Anda di halaman 1dari 32

PERTEMUAN 11—12

TEKNIK SUNGAI
ALIRAN DEBRIS

OLEH :

Ir. DWI PRIYANTORO, MS.


NIP. 19580502 198503 1 001

JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2021
TEKNIK SUNGAI Th.2020

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv

1. Mekanisme Transpor Sedimen ............................................................. 1


1.1. Pengertian Aliran Debris .......................................................... 1
1.2. Sifat Pengaliran ........................................................................ 2
1.3. Perhitungan pengangkutan ....................................................... 3
1.4. Sumber Terjadinya Aliran Debris ............................................ 7
1.5. Proses Erosi Permukaan Dasar Sungai ..................................... 11
1.6. Proses Gerakan Batuan ............................................................. 11
1.7. Proses Berhentinya Aliran Debris ............................................ 14
2. Pengendalian Aliran Debris .................................................................. 15
2.1. Identifikasi sumber sedimen/ debris ......................................... 15
2.2. Karakteristik Aliran Sedimen/ Debris ...................................... 15
2.3. Mekanisme Aliran Sedimen/ Debris Pada Alur Sungai ........... 15
2.4. Konsep pengendalian aliran sedimen/debris ............................ 17
2.5. Sabo Basic Point ....................................................................... 19
2.6. Estimasi Produk Sedimen ......................................................... 19

Ir. Dwi Priyantoro, MS. i


TEKNIK SUNGAI Th.2020

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses terjadinya aliran sedimen/debris (lahar) ................................. 1


Gambar 2. Gambar Type Aliran Tanah................................................................ 9
Gambar 3. Flow Types Definied By River Bed Gradient and Flow Conditions . 10
Gambar 4. Skema Lahar Flow ............................................................................. 15
Gambar 5. Skema rekayasa teknik sabo pengendalian aliran sedimen/debris .... 18
Gambar 6. Titik Dasar Sabo (Sabo Basic Point).................................................. 19
Gambar 7. Estimasi Volume Efektif Sedimen ..................................................... 20
Gambar 8. Jenis bangunan sabodam menurut zona ............................................. 21

Ir. Dwi Priyantoro, MS. ii


TEKNIK SUNGAI Th.2020

ALIRAN DEBRIS

1. Mekanisme Transpor Sedimen


1.1. Pengertian Aliran Debris
Aliran sedimen/debris adalah gerakan massa dari bahan rombakan yang berupa
sedimen dengan berbagai gradasi butiran dan sisa-sisa tanaman dan bangkai
hewan serta bercampur dengan air dan udara yang bergerak secara kolektif
menuruni lereng gunung karena pengaruh gravitasi.

Pada gerakan kolektif batu-batu besar berada dibagian depan diikuti batu-batu
yang lebih kecil dibelakangnya kemudian kerikil, dan seterusnya pasir diujung
belakang. Aliran sedimen/debris dapat terjadi karena:
1. Terangkatnya endapan didasar sungai pada waktu banjir;
2. Ada tebing atau bukit yang longsor;
3. Ada dam atau tembok penahan tanah yang runtuh.

Proses terjadinya aliran sedimen/debris ditampilkan dalam Gambar 1.

Sumber: Haryono K., 2013, Aliran debris dan Lahar

Gambar 1. Proses terjadinya aliran sedimen/debris (lahar)

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 1


TEKNIK SUNGAI Th.2020

Aliran sedimen/debris atau lahar umumnya terjadi oleh adanya curah hujan
meskipun dengan intensitas rendah, tetapi durasinya lama atau curah hujan dengan
intensitas tinggi tetapi durasinya pendek. Disamping itu, aliran sedimen/debris
juga dipengaruhi oleh ketersediaan deposit material vulkanik pada kemiringan
dasar tertentu baik pada lereng gunung maupun pada alur sungai. Aliran
sedimen/debris di wilayah gunungapi dikenal dengan lahar, memiliki rapat
massa (mass density) yang tinggi, sehingga batu berdiameter besar dengan volume
beberapa meter kubik dapat diangkut terbawa aliran lahar dan dapat mencapai jarak
tempuh (travel distance) yang jauh.

Dengan demikian, aliran lahar terbentuk semata-mata tidak hanya bergantung


pada air hujan yang jatuh pada endapan material vulkanik saja, melainkan
bergantung pula pada kuantitas dari endapan material vulkanik tersebut.

1.2. Sifat Pengaliran


Sifat pengaliran pada alur sungai di pegununungan yang dilewati bahan hasil
letusan dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Aliran lahar (debris flow)
2) Aliran lumpur (mud flow)
3) Aliran muatan dasar (bed load flow)

1) Aliran lahar (debris flow)


Aliran lahar merupakan bentuk aliran yang bukan disebabkan oleh “tractive
force" air yang mengalir, melainkan mengalir karena tenaga sedimen
(material). Pengangkutan ini merupakan bentuk pengangkutan kolektif, dimana
pasir dan batu mengalir secara bersama - sama.

2) Aliran lumpur (mud flow)


Aliran lumpur merupakan aliran yang mempunyai konsentrasi sedimen tinggi
dengan pengangkutan massa yang tidak komplit. Beberapa bagian darinya
menunjukkan pengangkutan kolektif, sedang bagian yang lain menunjukkan
pengangkutan individu.

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 2


TEKNIK SUNGAI Th.2020

3) Aliran muatan dasar (bed load flow)


Aliran muatan dasar merupakan bentuk aliran yang disebabkan oleh “tractive
force" air yang mengalir pengangkutannya merupakan bentuk pengangkutan
individu.

sifat - sifat aliran tersebut adalah yang dipengaruhi oleh adanya jatuhan hujan,
diluar aliran pyroclstik dan pengaruh adanya over land flow.

1.3. Perhitungan pengangkutan


A. Penentuan sifat aliran
Sebelum melakukan perhitungan pengangkutan sedimen bahan hasil letusan,
terlebih dulu harus di tentukan sifat pengalirnya. Untuk keperluan ini dapat
digunakan formula pendekatan yang dikemukakan oleh Takahashi, seperti
berikut ini :

1. Aliran lahar :
Aliran lahar terjadi bila :
c * (σ − ρω ) tan φ
tan θ =
 h
c * (σ − ρω ) + ρω 1 + 
 d
dimana
θ = sudut kemiringan dasar sungai
(tan θ = I = slope dasar sungai )
φ = sudut geser dalam butiran dasar sungai
c* = konsentrasi butiran pada endapan
= (Vs/V) dimana Vs = volume solid material ; V = volume air )
σ = kerapatan debris (ton/m3)
ρω = kerapatan air (ton/m3)
h = kedalaman aliran
d = diameter rata - rata butiran permukaan dasar sungai

2. Aliran lumpur
Aliran lumpur terjadi bila

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 3


TEKNIK SUNGAI Th.2020

c * (σ − ρω ) tan φ c * (σ − ρd ) tan φ
> tan θ >
 h  h
c * (σ − ρω ) + ρω 1 +  c * (σ − ρd ) + ρω 1 + 
 d  d1 
dimana :
ρω = kerapatan material (ton/m3)
d1 = diameter rata - rata dasar sungai

3. Aliran muatan dasar .


Aliran muatan dasar terjadi bila

c * (σ − ρd ) tan φ
tan θ <
 h
c * (σ − ρd ) + ρω 1 + 
 d1 

B. Rumus perhitungan
Material yang dikeluarkan dari hasil letusan dimulai dari puncak (kubah lava)
dan selanjutnya dibawa oleh aliran air ketika terjadi hujan lebat (gambar 1-1).
Angkutan sedimen ini dapat dihitung berdasarkan simulasi antara gaya traktif
aliran air dan aliran sedimen.

1. Aliran lahar :
Rapat jenis dan volume aliran lahar yang di bawa oleh aliran air di sungai
menurut Takahashi adalah. :
ρd x tan φ
Cd =
(σ − ρd ) x (tan φ − tan θ )
Cd ≤ 0,8 c *
Qs = c * / (c * − Cd ). Cd .Qw

dimana :
Cd = rapat jenis aliran lahar (ton/m3)
Qw = debit ailran sungai (m3/det)
Qs = debit sedimen (m3/det)

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 4


TEKNIK SUNGAI Th.2020

2. Aliran lumpur
Aliran lumpur merupakan aliran antara/peralihan dari aliran lahar dan aliran
muatan dasar. Untuk menentukan debit aliran lumpur ini, dapat digunakan
persamaan yang diberikan oleh Mizuyama, yaitu :
Qs = 5,5 tan 2 θ .Qw
dimana :
Qw = debit aliran sungai (m3/det)
Qs = debit aliran lumpur (m3/det)

3. Aliran muatan dasar :


a. Meyer Peter dan Muller (MPM)
Rumus ini dikembangkan berdasarkan percobaan dimana kondisi
hidraulik dan komposisi material dasar mempunyai variasi lebar.
Persamaannya adalah sebagai berikut :

( )
1
= 8 (τe * − 0,047 ) 2
3
q B / ∆.g.d 3 2

dimana :

( )
1
= 8 (τe * − 0,047 ) 2
3
q B / ∆.g .d 3 2

3
τe * =τ * (nb / n) 2

n =U *2 / (∆.g.d )
1
nb = 0,0192 (d 90 ) 6

τ * = h.I / ∆.d dan

{
h = n.Q / B( I )
1
2
} 0, 6

qB = angkutan dasar per unit lebar (m3/det/m')


nb = kekasaran dari kecepatan miring, dianggap dasar rata dan licin
(m.det )
n = kekasaran sesungguhnya
h = kedalaman aliran (m)
Q = debit aliran sungai (m3/det)
d90 = diameter butiran (cm)
I = tan θ = slope dasar sungai
∆ = (ρs - ρw) / ρw

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 5


TEKNIK SUNGAI Th.2020

b. Ashida - Takahashi - Mizuyama


Mereka me1akukan percobaan tentang kondisi kritik untuk berhentinya
campuran pasir.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tegangan geser untuk setiap
ukuran butiran adalah konstan dan hampir sama dengan nilai diameter
rata - rata butiran.
Angkutan dasar untuk campuran pasir diberikan dalam persamaan
berikut :

12 − 24(tan θ ) 2 1,5 − ( tan θ )2  


1  1 
τc *   τc * 
( )
1
q B / ∆.g.d 3 2
= τ* x  I −α 2 . I − α
cos θ  τ *  τ * 
1
  s 2
 
2  uf − . tan θ  
  s−I 
α = 
 I − s . tan θ 
 s−I 
 
dimana :
qB = angkutan dasar per unit lebar (m3/det/m')
s = berat spesifik
d = diameter rata - rata butiran (m)
I = tan θ = slope dasar sungai
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/det2)
τc* = 0,042 x 10(1,72 tan θ)
τ * = R.I/∆.d
R = jari - jari hidraulik (m)
R = h (bila lebar sungai B > 10 h ; h = kedalaman aliran)
uf = koefisien geser kinematik material dasar (dari percobaan
ditentukan = 0,425 )

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 6


TEKNIK SUNGAI Th.2020

1.4. Sumber Terjadinya Aliran Debris


Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya aliran debris :
Kemungkinan I :
Terjadi longsoran yang besar, sedangkan daerah tampungan sebelah hulu cukup
luas. Pada waktu hujan besar di daerah hulu, akan terjadi pula aliran yang besar
(pada umumnya), dan akan membawa atau mengangkut rombakan dari longsoran
tersebut ke daerah/ke tempat yang lebih rendah/hilirnya.

Kemungkinan II :
Terjadi longsoran - longsoran pada tebing yang terjal (misalnya tebing - tebing
sungai yang terjal), sehingga terjadi pembendungan pada sungai, yang akan
merupakan kolam/empang. Akibat hujan deras, tekanan air terus bertambah, maka
akan mengakibatkan terjadinya limpas atau bobol, bila pembendungan tersebut
tidak kuat menahan air (tekanan air), sehingga terjadi banjir bersama - sama
rombakan tersebut.

Kemungkinan III :
Banjir besar (abnormal) sehingga menyebabkan gerusan pada dasar dan longsoran
tebing (kanan/ kiri sungai).

Kemungkinan IV :
Terjadinya letusan gunung api. Magma yang keluar dari kepundan/kawahnya
merupakan rombakan batuan - batuan, sehingga terjadi akumulasi rombakan di
daerah hulu.
Bila terjadi hujan di daerah timbunan atau sebelah hulunya dan tergantung besar
kecilnya curah hujan tersebut, maka akan terjadi proses :

Gerakan debris / rombakan :


- Runtuhan (faal)
- Longsoran / debris slide (sliding)
- Erosi permukaan tanah (erosi karena hujan / angin)
- Aliran tanah (debris flow - mudflow - lahar flow)

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 7


TEKNIK SUNGAI Th.2020

Dinamika aliran seperti :


1. NUEE ARDANTE FLOW → aliran pekat / kental
2. DEBRIS FLOW → aliran pekat
3. LAHAR FLOW → aliran agak encer
4. SEDIMENT FLOW → aliran lebih encer

Berdasarkan karakteristik aliran :


1. BOULDER TYPE DEBRIS FLOW
2. MUDDY DEBRIS FLOW
3. LAHAR FLOW

Sumber dari debris flow antara lain :


1. Longsoran dalam jumlah besar dan DAS sebelah hulunya luas
2. Longsoran pada tebing yang terjal sehingga terjadi pembendungan alam
3. Banjir besar (abnormal) mengakibatkan erosi dasar dan tebing sungai
4. Letusan gunung api :
a. Runtuhan
b. Longsoran
c. Erosi (hujan/angin)
d. Aliran (debris; lahar)

Klasifikasi Aliran
Boulder type Mud flow Lahar
lebih dari 20%
1. Komponen material lebih kecil
kurang dari 20% lebih dari 20% biasanya lebih
0,1 mm
40%
igneous Pyroklastik (debu
2. Batuan granite palaezoic
pyroklastik tersier vulkanik / lava)
- lebih dari 5% - lebih dari 5%
- umumnya 10 - - umumnya 10 -
3. Koef aliran kurang dari 5%
15% 15%
- lebih 40% - kurang dari 40%
4. Kepekatan lebih 40% lebih 40% kurang dari 40%
terjadi penimbunan
5. Keadaan pada dam terjadi loncatan tak menentu
(terhenti)
timbunan pada
- longsoran
sungai dengan dari hasil gerakan
6. Sumber material dan gerakan - letusan
gradien lebih dari debris flow
15%
7. Karakteristik aliran run straight a head run straight tak menentu

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 8


TEKNIK
K SUNGAI Th.202
20

Proses geraakan debris bberdasarkann kemiringann/sudut lerengg


1.  > 20o - proses
p terjaddinya debris
2. 20o >  > 15o - debris
d mulaii bergerak
3. 15o >  > 10o - sebagian
s debbris mulai mengendap
m
4. 10o >  > 3o - debris
d mengendap
5. 3o >  > 0o - sedimen
s menngendap

Gambar 2. Gambar Typee Aliran Tanaah

Ir. Dwi Priyantoro, MS.


M 9
TEKNIK
K SUNGAI Th.202
20

Q = Floood discharge
g = Gravvitational acceleration
d = Mateerial size
B = Riveer width
l = Riveer bed gradieent  Dr Asshida

G
Gambar 3. Flow Typpes Definiedd By River Bed Gradient and Flow Conditions
C

Ir. Dwi Priyantoro, MS.


M 10
TEKNIK SUNGAI Th.2020

1.5. Proses Erosi Permukaan Dasar Sungai


Dari rumus :
Cd (σ −τ )
tg θ ≥ .tgφ
 ho 
Cd (σ −τ ) + τ 1 + 
 d 
Seperti telah dibahas sebelumnya rumus ini memberi gambaran permukaan dasar
sungai tererosi setebal d, bila terjadi aliran dengan kedalaman ho, atau batuan
dengan diameter d yang dapat tererosi.
Karena butiran (batuan) lapisan dasar sungai yang mengalirkan lahar tidak
homogeny, maka dalam proses erosi tersebut butiran dengan diameter > d belum
tererosi.

Bila aliran debris masih berlangsung, akan terjadi tahapan – tahapan dalam proses
tersebut :
Pada tahap I - tererosi setebal d1
Pada tahap II - tererosi setebal d2 (d2 > d1)

1.6. Proses Gerakan Batuan


Karena batuan dengan diameter B belum tererosi maka akan terjadi arus membelok
dikanan - kiri batuan B dan olakan disebelah hilir B.
Akibat terjadinya olakan tersebut, merupakan proses awal geser dan guling dari
batuan B
tergeser → gaya translasi
mengguling → gaya rotasi

Baik gaya translasi maupun gaya rotasi akan menimbulkan tenaga kinetis. Pada saat
batuan mengalami proses gerak (geser dan/atau guling, maka batuan mendapat
pengaruh :
- akibat kecepatan aliran
- benturan dari batuan lain yang telah bergerak
Proses tersebut terulang selama terjadi pengaliran

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 11


TEKNIK SUNGAI Th.2020

Constrained Kinetic energy Momentum


Mean Angular
Mass Angular Constrained Constrained
Diameter velocity Translation Rotation Translation Angular
Gravel No velocity rotation angular
l M W Wc Ek Er Ers M Mr Mrc
m ton sec-1 sec-1 m2/sec Ton m/sec Ton m2/sec
1 2,4 16,9 1,4 3,1 116 10 46 63 13 7,4
2 2,3 15,7 2,9 3,2 107 34 43 58 24 6,7
3 3,3 46,7 Illegible 316 171
4 1,3 2,9 7,9 5,7 20 15 8 11 4 0,7
5 2,0 10,1 10,4 3,7 70 218 28 38 42 3,7
6 2,4 16,9 stoppage

Assumption Motion of spherical body


v = 3,7 m/sec
3
4 1
M = P x 
3 2
1
Er = IW
2
q = 2,5 ton/m2
2
2 P
I = M x 
5 2
Mr = IW
Motion of Large Gravels (August 123, 1975 at 15:09 hours)

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 12


TEKNIK
K SUNGAI Th.202
20

Gambar 4. Skema Laahar Flow

Ir. Dwi Priyantoro, M


MS. 13
TEKNIK SUNGAI Th.2020

1.7. Proses Berhentinya Aliran Debris


Bila erosi bertambah (baik dari dasr maupun dari tebing sungai) maka kekentalan
debris akan bertambah, dari rumus :
τ .tg θ
Cd > .
(σ −τ )+τ (tgφ − tg θ )

Maka terjadi pertambahan kekentalan Cd dan akan terjadi proses berhentinya aliran
debris. Dari rumus tersebut diperoleh pula :
Cd (σ −τ )
tg θ < .tgφ
Cd (σ −τ ) +τ

Pembendungan semu
Lahar flow dengan kepekatan kurang dari 40% selema pengalirannya akan terjadi
erosi dasar atau tebing sungai, maka kepekatan bertambah Cd > Cdo.
Dengan bertambah kepekatan tersebut maka terjadi penghambatan kecepatan aliran
atau terjadi proses pengendapan (teoritis).
Pengendapan mengakibatkan volume aliran sebelah hulu bertambah (atau ho
bertambah) sehingga akan terjadi proses erosi lagi. Proses pengendapan dan erosi
tersebut akan terjadi selama penga1irannya dan proses tersebut dapat dikatakan
"Pembendungan semu".
Pembendungan semu (positif atau negatif) akan mengakibatkan permukaan dasar
tidak merata sehingga akan terjadi aliran berge1ombang,

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 14


TEKNIK SUNGAI Th.2020

2. Pengendalian Aliran Debris


2.1. Identifikasi sumber sedimen/ debris
Identifikasi sumber sediman/debris dapat dilakukan dengan bantuan peta geologi,
survei lapangan, penelusuran alur sungai, interpretasi photo udara, dan
pengumpulan data dan informasi bencana alam akibat aliran sedimen/ debris yang
pernah terjadi.
Sumber sedimen/debris dapat berasal dari:
1. Sumber sedimen/debris dari daerah vulkanik
a. Endapan lepas piroklastik;
b. Lava, lahar, dan abu vulkanik yang tersebar di lereng gunungapi;
c. Endapan material vulkanik yang berada pada alur sungai .
2. Sumber sedimen/debris dari daerah nonvulkanik
a. Sedimen/debris yang berasal dari daerah hancuran sekitar patahan (fracture
zone) yang rawan longsor;
b. Sedimen hasil erosi permukaan lahan kritis;
c. Endapan sedimen/ debris yang telah berada pada alur sungai.

2.2. Karakteristik Aliran Sedimen/ Debris


1. Aliran debris pada umumnya terjadi di bezuk (torrent);
2. DAS relatif kecil dan ramping. Curam dan memiliki slope tidak seragam;
3. Di lereng gunungapi dijumpai endapan material lahar (vulcanic debris) lepas
dalam jumlah yang sangat banyak dan mudah terangkut ke badan air dalam
bentuk aliran lahar (lahar flows atau vulcanic debris flows);
4. Aliran debris (lahar, sedimen) didominasi oleh aliran superkritik (supercritical
flows) dan aliran tidak tetap tidak seragam (unsteady nonuniform flows).
Sifat aliran ini mampu mengangkut sedimen dalam jumlah besar;
5. Gradasi butiran material debris bervariasi mulai dari halus (smooth) sampai
sangat kasar (coarse) bahkan sering dijumpai boulder dengan diameter 3 meter
atau lebih;
6. Lahar (volcanic debris) mempunyai kekentalan (viscosity) yang tinggi
sehingga alirannya bersifat kolektif dan bergerak secara massa (mass
movement);

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 15


TEKNIK SUNGAI Th.2020

7. Aliran debris (sedimen, lahar) mempunyai rapat massa (mass density) yang
besar (1200 – 1300 kg/m3) sehingga mampu mengangkut material dengan
gradasi besar seperti stone, boulder, couble.

2.3. Mekanisme Aliran Sedimen/ Debris Pada Alur Sungai


Berdasar lokasi terjadinya aliran sedimen/debris serta dampak yang diakibatkan oleh
fenomena gerakannya, wilayah gerakan aliran dibagi menjadi tiga wilayah yaitu:
1. Wilayah produksi sedimen (alur torrential/rapids)
Wilayah produksi sedimen adalah wilayah dengan kemiringan kira-kira lebih
besar 6% atau lebih 4°. Di wilayah produksi ini kecepatan aliran mampu
mengerosi bedrock yang masih lapuk serta mengangkut bebatuan dengan
diameter besar (boulder). Fenomena yang terjadi di wilayah produksi yang
mempengaruhi pemilihan fungsi bangunan Sabo, adalah:
a. Erosi material dasar sungai;
b. Guguran material tebing sungai;
c. Gerakan massa tanah pada lereng (landslide) dan guguran tebing (cliff
failure);
d. Pecahnya pembendungan alam (natural dam break);
e. Gerakan endapan material piroklastik hasil erupsi gunung api.

2. Wilayah pengangkutan sedimen (alur jalin /braided)


Wilayah pengangkutan sedimen adalah wilayah dengan kemiringan 3-6 % atau
2-4°. Di wilayah ini pada debit ≤ debit dominan sebagian besar material dari
daerah produksi akan diendapkan terutama yang berdiameter besar (boulder)
dalam gugusan-gugusan (clusters) pada dasar sungai membentuk garis-garis
aliran yang saling memotong (berjalin).
Fenomena aliran sedimen/debris yang terjadi di wilayah pengangkutan
sedimen yang mempengaruhi pemilihan fungsi bangunan Sabo, adalah:
a. Benturan langsung antar butiran besar yang berada di kepala aliran
sedimen/debris menghasilkan volume butiran lebih kecil (kerikil dan pasir)
lebih banyak yang akan terangkut oleh debit-debit kecil ke hilir;
b. Peningkatan jumlah pasokan sedimen ke hilir;
c. Limpasan banjir dari aliran sedimen/debris dapat terjadi pada waktu
aliran banjir bandang dengan debit > debit dominan alur.
Ir. Dwi Priyantoro, MS. 16
TEKNIK SUNGAI Th.2020

3. Wilayah pengendapan sedimen (alur alluvial)


Wilayah pengendapan sedimen adalah wilayah dengan kemiringan <3% atau
<2°. Fenomena aliran sedimen/debris yang terjadi di wilayah pengendapan
sedimen yang mempengaruhi pemilihan fungsi bangunan Sabo adalah:
a. Pengendapan sedimen pada tempat-tempat tertentu di sepanjang alur ini;
b. Limpasan sedimen khususnya pada waktu terjadi banjir bandang ke luar
alur dan membentuk dataran aluvial kipas (fan shaped alluvial deposit), di
hilir titik apex;
c. Pengulangan erosi (re-erosion) dan deposisi di sepanjang alur oleh
dinamika aliran debit.

2.4. Konsep pengendalian aliran sedimen/debris


Konsep pengendalian aliran sedimen/debris adalah:
1. Menahan sebagian atau seluruh material sedimen di wilayah produksi supaya
tetap berada ditempat, tidak mengalir kebawah;
2. Memperlambat kecepatan dan mengarahkan aliran sedimen/debris di
wilayah transportasi;
3. Menangkap dan membatasi penyebaran aliran sedimen/debris.

Berdasarkan prinsip tersebut maka di wilayah produksi sedimen, pengendalian


aliran sedimen/debris dilakukan dengan cara:
1. Menstabilkan material hasil longsoran atau material vulkanik hasil erupsi gunung
api agar tetap berada di tempatnya ketika terjadi hujan dengan intensitas tinggi;
2. Membuat dasar sungai berkemiringan curam atau torrent river menjadi lebih
stabil;
3. Menahan material sedimen hasil longsoran dan menjaga elevasi dasar sungai.

Untuk wilayah pengaliran (transportation area) pengendalian aliran dilakukan


dengan cara:
1. Membuat penampang sungai mampu melewatkan debit aliran
sedimen/debris tertentu agar tidak terjadi limpasan;
2. Melakukan tindakan aktif terhadap aliran sedimen/debris dengan
mempengaruhi pergerakannya dengan cara penyediaan kapasitas tampung,
kontrol dan menahan oleh bangunan pengendali sedimen;
Ir. Dwi Priyantoro, MS. 17
TEKNIK SUNGAI Th.2020

3. Mempertimbangkan berbagai dampak yang terjadi terhadap keberadaan


fasilitas bangunan pengendali sedimen, seperti gerusan dihilir dam pengendali
sedimen sehingga diperlukan bangunan pelindung, gaya benturan (impact
force) pada bagian depan arah datangnya aliran sedimen/debris, terutama
bagian sayap dan mercu pelimpah.

Untuk wilayah hilir (daerah pengendapan atau penyebaran) pengendalian aliran


sedimen/debris dilakukan dengan cara:
1. Merencanakan daerah tampungan yang memadai dibagian paling hulu wilayah
pengendapan untuk menerima pasokan sedimen;
2. Jika area tampungan yang disediakan berupa dam pengendali sedimen (Sabo
dam), bangunan ini berada pada posisi paling hilir dari suatu rangkaian seri dam
pengendali sedimen diatasnya;
3. Dam pengendali sedimen diusahakan selalu dalam kondisi kosong, sehingga
selalu siap menampung pasokan sedimen setiap saat;
4. Bila diperlukan kanal untuk mengalirkan debit rencana yang telah diperhitungkan,
perlu dibuat kanal yang diusahakan selurus mungkin.

Skema rekayasa teknik sabo pengendalian aliran sedimen/debris disajikan dalam


Gambar 5.

Gambar 5. Skema rekayasa teknik sabo pengendalian aliran sedimen/debris


Ir. Dwi Priyantoro, MS. 18
TEKNIK SUNGAI Th.2020

2.5. Sabo Basic Point


Untuk memformulasikan perencanaan Sabo suatu DAS tertentu, mula-mula
harus ditentukan suatu titik referensi/titik dasar Sabo yang disebut “Sabo Basic
Point“. Sabo Basic Point (SBP) adalah suatu titik di alur sungai yang
dipergunakan sebagai titik dasar dalam menghitung jumlah sedimen yang
harus dikendalikan di daerah sasaran sesuai Gambar 6. Titik di alur sungai
yang dapat dipertimbangkan untuk dipilih sebagai Sabo Basic Point adalah:
a. Titik pertemuan sungai dengan cabangnya (confluence point),
b. Titik puncak kipas alluvial,
c. Titik limpasan (overtoping pint),
d. Titik peralihan antara daerah aliran debris dan aliran sedimen.

Gambar 6. Titik Dasar Sabo (Sabo Basic Point)

2.6. Estimasi Produk Sedimen


Jumlah sedimen dasar biasanya dalam sungai-sungai aliran debris yang
berbahaya, bila kita memperhatikan, dimana koefisien aliran permukaan untuk
jumlah produksi sedimen harus 1,0 di samping itu biasanya sulit untuk dapat
menduga jumlah sedimen yang diatur dalam alur sungai di bagian hilir.
Sungai-sungai semacam ini biasanya termasuk dalam orde sungai pertama dan
kedua, sehingga kita menetapkan jumlah sedimen yang diijinkan pada titik dasar

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 19


TEKNIK SUNGAI Th.2020

(basic point) di hilir adalah D. Pada prinsipnya, volume desain dan volume
kontrol diestimasikan sebagai efektivitas dari pada fasilitas.

Volume efektif sedimen dari pada fasilitas harus diestimasi secara teliti dengan
menggunakan peta survei detail. Dalam banyak kejadian volume tampungan
(storage volum) dan volume desain dihitung dengan rumus sesuai Gambar 7.

Gambar 7. Estimasi Volume Efektif Sedimen

1. Volume Tampungan:
Vs = n.B.H2……………………………………………………..…… (1).
2. Volume Dasain :
a. Volume desain di dasar sungai (Vrb)
Vrb = (A2 + A3) . b
= (2.n.H.h + n.H2) . b
Vrb = n.H . (2.h + H) . b …………………………………………… (2).

b. Volume desain di tebing sungai (Vrs)


Vrs = 2.n.H2.d ………………………………………………………. (3).

c. Total dari volume desain sabo (Vds)


Vds = Vrb + Vrs
= {n.H . (2.h + H) . b} + 2.n.H2.d
Vds = n . { H . (2.h + H) . b + 2.H2.d} ……………………………… (4).

Apabila kita mengatur fasilitas di dalam sungai-sungai aliran debris yang


berbahaya, pertama kali kita harus mengetahui karakteristik aliran debrisnya. Dan
berdasarkan karakteristik tersebut kita harus mengatur fasilitas secara efektif.

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 20


TEKNIK SUNGAI Th.2020

Gambar 8. Jenis bangunan sabodam menurut zona

Diluar alur sungai (off stream) pengurangan produksi sedimen dapat dilakukan
dengan cara:
1. Pembuatan sumbat gully (gully plugs);
2. Terasering;
3. Pembuatan perkuatan teras dan perkuatan tebing;
4. Pembuatan alur bertangga;
5. Pembuatan kantong penangkap hasil erosi pada gully.

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 21


TEKNIK SUNGAI Th.2020

Contoh Perhitungan Transpor Sedimentasi di Sungai

1. Diketahui :
Penampang bagian hulu :
b = 55 m
H = 3,20 m (kedalaman air normal pada debit
H
dominan)
dm = 5,5 cm (diameter rerata batu-batu bulat di
b
bagian dasar)
Penampang bagian hulu :
b = 55 m
I = 0,00016 (kemiringan dasar)
H
Dasar pasir dengan komposisi sebagai berikut:
das = 1,5 mm ; d50 = 2 mm
b
das = 3,0 mm ; d50 = 5 mm
Data lainnya
- suhu air = 20° C
-g = 9,81m/dt²
- ρs = 2780 kg/m³
- ρw = 1000 kg/m³

Ripple factor sesuai data laboratorium Zurich (Iihat Gambar 1)


Bila dalamnnya air < 5 % lebar dasar −−−−> gesekan tebing diabaikan

Pertanyaan :
a. Hitung debit dominan sungai
b. Hitung kedalaman sungai bagian hilir pada pengaliran debit dominan
c. Hitung intensitas transpor bed load di hilir menurut MPM dalam l/dt (sesuai butir b)

Penyelesaian :
a. Menghitung debit dominan sungai
H = 3,20 m
5% x 55 = 2,75 < 3,20 −−−−> R ≠ H (tidak boleh diabaikan)
A = 55 x 3,20 = 176 m²
P = 55 + 2 (3,20) = 61,4 m

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 22


TEKNIK SUNGAI Th.2020

𝐴
R = = 2,866 m
𝑃

U* = �g. R. I = 0,29 m/dt


11,6 υ
δ = = 0,404 x 10-4 m
U∗
2
𝛿 = 1,15 x 10-5 m << dm = 5,5 x 10-2 m −−> hidrolik kasar
7

Qdom = A x U
12R
= A. �5,75 U∗ log ks

= 820,59788 m3/dt ~ 820,60 m3/dt

b. Menghitung kedalaman sungai bagian hilir


A = (B + z.H)H , dengan z = 1,5
P = B + 2H √1 + Z 2
R = A/P

∆dm
= ……..  dari grafik Gambar 1  µ = ………
h.I
3/2
C 3/2 C
µ =� � =� 18R �  C = ………
Cd90 18log
d90

Q = A.C √R. I  Kontrol Q = Qdom (820,60 m3/dt)

Tabel hitungan
dm = 2 x 10-3 ; d90 = 5 x 10-3 ; I = 0,00016 ; ∆ = 1,78
18 log
∆dm
H A P R m m2/3 (12 c √R. I Q Ket
h.I
R/d90)
(m) (m²) (m) (m) (m1/2/dt) (m³/dt)
5 496 109,73 4,52 4,45 0,63 0,735 72,636 53,387 0,027 714,96 < 820,6
5,5 549.725 111,53 4,93 4,04 0,6 0,711 73,315 52,127 0,028 802,354 < 820,6
5,6 560,56 111,89 5,01 3,97 0,595 0,707 73,441 51,922 0,028 823,68 > 820,6
5,56 556,22 111.746 4,98 4,002 0,6 0,711 73,389 52,21 0,028 820,23 ~ 820,6

Jadi kedalaman air dengan Qdom = 5,56 m

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 23


TEKNIK SUNGAI Th.2020

c. Perhiutngan intensitas transport bed load (l/dt) di hilir dengan MPM


U∗ d 0,29 . 5,5 x 10−2
d = 5,5 x10-2  Re* = = = 15.792,079
υ 1,01 x 10−6

U∗ 2 c
dari grafik Shield’s didapat = 0,055 (lihat garik Shield’s )
∆.g.d

U*c = 0,229 m/dt


U* = 0,29 m/dt
U* > U*c −−> terjadi transport bed load
Q k 3/2 γw 1/3
γw Qs h � ′ � I = 0,047 (γs - γw) d50 + 0,25� � (Tb′ )2/3
k g

Qs
h = R = 4,98 m
Q

k 3/2
�k′� = µ = 0,6

1 1/3
1.(4,98).(0,6).0,00016 = 0,047.(1,178).0,002+0,25 �9,8� (Tb′ )2/3

Tb′ = 1,372 x 10-4 ton/m.dt (di air)


Tb′ = 1,372 x 10-4 / (2,78−1) = 7,741 x 10-5 m3/m.dt (solid)

Untuk seluruh lebar penampang sungai Tb′ = 7,1 x 10-3 m3/dt (solid)
= 7,1 l/dt (solid)

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 24


TEKNIK SUNGAI Th.2020

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 25


TEKNIK SUNGAI Th.2020

2. Diketahui :
Data pengukuran sedimen suatu sistem sungai adalah sebagai berikut
Sketsa situasi :
Lokasi II

Lokasi I

Lokasi III

Lokasi I
a. Rating curve (H vs Q) Q = 32,759H1,5746
b. Hubungan antara jari-jari hidraulik (R) dan kedalaman air (H) R = 0,9353H0,9594
c. Lebar dasar saluran B = 35 m (talud 1:2)
d. Kemiringan dasar saluran S0 = 7,69 x 10-4
e. Koefisien kekasaran Manning n = 0,03
f. d35 = 0,48 mm
g. d50 = 0,70 mm
h. d60 = 0,75 mm
i. d90 = 1,10 mm
j. ρs = 2650 kg/m3
k. ρw = 1000 kg/m3
l. Kedalaman air dominan H = 1,25 m
m. Porositas material ε = 0,40

Lokasi II
a. Rating curve (H vs Q) Q = 12,7851H1,2276
b. Hubungan antara jari jari hidraulik (R) dan kedalaman air (H) R = 0,9316H0,9670
c. Lebar dasar saluran B = 30 m (talud 1:2)
d. Kemiringan dasar saluran S0 = 7,69 x 10-4
e. Koefisien kekasaran Manning n = 0,03
f. d35 = 0,39 mm
g. d50 = 0,55 mm
h. d65 = 0,65 mm

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 26


TEKNIK SUNGAI Th.2020

i. d90 = 1,60 mm
j. ρs = 2650 kg/m3
k. ρw = 1000 kg/m3
l. Kedalaman air dominan H = 1,04 m
m. Porositas material ε = 0,40

Lokasi III
a. Rating curve (H vs Q) Q = 33,841H1,6753
b. Hubungan antara jari jari hidraulik (R) dan kedalaman air (H) R = 0,9406H0,9597
c. Lebar dasar saluran B = 40 m (talud 1:2)
d. Kemiringan dasar saluran S0 = 6,3 x 10-4
e. Koefisien kekasaran Manning n = 0,03
f. d35 = 0,735 mm
g. d50 = 1,200 mm
h. d65 = 1,650 mm
i. d90 = 5,000 mm
j. ρs = 2650 kg/m3
k. ρw = 1000 kg/m3
l. Kedalaman air dominan H = 1,42 m
m. Porositas material ε = 0,40

Pertanyaan :
Tinjauiah keadaan transpor sedimen antara lokasi I sampai dengan lokasi III, dalam waktu
1 tahun berikan kesimpulan.

Penyelesaian :
Tinjauan untuk Lokasi I
a. Kontrol terjadinya transpor sedimen

U* = g × R× I
= 9,81 × 1,13 × 7,69 × 10−4= 0,09 m/dt

Dengan mengunakan grafik pada Gambar 3.4 untuk dm = d50 = 0,7 mm ,diperolah U*c =
0,02 m/dt
Karena U* > U*c butiran bergerak maka terjadi transpor sedimen.

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 27


TEKNIK SUNGAI Th.2020

b. Tinjauan kekasaran hidrolik dasar sungai


11,6 × υ
δ
= = 1, 28 × 10−4 m
U*
Persamaan White-Colebrook
12 × h
=
U 5,75 × U * log
k s + 0,3δ
U =C × R × I
1 1/6
=C = R 34,02m -1/2 /dt
n
sehingga U = 1,00 m/dt
Substitusikan nilai U* U*c h dan δ ke persamaan White-Colebrook, diperoleh ks = 0,175 m
Batas hidrolik
ks
= 1367,1875 > 6 → hidrolis kasar
δ
c. Pehitunganan volume angkutan sedimen dalam jangka 1 tahun
Menggunakan rumus Meyer-Peter-Mulen (MPM) yang telah di ubah dalam bentuk
volume endapan
=C 34,02 m -1/2 = =
/dt ; d90 1,10 mm 0,0011 m
12 R
= = 74,42 m1/2 /dt
C ' 18log
d90
3/2

µ =
C
=  0,309
C'
µ × R× I
=ψ ' = 0, 257
∆ × dm
Φ = (4Ψ′−0,188)3/2 = 0,770
S = Φ(g.∆.dm3)1/2 = 5,737 x 10-5 m3/dt/m

Debit sedimen selebar penampang = 2,0 x 10-3 m3/dt


Volume endapan dalam waktu 1 tahun selebar sungai
2,0 × 10−3 × 360 × 86400
= 104.092,128 m3
1 − 0, 40

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 28


TEKNIK SUNGAI Th.2020

Untuk lokasi II dan III disajikan dalam Tabel berikut.


C U U* U*c Kondisi δ ks ks/ δ Kekasaran ST
Lokasi
m1/2/dt m/dt m/dt m/dt Butiran m m Hidrolik m3
I 34,02 1 0,09 0,02 bergerak 1,28.10-4 0,175 1367,19 kasar 104.092,128

II 33,11 0,9 0,085 0,017 bergerak 1,365.10-4 0,115 842,499 kasar 65.365,056
-4
II 34,656 0,978 0,088 0,023 bergerak 1,318.10 0,199 1508,9 kasar 136.982,016

Kesimpulan :
Equilibrium terjadi apabila : ST1 + ST2 = ST3
Dari tabel di atas tampak bahwa : ST1 + ST2 > ST3
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi proses pengendapan di pertemuan sungai.

Ir. Dwi Priyantoro, MS. 29

Anda mungkin juga menyukai