Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“PSIKIATRI”

Dosen Pengampu :
Ns Rasyidah AZ, M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Abdul Azis Al Sudaish Sjah Alam (2114201001)


Nyimas Putri Azzahira. S (2114201010)
Shelly Putri Permadita (2114201012)
Reni Puspita Dewi (2114201011)
Ena Desriana (2114201006)
Della Aprilia (2114201004)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU JAMBI
TAHUN AJARAN 2023/2024

1|Keperawatan Gawat Darurat


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata'ala yang telah memberikan banyak
nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah
Keperawatan Gawat Darurat dengan judul “Keperawatan Gawat Darurat Pada Psikiatri”
dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Penyusunan makalah ini dalam rangka
memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Oleh karena itu kami
sampaikan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman yang sudah mendo'akan
kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu
kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi kesempurnaan penulis
makalah ini pada masa yang akan datang. Dengan tulisan ini kami berharap dapat berguna
bagi pembaca. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga askep ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberi manfaat untuk masyarakat luas.

Terima Kasih

Jambi, 30 April 2024

Kelompok 2

2|Keperawatan Gawat Darurat


DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.2 Tujuan...................................................................................................................................5
1.3 Manfaat................................................................................................................................5
BAB 2...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
2.1 Patofisiologi Pada Psikiatri.................................................................................................6
2.2 Farmakologi Pada Psikiatri................................................................................................6
2.3 Terapi Diet Pada Psikiatri...................................................................................................8
2.4 Pengkajian Diagnosa Pada Psikiatri.................................................................................9
2.5 WOC Psikiatri....................................................................................................................11
2.6 Penatalaksanaan Psikiatri.................................................................................................11
BAB 3..................................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................14

3|Keperawatan Gawat Darurat


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyimpangan perilaku adalah salah satu bentuk tanda dan gejala gangguan
jiwa dan merupakan akibat dari distorsi emosi yang dapat mengakibatkan adanya
perubahan perilaku.Gangguan – gangguan pada seseorang dapat menghambat untuk
menjadali kehidupan sosial di masyarakat apabila seseorang mengamali gangguan
mental. Menurut Nasir (2011) ganguan yang terjadi meliputi gangguan emosi,
perubahan perilaku, perasaan, keinginan, motivasi, daya tarik diri, kemauan dan
persepsi. Prevalensi gangguan jiwa menurut dinas Kesehatan RI (2016) didapatkan 35
Juta orang mengalami skizofrenia dan 47,5 juta orang mengalami demensia.
Faktor biologis, psikologis dan sosial budaya, dimana penduduknya beragam,
sehingga jumlah kasus gangguan jiwa meningkat, menyebabkan bertambahnya beban
negara dan penurunan produktivitas manusia. Pada tahun 2013, angka kejadian
gangguan jiwa emosional yang ditandai dengan kecemasan dan depresi mencapai 14
juta orang, terhitung 6 persen penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun yang
terserang, angka kejadian gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebanyak 400.000
orang. menurut 1,7 per 1.000 penduduk Indonesia. Gangguan kesehatan mental yang
tidak dikelola dan ditangani dengan baik, serta kurangnya dukungan keluarga dan
masyarakat, memicu kecemasan dan meningkatkan ketegangan, yang mengarah pada
respons maladaptif dan dapat mengarah pada situasi krisis.
Kegawatdaruratan psikiatri adalah kondisi yang dapat menimbulkan
konsekuensi serius, dapat mengancam diri sendiri, orang lain, dan orang di sekitar
mereka, dan onsetnya akut dan tibatiba. Krisis kesehatan mental dapat mempengaruhi
seseorang, melibatkan intrapsikis, intrapersonal, biologis atau bahkan kombinasi dari
beberapa faktor tersebut. Kejang memiliki tanda dan gejala yang spesifik seperti
perilaku, kognitif, afektif, perasaan, persepsi, respons fisiologis, hubungan atau cara
berpikir, oleh karena itu perlu segera mencari pengobatan jika terjadi krisis karena
dapat menyebabkan berbagai masalah medis lainnya seperti luka fisik, bunuh diri dan
terjadinya kekerasan terhadap orang lain
Penanganan kegawatdaruratan psikiatri memerlukan penilaian yang akurat,
jaminan keamanan, perhatian segera kepada klien dan penilaian risiko kekerasan,
kehilangan kendali, agresi, menyakiti diri sendiri, bunuh diri atau pembunuhan.Dalam
keadaan darurat psikiatri, pengobatan biasanya berfokus pada manajemen perilaku

4|Keperawatan Gawat Darurat


dan gejala. Proses treatment dilakukan bersamaan dengan proses assessment (bila
treatment memungkinkan). Konsultasi pertama tidak hanya untuk mendapatkan
informasi diagnostik yang penting, tetapi juga untuk terapi.Kegawatdaruratan psikiatri
memerlukan penanganan khusus, namun kondisi yang sering dijumpai caregiver pada
pasien kegawatdaruratan psikiatri adalah pengekangan atau pengekangan dan
pemberian obat. Metode terapi dalam keadaan darurat psikiatri
meliputi:Farmakoterapi, kesendirian (isolasi) dan pengekangan (physical restraint)
dan psikoterapi (Knox dan Holloman, 2011; Riba et al., 2010; Sadock dan Kaplan,
2019).

1.2 Tujuan
Mampu mengetahui bagaimana saja Keperawatan Kegawatdaruratan Psikiatri.

1.3 Manfaat
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam bidang Keperawat Gawat
Darurat Psikiatri.

5|Keperawatan Gawat Darurat


BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Patofisiologi Pada Psikiatri

Menurut (Putri & Maharani, 2022) patofisiologis dari skizofrenia masih belum
diketahui secara pasti, tetapi ada beberpa yang bisa diajukan sebagai gambarannya
yaitu:
a. Faktor genetik diamana seseorang yang anggota keluarganya memiliki
Riwayat skizofrenia lebih berisiko mengalami hal yang sama.
b. Gangguan neurotransmitter adanya ketidakseimbangan dari dopamine
dan serotonin juga bisa menjadi pemicu terjadinya skizofrenia.
c. Gangguan fungsi otak, pada pasien skizofrenia banyak di temukan
adanya gangguan pada fungsi dan struktur otaknya.

2.2 Farmakologi Pada Psikiatri


Psikotrofarmaka adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoatif melalui pangaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Namun,
tidak semua Psikofarmaka atau obat-obatan psikotropik memang masuk kedalam
golongan obat Psikotropika seperti yang diatur dalam Undang-Undang Psikotropika
dan peraturan Menteri, dimana obat-obatan yang masuk dalam undang-undang
maupun peraturan Menteri terkait Psikotropika memiliki efek ketergantungan atau
depedensi baik secara fisik maupun psikis.

Obat-obatan Psikofarmaka dibagi kedalam beberapa jenis berdasarkan pada


kegunaannya dalam pengobatan kondisi gangguan kejiwaan antara lain meliputi
antiansietas (Obat-obatan dalam mengatasi kecemasan), antipsikotik (obat-obatan
dalam mengatasi psikosis/skizofrenia), antidepresan (obat-obatan untuk mengatasi
depresi), mood stabilizer (untuk mengatasi gangguan mood/bipolar/mania) dan lain
sebagainya. Berikut adalah penjelasan terkait beberapa jenis obat-obatan jiwa atau
psikofarmaka.

a. Antiansietas (Sedatif/Anxyolitic)
Ansietas atau gangguan kecemasan secara umum dengan kekhawatiran yang
berlebihan, sulit dikendalikan, dan menetap, yang disertai degan gejala-gejala
somatik dan psikik seseorang sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya,

6|Keperawatan Gawat Darurat


dapat meliputi cemas pada lingkungan social ataupun sesuatu secara umum
maupun serangan kepanikan. Obat-obatan yang mengatasi kecemasan
merupakan golongan Benzodiazepin yang bekerja meningkatkan
neurotransmitter pada otak Bernama GABA, sehingga memutus impuls otak
yang menimbulkan kecemasan atau panik. Contoh obat-obat nya antara lain
Alprazolam, Lorazepam, Diazepam, Klobazam dan lain sebagainya.
b. Antidepresan
Kondisi depresi ditandai dengan hilangnya semangat dan gairah yang dapat
disertai dengan rasa mudah lelah, rasa bersalah, pikiran untuk membahayakan
diri dan beberapa hal lain. Antidepresan terdiri dari beberapa jenis seperti
golongan Trisiklik/Tetrasiklik seperti Amitriptilin, Imipramin, Maprotilin.
Golongan SSRi/SNRi meliputi Fluoksetin, Escitalopram, Sertraline dan lain
sebagainya. Antidepresan bekerja dengan meningkatkan neurotransmiter
Noradrenalin dan Serotonin di otak sehingga meningkatkan rasa semangat dan
gairah yang memperbaiki kondisi depresi. Beberapa antidepresan juga
digunakan untuk kondisi kecemasan misalkan pada obsesi-kompulsif seperti
Fluvoxamine, Klomipramin.
c. Antipsikotik
Psikosis adalah suatu kondisi kejiwaan dimana terjadi gangguan terhadap
persepsi realitas yang disertai halusinasi (gangguan persepsi pendengaran atau
indera), delusi (waham), proses berfikir dan bicara yang terganggu dan
sekumpulan gejala lain. Antipsikotik bekerja pada menurunkan aktivitas
neurotransmitter Dopamin dan Serotonin di otak. Terdapat 2 jenis
antipsikotik yaitu antipsikotik tipikal (dikenal juga sebagai antipsikotik
generasi pertama) seperti Haloperidol, Trifluoperazin, Klorpromazin,
Flufenazin yang kerjanya lebih pada Dopamin serta antipsikotik atipikal
(dikenal juga sebagai antipsikotik generasi kedua) yang efek sampingnya lebih
minimal dan kerjanya lebih cenderung pada Serotonin seperti Quetiapin,
Olanzapin, Risperidone, Aripiprazol.
d. Mood Stabilizer/antimania
Mood stabilizer berfungsi mengatasi kondisi bipolar dan mania, suatu kondisi
kebalikan dari depresi dimana terjadi peningkatan terhadap aktifitas dan gairah
dengan gejala-gejala seperti meningkatnya rasa percaya diri, frekuensi bicara,
berkurangnya kebutuhan tidur dan lain sebagainya yang dapat berganti dari

7|Keperawatan Gawat Darurat


episode mania ke depresi ataupun tidak. Lithium merupakan satu-satunya obat
yang digunakan hanya sebagai mood stabilizer. Namun, obat-obatan lain mulai
dikembangkan untuk menjadi alternatif dari lithium sebagai mood stabilizer
seperti obat-obatan antiepilepsi (Valproat, Karbamazepin, Lamotigrine) dan
antipsikotik atipikal (Risperidone, Quetiapin, Aripiprazole Olanzapin) yang
saat ini juga digunakan sebagai mood stabilizer. Karena efeknya terhadap
perubahan pada status mental dan perilaku, obat-obatan Psikofarmaka yang
seharusnya digunakan sesuai dengan kondisi gangguan kejiwaan menjadi
rawan untuk terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu, berbagai peraturan telah
diterbitkan untuk mengatur peredaran obat tersebut baik dalam Undang-
undang Psikotropika, Peraturan Menteri Kesehatan hingga Peraturan Kepala
Badan POM.

2.3 Terapi Diet Pada Psikiatri


Asupan gula, karbohidrat olahan, kafein, alkohol dan rokok, serta obat
stimulan, semuanya mempengaruhi kemampuan untuk menjaga kadar gula darah
seseorang seimbang. Obat antipsikotik umum ini juga dapat lebih mengganggu
kontrol gula darah. Obat stimulan, dari amfetamin hingga kokain, dapat menyebabkan
skizofrenia. Kejadian masalah gula darah dan diabetes juga jauh lebih tinggi pada
mereka dengan skizofrenia Oleh karena itu sangat disarankan untuk mengurangi,
sebisa mungkin, asupan gula, karbohidrat olahan, kafein dan obat stimulan dan
memilih diet beban glikemik rendah.

Meningkatkan antioksidan Ada bagian lain dari cerita lemak esensial. Lemak
ini juga rentan terhadap kerusakan di otak, dan dalam diet, oleh oksidan. Memang,
ada bukti lebih banyak oksidasi di korteks frontal orang-orang dengan skizofrenia.
Oleh karena itu, meningkatkan asupan lemak esensial, masuk akal untuk mengikuti
diet (dan gaya hidup) yang meminimalkan oksidan dari makanan yang digoreng atau
dibakar dan memaksimalkan asupan zat gizi antioksidan seperti vitamin A, C dan E.
Ini saja telah terbukti membantu. Vitamin C juga merupakan vitamin anti-stres dan
dapat melawan terlalu banyak adrenalin, yang sering ditemukan pada mereka yang
didiagnosis dengan skizofrenia. Merokok adalah sumber oksidan dan menghancurkan
vitamin C.

Kekurangan vitamin C juga jauh lebih umum daripada yang disadari pada
orang dengan masalah kesehatan mental, seringkali karena mereka tidak menjaga diri

8|Keperawatan Gawat Darurat


mereka sendiri dengan benar dan makan dengan buruk. Profesor Derri Shtasel dari
departemen psikiatri di University of Pennsylvania, School of Medicine di
Philadelphia menggambarkan kasus seorang wanita yang bingung dan mendengar
suara-suara, serta memiliki gejala fisik. Dia diuji untuk status vitamin C dan
ditemukan sangat kekurangan. Setelah diberi vitamin C dia memiliki lebih sedikit
halusinasi, pidatonya membaik dan dia menjadi lebih termotivasi dan ramah. Vitamin
C telah terbukti mengurangi gejala skizofrenia dalam uji coba penelitian, dan
sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang didiagnosis dengan
penyakit mental mungkin memiliki persyaratan yang jauh lebih besar untuk vitamin
ini – seringkali sepuluh kali lebih tinggi – dan sering kekurangan.

2.4 Pengkajian Diagnosa Pada Psikiatri

Tahap pengkajian adalah pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan


sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap dan akurat, sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan diagnosa
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon
individu.

a. Pengkajian Awal
1. Identitas Pasien (nama, umur, alamat pasien)
2. Riwayat penyakit pasien dan keluarga pasien Circulation
3. Keluhan utama pasien saat datang Exposure
4. Keadaan pasien waktu dating
5. Adanya alergi/tidak
6. Kategori triage psikiatrik
b. Anamnesa status mental dengan ABC (Appearance/penampilan
Behaviour/perilaku, Cognitif/kognitif)
1. Appearance/penampilan
2. Postur tubuh: bungkuk/tegap/lainnya Riwayat Kesehatan Sekarang
3. Kerapian: rambut kusut/berhias tidak sesuai/personal hygiene kurang/rapi
4. Cara berpakaian: penggunaan baju kotor/tidak sesuai/rapi
5. Status nutrisi: kurus/gemuk/baik
6. Adakah tanda penggunaan obat/alcohol
7. Membawa Senjata atau tidak

9|Keperawatan Gawat Darurat


1. Behaviour/perilaku.
1. Motorik
2. Pergerakan abnormal.
3. Respon pada situasi tertentu.
2. Cognitif/kognitif
1. Orientasi terhadap orang, waktu dan tempat.
2. Interaksi selama wawancara.
3. Memory
4. Kemampuan mengambil keputusan
5. Kemampuan menilai
3. Pemeriksaan STAMP (Speech, Thought, Affect, Mood, Perseptions)
1. Kecepatan
2. Nada
3. Kualitas
4. Thought/pola pikir
5. Proses pikir
6. Isi pikir
7. Affect
8. Mood/suasana hati
9. Perseptions/persepsi

c. Pemerikasaan Fisik
 Keadaan umum pasien
 Tanda-tanda vital
 Keluhan fisik
 Pemeriksaan fisik:
1. Kepala :Normal / Abnormal
2. Mata :Normal / Abnormal
3. THT :Normal / Abnormal
4. Leher :Normal / Abnormal
5. Dada :Normal / Abnormal
6. Perut :Normal / Abnormal
7. Punggung :Normal / Abnormal

10 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
8. Ekstremitas :Normal / Abnormal

d. Diagnosa Keperawatan Psikiatri


 Perilaku kekerasan
 Risiko bunuh diri
 Risiko mutilasi diri
 Gangguan persepsi sensori
 Gangguan memori
 Harga diri rendah kronis
 Harga diri rendah situasional
 Isolasi sosial/Gangguan interaksi sosial
 Gangguan komunikasi verbal
 Defisit perawatan diri

2.5 WOC Psikiatri

11 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
2.6 Penatalaksanaan Psikiatri

Penatalaksanaan Penanganan utama yang dilakukan adalah dengan menggunakan


terapi farmakologi setelah dilakukan deeskalasi verbal kemudian mmengkaji secara
cepat kondisi yang terjadi pada pasien. Sedasi total dulunya merupakan tujuan utma
dalam penanganan pasien gaduh gelisah atau yang mengalami kegawatdaruratan
psikiatri, tetapi hal ini ternyata menyulitkan membangun therapeutik alliance,
penentuan diagnosis dan observasi kondisi pasien. Penggunaan obat saat ini lebih
bertujuan untuk menenangkan pasien dan mengurangi agresivitas, tetapi pemeriksa
masih memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan yang diperlukan (Afif, 2018).
Tatalaksana kegawatdaruratan psikiatri ada empat point penting yaitu manipulasi
lingkungan, verbal deescalation, fiksasi mekanik dan intervensi farmakologi ( Gariga
et. All. 2016). Manipulasi lingkungan dalam penanganan kegawatdaruratan psikiatri
adalah memastikan keselamatan pasien dan orang – orang yang ada disekitar pasien,
sedangkan tehnik verbal de-esvalation adalah suatu tehnik untuk menenangkan pasien
yang terbukti dapat mengurangi kondisi gaduh gelisah pasien dan potensi terjadinya
tindak kekerasan. Tehnik yang ketiga yaitu fiksasi mekanik (Restraint).
Fiksasi dilakukan untuk membatasi mobilitas fisik pasien, dengan cara mengikat
pasien menggunakan cloth band agar pasien tidak mencederai dirinya sendiri maupun
orang lain. Fiksasi harus dilakukan secara hati – hati agar tidak mencederai pasien.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fiksasi mekanik adalah trauma psikologis
pasien, dehidrasi, fraktur ekstremitas, depresi napas bahkan kematian mendadak, oleh
karena itu pasien juga harus di monitoring secara ketat selama difiksasi (Gariga et al.,
2016). Pengikatan ini digunakan tidak pada semua pasien yang mengalami
kegawatdaruratan. Pengikatan digunakan jika pasien sangat berbahaya bagi dirinya
sendiri atau orang lain karena memiliki ancaman yang sangat parah yang tidak dapat
dikendalikan dengan cara lain. Di IGD pasien dapat diikat sementara waktu untuk
mendapatkan medikasi atau untuk periode yang lama jika medikasi tidak digunakan.
Paling sering, pasien yang diikat menjadi tenang setelah beberapa waktu, pada tingkat

12 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
psikodinamika, pasien tersebut mungkin menerima pengendalian impuls yang
diberikan oleh pengikatan.

BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Penyimpangan perilaku merupakan tanda dan gejala dari gangguan jiwa yang
mempengaruhi kehidupan sosial seseorang. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia,
seperti skizofrenia dan demensia, menunjukkan dampak besar terhadap individu dan
masyarakat. Faktor biologis, psikologis, dan sosial budaya berperan dalam
meningkatkan kasus gangguan jiwa dan menurunkan produktivitas
manusia.Kegawatdaruratan psikiatri mengancam keselamatan diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan sekitar. Penanganan kegawatdaruratan psikiatri membutuhkan
penilaian yang cepat dan akurat serta intervensi yang tepat, termasuk manipulasi
lingkungan, deeskalasi verbal, fiksasi mekanik, dan intervensi farmakologi.

Pemahaman tentang patofisiologi, terutama dalam kasus skizofrenia, dan


penggunaan farmakologi merupakan elemen kunci dalam diagnosis dan pengobatan
gangguan jiwa. Obat-obatan psikiatrik, seperti antidepresan, antipsikotik, dan mood
stabilizer, memberikan opsi terapeutik untuk berbagai kondisi jiwa, namun perlu
digunakan dengan hati-hati karena efek sampingnya. Diet memiliki peran penting
dalam manajemen gangguan jiwa, dengan penekanan pada pengurangan asupan gula,
karbohidrat olahan, dan stimulan, serta peningkatan asupan antioksidan seperti
vitamin C. Perubahan diet dapat membantu dalam mengelola gejala gangguan jiwa
dan meningkatkan kesejahteraan psikologis seseorang.

13 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t
DAFTAR PUSTAKA

Skema psikologi HDR pada skizofrenia (dikembangkan dari direja 2021, stuart 2023,
dermawan dan rusdi 2023).

Indonesia. 1997. Undang-Undang No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Kementerian Kesehatan. 2021. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.01.07/Menkes/6485/2021 Tentang Formularium Nasional. Jakarta.

Azizah, et. All (2016). Buku ajar Kesehatan keperawatan jiwa.teori dan aplikasi klinik.
Yogyakarta. Indomedia Pustaka.

Garriga, M., Pacchiarott i, I., Kasper, S. et al. 2016. Assesment and Management of Agitation
in Psychiatry: Expert Consensus. The World Journal of Biological Psychiatry, vol. 17,
no. 2, pp. 86–128..

Hadi, F., Termeh, K., Dkk. (2015). Predictor of Physical Restraint in Psychiatriv Emergency
Setting. Medical Journal of the Islamic Republic of Iran. di Akses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4764265/pdf/MJIRI-29-296.pdf.

Schizophrenia and Psychosis. Food for the Brain Foundation. Published 2021. Accessed
September 7, 2021. https://foodforthebrain.org/condition/schizophrenia-and-
psychosis/

Putri & Maharani, Patofisiologi Skizofrenia. 2022.


https://eprints.umm.ac.id/id/eprints/2458/3/BAB20II.pdf

14 | K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t

Anda mungkin juga menyukai