang tinggi dapat menjadi tantangan. Peternak

menginginkan kelinci yang memiliki sifat unggul secara konsisten, seperti pertumbuhan yang

cepat, produksi daging yang tinggi, kualitas bulu yang baik, dan ketahanan terhadap penyakit.

Namun, pada populasi dengan variasi genetik yang tinggi, sifat-sifat tersebut dapat bervariasi

antar individu. Hal ini mempersulit peternak dalam memprediksi hasil panen dan mencapai

target produksi yang diinginkan.

Variasi genetik sebagai tantangan dalam pemuliaan kelinci

Gambar 2. Ilustrasi keragaman

Populasi kelinci yang ada saat ini umumnya merupakan hasil persilangan antar individu yang

beragam secara genetik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

• Domestikasi dari populasi liar: Kelinci yang pertama kali didomestikasi berasal dari

populasi kelinci liar yang memiliki variasi genetik yang tinggi.


• Percampuran antar ras: Seiring berjalannya waktu, manusia melakukan persilangan

antar kelinci liar dengan kelinci yang sudah didomestikasi, serta antar ras kelinci yang

berbeda.

• Perdagangan global: Perdagangan kelinci secara global turut berkontribusi pada

masuknya variasi genetik baru ke dalam populasi kelinci di suatu daerah.

Keragaman genetik pada populasi kelinci dapat berdampak pada variasi sifat-sifat yang

dimiliki oleh kelinci tersebut. Dalam dunia peternakan, kondisi ini dapat menjadi tantangan.

Peternak menginginkan kelinci yang memiliki sifat unggul secara konsisten, seperti:

• Pertumbuhan yang cepat: Peternak daging menginginkan kelinci yang dapat mencapai

bobot potong dalam waktu yang singkat dan efisien.

• Produksi daging yang tinggi: Daging kelinci yang dihasilkan diharapkan memiliki

jumlah yang banyak dan kualitas yang baik.

• Kualitas bulu yang baik: Peternak bulu menginginkan kelinci yang menghasilkan bulu

yang halus, lebat, dan mengkilap.

• Ketahanan terhadap penyakit: Kelinci yang tahan terhadap penyakit akan mengurangi

kerugian peternak akibat kematian ternak.

Secara umum kelinci dikembangkan sesuai dengan tujuan produksi, yaitu sebagai

penghasil daging (New Zealand White, Flemish Giant dan Californian), daging dan kulit-

rambut (Rex dan Satin) serta hias (Hotot, Dwarf, Lop, dan Lion). Peternak kelinci di Kabupaten

Magelang banyak mengembangkan kelinci sebagai penghasil daging, diantaranya adalah

Flemish Giant, English Spot, dan New Zealand White. Pentingnya Meningkatkan Kemurnian

Genotip: (Bramantyo B. dkk 2006).

Disinilah pentingnya peningkatan kemurnian genotip pada kelinci. Genotip adalah

keseluruhan informasi genetik yang dimiliki oleh suatu individu dan menentukan sifat-sifat
yang dimilikinya. Genotip tersusun atas gen-gen yang berada di lokasi tertentu pada

kromosom. Setiap gen memiliki dua versi yang disebut alel. Individu bisa memiliki dua alel

yang sama untuk suatu gen (homozigot) atau dua alel yang berbeda (heterozigot).

Kemurnian genotip berkaitan dengan proporsi alel homozigot yang dimiliki oleh suatu

individu. Semakin tinggi proporsi alel homozigot, maka genotip tersebut dikatakan semakin

murni.

Genotip adalah keseluruhan informasi genetik yang dimiliki oleh suatu individu.

Informasi ini tersimpan dalam bentuk DNA dan menentukan sifat-sifat yang dimiliki oleh

individu tersebut. Genotip tersusun atas gen-gen yang berada di lokasi tertentu pada kromosom.

Setiap gen memiliki dua versi yang disebut alel. Individu bisa memiliki dua alel yang sama

untuk suatu gen (homozigot) atau dua alel yang berbeda (heterozigot).

Kemurnian genotip berkaitan dengan proporsi alel homozigot yang dimiliki oleh suatu

individu. Semakin tinggi proporsi alel homozigot, maka genotip tersebut dikatakan semakin

murni. Kemurnian genotip mengacu pada proporsi alel homozigot pada suatu individu.

Individu dengan genotip murni memiliki alel yang sama pada kedua lokus gen. Meningkatkan

kemurnian genotip pada kelinci memiliki beberapa keuntungan, antara lain:

• Meningkatkan sifat unggul: Kemurnian genotip memastikan bahwa kelinci memiliki

sifat-sifat unggul yang diinginkan secara konsisten.

• Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit: Individu dengan genotip murni memiliki

sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap penyakit.

• Meningkatkan keseragaman: Individu dengan genotip murni memiliki fenotipe yang

lebih seragam, sehingga memudahkan proses seleksi dan pembiakan.

Metode untuk Meningkatkan Kemurnian Genotip:


Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemurnian genotip pada

kelinci, antara lain:

• Inbreeding: Persilangan antar individu yang memiliki hubungan kekerabatan dekat.

• Linebreeding: Persilangan antar individu yang memiliki hubungan kekerabatan yang

lebih jauh.

• Outbreeding: Persilangan antar individu yang tidak memiliki hubungan kekerabatan.

• Backcrossing: Persilangan antara individu heterozygous dengan individu homozigot

untuk alel yang diinginkan.

Meningkatkan kemurnian genotip pada kelinci memiliki banyak keuntungan. Berbagai metode

dapat digunakan untuk meningkatkan kemurnian genotip, dan metode yang paling tepat

tergantung pada tujuan dan sumber daya yang tersedia.

Ragam galur kelinci

Peternak kelinci semangkin terus berusaha dalam meningkatkan kapasitas produksi

ternak mereka. Banyaknya permintaan pasar kepada ternak kelinci baik dari produksi kelinci

hias atau kelinci pedaging. Peternak kelinci memilih jenis kelinci yang terbaik untuk

dikembangkan. Adapun menurut Yurmiati (2003) lima potensi yang bisa dihasilkan dari seekor

kelinci, yakni makanan(food), kulit bulu (fur), binatang hias (fancy), pupuk (fertilizer), dan

penelitian (laboratory).
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Dasar Genetik Inbreeding

Gambar 3. Hukum persilangan mendel

a. Konsep Alel, Genotipe, dan Fenotipe

Alel merupakan variasi dari sebuah gen yang mengodekan karakteristik

tertentu. Misalnya, gen untuk warna bulu pada kelinci dapat memiliki alel untuk

bulu hitam dan alel untuk bulu putih. Sedangkan, genotipe adalah kombinasi

alel yang dimiliki oleh sebuah individu untuk karakteristik tertentu. Contohnya,

genotipe untuk warna bulu pada kelinci bisa saja berupa BB (homozigot

dominan), Bb (heterozigot), atau bb (homozigot resesif). Fenotipe adalah

manifestasi fisik dari genotipe. Misalnya, kelinci dengan genotipe BB atau Bb

akan memiliki fenotipe berbulu hitam, sedangkan kelinci dengan genotipe bb

akan memiliki fenotipe berbulu putih. Alel, sebagai unit dasar dari pewarisan

genetik, merujuk pada beragam versi atau varian dari suatu gen yang

mengontrol karakteristik tertentu pada organisme. Sebagai contoh, dalam


populasi kelinci, gen yang mengatur warna bulu mungkin memiliki alel untuk

bulu hitam dan alel untuk bulu putih, menunjukkan variasi dalam ekspresi

fenotipik. Genotipe, di sisi lain, mengacu pada kombinasi spesifik dari alel yang

dimiliki oleh individu untuk suatu karakteristik. Sebagai ilustrasi, genotipe

untuk warna bulu pada kelinci bisa mengambil bentuk homozigot dominan

(misalnya, BB), heterozigot (misalnya, Bb), atau homozigot resesif (misalnya,

bb), mewakili kombinasi alel yang mendasari. Fenotipe, sebagai hasil dari

interaksi kompleks antara genotipe dan lingkungan, adalah manifestasi fisik dari

genotipe tersebut. Sebagai contoh, kelinci dengan genotipe BB atau Bb

cenderung menunjukkan fenotipe berbulu hitam, sementara kelinci dengan

genotipe bb akan menampilkan fenotipe berbulu putih. Dengan demikian,

pemahaman tentang alel, genotipe, dan fenotipe memungkinkan kita untuk

menjelajahi keragaman genetik dan ekspresi karakteristik dalam populasi

organisme.

b. Hukum Mendel dan Pewarisan Sifat pada Kelinci

Hukum Mendel merupakan seperangkat prinsip dasar dalam pewarisan sifat

yang diungkapkan oleh ahli botani Austria, Gregor Mendel, pada abad ke-19.

Prinsip-prinsip ini berlaku untuk berbagai organisme termasuk kelinci. Ada tiga

hukum utama yang dirumuskan oleh Mendel:

1. Hukum Segregasi

Menurut hukum segregasi, dalam reproduksi seksual, pasangan alel dari gen-gen yang

mengontrol satu karakteristik tertentu dipisahkan secara acak ke dalam sel-sel reproduksi

(gamet) yang dihasilkan oleh individu yang heterozigot. Artinya, alel-alel yang ada pada
sepasang kromosom homolog akan dipisahkan selama pembentukan gamet, sehingga setiap

gamet hanya membawa satu alel dari setiap gen.

2. Hukum Penguatan

Hukum penguatan menyatakan bahwa ketika dua alel yang berbeda untuk suatu

karakteristik ditemukan pada suatu individu, alel dominan akan menentukan fenotipe individu

tersebut, sedangkan alel resesif akan tersembunyi. Ini berarti jika individu memiliki satu alel

dominan dan satu alel resesif untuk suatu karakteristik, fenotipenya akan didominasi oleh alel

dominan.

3. Hukum Pewarisan Bebas

Hukum pewarisan bebas menyatakan bahwa penurunan suatu karakteristik tidak

dipengaruhi oleh penurunan karakteristik lainnya. Dalam kata lain, alel-alel untuk karakteristik

yang berbeda akan dipisahkan dan diwariskan secara independen satu sama lain.

Dalam konteks kelinci, prinsip-prinsip hukum Mendel dapat memberikan gambaran yang

jelas tentang cara pewarisan sifat-sifat tertentu, seperti warna bulu, pola bulu, dan bentuk

telinga, dapat dijelaskan. Sebagai contoh, ketika kita memperhatikan kelinci dengan alel

homozigot dominan (misalnya, BB) yang menghasilkan warna bulu hitam, dan kelinci dengan

alel homozigot resesif (misalnya, bb) yang memiliki bulu putih, hukum Mendel memprediksi

bahwa semua keturunan dari persilangan kedua kelinci tersebut akan memiliki genotipe

heterozigot (Bb) dan secara fenotipik menampilkan bulu berwarna hitam. Hal ini karena alel

hitam dominan atas alel putih dalam menentukan warna bulu pada kelinci, sesuai dengan

prinsip hukum penguatan. Dengan demikian, pengamatan pada kelinci memberikan contoh

konkret tentang bagaimana prinsip-prinsip pewarisan sifat yang ditemukan oleh Mendel masih

berlaku dalam konteks pewarisan genetik pada hewan-hewan tertentu.


C. Efek Inbreeding pada Homozygositas dan Heterozigositas

Efek inbreeding adalah hasil dari praktik kawin silang antara individu yang

memiliki hubungan kekerabatan dekat, seperti saudara atau sepupu. Inbreeding dapat

mempengaruhi tingkat homozygositas dan heterozigositas dalam populasi.

1. Homozigositas

Inbreeding cenderung meningkatkan tingkat homozigositas dalam

populasi. Hal ini terjadi karena dalam inbreeding, individu-individu yang terkait

secara genetis memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk mewarisi alel-alel

yang sama dari leluhur yang sama. Dengan kata lain, semakin dekat hubungan

kekerabatan antara individu-individu tersebut, semakin besar kemungkinan

mereka memiliki alel-alel yang identik pada lokus-lokus genetik tertentu.

Akibatnya, homozigositas meningkat, yang berarti bahwa populasi memiliki

lebih banyak individu yang homozigot untuk alel-alel yang sama.

2. Heterozigositas

Sebaliknya, inbreeding dapat mengurangi tingkat heterozigositas dalam

populasi. Heterozigositas mengacu pada keberadaan dua alel yang berbeda pada

lokus genetik tertentu dalam sebuah individu. Dalam inbreeding, penurunan

variasi genetik terjadi karena alel-alel yang berbeda yang mungkin ada dalam

populasi dapat terkurangi karena pengulangan gen yang sama dari leluhur yang

sama. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat inbreeding dalam populasi,

semakin rendah kemungkinan individu memiliki kombinasi alel yang berbeda

pada lokus genetik tertentu.


Jadi, efek inbreeding dapat menyebabkan peningkatan homozigositas dan

penurunan heterozigositas dalam populasi, yang pada gilirannya dapat

mempengaruhi keragaman genetik dan kesehatan populasi secara keseluruhan.

D. Koefisien Inbreeding dan Cara Menghitungnya

Koefisien inbreeding adalah ukuran probabilitas bahwa dua alel pada

suatu lokus berasal dari leluhur yang sama karena efek inbreeding. Koefisien

inbreeding menggambarkan tingkat kemungkinan bahwa kedua alel pada suatu

lokus dalam individu yang terkait secara kekerabatan berasal dari nenek

moyang yang sama. Cara menghitung koefisien inbreeding dapat dilakukan

dengan menggunakan pendekatan matematis yang melibatkan analisis silsilah

individu. Salah satu metode yang umum digunakan adalah melalui pendekatan

silsilah yang disebut metode Wright atau menggunakan tabel koefisien

inbreeding. Namun, secara umum, rumus umum untuk menghitung koefisien

inbreeding (F) untuk suatu individu adalah sebagai berikut :

F=∑(0.5)n

Di mana:

• F adalah koefisien inbreeding.

• n adalah jumlah generasi yang terpisah dari leluhur bersama.

Langkah-langkah umum untuk menghitung koefisien inbreeding adalah sebagai berikut

:
1. Identifikasi jalur keturunan dari individu yang ditinjau ke leluhur bersama.

2. Hitung jumlah generasi (n) antara individu dan leluhur bersama.

3. Gunakan rumus koefisien inbreeding untuk setiap jalur keturunan dan

jumlahkan hasilnya.

Semakin besar koefisien inbreeding, semakin besar probabilitas

homozygositasi dalam populasi. Oleh karena itu, koefisien inbreeding adalah alat yang

penting dalam pemuliaan untuk menghindari akumulasi alel resesif yang tidak

diinginkan atau untuk mengukur tingkat hubungan kekerabatan dalam suatu populasi.
2.2 Penerapan Inbreeding pada Kelinci Pedaging

Penerapan inbreeding dalam program pemuliaan kelinci pedaging di Indonesia.

Perkembangan teknologi genomik dan pengaruhnya terhadap inbreeding. Aspek etika dan

sosial dalam penggunaan inbreeding pada kelinci pedaging. Dalam program inbreeding untuk

meningkatkan kemurnian genotip pada kelinci pedaging, pemilihan tetua menjadi langkah

krusial yang menentukan keberhasilan. Tetua yang dipilih akan mewariskan sifat-sifat

genetiknya kepada keturunannya, sehingga pemilihan yang tepat sangat berpengaruh pada

performa dan kualitas kelinci pedaging yang dihasilkan. Berikut beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan secara komprehensif saat memilih tetua untuk inbreeding:

1. Genotip Tetua:

• Identifikasi alel unggul: Langkah awal yang penting adalah mengidentifikasi alel-alel

yang terkait dengan sifat-sifat unggul pada kelinci pedaging. Sifat unggul tersebut bisa

berupa pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang efisien, kualitas daging yang

baik, dan ketahanan terhadap penyakit tertentu. Pengetahuan tentang alel-alel ini akan

membantu dalam memilih tetua yang memiliki genotip murni untuk sifat-sifat tersebut.

• Analisis Pedigree: Pedigree merupakan catatan riwayat perkawinan tetua dan

leluhurnya. Analisis pedigree dapat membantu memprediksi genotip tetua secara

teoritis. Dengan menelusuri riwayat kawin silang pada pedigree, kita dapat melihat

apakah tetua berasal dari program pemuliaan yang terarah dan memiliki kemungkinan

besar untuk membawa alel-alel unggul.


• Data Performa Tetua: Selain pedigree, data performa tetua juga penting untuk

dipertimbangkan. Data performa ini mencakup informasi seperti bobot badan harian,

umur potong, kualitas karkas, dan tingkat konversi pakan. Data ini dapat memberikan

gambaran tentang ekspresi fenotipik dari genotip tetua. Pilihlah tetua yang tidak hanya

memiliki pedigree yang baik, tetapi juga menunjukkan performa yang unggul secara

aktual.

• Pemanfaatan Teknologi Molekuler: Di era modern, teknologi molekuler seperti

penanda genetik (genetic marker) dan pensekuensan DNA (DNA sequencing) dapat

dimanfaatkan untuk mengetahui genotip tetua secara langsung. Melalui teknologi ini,

kita dapat mengidentifikasi alel-alel yang dimiliki oleh tetua secara lebih akurat

dibandingkan dengan analisis pedigree semata. Salah satu nya menggunakan teknik

molekuler fragment DNA D-loop mitokondria, melalui teknologi tersebut, diketahui

pula bahwa Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam di dunia setelah

China dan India (SULANDARI et al., 2008).

2. Fenotipe Tetua:

Sesuai Standar Ideal: Fenotipe tetua harus sesuai dengan standar ideal kelinci pedaging.

Hal ini meliputi pertumbuhan yang cepat, penampilan yang sehat, bobot badan yang optimal

pada umur potong, dan karakteristik daging yang baik seperti warna, tekstur, dan marbling.

Pemilihan tetua berdasarkan fenotipe yang baik akan meningkatkan probabilitas untuk

mendapatkan keturunan dengan fenotipe yang serupa.

Kesehatan dan Kebugaran: Pastikan tetua yang dipilih dalam kondisi kesehatan yang

baik dan memiliki tingkat kebugaran yang tinggi. Tetua yang sakit atau memiliki kondisi
genetik yang merugikan tidak akan dapat memaksimalkan performanya sebagai tetua dan

beresiko menurunkan sifat-sifat yang tidak diinginkan kepada keturunannya.

3. Keragaman Genetik:

Menyeimbangkan Kemurnian dan Keragaman: Meskipun tujuan inbreeding adalah

untuk meningkatkan kemurnian genotip, penting untuk tetap menjaga keragaman genetik pada

tingkat yang optimal. Hal ini karena penurunan keragaman genetik yang terlalu drastis dapat

menyebabkan efek samping inbreeding yang merugikan, seperti penurunan daya tahan tubuh,

cacat bawaan, dan penurunan fertilitas. penting untuk mencapai keseimbangan antara

kemurnian dan keragaman genetik dalam program inbreeding. Peternak perlu menerapkan

strategi yang tepat untuk menjaga keragaman genetik pada tingkat yang optimal, sehingga

dapat memaksimalkan manfaat inbreeding untuk meningkatkan kualitas kelinci pedaging tanpa

mengorbankan kesehatan dan performanya.

Pemilihan Tetua dari Garis Keturunan Berbeda: Untuk menjaga keragaman genetik,

pilihlah tetua yang berasal dari garis keturunan yang berbeda. Dengan demikian, kemungkinan

tetua memiliki alel yang sama untuk suatu gen (homozigot) menjadi lebih rendah. Hal ini dapat

meminimalkan resiko efek samping inbreeding yang parah.

4. Riwayat Persilangan Tetua:

Hubungan Kekerabatan: Hindari memilih tetua yang memiliki hubungan kekerabatan

yang terlalu dekat. Semakin dekat hubungan kekerabatan tetua, maka semakin tinggi tingkat
homozigositas pada keturunannya. Hal ini dapat mempercepat munculnya alel resesif yang

tidak diinginkan dan meningkatkan resiko efek samping inbreeding.

Pelacakan Alel: Gunakan informasi tentang persilangan sebelumnya pada garis

keturunan tetua untuk melacak alel yang mungkin mereka bawa. Informasi ini dapat diperoleh

dari catatan peternakan atau melalui analisis pedigree. Dengan mengetahui alel yang ada pada

tetua, kita dapat memprediksi kemungkinan genotip pada keturunannya dan menghindari

pemilihan tetua yang membawa alel resesif yang sama.

2.2.1 Skema persilangan inbreeding yang umum digunakan.

Pure line, atau galur murni, merupakan populasi ternak yang secara genetik identik

(homozigot) untuk semua lokus gen. Dalam dunia peternakan kelinci pedaging, pembuatan

pure line bertujuan untuk mendapatkan populasi kelinci dengan sifat-sifat unggul yang

konsisten. Berikut skema umum untuk pembuatan pure line pada kelinci pedaging:

1. Pemilihan Populasi Dasar:

• Identifikasi Sumber: Langkah awal adalah memilih populasi dasar untuk program

pembuatan pure line. Sumber ini bisa berasal dari populasi kelinci pedaging yang sudah

ada di peternakan, hasil introduksi dari breeder terpercaya, atau galur yang sudah relatif

murni yang didapatkan dari lembaga penelitian.

• Kriteria Seleksi: Pilih individu dalam populasi dasar yang menunjukkan fenotipe ideal

untuk kelinci pedaging, seperti pertumbuhan yang cepat, kualitas daging yang baik, dan

ketahanan terhadap penyakit tertentu. Selain itu, pilih individu yang sedapat mungkin
berasal dari garis keturunan yang berbeda untuk meminimalkan resiko efek samping

inbreeding.

2. Inbreeding dan Seleksi:

• Persilangan Individu dengan Hubungan Kekerabatan Dekat: Inti dari pembuatan pure

line adalah penggunaan metode inbreeding. Persilangkan individu-individu yang

memiliki hubungan kekerabatan dekat, seperti saudara sekandung (full-sib mating) atau

parent-offspring mating.

• Seleksi Keturunan: Setelah proses perkawinan, lakukan seleksi ketat pada keturunan

yang dihasilkan. Pilih individu yang paling sesuai dengan kriteria seleksi, baik dari segi

fenotipe maupun genotip (jika memungkinkan menggunakan teknologi penanda

genetik).

• Pengulangan Inbreeding dan Seleksi: Lakukan inbreeding dan seleksi secara berulang

selama beberapa generasi. Seiring berjalannya program, populasi akan menjadi

semakin homogen secara genetik dan sifat-sifat unggul yang diinginkan akan semakin

terekondisi.

3. Evaluasi dan Pemeliharaan:

• Monitoring Populasi: Terus lakukan monitoring populasi untuk memantau kemajuan

program pembuatan pure line. Amati adanya perubahan fenotipe dan performa pada

setiap generasi.

• Deteksi dan Penanganan Efek Samping Inbreeding: Waspadai efek samping inbreeding

yang merugikan, seperti penurunan daya tahan tubuh, cacat bawaan, dan penurunan

fertilitas. Jika efek samping tersebut muncul secara signifikan, mungkin perlu
dilakukan penyesuaian strategi pemuliaan atau introduksi individu baru dari luar

populasi untuk meningkatkan keragaman genetik.

• Pemeliharaan Kesehatan: Jaga kesehatan populasi pure line dengan menerapkan praktik

pemeliharaan yang baik, termasuk kebersihan kandang, pemberian pakan yang bergizi,

dan program pencegahan penyakit yang memadai.

4. Analisis Genetik (Opsional):

• Pemanfaatan Teknologi Molekuler: Untuk akurasi yang lebih tinggi, program

pembuatan pure line dapat memanfaatkan teknologi molekuler seperti penanda genetik

(genetic marker) atau DNA sequencing. Teknologi ini dapat membantu dalam

mengidentifikasi individu yang homozigot untuk lokus gen yang diinginkan.

5. Pemeliharaan Pure Line:

• Outcrossing Terkendali: Setelah pure line terbentuk, untuk menghindari efek samping

inbreeding yang berlebihan, pertimbangkan penggunaan outcrossing terkendali dengan

individu dari pure line lain yang memiliki sifat unggul yang berbeda. Hal ini dapat

membantu menyegarkan keragaman genetik dan mempertahankan keunggulan pure

line.

• Konservasi Pure Line: Pure line yang dihasilkan perlu dipelihara dengan baik dan

dipisahkan dari populasi kelinci pedaging komersial untuk mencegah terjadinya

perkawinan silang yang tidak diinginkan.

Skema pembuatan pure line pada kelinci pedaging menawarkan potensi untuk

mendapatkan populasi kelinci dengan sifat-sifat unggul yang konsisten. Namun, program ini

membutuhkan perencanaan yang matang, penerapan teknik pemuliaan yang tepat, dan

pengelolaan yang cermat untuk mencapai hasil yang optimal.


Ciri-ciri kelinci pedaging dengan genotip murni.

Kelinci pedaging dengan genotip murni memiliki beberapa ciri khas yang

membedakannya dari kelinci pedaging biasa. Ciri-ciri ini dapat diamati secara fisik,

performanya, dan melalui analisis DNA. Berikut beberapa ciri-ciri utama kelinci pedaging

dengan genotip murni:

Ciri Fisik:

• Keseragaman: Kelinci dengan genotip murni memiliki penampilan yang seragam,

seperti warna bulu, bentuk tubuh, dan ukuran telinga yang konsisten dalam satu

populasi.

• Keterampilan: Kelinci pedaging murni memiliki performa yang unggul dalam hal

pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang efisien, dan ketahanan terhadap penyakit

tertentu.

• Reproduksi: Kelinci pedaging murni memiliki tingkat fertilitas yang tinggi dan

menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat yang konsisten.

Performa:

• Pertumbuhan: Kelinci pedaging dengan genotip murni memiliki pertumbuhan yang

cepat dan mencapai bobot potong ideal dalam waktu yang relatif singkat.

• Konversi Pakan: Kelinci pedaging murni memiliki kemampuan untuk mengkonversi

pakan menjadi daging dengan efisien, sehingga membutuhkan lebih sedikit pakan

untuk mencapai bobot potong.

• Kualitas Daging: Kelinci pedaging murni memiliki kualitas daging yang baik, seperti

tekstur yang kenyal, rasa yang lezat, dan kandungan lemak yang rendah.

Analisis DNA:
• Homozigositas: Kelinci pedaging dengan genotip murni memiliki alel yang sama untuk

semua lokus gen (homozigot). Hal ini dapat diidentifikasi melalui analisis DNA

menggunakan teknik seperti PCR (Polymerase Chain Reaction) atau DNA sequencing.

• Penanda Genetik: Kelinci pedaging dengan genotip murni dapat diidentifikasi dengan

menggunakan penanda genetik (genetic marker) yang spesifik untuk sifat-sifat unggul

yang diinginkan.

Kelinci pedaging dengan genotip murni memiliki beberapa ciri khas yang

membedakannya dari kelinci pedaging biasa. Ciri-ciri ini dapat diamati secara fisik,

performanya, dan melalui analisis DNA. Genotip murni menawarkan potensi untuk

mendapatkan kelinci pedaging dengan kualitas yang konsisten dan unggul, sehingga

meningkatkan profitabilitas peternakan kelinci pedaging.

2.2.2. Inbreeding: Pisau Bermata Dua dalam Pembuatan Galur Murni Kelinci Pedaging

Inbreeding, atau perkawinan sedarah, merupakan praktik kontroversial dalam dunia

peternakan. Di satu sisi, inbreeding menawarkan jalan pintas untuk mencapai genotip homogen

pada galur murni kelinci pedaging. Hal ini memungkinkan fiksasi sifat-sifat unggul secara lebih

cepat dan efisien. Namun di sisi lain, inbreeding juga membawa konsekuensi yang merugikan

bagi kesehatan dan performa kelinci pedaging jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu,

penting untuk memahami dampak inbreeding secara menyeluruh dan menerapkan strategi

mitigasi yang tepat.

Peningkatan Homozygositas: Landasan Galur Murni

Inbreeding pada dasarnya meningkatkan frekuensi alel identik pada lokus gen. Kelinci

hasil perkawinan sedarah memiliki kemungkinan lebih besar untuk mewarisi alel yang sama
dari induk dan bapaknya. Hal ini mendorong tercapainya genotip homozigot, yang menjadi

landasan terbentuknya galur murni.

• Fiksasi Sifat Unggul: Dengan genotip homozigot, peternak dapat ‘menggembok’ sifat-

sifat unggul yang diinginkan pada galur murni. Misalnya, inbreeding dapat membantu

memfiksasi alel untuk pertumbuhan cepat, konversi pakan efisien, dan kualitas daging

yang baik. Hal ini membuat galur tersebut konsisten menghasilkan keturunan dengan

sifat-sifat tersebut.

• Prediktabilitas Seleksi: Genotip homozigot yang dihasilkan inbreeding

memungkinkan prediksi yang lebih akurat terhadap sifat-sifat keturunan. Peternak

dapat dengan mudah mengidentifikasi individu yang membawa alel unggul dan

melakukan seleksi dengan tingkat keakuratan yang lebih tinggi. Seleksi yang tepat ini

pada akhirnya akan mempercepat pengembangan galur murni yang unggul.

2.2.3. Dampak Negatif Inbreeding: Ancaman Tersembunyi

Meskipun inbreeding berperan penting dalam pembuatan galur murni, praktik ini dapat

menimbulkan efek samping yang merugikan. Dampak negatif ini muncul karena inbreeding

juga meningkatkan homozigositas untuk alel resesif yang tidak diinginkan. Alel resesif yang

biasanya tersamar oleh alel dominan akan terekspos dan bermanifestasi pada individu dengan

genotip homozigot resesif.

• Penurunan Daya Tahan Tubuh: Inbreeding berpotensi menurunkan daya tahan tubuh

kelinci pedaging. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya keragaman genetik pada lokus

yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh. Kelinci dengan genotip homogen menjadi

lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi karena variasi genetik yang berperan dalam

melawan patogen menjadi berkurang.


• Cacat Bawaan: Peningkatan homozigositas akibat inbreeding dapat meningkatkan

resiko munculnya cacat bawaan. Alel resesif yang membawa mutasi gen untuk cacat

bawaan, yang biasanya tersamar oleh alel dominan yang sehat, bisa terekspos pada

kondisi homozigot resesif. Akibatnya, kelinci keturunan rentan mengalami kelainan

fisik, gangguan organ, dan infertilitas.

• Penurunan Fertilitas: Inbreeding dapat menurunkan fertilitas, yaitu kemampuan

bereproduksi kelinci pedaging. Hal ini terjadi karena homozigositas alel yang terkait

dengan fungsi reproduksi, seperti spermatogenesis dan oogenesis, dapat terganggu.

Akibatnya, fertilitas dan produktivitas kelinci menurun.

• Penurunan Performa: Inbreeding yang berlebihan dapat berdampak negatif pada

performa produksi kelinci pedaging. efek samping inbreeding dapat melemahkan vigor

hibrida, yaitu kebugaran heterozigot yang biasanya muncul pada individu hasil

perkawinan silang. Akibatnya, pertumbuhan kelinci melambat, konversi pakan

memburuk, dan kualitas daging menurun.

2.2.4. Strategi Mitigasi: Inbreeding yang Bertanggung Jawab

Meskipun inbreeding memiliki efek samping, peternak dapat menerapkan strategi

mitigasi untuk meminimalkan dampak negatif tersebut. Dengan strategi yang tepat, peternak

dapat memanfaatkan inbreeding untuk pembuatan galur murni yang unggul tanpa

mengorbankan kesehatan dan performa kelinci pedaging.

• Interval Inbreeding: Jangan terpaku pada inbreeding ketat antar generasi berdekatan.

Berikan jeda atau interval yang cukup, misalnya 3-5 generasi, di antara program

inbreeding. Interval ini memungkinkan masuknya keragaman genetik baru melalui

perkawinan dengan individu yang tidak terlalu dekat kekerabatannya.


• Outcrossing Terkendali: Sesekali, lakukan outcrossing terkendali dengan galur murni

lain yang memiliki sifat unggul berbeda. Outcrossing akan ‘menyegarkan’ keragaman

genetik dan mengurangi efek samping inbreeding.

• Memilih Galur Partner: Pilih galur murni lain yang memiliki sifat unggul berbeda

untuk outcrossing. Hal ini membantu menyegarkan keragaman genetik dan memperluas

basis gen galur murni. Penting untuk memilih galur partner dengan riwayat kesehatan

yang baik dan bebas dari penyakit bawaan.

• Penentuan Proporsi: Atur proporsi perkawinan inbreeding dan outcrossing dengan

cermat. Inbreeding dapat dilakukan untuk memfiksasi sifat unggul, sedangkan

outcrossing untuk menyegarkan keragaman genetik. Proporsi yang tepat tergantung

pada tujuan program pemuliaan dan karakteristik galur murni.

• Evaluasi Keturunan: Amati dan evaluasi keturunan hasil outcrossing dengan cermat.

Perhatikan apakah efek samping inbreeding telah berkurang dan apakah sifat-sifat

unggul galur murni tetap terjaga. Evaluasi ini membantu peternak menentukan strategi

pemuliaan yang tepat untuk generasi selanjutnya.

Crossbreeding:

• Menyatukan Keunggulan: Gunakan strategi crossbreeding antara garis keturunan

yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari galur murni yang berbeda.

Crossbreeding dapat menghasilkan kelinci pedaging dengan performa yang lebih

unggul dibandingkan galur murni aslinya.

• Pemanfaatan Heterosis: Crossbreeding memanfaatkan heterosis, atau vigor hibrida,

untuk meningkatkan performa kelinci pedaging. Heterosis menghasilkan individu

dengan performa yang lebih unggul daripada rata-rata tetuanya. Hal ini dapat

meningkatkan pertumbuhan, konversi pakan, dan kualitas daging kelinci.


• Memilih Galur Parent: Pilih galur parent dengan sifat unggul yang ingin

dikombinasikan. Penting untuk mempertimbangkan kompatibilitas genetik antara galur

parent untuk menghasilkan keturunan yang optimal.

• Mengembangkan Sistem Rotasi: Kembangkan sistem rotasi persilangan antar galur

untuk menjaga keragaman genetik dan mencegah efek samping inbreeding. Sistem

rotasi yang terencana membantu menjaga keseimbangan antara inbreeding dan

outcrossing dalam program pemuliaan.

Introduksi Plasma Nutfah Baru:

• Menambah Keragaman Genetik: Introduksi plasma nutfah baru dari populasi kelinci

yang berbeda dapat membantu meningkatkan keragaman genetik dan membawa alel-

alel baru yang bermanfaat. Hal ini dapat membantu mengatasi efek samping inbreeding

dan meningkatkan ketahanan kelinci terhadap penyakit.

• Mengevaluasi Adaptasi: Amati dan evaluasi adaptasi kelinci hasil introduksi plasma

nutfah baru terhadap lingkungan dan kondisi peternakan. Pastikan kelinci baru dapat

beradaptasi dengan baik dan tidak membawa penyakit yang dapat membahayakan

populasi yang ada.

• Menerapkan Biosecurity: Terapkan biosecurity yang ketat untuk mencegah

penyebaran penyakit dari kelinci baru ke populasi yang ada. Hal ini penting untuk

menjaga kesehatan dan ketahanan seluruh populasi kelinci.

2.2.4. Pemanfaatan Teknologi Molekuler:

• Memilih Tetua Berkualitas: Teknologi seperti penanda genetik dan DNA sequencing

dapat membantu peternak dalam memilih tetua dengan keragaman genetik yang

optimal untuk inbreeding. Teknologi ini memungkinkan identifikasi individu yang

membawa alel resesif yang berpotensi merugikan.


• Memantau Kemajuan Program: Teknologi molekuler dapat membantu memantau

kemajuan program pemuliaan dan memastikan bahwa tujuan pemuliaan tercapai.

Analisis DNA dapat membantu peternak dalam melacak gen yang terkait dengan sifat-

sifat unggul dan memastikan bahwa sifat tersebut terjaga dalam galur murni.

• Mengembangkan Tes Genetik: Teknologi molekuler dapat digunakan untuk

mengembangkan tes genetik untuk mendeteksi cacat bawaan dan penyakit pada kelinci.

Tes ini membantu peternak dalam melakukan seleksi dan eliminasi individu yang

membawa alel yang tidak diinginkan.

Inbreeding merupakan alat yang berharga dalam pembuatan galur murni kelinci

pedaging. Meskipun inbreeding menawarkan beberapa keuntungan, penting untuk memahami

dan mengelola dampak negatifnya pada performa kelinci pedaging. Dengan menerapkan

strategi mitigasi yang tepat, peternak dapat memaksimalkan manfaat inbreeding untuk

meningkatkan kualitas galur murni, sambil meminimalkan efek samping dan menjaga

kesehatan dan performa kelinci pedaging.

2.3. Resiko dan Tantangan Inbreeding

Inbreeding, atau persahabatan antara organisme yang terkait dengan asal keluarga,

dapat menyebabkan dampak negatif terhadap keragaman genetik dan kesehatan populasi.

Beberapa resiko dan tantangan yang terkait dengan inbreeding lain.

1. Penurunan keragaman genetik: Inbreeding dapat mengakibatkan penurunan keragaman

genetik populasi, yang dapat membuatnya lebih susceptible terhadap penyakit genetik

dan tidak seadaptif terhadap lingkungan yang berubah. Hal ini terjadi karena individu
yang kawin memiliki gen yang serupa, sehingga keturunannya memiliki kemungkinan

lebih tinggi untuk mewarisi alel yang sama untuk suatu gen.

2. Penyakit Genetik: Penurunan keragaman genetik pada ternak dapat meningkatkan

resiko penyakit genetik pada populasi. Hal ini terjadi karena alel resesif yang berbahaya

lebih mungkin untuk diekspresikan ketika individu memiliki dua salinan alel tersebut.

a. Pada ternak dengan keragaman genetik tinggi:

Kemungkinan mendapatkan dua salinan alel resesif yang berbahaya lebih

rendah. Hal ini karena mereka memiliki lebih banyak variasi gen, sehingga

kemungkinan mereka memiliki alel dominan yang normal lebih tinggi.

b. Pada ternak dengan keragaman genetik rendah:

Kemungkinan mendapatkan dua salinan alel resesif yang berbahaya lebih

tinggi. Hal ini karena mereka memiliki lebih sedikit variasi gen, sehingga

kemungkinan mereka memiliki dua alel resesif yang berbahaya lebih tinggi.

3. Ketidakmampuan Beradaptasi: Populasi dengan keragaman genetik yang rendah lebih

rentan terhadap perubahan lingkungan. Hal ini terjadi karena mereka memiliki lebih sedikit

variasi gen yang dapat membantu mereka beradaptasi dengan kondisi baru. Evolusi terjadi

ketika individu dengan gen yang menguntungkan untuk lingkungan tertentu lebih mungkin

untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi

memiliki lebih banyak variasi gen yang dapat membantu mereka beradaptasi dengan perubahan

lingkungan. Populasi dengan keragaman genetik yang rendah memiliki lebih sedikit variasi

gen, sehingga mereka memiliki kemungkinan lebih kecil untuk memiliki gen yang

menguntungkan untuk lingkungan baru.

Contoh:
a. Perubahan iklim: Populasi spesies yang tidak memiliki variasi gen yang cukup

untuk beradaptasi dengan perubahan suhu atau curah hujan mungkin akan punah.

b. Penyakit baru: Populasi spesies yang tidak memiliki variasi gen yang cukup

untuk melawan penyakit baru mungkin akan mengalami penurunan populasi yang

signifikan.

4. Resiko penyakit genetik yang tidak diinginkan: Inbreeding dapat meningkatkan

kemungkinan anak menerima allel resesif yang tidak diinginkan, yang dapat menyebabkan

kemungkinan lebih tinggi terhadap penyakit genetik seperti penyakit genetik pada ternak yang

dapat muncul akibat inbreeding:

Bovine Leukosis Enzootic (BLV): Penyakit ini disebabkan oleh virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh ternak. Ternak dengan dua salinan alel resesif lebih

rentan terhadap penyakit ini.

. Congenital Bovine Hyperplasia (CBH): Penyakit ini menyebabkan

pertumbuhan abnormal pada ternak. Ternak dengan dua salinan alel resesif akan

memiliki CBH.

a. Atresia telinga: Kelainan ini terjadi ketika telinga luar tidak terbentuk dengan

sempurna.

b. Craniofacial microsomia: Kelainan ini menyebabkan cacat pada wajah, seperti

rahang kecil dan mata yang tidak sejajar.

Dampak:

a. Penyakit genetik pada ternak dapat menyebabkan kematian, cacat lahir, dan

masalah kesehatan lainnya.

b. Hal ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak.
5. Resiko komplikasi pembangunan: Inbreeding pada ternak dapat meningkatkan risiko

komplikasi pada proses pembangunan, termasuk

a. Abortus Spontan:

Embrio yang dihasilkan dari perkawinan sedarah lebih rentan mengalami kelainan

genetik yang dapat menyebabkan keguguran. Hal ini dapat menyebabkan kerugian

ekonomi bagi peternak karena kehilangan calon ternak.

b. Kelahiran Prematur:

Anakan yang terlahir dari perkawinan sedarah lebih mungkin lahir prematur, yang

dapat menyebabkan komplikasi kesehatan dan kematian. Kelahiran prematur juga

dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak karena biaya perawatan yang

tinggi.

c. Ukuran Lahir Rendah:

Anakan yang terlahir dari perkawinan sedarah lebih mungkin memiliki berat badan

lahir rendah, yang dapat menyebabkan kelemahan dan kematian. Ukuran lahir

rendah juga dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak karena penurunan

produktivitas dan kualitas ternak.

d. Kematian Neonatal:

Anakan yang terlahir dari perkawinan sedarah lebih mungkin mengalami kematian

neonatal, yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak. Kematian

neonatal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelainan genetik, cacat lahir,

dan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

e. Kesuburan Rendah:
Ternak yang dihasilkan dari perkawinan sedarah lebih mungkin memiliki kesuburan

yang rendah, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam reproduksi. Kesuburan

rendah dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak karena penurunan

produksi ternak.

Manfaat Galur Murni pada Kelinci secara Mendalam

Galur murni dalam dunia ternak kelinci menawarkan berbagai keuntungan penting

bagi peternak, peneliti, dan upaya konservasi. Berikut pembahasan lebih detail manfaat galur

murni pada kelinci:

1. Konsistensi dan Prediktabilitas Produksi:

• Peternak yang fokus pada produksi kelinci komersial mendapat banyak manfaat dari

galur murni. Seragam genetika pada galur murni menghasilkan keturunan yang dapat

diprediksi. Ini penting untuk memperoleh kelinci dengan karakteristik yang

diinginkan secara konsisten, seperti:

o Warna Bulu: Galur murni memungkinkan produksi kelinci dengan warna

bulu spesifik yang konsisten, sesuai standar ras tertentu. Hal ini memudahkan

memuaskan pasar dan estetika tertentu.

o Ukuran: Peternak dapat memilih galur murni yang menghasilkan kelinci

dengan ukuran sesuai tujuan produksi, apakah untuk diambil daging atau

dimanfaatkan sebagai hewan peliharaan.

o Temperamen: Galur murni dapat dikembangkan dengan temperamen yang

diinginkan, misalnya kelinci yang lebih tenang dan mudah dipelihara untuk

dipelihara sebagai hewan kesayangan.

2. Peningkatan Kualitas Kelinci Secara Keseluruhan:


• Galur murni fondasi menjadi penting untuk peningkatan kualitas kelinci secara

bertahap. Melalui seleksi ketat, galur murni dapat membawa sifat-sifat unggul yang

diinginkan diteruskan ke generasi berikutnya. Ini meliputi:

o Kesehatan yang Baik: Dengan seleksi ketat, galur murni dapat

dikembangkan memiliki ketahanan penyakit tertentu yang menguntungkan

peternak.

o Kesuburan Tinggi: Galur murni yang dipilih karena tingkat reproduksinya

yang baik akan menghasilkan keturunan yang juga subur. Hal ini berdampak

pada efisiensi produksi kelinci.

o Pertumbuhan Cepat: Seleksi galur murni bisa diarahkan untuk mendapatkan

keturunan yang memiliki pertumbuhan cepat. Ini menguntungkan peternak

yang ingin mempersingkat waktu panen untuk kelinci pedaging.

3. Perbaikan Genetik Terarah :

• Galur murni menjadi instrumental dalam program perbaikan genetik terarah pada

kelinci. Peternak dapat mengawinkan kelinci dari galur murni yang berbeda dengan

keunggulan spesifik:

o Misalnya, mengawinkan galur murni kelinci dengan pertumbuhan cepat

dengan galur murni yang memiliki ketahanan penyakit tertentu.

o Keturunan yang dihasilkan berpotensi memiliki genotipe gabungan dari kedua

galur murni tersebut, yakni pertumbuhan cepat dan ketahanan penyakit.

4. Penelitian Ilmiah tentang Kelinci:

• Galur murni memegang peranan penting dalam penelitian ilmiah tentang kelinci.

Seragam genetika pada galur murni membuat para peneliti dapat:

o Mempelajari efek isolasi gen tertentu terhadap kelinci.


o Melakukan penelitian dengan hasil yang lebih terkendali dan bisa direplikasi

karena faktor genetik yang minim variasi.

o Temuan dari penelitian pada galur murni dapat menjadi dasar pengembangan

teknik pemuliaan dan pengobatan kelinci yang lebih baik.

5. Konservasi Spesies Kelinci Langka:

• Galur murni memegang peranan penting dalam upaya konservasi spesies kelinci

langka. Dengan menjaga dan mengembangbiakkan galur murni dari spesies terancam

punah, kelestarian genetiknya dapat terjaga. Ini menjadi stok genetik yang berharga

untuk keperluan restorasi populasi kelinci langka ke habitat alaminya nanti.

Contoh Nyata Manfaat Galur Murni:

• Kelinci Rex yang terkenal dengan bulunya yang sangat halus dan lembut berasal dari

program pengembangan galur murni.

• Kelinci New Zealand White, populer untuk dagingnya, merupakan hasil dari program

pemuliaan galur murni yang fokus pada pertumbuhan cepat.


2.4. Teknologi yang dapat digunakan

1. Penggunaan Teknologi Genomic untuk Seleksi dan Pemuliaan

Teknologi genomik telah menjadi alat yang semakin penting dalam seleksi dan

pemuliaan berbagai organisme, termasuk hewan ternak seperti sapi, babi, dan ayam. Teknologi

ini memungkinkan para ilmuwan untuk mempelajari genom suatu organisme secara lebih

detail, dan informasi ini dapat digunakan untuk:

1. Identifikasi gen yang terkait dengan sifat yang diinginkan:

Teknologi genomik seperti studi asosiasi genome-wide (GWAS) dan sequencing genom dapat

digunakan untuk mengidentifikasi gen yang terkait dengan sifat yang diinginkan, seperti

pertumbuhan yang cepat, ketahanan penyakit, dan kualitas produk.

2. Seleksi penanda yang terkait dengan sifat yang diinginkan:

Setelah gen yang terkait dengan sifat yang diinginkan diidentifikasi, DNA penanda dapat

dikembangkan untuk menandai gen tersebut. Marker ini dapat digunakan untuk menyeleksi

hewan yang memiliki gen yang diinginkan, bahkan sebelum sifat tersebut terlihat.
BAB III. KESIMPULAN

Meningkatkan kemurnian genotip pada kelinci merupakan langkah penting untuk


meningkatkan potensi peternakan kelinci.
Manfaat:
• Meningkatkan sifat unggul: mengedit kelinci memiliki sifat-sifat unggul yang
diinginkan secara konsisten (pertumbuhan cepat, produksi daging tinggi, kualitas bulu
baik, dll.).
• Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit: Memperkuat sistem kekebalan tubuh
kelinci.
• Meningkatkan keseragaman : Mempermudah proses seleksi dan pembiakan.
Metode:
• Inbreeding: Persilangan antar individu yang memiliki hubungan kekerabatan dekat.
• Linebreeding: Persilangan antar individu yang memiliki hubungan kekerabatan yang
lebih jauh.
• Persilangan: Persilangan antar individu yang tidak memiliki hubungan kekerabatan.
• Backcrossing : Persilangan antara individu heterozigot dengan individu homozigot
untuk alel yang diinginkan.
Penting untuk memilih metode yang tepat tergantung pada tujuan dan sumber daya yang
tersedia.
Daftar Pustaka

Akbar, M., Rokana, E., Lokapirnasari, W. P., Safitri, E., & Winahyu, N. (2023). Manajemen
Usaha Ternak Kelinci. Penerbit NEM.

Brahmantiyo, B., Martojo, H., Mansjoer, S. S., & Raharjo, Y. C. (2006). Pendugaan jarak
genetik kelinci melalui analisis morfometrik. JITV, 11(3), 206-214.

Brahmantiyo, B., Priyono, R. R., & Rosartio, R. (2016). Pendugaan jarak genetik kelinci (Hyla,
hycole, hycolex NZW, rex, dan satin) melalui analisis morfometrik. Jurnal
Veteriner, 17(2), 226-234.

CHAMDI, A. N. (2005). The characteristics of genetic resource of Bali Cattle (Bos-bibos


banteng) and the alternative of it's conservation methods. Biodiversitas Journal of
Biological Diversity, 6(1).

Iskandar, R. D., Brahmantiyo, B., & Priyatno, R. (2016). Karakterisasi morfometrik dan jarak
genetik rumpun-rumpun kelinci di Jawa Barat. J. Veteriner, 17(4), 524-534.

Sartika, T. I. K. E. (2012, July). Ketersediaan sumberdaya genetik ayam lokal dan strategi
pengembangannya untuk pembentukan parent dan grand parent stock. In Prosiding
Workshop Nasional Unggas Lokal. Balai Penelitian Ternak, Jakarta (Vol. 5).

Zein, M., & Sulandari, S. (2012). Diversitas genetik dan hubungan kekerabatan Kambing lokal
Indonesia menggunakan marker DNA mikrosatelit.

Anda mungkin juga menyukai