Walimatussafar

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

WALIMATUS SAFAR HAJI DAN UMROH

Dosen Pengampu : Drs. Kh. Masyruf Sudarto

Disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas praktikum ibadah


makalah bab walimatussafar haji dan umroh

Disusun oleh ;
Muhammad Hasbi Ash shiddiqi
Muhammad Arif Lestaluhu
Nanda Fauziah

PENDIDIKAN DASAR ULAMA X


MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOTA ADM. JAKARTA UTARA

Pendahuluan
Salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia sebelum berangkat haji adalah menyelenggarakan
walimatussafar. Acara ini biasa dihadiri keluarga, kerabat, sahabat, hingga tetangga, untuk
mendoakan calon haji atau umroh agar selamat ketika dalam perjalanan baik haji maupun
umroh. Tetapi banyak yang bertanya tentang apakah yang dimaksud walimatussafar dan
bagaimana hukumnya?. Maka dari itu, izinkan pemakalah memakalahkan ritual agama yang
sering terjadi di Indonesia ini, agar kita tahu arti dan hukum walimatussafar itu sendiri
Walimatussafar
Istilah walimatus safar terbentuk dari dua kata. Mengutip buku Ensiklopedia Fikih Haji dan
Umrah (Edisi Revisi) yang ditulis oleh Agus Arifin, kata walimah memiliki bentuk jamak
walaim yang berasal dari kata awlam yang artinya berpesta, mengadakan kenduri atau
jamuan. Adapun, kata safar memiliki arti perjalanan.
Menurut istilah, walimatus safar merupakan acara syukuran sekaligus berpamitan untuk
berangkat ke Tanah Suci dalam rangka menunaikan ibadah haji. Istilah walimatus safar
sendiri tidak ditemukan dan dikenal dalam literatur islam dan nabi juga tidak
mencontohkannya, sebelum akhirnya muncul tahun 1970-1n. Dikutip dari penulis Agus
Arifin “Istilah walimatussafar, sebelum ini tidak ditemukan dan tidak dikenal dalam literatur
Islam, ia muncul pada tahun 1970-an, itu pun dikenal di perkotaan (Jakarta), terkait dengan
pelaksanaan selamatan atau syukuran karena akan melaksanakan ibadah haji,”
Ahmad Sarwat dalam bukunya Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah menyebut,
apabila ditelusuri lebih jauh memang ada beberapa adab dan kesunnahan secara khusus bagi
orang yang akan melaksanakan safar. Dalam hal ini, safar mencakup seluruh aktivitas
bepergian tak hanya sekadar untuk haji.
Ibnu ‘Umar pernah mengatakan pada seseorang yang hendak bersafar , “Mendekatlah
padaku, aku akan menitipkan engkau sebagaimana Rasulullah SAW menitipkan kami, lalu
beliau berkata: “Astawdi’ullaha diinaka, wa amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku
menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah)”. (HR. Tirmidzi
no. 3443).
Biasanya walimatussafar dengan jamuan dan doa doa dengan harapan agar selamat sampai
tujuan dan tercapai inti dari haji dan umroh yaitu pengampunan Allah. Sebagaimana nabi
mendoakan orang yang safar selamat dan mendapat ampunan serta ketakwaan kepada Allah
“Diriwayatkan kepada kami pada Kitab At-Tirmidzi, dari sahabat Anas RA. Ia bercerita
bahwa seseorang mendatangi Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasul, aku hendak berpergian.
Karenanya, berikanlah aku bekal,’ kata sahabat tersebut. ‘Zawwadakallâhut taqwâ,’ kata
Rasulullah SAW. ‘Tambahkan lagi ya Rasul,’ kata sahabat itu. ‘Wa ghafara dzanbaka,’ kata
Rasulullah SAW. ‘Tambahkan lagi ya Rasul,’ kata sahabat itu. ‘Wa yassara lakal khaira
haitsumâ kunta,’ jawab Rasulullah SAW. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa kualitas
hadits ini hasan,” ( Kitab Al Adzkar)
Hukum Walimatussafar
Adapun hukum mengadakan atau memperingati walimatussafar yaitu boleh boleh saja. Jika
dia mengerjakan dia akan mendapat pahala karena nilai nilai di dalamnya dan jika dia tidak
mengerjakan juga tidak mendapat dosa.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Umat muslim yang berkumpul di suatu
majelis membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an Al-Karim dan mengadakan majelis ilmu, Allah
akan menurunkan rahmat kepada mereka.” (HR Muslim)
Jadi dalam konteks di atas, walimatussafar itu adalah perbuatan yang baik yang terdapat nilai
nilai kebaikan di dalamnya maka sah sah saja dilakukan. Tetapi jika terdapat mudhorot
seperti riya atau memberatkan calon haji atau umroh maka boleh ditinggalkan karena takut
akibat keriya’an atau ketidakmampuan nya menghalangi nilai nilai ibadah haji nantinya.
Penutup
Walimatussafar bisa disimpulkan sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Allah karena telah
diberi nikmat yang besar. Sehingga ia bisa diberangkatkan nya haji atau umroh.
Walimatussafar juga bisa dijadikan ajang sebagai permintaan maaf secara terbuka dan
memberikan nikmat kepada sesama dengan jamuan jamuan yang disajikan kepada mereka
agar mereka bisa merasakan nikmat nikmat yang Allah berikan kepadanya. Hukum
walimatussafar itu boleh boleh saja asal tidak ada riya’ dan tidak menjadi beban bagi calon
haji atau uumroh
Susunan acara walimatussafar
Adapun susunan rangka acara pada umumnya yaitu sebagai berikut :
Muqoddimah
pembukaan
sholawat
pembacaan ayat suci Al Quran
penyampaian dari calon jamaah haji
ceramah
ramah tamah
pembacaan doa
penutup
‫الَحْم ُد ِهلِل اَّلِذ ْي َخ َلَق الّز َم اَن َو َفَّض َل َبْع َض ُه َع َلى َبْع ٍض َفَخَّص َبْعُض الُّش ُهْو ِر َو اَألَّياِم َو اَللَياِلي ِبَم َز اَيا َو َفَض اِئِل ُيَع َّظُم ِفْيَها اَألْج ُر‬
. ‫ َأْش َهُد َأْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا َو ْح َد ُه َال َش ِر ْيَك َلُه َو َأْش َهُد َأَّن َس ِّيَدنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه الَّد اِع ى ِبَقْو ِلِه َوِفْع ِلِه ِإَلى الَّرَش اِد‬. ‫والَحَس َناُت‬
‫ أَّم ا بْعُد‬. ‫الّلُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم عَلى َع ْبِد َك َو َر ُسْو ِلَك ُمَحّمٍد َو َع َلى آِله وأْص َح اِبِه ُهَداِة اَألَناِم في َأْنَح اِء الِبَالِد‬
Yang terhormat
Para alim ulama, para guru, para tokoh masyarakat. Dan terkhusus kepada keluarga dan
kerabat kita yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk melaksanakan ibadah haji pada
tahun ini.
Hadirin Jamaah Walimatussafar Haji yang berbahagia dan Khususnya kepada Calon Haji.
antara lima rukun Islam, haji merupakan ibadah yang tergolong “mewah dan berat”. Bukan
hanya karena membutuhkan ongkos yang mahal bagi kebanyakan orang, tapi juga
pelaksanaannya memakan waktu dan energi yang cukup banyak. Kesadaran akan
keterpanggilan pun sangat menentukan. Betapa banyak orang kaya raya yang tak berangkat
haji. Sebaliknya, betapa sering kita mendengar orang dengan ekonomi pas-pasan mampu
menunaikan haji. Karena itu, tak heran bila haji adalah rukun yang paling jarang dipenuhi
dibanding empat rukun lainnya, entah karena sengaja atau karena ada uzur syar’i.
Memasuki bulan ke-10 atau ke-11 orang-orang sudah disibukkan dengan tradisi walimatus
safar atau syukuran menjelang keberangkatan haji. Media-media pun telah ramai
memberitakan berbagai persiapan dan aktivitas di Tanah Suci. Mari kita doakan kepada
saudara-saudara kita yang sedang menempuh perjalanan mulia ini, semoga senantiasa
mendapat bimbingan dari Allah dan menghasilkan haji yang mabrur!
Jamaah dan calon jamaah haji yang dirahmati Allah!
Di tengah hiruk pikuk orang berangkat haji itulah, orang-orang yang belum mendapat
anugerah berangkat haji terpacu lagi gairahnya untuk bisa menunaikan rukun Islam kelima
tersebut. Semangat mereka seolah dipompa kembali, angan-angan agar bisa mengenakan
pakaian ihram dan mengitari Ka’bah hidup lagi. Sebuah mimpi dan kehendak yang amat
wajar. Sesuai dengan namanya, haji adalah persoalan menata niat, sebelum hal-hal lain
menyangkut ongkos, transportasi, dan aktivitas manasik. Keliru menata niat akan berakibat
pada kerugian yang besar, mengingat pengorbanan yang dicurahkan untuk ibadah haji juga
besar. Bukankah sia-sia belaka membangun istana megah di atas fondasi yang rusak? Secara
fiqih ibadah haji mungkin sah, tapi secara hakiki bisa jadi keropos baik sejak sebelum
berangkat haji, saat berhaji, bahkan setelah berhaji.
Hadirin Jamaah Walimatussafar Haji yang berbahagia dan Khususnya kepada Calon Jamaah
Haji
Di luar keperluan ibadah, haji tak dipungkiri memang mengandung kepentingan-kepentingan
lain yang bersifat duniawi.
Pertama, secara sosial, haji bisa membuat seseorang merasa “naik kelas” karena faktor
budaya yang berkembang di masyarakat kita. Biaya haji yang tidak sedikit memberi kesan
bahwa orang haji adalah orang mampu, mapan, dan kaya. Gelar “haji” yang diperoleh
sepulang nanti juga kian menambah citra kesalehan dan kehormatan diri. Dengan demikian
status sosial pun meningkat dari “biasa-biasa” saja menjadi “luar biasa”. Penyakit hati yang
mengiringi kondisi ini biasanya adalah sombong, ujub, dan merasa “lebih” daripada orang
lain.
Kedua, haji sebagai wahana jalan-jalan dan bersenang-senang. Bagi orang yang belum ke
Makkah dan Madinah apalagi belum pernah ke luar negeri mana pun haji bisa jadi merupakan
kemewahan tersendiri. Gambaran suasana Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Ka’bah, padang
Arafah, atau bukit-bukit di tanah Arab yang biasanya hanya terpampang dalam foto dan
media elektronik, akhirnya dialami secara nnyata
Imam al-Ghazali dalam al-Adab fid Dîn berpesan bahwa saat seseorang sampai di kota
Makkah seyogianya menerapkan etika-etika yang patut, semisal memasuki Masjidil Haram
dengan penuh rasa takzim, menyaksikan Ka’bah sembari takbir dan tahlil, dan lain
sebagainya. Intinya, adab yang penting ditonjolkan adalah sikap rendah hati, sopan, tulus, dan
penuh dengan gerak-gerik yang mengagungkan Allah..
Hadirin Jamaah Walimatussafar Haji yang berbahagia dan Khususnya kepada Calon Jamaah
Haji
Demikianlah ceramah walimatussafar haji yang singkat tentang perlunya menata hati dan niat
bagi orang yang berangkat haji maupun yang belum memiliki kesempatan tahun ini. Mudah
mudahan kita semua bisa disegerakan menunaikan rukun 5 yaitu pergi haji demi
menyempurnakan islam kita smua aamiin

Anda mungkin juga menyukai