Laporan Ebp Terapi Penurunan Nyeri Kel 3b Fiks
Laporan Ebp Terapi Penurunan Nyeri Kel 3b Fiks
BANDUNG 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kekhadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Based Practice ini tepat pada waktunya. Harapan kami semoga laporan ini bisa
orang lain tentunya terutama terkait dengan topik EBP yang berjudul “Terapi
Kami tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini. Supaya laporan
ini nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada laporan ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
mendukung dalam penulisan laporan ini. Demikian, semoga laporan ini dapat
bermanfaat.
Kelompok 3B
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan............................................................................................................4
1.4 Manfaat..........................................................................................................5
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Nyeri.................................................................................................6
2.1.1 Definisi Nyeri..........................................................................................6
2.1.2 Komponen Nyeri.....................................................................................6
2.1.3 Jenis Nyeri Yang Sering Dijumpai di Bagian Gawat Darurat.................7
2.1.4 Fisiologi Nyeri.........................................................................................9
2.1.5 Etiologi dan Faktor Risiko.......................................................................14
2.1.6 Tanda dan Gejala.....................................................................................14
2.1.7 Pengkajian Nyeri.....................................................................................15
2.1.8 Pengukuran Intensitas Nyeri....................................................................18
2.1.9 Manajemen Nyeri....................................................................................27
2.1.10 Penatalaksaan Nyeri Pada Populasi Khusus..........................................34
2.2 Asuhan Keperawatan...................................................................................35
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis Jurnal..............................................................................................49
3.2 Pembahasan..................................................................................................57
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..................................................................................................62
4.2 Saran............................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................65
LAMPIRAN..........................................................................................................67
ii
BAB I
PENDAHULUAN
terancam jiwanya dan mengalami penurunan kesadaran dan dalam fase kritis
(Musliha, 2012). Sedangkan pasien kritis adalah pasien dalam keadaan yang
terancam jiwanya karena suatu kegagalan satu atau multipel organ yang
(Setiyawan, 2016).
rasa nyeri selama perawatan (Kataryzna, 2017). Nyeri merupakan gejala yang
paling sering terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran (Arvin, 2019).
Nyeri merupakan suatu respon alami yang bersifat langsung terhadap suatu
2019).
penyakit akut dan banyaknya intervensi dan tindakan yang dilakukan di ICU
psikologis, fisiologis tubuh pasien, dan dapat mengancam jiwa pasien (Arvin,
2019).
3
Selain merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri yang tidak
hemodinamik (Arvin, 2019). Maka dari itu pasien pasien ICU yang
mengalami gangguan rasa nyaman nyeri perlu adanya terapi selain dari
ruang GICU A RSHS dengan jumlah pasien keseluruhan 12 pasien dari total
mengalami gangguan rasa nyaman nyeri secara tidak sadar namun sulit
Rumusan masalah dalam EBP ini adalah " Apakah implementasi terapi
Unit A efektif dalam mengurangi nyeri yang mungkin terjadi pada pasien?”
1.3 Tujuan
mungkin terjadi pada pasien, dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien di
ruang ICU
4
1.4 Manfaat
General Intensive Care Unit A efektif dalam mengurangi nyeri yang mungkin
terjadi pada pasien, dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien di ruangan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Komponen sensori
kualitas nyeri.
2. Komponen afektif
6
menyenangkan, kecemasan, ketakutan yang dihubungkan dengan
pengalaman nyeri
3. Komponen kognitif
pengalamannya.
5. Komponen fisiologis
a. Nyeri akut
pankreatitis
b. Nyeri kronis
jelas.
nyeri.
d. Nyeri neuropathic
saraf perifer
e. Nyeri Viseral
f. Nyeri Somatik
8
2.1.4 Fisiologi
Nyeri
a. Rasa Nyeri
zat-zat kimia oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat
9
dihasilkan respon suprasegmental dan kortikal. Respon refeks
b. Perjalanan nyeri
1
molekul - molekul di celah sinaptik mentransmisi informasi dari
(penghambatan).
2010)
1
c. Respon stres Fisiologis
stres ini melibatkan sistem saraf, endokrin dan kekebalan tubuh dalam
• Dilatasi pupil
• Pucat
1
ACTH sedangkan kelenjar hipofise posterior melepaskan hormon
sitokin.
1
2.1.5 Etiologi dan Faktor Risiko
a. Kondisi akut
ortopedi)
ambang nyeri.
kateter)
c. Immobilitas
neuropati diabetikum)
baik fisik dan emosional. respon fisiologis terhadap nyeri adalah hasil
1
c. Meningkatkan kontraktilitas jantung
dan nyeri
d. Dilatasi pupil
f. Pucat
Pada pasien sakit kritis ekspresi nyeri bisa secara verbal maupun
mengkaji nyeri dan peredaan nyeri adalah alasan yang paling umum untuk
nyeri yang tidak reda pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pengkajian
nyeri sama pentingnya dengan metode terapi. Nyeri pasien harus dikaji
tambahan guna mengatasi nyeri akibat prosedur. Nyeri harus dikaji ulang
pada interval yang tepat setelah pemberian obat nyeri atau intervensi
pengkajian nyeri pasien dan terapi lanjutannya sulit dilakukan. Kondisi ini
meliputi :
• Penurunan kesadaran
• Terpasang ventilator
• Intubasi endotrakheal
• Pengaruh Budaya
• Kurangnya pengetahuan
menentukan adanya dan keparahan nyeri pasien. Tidak adanya tanda fisik
pasien.
intensitasnya. Laporan diri pasien harus diperoleh tidak hanya pada saat
1
intirahat, namun selama aktifitas rutin, seperti pada saat batuk, napas
kritis harus menerima gambaran nyeri pasien sebagai sesuatu yang valid.
yaitu :
P : Provokatif/ Paliatif
Q : Quality
R : Region/ Radiation
S : Severity
T : Timing
b. Observasi
terhadap nyeri.
Kegelisahan atau agitasi dapat terlihat pada pasien yang tidak dapat
rumahsakit.
c. Parameter Fisiologis
pernapasan. Oleh karena itu masuk akal apabila observasi terhadap efek
2012)
(misal, depresi, takut, cemas, dan menderita), dan tingkah laku sebagai
respon terhadap emosi dan persepsi yang menuntun observer untuk yakin
1
bahwa seseorang sedang merasakan nyeri (misal, mengeluhkan nyeri,
meringis).
mesin ventilator.
skala ini dibagi atas skala kategorik (tidak sakit, sakit ringan, sakit
sebagai garis horizontal atau vertikal yang ujung-ujungnya diberi nilai “0”
menandakan tidak ada nyeri dan “10” menandakan nyeri yang hebat.
nomor dari skor tingkat nyeri tersebut dari apa yang dirasakan
1
Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual
Analog Scale (VAS). Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya
terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7-
10 = nyeri berat.
wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai rasa nyeri yang
dirasakannya.
baik karena usia, kognitif, maupun karena berada dibawah pengaruh obat
dan respon tingkah laku terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian ketika
2
1) Skala FLACC
Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia 3-7
2) FOUR SCALE
sepenuhnya.
2
tracking
rangsangan nyeri
melokalisasi nyeri).
epileptikus
pupil dan kornea. Refleks kornea di tes dengan meneteskan 2-3 tetes
cairan steril pada kornea dengan jarak 4-6 inchi, cotton swab bisa
B2 : menunjukkan salah satu refleks tidak ada, refleks pupil atau
2
kornea
tidak terintubasi.
2
1) Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT)
Salah satu alat yang paling umum digunakan di ICU adalah Critical-Care
Pain Observation Tool (CPOT), yang telah terbukti dapat diandalkan dan
valid dalam berbagai populasi pasien sakit kritis. Alat ini memerlukan
2
Indikator Skor Deskripsi
otot
tabung endotrakeal)
tujuan perlindungan)
2
ventilator gerakan
(pasien
Batuk tapi masih 1 Batuk, alarm mungkin aktif tapi
diintubasi)
toleran berhenti secara spontan
mengerang
terisak-isak
pasif
pasif
Skor 0-2 untuk setiap kategori, tergantung pada tingkat respon pasien.
bagian penting dari perawatan berkualitas bagi pasien sakit kritis, dan
2
2
penggunaan ukuran nyeri yang valid dapat membantu dalam evaluasi
Karena nyeri dapat berkurang atau pola nyeri dapat berubah, penyesuaian
sakit kritis
adekuat
sesuai kebutuhan.
a. Intervensi Farmakologi
2
harus mencakup obat-obatan non opioid, bahkan apabila nyeri cukup berat
opioid, obat ini menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan
2) Opioid
dosis dan titrasi yang tepat harus sesuai pasien, dan hal ini dapat
2
sulit dilakukan karena banyak pasien sakit kritis yang menderita
Oral IM/IV
(mg) (mg)
lepas-lama, sekali
3
mengalami dosis dan laju penyerapan
distress akut
durasinya sedikit
lebih singkat
dibandingkan
morfin
dibandingkan SSP
morfin
36jam)
3
3) Antagonis opioid
atau terlalu banyak dapat menyebabkan nyeri hebat, gejala putus zat,
3
Lorazepam Untuk sedasi jangka 5-20 menit Asidosis atau gagal ginjal
kebanyakan pasien
atau kontinu
Midazolam Untuk sedasi sadar atau 2-5 menit Terjaga lama dan
pendek
Propofol Sedatif pilihan apabila 1-2 menit Nyeri pada tempat injeksi
1) Modifikasi Lingkungan
jam tidur normal dan menciptakan suatu pola cahaya yang meniru
3
3
2) Distraksi
3) Teknik Relaksasi
doa, atau aktivitas muskular dan upaya sadar untuk menolak pikiran
4) Sentuhan
5) Masase
3
Masase permukaan mengawali respons relaksasi dan terbukti
seringkali sulit diakses pada pasien ICU. Tangan, kaki dan bahu juga
berdasarkan usia
3
Pertimbangan untuk pasien lansia yang mengalami nyeri
ICU
bahasa
konsentrasi puncak yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama
A. Pengkajian
3
kemudian nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan dengan diagnosa
Selain itu, terdapat 14 jenis subkategori data yang harus dikaji yakni
a. Identitas
Identitas pasien yang harus dikaji meliputi nama, jenis kelamin, umur,
3
tidur.
PQRSTsebagai berikut:
angka 1-10?
3
dirasakan,pertanyaan yang ditujukan kepada pasien dapat berupa:
e. Data psikologis
a) Subjektif : -
sendiri, diaforesis
2. Diagnosa keperawatan
4
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
Terdapat tiga penyebab utama nyeri akut menurut (Tim Pokja SDKI
berlebihan.
Gejala dan tanda Nyeri menurut PPNI (2017) adalah sebagai berikut:
a. Mayor
1) Subjektif
Mengeluh nyeri
2) Objektif
a) Tampak meringis
c) Gelisah
4
e) Sulit tidur
b. Minor
1) Subjektif
2) Objektif
e) Menarik diri
g) Diaforesis
3. Perencanaan keperawatan
(Tim
4
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan yaitu luaran positif (perlu
PPNI, 2018).
4
dan tindakan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Label merupakan kata
Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali dengan kata benda
dahulu menetapkan tujuan. Dalam hal ini tujuan yang diharapkan pada
klien dengan nyeriakut yaitu: Tidak mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak
4
Tabel 2
Perencanaan Keperawatan pada Diagnosa Keperawatan dengan Nyeri Akut
NO Diagnosa Luaran Perencanaan Keperawatan
Keperawatan
SLKI SIKI
1 2 3 4
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama:
berhubungan keperawatan selama 3 kali Dukungan Nyeri Akut:
dengan agen 24 jam, maka diharapkan Pemberian analgesik
pendera fisik tingkat nyeri menurun dan Observasi
(prosedur kontrol nyeri meningkat 1) Identifikasi karakteristik
operasi) dengan kriteria hasil: nyeri (mis. pencetus, pereda,
1) Tidak mengeluh nyeri kualitas, lokasi, intensitas,
2) Tidak meringis frekuensi, durasi)
3) Tidak bersikap 2) Identifikasi riwayat alergi
protektif obat
4) Tidak gelisah 3) Identifikasi kesesuaian jenis
5) Tidak mengalami analgesik (mis. narkotika,
kesulitan tidur non-narkotika, atau NSAID)
6) Frekuensi nadi dengan tingkat keparahan
membaik nyeri
7) Tekanan darah 4) Monitor tanda-tanda vital
membaik sebelum dan sesudah
8) Melaporkan nyeri pemberian analgesik
terkontrol 5) Monitor efektifitas analgesik
9) Kemampuan Terapeutik
mengenali onset nyeri 1) Diskusikan jenis analgesik
meningkat yang disukai untuk mencapai
10) Kemampuan analgesia optimal
mengenali penyebab 2) Pertimbangkan pengguanaan
nyeri meningkat infus kontinu, atau bolus
11) Kemampuan oploid untuk
menggunakan teknik mempertahankan kadar dalam
non-farmakologis serum
3) Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien
4
1 2 3 4
Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik danefek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
4
1 2 3 4
Terapeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberiananalgetik
Sumber: Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi danTindakan Keperawatan 2018
4
4. Implementasi keperawatan
PPNI, 2018
urutan yang dibuat pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien (Debora,
5. Evaluasi keperawatan
kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Evaluasi
proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan
4
yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih
diharapkan adalah:
b. Tidak meringis
d. Tidak gelisah
4
g. Melaporkan nyeri terkontrol
5
BAB III
PEMBAHASAN
5
cenderung masuk ke dalam
ruangan intensive care unit ,
penilaian skala nyeri Ketika
diruangan ICU dapat
menggunakan Critical-Care Pain
Observasion Tool ( CCPOT),
penatalaksanaan nyeri dapat
dilakuakn terapi farmakologi dan
non farmakologi, salah satu
terapi non farmakologi yang
banyak dilakukan oleh perawat
adalah mobilisasi dini, mobilisasi
dini merupakan factor utama
yang dapat mempercepat
penurunan skala nyeri, selain
mengurangi nyeri dapat
mencegah luka decubitus,
melatih kekuatan otot. Hasil
penelitian menyatakan bahwa
pentalaksanaan terhadap
penagananan nyeri yang
dirasakan oleh pasien dapat
berupa terapi farmakologis dan
non farmakologis yang bersifat
distraksi dengan Tindakan
mobilisasi dini. Dalam penelitian
disimpulkan bahwa adanya
pengaruh dari mobilisasi dini
terhadap penurunan skala nyeri,
dimana bisa mengontrol skala
nyeri dari sedang ke ringan.
3. Azka Ilham Penerapan Terapi Menjalani perawatan di ruang
Muzaki, Dian Musik Pada Pasien ICU dapat menimbulkan stressor
Hudiyawati Di Ruang Intensive bagi pasien dan keluarga.
Care Unit : Stressor yang dialami pasien
dapat berupa stressor fisik,
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pasien
yang dirawat di ruang ICU
adalah jenis kelamin, lama rawat,
pengalam di rawat, Lingkungan
ICU yang menakutkan, peralatan
Ventilator yang menjadi
penghambat dalam
berkomunikasi, prosedur
invasive, suara mesin yang
bising dan terus menerus,
kehilangan privasi, gangguan
tidur, nyeri, obat-obatan, isolasi
dan kontak minimal dengan
5
orang-roang terdekar merupakan
hal yang membuat perasaan tidak
berdaya. Dengan adanya masalah
yang terjadi di Ruang ICU, terapi
music merupakan salah satu
intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan. Terapi music
merupakan suatu terapi
menggunakan metode alunan
melodi, ritme, dan harmonisasi
suara dengan tepat. Selain dapat
menurunkan Tekanan darah
melalui ritmik music yang stabil
memberikan irama teratur pada
system jantung manusia, kedua
menstimulasi kerja otak, ketoga
meningkatkan imunitas tubuh
dan memberikan kesimbangan
pada detal jantung dan denytut
nadi sehingga terapi music ini
dapat menstabilkan monitoring
hemodinamik. Hasil penelitian
menunjukan bahwa penggunaan
terapi musk yang dipilih yaitu
menggunakan music relaksasi,
music klasik ( turki, Tiongkok,
religi) dan music yang
menenangkan. Terapi music
dapat diberikan dengan durasi 30
menit dan dalam penelitian
disebutkan bisa 50 menit. Setelah
diberikan terapi music outcome
pada pasien dilakukan observasi
yaitu pengukuran fisiologis
pasien ( detak jantung,
respiratory rate, dan saturasi
oksigen) dan nyeri dengan
diberikan secara rutin dapat
berpengaruh terhadap kondisi
pasien. Terpai music ini sebagai
terapi untuk menurunkan
kece,asam dimana apabila pasien
posisi nyaman tidak akan
menambah rasa nyeri yang
dirasakannya. Music dapat
menstimulasi system saraf pusat
untuk memproduksi endorphin,
diaman endorphin ini dapat
menrunkan tekanan darah, heart
rate dan respiratory rate, selain
5
dari berpenagruh pada TTV
terapi music ini dapat
memberikan perasaan yang
positif dan meningkatkan mood
sehingga secara otomatis dapat
meningkatkan kemampuan
memperbaiki diri secara klinis
seperti nyeri dan kcemasan.
4. Agusrianto, Efektifitas Terapi Pasien kritis merupakan dengan
Nirva Rantesigi, Relaksasi Autogenic kondisi yang mengancam jiwa.
Dewi Nurviana Dan Aroma Terapi Pasien kritis dirawat di ruang
Suharto Lavender Terhadap ICU memiliki nilai nkematian
Penurunan Tingkat dan nilai kesakitan yang tinggi.
kecemasan Pasien Pasien kritis di ruang ICU erat
Di Ruang Intensive dengan kaitannya dengan
Care Unita RSUD perawatan secara intensif serta
Poso mobiroting penilaian terhadap
setiap Tindakan yang dilakukan
kepada pasien dan emmbutuhkan
pencatatan medis secara
kontinyu dan berkesinambungan.
Pasien yang dirawat di ICU
dapat mengalami masalah psikis,
seperti nyeri, cemas diaman
dapat melemahkan kondisi
pasien jika tidak segera ditangani
akan mempengaruhi irama
jantung yang tidak beraturan,
nadi cepat, sesak nafas dan
memperburuk keadaan pasien,
Hasil Penelitian menunjukan
bahwa autorelaksasi mampu
menurunkan nyeri dan
kecemasan, relaksasi autogenic
membantu tubuh membawa
perintah melalui autosugesti
untuk rileks sehingga dapat
mengendalikan pernafasan,
tekanan darah, denyut jantung
serta suhu tubuh. Selain
autogenic, pemberian aroma
terapo lavender mampu
menurunkan tingkat nyeri dan
kecemasan hal ono sesuai dengan
teori yang diungkapkan oleh
Maifrisco ( 2012), bahwa
romaterapi dapat mempengaruhi
bagian otak yang berkiatan
dengan mood, emosi, ingatan,
dan pembelajaran. Ini juga
5
berpengaruh pada pasien yang
dalam pengaruh obat atau
penurunan kesadaran.
5. Destiya Dwi Pengaruh Terapi Intensive Care Unit (ICU) adalah
Pangestika, Musik Alfa tempat di rumah sakit yang
Endiyono Terhadap Intensitas menagnai pasien kritis dimana
Nyeri Pasien focus utamanya adalah life
Dengan Ventilator support atau organ support yang
Di Intensive Care membutuhkan pemantauan
Unit ( ICU) secara intensif. Menurut Svahn (
2012) pasien sadar yang
menggunakan ventilator
menyatakan merasakan panik,
sesak nafas, dan nyeri karena
pemasangan tube, dimana hal
tersebut membuat pasien sulit
tidur dan relaks. Nyeri pada
pasien dengan ventilator
memiliki efek serius, maka perlu
dilakukan pengkajian dan
penaganan serius. Jika
pengkajian nyeri dan
intervensinya tidak akurat, maka
dapat berpengaruh signifikan
pada kondisi fisik dan
psikologisnya. Nyeri yang tidak
ditangani akan membuat stress
pada pasien, anggota keluarga,
perawat bahhkan sampai
meningkatkan kematian. Salah
satu factor yang menyebabkan
terhambatnya pengkajian nyeri
adalah pengkajian nyeri memiliki
tingkat kesulitan tersendiri
karena pasien ICU tidak dapat
berkomunikasi secara bebas
larena intubasi atau gangguan
kognitif. Salah satu cara
mengatasi nyeri pasien adalah
dengan memberikan obat sedasi
atau analgetic. Nyeri sering
muncul pada pasien dengan
ventilator meknaik dan dapat
mempengaruhi status Kesehatan
pasien. Instrument pengkajian
nyeri yang dapat digunakan
adalah CCPOT. Terapi ini dapat
menurunkan stress, nyeri,
mengungkapkan perasaan,
meningkatkan daya ingat,
5
meningkatkan komunikasi dan
membantu proses rehabilitasi
fisik. Pengaruh terapi music
terhadap penurunan nyeri pasien
dikarenakan msuik dapat
meningkatkan aktivitas system
saraf parasimpatis dan imunitas,
dimana terapi music ini dapat
diberikan pada pasien ventilator
mekanik karena terbuki dapat
mempengaruhi ttv, nyeri dan
kecemasan.
6. Heru Critical Patient Rasa nyeri pada pasien kritis
suwardiarto, Pain With Sleep merupakan masalah nyata dan
Dyah Ayu Hygiene Care mengganggu pada pasien kritos .
Kartika Wulan Intervention In bebrrapa kondisi pasien kritis
Sari, Intensive Care Unit adalah penurunan tingkat
kesadaran, pergerakan tubuh
terbatas, dan tak bisa
mengungkapkan apa yang
dirasakan termasuk rasa nyeri
yang dirasakannya. Pasien kritis
merupakan pasien dengan
kegagalan organ satu atau lebih
organ target. Pasien untuk
mengungkapkan nyeri pada
dasarnya secara subjektif namun
pada apsien gagal nafas
identfiikasi skala nyeri tidak
dapat dilakukan. Hal ini
membuat perawat perlu
menggunakan metode berbeda
untuk mengetahui skala
nyerinya. Pasien gagal nafas
perlu menggunakan bantu nafas,
ventilator mekanik merupakan
salah satu penyebab terjadinya
nyeri, Tindakan invasive dan
lingkungan yang tidak
mendukung.
Sleep hygiene merupakan
modifikasi lingkungan saat
pasien tdiur malam. Modifikasi
lingkungan berupa pengaturan
suhu, kebisingan dan
pencahayaan ( Fraklas, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa dapat
mempengaruhu tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi nafas.
5
Hal ini menunjukan bahwa
proses istriahat tidur penting
untuk mendukung hemodinamik
pasien dan berespon pada
penurunan nyeri. Pasien kritos di
rawat di ICU perlu terus
diidentifikasi kondisi
hemodinamik sehingga mampu
menunjukan kondisi terbaiknya
dalam proses perbaikan. Proses
perbaikan hemodnimaik dapat
dilakukan dengan Sleep hygiene .
sleep hygiene meningkatkan
kualitas tidur, memperbaiki
regulasi kesimbangan organ, dan
mengistirahatkan organ.
7. Zulkifli B. Pengaruh Mekanisme nyeri dada pada
Pomalango, Thermoterapy pasien penyakit jantung
Nasrun Pakaya terhadap Penurunan disebabkan oleh obstruksi arteri
Tingkat Nyeri Dada koroner atau penurunan curah
Pasien Infark jantung. Hal ini mengurangi
Miocard Acute di suplai darah yang membawa
Ruang ICU RSUD oksigen dan nutrisi yang
Toto Kabila dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme. Salah satu
pengobatan nonfarmakologis
untuk meredakan nyeri dada
adalah hipertermia. Hipertermia
adalah penambahan panas ke
tubuh untuk meredakan gejala
nyeri akut dan kronis. Perawatan
ini efektif dalam menghilangkan
rasa sakit dan meningkatkan
aliran darah dengan melebarkan
pembuluh darah. Hal ini tidak
hanya meningkatkan suplai
oksigen dan nutrisi ke jaringan,
tetapi hipertermia meningkatkan
elastisitas otot dan mengurangi
kekakuan otot. Metode ini terdiri
dari menempatkan paket panas
atau handuk kecil yang
dipanaskan hingga 50°C di depan
dada dua kali sehari selama 12
menit. Hasil penelitian
menunjukan bahwa setelah
diberikan thermotherapy terdapat
pengaruh terhadap nyeri yang
dirasakan pasien dengan terapi
ini juga menurunkan tekanan
5
darah, heart rate dan respiratiry
rate. Termoterapi lokal dapat
mengurangi atau meredakan
nyeri jantung dengan menekan
metabolit sebagai mediator nyeri.
Efektivitas termoterapi lokal
dalam meningkatkan nyeri pada
pasien dengan ACS dapat
dikaitkan dengan peningkatan
perfusi miokard karena penyebab
utama nyeri adalah penurunan
perfusi miokard. Faktanya,
mediator nyeri, seperti bradikinin
dan metabolit histamin,
dikeluarkan dari sumber lokasi
nyeri. Selain itu, stimulasi
reseptor termal meningkatkan
sekresi endorfin oleh sistem
kontrol nyeri serabut desenden
penghambatan (blok) sinyal
nosiseptif, sehingga mengurangi
rasa sakit. Di sisi lain, hal itu
menyebabkan duplikasi endotel
dan peningkatan sekresi oksida
nitrat, sehingga meningkatkan
perfusi miokard yang mengarah
pada pengurangan nyeri
8. Lailil Faizah Pengaruh Pijat Terapi pijat refleksi merupakan
Refleksi Terhadap salah satu teknik yang
Penurunan Nyeri memberikan efek penurunan
Pada Pasien kecemasan dan ketegangan otot,
Dilakukan Tindakan sehingga mampu memblok atau
Suction Dirumah menurunkan nyeri, pada
Sakit Wava Husada penerapan pijat refleksi
dilakukan pada sejumlah pusat-
pusat saraf dibagian tangan dan
kaki yang dilakukan sekitar ±20-
30 menit pada masing-masing
bagian telapak dan kaki untuk
mencapaihasil relaksasi yang
maksimal. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa pijat
refleksi tangan dan kaki
bermanfaat pada penurunan
nyeri, berdasarkan penelitian
yang dilakukan Jongseon dkk
menunjukkan bahwa pijat
refleksi bermanfaat untuk
menurunkan dan meringankan
kelelahan, memudahkan tidur
5
serta mengurangi nyeri. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan
pada pasien yang dilakukan
tindakan suction sebelum
dilakukan pijat refleksi
mengalami nyeri berat dan
sangat berat. Tingkat nyeri pada
pasien yang dilakukan tindakan
suction setelah dilakukan pijat
refleksi mengalami penurunan
dari berat - sangat berat menjadi
nyeri sedang hingga nyeri ringan.
Dengan demikian maka Pijat
refleksi mempengaruhi
penurunan tingkat nyeri pada
pasien yang dilakukan tindakan
suction.
3.2 Pembahasan
dan multidimensi. Pengalaman nyeri pada pasien kritis adalah akut dan
pada daerah sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh
jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia tersebut antara
5
mengalami berbagai ketidaknyamanan, salah satunya nyeri. Berbagai
Nyeri pasca operasi terjadi karena adanya proses inflamasi yang dapat
masuk ke dalam ruangan intensive care unit , penilaian skala nyeri Ketika
non farmakologi, salah satu terapi non farmakologi yang banyak dilakukan
nyeri dapat mencegah luka decubitus, melatih kekuatan otot. Dari hasil
6
menstimulasi kerja otak, ketoga meningkatkan imunitas tubuh dan
system saraf parasimpatis dan imunitas, dimana terapi music ini dapat
mood, emosi, ingatan, dan pembelajaran. Ini juga berpengaruh pada pasien
6
penambahan panas ke tubuh untuk meredakan gejala nyeri akut dan
terdapat pengaruh terhadap nyeri yang dirasakan pasien dengan terapi ini
pada sejumlah pusat-pusat saraf dibagian tangan dan kaki yang dilakukan
sekitar ±20-30 menit pada masing-masing bagian telapak dan kaki untuk
bahwa pijat refleksi tangan dan kaki bermanfaat pada penurunan nyeri,
cenderung stabil dikarenakan pasien dalam keadaan rileks dan tenang tidak
dengan jurnal temuan bahwa nyeri pada pasien kritis sulit dikaji karena
6
keterbatasan pasien dalam menunjukan nyerinya, dalam pengaruh obat(
sesuai dengan keluhan yang dirasakan pasien. Dari berbagai terapi temuan
jurnal dapat disimpulkan bahwa terapi farmakologi saja tidak cukup harus
pasien.
6
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
fase kritis (Musliha, 2012). Pasien yang dirawat di ICU diperkirakan 71%
pneumonia.
sensasi kejut, atau seperti dijepit. Nyeri ini dibagi menjadi tiga kategori
utama yaitu nyeri deaferentasi akibat kerusakan, nyeri yang melewati jaras
6
celah sinaptik mentransmisi informasi dari satu neuron ke neuron
berikutnya.
pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang
interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana
6
tekanan darah, denyut nadi, laju respirasi, dan menurunkan saturasi
4.2 Saran
mengenai terapi penurunan nyeri pada pasien kritis di ruang Intensive Care
Unit (ICU) dengan menggunakan metode audio seperti lagu yang tenang,
6
DAFTAR PUSTAKA
Pain Scale toAssess Pain in Conscious Sedated Patients." Critical Care and
Trauma 110.
America, MosbyElsevier.
Asuhan
Holistik.Jakarta, EGC.
6
Skrobik, Y dan Chanques G. (2013). “The pain, agitation, and delirium practice
6
guidelines foradult Criticall ill patients: a post-publication perspective”.
Infermieristica E Ricerca
Urden, L. and Stacy K. (2010). Critical Care Nursing Diagnosis ang Management.
Critical Care
6
LAMPIRAN
PENGARUH PIJAT REFLEKSI TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN
DILAKUKAN TINDAKAN SUCTION DIRUMAH SAKIT WAVA HUSADA
Abstrak: Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial atau menggambarkan kondisiterjadinya kerusakansehingga
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan akibat dari rusaknya jaringan pada tubuh, Nyeri
juga bisa dialami oleh siapa saja baik anak-anak atau dewasa, bahkan untuk pasien tidak sadar pun
juga bisa mengalami nyeri. Pada pasien yang tidak sadar, sering sekali terjadi kondisi dimana
memerlukan tindakan suction, dan suction sendiri menimbulkan nyeri yang berat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh pijat refleksi terhadap penurunan nyeri pada pasien yang
dilakukan tindakan suction. Penelitian ini merupakan penelitian semu yang menggunakan teknik
sampling pada 33 responden penurunan kesadaran, memerlukan tindakan suction dan bersedia
dilakukan tindakan pijat refleksi pada bulan Mei – Juli 2018. Alat pengukuran nyeri menggunakan
Critical-Care Pain Observation Tool. Analisa data menggunakan Friedman dan Wilcoxon. Hasil
penelitian ini didapatkan bahwa pasien yang dilakukan tindakan Suction mengalami Nyeri berat
hingga sangat berat (pre test). Dan setelah dilakukan pijat refleksi nyeri pasien menurun hingga
nyeri sedang sampai nyeri ringan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pijat refleksi
mempengaruhi penurunan nyeri pada pasien dilakukan tindakan Suction di Rumah Sakit Wava
Husada.
Tabel 2 Tabel distribusi frekuensi tingkat nyeri responden setelah dilakukan pijat refleksiyang
pertama (Post test /O2)
No Skor Interpretasi F Persentase
CPOT
1 0-2 Nyeri Ringan 0 0%
2 3-4 Nyeri sedang 11 39 %
3 5-6 Nyeri berat 15 54 %
4 7-8 Nyeri sangat berat 7 7%
Tabel diatas menunjukkan bahwa setelah (39%) mengalami nyeri sedang dan ada 7
dilakukan tindakan pijat refleksi yang responden (7%) yang mengalami nyeri
pertama, terdapat 15 resonden (54%) yang sangat berat
mengalami nyeri berat, dan 11 responden
Tabel diatas menunjukkan bahwa setelah responden yang mengalami nyeri sangat
dilakukan tindakan pijat refleksi yang berat atau nyeri ringan.
kedua, terdapat 20 resonden (71 %) yang D. Tingkat Nyeri responden yang
mengalami nyeri sedang , dan 8 responden dilakukan tindakan suction setelah
(29%) mengalami nyeri berat tidak ada dilakukan pijat refleksi (Post
Test/O4)
Berikut adalah tingkat nyeri responden saat dibawah merupakan tabel distribusi
dilakukan suction setelah dilakukan frekuensi tingkat nyeri saat dilakukan
tindakan pijat refelksi yang ke 3, tabel suction setelah pijat refleksi yang ke 3.
Tabel 4 Tabel distribusi frekuensi tingkat nyeri post test ke 3
No Skor Interpretasi F Persentase
CPOT
Tabel diatas menunjukkan nilai rata-rata saat pre test yakni 5,15 atau nyeri berat,
tingkat nyeri pasien yang dilakukan dan terendah adalah pada nilai rata- rata
tindakan suction baik pre dan post test, post test ke 3 yaitu 3,39 atau nyeri sedang.
Rata-rata tertinggi nyeri pasien dialami
G. Rangking rata-rata tingkat nyeri pada tiap waktu pengukuran
Tabel 7 Tabel rangking rata-rata tingkat nyeri pada tiap waktu pengukuran
Analisa wilcoxon diatas dapat diketahui 2 lebih rendah dari tingkat nyeri post test
bahwa tingkat nyeri pada post tes I lebih ke1 dan tingkat nyeri pasien post test ke 3
kecil dari pre test, tingkat nyeri post tes ke lebih kecil dari post test ke 2
Test Statisticsa
Post test 1 - Pre Post test 2 - Post Post test 3 - Post
Test test 1 test 2
Z -2,810b -2,738b -3,877b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,005 ,006 ,000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
Dari tabel statistik diatas dapat diketahui yakni Pijat refleksi mempengaruhi nyeri
bahwa terdapat pengaruh yang significan pada pasien dilakukan tindakan suction.
antara post tes 2 ke post test ke 3 dalam
menurunan nyeri, sehingga H1 diterima
PEMBAHASAN bahwa pijat refleksi mampu menurunkan
Pengaruh nyeri pada pasien yang tingkat nyeri secara efektif adalah setelah
dilakukan suction setelah dilakukan dilakkan pijat refleksi yang ke 3. Hal ini
tindakan pijat refleksi di Rumah sakit sesuai dengan teori yang mengatakan
Wava Husada. bahwa pijat refleksi tidak bisa langsung
Nyeri pada pasien tidak sadar yang memberikan efek jika dilakukan sekali
dilakukan pengukuran dengan menggnakan saja. Pijat refleksi harus dilakukan
CPOT merupakan informasi yang penting beberapa kali hingga menimbulkan efek
bagi pasien yang secara kesadaran tidak yang diinginkan atau dilakukan secara
dapat megungkapkan secara verbal rutin. (Puput, 2015). Hal ini juga sesuai
nyerinya. Pada pretest pasien mengalami dengan teori bahwa pijat refleksi ini
nyeri berat sebanyak 17 responden (61%) bekerja menggunakan jalur gelombang
mengalami nyeri berat hal ini sesuai energi/Chi yang berhubungan dengan
dengan teori bahwa Suction adalah suatu penyebaran syaraf pada bagian organ tubuh
tindakan membuang secret atau mucus dengan cara menekan atau merangsang
dengan memasukkan selang cateter suction titik zona secara berulang-ulang sehingga
melalui mulut pasien, nasopahring atau akan menyampaikan gelombang energi
endotrakeal pasien. (Smeltzer, 2001) dan tambahan ke jaringan atau organ tubuh
efek dari suction itu juga menimbulkan tertentu dan tubuh akan memberikan reaksi
nyeri. Dalam penelitian Zahra S. Hadian & dan aliran darah akan menjadi normal, sisa
Raheleh S Sabet, (2013) menyebutkan metabolisme akan dikeluarkan dari tubuh
bahwa dalam melakukan tindakan suction dengan gejala seperti kulit akan kemerah-
akan menyebab kan nyeri sedang hingga merahan atau gatalsebagai reaksi
berat. Sebanyak 61 % dan berangsur pemulihan akan hilang jika terapi
menurun sebanyak 54 % setelah tindakan dilakukan berulang-ulang. (Nurgiwati,
pijat refleksi yang pertama, kemudian 29% 2015).
setelak pijat refleksi yang ke 2 dan
menurun hingga 7 % setelah pijat refleksi KESIMPULAN DAN SARAN
yang ke 3. KESIMPULAN
1. Pasien yang dilakukan tindakan suction
Tingkat nyeri yang dirasakan pasien saat sebelum dilakukan pijat refleksi
post test tidak menunjukkan perubahan mengalami nyeri berat dan sangat berat
yang signifikan, sehingga nyeri tidak turun, 2. Tingkat nyeri pada pasien yang
yakni pada analisa statistik menunjukkan dilakukan tindakan suction setelah
bahwa nilai significan adalan 0,002 dilakukan pijat refleksi mengalami
sehingga nilai p>0,001, pada post tes ke 2 penurunan dari berat - sangat berat
juga masih belum mempengaruhi tingkat menjadi nyeri sedang hingga nyeri
nyeri responden, yakni nilai sig 0,10 ringan
(p<0,001), pada post test ke 3 (O4) pijat 3. Pijat refleksi mempengaruhi penurunan
refleksi baru mampu menurunkan tingkat tingkat nyeri pada pasien yang
nyeri responden dengan nilai sig 0.000 dilakukan tindakan suction.
(p<0,001). Sehingga dapat disimpulkan
SARAN ICU. The Soedirman Jurnal of
1. Bagi Peneliti Nursing, 1-7.
Memberikan wawasan baru dalam riset C.Gelinas. (2004). Management of pain in
keperawatan dan hasilnya dapat menjadi cardiac surgery intensive care unit
hal baru dalam perencanaan patients. Lange Medica, 123.
keperawatan yang dapat diaplikasikan Carol Samuel, P. F. (2014). Reflexology
khususnya untuk meningkatkan status and Pain Managemen. Autumn, 1-14.
kesehatan pasien Corwin, E. (2001). Handbook Of
2. Bagi Institusi Pendidikan Phatophysiology. Jakarta: EGC.
Semakin meyakinkan untuk mencapai Hendy Lesmana, T. W. (2015). Analisis
visi misi S1 prodi keperawatan Dampak Penggunaan Varian
kendedes bahwa terapi komplementer Tekanan
masih sangat luas untuk dikembangkan Suction terhadap Pasien. Jurnal Universitas
dalam perkembangan praktik mandiri Padjajaran, 129.
keperawatan. Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian
3. Bagi Lahan Penelitian Keperawtan dan Teknik Analisis
Dapat menjadi pertimbangan dalam Data.
pengambilan kebijakan tentang asuhan Jakarta: Salemba Medika.
keperawatan komplementer yang dapat Husada, R. S. (2017). Buku Profil Rumah
di aplikasikan ke pasien dalam Sakit Wava Husada. Kepanjen.
meningkatkan status kesehatan pasien Jansen, M. P. (2008). Managing Pain
dan menurunkan nyeri pada pasien. In The Older Adult. New York: LLC
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Publishing Company.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai Jay, G. W. (2007). Cronic Pian (Pain
acuan untuk penelitian sejenis dengan Management). In G. W. Jay, Cronic
penyebab nyeri yang lain yang harus di Pian (Pain Management) (pp. 1-316).
atasi. Newyork: Informa.
Linda Bell, R. M. (2015). Using
DAFTAR PUSTAKA Endotracheal Suctioning For
Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Patients. American Journal of
Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar- Critical Care, 218-325.
ruzz Media. Long, B. (1996). Essential of Medical-
Ardinata, d. (2007). Multidimensional Surgical Nursing, A Nursing
Nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah Approach, Volume 2. Bandung:
Sumatera Utara, 77. IAPK Bandung.
Arikunto, S. (2010). prosedur penelitian. Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan
Jakarta: PT Rineka Cipta. Klien Dengan Gangguan Sistem
Atika Pretty Amalia¹, S. S. (2007). Pernapasan. Jakarta: Salemba
Hubungan tingkat pengetahuan Medika.
dengan kemampuan melaksanakan Notoatmojo, P. D. (2010). Metodologi
tindakan penghisapan endir di ruang Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Rieneka Cipta.
Nurgiwati, E. (2015). Terapi ALternafif Metodologi Penelitian Kuantitatif
dan Komplementer dalam Kualitati dan R&D.
Keperawatan. Bandung: Alfabeta.
Bogor: In Media. Talbot, L. A. (1997). Pengkajian
Padmosantjojo. (2000). Keperawatan Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Bedah Saraf. Jakarta: FKUI. Perry, Tamsuri, A. (2007). Konsep dan
A. G. (1994). ..Keterampilan Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:
Prosedur Dasar. Jakarta: EGC. EGC. Trihendradi, C. (2013). Step
Prise VE, H. D. (2005). Pathophysiology, By Step: IBM SPSS 21: Analisa
clinical concept of disease processes. Data Statistik.
4th edition. Alih Bahasa. Jakarta: EGC. Jakarta: Andi Publisher.
Puput, A. (2015). Pijat Refleksi. Zahra S. Hadian, R. M., & Raheleh S
Yogyakarta: Pustakabarupress. Sabet, R. M. (2013). The Effect of
Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Endotracheal Tube Suctioning
Keperawatan Medikal Bedah. Education of Nurses on Decreasing.
Jakarta: EGC. Sugiyono, P. (2011). Iranian Journal of Pediatrics,, 340-
344
JIUBJ
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(2), Juli 2022, 1142-1144
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat universitas Batanghari Jambi
ISSN 1411-8939 (Online), ISSN 2549-4236 (Print)
DOI 10.33087/jiubj.v22i2.2338
Abstrak. Nyeri dada pada pasien Infark Miokard Akut merupakan gejala yang timbul akibat adanya sumbatan pada arteri
koronaria yang menjadi masalah serius, dikarenakan akan menyebabkan penurunan curah jantung, sehingga suplai darah yang
membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan atau sel ikut menurun. Penggunaan yang tepat dari analgesik atau dengan kombinasi
merupakan penatalaksanaan yang paling efektif untuk menurunkan intensitas nyeri. Namun, pada kenyataannya tidak semua nyeri
dapat diintervensi dengan analgetik sistemik. Salah satu penatalaksanaan non farmakologi untuk mengurangi nyeri dada yaitu
dengan menggunakan thermotherapy atau pemberian aplikasi panas pada tubuh untuk mengurangi gejala nyeri akut maupun nyeri
kronis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh thermoterapi terhadap penurunan tingkat nyeri pasien Infark Miocard
Acute di Ruang ICU RSUD Toto Kabila. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan Quasi Experiment One Group Pretest-
Posttest Design. Sampel yang digunakan adalah 30 pasien yang ditentukan dengan Accidental Sampling. Data dikumpul
menggunakan lembar observasi tingkat nyeri dan dianalisis dengan Wilcoxon Rank Test. Hasil penelitian didapatkan terdapat
pengaruh thermotherapy terhadap penurunan tingkat nyeri dada pada pasien infark miocard acute, sebelum diberikan
thermotherapy tingkat nyeri dada dengan nilai mean 6.40, SD 0,516 dan setelah diberikan diberikan thermotherapy tingkat nyeri
dada dengan nilai mean 2.40, SD 0,699. Hasil uji statistik didapatkan uji wilcoxon rank test dengan nilai pvalue 0,004 (<α 0,05).
Disarankan thermotherapy menjadi tindakan nonfarmakologi , khususnya intervensi keperawatan untuk dapat menurunkan tingkat
nyeri dada pada pasien Infark Miocard Acute.
Abstract. Chest pain in patients with acute myocardial infarction is a symptom that arises due to blockage in the coronary
arteries which is a serious problem, because it will cause a decrease in cardiac output, so that the blood supply that carries
oxygen and nutrients to tissues or cells also decreases. Appropriate use of analgesics or in combination is the most effective
management for reducing pain intensity. However, in reality not all pain can be intervened with systemic analgesics. One of the
non-pharmacological treatments to reduce chest pain is to use thermotherapy or application of heat to the body to reduce
symptoms of acute pain and chronic pain. This study aims to determine the effect of thermotherapy on the pain level of patients
with acute myocardial infarction in the ICU room of RSUD Toto Kabila. This study uses a Quasi Experiment One Group Pretest-
Posttest Design. The sample used was 30 patients who were determined by Accidental Sampling. Data were collected using a pain
level observation sheet and analyzed using the Wilcoxon Rank Test. The results showed that there was an effect of thermotherapy
on decreasing the level of chest pain in patients with acute myocardial infarction, before being given thermotherapy the chest pain
level with a mean value of 6.40, SD 0.516 and after being given thermotherapy chest pain level with a mean value of 2.40, SD
0.699. The statistical test results obtained the Wilcoxon rank test with a p-value of 0.004 (<α 0.05). It is recommended that
thermotherapy be a non-pharmacological action, especially nursing interventions to reduce the level of chest pain in patients with
acute myocardial infarction.
114
Zulkifli B. Pomalango dan Nasrun Pakaya, Pengaruh Thermoterapy terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Dada Pasien Infark
Miocard Acute di Ruang ICU RSUD Toto Kabila
peningkatan perfusi miokard karena penyebab utama Potter, P. A. et al. 2016, Fundamentals of Nursing: Ninth
nyeri adalah penurunan perfusi miokard. Faktanya, Edition, The American Journal of Nursing.
mediator nyeri, seperti bradikinin dan metabolit Sembiring, 2018, Karakteristik Penderita Fraktur Femur
histamin, dikeluarkan dari sumber lokasi nyeri. Selain Akibat Kecelakaan Lalu Lintas, RSUP Haji Adam
itu, stimulasi reseptor termal meningkatkan sekresi Malik Medan.
endorfin oleh sistem kontrol nyeri serabut desenden Shin, H. J. et al. 2020, Thermotherapy plus neck
penghambatan (blok) sinyal nosiseptif, sehingga stabilization exercise for chronic nonspecific neck
mengurangi rasa sakit. Di sisi lain, hal itu menyebabkan pain in elderly: A single-blinded randomized
duplikasi endotel dan peningkatan sekresi oksida nitrat, controlled trial, International Journal of
sehingga meningkatkan perfusi miokard yang mengarah Environmental Research and Public Health. doi:
pada pengurangan nyeri (G.D., P.J. and Y., 2006) 10.3390/ijerph17155572.
Sjamsuhidajat and De Jong, W. (2017) Sjamsuhidajat R,
SIMPULAN de Jong W. 4th edn. Jakarta: EGC.
Terdapat pengaruh thermoterapy terhadap WHO, 2017, Media Centre: Cardiovascular disease,
penurunan tingkat nyeri pada pasien Infark Miocard World Health Organization, 1–5.
Acute di Ruang ICU RSUD Toto Kabila. Thermotherapy
menggunakan Hot pack, kantong yang berisi gel silikat
yang dihangatkan menggunakan pemanas air hingga
500C, setiap tindakan diiletakkan dibagian depan dada
selama 20 menit setiap 12 jam selama 24 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A. and Maulani. 2018, Faktor Resiko Infark
Miokard di Kota Jambi, Jurnal Endurance, 3(1).
Badran, D., Abreu, P. and Restivo, M. T. 2019, Effect of
Local Heat Application on Physiological Status
and Pain Intensity among Patients with Acute
Coronary Syndrome, 2019 5th
ExperimentInternational Conference (Exp.at’19),
476–480.
G.D., G., P.J., R. and Y., L. 2006, Infrared therapy for
chronic low back pain: A randomized, controlled
trial, Pain Research and Management.
Irmalita, 2015, Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta, Badan
Penerbit FKUI.
Kemenkes, R. 2019, Riskesdas 2018, Riset Kesehatan
Dasar.
Kneale, J. and Davis, P. 2011, Keperawatan Ortopedik
dan Trauma. 2nd edn. Jakarta: EGC.
Mohammadian, B. et al. 2017, The effects of local heat
therapy in the posterior part of chest on
physiologic parameters in the patients with acute
coronary syndrome: A randomized double-blind
placebo-controlled clinical trial, Scientific Journal
of Kurdistan University of Medical Sciences.
Moradkhani, A. et al. 2018. Effects of Local
Thermotherapy on Chest Pain in Patients with
Acute Coronary Syndrome: A Clinical Trial,
Jundishapur Journal of Chronic Disease Care.
doi: 10.5812/jjcdc.69799.
Neff, D. et al. 2016, Thermotherapy reduces blood
pressure and circulating endothelin-1
concentration and enhances leg blood flow in
patients with symptomatic peripheral artery
disease, American Journal of Physiology -
Regulatory Integrative and Comparative
Physiology. doi: 10.1152/ajpregu.00147.2016.
114
CENDEKIA UTAMA P-ISSN 2252-8865
Jurnal Keperawatan dan E-ISSN 2598 – 4217
Kesehatan Masyarakat Vol. 9, No.1 Maret 2020
STIKES Cendekia Utama Kudus Tersedia Online:
htpp://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
ABSTRAK
ABSTRACT
During the intensive care period, the patient requires intensive examination and
therapy, therefore the patient requires many routine procedures and treatments,
which often cause discomfort and discomfort. Pain management is done by the
management of pharmacological and non-pharmacological therapies. Non-
pharmacological therapy is proven to use music therapy, while this study uses
gamelan music therapy. The purpose of this study was to study changes in
intensity in patients given gamelan music therapy. The research method used was
quasi-experimental. The sampling technique used purposive sampling with 25
1
respondents in the group given gamelan music therapy. The instruments used
were Verbal Discriptor Scale (VDS) and Critical-Care Pain Observational Tool
(CPOT). Data collection was done by measuring the combination before and
assisting gamelan music therapy. Analysis of the data used to understand changes
in complexity is the Wilcoxon test. The results showed that with gamelan music
therapy there was a change in intensity using either VDS or CPOT with p = 0.001
and p = 0.002. So it can be interpreted as the mean score of the pre-test and post-
test pain intensity in the group. Results of the study can be input for nurses in the
management of non-pharmacological care for patients. For further researchers
can conduct research with other cultural groups, or compare Javanese gamelan
music therapy with other classical music.
2
PENDAHULUAN
Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan
terapi yang intensif, oleh sebab itu pasien kritis menjalani banyak prosedur rutin
dan perawatan yang sering menimbulkan rasa tidak nyaman dan nyeri.
Pengalaman nyeri pada pasien perawatan kritis kebanyakan adalah akut dan
memiliki banyak sebab (Arbour, 2008). Penelitian Puntillo et al (2001)
melaporkan bahwa lebih dari 50% pasien kritis mengalami nyeri sedang sampai
berat. Banyaknya intervensi dan tindakan yang dilakukan di ruang ICU
menyebabkan peningkatan rasa nyeri pada pasien yang dirawat di ruang ICU.
Konsekuensi dari nyeri akut yang tidak ditangani pada pasien sakit kritis
meliputi peningkatan kadar hormon katekolamin dan hormon stress yang
potensial menyebabkan takikardi, hipertensi, peningkatan kebutuhan oksigen dan
penurunan perfusi jaringan dan nyeri. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi rasa nyeri adalah terapi farmakologi dan non farmakologi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi rasa nyeri adalah terapi
farmakologi dan non farmakologi. Tindakan farmakologi yaitu dengan
memberikan obat-obatan seperti obat analgesik, analgesik non narkotika dan obat
anti inflamasi non steroid (Potter & Perry, 2006). Teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri diantaranya adalah massage effluerage, teknik relaksasi dan
teknik distraksi. Distraksi yaitu memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu hal
atau melakukan pengalihan perhatian ke hal-hal diluar nyeri. Distraksi dapat
dilakukan dengan cara distraksi penglihatan (visual), distraksi intelektual
(pengalihan nyeri dengan kegiatan-kegiatan), dan distraksi pendengaran (audio)
(Andarmoyo, 2013)
Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang
sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk
obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit
(Smeltzer & Bare, 2010). Salah satu tindakan non farmakologis adalah distraksi.
Distraksi mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain, dengan demikian dapat
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Salah satu distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat
menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian
seseorang dari nyeri.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimen,dengan design one
grup pre test and post test. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr.
Loekmonohadi Kudus ruang ICU (Intensive Care Unit). Sampel berjumlah 25
responden, dengan tekhnik penentuan sampel yaitu purposive sampling dimana
kelompok tersebut mendapatkan intervensi musik gamelan.
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini
adalah lembar observasi yang digunakan observer untuk menanyakan pada pasien
tingkat intensitas nyerinya dengan menggunakan Verbal Descriptor Scale (VDS),
sedangkan untuk obyektifitas pasien peneliti menggunakan Critical-Care Pain
Observation Tools (CPOT). Headphone merupakan media yang digunakan untuk
mendengarkan alunan musik yang telah ditentukan sebagai terapi. Headphone
tersebut terhubung dengan mp3 yang sudah diisi musik dengan jenis musik Jawa
3
Tengah yaitu langgam jawa dengan iringan instrumen gamelan dengan acuan
lagu laras pelog. Alat mp3 dan headphone yang digunakan sebanyak 10 mp3 dan
10 headphone dengan merk blitzh. Musik gamelan tersebut diberikan dua kali
sehari dengan durasi 30 menit selama 4 hari. Pemberian terapi musik dan
observasi dilakukan pada pukul 10.00 wib dan 16.00 wib dengan alasan
menyesuaikan dengan kondisi ruangan dan memaksimalkan stimulasi yang
diberikan.
Tabel 1. Uji statistik intensitas nyeri pre test dan post tes menggunakan Verbal
Descriptor Scale (VDS) dan Critical Pain Observation Tool (CPOT) di
Intensive Care Unit (ICU) RSUD Kudus (n=25)
Rata-rata
Gamelan Z P
Pre test Post test
VDS 5.67 4.13 -3.375 0,001
CPOT 4.40 3.13 -3,126 0,002
*Uji wilcoxon
Tabel diatas memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pre test dan
post test intensitas nyeri menggunakan Verbal Descriptor Scale (VDS) dan
Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT) pada kelompok gamelan. Hasil uji
statistic menunjukkan bahwa nilai p=0,001dan p=0,002, sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor pre test dan post test
intensitas nyeri pada kelompok tersebut.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata pre test dan post test
pada kelompok terapi musik gamelan yang menggunakan VDS dan CPOT
menunjukkan nilai p=0,001 dan p=0,002 sehingga dapat diinterprestasikan bahwa
terdapat perbedaan rata-rata skor pre test dan post test intensitas nyeri pada
kelompok yang diberikan terapi musik gamelan.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Oktavia (2013) tentang musik gamelan jawa, terdapat perbedaan nyeri
dengan perlakuan kelompok musik tradisional gamelan jawa dan kontrol yang
didapatkan hasil p=0,022. Musik gamelan merupakan musik yang dihasilkan oleh
beberapa jenis alat musik. Musik gamelan dinyatakan sebagai musik yang
dihasilkan oleh kreativitas budaya yang tinggi karena keanekaragaman alat, irama,
dan nada yang dihasilkan. Kolaborasi berbagai instrumen yang berbeda pada
gamelan jawa memberikan struktur tersendiri baik untuk improvisasi dalam terapi
musik.
Terapi musik gamelan ini mempunyai tujuan membantu mengekspresikan
perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi
suasana hati dan emosi, meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan
yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Dengan
demikian, terapi musik gamelan juga diharapkan dapat membantu mengatasi stres,
mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan, 2006)
4
Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang
spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh
berbagai faktor yang saling berinteraksi usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri
sebelumnya,budaya, faktor fisik, psikososial, dan lingkungan. Namun dalam
penelitian ini tidak semua faktor diatas diteliti.
Pendekatan budaya sangat melatarbelakangi pola musik tertentu, dalam hal
ini budaya Jawa Tengah. Bahkan Gregory dan Verney’s menyatakan bahwa
respon afektif akan lebih ditentukan oleh tradisi dan budaya (Djohan, 2010).
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kim et al (2011) menggunakan musik
tradisional pada pasien stroke dan mendapatkan hasil bahwa terapi musik yang
diberikan pada pasien stroke dengan jenis musik tradisional memiliki efek positif
pada suasana hati pasien.
Pemberian teapi musik disesuaikan dengan latar belakang pasien, pemilihan
musik gamelan jawa sebagai musik orang jawa menjadi pilihan pada pasien
dewasa yang mengalami masalah gangguan rasa nyaman. Hal ini sejalan dengan
penelitian Purwanto (2008) yaitu jenis musik yang banyak disukai oleh subyek
peneliti adalah musik jawa diantaranya gamelan, campursari, dan lagu-lagu jawa
lainnya. Hal ini cukup beralasan sebab musik tersebut sesuai dengan budaya
setempat yaitu budaya jawa dan usia subyek penelitian kebanyakan rata-rata usia
40-50 tahun, dimana usia tersebut mengenang lagu daerah yang pernah
didengarkan/disukai. Campbell dalam Feriyadi (2012) menunjukkan bahwa musik
yang sesuai dengan kesukaan menghasilkan stimulan yang bersifat ritmis.
Stimulan ini kemudian ditangkap pendengaran kita dan diolah dalam sistem saraf
tubuh serta kelenjar otak yang mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme
internal pendengarnya. Ritme tersebut yang mempengaruhi metabolisme tubuh
manusia sehingga prosesnya berlangsung lebih baik.
Ekspresi musik sangat terkait dengan perilaku yang berdasarkan budaya
seperti gerak, cara bicara, dan sikap tubuh. Karena budaya berbeda, maka
hubungan antara berbagai rangsangan elemen musik tertentu yang dihasilkan juga
berbeda. Suku Jawa merupakan suku yang ada di Indonesia yang tenang dan sikap
santun yang tinggi. Gamelan jawa menonjolkan kestabilan mental terletak pada
suara musik yang tidak hingar bingar tetapi enak didengar karena keteraturan
irama (Salim, 2005). Begitu pula dengan penelitian dari Suhartini (2011) yang
telah menggunakan terapi musik gamelan jawa pada pasien penyakit jantung di
RS Karyadi Semarang, dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa musik gamelan
dapat dijadikan sebagai musik untuk menurunkan sensasi nyeri dan dinyatakan
juga bahwa musik gamelan jawa dapat dipergunakan sebagai terapi musik.
5
musik tradisional Jawa Tengah yang sesuai dengan latar belakang pasien, dimana
mereka sudah mengenal dan mendengar musik gamelan sebelumnya.
Saran
Saran bagi pelayanan kesehatan dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi
alternatif dalam manajemen nyeri non farmakologis bagi pasien, khususnya di
area keperawatan kritis terapi musik gamelan dapat dijadikan sebagai terapi musik
dalam melakukan asuhan keperawatan dan menjadikan nilai intensitas nyeri
sebagai bagian dari monitoring pasien selain monitoring hemodinamik sehingga
dapat menjadi panduan dalam manajemen nyeri. Peneliti selanjutnya disarankan
untuk meneliti terapi musik yang dilakukan pada kelompok budaya lain, dan
sampel yang lebih besar. Selain itu, peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti
penggunaan terapi musik gamelan jawa dibandingkan dengan terapi musik yang
lain dan lebih spesifik ke diagnosa medis tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
6
134 | Destiya Dwi Pangestika, Endiyono / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.1 (2020) 134-139
Abstrak
Latar Belakang Pasien yang dirawat di ICU (Intensive Care Unit) banyak yang menggunakan
ventilator mekanik. Penggunaan ventilator mekanik dapat menyebabkan nyeri pada pasien karena masuknya
benda asing ke dalam mulut pasien. Managemen nyeri yang tidak akurat dapat menyebabkan perubahan
fisiologis dan psikologis yang signifikan. Salah satu cara untuk mengurangi nyeri adalah menggunakan
terapi musik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap nyeri pada
pasien dengan ventilator. Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain quasi
eksperimental dengan one group design (pretest-posttest). Hasil Berdasarkan hasil analisa menggunakan
software statistik “R”, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan rerata skor nyerisebelum dan sesudah
diberikan terapi musik (p value=0,004). Kesimpulan Terapi Musik dapat menurunkan nyeri pada pasien
dengan ventilator mekanik.
Kata Kunci: Nyeri, Terapi Musik, Ventilator Mekanik,
Abstract
Background Many patients treated in ICU (Intensive Care Unit) use mechanical ventilators. The use
of mechanical ventilators can cause pain in patients due to the entry of foreign objects into the patient's
mouth. Inaccurate pain management can cause significant physiological and psychological changes. One
way to reduce pain is to use music therapy. The purpose of this study was to determine the effect of music
therapy on pain in patients with ventilators. Method This study uses quantitative research with a quasi-
experimental design with one group design (pretest-posttest). Results Based on the results of the analysis
using statistical software "R", it was found that there were differences in mean scores before and after music
therapy (p-value = 0.004). Conclusion Music therapy can reduce pain in patients with mechanical
ventilators.
Keywords: Mechanical Ventilator, Music Therapy, Pain
ABSTRACT
Patients who are treated in the ICU will certainly experience psychological
problems, in the form of anxiety disorders, depression to psychosis. Untreated
anxiety will cause the patient's condition to get worse, such as experiencing
Published by:
irregular heart rhythms, rapid pulse, shortness of breath, and headaches.
Tadulako University,
Management to overcome anxiety can be done with autogenic relaxation and
Managed by Faculty of Medicine.
lavender aromatherapy. The purpose was to determine the effectiveness of
Email: healthytadulako@gmail.com
autogenic relaxation therapy and lavender aromatherapy in reducing the anxiety
Phone (WA): +6285242303103
level of patients in the ICU Poso Hospital. Quasi-experimental research method
Address:
with pre-test and post-test research design with the control group. The
Jalan Soekarno Hatta Km. 9. City of population was all patients who were hospitalized in the ICU from August to
Palu, Central Sulawesi, Indonesia October 2020. The total sample was 30 people with the purposive sampling
technique using purposive sampling by the inclusion criteria. Data collection
using the HARS questionnaire instrument. The results showed that there were
differences in anxiety before and after being given autogenic relaxation
intervention and lavender aromatherapy in the intervention group with a p-value
= 0.000. Autogenic relaxation interventions and lavender aromatherapy can be
used as independent interventions in overcoming anxiety problems.
200 juta orang di seluruh dunia (3,6% dari aromaterapi lavender. Minyak lavender
populasi) menderita kecemasan 3 Menurut mempunyai banyak potensi karena memiliki
catatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) beberapa kandungan seperti, limonene,
dari Kementrian Kesehatan Republik geraniol lavandulol, nerol dan sebagian besar
Indonesia (2018), prevalensi gangguan mengandung linalool dan linalool asetat
emosional pada penduduk berusia 15 tahun ke dengan jumlah sekitar 30-60%, dimana
atas, meningkat dari 6% di tahun 2013 linalool adalah kandungan aktif utama sebagai
menjadi 9,8% di tahun 2018. Prevalensi relaksasi untuk mengurangi kecemasan. Dari
penderita kecemasan di tahun 2018 sebesar beberapa penelitian sebelumnya terapi
6,1% 4 relaksasi autogenik dan aromaterapi lavender
Pasien kritis merupakan pasien dengan sama-sama baik dalam menurunkan
kondisi yang mengancam jiwa. Pasien kritis kecemasan, Penelitian ini bertujuan untuk
dirawat di ruang ICU (Intensive Care Unit) mengidentifikasi kombinasi kedua intervensi
memiliki nilai kematian dan nilai kesakitan tersebut dalam menurunkan kecemasan pada
yang tinggi. Pasien kritis sangat erat kaitannya pasien ICU di RSUD Poso.
dengan perawatan secara intensif serta
monitoring penilaian terhadap setiap tindakan BAHAN DAN CARA
yang dilakukan kepada pasien dan Metode yang digunakan dalam
membutuhkan pencatatan medis secara penelitian ini adalah kuantitatif pendekatan
kontinyu dan berkesinambungan 5. Pasien Quasi-experimental dengan rancangan
yang di rawat di ICU tentunya akan penelitian pre-test and post-test with control
mengalami masalah psikis, masalah psikis group. Pengambilan sampel secara non
dapat terjadi berupa gangguan cemas, depresi probability sampling yaitu menggunakan
hingga psikosis 5. Cemas dapat melemahkan purposive sampling terhadap 30 orang di
kondisi pasien jika tidak ditangani akan ruang ICU. Pengukuran kecemasan
menyebabkan keadaan pasien semakin buruk menggunakan kuesioner HARS kemudian
seperti mengalami irama jantung yang tidak hasil penelitian dianalisis menggunakan uji
beraturan, nadi cepat, sesak nafas dan sakit paired T test
kepala 6.
Penatalaksanaan untuk mengatasi HASIL
kecemasan dapat dilakukan dengan dua cara, Analisis Univariat
yaitu manajemen farmakologi dan manajemen Karakteristik responden dalam penelitian
non farmakologi. Manajemen farmakologi ini terdiri atas umur, jenis kelamin dan
yaitu pemberian obat yang mampu pekerjaan pasien. Berdasarkan hasil penelitian
menghilangkan rasa cemas. Sedangkan di deskripsikan karakteristik responden
manajemen non farmakologi merupakan sebagai berikut :
manajemen untuk menghilangkan kecemasan Tabel 1 : Karateristik responden berdasarkan
menggunakan aromaterapi, teknik relaksasi, Umur, Jenis Kelamin dan Pekerjaan
terapi hypnothis, imajinasi terbimbing/guide
imagery, terapi music dan massage 7.
Relaksasi autogenik adalah relaksasi
bersumber dari diri sendiri dengan kalimat
pendek yang bisa membuat pikiran menjadi
tenang 8. Aromaterapi yang digunakan pada
individu yang mengalami kecemasan yaitu
Karakteristik Frekuensi Presentase
signifikan antara usia dengan tingkat bandingkan responden laki-laki yang hanya
kecemasan 23,5% 12.
2. Jenis kelamin 3. Pekerjaan
Hasil penelitian dilihat pada table 1 Hasil penelitian dilihat pada table 1
menunjukkan bahwa mayoritas jenis menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan
kelamin subjek penelitian adalah subjek penelitian adalah wiraswasta yang
perempuan yang berjumlah 18 orang berjumlah 20 orang (66,7%).
(60%). Selain usia jenis kelamin juga Kecemasan orang yang bekerja dan
mempengaruhi kecemasan Berdasarkan tidak bekerja tentu berbeda. Individu yang
hasil penelitian perempuan cenderung tidak bekerja cenderung memiliki beban
mengalami kecemasan dari pada laki-laki, pikiran yang lebih ringan dari pada yang
hal ini dikarenakan pada penelitian ini bekerja sehingga beban kerja yang
perempuan berada pada usia menopause. merupakan salah satu faktor kecemasan
Pada saat menopause hormone etrogen dan pada individu tersebut tidak di rasakan,
progesterone menurun dan menyebabkan melainkan kecemasan yang dirasakan
gejala psikologis yang ditandai dengan cenderung diakibatkan oleh faktor lain.
sikap mudah tersinggung, depresi, cemas, Lain halnya dengan orang yang bekerja,
menurunnya daya ingat (Manuaba, 2009). kecemasan cenderung diakibatkan oleh
Progesterone akan mempengaruhi beban pekerjaan dan beban urusan rumah
hormone lain dari segi fisik dan psikis tangga. Orang yang bekerja cenderung
dapat mengaktivasi amigdala yang mengalami stres akibat beban pekerjaan
merupakan bagian dari system limbic yang yang dimilikinya.
berhubungan dengan komponen emosional Pekerjaan adalah sesuatu yang
dari otak. Respon neurologic dari amigdala dilakukan individu untuk mencari nafkah
yang merupakan bagian dari system limbic. atau pencaharian. Pekerjaan yang
Respon neurologis dari amigdala dilakukan terdapat suatu unsur keharusan
ditransmisikan dan menstimulasi respon untuk dilakukan mengingat untuk
hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus memenuhi kebutuhan hidup, sehingga
akan melepaskan hormone CRF kemungkinan dari suatu pekerjaan yang
(corticotropin-releasing factor) yang dilakukan akan menimbulkan kecemasan.
menstimulasi hipofisis untuk melepaskan Hal tersebut sejalan dengan penelitian
hormon lain yaitu ACTH yang dilakukan oleh Windatania yang
(adrenocorticotropic hormone) ke dalam mengatakan bahwa salah satu faktor dari
darah. ACTH sebagai gantinya kecemasan adalah pekerjaan. Beban kerja
menstimulasi kelenjar adrenal untuk yang dimiliki seseorang seperti merasa
menghasilkan kortisol 10. Hasil penelitian dirinya tak kompeten di dunia kerja, atau
ini sejalan dengan penelititian Diny merasa dirinya tidak mampu memberikan
Vellyana (2017) hasil p-value 0,043 hasil pekerjaan yang maksimal, akan
(p<0,05) yang berarti bahwa terdapat jenis memicu timbulnya kecemasan pada
hubungan kelamin dengan tingkat individu tersebut 13. Proses penerimaan
kecemasan 11. Berdasarkan penelitian informasi oleh seseorang dimulai pada
Saragih & Suparmi (2017) di dapatkan saat alat indra menangkap stimuli, lalu
hasil 76,5% responden perempuan stimuli tersebut diubah menjadi sinyal
mengalami kecemasan yang tinggi di yang dapat dimengerti oleh otak untuk
kemudian diolah. Disinilah terjadi apa
yang disebut dengan proses presepsi, yaitu Sedangkan pemberian aroma terapi
mengerti pesan yang telah diproses oleh lavender mampu menurunkan tingkat
system indrawi. Persepsi yang kecemasan hal ini sesuai dengan teori yang
ditimbulkan setiap orang akan berbeda. diungkapkan oleh Maifrisco (2008), bahwa
Dari perbedaan persepsi itu akan aromaterapi dapat mempengaruhi bagian otak
menimbulkan stimulus yang berbeda pula yang berkaitan dengan mood, emosi, ingatan,
ke otak, sehingga bisa mempengaruhi dan pembelajaran. Dengan menghirup
kondisi psikologis si penerima informasi. aromaterapi lavender maka akan
Jika persepsi yang ditimbulkan adalah meningkatkan gelombang- gelombang alfa di
positif maka akan memberikan dampak dalam otak dan gelombang inilah yang
yang positif pula, begtupun sebaliknya 14 membantu untuk menciptakan keadaan yang
rileks. Terdapat berbagai jenis wewangian
Efektifitas Terapi Relaksasi Autogenik dan aromaterapi yang ada dan setiap wangi-
Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan wangian tersebut memiliki kelebihan positif
Kecemasan Pada Pasien di Ruang ICU yang bermacam-macam. Misalnya, aroma
lavender dipercaya dapat mengurangi rasa
Hasil analisa uji Paired T test dapat
stres dan mengurangi kesulitan tidur
kita lihat dari tabel 2 bahwa terapi relaksasi
(insomnia). Minyak aromaterapi lavender
autogenik dan aromaterapi lavender efektif
dikenal sebagai minyak penenang 17.
dalam menurunkan kecemasan pasien di ICU
dengan nilai pvalue yang didapat yaitu KESIMPULAN DAN SARAN
0,000 (P<0,05). Penelitian ini membuktikan Terdapat perbedaan skor kecemasan
bahwa autorelaksasi mampu menurunkan sebelum dan setelah diberikan intervensi
kecemasan. Salah satu penyebab kecemasan Terapi relaksasi autogenic dan aromaterapi
adalah penyakit yang dialami individu. Hal lavender pada pasien di Ruang ICU RSUD
lain penyebab kecemasan adalah faktor Poso.
psikologis diantaranya perasaan bosan,
keletihan atau perasaan depresi 15. Ketika UCAPAN TERIMA KASIH
seseorang cemas ia akan merasa tegang, Ucapan terima kasih kepada Direktur
tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut. Poltekkes Kemenkes Palu dan semua pihak
Keluhan lainnya adalah rasa sakit pada otot yang telah membantu proses penelitian ini.
dan tulang, pendengaran berdenging,
berdebar-debar, sesak nafas, gangguan DAFTAR PUSTAKA
pencernaan, perkemihan, meningkatnya 1. PK RF, Yusuf A, Nihayati HE. No Title.
tekanan darah dan nadi, sakit kepala dan Salemba Medika; 2015.
lainnya 16. Relaksasi autogenik membantu 2. Peni T. Kecemasan Keluarga Pasien
tubuh membawa perintah melalui Ruang ICU Rumah Sakit Daerah Sidoarjo.
Hosp Majapahit. 2014;6(1):86-97.
autosugesti untuk rileks sehingga dapat
3. World Health Organization. Mental health
mengendalikan pernafasan, tekanan darah, ATLAS 2017 state profile.
denyut jantung serta suhu tubuh. Relaksasi 4. Kementrian Kesehatan Republik
autogenik ini juga membantu individu untuk Indonesia. Riset Kesehatan Dasar.; 2018.
dapat mengendalikan beberapa fungsi tubuh 5. Sudiarto, Suwondo A, Nurrudin A.
seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan Pengaruh Relaksasi terhadap Kecemasan
aliran darah yang meningkat ketika cemas 5 dan Kualitas Tidur pada Pasien Intensive
Care Unit. J Ris Kesehat. 2015;4(3):847-
856.
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
Abstrak
Keywords: Intensive Care Unit (ICU) merupakan area khusus pada sebuah
Intensive care unit; rumah sakit dimana pasien yang mengalami sakit kritis atau
Terapi music; cidera memperoleh pelayanan medis dan keperawatan secara
Literature review khusus. Terapi musik merupakan suatu terapi yang menggunakan
metode alunan melodi, ritme, dan harmonisasi suara dengan
tepat. Tujuan dari penelitin ini yaitu untuk mengetahui penerapan
intervensi terapi musik pada pasien di ruangan ICU (jenis musik
yang digunakan, durasi waktu pemberian, dan keluaran apa saja
yang bisa didapatkan dari terapi music). Metode penelitian ini
menggunakan literature riview dengan mencari literatur terbaru
dalam 5 tahun terakhir dan relevan melalui Google Scholar dan
PubMed. Hasilnya ditemukan 5 artikel yang termasuk dalam
kriteria yang telah ditentukan dengan banyak keluaran yang bisa
didapatkan. Kesimpulan penelitian ini terdapat banyak keluaran
yang bisa didapatkan mengenai terapi musik, yaitu penurunan
nyeri, penurunan kecemasan, peningkatan kualitas tidur, dan
perubahan dalam fisiologis responden.
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
ICU diantaranya pengalaman Penelitian yang dilakukan oleh Lee,
dirawat sebelumnya, nyeri, kecemasan, dkk (2016) dan Golino, dkk (2019)
lingkungan asing dan ketakutan didapatkan terapi musik dapat mengurangi
(Bally, 2010). nyeri, kecemasan dan perubahan fisiologis
Faktor- faktor yang mempengaruhi pada pasien di ruangan ICU.
kecemasan pasien yang dirawat di ruang Oleh karena itu penulis meninjau
ICU adalah jenis kelamin, lama rawat, dalam jurnal internasional 5 tahun terakhir
pengalaman dirawat, tingkat pengetahuan, mengenai penerapan terapi musik pada
dan lingkungan ICU/ICCU, lingkungan pasien di ICU dengan tujuan untuk
ICU menjadi penyebab cemas sebanyak mengetahui penerapan intervensi terapi
60% (Saragih dkk, 2017). Lingkungan ICU musik pada pasien di ruangan ICU (jenis
yang menakutkan, peralatan ventilator musik yang digunakan, berapa lama
yang menjadi penghambat dalam dilakukan, dan keluaran apa saja yang bisa
berkomunikasi, prosedur invasif, suara didapatkan dari terapi musik).
mesin yang bising dan terus-menerus,
kehilangan privasi, gangguan tidur, nyeri, 2. METODE
obat-obatan, isolasi dan kontak minimal
Metode penelitian ini menggunakan
dengan orang-orang terdekat merupakan
Literature riview dengan sumber literatur
hal yang membuat perasaan tidak
terbaru dan relevan untuk dilakukan
berdaya memicu terjadinya perasaan
review. Penelitian ini bertujuan untuk
cemas pada pasien yang sedang dirawat
mengetahui penerapan intervensi terapi
diruang perawatan kritis (Urden dan Stacy,
musik pada pasien di ruangan ICU (jenis
2010)
musik yang digunakan, berapa lama
Dengan adanya masalah yang terjadi
dilakukan, dan keluaran apa saja yang bisa
di ruang ICU, terapi musik merupakan
didapatkan dari terapi musik). Jurnal yang
salah satu bentuk intervensi keperawatan
dipakai dalam penelitian ini yaitu publikasi
yang dapat dilakukan oleh perawat sebagai
Internasional dan dipublikasikan dalam 5
stimulasi kapada pasien yang diharapkan
tahun terakhir, sedangkan untuk basis data
dapat berdampak terhadap pemulihan dan
jurnal yang digunakan yaitu Google
penyembuhan pasien. Musik dapat
scholar dan PubMed.
diartikan sebagai nada atau suara yang
disusun sedemikian rupa sehingga Kata kunci yang digunakan dalam
mengandung irama, lagu, dan pencarian terapi musik, pasien dewasa,
keharmonisan, terutama yang pasien kritis, intensive care unit. Untuk
menggunakan alat-alat yang dapat mempermudah mengetahui penerapan dari
menghasilkan bunyi-bunyi tersebut terapi musik, pada saat pencarian
(Gabela, 2014). Terapi musik merupakan ditambahkan kata seperti, effect maupun
suatu terapi yang menggunakan metode impact. Adapun kriteria inklusi dan
alunan melodi, ritme, dan harmonisasi eksklusi dalam pencarian sudah
suara dengan tepat. Terapi ini diterima ditentukan. Kriteria inklusi antara lain
oleh organ pendengaran kita yang penelitian mengenai terapi musik pada
kemudian disalurkan ke bagian tengah otak pasien di ruangan ICU dan artikel jurnal
yang disebut sistem limbik yang mengatur dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir,
emosi (Jenny, 2012). sedangkan kriteria ekskulsinya yaitu
Terdapat manfaat terapi music ditemukn di sumber pecarian lain atau
dalam bidang kesehatan yaitu, pertama artikel ganda.
menurunkan tekanan darah melalui ritmik 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
music yang stabil memberikan irama 3.1. Hasil
teratur pada sistem jantung manusia. Berdasarakan dari hasil
Kedua, menstimulasi kerja otak. Ketiga pencarian terdapat 85 literatur yang
meningkatkan imunitas tubuh. Keempat, telah ditemukan, terdapat 5 artikel
Memberikan keseimbangan pada detak yang termasuk dalam kriteria yang
jantung dan denyut nadi (Natalia, 2013)
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
telah ditentukan. Proses seleksi atau pada detak jantung dan denyut nadi
screening literatur penelitian (Natalia, 2013).
disajikan dalam bentuk PRISMA Jenis Musik
(Preferred Reporting Items for Jenis musik yang dipakai pada
Systematic Reviews and Meta- peneltian yang di riview berbeda-beda.
Analyses) flow diagram pada Gambar Penelitian Golino, dkk (2019)
1, sementara hasil analisa literatur menggunakan musik relaksasi. Penelitian
disajikan dalam bentuk Matriks Jurnal Ames, dkk (2017) menggunanakan
pada Tabel 1. MusiCureAlbum Dreams (Gefion
Dari 5 artikel penelitian yang Records, Copenhagen, Denmark).
diriview berbeda beda dalam Penelitian Lee, dkk (2016) menggunakan
penggunaan musik yang dipilih yaitu musik klasik Tiongkok atau musik religi.
dengan munggunakan musik Penelitian Ciğerci dan Özbayır (2016)
relaksasi, musik MusiCureAlbum dilakukan terapi musik menggunakan
Dreams, musik klasik Turki/musik musik klasik Turki atau musik rakyat
rakyat Turki, musik klasik Turki. Dan penelitian Hansen, dkk (2017)
Tiongkok/musik religi, dan musik dilakukan terapi musik menggunakan
suara yang menenangkan. Durasi musik yang menenangkan, yaitu suara
yang diberikan yaitu terdapat 4 angin lembut, suara burung berkicau,
penelitian yang menggunakan waktu suara laut, dan suara alat musik.
30 menit dan 1 penelitian Metode Pemberian
menggunakan durasi waktu 50 menit. Metode pemberian dalam
Hasilnya didapatkan beberapa penelitian yang diriew menggunakan
manfaat dari penerapan terapi musik, headphone berjumlah 3 artikel yaitu pada
yaitu pada nyeri, kecemasan, detak penelitian Ames, dkk (2017), penelitian
jantung, respiratory rate, dan tekanan Lee, dkk (2016), dan penelitian Ciğerci
darah. Manfaat lainnya yaitu dapat dan Özbayır (2016). Metote pemberian
meningkatkan kualitas tidur pasien lainnya yaitu pada penelitian Golino, dkk
yang berada di ruangan ICU. (2019) yaitu dengan memainkan musik
3.2. Pembahasan langsung dihadapan responsden memakai
Terdapat 5 jurnal mengenai gitar, sedangkan penelitian Hansen, dkk
terapi musik yang sesuai dengan kriteria, (2017) menggunakan pengeras suara
dari jurnal tersebut didapatkan beberapa yang diletakkan dekat dengan responden
manfaat dari penerapan terapi musik, Durasi
yaitu pada nyeri, kecemasan, detak Durasi pemberian terapi musik
jantung, respiratory rate, dan tekanan hanya terdapat 2 durasi waktu, yaitu 30
darah. Manfaat lainnya yaitu dapat menit dan 50 menit. Terdapat 4 penelitian
meningkatkan kualitas tidur pasien yang yang dilakukan dengan durasi 30 menit
berada di ruangan ICU. dan 1 penelitian yang dilakukan oleh
Musik adalah modalitas integratif Ames, dkk (2017) dilakukan dengan
dan komplementer yang bisa deruaso 50 menit.
memberikan intervensi yang aman dan Outcome
sederhana untuk pasien perawatan kritis. Penelitian Golino, dkk (2019)
Terdapat Manfaat terapi musik dalam dilakukan pengukuran fisiologis
bidang kesehatan yaitu, pertama responden (detak jantung, respiratory
menurunkan tekanan darah melalui rate, dan saturasi oksigen) dan nyeri
ritmik music yang stabil memberikan serta kecemasan responden dengan
irama teratur pada sistem jantung menggunakan skala Linkert mulai dari 0
manusia. Kedua, menstimulasi kerja otak. sampai 10. Hasilnya yaitu mengalami
Ketiga meningkatkan imunitas tubuh. penurunan pada detak jantung dan
Keempat, Memberikan keseimbangan respiratory rate dan tidak ada perubahan
pada saturasi oksigen, sedangkan untuk
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
nyeri dan kecemasan juga menurun dantidur (Tomy, 2012). Efek musik pada
setelah dilakukan intervensi. sistem neuroendokrin adalah memelihara
Penelitian Ames, dkk (2017) keseimbangan tubuh melalui sekresi
dilakukan pengukuran nyeri (Visual hormon-hormon oleh zat kimia kedalam
Analog Scale dan Numeric Rating Scale) darah, seperti ekskresi endoprhin yang
dan Kecemasan (State-Trait Anxiety berguna dalam menurunkan nyeri,
Inventory dan ET). Hasilnya yaitu mengurangi pengeluaran katekolamin
mengalami penuruan pada nyeri dan dan kadarkortikosteroid adrenal (Tomy,
kecemasan responden setelah dilakukan 2012).
intervensi. Musik sebagai terapi untuk
Penelitian Lee, dkk (2016) menurunkan kecemasan sudah dipelajari
dilakukan pengukuran detak jantung, dan dilakukan sejak lama karena
tekanan darah, dan kecemasan dilakukan manfaatnya yang besar dalam
sebelum dan sesudah intervensi, pengobatan. Musik dapat menstimulasi
sedangkan kecemasan diukur dengan sistem saraf pusat untuk memproduksi
mengguanakan VAS-A dan C-STAI. endorfin, dimana endorfin ini dapat
Hasilnya terdapat perbedaan anatar menurunkan tekanan darah, heart rate
sebelum dan sesudah dilakukan itervensi. dan respiratory rate dan menciptakan
Peneltian Ciğerci dan Özbayır suasana yang menyenangkan sehingga
(2016) dilakukan pengukuran nyeri dapat meminimalkan rasa takut dan
menggunakan VAS dan Kecemasan cemas. Selain itu musik dapat
menggunakan STAI-S dan STAI-T. memberikan perasaan yang positif dan
Hasilnya yaitu terdapat penurunan pada meningkatkan mood sehingga secara
nyeri, kecemasan dan jumlah analgetik otomatis dapat meningkatkan
selama di ICU setelah dilakukan intervesi kemampuan memperbaiki diri secara
Penelitian Hansen, dkk (2017) klinis seperti nyeri dan kecemasan
dilakukan pengukurankualitas tidur (Forooghy, dkk 2015).
menggunakan Richards-Campbell Sleep
Questionnaire (RCSQ). Hasilnya yaitu
Perbedaan yang signifikan dalam skor
rata-rata kualitas subjektif tidur
ditemukan antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol (p < 002),
perbedaan penting juga ditemukan antara
kelompok dalam tiga item skor tidur:
kedalaman tidur (p < 0,02), terbangun (p
< 0,00) dan kualitas tidur yang dirasakan
secara keseluruhan (p < 0,01).
Musik dihasilkan dari stimulasi yang
dikirim dari akson-aksonserabut sensori
ascenden ke neuron-neuron Reticular
Activity System (RAS). Stimulasi ini
akan ditransformasikan oleh nuclei
spesifik danthalamus melewati area
corteks serebri, sistem limbik, corpus
collosum,serta sistem saraf otonom dan
sistem neuroendokrin. Musik
dapatmemberikan rangsangan pada saraf
simpatis dan parasimpatis
untukmenghasilkan respons relaksasi.
Karakteristik respons relaksasi yang
akanditimbulkan berupa penurunan
frekuensi nadi, keadaan relaksasi otot,
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
4.
5. Hasil teridentifikasi
6. melalui pencarian
7. database (n=85)
5 artikel penelitian
termasuk dalam
literatur review
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
Tabel 1. Matriks Jurnal
No Author/ Intervensi Variabel Metode Hasil Penelitian
Penulis Penelitian Penelitian
1 Amanda J. Kelompok Variabel Penelitian Terdapat
Golino Intervensi: bebas: dilakukan perbedaan dari
dkk, 2019 Dilakukan Music dengan hasil fisiologis
intervernsi Therapy sampel (detak jantung,
terai music secara acak Respiratoy rate,
selama 30 Variabel dan dan tingkat
menit dan control: dilakukan saturasi oksigen)
menggunakan Intensive intevensi dan juga
skala Likert Care Patients terdapat
psikologis (nyeri
Kelompok dan kecemasan)
kontrol: tidak pada pasien
ada kelompok yang berada di
control, ruangan ICU
dikarenakan
eneliti
menggunakan
kelompok
tunggal
Kelompok
control:
Dilakukan
perawatan
standart pasca
operasi yang
dilengkapi 50
menit istirahat
3 Chiu- Kelompok Variabel Pasien Hasil penelitian
Hsiang intervensi; bebas: dirawat di didapatkan
Lee, dkk, Memakai Music ICU selama terdapat
2016 Headphone Intevention ≥ 24 jam perbedaan
dan secara acak setelah
mendengarkan Variabel dilakukan dilakukan
music selama Terikat: intevensi intervensi
30 menit pada State Anxiety
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
jam 16.00 and
sampai 16.30 Physiological
Indices
Kelompok
control: Variabel
Memakai control:
Headphone Patients
dan tidak Undergoing
didengarkan Mechanical
music selama Ventilation in
30 menit juga the Intensive
care Unit
4 Yeliz Kelompok Variabel Randomized Hasil penelitian
Ciğerci, intervensi; bebas: controlled kami
dan Türkan Dilakukan Music study menunjukkan
Özbayır, intervensi therapy bahwa terapi
2016 terapi msik 1 musik berkurang
jam 30 menit Variabel persepsi nyeri
sebelum terikat: dan jumlah
operasi, 30 Anxiety, analgesik
menit di ICU, pain, amount selama di ICU
dan 30 menit of analgesics dan unit bedah
di bangsal. 34 pasien yang
pasien Variabel menjalani
control: operasi coroner
Kelompok Coronary arteri
control: artery surgery
Tidak
dilakukan
terapi music.
34 pasien
5 Isabella P Kelompok Variabel A Penelitian ini
Hansen, intervensi; bebas: randomized menunjukkan
Leanne Dilakukan Music controlled bahwa
Langhorn intervensi trial mendengarkan
dan Pia terapi musik Variabel musik selama 30
Dreye, selama 30 terikat: menit selama
2017 menit. 19 Daytime rest istirahat siang
pasien hari
Variabel meningkatkan
Kelompok control: kualitas tidur
control: Intensive care pada pasien di
Tidak unit ICU
dilakukan
internvensi,
18 pasein
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
KESIMPULAN Intensive Care Patients. American
Terapi musik merupakan salah satu Journal of Critical Care. 28(1), 48–55
bentuk intervensi keperawatan yang dapat https://doi.org/10.4037/ajcc20192
dilakukan oleh perawat sebagai stimulasi
kapada pasien yang diharapkan dapat Hansen, I. P., Langhorn, L., & Dreyer, P.
berdampak terhadap pemulihan dan (2017). Effects of Music During
penyembuhan pasien yang berada di ruangan Daytime Rest in the Intensive Care
ICU. Unit. British Association of Critical
Berdasarkan beberapa penelitian yang Nurses. 1–7.
telah dipaparkan oleh penulis di atas https://doi.org/10.1111/nicc.12324
mengenai penerapan terapi musik pada
pasien di ruangan ICU yaitu penurunan Bally. Ian S. E. (2011). Mangifera indica
nyeri, penurunan kecemasan, peningkatan (mango). Species Profiles for Pacific
kualitas tidur, dan perubahan dalam Island Agroforestry
fisiologis pasien. (www.traditionaltree.org)
E-ISSN : 2715-616X
URL : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/12261
Dirawat di Ruanng ICU/ICCU RS
Husada Jakarta. Jurnal Kosala JIK.
Vol. 5 No.1
Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Laparatomi di Ruangan Intensive Care Unit
Darmawidyawati1*, Avit Suchitra2, Emil Huriani3, Susmiati4, Dally Rahman5, Elvi Oktarina6
1
Pascasarjana Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang
2
Rumah Sakit Umum Pusat M. Djamil Padang
3,4,5,6
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang
*Correspondence email: darmawidyawati@yahoo.com
Abstrak. Nyeri post laparatomi dapat diminimalkan dengan pemberian terapi farmakologis dan non-farmakologis. Perawat
memiliki peran untuk dapat mengurangi skala nyeri pasien dengan asuhan keperawatan mandiri. Salah satunya yaitu terapi
Mobilisasi Dini. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomi. Desain Penelitian True-Eksperimental dan menggunakan pendekatan Pretest-posttest With
Control Group. Teknik sampel menggunakan Consecutive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang mengunakan
rumus Slovin. Pengumpulan data Skala Nyeri menggunakan C.P.O.T dan Skala nyeri yang dikumpulkan pre dan post tindakan
mobilisasi, selanjutnya dianalisis secara univariate dan bivariate dengan uji Mann-Whitney U. Hasil penelitian di peroleh p-value
< 0.005 terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap penurunan skala nyeri.penelitian ini menyarankan bahwa tindakan mobilisasi
dini dapat digunakan sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan dalam menangani masalah nyeri pada pasien post
laparatomi di Intensive Care Unit
Abstract. Post Laparatomy pain can be minimized by giving pharmacological and non-pharmacological therapy. Nurses has a
role to reduce the pain scale of patients with independent nursing care. One of them is early mobilization therapy. This study aims
to determine the effect of early mobilization of decrease in pain scale in patients post operations laparatomy. True-experimental
research design and use the pretest-posttest with a control group approach. The sampling technique uses Consecutive Sampling
The number of samples was 30 people using the Slovin formula. Collection of pain scale data uses C.P.O.T and pain scale
collected pre and post mobilization action, then analyzed univariate and bivariate with a Mann-Whiteney U . The results of the
study were obtained by p-value <0.005 there was an effect of early mobilization of the reduction in pain scale. This research
suggested that early mobilization actions can be used as one of the independent nursing interventions in dealing with pain
problems in post laratomy patients at Intensive Care Unit
meningkatkan kelancaran fungsi ginjal (Berkanis et al., Tabel 2. Sebaran Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah
2020). Tujuan penelitian ini dilakukan di rumah sakit Mobilisasi Dini pada kelompok intervensi dan
agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kelompok
dengan menjadikan mobilisasi sebagai salah satu terapi Kontrol
non farmakologi dalam mengatasi masalah pada pasien Variabel Mean SD Median Min Max
pasca operasi, diharapkan agar terapi ini membantu Pre Intervensi 6.67 1.113 7.00 5 8
mengurangi nyeri pada pasien pasca operasi dan Post Intervensi 2.60 0.986 3.00 1 4
mengurangi nyeri pasca operasi. Pre Kontrol 6.33 0.816 6.00 5 8
Post Kontrol 4.67 0.724 5.00 4 6
Sumber: data olahan
METODE
Jenis penelitian True-Eksperimental dan
menggunakan pendekatan Pretest-posttest With Control Tabel 2 hasil penelitian diperoleh bahwa skala
Group. Populasi dalam penelitian ini adalah semua nyeri kelompok pre intervensi berada di antara 5-8
pasien rawat Intensive Care Unit Post Operasi dengan rata-rata 6.67 dengan nilai min 5 dan nilai max 8
Laparatomi berjumlah 33 orang. Dalam penelitian ini tingkat nyeri berat. Skala nyeri kelompok post intervensi
teknik yang digunakan yaitu Consecutive Sampling. berada di antara 1-4 dengan rata-rata 2.60 dengan nilai
Sampel dalam penelitian ini dapat diperoleh berdasarkan min 3 tingkat nyeri ringan dan nilai max 4 tingkat nyeri
rumus Slovin. Penelitian ini telahmendapatkan Ethical sedang. Pada kelompok pre kontrol berada diantara 5-8
Approval dengan No: 442/KEPK/2021. Penelitian ini dengan rata-rata 6.33 dengan nilai min 5 tingkat nyeri
menggunakan lembaran observasi dan penilaian skala sedang dan nilai max 8 tingkat nyeri berat. Post kontrol
nyeri menggunakan C.P.O.T. berada di antara 4-6 dengan rata-rata 4.67 dengan nilai
min 4 dan nilai max 6 dengan kategori nyeri sedang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3. Uji Homogenistas
Tabel 1. Karakteristik Responden Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol
Kelompok Sumber: data olahan
No Karakteristik Intervensi Kontrol
f % f % Tabel 3 didapatkan bahwa nilai p-value sebesar
1 Usia
0.97 > 0.05 maka terdapat homogenitas nyeri sebelum
17-25 Tahun 2 13.3 0 0
26-35 Tahun 3 20.0 1 6.7 tindakan mobilisasi dilakukan pada kedua kelompok.
36-45 Tahun 1 6.7 6 40.0
46-55 Tahun 3 20.0 3 20.0 Tabel 4. Uji Normalitas
56-65 Tahun 6 40.0 5 33.3 Pengukuran Shapiro-Wilk (p-value)
2 Jenis Kelamin Pre Intervensi 0.034
Laki-laki 6 40.0 4 26.7 Post Intervensi 0.082
perempuan 9 60.0 11 73.7 Pre Kontrol 0.049
3 Terapi Farmakologis Post Kontrol 0.002
a. Ketorolac 13 86.7 15 100 Sumber: data olahan
b. Tramadol 2 13.3 0 0
Sumber: data olahan Tabel 4 diperoleh bahwa nilai p-value pada
masing masing kelompok p < 0.05 maka dapat di
Tabel 1 karakteristik responden kelompok simpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.
intervensi didapatkan bahwa total 15 responden, 6 orang
(40%) diantaranya berusia 56 - 65 tahun, namun pada Tabel 5. Uji Mann-Whitney U
kelompok kontrol, 6 orang (40%) diantaranya berusia
36-45 tahun. Pada kelompok intervensi jenis kelamin
laki-laki terbanyak yaitu 9 orang (60%) sementara itu Sumber: data olahan
pada kelompok kontrol jenis kelamin wanita yang paling
banyak dibanding laki-laki yaitu 11 orang (73.3%). Tabel 5 hasil Uji Mann-Whitney U diperoleh nilai
Terapi farmakologis pada kelompok intervensi sebanyak p-value 0.000 < 0.005 maka dapat disimpulkan adanya
13 orang (86.7%) mendapatkan terapi jenis Ketorolac, pengaruh dari mobilisasi dini terhadap penurunan skala
sementara itu pada kelompok kontrol semuanya nyeri.
mendapatkan terapi farmakologis Ketorolac.
Skala Nyeri Pre Intervensi Pada Kelompok Intervensi
dan Kontrol
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala nyeri
111
pada kelompok pre intervensi berada di antara 5-8
111
Darmawidyawati et al., Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi di
Ruangan Intensive Care Unit
dengan rata-rata 6.67 dengan nilai min 5 dan nilai max 8 meningkatkan reseptor nyeri, serta dapat menimbulkan
tingkat nyeri berat. Pada kelompok pre kontrol berada transmisi syaraf nyeri menuju saraf pusat (Smeltzer &
diantara 5-8 dengan rata-rata 6.33 dengan nilai min 5 Bare, 2016).
tingkat nyeri sedang dan nilai max 8 tingkat nyeri berat.
Pasca pembedahan yang dilakukan (pasca opeasi), Hubungan Jenis Kelamin dengan Mobilisasi Dini
pasien merasakan nyeri yang sangat hebat dan 75 % Terhadap Penurunan Skala Nyeri
pasien mengalami pengalaman nyeri yang tidak Berdasarkan analisis didapatkan bahwa kelompok
menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak ade intervensi pada penelitian ini sebanyak 9 orang (60.0%)
kuat dan pasien merasakan kecemasan, ketegangan adalah perempuan dan 6 orang (40.0%) adalah laki-laki
dengan hal ini nyeri yang dirasakan pasien semakin sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 11 orang
bertambah serta hal ini mejadi pusat perhatiannya (73.7%) adalah perempuan dan 4 orang (26.3%) adalah
(Berkanis et al., 2020). Tingkat keparahan nyeri pasca laki-laki. Jenis Kelamin biasanya tidak berpengaruhi
operasi tergantung kepada fisiologis dan psikologis signifikan terhadap nyeri hanya saja laki-laki lebih
seseorang dan toleransi nyeri yang dirasakannya. cenderung tidak memiliki keluhan yang berat dibanding
(Smelzer dan Bare, 2016). Berdasarakan penelitian perempuan. Pada saat penelitian dilakukan dan
Berkanis et al., (2020) intensitas nyeri pada responden responden penelitian terdapat jumlah perempuan yang
pre intervensi mobilisasi dini sebanyak 20 orang (91%) lebih dibandingkan laki-laki, jenis kelamin dapat
berada pada intensitas nyeri 7-9 dalam kategori nyeri mempengaruhi tingkat nyeri seseorang akan tetapi
berat, akan tetapi dalam 8 jam pertama setelah efek pendekatan yang dilakukan perawat dan bagaimana cara
anastesi hilang pasien dapat mengontrol nyerinya. Hal penilaian yang dilakukan saat melakukan tindakan
ini dipengaruhi oleh factor toleransi pasien terhadap keperawatan jika dilakukan dengan baik tentu respon
nyeri yang dirasakannya. Nyeri pasca operasi yang berlebihan yang di tujukkkan pasien akan dapat diatasi.
dialami pasien merupakan hal yang fisiologis oleh
karena itu pasien mengeluh dan meminta tindakan yang Hubungan Usia dengan Mobilisasi Dini Terhadap
dapat mengurangi rasa nyeri. Penurunan Skala Nyeri
Hasil penelitian diperoleh bahwa 6 orang (40%)
Skala Nyeri Post intervensi Pada Kelompok Intervensi diantaranya berusia 56-65 tahun pada kelompok
dan Kontrol intervensi yang dapat di kategorikan menurut WHO
Skala nyeri kelompok post intervensi berada di kedalam usia lansia akhir, dan pada kelompok kontrol
antara 1-4 dengan rata-rata 2.60 dengan nilai min 3 diantaranya berusia 36-45 tahun menurut WHO
tingkat nyeri ringan dan nilai max 4 tingkat nyeri merupakan masa lansia. Umur merupakan salah satu
sedang. Post kontrol berada di antara 4-6 dengan rata- faktor yang mempengaruhi tingkat nyeri seseorang
rata 4.67 dengan nilai min 4 dan nilai max 6 dengan karena semakin bertambahnya usia maka seseorang
kategori nyeri sedang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat mengontrol nyeri yang di alaminya. Pada
ditemukan bahwa nyeri post operasi yaitu pada orang dewasa dapat mengalami perubahan neurologis
kelompok intervensi, Skala nyeri yang dialami nyeri dan mengalami penurunan persepsi sensorik stimulus
ringan sebanyak 12 orang (80.0%), namun pada serta peningkatan ambang nyeri seiring dengan
kelompok kontrol nyeri post operasi semuanya 15 orang bertambahnya usia.
(100%) mengalami nyeri sedang. Penilaian C.P.O.T
digunakan dalam penelitian ini menurut Critical-Care Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penurunan Skala
Pain Observation Tool (CPOT) dan American Society Nyeri
for Pain Management Nursing (ASPMN) telah Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney U diperoleh
merekomendasikan pengukuran skala nyeri ini dapat nilai p-value 0.000 < 0.005 maka dapat disimpulkan
dilakukan pada pasien post operasi terutama di ruangan adanya pengaruh dari Mobilisasi Dini terhadap
intensive karena sudah ter uji sensitivitas dan penurunan skala nyeri. Hasil penelitian ini sejalan
spesifitasnya. Kelebihan lain dari pengukuran skala dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sumberjaya &
nyeri menggunakan C.P.O.T ini adalah dapat digunakan Mertha, 2020) hasil penelitiannya dengan uji statistik
pada pasien bedah dan non bedah (Wahyuningsih, dependent t-test, diperoleh nilai p value = 0,000 < 0.005
2019). Penatalaksanaan terhadap penanganan nyeri yang yang artinya terdapat perbedaan bermakna antara skala
dirasakan oleh pasien dapat berupa terapi farmakologis nyeri sebelum dilakukan mobilisasi dini dengan skala
dan non-farmakologis, dalam penelitian ini melakukan nyeri setelah dilakukan mobilisasi dini. Penelitian ini
penanganan non-farmakologis yang bersifat distraksi sejalan dengan penelian Berkanis et al., 2020. Penelitian
dengan tindakan mobilisasi dini. Tindakan berupa yang dilakukan Yadi et al. (2019) tindakan operasi yang
distraksi ini merupakan cara mengubah fokus pasien dilakukan menimbulkan rasa nyeri akibat sayatan pada
terhadap perhatiannya, membuat pasien berkonsentrasi lapisan kulit lapis demi lapis, jika di kaitkan dengan
pada gerakan yang dilakukan sehingga mengurangi hasil uji bivariat adanya pengaruh penurunan mobilisasi
aktifitas mediator kimiawi pada proses peradangan yang dini terhadap penurunan skala nyeri. Berdasarkan hal ini
111
Darmawidyawati et al., Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi di
Ruangan Intensive Care Unit
SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata
nyeri yang dialami Responden pre intervensi mobilisasi
dini berada pada nilai 5-8 yaitu termasuk kedalam nyeri
berat. Hasil penelitian ini menunnjukan bawah rata-rata
nyeri yang dialami oleh Responden Post Intervensi
mengalami penurunan menjadi 3-5 termasuk kedalam
kategori nyeri Sedang. Hasil Penelitian ini menunjukkan
bahwa adanya pengaruh mobilisasi dini terhadap
penurunan skala nyeri pasien post operasi.
.
DAFTAR PUSTAKA
Adha, L. R. A. 2020. Asuhan keperawatan klien post op
laparatomi eksplorasi atas indikasi appendisitis
perforasi dengan nyeri akut di Ruang Wijaya
Kusuma RSUD Ciamis. Karya Ilmiah (tidak
dipublikasi).
Berkanis, A. T. 2020. Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap
Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi di
RSUD Sk Lerik Kupang Tahun 2018. CHMK
Applied Scientific Journal, 3(1), 6-13.
Smeltzer dan Bare 2016. Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, Volume 2. Jakarta : ECG
Utami, R. N., & Khoiriyah, K. 2020. Penurunan skala
nyeri akut post laparatomi menggunakan
aromaterapi lemon. Ners Muda, 1(1), 23.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5489
Yadi, R. D., Handayani, R. S., & Bangsawan, M. 2019.
Pengaruh Terapi Distraksi Visual Dengan Media
Virtual Reality Terhadap Intensitas Nyeri Pasien
Post Operasi Laparatomi. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 14(2), 167.
https://doi.org/10.26630/jkep.v14i2.1301
Wahyuningsih, I. 2019. Sensitivitas dan Spesifisitas
Critical Care Pain Observational Tool (CPOT)
sebagai Instrumen Nyeri pada Pasien Kritis
Dewasa Paska Pembedahan dengan Ventilator.
Jurnal Keperawatan BSI, 8(1), 25–31.
111
Jurnal Keperawatan
Volume 14 Nomor 3, September 2022
e-ISSN 2549-8118; p-ISSN 2085-1049
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan
ABSTRAK
Pasien yang terpasang ventilator di intensive care unit (ICU) mengalami berbagai ketidanyamanan,
salah satunya nyeri. Berbagai dampak nyeri diantaranya dapat meningkatkan tekanan darah, denyut
nadi, laju respirasi, dan menurunkan saturasi oksigen. Salah satu manajemen nyeri yang dapat
dilakukan pada pasien terpasang ventilator adalah terapi musik rohani dengan murottal Al-Qur’an.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi murottal terhadap respon fisiologis
nyeri pada pasien yang terpasang ventilator. Penelitian ini adalah tinjauan literatur. Penelusuran
literatur dilakukan di database online Science Direct, CINAHL, ProQuest, EBSCOhost, PubMed, dan
Google Scholar dengan kata kunci (critically ill patient OR intubated patient OR mechanical
ventilation) AND (murottal OR Qur'an recitation OR Qur'an recital OR reciting Qur'an OR music
religion). Terdapat total 1.544 artikel yang teridentifikasi. Setelah dilakukan skrining dan seleksi
kriteria inklusi serta ekslusi, pada akhirnya 8 artikel dianalisis. Analisis dilakukan dengan metode
deskriptif. Hasil telaah didapatkan 3 artikel mengidentifikasi bahwa terapi murottal tidak berpengaruh
terhadap nyeri dan respon fisiologis pasien, sedangkan 5 artikel mengidentifikasi bahwa bahwa terapi
murottal berpengaruh terhadap nyeri dan respon fisiologis pasien yang dirawat di ICU. Secara
keseluruhan, terapi murottal Al-Quran memiliki dampak positif dalam mengurangi nyeri dan
memperbaiki respon fisiologis pasien : menurunkan tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan, dan
meningkatkan saturasi oksigen pasien yang dirawat di ICU. Perawat memiliki peran penting dalam
manajemen nyeri pasien yang dirawat di ICU. Salah satu intervensi keperawatan mandiri yang dapat
dilakukan oleh perawat adalah memberikan terapi non farmakologis dengan terapi murottal Al-Qur’an.
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
important role in pain management of patients admitted to the ICU by provide non-pharmacological
therapy with murottal Al-Qur'an therapy.
PENDAHULUAN
Gagal napas merupakan salah satu masalah kegawatan respirasi. Gagal napas adalah kondisi
ketika sistem respirasi gagal menjalankan fungsinya untuk menyediakan oksigen secara
memadai atau mengeliminasi karbon dioksida (Shebl et al., 2022). Berdasarkan kedua fungsi
paru tersebut, gagal napas dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu gagal napas tipe 1 dan
gagal napas tipe 2. Gagal napas tipe 1 atau hipoksemia ditandai dengan nilai tekanan parsial
oksigen di arteri (PaO2) <60 mmHg. Gagal napas tipe 2 atau hiperkapnik ditandai dengan
tekanan parsial karbon dioksida di arteri (PaCO2) >50 mmHg (Shebl et al., 2022; Summers et
al., 2022).
Prinsip perawatan suportif pasien gagal napas adalah sama terlepas dari patologi yang
mendasarinya. Terdapat tiga prinsip penatalaksanaan gagal napas yaitu pembukaan dan
perlindungan jalan napas, pemberian oksigenasi, dan dukungan ventilator termasuk ventilator
mekanis (Czernicki et al., 2019). Pasien dengan gagal napas akut biasanya membutuhkan
perawatan intensif di rumah sakit dengan pemasangan alat bantu napas atau ventilator, yang
bertujuan untuk memperbaiki oksigenisasi, membantu eliminasi karbon dioksida dan
mempercepat kerja otot pernafasan tanpa merusak paru (Zaragoza et al., 2020).
Pasien-pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif termasuk pasien dengan ventilator
biasanya mengalami berbagai ketidaknyamanan baik fisik maupun psikologis termasuk nyeri.
Nyeri diperburuk oleh faktor-faktor seperti stadium penyakit, prosedur invasif, intervensi
bedah, dan prosedur-prosedur keperawatan (Al Sutari et al., 2014; Shaikh et al., 2018). Nyeri
pada pasien kritis dengan ventilasi mekanis telah dipelajari selama 20 tahun terakhir, namun
bukti menunjukan bahwa 80% pasien masih mengalami nyeri sedang hingga berat (Czernicki
et al., 2019). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwardianto & Sari (2019),
72.9
% pasien yang terpasang ventilator merasakan nyeri sedang. Sementara itu, Afshan &
Siddiqui, (2018) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa bukti menunjukkan 33%-61%
pasien di ICU mengalami nyeri saat istirahat. Penelitian lain menunjukkan bahwa lebih dari
80% pasien ICU menggambarkan kenangan yang menyakitkan dan kesulitan mereka
berkaitan dengan tabung trakea (Shaikh et al., 2018).
Nyeri memiliki dampak yang signifikan pada pasien. Respon stres akibat nyeri memiliki efek
samping yang serius pada pasien ICU. Hal ini dapat meningkatkan kadar katekolamin yang
bersirkulasi dan menyebabkan vasokonstriksi arteriol, mengganggu perfusi jaringan, dan
mengurangi tekanan parsial oksigen jaringan (Shaikh et al., 2018). Selain itu, nyeri yang
dirasakan pasien dapat memicu respon simpatis pada sistem saraf otonom yang menimbulkan
pengaruh secara fisiologis berupa takikardi, hiperventilasi, hipoksemia, hipertensi/hipotensi,
diaforesis, insomnia, dan agitasi (Mofredj et al., 2016). Oleh karenanya, penting untuk
melakukan manajemen nyeri yang tepat pada pasien.
Manajemen nyeri pada pasien yang dirawat di ICU adalah praktik yang terus menerus
berkembang. Manajemen nyeri ini bertujuan untuk memaksimalkan analgesia dan
meminimalkan sedasi. Fokus manajemen nyeri pada pasien kritis adalah penilaian nyeri yang
akurat, monitoring nyeri secara ketat, serta metode pengobatan farmakologis dan
nonfarmakologi (Nordness et al., 2021). Kombinasi metode farmakologi dan nonfarmakologis
sering digunakan untuk mengontrol dan mengurangi nyeri pasien. Terapi non-farmakologis
merupakan intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat dalam mengurangi nyeri
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
pasien di ICU. Salah satu metode non-farmakologi yang bisa digunakan adalah terapi musik.
Pemberian terapi musik direkomendasikan sebagai salah satu intervensi non-farmakologi
untuk manajemen nyeri pasien dan tercantum dalam nursing intervention classification (NIC)
(Black & Hawks, 2015; Howard, Butcher., Gloria, Bulechek., Joanne, Dochterman., 2018).
Terapi musik memiliki dampak dalam perbaikan kondisi fisik, psikologis, dan sosial
pendengarnya. Musik memberikan efek fisiologis dengan menurunkan aktivitas saraf
simpatik, tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernafasan. Selain itu, musik juga
memberikan efek positif berupa relaksasi otot dan pelepasan hormon endorphin yang dapat
menurunkan nyeri, memberikan perasaan tenang, mengurangi kesedihan dan kecemasan, dan
membantu menciptakan suasana damai yang berguna untuk istirahat sehingga berdampak
pada menurunnya penggunaan analgesik pada pasien (Mofredj et al., 2016). Pada pasien yang
terpasang ventilator, terapi musik juga efektif menurunkan nyeri (Pangestika & Endiyono,
2020).
Terdapat berbagai jenis musik yang dapat digunakan dalam terapi antara lain musik klasik,
instrumental, musik alam, dan musik rohani atau ayat-ayat suci. Salah satu bentuk music
rohani adalah murottal Al-Qur’an yang berisi lantunan ayat-ayat suci dari Al-Qur’an dan
dibacakan secara perlahan dan teratur. Dalam perspektif agama Islam, suara bacaan Al-Qur'an
dipercaya bermanfaat dalam pemulihan dari penyakit, meningkatkan kesehatan, dan memiliki
efek relaksasi. Ketika Al-Qur'an dilantunkan dengan suara yang indah, stres dapat mereda,
kenyamanan meningkat, dan secara keseluruhan dapat menginduksi relaksasi. Selain itu, juga
dapat menyinkronkan ritme tubuh termasuk pernapasan dan detak jantung dan serta secara
positif memengaruhi emosi yang mendengarkannya (Ghiasi & Keramat, 2018). Intervensi
mendengarkan Alquran (murottal) dapat digunakan oleh perawat ICU untuk mengurangi
respons stres fisiologis pasien Muslim dengan ventilasi mekanis, dan meningkatkan
penyembuhan dan pemulihan pasien. Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk
mengidentifikasi pengaruh Al-Qur'an pada nyeri persalinan (El-Sayed et al., 2020; Mariza &
Anggraini, 2020), tingkat kecemasan (Ghiasi & Keramat, 2018; Rosyidul ’ibad et al., 2021),
dan kesehatan mental (Darabinia et al., 2017). Tinjauan literatur ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pengaruh terapi murottal Al-Quran terhadap respon fisiologis dan nyeri pada
pasien di ICU yang terpasang ventilator mekanis.
METODE
Tinjauan literatur ini dilakukan untuk mengidentifikasi bukti-bukti terkait terapi murottal Al-
Quran pada fisiologis dan nyeri pada pasien di ICU dengan ventilasi mekanis yang terbit dari
tahun 2017-2022. Adapun kriteria pencarian adalah populasi penelitian yaitu pasien dewasa
yang terpasang ventilator, artikel penelitian berjenis quasi eksperimental dan randomized
controlled trial (RCT), teks lengkap berbahasa Inggris atau Indonesia. Artikel dengan
outcome bukan salah satu dari paramater fisiologis nyeri dieksklusikan dari tinjauan literatur
ini. Penelusuran literatur dilakukan di beberapa databased online meliputi Science Direct,
CINAHL, EBSCOhost, Google scholar, Pubmed dan ProQuest. Penelusuran menggunakan
kata kunci (critically ill patient OR intubated patient OR mechanical ventilation) AND
(murottal OR Qur'an recitation OR Qur'an recital OR reciting Qur'an OR music religion)
AND pain.
HASIL
Berdasarkan hasil penelusuran, terdapat total 1.544 artikel yang teridentifikasi. Setelah
dilakukan skrining dan seleksi kriteria inklusi serta ekslusi, akhirnya 8 artikel dilakukan
analisis
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
(dapat dilihat pada gambar 1). Analisis dilakukan dengan metode deskriptif (dapat dilihat pada
tabel 1).
Tabel 1.
Hasil Pencarian Literatur
Penulis Desain Sampel/ kriteria Outcome/al Intervensi Hasil Kesimpulan
(Tahun) at ukur
Rustam Quasi - Kelompok - Kenyama - Kelompok - Skor kenyamanan Hasil penelitian
et al., Eksperi intervensi: 28 nan intervensi pada kelompok menunjukkan bahwa
(2021) men responden diukur menerima intervensi lebih pemberian nursing
dengan - Kelompok dengan nursing tinggi dari kelompok comfort care dengan
kelompo kontrol: 28 COMVP comfort care control (t=6,70, integrasi ibadah
k responden (skor 16- yang p<0,05) harian dalam Islam
kontrol - Kriteria inklusi: 96) diberikan - Terdapat penurunan dan mendengarkan
berusia di atas - Kenyama selama dua skor nyeri pada murottal selama 15
18 tahun, nan hari. kelompok intervensi menit berpengaruh
Muslim, sadar diukur Pemberian dari rerata 5,12 terhadap
penuh, mampu dengan nursing menjadi 4,21 kenyamanan dan
menulis dan Comfort comfort care sebelum dan sesudah nyeri pasien ICU
membaca dalam Rating menurut intervensi dengan ventilator
bahasa Scale/ Teori mekanik, yaitu
Indonesia, CRS Kolcaba yang terjadi peningkatan
tidak ada (skor 0- diintegrasika kenyamanan dan
gangguan 10) n dengan penurunan nyeri
pendengaran - Nyeri ibadah harian pasien
atau kognitif, diukur dalam Islam
hemodinamik dengan dan
stabil Pain memberikan
Rating sesi
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Priyanto Quasi - 34 responden Nyeri diukur Murottal Al- - Terdapat perbedaan Terapi psikoreligius:
et al., Eksperi - Kriteria inklusi dengan Qur'an diberikan yang signifikan dari murottal Al-Qur'an
(2020) men dan eksklusi numeric sesuai selama 20 tingkat nyeri dada efektif mengurangi
tanpa tidak rating scale menit sebelum dan sesudah skala nyeri dada
kelompo disebutkan terapi psikoreligius: pada pasien yang di
k dalam artikel murottal Al-Qur'an rawat di ICU, hal ini
kontrol dengan p-value 0,000 ditunjukkan dari
(p<α (0,05) hasil uji statistik dan
- Sebelum intervensi terjadi penurunan
diberikan terdapat 10 tingkat nyeri dari
pasien yang responden yang
mengalami nyeri diteliti yaitu pasien
ringan dan 24 pasien lebih banyak
yang mengalami mengalami nyeri
nyeri sedang, setelah ringan dibandingkan
terapi diberikan nyeri sedang setelah
pasien yang dilakukan terapi, hal
mengalami nyeri ini dapat
ringan 24 dan nyeri dibandingkan
sedang 10 dengan sebelum
dilakukan terapi
murottal lebih
banyak pasien yang
mengalami nyeri
sedang
dibandingkan nyeri
ringan
Elcokan Quasi - Kelompok Parameter - Kelompok - Semua perbedaan Hasil penelitian ini
y et al., Eksperi intervensi: 30 fisiologi intervensi: antara parameter dari menunjukkan bahwa
(2019) men responden yang mendengarka kelompok intervensi mendengarkan Ayat
dengan diobservasi n Surat Al- sebelum dan sesudah Al-Qur’an yaitu Al-
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
kelomp - Kelompok RR, HR, Fatiha dan mendengarkan Al- Fatiha dan Al-
ok kontrol: 30 MAP, SaO2 Al- Baqara Qur’an signifikan Baqarah selama 30
kontrol responden melalui secara statistik menit selama 3 hari
- Kriteria inklusi: headphone (P=0,00). berpengaruh
pasien dalam MP3 bebas - Semua perbedaan terhadap perubahan
keadaan noise selama antara nilai respon fisiologi
waspada, bebas 30 menit 3 pengukuran awal dan pasien yaitu
dari delirium hari berturut- akhir parameter menurunkan HR,
atau gangguan turut, selama fisiologis dari RR, MAP dan
pendengaran, 30 menit, kelompok kontrol meningkatkan SaO2
hemodinamik parameter secara statistik tidak
stabil, ventilasi fisiologis, signifikan.
mekanis selama diukur tiga - Terjadi penurunan
lebih dari 4 hari kali pada rerata HR pada
(ventilasi lima, lima kelompok intervensi
mekanis jangka belas dan tiga dari 82,8 menjadi
panjang), puluh menit 69,3
menjalani uji - Kelompok - Terjadi penurunan
pernapasan kontrol: rerata RR pada
spontan (SBT). Headphone kelompok intervensi
- Kriteria drop bebas dari 20,16 menjadi
out: meninggal, kebisingan 13,86
dipulangkan diterapkan - Terjadi penurunan
atau pada pasien rerata MAP pada
dipindahkan tersebut kelompok intervensi
dari ICU selama selama 30 dari 90,88 menjadi
3 hari menit selama 82,38
pengumpulan 3 hari - Terjadi peningkatan
data. berturut-turut, rerata SaO2 pada
selama 30 kelompok intervensi
menit, dari 96,4 menjadi
parameter 97,3
fisiologis,
diukur tiga
kali pada
lima, lima
belas dan tiga
puluh menit
Hanafi Quasi - Kelompok - Nyeri - Kelompok Hasil penelitian ini
et al., Eksperi intervensi: 6 intervensi: menunjukkan bahwa
diukur Pengukuran dari skala
(2019) men responden mendengarka mendengarkan Ayat
dengan nyeri pada kelompok
dengan - Kelompok n ayat Al- Al-Qur’an tidak
visual intervensi dengan
kelompo kontrol: 6 Qur’an,
analogue menggunakan visual berpengaruh dengan
k responden diberikan 3
scale, analogue scale tingkat nyeri dan
kontrol - Kriteria inklusi: kali sehari, tingkat kenyamanan
faces pain (p=0,263), faces pain
- Usia > 18 tahun, pada pukul jika dianalisis
rating rating scale (p=0,568)
GCS 4-14, 07.00, 15.00, menggunakan
scale dan skala kenyamanan
tanpa dan 10. untuk
- Kenyama dengan comfort scale perhitungan
- riwayat tuli 3 hari. Durasi statistik. Namun
nan (p=0,35) tidak
konduksi atau satu sesi
diukur menunjukkan perbedaan dalam penelitian ini,
tuli intervensi
dengan yang signifikan antara peneliti juga
sensorineural adalah 35
comfort pra dan pasca tes. melakukan
- Kriteria menit.
scale wawancara kepada
eksklusi: tidak - Kelompok pasien yang
disebutkan kontrol: kesadarannya
dalam mendapatkan
penelitian berangsur membaik
perawatan
dengan hasil yaitu
biasa tanpa
mereka mengatakan
diberikan
bahwa
intervensi
mendengarkan Ak-
Qur’an membawa
kenyamanan bagi
- Kelompok mereka
- Pada
Yadak Random intervensi: 32 Parameter Hasil penelitian ini
kelompok
& Aziz ized responden fisiologis Parameter fisiologis dan menunjukkan bahwa
intervensi,
(2019) control dan/atau klinis dibandingkan mendengarkan Ayat
pasien
klinis antara kelompok Al-Qur’an tidak
intervensi dan
kelompok
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
El-hady Quasi - Kelompok Parameter - Kelompok Terdapat perbedaan HR, Mendengarkan Al-
& Eksperi intervensi: 30 fisiologis intervensi: RR, SaO2 dan tekanan Qur’an merupakan
Kandeel men responden meliputi mendengarka darah pada kedua intervensi yang
(2017) dengan - Kelompok RR, HR, n ayat Al- kelompok setelah efektif untuk
kelompo kontrol: 30 SaO2 dan Qur’an dilakukan intervensi. meningkatkan
k responden tekanan berupa Surat Ada peningkatan yang parameter
kontrol - Kriteria inklusi: darah Albaqarah signifikan dalam hemodinamik,
Usia > 18 selama 60 adaptasi fisiologis fungsi pernapasan
tahun, menit tanpa setelah mendengarkan pada pasien Muslim
terintubasi dan gangguan Al-Qur’an (Mean ± SD berventilasi
memakai - Kelompok 12.86±0.68) mekanis, hal ini
ventilasi kontrol: dapat dijadikan
mekanis - pasien sebagai referensi
dimulai beristirahat empiris bagi
setidaknya 72 dengan perawat perawatan
setelah dirawat, tenang tanpa kritis yang merawat
status memakai pasien dengan latar
hemodinamik penutup belakang Islam.
stabil telinga selama
- Kriteria satu jam
eksklusi: tuli - Parameter
atau jika fisiologis
mereka untuk kedua
memiliki kelompok
kondisi yang dinilai segera
dapat setelah
mempengaruhi intervensi,
pendengaran kemudian
(misalnya setelah 10
kematian menit, 20
batang otak, menit dan 30
fraktur menit
tengkorak
basilar dan
fraktur tulang
temporal),
pasien yang
menggunakan
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
relaksan otot
juga
dikeluarkan
Rustam Quasi - 10 responden Kenyamana - Kelompok - Rata-rata skor Hasil penelitian
et al., Eksperi - Kriteria inklusi: n diukur intervensi kenyamanan total menunjukkan bahwa
(2017) men Muslim, pasien dengan menerima meningkat secara nursing comfort
tanpa dengan ventilasi Shortened nursing signifikan setelah care terintegrasi
kelompo mekanis, usia > General comfort care menerima nursing dengan Holy
k 18 tahun, sadar Comfort yang comfort care dan Pembacaan Al-
kontrol penuh menurut Questionnai diberikan terintegrasi dengan Qur’an dapat
GCS, re/ SGCQ selama dua bacaan Al-Qur’an menjadi cara yang
hemodinamik (skor 16-96) hari. (t=11.42, p=0). Selain efektif untuk
stabil, tidak Pemberian itu, berarti skor setiap meningkatkan
memiliki nursing konteks kenyamanan kenyamanan pasien
pendengaran comfort care (yaitu fisik, Muslim dengan
atau gangguan menurut Teori psikospiritual, ventilasi mekanis,
kognitif, Kolcaba yang lingkungan, dan hal ini terbukti
mampu menulis diintegrasikan kenyamanan dengan peningkatan
dan dibacakan dengan sholat sosiokultural) juga skor kenyamanan
dalam bahasa dan meningkat secara pasien setelah
Indonesia, tidak memberikan signifikan pasca diberikan intervensi
memiliki sesi intervensi. meliputi
gangguan mendengarka - Kenyamanan fisik kenyamanan fisik,
mental n bacaan Al- meningkat setelah psikospiritual,
- Kriteria Qur’an (Surat intervensi dengan lingkungan dan
eksklusi: Al Fatihah rerata 51,0 menjadi sosiokultural
menerima obat dan Surat 69,43
penenang Yasin) - Kenyamanan
intravena terus melalui MP3 psikospiritual
menerus selama 15 meningkat setelah
dan/atau agen menit intervensi dengan
analgesik - Kelompok rerata 12,20 menjadi
- Kriteria drop kontrol 16,20
out: ekstubasi menerima - Kenyamanan
selama perawatan lingkungan
penelitian. biasa meningkat setelah
intervensi dengan
rerata 9,90 menjadi
11,80
- Kenyamanan
sosiokultural
meningkat intervensi
dengan rerata 13,10
menjadi 19,30
PEMBAHASAN
Pengkajian literatur secara sistematis ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas terapi
murottal terhadap nyeri dan parameter fisiologi meliputi denyut jantung, frekuensi
pernapasan, tekanan darah dan mean arterial pressure (MAP) dan saturasi oksigen pada
pasien yang dirawat di ICU. Proses diawali dengan mencari artikel terkait di berbagai macam
database, dilakukan seleksi terhadap artikel terkait dan ditemukan 8 artikel penelitian yang
terkait. Dari telaah artikel tersebut didapatkan 3 artikel yang menunjukkan hasil bahwa terapi
murottal tidak berpengaruh terhadap nyeri dan respon fisiologis pasien yang dirawat di ICU,
sedangkan 5 artikel menyimpulkan bahwa bahwa terapi murottal berpengaruh terhadap nyeri
dan respon fisiologis pasien yang dirawat di ICU.
Terapi Murrottal Al-Qur'an adalah terapi dengan mendengarkan rekaman suara Al-Qur'an
yang dibacakan oleh seorang qori'/pembaca al-Qur'an (Heny Siswanti & Kulsum, 2017).
Pembacaan murottal Al-Qur’an memiliki ritme yang konstan, teratur dan tidak berubah secara
tiba-tiba. Tempo murottal al-Qur'an pendek, dan nadanya rendah sehingga memiliki efek
relaksasi dan dapat mengurangi rasa sakit (Priyanto et al., 2020).
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Getaran ini akan diteruskan ke tulang pendengaran yang terhubung satu sama lain.
Rangsangan fisik ini diubah oleh perbedaan dari ion kalium dan ion natrium menjadi listrik
melalui saraf
N.VII (Vestibule Cokhlearis) ke otak, tepatnya di daerah pendengaran. Area ini bertanggung
jawab untuk menganalisis suara kompleks dari memori jangka pendek, perbandingan nada,
menghambat respons motorik yang diinginkan, pendengaran yang serius dan sebagainya
(Priyanto et al., 2020; Sherwood, 2016). Dari area pendengaran sekunder (area interpretasi
auditori) sinyal bacaan Al-quran akan ditransmisikan ke posterotemporalis. Bagian dari lobus
temporal otak yang dikenal sebagai area wernicke. Area ini dimana sinyal dari area asosiasi
somatik, visual, dan auditori bertemu satu sama lain. Daerah ini sering disebut dengan
berbagai nama yang menunjukkan bahwa daerah ini memiliki kepentingan keseluruhan,
daerah interpretasi umum, diagnostik, pengetahuan dan daerah asosiasi tersier (Priyanto et al.,
2020; Sherwood, 2016).
Area Wernicke adalah area untuk interpretasi (menafsirkan atau memberi kesan) bahasa dan
sangat erat kaitannya dengan area pendengaran primer dan sekunder. Hubungan dekat ini
mungkin disebabkan oleh peristiwa pengenalan bahasa yang diprakarsai oleh pendengaran.
Setelah diproses di area Wernicke, melalui file yang terhubung ke area asosiasi prefrontal
(makna kejadian), sinyal di area Wernicke dikirim ke area asosiasi prefrontal. Sementara itu,
selain dikirim ke korteks pendengaran primer talamus. Talamus sebagai pemancar impuls
nyeri akan meneruskan rangsangan ke sumsum tulang belakang ke otak untuk terus berjalan
sehingga menghasilkan opioid alami. Opioid ini bersifat permanen untuk memblok nosiseptor
nyeri (Priyanto et al., 2020; Sherwood, 2016).
Pada studi ini didapatkan 2 artikel dengan hasil terapi murottal tidak berpengaruh pada
penurunan skala nyeri pasien yang dirawat di ICU, hal ini mungkin dipengaruhi oleh
confounding factor yang tidak dikontrol saat penelitian sehingga hasil penelitian
menunjukkan terjadi penurunan nyeri pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, yang
mana jika dilakukan perhitungan statistik maka diperoleh kesimpulan bahwa terapi murottal
tidak berpengaruh terhadap nyeri.
88
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
menyebabkan penurunan tanda-tanda vital karena penurunan sistem saraf simpatik (Froutan et
al., 2020).
Pada studi ini didapatkan 1 artikel dengan hasil terapi murottal tidak berpengaruh pada respon
fisiologis pasien yang dirawat di ICU. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak ada perubahan
yang signifikan secara statistik pada parameter fisiologis sebelum pasien mendapatkan terapi
murottal dibandingkan dengan setelah mendapatkan terapi murotal. Hasil ini mungkin
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran sampel kecil, stadium akhir penyakit
pasien, obat-obatan dan gangguan sesi Al-Qur'an oleh prosedur medis (El-Hady & Kandeel,
2017).
SIMPULAN
Tinjauan ini mengidentifikasi bahwa terapi Murottal Al-Qur’an merupakan salah satu terapi
yang dapat diterapkan untuk menajemen nyeri dan memperbaiki respon fisiologis pada pasien
yang dirawat di ICU. Berdasarkan hasil telaah terdapat 5 artikel menunjukkan bahwa terapi
Murottal Al-Qur’an dapat menurunkan nyeri, memperbaiki respon fisiologis berupa
menurunkan denyut nadi, menurunkan frekuensi napas, menurunkan tekanan darah,
menurunkan MAP dan meningkatkan saturasi oksigen. Selain itu, terdapat 3 artikel dengan
hasil terapi Murottal Al-Qur’an tidak berpengaruh terhadap nyeri dan respon fisiologis, hal ini
mungkin disebabkan karena adanya confounding factor yang tidak dikontrol selama penelitian
dilakukan. Perawat memiliki peran penting dalam manajemen nyeri dan monitoring respon
fisiologis pasien yang dirawat di ICU. Salah satu intervensi nonfarmakologik yang dapat
dilakukan perawat secara mandiri adalah dengan memberikan terapi Murottal Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al Sutari, M. M., Abdalrahim, M. S., Hamdan-Mansour, A. M., & Ayasrah, S. M. (2014).
Pain among mechanically ventilated patients in critical care units. Journal of Research
in Medical Sciences, 19(8), 726–732.
Black, J., & Hawks. (2015). Keperawatan medikal bedah. Elsevier Ltd.
Czernicki, M., Kunnumpurath, S., Park, W., Kunnumpurath, A., Kodumudi, G., Tao, J.,
Kodumudi, V., Vadivelu, N., & Urman, R. D. (2019). Perioperative Pain Management
in the Critically Ill Patient. Current Pain and Headache Reports, 23(5), 1–7.
https://doi.org/10.1007/s11916-019-0771-3
Darabinia, M., Heidari Gorji, A. M., & Afzali, M. A. (2017). The effect of the Quran
recitation on mental health of the Iranian medical staff. Journal of Nursing Education
and Practice, 7(11), 30. https://doi.org/10.5430/jnep.v7n11p30
El-Hady, M. M., & Kandeel, N. A. (2017). The effect of listening to Qur’an on physiological
responses of mechanically ventilated Muslim patients. IOSR Journal of Nursing and
Health Science, 6(5), 79–87. https://doi.org/10.9790/1959-0605097987
El-Sayed, H., El-Sayed, M., Hashim, O., Saadoon, M. M., Mahmoud, M., & Saadoon, M.
(2020). Effect of Listening to Holy Quran on Maternal and Neonatal Outcomes among
Muslim Primiparous during the Active Phase of Labor. International Journal of Novel
Research in Healthcare and Nursing, 7(2), 115–126. www.noveltyjournals.com
Elcokany, N. M., Saad, M., & El, A. (2019). The Effect of Holy Quran Recitation on Clinical
Outcomes of Patients Undergoing Weaning from Mechanical Ventilation. International
89
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Froutan, R., Eghbali, M., Hamid, S., & Reza, S. (2020). Complementary Therapies in Clinical
Practice The effect of music therapy on physiological parameters of patients with
traumatic brain injury : A triple-blind randomized controlled clinical trial.
Complementary Therapies in Clinical Practice, 40(May), 101216.
https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2020.101216
Ghiasi, A., & Keramat, A. (2018). The effect of listening to holy quran recitation on anxiety:
A systematic review. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 23(6), 411–
420. https://doi.org/10.4103/ijnmr.IJNMR_173_17
Hanafi, M., Muhammad, F., & Wulandari, D. (2019). The Effect of Quran Recitation to Pain
and Comfort Feeling on Patients with Reduced Consciousness in UNS Hospital. KnE
Life Sciences, 2019, 155–162. https://doi.org/10.18502/kls.v4i12.4169
Heny Siswanti, & Kulsum, U. (2017). Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Nyeri Pasien Post
Seksio Sesaria Di Rsi Sunan Kudus Kabupaten Kudus Tahun 2016. Universitas
Muhammadiyah Magelang, 21–26.
https://journal.unimma.ac.id/index.php/urecol/article/view/1194
Mariza, A., & Anggraini, C. L. (2020). The Effect of Listening to Holy Qur’an Recitation on
Labor Pain in The First Stage of Labor. Malahayati International Journal of Nursing
and Health Science, 03(1), 57–62.
Mofredj, A., Alaya, S., Tassaioust, K., Bahloul, H., & Mrabet, A. (2016). Music therapy, a
review of the potential therapeutic benefits for the critically ill. Journal of Critical Care,
35, 195–199. https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2016.05.021
Nordness, M. F., Hayhurst, C. J., & Pandharipande, P. (2021). Current perspectives on the
assessment and management of pain in the intensive care unit. Journal of Pain
Research, 14, 1733–1744. https://doi.org/10.2147/JPR.S256406
Pangestika, D. D., & Endiyono, E. (2020). Pengaruh Terapi Musik Alfa Terhadap Intensitas
Nyeri Pasien Dengan Ventilator Di Intensive Care Unit (Icu). Jurnal Ilmu Keperawatan
Dan Kebidanan, 11(1), 134. https://doi.org/10.26751/jikk.v11i1.765
Priyanto, Kamal, A. F., Dahlia, D., & Anggraeni, I. I. (2020). The effectiveness of
psychoreligious therapy: murottal al qur’an on chest pain level of the patient in intensive
care unit. Global Health Science Group, 1(1), 5–14.
Purnawan, I., Hidayat, A. I., Sutrisna, E., Alivian, G. N., Netra, I., & Purnawan, I. (2021).
Efficacy of listening to murattal in reducing the pain experienced by ICU patients.
Jurnal Keperawatan Soedirman, 16(3), 97–100.
https://doi.org/10.20884/1.jks.2021.16.3.1567
Rosyidul ’ibad, M., Ahmad, |, & Napik, M. (2021). Effect of Al-Qur’an Therapy on Anxiety
Cancer Patients in Aisyiah Islamic Hospital Malang. Jurnal Keperawatan, 156(2), 12.
https://doi.org/10.22219/JK.V12I2.13774.
89
Jurnal Keperawatan Volume 14 No 3, Hal 881 – 892, September 2022 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Rustam, J. S., Kongsuwan, W., & Kitrungrote, L. (2017). Effect of Comfort Care Integrated
with the Holy Qur ’ an Recitation on Comfort of Muslim Patients under Mechanical
Ventilation : A Pilot Study Effect of Comfort Care Integrated with the Holy Qur ’ an
Recitation on Comfort of Muslim Patients under Mechanic. Medical Surgical Nursing
Journal, 6(March), 34–40. https://doi.org/10.31227/osf.io/yg4xm
Rustam, J. S., Kongsuwan, W., & Kitrungrote, L. (2021). Effects of nursing comfort care
integrating with the daily Islamic rituals on comfort among mechanically ventilated
Muslim patients : A randomized clinical trial Nursing Practice Today Effects of nursing
comfort care integrating with the daily Islamic rit. Nursing Practice Today, 8(July),
322–332. https://doi.org/10.18502/npt.v8i4.6708
Shaikh, N., Tahseen, S., Zeesan Ul Haq, Q., Al-Ameri, G., Ganaw, A., Chanda, A., Zubair
Labathkhan, M., & Kazi, T. (2018). Acute Pain Management in Intensive Care Patients:
Facts and Figures. Pain Management in Special Circumstances.
https://doi.org/10.5772/intechopen.78708
Shebl, E., Mirabile, V. S., Sankari, A., & Burns, B. (2022). Respiratory failure. Statpearls
Publishing.
Summers, C., Todd, R. S., Vercruysse, G. A., & Moore, F. A. (2022). Acute respiratory failure.
Perioperative Medicine, 576(86).
Suwardianto, H., & Sari, D. A. K. W. (2019). Nyeri Pasien Kritis Pada Intervensi Sleep
Hygiene Care Di Intensive Care Unit. Jurnal Penelitian Keperawatan, 5(2), 139–145.
https://doi.org/10.32660/jpk.v5i2.409
Wang, L. P., Chen, G. Z., & Li, W. X. (2010). Pain assessment in critically ill patients.
Anesthesia and Analgesia, 111(2), 583. https://doi.org/10.1213/ANE.0b013e3181e3e5a4
Wu, P., Huang, M., Lee, W., Wang, C., & Shih, W. (2017). Complementary Therapies in
Medicine Effects of music listening on anxiety and physiological responses in patients
undergoing awake craniotomy. Complementary Therapies in Medicine, 32, 56–60.
https://doi.org/10.1016/j.ctim.2017.03.007
Yadak, M., & Aziz, K. (2019). The Effect of Listening to Holy Quran Recitation on Weaning
Patients Receiving Mechanical Ventilation in the Intensive Care Unit : A Pilot Study.
Journal of Religion and Health, 58(1), 64–73. https://doi.org/10.1007/s10943-017-
0500-3
Zaragoza, R., Vidal-cortés, P., Aguilar, G., Borges, M., Diaz, E., Ferrer, R., Maseda, E.,
Nieto, M., Nuvials, F. X., Ramirez, P., & Rodriguez, A. (2020). Neumonía UPDATE.
Critical Care, 383(383), 1–13. www.iosrjournals.org
89