1 - Pengendalian Banjir (Pertemuan 9)
1 - Pengendalian Banjir (Pertemuan 9)
TEKNIK SUNGAI
PENGENDALIAN BANJIR
OLEH :
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar nilai tinggi jagaan untuk beberapa debit banjir rencana .... 13
Tabel 2. Debit banjir rencana - lebar puncak tanggul ................................. 15
DAFTAR GAMBAR
PENGENDALIAN BANJIR
1. Umum
Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu yang kompleks. Dimensi
rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara lain:
hidrologi, hidraulika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi & sedimentasi sungai,
rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase kota, bangunan air dll. Di
samping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya
yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan
lainnya. Politik juga merupakan aspek yang penting, bahkan kadang menjadi paling
penting. Dukungan politik yang kuat dari berbagai instansi baik eksekutif (Pemerintah),
legislatif dan yudikatif akan sangat bepengaruh kepada solusi banjir kota.
Pada dasarnya kegiatan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi
aktivitas sebagai berikut:
a. Mengenali besarnya debit banjir.
b. Mengisolasi daerah genangan banjir.
c. Mengurangi tinggi elevasi air banjir.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang
penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang paling
optimal. Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya dapat
dikelompokkan menjadi dua:
a. Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir, pembuatan
waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan penghijauan di
Daerah Aliran Sungai.
b. Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul, sudetan
pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way,
pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basin dsb.
Pengendalian Banjir
Secara teknis perencanaan untuk dam pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
1) Metode pengaturan banjir
Debit banjir akan diatur secara alamiah oleh pelimpah dari dam yang tanpa
menggunakan pintu pengatur, dengan tujuan memudahkan operasi, untuk
menekan biaya operasi dan pemeliharaan dimasa mendatang. Sedangkan untuk
mendapatkan pengaruh pengaturan terhadap pengendalian banjir yang lebih
besar, dapat digunakan waduk yang dilengkapi pintu pengendali banjir.
Waduk yang mempunyai faktor tampungan atau dapat menampung air, mempunyai
efek terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola
inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya
menguntungkan terhadap pengendalian banjir, dengan adanya debit banjir yang
lebih kecil dan perlambatan waktu banjir.
Pengendalian banjir dengan waduk hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan
biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air. Yang perlu
diperhatikan dalam pengendalian banjir dengan waduk adalah perlambatan waktu
tiba banjir, penurunan debit banjir yang dilepas ke hilir dan rasio alokasi volume
waduk untuk pengendalian banjir terhadap volume untuk pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air.
Selain retention basin ada juga detention basin dan retarding basin. Perbedaannya
adalah sebagai berikut:
a. Retention basin berarti menyimpan air di suatu cekungan dan dibiarkan sampai
airnya habis karena infiltrasi atau penguapan sering disebut wet pond.
b. Detention basin adalah menyimpan air di suatu cekungan saat banjir lalu setelah
hujan reda air dialirkan ke sungai atau saluran untuk membantu keberadaan air
di sungai sering disebut dry pond.
c. Retarding basin adalah menyimpan air saat banjir dan lebih dominan
penundaan (delay) air masuk ke sungai. Sehingga pada waktu hujan banjir
sungai bisa berkurang karena dibantu dengan retarding basin.
Dalam cara ini daerah depresi (daerah rendah) sangat diperlukan untuk menampung
volume air banjir yang datang dari hulu, untuk sementara waktu dan dilepaskan
kembali pada waktu banjir surut. Dengan demikian kondisi lapangan sangat
menentukan dan berdasarkan survei lapangan, peta topografi dan foto udara dapat
diidentifikasi lokasi untuk retarding basin. Biasanya retarding basin (pond/kolam)
dibuat pada bagian hilir pada suatu daerah sungai. Sedangkan daerah
cekungan/depresi yang dapat dipergunakan untuk kolam banjir adalah dengan
memperhatikan:
a. Pemanfaatan retarding basin untuk mengendalikan banjir dan bermanfaat
efektif untuk daerah yang ada di bagian hilirnya.
b. Daerah tersebut mempunyai potensi dan efektif untuk dijadikan kolam
penampungan banjir sementara.
c. Daerah tersebut mempunyai head/energi yang cukup (perbedaan muka air
banjir antara di sungai dan muka air banjir di kolam).
Polder adalah sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh embankment baik bisa
berupa tanah urugan/timbunan atau tanggul pasangan beton atau batu kali yang
membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada kontak
dengan air dari daerah luar polder selain yang dialirkan melalui saluran buatan
manusia bisa berupa saluran terbuka atau pipa.
Polder berfungsi sementara untuk menampung aliran banjir ketika sungai atau
saluran tak bisa mengalir ke hilir secara gravitasi karena di sungai tersebut terjadi
banjir dan ada air pasang di laut untuk daerah pantai. Bila mana polder penuh
maka dipakai pompa untuk mengeluarkan air di dalam polder tersebut sehingga
daerah yang dilindungi tidak kebanjiran.
Untuk daerah rendah namun bila mempunyai nilai ekonomi tinggi polder cukup
efektif (misal perumahan elit) dibuat karena biaya operasional pompa cukup
besar. Namun untuk pemukiman padat dengan penghasilan penduduk rendah
pemerintah setempat perlu memberi subsidi untuk operasional pompa. Contoh
polder ditunjukkan dalam Gambar 4 dan 5.
3.2. Tanggul
3.2.1. Bentuk Tipikal Penampang Melintang Tanggul
Tanggul yang lengkap adalah tanggul dengan ketinggian dan bentuk tampang yang
dibutuhkan untuk melindungi terhadap tinggi banjir rencana dan dilengkapi dengan
konstruksi perkuatan lereng (revetment) dan perlindungan kaki tanggul, yang
dibangun sesuai kebutuhan.
Perbedaan antara elevasi puncak tanggul dan elevasi muka air banjir rencana
disebut tinggi jagaan (free board).
Dalam menentukan arah trase tanggul agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Supaya dipilih suatu penampang basah sungai yang paling efektif dengan
kapasitas pengaliran maksimum.
b. Agar trase tanggul searah dengan arah arus sungai dan dihindarkan terjadinya
belokan yang tajam.
c. Pada sungai-sungai yang arusnya tidak deras, diusahakan agar kurva alirannya
stabil.
d. Diusahakan agar arah trase tanggul kiri dan tanggul kanan separalel mungkin
dengan alur sungai, dihindarkan adanya perubahan lebar sungai yang
mendadak. Diusahakan agar bantaran cukup lebar, sehingga jarak antara tepi
alur sungai dan kaki tanggul cukup jauh.
Keterangan :
HWL = High Water Level atau
MAT = Muka air Tinggi/Muka Air Banjir
Elevasi puncak tanggul = Elevasi maka air banjir rencana + tinggi jagaan
Untuk bagian anak sungai yang terkena pengaruh back-water (pengaruh muka air
pada sungai induk), tinggi tanggul tidak boleh kurang dari tinggi tanggul sungai
induk. Hal ini juga berlaku bila tidak ada bangunan fasilitas pengendalian aliran
balik.
Tabel 1. Daftar nilai tinggi jagaan untuk beberapa debit banjir rencana
3
Debit Banjir Rencana (m /detik) Tinggi Jagaan (m)
Gambar 10. Ilustrasi tinggi jagaan tanggul pada anak sungai pada pertemuan dengan
sungai utama
Gambar 11. Ilustrasi tinggi jagaan tanggul pada anak sungai pada pertemuan dengan
sungai utama yang terpengaruh aliran balik (reverse flow)
Pada bagian di anak sungai yang terpengaruh oleh backwater, lebar puncak tanggul
ditentukan tidak boleh lebih sempit dari lebar puncak tanggul sungai utama : Lebar
ini juga dipakai bila fasilitas pengendali aliran tersedia, jika tinggi tanggul dari
tanah kurang dari 0,6 m dan hal-hal tertentu yang tidak dapat dihindari karena
alasan topografi, dsb.
Gambar 15. Ilustrasi tinggi jagaan tanggul dan lebar pada tanggul khusus
Tinggi dan lebar puncak tanggul ditepi danau harus di spesifikasikan seperti di
bawah ini, terlepas dari spesifikasi pada Tabel 1, dan Tabel 2. di atas.
a. Tinggi ditentukan dengan pertimbangan tinggi banjir rencana, uprush, tiupan
angin, dan sebagainya.
b. Lebar puncak di tentukan dengan pertimbangan tinggi tanggul dan kondisi
daerah sekitarnya.
Bila spesifikasi pada uraian sebelumnya sukar sekali diterapkan (karena kondisi
topografi atau alasan khusus lainnya), struktur berikut ini dapat digunakan, di luar
spesifikasi tersebut.
Struktur harus mempunyai tembok penahan dengan pasangan pada puncak tanggul
yang lebar puncaknya dispesifikasikan pada pada Tabel 2 pada bab ini, pada
ketinggian muka air banjir rencana (elevasi diatas elevasi muka air pasang rencana
untuk bagian tanggul yang dipengaruhi oleh air pasang). Apabila masih tetap sulit,
maka digunakan struktur serupa yang berdiri sendiri, menggunakan beton, sheet
piles baja dan sebagainya.
Perbaikan alur sungai biasanya termasuk perbaikan alignment atau jalur sungai,
melalui pekerjaan sudetan. Pada alur sungai yang berbelok-belok sangat kritis,
sebaiknya dilakukan sudetan, agar air banjir dapat mencapai bagian hilir atau laut
dengan cepat, dengan mempertimbangkan alur sungai stabil. Hal ini dikarenakan
jarak yang ditempuh oleh aliran air banjir tersebut lebih pendek, kemiringan
sungai lebih curam dan kapasitas pengaliran bertambah atau akan mengalami
perubahan hidrograf banjir.
Namun juga perlu memperhatikan dampak negatif sudetan. Yaitu bila suatu sungai
disudet tidak akan menimbulkan problem banjir di tempat lain. Dengan adanya
perubahan bentuk hidrograf banjir setelah adanya sudetan akan berdampak
terhadap peningkatan debit pengaliran dan waktu tiba banjir dari hidrograf lebih
pendek. Hal tersebut akan menurunkan muka air banjir di sebelah hulu dan
menambah banjir di sebelah hilir atau berpengaruh baik di hulu dan berpengaruh
jelek di hilir. Pada pekerjaan sudetan perlu dilakukan perbaikan alur sungai di hulu
dari daerah yang dilindungi dari banjir dan juga diimbangi dperbaikan alur sungai
di sebelah hilir sudetan.
Sudetan pada alur sungai aluvial yang bermeander dapat terjadi secara alamiah
karena adanya pergerakan/pergeseran meander. Namun sudetan dapat juga dibuat
oleh manusia, sebagai salah satu usaha pengaturan sungai untuk tujuan tertentu.
Dalam hal ini diperlukan kesadaran dan pengertian bagi para perencana,
mengingat dengan dilakukannya sudetan berarti mengganggu keseimbangan yang
ada, sehingga secara alamiah alur sungai cenderung kembali pada kondisi semula.
Pada masa mencari atau mencapai keseimbangan baru tersebut, biasanya disertai
dengan kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan dan diperkirakan sebelumnya.
Hal ini terjadi pada sudetan yang tidak disertai dengan perencanaan alur sungai
stabil dan mempertimbangkan segala proses yang akan timbul. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam sudetan adalah:
a. Tujuan dilakukan sudetan.
b. Arah alur sungai sudetan (kondisi meander yang ada).
c. Penampang sungai sudetan.
d. Usaha mempertahankan fungsi dari sudetan.
e. Pengaruh sudetan terhadap sungai secara keseluruhan, bangunan-bangunan
pemanfaatan sumber daya air maupun bangunan fasilitas.
f. Pengaruh penurunan muka air di sebelah hulu sudetan terhadap lingkungan.
g. Pengaruh berkurangnya fungsi retensi banjir.
h. Tinjauan terhadap sosial ekonomi.
Di samping itu alasan melakukan sudetan dalam kaitan dengan pengendalian banjir
adalah:
a. Sungai yang berkelok-berkelok atau bermeander kritis, adalah merupakan alur
yang relatif tidak stabil, dengan adanya sudetan akan lebih baik.
b. Dengan adanya sudetan akan terjadi bentuk hidrograf banjir antara di bagian
hulu dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di bagian
hulunya.
Bentuk sungai yang disudet dan hidrograf banjir sebelum dan sesudah sudetan
ditunjukkan dalam Gambar 17 dan 18
Keterangan:
V1 adalah kecepatan air di I sebelum sungai disudet V2 adalah kecepatan air di I setelah
sungai disudet
A. Hidrograf banjir di I
B. Hidrograf banjir di O sebelum sudetan
C. Hidrograf banjir di O sesudah sudetan
3.4. Floodway
Pembuatan floodway dimaksudkan untuk mengurangi debit banjir pada alur sungai
lama, dan mengalirkan sebagian debit tersebut banjir melalui floodway. Hal ini
dapat dilakukan apabila kondisi setempat sangat mendukung untuk membuat
Floodway berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir pada waktu banjir,
sehingga debit banjir pada alur sungai lama akan berkurang dan akan menurunkan
tingkat resiko banjir. Kondisi pada umumnya, bahwa alur lama melewati kota,
sehingga menjadi rawan banjir. Sedangkan lahan pada kawasan pemukiman di kota
sangat mahal dan sulit untuk pembebasan lahan, sehingga perbaikan alur sungai
untuk memenuhi debit mengalami kesulitan.
Untuk mengatasi banjir dengan floodway, di samping aspek rekayasa/engineering,
aspek non teknis juga perlu dipertimbangkan. Jadi sebagian banjir akan dilewatkan
melalui floodway sebelum masuk daerah yang dilindungi atau daerah kota dan bisa
langsung dialirkan ke laut. Perubahan aliran banjir lewat floodway tersebut, jangan
sampai menimbulkan masalah sosial ekonomi di masa mendatang terutama dari
masyarakat yang dilalui floodway tersebut. Beberapa faktor yang harus menjadi
perhatian dalam pembuatan floodway adalah:
a. Alur lama yang melewati kota sulit untuk diperbaiki sesuai dengan debit
desain, karena kesulitan lahan yang sudah penuh pemukiman.
b. Alur lama berbelok-belok terlalu jauh, untuk menuju ke laut, sehingga dari
segi hidrolis tidak menguntungkan.
c. Terdapat jalur untuk alur baru yang menguntungkan (lebih pendek), dengan
menggunakan sungai kecil yang ada.
d. Pembebasan lahan pada alur floodway tidak mengalami kesulitan.
e. Tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya air yang ada.
f. Dampak negatif (sosial ekonomi) diupayakan sekecil mungkin.
Bila perbaikan alur terletak di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi,
maka perlu ada kajian dan evaluasi mengenai lahan yang ada, pembebasan tanah
serta dampak sosial yang akan timbul. Sedangkan untuk pembuatan floodway yang
melewati di daerah yang kepadatan penduduknya rendah ataupun daerah
persawahan dan tambak, kemungkinan pembebasan lahan lebih murah dan ringan
serta persoalan sosial bisa lebih kecil. Maka dalam desain, kemungkinan dapat
menggunakan/memperlebar alur sungai yang ada ke kanan dan (atau) ke kiri
untuk memenuhi kapasitas pengaliran yang ada menjadi konsideran yang penting
sebelum penentuan atau perencanaan jalur floodway.
Dalam perencanaan floodway, kajian rekayasanya setidak-tidaknya meliputi antara
lain:
a. Debit banjir rencana,
b. Jalur floodway,
c. Perencanaan alur floodway yang meliputi penampang memanjang dan
melintangnya,
d. Bangunan pembagi banjir.
Diketahui :
Debit banjir Q50 = 158 m3/dt
Catchment area A = 40 Km2
Void ratio λ = 0,4
Kemiringan dasar sungai lahar Io = 0.125 = tan θ
Kemiringan rencana endapan sedimen Ip = 0.087
Tinggi main dam Hd = 10 m
Konsentrasi sedimen C = 20%
Gravitasi g = 9,8 2
m/dt
Sudut datang aliran lahar β = 60 derajat
Konsentrasi sedimen di dasar sungai C* = 0,6
Rapat masa sedimen ρs = 2,6 ton/m )
3
Perhitungan :
= 189,65 m /dt ≈ Qp
5/2 3
Q = 7,15 x 55 x 0,755
Jadi hs = 0,75 m
Ns = 1,2
Perhitungan :
Penghitungan :
Untuk menghitung stabilitas lereng dapat juga digunakan beberapa metode
antara lain : pias, elemen hingga, Janbu, dan Felenius.
Sebagai contoh penghitungan digunakan metode pias.
Berikut ini tabel penghitungan stabilitas lereng untuk bidang gelincir paling kritis:
1,7 0,7 0,625 0,744 1 0,00 0,000 0,744 0,670 0,740 0,498 0,550 0,00
1,7 1,0 0,625 1,063 1 0,10 0,063 1,125 0,770 0,640 0,866 0,720 0,10
1,7 1,5 0,625 1,594 1 0,13 0,081 1,675 0,850 0,530 1,424 0,888 0,13
1,7 1,6 0,625 1,700 1 0,30 0,188 1,888 0,910 0,400 1,718 0,755 0,30
1,7 1,3 0,625 1,381 1 0,25 0,156 1,538 0,960 0,280 1,476 0,431 0,25
1,7 1,2 0,625 1,275 1 0,12 0,075 1,350 0,980 0,170 1,323 0,230 0,12
1,7 1,1 0,625 1,169 1 0,06 0,038 1,206 1,000 0,030 1,206 0,036 0,06
1,7 0,8 0,625 0,850 1 0,02 0,013 0,863 -0,990 -0,100 -0,854 -0,086 0,02
Bidang gelincir paling kritis diperoleh dengan cara trial and error pada beberapa titik O
yang berbeda sehingga diperoleh nilai SF paling kritis.