Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


DERMATITIS

DOSEN PENGAMPU:
Ns. Komang Yogi Triana, M.Kep.,Sp.Kep.An

OLEH :

Liangga Saputra (C1122010)


Ni Ketut Yuni Ariningsih (C1122014)
Ni Komang Dhea Anggita Marayuni (C1122015)
Ni Luh Gede Desy Ariani (C1122017)
Ni Nyoman Triana Sinta Damayanti (C1122025)
Rizky Noer Cahyanto (C1122038)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SARJANA TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2024/2025
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
DERMATITIS

1.1 Definisi
Dermatitis merupakan suatu peradangan pada lapisan atas kulit yang menyebabkan
rasa gatal. Pada umumnya dermatitis juga disertai dengan tanda-tanda seperti terbentuknya
bintik yang berisi cairan (bening atau nanah) dan bersisik (Djuanda, 2015). Dermatitis
adalah peradangan pada kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh
eksogen dan endogen yang menimbulkan kelainan klinis berupa kemerahan dan keluhan
gatal (Nuraga et al, 2018).

1.2 Etiologi
Dermatitis terjadi di sebabkan oleh :
a. Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab dermatitis kontak iritan biasanya pada bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, larutan garam
konsentrat, plastik berat molekul atau bahan kimia higroskopik (Hussain et al., 2017).

b. Dermatitis Kontak Allergen


Penyebab dermatitis kontak alergen biasanya disebabkan oleh kontak zat-zat yang
bersifat allergen seperti alergi pada obat, seafood, debu, dan bulu (Hussain et al., 2017).

c. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik timbul dari interaksi yang rumit antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Termasuk di antaranya adalah kerusakan barrier kulit sehingga membuat
kulit lebih mudah teriritasi dengan sabun, udara, suhu, dan pencetus non spesifik
lainnya (Lopez, dkk, 2019).
Etiologi dermatitis atopik (DA) diduga terkait dengan mutasi genetik dan pengaruh
lingkungan. Mutasi genetik menyebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap alergen
tertentu. Sedangkan, pengaruh lingkungan berdasarkan penelitian berperan sebagai
faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena penyakit
dermatitis atopik, di antaranya faktor sosioekonomi dan demografi (Kim Bs, 2020).

d. Dermatitis Seboroik
Etiologi dermatitis seboroik (DS) masih belum jelas. Dermatitis seboroik diketahui
sebagai penyakit kulit multifaktorial yang membutuhkan faktor predisposisi endogen
dan eksogen. Patogenik faktor yang penting pada penyakit ini salah satunya adalah
infeksi Malassezia. Selain itu, dermatitis seboroik juga ditemukan lebih banyak pada
populasi yang mengalami supresi sistem imun. Misalnya pada pasien dengan AIDS,
keganasan, ataupun mengonsumsi steroid (Lopez, dkk, 2019).
Dermatitis seboroik juga dilaporkan lebih banyak ditemukan pada pasien dengan
penyakit neurologis dan psikiati, misalnya penyakit Parkinson dan depresi. Selain itu,
juga lebih banyak ditemukan pada pasien dengan kelainan genetik, seperti Down
syndrome. Dermatitis seboroik juga diduga dipengaruhi oleh paparan sinar matahari.
Penyakit ini ditemukan lebih sering pada musim dingin, dan berkurang dengan paparan
sinar matahari (Lopez, dkk, 2019).

1.3 Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala awal pada penderita dermatitis adalah ditandai dengan adanya
radang (dolor) kemudian kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor) edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (reaksi inflamasi) . Selanjutnya batas kulit tidak
tegas dan terdapat lesi yang dapat timbul secara serentak atau berturut-turut (Djuanda,
2015). Gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah
muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit.
Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun
tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain. Daerah yang terkena akan
terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada orang kulit putih, daerah ini pada
mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah menjadi cokelat. Sementara itu pada
orang dengan kulit lebih gelap, eksim akan mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah
eksim akan tampak lebih terang atau lebih gelap (Djuanda, 2015).
Dermatitis Atopik : Bisa terjadi pada bayi yang disebut eksim susu. Timbul
disekitar pipi dan bibir. Sedang pada anak dapat dijumpai didaerah lipatan siku . Dermatitis
Kontak : Pada bayi yang menggunakan popok sekali pakai bisa terkena dermatitis kontak
karena popok terlalu lembab dan kontak langsung dengan air kemih berjam-jam sehingga
timbul gejala kemerahan pada lipatan paha dan pantat (Djuanda, 2015).

1.4 Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun
epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat allergen atau zat iritan. Zat tersebut masuk
kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena. Masa
inkubasi sesudah terjadi sensitivasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari,
sedangkan masa setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam (Djuanda, 2015).
Bahan iritan ataupun allergen yang masuk kedalam kulit masuk merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat
air kulit. Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga
menyebabkan kelainan kulit atau dermatitis dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan
sel mononuclear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis
diikuti spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada
keadaan berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula (Djuanda, 2015).
1.5 Pathway

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin.
b. Urin : pemerikasaan histopatologi.

2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)


Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis
sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang
parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran
tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak
iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak
sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel
dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans
menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa
antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada
pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan
perbedaan dalam pola peradangannya.

1.7 Penatalaksanaan Medis


1. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan berperan sangat penting dalam pengelolaan kesehatan.
Pendidikan kesehatan atau sering disebut penkes dapat menjadi pencegahan primer
yang diberikan kepada sekelompok masyarakat yang beresiko tinggi terhadap
dermatitis. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada sekelompok pasien
dermatitis sedangkan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah
mengidap dermatitis (Muttaqim, 2011).
2. Farmakologi
Pemberian salep pelembab atau antihistamin untuk mengurangi iritasi pada luka
dermatitis dan pemberian antibiotik untuk mengurangi rantai infeksi pada luka tersebut.
Krim atau salep kortikosteroid seperti hydrokortison bisa mengurangi ruam dan
mengendalikan rasa gatal. Antihistamin (difenhidramin, hidroksizin) bisa
mengendalikan rasa gatal, terutama dengan efek sedatifnya (Muttaqim, 2011).
3. Menjaga kebersihan
Menjaga kebersihan merupakan peranan penting dalam mencegah terjadinya
dermatitis, pasien yang kurang menjaga kebersihan mengakibatkan kuman dan kotoran
akan sangat mudah menempel pada badan yang lembab sehingga pada lipatan tubuh
akan terasa gatal (Muttaqim, 2011).
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Identitas klien Meliputi : nama, usia, jenis kelamin, alamat, dll
2. Keluhan
Keluhan yang dirasakan biasanya gatal, ruam kulit kemerahan, kulit kering dan
bersisik, kulit lecet atau melepuh, rasa sakit saat di sentuh atau muncul rasa nyeri.

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
b. Riwayat penyakit dahu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat pemakaian obat-obatan
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

4. Pemeriksaan fisik
Melihat tampilan kulit yang diduga terkena dermatitis dan mempelajari pola dan
intensitas ruam pada kulit.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes alergi melalui kulit
Tes alergi melalui kulit dapat dilakukan dengan tes tusuk maupun tempel.
Pada tes tempel, dokter akan menempelkan kertas yang mengandung beberapa zat
alergen untuk mengidentifikasi penyebab munculnya dermatitis kontak alergi.
Setelah dua hari, kertas dilepas dan reaksi pada kulit diperiksa.
b. ROAT test atau tes iritasi
Pada pemeriksaan ini, pasien akan diminta untuk mengoleskan zat tertentu
pada bagian kulit yang sama, dua kali sehari, selama 5 sampai 10 hari, untuk
melihat bagaimana reaksi kulitnya.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suhu lingkungan yang ekstrem
2. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan stimulus lingkungan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

2.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Kerusakan integritas kulit Setelah diberikan asuhan SIKI Lebel: Perawatan 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Integritas Kulit (I. 11353) atau mengidentifikasi
suhu lingkungan yang diharapkan bersihan jalan 1. Identifikasi penyebab penyebab gangguan
ekstrem nafas dapat meningkat gangguan integritas kulit integritas kulit
dengan kritaeria hasil: 2. Gunakan produk 2.Untuk
SLKI Lebel : Integritas berbahan ringan/alami dan mengidentifikasi
Kulit dan Jaringan (L. hipoalergik pada kulit penggunaan produk
14125) sensitif berbahan
1. Kerusakan jaringan ringan/alami dan
menurun hipoalergik
2. Kerusakan lapisan kulit pada kulit sensitive
menurun
3. Nyeri menurun
4. Perdarahan menurun
5. Kemerahan menurun
6. Hematoma menurun
2 Perubahan rasa nyaman Setelah diberikan asuhan SIKI Lebel: Manajemen 1.Untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Nyeri (1.08238) mengidentifikasi
gangguan stimulus diharapkan bersihan jalan 1. Identifikasi lokasi, lokasi, karakteristik,
lingkungan nafas dapat meningkat karakteristik, durasi, durasi, frekuensi,
dengan kritaeria hasil: frekuensi, kualitas, kualitas, intensitas
SLKI Lebel : Tingkat Nyeri intensitas nyeri nyeri
(L. 08066) 2. Identifikasi skala nyeri 2.Untuk mengetahui
1. Keluhan nyeru menurun 3. Identifikasi faktor yang skala nyeri pada
2. Meringus menurun memperberat dan pasien
3. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri 3.Untuk mengetahui
4. Pola tidur membaik 4. Monitor efek samping faktor yang
penggunaan analgetik memperberat dan
memperingan nyeri
4.Memonitor
bagaimana efek
samping
penggunaan analgetik
3 Gangguan pola tidur Setelah diberikan asuhan SIKI Lebel: Dukungan 1.Untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam Tidur (1.09265) mengidentifikasi pola
hambatan lingkungan diharapkan bersihan jalan 1. Identifikasi pola aktivitas aktivitas dan tidur
nafas dapat meningkat dan tidur pada pasien
dengan kritaeria hasil: 2. Identifikasi faktor 2. Untuk mengetahui
SLKI Lebel : Pola Tidur (L. pengganggu tidur apa saja faktor
05045) pengganggu tidur
1. Keluhan sulit tidur menurun yang di sebabkan
2. Keluhan tidak puas tidur pasien susah tidur
menurun.
2.4 Evaluasi
Penulisan evaluasi keperawatan dengan format SOAP adalah metode yang paling
sering digunakan untuk pengkajian awal pasien yang terdiri dari:
S : Subjektif, yakni segala bentuk peryataan atau keluhan dari pasien.
O : Objektif, yakni data yang diobservasi dari hasil pemeriksaan oleh perawat atau
tenaga Kesehatan lainnya.
A : Analisis, yakni kesimpulan dari objektif dan subjektif.
P : Perencanaan, yakni rencana Tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Nuraga, W., Lestari, F., Kurniawidjaja, L. M., Mufidah, F. K., & Suradi, U. 2018. Dermatitis
Kontak Pada Pekerja Yang Terpajan Dengan Industri Cibitung Jawa Barat, 12(2), 63–69.

Hussain, Z., Thu, H. E., Shuid, A. N., Kesharwani, P., Khan, S., & Hussain, F. 2017.
Phytotherapeutic potential of natural herbal medicines for the treatment of mild-to-severe atopic
dermatitis: A review of human clinical studies. Biomedicine and Pharmacotherapy, 93, 596–608.

Lopez Carrera, Y.I., Al Hammadi, A., Huang, Y. et al. 2019. Epidemiology, Diagnosis, and
Treatment of Atopic Dermatitis in the Developing Countries of Asia, Africa, Latin America, and
the Middle East: A Review. Dermatol Ther (Heidelb) 9, 685–705.

Kim BS, James WD, Atopic Dermatitis : Practice Guideline. June 2020.

Djuanda, A. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.

Muttaqin, A., & Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017), Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai