Anda di halaman 1dari 19

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

PROGRAM STUDI KONSERVASI GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Makalah Fisiologi

SARAF SENSORIK

Oleh :

Lestari Hardianti Sugiaman


J025201002

Dosen Pengampu:

Dr. drg. Nurlindah Hamrun, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia memiliki banyak sekali susunan yang membentuk tubuhnya. Secara
garis besar, tubuh manusia tersusun oleh jaringan keras (tulang dan gigi), jaringan lunak
(otot, pembuluh darah, dan saraf) dan air. Semua bagian tubuh memiliki perannya
masing-masing dan saling mempengaruhi untuk kelangsungan hidup manusia.
Adapun saraf merupakan bagian yang penting di dalam tubuh karena berfungsi
untuk mengatur kondisi tubuh manusia untuk tetap terpelihara. Sistem saraf di dalam
tubuh juga berperan untuk membentuk pemikiran kita, sikap dan memori serta yang
menginisiasi semua pergerakan voluntary maupun involuntary.1
Sistem saraf sensorik merupakan sistem yang memampukan kita untuk bisa
merespon segala perubahan yang terjadi di sekitar lingkungan kita, baik berasal dari
luar lingkungan tubuh kita, maupun dari dalam lingkungan tubuh kita melalui sebuah
stimulus yang diberikan. Stimulus-stimulus ini dapat berasal dari berbagai macam yang
berbeda-beda, contohnya cahaya, suara, bau, cita rasa makanan, dan sensasi somatik
(sentuhan, sakit, tekanan, getaran, panas, dingin).2
Di dalam kedokteran gigi, inervasi saraf wajah merupakan bagian yang penting
untuk diperhatikan, karena dari sana seorang dokter gigi akan mampu memahami apa
yang dirasakan oleh pasien dan mencari tahu penyebabnya untuk dilakukan penanganan
atau tindakan perawatan.
Untuk itu, penting bagi dokter gigi untuk bisa mempelajari dan memahami
inervasi tubuh manusia, khususnya bagian wajah yang banyak memiliki fungsi saraf
sebagai saraf sensorik.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membantu dokter gigi untuk bisa
mengenal dan memahami peranan sistem saraf tubuh, khususnya sistem saraf sensorik
yang bekerja pada bagian wajah manusia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jaringan Saraf

Sistem saraf berperan mengatur aktifitas tubuh dengan memberikan respon


cepat menggunakan impuls-impuls saraf. Sistem saraf juga bertugas untuk membentuk
pemikiran kita, sikap dan memori serta yang menginisiasi semua pergerakan voluntary
maupun involuntary.1

2.2. Pengelompokan dari Sistem Saraf

Dengan berat hanya sekitar 2 kg, yaitu 3% dari seluruh berat tubuh, sistem saraf
merupakan salah satu bagian terkecil dan paling terkompleks dari 11 bagian sistem
lainnya. Sistem saraf terdiri dari neuron dan neuroglia yang tersusun membentuk sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi.1
A. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat (Central nervous system/ CNS) terdiri dari otak dan medula
spinalis (spinal cord). Otak merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di
dalam tulang kranial dan mengandung sekitar 100 milyar (1011) neuron-neuron. Medula
spinalis terhubung dengan otak melalui foramen magnum dari tulang occipital dan
dikelilingi oleh tulang dari kolom vertebral. Medula spinalis mengandung sekitar 100
milyar neuron-neuron. Sistem saraf pusat mengolah berbagai macam informasi
sensorik yang datang dan berbeda-beda. Sistem saraf pusat juga merupakan sumber dari
pikiran, emosi dan memori/ingatan. Kebanyakan sinyal-sinyal yang merangsang otot
untuk berkontraksi dan mengeluarkan kelenjar-kelenjar berasal dari sistem saraf pusat.1

B. Sistem Saraf Tepi


Sistem saraf tepi (Peripheral nervous system/PNS) terdiri dari seluruh jaringan
saraf di luar dari sistem saraf pusat. Komponen-komponen dari sistem saraf tepi berupa
saraf kranial, saraf spinal, ganglia, pleksus enterik, dan reseptor-reseptor sensorik. Saraf
merupakan sekumpulan dari ratusan hingga ribuan dari akson-akson positif yang
berkaitan dengan jaringan penghubung dan pembuluh darah yang berada di luar dari
otak dan medula spinalis. Ganglia merupakan suatu massa kecil dari jaringan saraf,
yang utamanya terdiri dari badan sel neuron, yang terletak di luar dari otak dan medula
spinalis. Ganglia sangat erat kaitannya dengan saraf kranial dan saraf tulang belakang.
Pleksus enterik merupakan perpanjangan jaringan dari neuron-neuron yang terletak
dalam dinding organ dari saluran pencernaan. Neuron dari pleksus enterik membantu
mengatur sistem pencernaan. Istilah dari reseptor-reseptor sensori mengacu pada suatu
struktur dari sistem saraf yang mengamati perubahan di dalam atau di luar lingkungan
tubuh. Sebagai contoh, reseptor sensorik termasuk reseptor sentuhan di dalam kulit,
fotoreseptor di dalam mata dan reseptor olfaktori di dalam hidung. 1

Gambar 2.1. Pengelompokan dari Sistem Saraf1

Sistem saraf tepi dibagi menjadi sistem saraf somatik, sistem saraf autonomik, dan
sistem saraf enterik. Sistem saraf somatik terdiri dari: 1) neuron sensorik yang
menyampaikan informasi dari reseptor somatik di dalam kepala, dinding tubuh, dan
anggota-anggota tubuh dan dari reseptor ke suatu indra khusus dari penglihatan,
pengdengaran, pengecapan dan penciuman ke sistem saraf pusat; 2) neuron motorik
yang menyalurkan impuls/dorongan dari sistem saraf pusat ke bagian otot-otot skeletal
saja. Karena respon motorik ini dapat dikontrol secara sadar, aksi dari bagian ini pada
sistem saraf tepi diistilahkan sebagai voluntary (sukarela/sengaja).1
Sistem saraf autonomik terdiri dari: 1) neuron sensorik yang menyampaikan
informasi dari reseptor sensorik autonomik, yang utamanya terletak dalam organ-organ
dalam seperti perut dan paru-paru, ke sistem saraf pusat; 2) neuron motorik yang
menyalurkan impuls saraf dari sistem saraf pusat ke otot-otot halus, otot-otot jantung
dan kelenjar. Karena respon motorik tersebut secara normal tidak terjadi di bawah
kendali sadar, aksi dari sistem saraf autonomik ini diistilahkan sebagai involuntary
(tanpa sengaja).1
Pengerjaan dari sistem saraf enterik, “brain of the gut” (otak dari usus), involuntary
(tanpa sengaja). Sistem saraf enterik, pernah dianggap sebagai bagian dari sistem saraf
autonomik, terdiri dari lebih dari 100 juta neuron dalam pleksus enterik yang banyak
menyebar luas disepanjang saluran pencernaan. Kebanyakan neuron-neuron dari
pleksus enterik berfungsi secara mandiri dari sistem saraf autonomik dan sistem saraf
pusat ke suatu tingkat tertentu, meski sebenarnya neuron-neuron tersebut
berkomunikasi dengan sistem saraf pusat melalui neuron-neuron simpatik dan
parasimpatetik.1

2.3. Struktur Sel pada Sistem Saraf

Jaringan saraf terdiri dari dua tipe sel, yaitu: neuron dan neuroglia. Sel-sel ini
bergabung dalam berbagai cara dalam bagian-bagian berbeda dari sistem saraf. Selain
untuk membentuk jaringan pengolahan yang kompleks di dalam otak dan medula
spinalis, neuron juga terhubung dengan semua bagian tubuh ke otak dan medula
spinalis. Neuroglia merupakan sel-sel terkecil tetapi jumlahnya itu jauh melebihi dari
jumlah neuron, mungkin sebanyak 25 kalinya. Neuroglia berperan menyokong,
memelihara dan melindungi neuron, serta mempertahankan cairan interstitial
(pengantara) yang meliputi mereka. Tidak seperti neuron, neuroglia akan terus
bercabang sepanjang hidup seorang individu. Secara struktural, neuron dan neuroglia
itu berbeda, bergantung pada dimana letak lokasi mereka di dalam sistem saraf pusat
atau sistem saraf tepi. Perbedaan struktur ini berhubungan dengan perbedaan fungsi
dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.1
A. Neuron
Neuron merupakan unit fungsional dasar susunan saraf. Seperti sel-sel otot, neuron
(sel saraf), memiliki rangsangan elektrik, yaitu kemampuan untuk merespon sebuah
stimulus dan mengkonversi itu ke dalam sebuah potensial aksi. Stimulus merupakan
suatu perubahan apa saja dalam lingkungan yang cukup kuat untuk memulai suatu
potensial aksi. Potensial aksi (impuls saraf) merupakan suatu sinyal elektrik yang
menyebar (berjalan) disepanjang permukaan membran dari neuron. Hal ini bermula
dan berjalan karena pergerakan ion-ion (seperti sodium dan potasium) diantara cairan
interstitial dan di dalam sebuah neuron melalui saluran ion khusus dalam membran
plasma tersebut. Begitu dimulai, impuls saraf berjalan dengan cepat dan dengan
kekuatan yang konstan.1
Beberapa neuron berukuran kecil dan menyebarkan impuls-impuls dalam jarak
dekat (kurang dari 1 mm) dalam sistem saraf pusat. Neuron lainnya merupakan sel-sel
terpanjang di dalam tubuh. Sebagai contoh, neuron yang memampukan anda untuk
menggerakan jari-jari kaki anda, ia memanjang dari daerah lumbar dari tulang belakang
(sekitar di atas dari pinggang) ke otot-otot dalam kaki. Beberapa neuron bahkan bisa
lebih panjang. Neuron-neuron yang membuat anda merasakan bulu yang sedang
menggelitik kaki anda, terbentang panjang dari kaki anda hingga ke bagian bawah dari
otak anda. Impuls saraf ini berjalan menempuh jarak sejauh ini dengan kecepatan dari
0,5 hingga 130 meter per detik (1 hingga 290 mil/jam).1

Gambar 2.2. Struktur dari neuron1


Kebanyakan neuron memiliki tiga bagian, yaitu: 1) badan sel; 2) dendrit; dan 3)
akson (Gambar 2.2.). Badan sel, juga dikenal sebagai perikarion atau soma,
mengandung sebuah nukleus yang dikelilingi oleh sitoplasma yang biasanya terdiri dari
organel-organel seluler seperti lisosom, mitokondria dan kompleks golgi. Akson
merupakan bagian neuron yang menghantarkan impuls dari badan sel ke ujung akson
yang disebut sebagai synaptic end-bulbs. Akson berbentuk panjang, pipih, menyerupai
silindris yang seringnya melekat pada elevasi badan sel yang berbentuk kerucut yang
disebut sebagai akson hilok. Bagian akson yang berdekatan dengan akson hilok disebut
sebagai ruas/bagian awal. Di kebanyakan neuron, impuls saraf timbul dari pertemuan
antara akson hilok dan ruas awal, sebuah daerah yang disebut sebagai trigger zone
(daerah pemicu), yang dari sana impuls akan berjalan sepanjang akson ke tempat tujuan
mereka. Dendrit merupakan bagian yang menghantarkan impuls menuju badan sel dan
jumlahnya banyak.1
Berdasarkan fungsinya, neuron dapat diklasifikasikan menurut ke arah mana
impuls saraf (potensial aksi) disampaikan berhubungan dengan sistem saraf pusat.1
1) Neuron sensorik atau aferen
Fungsinya mengirimkan impuls yang diterima reseptor ke saraf pusat (otak).
Reseptor itu merupakan sel khusus dalam organ penginderaan, otot, kulit serta
sendi yang mendeteksi adanya perubahan lingkungan.1
2) Neuron motorik atau eferen
Fungsinya menyampaikan potensial aksi mulai dari sistem saraf pusat ke efektor
(otot dan kelenjar) sehingga terjadi respon motorik.1
3) Interneuron atau neuron asosiasif (penghubung)
Utamanya banyak terletak di dalam sistem saraf pusat antara neuron sensorik dan
motorik. Interneuron berfungsi menggabungkan (proses) informasi sensorik yang
datang dari neuron sensorik dan kemudian mengeluarkan respon motorik dengan
mengaktifkan neuron motorik yang sesuai.1

B. Neuroglia
Neuron memiliki kemampuan metabolisme yang sangat tinggi, tetapi tidak dapat
menyimpan zat-zat makanan dan oksigen. Oleh karena itu neuron perlu didukung
oleh neuroglia yang menyuplai zat makanan dan oksigen untuk kelangsungan
hidupnya. Pada sistem saraf pusat, neuroglia terbagi menjadi astrocyte,
oligodendrocyte, microglia, dan ependymal cells. Pada sistem saraf tepi, neuroglia
sepenuhnya mengelilingi akson dan badan sel. Dua macam sel glia di dalam sistem
saraf tepi yaitu sel Schwann dan sel satelit.1,2

2.4. Sinyal Elektrik di dalam Neuron

Seperti serat-serat otot, neuron juga dirangsang secara elektrikal. Mereka


berkomunikasi antara satu dengan yang lain menggunakan dua tipe sinyal elektrik: 1)
Graded potentials yang digunakan hanya untuk komunikasi jarak pendek; 2) Action
potentials yang dapat berkomunikasi pada jarak yang sangat panjang di dalam tubuh.
Potensial aksi yang terjadi pada neuron (sel saraf) disebut sebagai potensial aksi saraf
(impuls saraf). Untuk memahami fungsi dari graded potentials dan actions potentials,
perhatikan alur contoh sebagai berikut (Gambar 2.3)1:

Gambar 2.3. Gambaran contoh dari fungsi sistem saraf.1


1. Ketika anda menyentuh sebuah pulpen, suatu graded potential timbul dalam
reseptor sensorik pada permukaan kulit jari-jari
2. Graded potential memicu akson dari neuron sensorik untuk membentuk sebuah
impuls saraf, dimana sinyal ini akan berjalan disepanjang akson ke dalam sistem
saraf pusat dan akhirnya menimbulkan pelepasan neurotransmiter pada sebuah
sinaps dengan sebuah interneuron.
3. Neurotransmiter menstimulasi interneuron untuk membentuk sebuah graded
potential di dalam dendrit dan badan sel.
4. Sebagai respon dari graded potential, akson dari interneuron membentuk sebuah
impuls saraf. Impuls saraf berjalan disepanjang akson, dimana akan dihasilkan
pelepasan neurotransmiter pada sinaps berikutnya dengan interneuron lainnya.
5. Proses pelepasan dari neurotransmiter pada sinaps diikuti dengan pembentukan
graded potential dan kemudian impuls saraf terjadi berulang-ulang hingga
interneuron pada bagian tertinggi dari otak (seperti talamus dan korteks serebral)
teraktivasi. Ketika interneuron di dalam korteks serebral, yaitu bagian terluar dari
otak, teraktivasi, persepsi terbentuk dan anda akan mampu merasakan permukaan
halus dari pulpen menyentuh jari-jari anda.

Misalkan bahwa anda ingin menggunakan pulpen tersebut untuk menulis surat. Sistem
saraf akan memberi respon sebagai beirkut.

6. Sebuah stimulus di dalam otak mengakibatkan graded potential terbentuk di dalam


dendrit dan badan sel dari sebuah neuron motorik bagian atas, sebuah tipe neuron
motorik yang bersinapsis dengan neuron motorik bagian bawah yang berada lebih
jauh di bawah pada sistem saraf pusat untuk mengkontraksikan otot skeletal.
Graded potential akan memicu pembentukan dari impuls saraf dan kemudian
melepaskan neurotransmiter pada penghubung neuromuscular yang dibentuk
dengan serat-serat otot skeletal yang mengendalikan gerakan dari jari-jari.
7. Neurotransmiter menstimulasi serat-serat otot yang mengendalikan gerakan-
gerakan jari untuk membentuk potensial aksi otot (impuls otot). Impuls otot
mengakibatkan serat-serat otot berkontraksi, dimana ini akan membuat anda
mampu menulis dengan pulpen tersebut.

Graded potentials dan action potentials terjadi karena membran dari neuron
mengandung berbagai macam ion channels yang berbeda yang akan terbuka atau
tertutup sebagai respon terhadap stimulus tertentu. Karena lapisan lipid dari membran
plasma merupakan isolator elektrik yang baik, jalur utama arus yang mengalir
melintasi membran adalah melalui ion channels.

2.5. Saraf Kranial

Saraf kranial berasal dari otak dan berjumlah 12 pasang. Saraf-saraf tersebut
dapat melewati atau berada di dalam tulang kranial/tengkorak dan diberi nomor I hingga
XII berurut dari atas (rostral) ke bawah (caudal). Fungsi dari saraf-saraf tersebut akan
diuraikan pada Tabel 2.1 dan diperlihatkan pada Gambar 2.4.3,4

Tabel 2.1. Fungsi dari saraf kranial


Nama Saraf Tipe Prinsip Fungsi Klinisnya
I Olfactorius Sensorik Penciuman.
II Opticus Sensorik Penglihatan.
III Oculomotorius Motorik Gerak mata (otot rectus superior,
inferior, dan medial, M. oblicus inferior,
dan M. levator palpebra superioris).
Kontraksi pupil (M. sphincter pupila)
dan akomodasi lensa mata (M. cilliaris)
IV Trochlearis Motorik Gerak mata (M. obliquus superior)
V Trigeminus
V1: Ophthalmicus Sensorik Sensasi pada bola mata, anterior kepala,
bagian atas wajah.
V2: Maxillary Sensorik Sensasi pada kavitas nasal dan sinus,
palatum, bagian tengah wajah, gigi
maksilaris.
V3: Mandibular Mixed Otot-otot pengunyahan (M.
mylohyoideus, venter anterior M.
digastricus, M. tensor veli palatini, dan
M. tensor timpani.
Sensasi pada dagu, pelipis, kavitas
rongga mulut, lidah, TMJ, gigi
mandibular, telinga.
Gambar 2.4. Saraf kranial. Garis merah menandakan tipe saraf sensorik dan garis biru menandakan tipe saraf motorik.
VI Abducens Motorik Gerak mata (M. rectus lateralis)
VII Facialis Mixed Otot-otot dari ekspresi wajah, stapedius
(bagian tengah telinga)
VIII Vestibulocochlearis Sensorik Keseimbangan.
Pendengaran.
IX Glossopharyngeus Mixed Elevasi pharynx (M. Stylopharyngeus).
Sekresi air liur (glandula parotidean).
Sinus caroticus dan glomus caroticum,
lidah, pharynx, dan telinga tengah.
Pengecapan dari sepertiga bagian
posterior lidah.
Telinga bagian luar.
X Vagus Mixed Otot pharynx, larynx, dan palatum.
Otot polos dan kelenjar pada alat
dalaman toraks dan abdomen.
Sensasi pada bagian bawah faring,
laring, trachea, dan alat dalaman
lainnya.
Pengecapan pada epiglottis.
Daun telina dan meatus acusticus
externus.
XI Accessory Motorik M. sternocleidomastoideus dan
M. trapezius.
XII Hypoglossus Motorik Otot gerak lidah.

2.6. Sistem Sensorik


Sistem sensorik pada manusia berhubungan dengan kemampuan menanggapi
suatu rangsangan. Sistem ini sangat penting karena berfungsi terutama untuk proteksi
tubuh. Sistem ini dapat juga dimaknai sebagai perasaan tubuh atau sensibilitas. 1

Proses sensasi dirasakan dimulai di dalam sebuah reseptor sensorik, yang bisa
saja berupa sel khusus atau dendrit dari neuron sensorik. Jadi untuk sebuah sensasi
dapat timbul dirasakan, keempat peristiwa ini dapat terjadi1:
1) Stimulasi dari reseptor sensorik.
Stimulus yang cukup harus terjadi pada area permukaan reseptif (receptive field)
dari reseptor sensorik, yaitu bagian tubuh yang mengaktivasi stimulasi reseptor dan
membentuk sebuah respon.
2) Transduksi dari stimulus
Reseptor sensorik mentransduksi (mengubah) energi dalam sebuah stimulus ke
dalam sebuah graded potential. Setiap jenis reseptor sensorik menunjukkan
selektivitas: Reseptor dapat mentransduksi hanya pada satu jenis stimulus. Sebagai
contoh, molekul bau di udara dapat menstimulasi reseptor olfaktori (penciuman) di
dalam hidung, yang akan mentransduksi molekul energi kimia ke dalam energi
elektrik dalam bentuk sebuah graded potential.
3) Peningkatan impuls saraf
Ketika sebuah graded potential di dalam saraf sensorik mencapai ambang batas, ia
akan memicu satu atau lebih impuls saraf, dimana kemudian impuls akan menyebar
menuju sistem saraf pusat. Saraf sensorik yang mengantarkan impuls-impuls dari
sistem saraf tepi ke dalam sistem saraf pusat disebut first-order neurons.
4) Integrasi (gabungan) dari input sensorik
Bagian tertentu dari sistem saraf pusat menerima dan mengintegrasikan
(menggabungkan) impuls saraf sensorik. Sensasi sadar atau persepi diintegrasikan
di dalam korteks serebral. Anda rasanya dapat melihat dengan mata, mendengar
dengan telinga, dan merasakan sakit pada bagian tubuh anda yang luka itu karena
impuls-impuls sensorik dari setiap bagian tubuh mencapai bagian khusus di dalam
korteks serebral, dimana bagian ini yang menginterpretasikan sensasi yang datang
dari reseptor sensorik yang terstimulasi.

2.6.1 Reseptor Sensorik


Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsangan atau
stimulus. Dengan alat ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di
lingkungan dalam dan luar. Setiap reseptor sensorik mempunyai kemampuan
mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf1.
A. Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi1:
• Exteroseptor : reseptor yang terletak pada permukaan tubuh (kulit), seperti
sensasi nyeri, suhu, dan raba
• Proprioseptor : reseptor yang terletak dekat pada bagian alat gerak tubuh
seperti pada otot, sendi, dan tendo.
• Interoseptor : reseptor yang terletak pada bagian alat-alat visceral atau alat-
alat organ dalam tubuh, seperti jantung, lambung, usus, dll.
B. Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi1:
• Mechanoreceptor : reseptor sensorik yang mendeteksi stimulus mekanik;
memberikan sensasi sentuhan, tekanan, getaran,
pergerakan otot, pendengaran dan keseimbangan; serta
memonitor pelebaran pembuluh darah dan organ dalam.
• Thermoreceptor : reseptor sensorik unuk mendeteksi perubahan suhu.
• Nociceptor : reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan
merespon tekanan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan
jaringan akibat trauma fisik maupun kimia.
• Chemoreceptor : reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsangan kimiawi
dalam mulut (pengecapan), hidung (penciuman), dan
cairan tubuh.
• Photoreceptor : reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan cahaya yang
mengenai langsung pada di retina mata.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Anatomi Neurovaskularis Wajah

Gambar 3.1. Daerah inervasi dari saraf trigeminus. (Kuning: N. ophthalmicus; Hijau: N.
Maxillary; dan Orange: N. Mandibular)5

Gambar 3.2. Percabangan dari N. trigeminus.6


3.2. Trigeminal Neuralgia (TN)

Trigeminal neuralgia (TN) dapat diartikan sebagai rasa sakit yang dirasakan
secara tiba-tiba, berat, singkat, menusuk, dan berulang terjadi serta terdistribusi pada
satu atau lebih cabang saraf trigeminus. Gangguan dari saraf trigeminus dapat dirasakan
biasanya pada area pipi, bibir, dagu, hidung, dahi maupun gusi pada salah satu sisi
wajah (unilateral). Rasa nyeri yang dirasakan dapat terjadi dalam hitungan detik sampai
sekitar 2 menit.7,8,9

3.2.1. Etiologi

Etiologi dari penyakit ini sampai sekarang masih belum jelas. Banyak pula yang
mengatakan bahwa penyebabnya bersifat multifaktorial. Namun kompresi radiks
trigeminus oleh tumor dan kelainan vaskular dapat menyebabkan kejadian tersebut.
Selain itu, keadaan sepsis pada saraf trigeminus seperti karies gigi, abses, sinusitis,
pencabutan gigi oleh karena infeksi periodontal, diperkirakan dapat menjadi penyebab
Trigeminal neuralgia.10,11
The International Headache Society (IHS) mengklasifikasikan Trigeminal
neuralgia ke dalam dua kategori etiologi11:
1. Trigeminal neuralgia klasik
Trigeminal neuralgia klasik dianggap memiliki etiologi idiopatik karena tidak ada
penyebab gejala yang dapat diidentifikasi (hampir 80% kasus) atau hanya terdapat
gambaran kompresi saraf oleh jaringan vaskular yang umumnya terjadi di sekitar
area masuk saraf trigeminus. Kompresi saraf trigeminus paling sering disebabkan
oleh arteri (64% kasus), dengan arteri superior serebral yang paling sering
mengkompresi saraf trigeminus (81%), sementara 36% sisanya merupakan
kompresi dari vena.
2. Trigeminal neuralgia simptomatik
Trigeminal neuralgia simptomatik memiliki kriteria klinis yang sama dengan
Trigeminal neuralgia klasik, tapi ada penyebab lain yang menyebabkan terjadinya
gejala, misalnya tumor, vaskular dan inflamasi. Tumor dapat menyebabkan
kompresi pada saraf trigeminus, terutama tumor yang berada di daerah
cerebellopontine. Penyebab vaskular yang dapat menyebabkan Trigeminal
neuralgia adalah infark pons atau adanya malformasi arteriovena, atau aneurisma
di pembuluh darah sekitar saraf trigeminus.
3.2.2. Patofisiologi

Patofisiologi Trigeminal neuralgia juga masih kontroversial. Umumnya, pada sebagian


besar kasus (85%) tidak ada kelainan struktural pada Trigeminal neuralgia, namun pada
sebagian kasus ditemukan adanya kompresi saraf trigeminus oleh arteri atau vena di tempat
masuk saraf menuju pons. Kompresi menyebabkan rusaknya myelin (demyelinasi).
Demyelinasi menyebabkan hilangnya barrier antara serat saraf sehingga terjadi kegagalan
inhibisi pada nukleus inti saraf yang mengakibatkan aksi ektopik (tidak menentu) dan efatik
(tidak langsung) secara bersilangan di antara serabut saraf, hal ini membuat penghantaran
impuls saraf terganggu. Impuls listrik yang abnormal dapat menyebabkan perkembangan
hipersensitivitas pada saraf, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang berkesinambungan.11

3.2.3. Diagnosis banding

Tabel 3.1. Diagnosis banding untuk Trigeminal neuralgia beserta gejalan klinis yang
membedakan11

Cluster headache Durasi nyeri lebih lama (15-180 menit)


Orbita atau supraorbital
Disertai gejala otonom
Migraine Durasi nyeri lebih lama (6-72 jam) dengan fotofobia atau
fonofobia dan riwayat keluarga
Nyeri dental Terlokalisir, diperburuk dengan menggigit atau suhu,
terdapat abnormalitas dari pemeriksaan fisik
Giant cell arteritis Nyeri persisten di daerah temporal, bilateral, dan terdapat
jaw claudication
Glossopharyngeal Nyeri pada lidah, mulut, atau tenggorokan, dipicu oleh
neuralgia berbicara, menelan, atau mengunyah
Postherpetic Nyeri terus menerus, tingling, Riwayat herpes zoster, sering
neuralgia menyerang N. Opthalmicus
Otitis media Nyeri telinga dan ditemukan abnormalitas pada
pemeriksaan fisik
Temporomandibular Nyeri persisten dan terlokalisir, abnormalitas rahang
syndrome
BAB IV

KESIMPULAN

Saraf merupakan bagian tubuh terpenting yang sangat perlu kita ketahui dan pahami
dengan baik sebagai seorang tenaga medis, khususnya sebagai seorang dokter gigi. Fungsi saraf
dalam tubuh sangat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Adanya kelainan di dalam
tubuh maupun di luar tubuh akan diinterpretasikan oleh sistem saraf yang dibawa ke otak untuk
dicerna hingga terjadi persepsi maupun tindakan oleh tubuh kita, naik secara sadar maupun
tidak sadar.

Oleh karena itu, dengan mengetahui fungsi dari sistem saraf dan bagian-bagiannya juga,
ini akan sangat membantu dokter gigi untuk bisa lebih memahami kelainan atau masalah apa
yang terjadi pada pasien di dalam tubuhnya, khususnya di dalam menemukan permasalahan
yang terjadi pada daerah wajah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy & physiology. 13th Ed. USA: Wiley;
2012. Pp. 447-60, 607-9
2. Heinbockel T. Introductory chapter: organization and function of sensory nervous
systems. In: Heinbockel T, editor. Sensory Nervous System. London: IntechOpen; 2018.
Tersedia pada: https://www.intechopen.com/books/sensory-nervous-system/introductory-
chapter-organization-and-function-of-sensory-nervous-systems
3. Monkhouse S. Cranial Nerves functional anatomy. New York: Cambridge University
Press; 2006. Pp. 3-5
4. Chung KW, Chung HM. Essential anatomi kepala & leher. Edisi Ketujuh. Rieuw IE,
editor. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. 2013. Hal 78-9
5. Cruccu G, Finnerup NB, Jensen TS, Scholz J, Sindou M, Svensson P, Treede RD, et al.
Trigenimal neuralgia: new classification and diagnostic grading for practice and
research. American Academy of Neurology. 2016; 87: 223
6. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas of human anatomy latin nomenclature. 15th ed.
Munchen: Elsevier. 2011. P. 55
7. Yadav YR, Nishtha Y, Sonjjay P, Vijay P, Shailendra R, Yatin K. Trigeminal neuralgia.
Asian Journal of Neurosurgery. 2017; 12(4): 585-6
8. Krafft RM. Trigeminal Neuralgia. Northeastern Ohio Universities College of Medicine,
Rootstown. Ohio. 2008.
9. Tew J. Trigeminal Neuralgia. Mayfield Clinic. Ohio: 2013.
10. Nurmiko TJ, Eldridge PR. Trigeminal Neuralgia-Patophysiology, diagnosis, and current
treatment. British Journal of Anaesthesia. 2001; 87 (1).
11. Gunawan PY, Dina A. Trigeminal Neuralgia: Etiologi Patofisiologi, dan Tatalaksana.
Medicinus. 2018;7 (2): 53-5, 57

Anda mungkin juga menyukai