Pendidikan Pancasila Kelompok 8
Pendidikan Pancasila Kelompok 8
Nama Kelompok 8:
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila juga diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam
pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yang merupakan kepribadian dan pandangan
hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada
satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia. Menyadari bahwa untuk kelestarian, kemampuan dan kesaktian Pancasila, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai - nilai luhur
yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
negara, serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat
maupun di daerah. Dan salah satu yang akan kita bahas disini adalah butir - butir Pancasila
yang terkandung pada sila keempat yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”. Sila ini mengungkapkan bahwa
bangsa ini adalah bangsa yang mengutamakan musyawarah dan perwakilan untuk mengambil
suatu keputusan atau rencana. Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi
kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar
kehidupan lahir batin yang makin baik di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur.
RUMUSAN MASALAH
1. Aspek Kerakyatan
Awal kata kerakyatan yang pertama kali adalah tentang (segala sesuatu yang
mengenai rakyat), di dalam kehidupan politik nasional, maka makna kerakyatan
kemudian mengerucut pada (demokrasi). Kita juga harus camkan, Berdemokrasi
adalah kata serapan dalam bahasa Indonesia, Untuk penyerapan suatu kata,
mustahil kita teliti makna atau konsep aslinya. Maka kerakyatan Iyalah segala
sesuatu yang mengantarkan dalam mewujudkan satu tujuan Indonesia yang Merdeka,
atau demokrasi merupakan alat untuk mencapai suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Aspek Dipimpin
Sifat pasif sangat dominan dalam penyusunan kalimat dalam bahasa Indonesia.
Hal ini terjadi sebagian karena budaya ewuh-pakewuh; sebagian lagi karena pribadi /
subyek penerima perbuatan adalah lebih penting ketimbang pribadi / subyek pemberi
perbuatan. Kepasifan ini lebih jelas melalui “tut wuri handayani” dari belakang
mendukung / mendorong. Jadi kerakyatan yang didukung / didorong “hikmat
kebijaksanaan”, yang merupakan buah dari “permusyawaratan perwakilan”, akan
mengantarkan rakyat Indonesia kepada tujuan Indonesia Merdeka.
3. Aspek Hikmat kebijaksanaan
Pancasila dengan akurat merumuskan kekhasan demokrasi kita. Bukan tokoh
atau suara mayoritas, tapi hikmat kebijaksanaan yang merupakan penentu keberhasilan
demokrasi. Demikian tinggi kearifan lokal kita dalam menentukan kriteria
kepemimpinan. Akibatnya pribadi tanpa hikmat kebijaksanaan tidaklah layak
memimpin Indonesia. Pimpinan tanpa hikmat kebijaksanaan tidak akan jauh
dari kubang kesesatan. Bukankah hikmat kebijaksanaan suatu utopia? Bukankah hanya
para filsuf yang mengejar kebijaksanaan? Ada dua cara untuk memperoleh “hikmat
kebijaksanaan”. Pertama, kedalaman penguasaan ilmu pengetahuan yang melibatkan
kontemplasi. Kedua, pengalaman langsung (first-hand experience) menghadapi
berbagai macam masalah. Cara kedua terangkum dalam perumusan sila ke-4.
“Permusyawaratan perwakilan” akan memberikan kita pengalaman yang langsung
berbuah pada hikmat kebijaksanaan. Jadi “hikmat kebijaksanaan” adalah daya
pimpin satu - satunya yang bisa mewujudkan kerakyatan yang kita cita-citakan.
4. Aspek Permusyawaratan dan Perwakilan
Bung Karno menyarankan agar segala tuntutan dan pertarungan ide berlangsung
di forum badan perwakilan. Kita boleh mati - matian berdebat, tapi hanya terbatas di
forum ini. Setelah selesai proses disini, kita semua bersatu - suara sebab
kepentingan bangsa di atas segalanya. Namun kita juga belajar memahami
permasalahan sesama. Dengan kata lain lebih berhikmat kebijaksanaan setiap usai
suatu permusyawaratan. Siapa yang sudi membaca risalah sidang BPUPKI akan
menemukan penjelasan adisarjana hukum kita, Supomo, bahwa “permusyawaratan”
dan “perwakilan” adalah dua konsep yang berbeda dalam UUD 1945 sebelum
Perubahan. Pertama, musyawarah adalah pembahasan bersama oleh semua pihak. Itu
sebabnya UUD 1945 sebelum Perubahan mengenal Fraksi Utusan Golongan dan
Utusan Daerah di MPR. Kursi di MPR diperoleh bukan lewat pemilu, tetapi sudah
teralokasi sejak awal. Apapun hasil pemilu, semua elemen di masyarakat harus tetap
terwakili. Kedua, forum musyawarah berbeda dengan forum perwakilan. DPR
hanya mengakomodasi hasil pemilu, tapi MPR mengakomodasi semua elemen
masyarakat. DPR sebagai mitra kerja Presiden, yang adalah “mandataris MPR”.
Karena komposisi dan sifat kerjanya, secara konseptual DPR sulit mencapai
“hikmat kebijaksanaan”. Sulit, tapi bukannya mustahil. MPR yang adalah lembaga
tertinggi negara dan pemegang kedaulatan rakyat, mutlak dituntut untuk melulu
tergerak oleh “hikmat kebijaksanaan”. Timbul pertanyaan-pertanyaan: Bukankah
setelah Perubahan Ketiga UUD 1945, MPR tidak lagi memegang kedaulatan
rakyat? Apakah MPR sekarang, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD hasil
pemilu, sepadan dengan MPR sebelum Perubahan? Apakah tidak mungkin
permusyawaratan bersatu dalam perwakilan di DPR? Jawab : Pasca Perubahan rakyat
kembali memegang penuh kedaulatan, kecuali yang sudah dinyatakan dengan jelas
dalam UUD 1945. Tidak, MPR sekarang tidak sepadan dalam komposisi dengan
MPR sebelumnya. Mungkin saja permusyawaratan bersatu dalam perwakilan di DPR
jika anggota DPR mampu meraih kebijaksanaan karena penguasaan ilmu
pengetahuannya ataupun karena pengalaman langsung membimbingnya demikian.
Jelas Perubahan UUD 1945 mengeser sebagian penting dari konsep sejati
“permusyawatan perwakilan” ke luar forum lembaga tertinggi negara. Namun
karena Perubahan mengembalikan kedaulatan kepada rakyat, maka lembaga-
lembaga negara harus mampu menangkap dan menampung aspirasi sekecil apapun
di dalam masyarakat. Ulangi: lembaga negara, bukan anggota MPR, bukan anggota
DPR, bukan anggota DPD, tapi lembaga negara. Jadi “permusyawaratan” tidak
identik dengan“perwakilan”.
Simbol Kepala Banteng pada sila keempat Pancasila memiliki makna bahwa seperti
halnya musyawarah, orang - orang akan berdiskusi dan berkumpul untuk memutuskan
sesuatu. Banteng juga suka berkumpul dan jiwa sosial yang tinggi, ia menjadi salah satu
kawanan hewan yang kuat. Hal ini juga bisa berlaku untuk menggambarkan kita
sebagai masyarakat Indonesia. Semakin rakyatnya berkumpul, bersatu, dan bermusyawarah
maka Indonesia akan dapat mewujudkan cita - citanya. Karena itu, tidak heran jika banteng
menjadi pilihan yang tepat untuk melambangkan sila keempat pancasila kita.
Pasal 2
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan undang-undang.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di
ibukota negara
3. Segala putusan majelis permusyawaratan rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
Adapun butir – butir yang terkandung dalam sila keempat, sebagai berikut :
Adapun bentuk penyimpangan yang terjadi sehingga menyalahi nilai – nilai dari sila
keempat, sebagai berikut :
KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, tidak
semata - mata terbentuk begitu saja dengan hanya diciptakan oleh seseorang seperti yang
terjadi pada ideologi - ideologi lain di dunia. Akan tetapi terbentuknya Pancasila
mengalami proses yang sangat panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Sejak 400 tahun
yang lalu pada masa kejayaan kutai dimana pada masa ini masayarakat kutai yang
membuka zaman sejarah indonesia pertama kali, sudah terlihat menampilkan nilai -
nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan. Pancasila sebagai ideologi
negara berarti bahwa Pancasila merupakan suatu gagasan yang berkenaan dengan
kehidupan negara. Kehidupan bernegara, seperti yang terurai dalam Undang - Undang
Dasar 1945, menunjukkan bahwa bidang - bidang yang ditangani oleh negara meliputi
ideologi, politik, sosial - budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan, serta hak-hak asasi
manusia. Ciri khas ideologi Pancasila adalah nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan
dari luar, tidak pula diciptakan oleh negara melainkan digali dan diambil dari
kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya sendiri. Hal ini pula yang
memberikan ciri bahwa Pancasila sebagai ideologi terbuka. Sila keempat yang berbunyi
“Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /
Perwakilan” yang dimana Sila ini kerap kita pahami secara parsial. Hal ini terutama
terjadi ketika kita fokus pada satu aspek, seperti “permusyawaratan” saja. Perbuatan ini
tentunya adalah suatu perbuatan tidak adil terhadap sila keempat. Untuk pemahaman yang
benar, kita kupas satu persatu aspek yang ada. Setelah itu kita akan menemukan
betapa dalamnya makna sila berlambang kepala banteng ini. Adapun beberapa aspek yang
perlu kita pahami, sebagai berikut :
A. Aspek Kerakyatan
B. Aspek Dipimpin
C. Aspek Hikmat kebijaksanaan
D. Aspek Permusyawaratan dan perwakilan
Anggraini, Vita. (2020, April 14). Nilai – Nilai Pancasila dan Maknanya dalam Kehidupan
sehari – hari. Dapat diakses pada Website: https://dosenpintar.com/nilai-nilai-pancasila/
Anonim. (2014, Agustus 24). Makna Sila Ke-4 dalam Konteks Pilkada.
Dapat diakses pada Website: https://law.ui.ac.id/v3/makna-sila-ke-4-dalam-konteks-pilkada-
2/
Anwar, Nadia. (2017, November 3). Sejarah Lahirnya Pancasila. Dapat diakses pada
Website: https://www.academia.edu/14835900/SEJARAH_LAHIRNYA_PANCASILA
Dhea, Fina. (2019, Desember 19). Nilai – Nilai Pancasila. Dapat diakses pada Website
: https://rumusrumus.com/nilai-nilai-pancasila/
Dosen Pendidikan. (2019, November 19). Nilai – Nilai Pancasila. Dapat diakses pada
Website : https://www.dosenpendidikan.co.id/nilai-nilai-pancasila/
Dosen Pendidikan. (2020, Januari 27). Pancasila : Pengertian, Proses, Butir, Makna, Fungsi
dan Isi. Dapat diakses pada Website : https://www.dosenpendidikan.co.id/makna-pancasila/
Guru Dadang. (2020, Februari 27). Makna Sila Ke-4. Dapat diakses pada Website :
https://rumus.co.id/makna-sila-ke-4/
Jealousbird32. (2017, September 16). Pengertian Pancasila secara Etimologis, Historis dan
Terminologis. Dapat diakses pada Website :
https://jasmerahmaroon.blogspot.com/2017/09/pengertian-pancasila-secara-etimologis.html
Nafisah, Sarah. (2019, November 26). Makna Lambang Banteng dalam Sila Keempat
Pancasila dan Penerapannya. Dapat diakses pada Website :
https://bobo.grid.id/amp/081932198/makna-lambang-banteng-dalam-sila-keempat-pancasila-
dan-penerapannya?page=all
RomaDecade. (2019, Maret 9). Pengertian Pancasila. Diakses pada Dapat diakses pada
Website : https://www.romadecade.org/pengertian-pancasila/#!
Setiawan, Parta. (2020, Maret 7). Pengertian Pancasila : Sejarah, Makna, Teks, Fungsi,
Penyebutan, Dasar Negara dan Para Ahli. Dapat diakses pada Website :
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-pancasila/
Tim Penyusun Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. Buku Ajar Mata
Kuliah Wajib Umum Pendidikan Pancasila. Jakarta : Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi Umbara, Raditya P. 2017. Panduan Resmi Tes CPNS Computer
Assisted Test (CAT).
Jakarta : Bintang Wahyu. Yusdiyanto. 2016. Makna Filosofis Nilai – Nilai Sila Keempat
Pancasila dalam Sistem Demokrasi di Indonesia. Fiat Justisia, 10(2), 259-272.
Zakky. (2020, Januari 15). Pengertian Pancasila : Sejarah, Teks, Fungsi, Nilai – Nilai dan
Maknanya. Dapat diakses pada Website : https://www.zonareferensi.com/pengertian-
pancasila/