Anda di halaman 1dari 30

Genetika: Pemuliaan Cekaman Lingkungan

PENDAHULUAN

1.1. Lingkungan bercekaman

Komponen abiotik dari lingkungan adalah iklim dan tanah yang


bekerja sendiri atau berinteraksi dalam membatasi
pertumbuhan dan penyebaran tanaman.

Komponen lingkungan abiotik utama : Iklim dan tanah


– Ciri-ciri kedua lingkungan abiotik berbeda
– Kedua komponen berinteraksi
– Respons tanaman terhadap salah satu komponen tidak
bebas dari pengaruh komponen lainnya
contoh : adaptasi terhadap kekeringan, tergantung kandungan
air tanah.

Ciri Lingkungan Abiotik


1. Tanah /edaphic
– Berubah sangat lambat dengan berjalannya waktu
– Perubahan dapat sangat besar secara spasial
– Tanaman hanya mengalami satu siklus hidupnya pada
satu tipe lingkungan edaphic tertentu.
1. Iklim
– Berubah gradual/bertahap secara spasial
– Berubah cepat dalam waktu
– Perubahan iklim
1. Perubahan yang teratur dan terduga (photoperioda)
2. Perubahan yang tidak teratur/tidak terduga (curah
hujan / frost)

Lingkungan Abiotik
Lingkungan suboptimum
1
– Faktor abiotik di luar kisaran optimum
– Faktor abiotik berpotensi menjadi cekaman

Tanaman terdedah lingkungan suboptimum, karena


1. Perubahan lingkungan (waktu dan tempat)
2. Penyebaran tanaman meluas, melewati wilayah lingungan
optimum

Cekaman (stress) : keadaan lingkungan yang dapat


menimbulkan perubahan (strain) pada proses tumbuh kembang
tanaman

Bentuk-bentuk cekaman abiotik


1. Cekaman Air
2. kekeringan
3. Genangan
1. Cekaman Ionik
– kelebihan atau kekurangan hara, terkait pH tanah
1. tanah masam
2. tanah alkali
3. tanah salin
1. Cekaman Radiasi
– intensitas radiasi tinggi
– intensitas radiasi rendah (di bawah naungan)
1. Cekaman suhu
2. Cekaman polutan

Interaksi antar cekaman abiotik


Pengaruh Cekaman Abiotik Terhadap Tanaman
Pengaruh cekaman pada tanaman
-Cekaman dapat menimbulkan perubahan/strain
(perubahan morfologis, fisiologis dan biokimia_
-Perubahan yang tidak dapat balik (kerusakan /injury) yang
bersifat permanen.

2
1. penurunan hasil panen
2. kematian jaringan/tanaman

Besarnya pengaruh cekaman abiotik


1. tergantung intensitas cekaman
2. tergantung lama pemaparan.

Cekaman Lingkungan dan Potensi Hasil (Yield Potential)

YIELD POTENTIAL
Hasil yang dapat dicapai oleh suatu kultivar pada lingkungan
dimana dia beradaptasi dan saat semua faktor pembatas (air,
hara, iklim) berada pada kondisi optimum dan serangan hama
dapat dikendalikan.

Dikendalikan secara genetik , dipengaruhi lingkungan (F=G+E)


Potensi Hasil dari suatu genotipe

Pada lingkungan suboptimum (marjinal)


1. cekaman abiotik mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan.
2. terjadi penurunan hasil di bawah yield potential
(terjadi yield gap)
Yield gap : perbedaan antara hasil rata-rata di plot percobaan
besar atau hasil dari 10% petani terbaik dengan hasil rata-rata
dari petani di suatu daerah.
Varietas Potensial hasil hasil

Memberamo 6.5 ton/ha 4.6 ton/ha

Jatiluhur 3.5 ton/ha 1.5 – 2 ton/ha


Komponen dari Yield Gap :

3
1. Lingkungan dan faktor yang tidak dapat dipindahkan (non-
tansferable)
2. Perbedaan budidaya (input dan budidaya suboptimum)

High Input vs Low input Aprroach (e.g. LEISA)


Untuk mengatasi yield gap, pendekatan yang dapat dipilih
adalah:
1. Pendekatan bermasukan (input) tinggi
– pendekatan budidaya
– mengubah lingkungan agar sesuai dengan varietas
yang digunakan
– menggunakan masukan dalam jumlah besar
2. Pendekatan bermasukan rendah (low input)
– pendekatan pemuliaan tanaman
– mengubah tanaman agar sesuai dengan lingkungan
marjinal
– menggunakan masukan rendah (varietas beradaptasi)

2. 2. PEMULIAAN
UNTUK LINGKUNGAN
BERCEKAMAN

2.1. Pendekatan Pemuliaan


1. Mengembangkan varietas berpotensi hasil tinggi
2. Mengembangkan varietas toleran cekaman abiotik

Menurut Fraenkel (1947)


Gen-gen yang terlibat dalam daya hasil = productivity genes ,
berbeda dari gen-gen yang berperan dalam adaptasi
(resistance genes).

1. Perbaikan Yield Potential


– Lingkungan suboptimum dapat menurunkan hasil di
bawah yield potential.

4
– Pada lingkungan bercekaman, hasil dapat
dipertahankan dengan merakit varietas dengan yield potential
yang lebih tinggi.
– dapat memberikan hasil lebih baik dibanding varietas
toleran cekaman.
– sumber keragaman unt pemuliaan lingkungan spesifik

Cara Perbaikan Yield Potential


Empirical breeding
– persilangan antar tetua terpilih dan seleksi hanya untuk
daya hasil tinggi (<1980)
– Upaya peningkatan potensi hasil adalah dengan
mengumpulkan semua ‘productivity gen’ secara bertahap, dan
mengurangi gen-gen yang berpengaruh negatif terhadap
potensi hasil.
Untuk padi :
– berhasil meningkatkan yield potential dari 7 t/ha (1966,
IR8) menjadi 10 t/ha (1995, IR65469)
– belum mencapai genetic yield potential (15 t/ha) unt
padi sawah di Asia.
Dasar fisiologi perbaikan yield potential :

1. Perbaikan proses fotosintesis


– Upaya perbaikan diarahkan pada karakter tertentu
1. Seleksi untuk laju fotosintesis (Pmax) tinggi.
2. Seleksi untuk laju pertukaran karbon (CER)
3. Seleksi untuk stay green leaves
4. Partisi biomasa (harvest index)
5. Laju akumulasi bahan kering pra-PPB
Perbaikan Ideotype
Unt padi :
– stagnasi hasil pd akhir 1980 karena ideotype IR
(banyak anakan, malai kecil)

5
– Perbaikan yield potensial (smp 25%) dapat dicapai
dengan perbaikan ideotype padi

Padi Tipe Baru (ciri2)


1. Jumlah anakan sedikit (3-4 anakan tabela)
2. Jumlah anakan non produktif mendekati 0
3. Jumlah biji/malai tinggi ( 200-250 biji/malai)
4. Tinggi tanaman 90-100 cm
5. Batang yang tebal dan kuat
6. Umur panen 100 –130
7. Harvest index yang lebih tinggi = partisi asimilat
8. Sistem perakaran yang dalam
– Sumber karakter jumlah anakan kecil, biji/malai tinggi, batang
tebal, perakaran, tinggi tanaman adalah padi javanica/bulu (Bali
Ontjer, Gundil Kuning, Sarimahi, Pare Bogor )
– Kelemahan pengisian biji rendah (18.6 – 43.2%)
– Penyebab : produksi biomasa rendah (anakan)
– Perbaikan : persilangan dengan kultivar indica
Pemanfaatan heterosis
– pengembangan varietas hibrida
– tidak diarahkan untuk lingkungan bercekaman
Catatan :
– Pendekatan perbaikan yield potential hanya berhasil jika
cekaman lingkungan tidak terlalu berat dan bentuk interaksi G
X E kuantitatif.
– Jika bentuk interaksi G X E kualitatif tidak akan berhasil
– Upaya untuk memperbaiki yield potential dapat
mempengaruhi tingkat toleransi terhadap cekaman abiotik dan
sebaliknya.
2. Perbaikan Tingkat Adaptasi
– Perbaikan dengan cara merakit varietas yang mampu
mempertahankan hasil pada keadaan tercekam.
– Perbaikan terhadap karakter-karakter adaptasi

6
– Memerlukan deskripsi akurat karakter untuk adaptasi
terhadap cekaman tunggal dan ganda
– Seleksi untuk karakter-karakter adaptasi spesifik.

Adaptasi tanaman terhadap lingkungan :


1. Adaptasi fenotipik
Adaptasi individu tanaman terhadap perubahan lingkungan.
– adaptasi yang terjadi karena adanya plastisitas fenotip
(phenotypic plasticity)
– tidak diwariskan
2. Adaptasi genotipik
Adaptasi suatu populasi yang terjadi selama beberapa generasi
melalui proses evolusi
– Bersifat stabil dan diwariskan
– Adaptasi ini bersifat preexisted , ada dan tetap ada tanpa
didahului oleh adanya perubahan lingkungan
– Disebut sebagai resistensi
Bentuk-bentuk adaptasi resistensi:
1. Penghindaran (avoidance)
2. Ketahanan (tolerance)
3. Penghindaran (avoidance )
Adaptasi tanaman dengan cara mencegah cekaman abiotik
mengenai jaringan yang aktif bermetabolisme
1. Adaptasi Ketahanan (tolerance)
Bentuk adaptasi dengan cara mengurangi pengaruh cekaman
yang telah mengenai jaringan yang aktif bermetabolisme.

Mendefinisikan Toleransi
1. Toleransi terhadap kekeringan (Bidinger, 2002)
Genotipe yang toleran kekeringan:
1. Mampu mempertahankan hasil dalam keadaan tercekam
2. Mampu mempertahankan pertumbuhan pada keadaan
tercekam

7
3. Mempunyai mekanisme biologi untuk mempertahankan
proses pertumbuhan dalam keadaan tercekam kekeringan
4. Mempunyai alel atau lokus yang mengendalikan proses
fisiologi adaptasi

Tabel : Karakter adaptasi landrace barley toleran kering


Dibandingkan dua varietas unggul

Karakter

Indeks panen lebih tinggi

Umur berbunga lebih awal

Periode pengisian biji lebih pendek

Warna daun hijau gelap pada awal vegetatif

Warna daun hijau terang pd vegetatif aktif

Tinggi tanaman lebih rendah pd musim kering

Jumlah anakan banyak

Efisiensi transpirasi lebih rendah

Jumlah biji fertil lebih tinggi

Indeks toleransi kekeringan lebih tinggi

2. Toleransi terhadap defisiensi P (Grotz & Guernot, 2002)


Genotipe yang toleran terhadap defisiensi P
Mempunyai efisiensi penyerapan dan penggunaan tinggi
Efisiensi penyerapan = Kandungan hara P tajuk (Nt)

8
Hara P yang diberikan (Ns)
Efisiensi penggunaan = Total Bobot kering tajuk (Gw)
Total hara P tajuk (Nt)
2.2. Kendala yang Dihadapi
Pengaruh Genetic X Environment :
Jika sejumlah genotipe diuji di berbagai lingkungan,
penampilan relatif mereka tidak akan sama.
Interaksi G x E : Perubahan penampilan relatif dari genotipe-
genotipe tersebut pada berbagai lingkungan
Bentuk interaksi :
1. tidak ada interaksi : jika penampilan genotipe-genotipe
relatif konstan pada berbagai lingkungan.
2. Kuantitatif G x E : penampilan relatif genotipe-
genotipe tersebut berbeda tapi tidak ada perubahan
ranking dari genotipe-genotipe tersebut.
3. kualitatif G x E : penampilan relatif dari genotipe-
genotipe berbeda sehingga menyebabkan perubahan
ranking dari genotipe-genotipe tersebut.
Pengaruh G x E
1. Pengaruh terhadap pendekatan pemuliaan
2. Pada interaksi G x E kuantitatif masih dapat digunakan
varietas unggul hasil seleksi di lingkungan optimum
3. Pada tipe interaksi G x E kualitatif harus digunakan varietas
toleran yang memiliki gen-gen adaptasi terhadap
lingkungan cekaman lingkungan abiotik
b.Pengaruh terhadap pemilihan lingkungan seleksi
Lingkungan Seleksi : Optimum vs Bercekaman
Lewis and Christiansen (1983).
(1). Indirect breeding
– Seleksi untuk maximum yield di ling. optimum.
– UDHP di ling. dengan tingkat cekaman berbeda
– Genotipe-genotipe dengan tingkat toleransi yang
berbeda tergantung dari lingkungan pengujian.
(2). Direct Breeding

9
– Seleksi di lingkungan bercekaman sesuai dengan
lingkungan targetnya.
– Lingkungan yang dapat membedakan genotipe yang
toleran dari yang peka
(3). Lingkungan Terkendali
– Seleksi di Lab /rumah kaca
– Mengurangi pengaruh lingkungan di luar faktor yang
diinginkan.
– Taraf cekaman dapat diatur sesuai kebutuhan
– Tidak selalu berkorelasi dengan penampilan genotipe
di lapang
Menurut Ceccarelli (1994) : lingkungan seleksi = lingkungan
target untuk menghasilkan varietas yang sesuai untuk tipe
interaksi G x E kualitatif
Tabel 1 : Hasil (t/ha) dari galur-galur barley yang diseleksi di
ling. Bercekaman dan lingkungan optimum

Ling. Seleksi LYE HYE


Tahun
S NS GS Gns Gs Gns

1985 0.74 3.49 1.28 0.78 3.34 4.21

1986 1.14 4.01 1.94 1.34 4.14 4.97

1987 0.67 2.67 1.02 0.65 2.74 3.61

1988 2.91 4.42 4.20 3.38 4.67 6.10

1989 0.69 5.82 1.29 0.66 4.87 7.81

1990 0.47 3.35 0.79 0.43 3.07 4.12

1991 1.05 4.74 1.69 0.95 4.71 6.07

10
1992 0.90 4.63 1.31 1.03 4.80 5.79

Mean 1.07 4.14 1.69 1.15 4.04 5.34

– S = lingkungan seleksi
bercekaman
– NS = lingkungan seleksi tanpa
cekaman /optimum
– LYE = lingkungan produksi
bercekaman
– HYE = lingkungan produksi
optimum
– Gs = galur hasil seleksi di
lingkungan bercekaman
– Gns = galur hasil seleksi di
lingkungan tanpa cekaman

2.2.2. Kendala yang Dihadapi


– Seleksi untuk serealia umumnya masih berdasarkan daya
hasil.
– Seleksi terhadap daya hasil pada lingkungan bercekaman
menghadapi kendala
1. Faktor penyebab penurunan hasil sulit dipisahkan
2. Kendali genetik kompleks
3. Heritabilitas di lingkungan bercekaman rendah karena
keragaman akibat lingkungan tinggi
contoh :
(1). Heritabilitas Arti luas dan korelasi dengan hasil pada
keadaan tercekam (+/-) pada gandum

Karakter Heritabilitas

Hasil 0.28

11
Jumlah malai bernas 0.36

Jumlah biji/malai 0.44

Tinggi tanaman 0.53

Umur berbunga 0.93

Warna daun muda setelah berbunga 0.61

– Di lingkungan suboptimum : nilai heritabilitas daya hasil


rendah
– Nilai h2 yang rendah akan menyebabkan kemajuan seleksi
yang kecil, karena
D G = i s h2ns
– Perlu upaya untuk memaksimalkan kemajuan seleksi
pada lingkungan bercekaman
3. MEMAKSIMALKAN KEMAJUAN SELEKSI PADA
LINGKUNGAN BERCEKAMAN
Kemajuan Seleksi
D G = i s h2ns
kemajuan seleksi tergantung pada
1. intensitas seleksi
2. ragam fenotipe
3. heritabilitas arti sempit
Seleksi di lingkungan bercekaman akan menghasilkan efisiensi
seleksi yang rendah
Falconer (1981) : perbandingan seleksi di dua lingkungan
– Seleksi terhadap satu karakter di 2 lingkungan berbeda
sama dengan seleksi terhadap 2 karakter yang berbeda
(indirect selection)
– Efisiensi seleksi tidak langsung di Y dibanding seleksi
langsung di X untuk karakter A:
CRx / Rx = rGh2y / h2x

12
Rx = direct response to selection
CRx = correlated response to selection
rG = genetic correlation
h2y = akar dari heritabilitas karakter A di lingkungan y
h2x = akar dari heritabiitas karakter A di lingkungan x
– jika h2y = h2x, nilai maximum dari Crx/Rx = 1, jika rG =
1 (0-1)
– jika hy tidak sama dengan hx, Crx/Rx ??
– Jika rG < 1 (mis 0.1-0.2) , nilai h2y dibanding h2x ??
Upaya untuk Memaksimalkan Kemajuan Seleksi
(1). Pemilihan karakter seleksi
(2). Pemilihan plasma nutfah
(1). Pemilihan Karakter Seleksi
G x E berpengaruh terhadap pemilihan karakter untuk seleksi
karena x E akan mempengaruhi nilai heritabilitas

Tabel 1. Nilai Heritabilitas Arti Luas dari Beberapa Karakter


Morfologi, Anatomi dan Agronomi Kedelai pada Keadaan
Tercekam Naungan 50%

Karakter h2bs

Kandungan chlorofil V6 0.24

KANDUNGAN CHLOROFIL R2 0.24

Tinggi Tanaman 0.53

Jumlah cabang produksi 0.34

Jumlah cabang total 0.16

Jumlah polong total 0.70

13
Jumlah polong hampa 0.77

Jumlah biji/polong 0.87

Bobot biji per tanaman 0.29

Bobot 25 butir -0.17

Prosentase polong isi 0.21

Trait-based selection :
Syarat Karakter Seleksi
1. Karakter harus lebih mudah diamati dan lebih awal
terekspresi dari hasil
2. Mudah idamati pada jumlah genotipe yang besar
3. Terdapat keragaman yang tinggi untuk karakter tersebut.
4. Mempunyai heritabilitas yang lebih tinggi dari daya hasil
pada keadaan tercekam
5. Terdapat korelasi genetik yang nyata dengan daya hasil
dalam keadaan tercekam
6. Karakter tsb mempunyai pengaruh terhadap daya hasil
Heritabilitas Arti luas dan korelasi dengan hasil pada keadaan
tercekam (+/-) pada gandum

Karakter Korelasi Heritabilitas

Hasil 0.28

Jumlah malai
+ 0.36
bernas

Jumlah biji/malai + 0.44

Tinggi tanaman + 0.53

14
Umur berbunga – 0.93

Warna daun muda


+ 0.61
setelah berbunga

Beberapa Karakter Seleksi Toleransi Kekeringan

Karakter Deskripsi

Agak mudah diamati, heritabilitas rendah


Komponen hasil
sampai sedang

Tinggi Tanaman Mudah diamati,heritabilitas tinggi,

Mudah diamati, ekspresinya dapat


Posisi Daun dipengaruhi lingkungan, hubungan
dengan hasil kecil

Mudah diamati, heritabilitas tinggi,


Umur berbunga pengaruh terhadap hasil nyata pada
kondisi kering

Relatif sulit diamati dan mahal, karakter


Laju fotosintesa kompleks, pleotropik dengan karakter
daun lainnya, dan heritabilitas sedang

Karakter toleransi
o Dari studi fisiologi
o Tidak semua karakter ketahanan sesuai untuk kriteria
seleksi
o Beberapa karakter bersifat ‘growth specific’ tidak integratif
o Beberapa karakter dapat pleiotropik dengan karakter lain
(harus diamati karakter lainnya).

15
Memilih Kriteria Seleksi

Untuk menentukan kriteria seleksi yang tepat perlu dilakukan


pemilahan terhadap karakter-karakter yang dianggap sebagai
karakter adaptasi
Contoh : Adaptasi terhadap kekeringan
1. Stabilitas hasil pada keadaan kekeringan
– menjadi tujuan akhir pemuliaan
– terlalu kompleks dan pengaruh E serta G X E tinggi
1. Pertumbuhan pada keadaan kekeringan
– lebih akurat dibandingkan hasil
– lebih sulit diamati
– pengaruh G X E masih tinggi
1. Mekanisme biologi
– misal mempertahankan turgor sel
– sesuai sebagai kriteria seleksi pada lingkungan
terkendali
– di lingkungan terkendali pengaruh lingkungan diperkecil
– Korelasi terhadap hasil harus tinggi
1. Lokus /alel pengendali mekanisme biologi
– kemungkinan poligenik
– QTL tetap dipengaruhi G x E.

Mengukur Efektivitas Seleksi dengan Karakter Sekunder

CRx/Rx = rG (iy hy/ix hx)


Dimana :
CRx = perbaikan yang dapat dicapai pada karakter utama
jika dilakukan seleksi pada karakter sekunder
Rx = perbaikan yang dapat dicapai pada karakter utama
dengan melakukan seleksi pada karakter utama
rG = korelasi genetik antara karaktr utama (x) dengan
karakter sekunder (y)
iy = intensitas seleksi untuk karakter sekunder

16
ix = intensitas seleksi untuk karakter utama
hy = akar dari heritabilitas arti sempit karakter sekunder
hx = akar dari heritabilitas arti sempit karakter primer
Ø Memilah karakter toleransi
contoh : toleransi terhadap kekeringan

Toleransi terhadap kekeringan

Blum (2002) : karakter toleransi terhadap kekeringan tidak


kompleks karena sebagian besar merupakan karakter
constitutive
Toleransi terhadap kekeringan dapat dipilah menjadi
1. Karakter konstitutif
– karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang
mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman
– berperan dalam mengendalikan status air jaringan dan
produktivitas dalam keadaan kekeringan
– terekspresi tanpa ada pengaruh cekaman
– cekaman dapat memodifikasi ekspresi
meliputi :
(1). Phenologi (umur berbunga)
EKSPRESI LEBIH DITENTUKAN OLEH
PHOTOPERIODA & SUHU
(2). Karakter pertumbuhan akar
akar tidak tumbuh lebih dalam untuk mencari air
(3). Permukaan daun
warna daun, bulu daun, epicuticular wax
(4). non-senescence (stay green leaves)
menunda kerusakan klorofil dan fungsi sel lainnya
(5). Cadangan makanan di batang
akumulasi fotosintat di batang untuk pengisian biji
(6). Ukuran organ (luas daun)
LAI kecil mengurangi transpirasi tapi tidak terpengaruh
cekaman

17
1. Karakter adaptasi
– Karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang
terekspresi sebagai respons terhadap cekaman baik spesifik
atau non-spesifik meliputi

(1). Compatible solutes
– berperan dalam menjaga turgor dan melindungi organel
(manitol, sorbitol, inositol, fructan)
– berperan besar dalam toleransi kekeringan
– sangat tergantung waktu cekaman
(2). Senyawa antioksidan
(3). Heat shock protein
– mempertahankan turgor/status air sangat penting dalam
toleransi kekeringan
– kemampuan ini dapat dikendalikan oleh karakter
konstitutif (LAI, perakaran dalam, permukaan daun)
– karakter konstitutif diduga secara kuantitati lebih besar
perannya dalam toleransi terhadap kekeringan dibanding
karakter adaptasi
Ø Implikasi bagi seleksi
1. Karakter konstitutif dapat diseleksi pada lingkungan tanpa
cekaman dan mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi
2. Perbedaan genotipe untuk karakter adaptasi harus
dibandingkan pada status air jaringan yang sama
Bagaimana dengan toleransi terhadap cekaman lain ????
(2) . Pemilihan Plasma Nutfah
Di lingkungan bercekaman, varietas lokal memberikan
penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan HYV
Tabel 1 : Hasil di dua lingkungan dari barley berdasarkan tipe
plasma nutfah

Tipe plasma N Hasil (kg/ha)


nutfah
Ling. Lingkungan optimum

18
bercekaman

Non-landrace 155 488 3901

Landrace 77 788 3414

Pembanding
717 4147
terbaik

Tabel 2. Hasil (kg/ha) dan indeks panen di lingkungan


bercekaman (LS) dan optimum (LNS) dari landrace dan HYV
barley

Lingkunga
Karakter Landrace HYV Beda
n

Hasil LNS 3596 3749 -153 ns

LS 1198 489 709 **

Tinggi LNS 69 67 2ns

LS 29 27 2 ns

Indeks
LNS 0.48 0.51 -0.03 ns
Panen

LS 0.42 0.22 0.20 **

Kerebahan
LNS 100 0 100**
(%)

LS 0 0 0 ns

19
Umur
105 106 1 ns
berbunga

Ø Penggunaan landrace di lingkungan bercekaman:


1. Secara kelompok, landrace menghasilkan lebih baik di
lingkungan bercekaman dibandingkan HYV
2. diantara landrace terdapat perbedaan penampilan dalam
lingkungan bercekaman tetapi semua mampu
menghasilkan sedangkan beberapa HYV tidak
3. Tingkat adaptasi yang lebih baik dari landrace tidak
disebabkan oleh mekanisme escape seperti terlihat dari
umur berbunga
4. Landraces bersifat responsif terhadap peningkatan input
dan curah hujan (???)
5. Yield potential dari beberapa landraces cukup tinggi
walaupun tidak setinggi HYV
6. Ada beberapa HYV yang baik pada lingkungan
bercekaman tapi frekuensinya rendah.
7. Seleksi di lingkungan optimum/high input telah
menyebabkan tidak terseleksinya galur-galur yang
perpotensi baik di lingkungan bercekaman.
8. Keragaman dari landrace menjadikan landrace
mempunyai buffering capacity di lingk bercekaman
9. Seleksi massa dari landrace dapat menjadi alternatif
metode pemuliaan di lingkungan bercekaman.
10. galur-galur murni hasil seleksi dari landrace dapat
digunakan dalam membentuk multiline/varietas campuran
yang unggul di lingkungan bercekaman.

PARTICIPATORY PLANT BREEDING


Mengapa Perlu Pendekatan Baru
1. Banyaknya varietas yand dilepas tidak diadopsi oleh petani
2. Terdapat keragaman varietas lokal yang beradaptasi baik
pada lingkungan spesifik

20
3. Teradapat keragaman lingkungan produksi yang tidak
dapat dijangkau oleh program pemuliaan formal

Pengertian Participatory Plant Breeding

Participatory Plant Breeding adalah program pemuliaan yang


melibatkan kerja sama antara pemulia, petani, pedagang,
pengolah, konsumen dan pembuat kebijakan
Untuk lingkungan bercekaman, PPB adalah kegiatan
pemuliaan tanaman yang melibatkan kerjasama petani dan
pemulia untuk mengembangkan varietas yang beradaptasi
pada lingkungan spesifik.

Alasan penggunaan PPB untuk pemuliaan lingkungan


bercekaman
1. varietas yang dihasilkan oleh program pemuliaan terpusat
(FPB) tidak dapat dimanfaatkan petani di lingkungan sub
optimum
2. tipe lingkungan bercekaman lebih banyak dari lingkungan
seleksi yang tersedia
3. kemajuan seleksi semakin rendah dengan semakin
berbedanya lingkungan seleksi dengan lingk. target

Formal Plant Breeding VS Participatory Plant Breeding

Formal Plant Breeding (FPB)


– Pemuliaan di lakukan terpusat
– Dilakukan di lingkungan optimum
– Seleksi oleh pemulia profesional
– Untuk lingk marginal, tetap menggunakan
Participatory Plant Breeding (PPB)
– pemuliaan terdesentralisasi
– dilakukan di lingkungan target/on farm
– seleksi oleh pemulia dan petani
Kelebihan dari PPB :

21
1. memanfaatkan pengetahuan breeder tentang pemuliaan
dan materi genetik yang digunakan
2. memanfaatkan pengetahuan petani tentang lingkungan
dan kendala yang ada
3. seleksi di lingkungan target
4. seleksi berdasarkan penampilan di lingkungan Target
bukan lingkungan di Seleksi saja.
Kapan PPB diperlukan
1. Formal Plant breeding dilaksanakan bila :
– Di wilayah dimana lahan pertanaman luas, seragam
secara agroekologi
– Di wilayah dimana petani mudah mendapat akses ke
input
– Di wilayah dimana konsumen akhir cenderung seragam
1. Participatory plant breeding dilaksanakan bila:
– Di wilayah dimana petanian bukan usaha berlahan luas
– Di Wilayah dengan lahan marginal/tidak optimum
– Di wilayah dimana pertanian dikendala banyak risiko,
tumpang sari, dan bermasukan rendah

Tingkat Partisipasi
Tingkat partisipasi pemulia dan petani (Sperling et al, 2001)
1. Tahap partisipasi
2. Derajat partisipasi

ad 1. Tahapan partisipasi

(1). Perumusan tujuan penelitian


(2). Membentuk populasi beragam (hibiridasi, mutasi, koleksi,
introduksi)
(3). Seleksi pada populasi bersegregasi
(4). Pengujian dan karakterisasi varietas
(5). Pelepasan varietas, sosialisasi dan produksi benih

22
Pemulia terlibat dalam kelima tahapan sedangkan petani pada
tahapan 1 sampai 4 dengan derajat yang berbeda.

ad 2. Derajat partisipasi

Sejauh mana pemulia dan petani mempenaruhi dan


menentukan proses pada setiap tahapan partisipasi
1. Partisipasi konsultatif
Petani berperan melakukan seleksi dan meberikan informasi
tentang lingkungan
Data hasil seleksi petani tidak ikut dianalisa
2. Partisipasi kolaboratif
Petani dan pemulia bersama-sama melakukan seleksi, data
dari petani merupakan sub set dari data yang akan dianalisa
3. Partisipasi kolegial
Petani merancang dan melaksanakan percobaan dengan
plasma nutfah lokal dengan dukungan dari pemulia

Bentuk Participatory Plant Breeding

Tipe Participatory Breeding


1. Participatory varietal selection (PVS)
– kegiatan seleksi yang melibatkan petani. materi yang
diseleksi adalah varietas-varietas yang telah dilepas, atau
materi pemulian lanjut yang dikembangkan oleh pemulia
– Merupakan bentuk dari PPB yang paling umum dan
paling berhasil
2. Participatory plant breeding (PPB)
– kegiatan seleksi yang melibatkan petani sejak tahap
awal dimana petani ikut menyeleksi materi pemuliaan
bersegregasi

Metode Paritipatory Breeding


1. Metode Participatory Varietal Selection
tahapan dari PVS adalah
23
1. Identifikasi kebutuhan petani
(1) Participatory Rural Appraisal
(2) Menelaahan terhadap jenis tanaman di lahan petani
(3) Pra seleksi oleh petani dari materi yang ditanam di kebun
percobaan
1. Pencarian materi genetik yang sesuai
Pencarian terhadap materi genetik yang sesuai untuk diuji
bersama petani dapat dilakukan pada
(1). varietas yang telah dilepas
varietas yang telah dilepas dapat dimanfaatkan dalam PVS
karena adopsi varietas baru masih sangat rendah karena
petani tidak mengetahui adanya varietas baru dan ketidak
tersediaan benih
(2). Materi pemuliaan lanjut
pemilihan materi pemuliaan lanjut dapat dilakukan oleh pemulia
berdasarkan informasi akan adaptasi atau oleh petani yang
diundang ke kebun percobaan
1. Percobaan di Lahan petani
Percobaaan di lahan petani (on farm experiments) dapat
dilaksanakan dalam beberapa bentuk yaitu
(1). percobaan dirancang oleh pemulia dan dilaksanakan oleh
pemulia di lahan petani
(2). percobaan dirancang oleh pemulia dan dilaksanakan oleh
petani
(3). percobaan dirancang oleh petani dan dilaksanakan oleh
petani

3. Metode Participatory Plant Breeding

Metode participatory breeding ditentukan oleh tingkat


partisipasi petani dalam tahapan pemuliaan tanaman.
Tabel 1. Metode PPB berdasarkan tahapan partisipasi pada
tanaman menyerbuk sendiri (Witcombe & Joshi, 1996)

No Metode Penggunaan

24
Generasi awal (F2) di lahan petani.
1 Generasi selanjutnya di kebun Lokasi spesifik saja
percobaan oleh pemulia

Galur-galur lanjut terbaik diberikan Mudah digunakan


2
pada petani untuk diuji. diberbagai lokasi

Mulai generasi F3 dan selanjutnya


pemulia dan petani bekerja
bersama-sama. Seleksi dilakukan Mungkin dilakukan
3 oleh petani. pada lebih dari satu
Pemulia memberi saran pada lokasi
kriteria seleksi yang diwariskan dan
metode seleksi

Pemulia menyerahkan generasi F3


atau F4 pada petani. Seleksi dan
penggaluran dilakukan oleh petani.
Sangat mudah
Pada generasi F7 atau F8 pemulia
4 diterapkan di
memonitor keragaman di lahan
berbagai lokasi
petani
Galur terbaik diperbanyak untuk
pelepasan varietas

Contoh PPB untuk padi di India (Virk et al, 2002)

NO Kegiatan Hasil

terpilih tetua
Participatory varietal selection untuk
1 Kalinga III, IR36,
memilih tetua
IR64 dan Vandana

2 Persilangan antar tetua terpilih hasil Kalinga III x IR36


PVS Kalinga III x IR64

25
persilangan terbatas hanya antar
varietas yang beradaptasi ( Kalinga Kalinga III x
III) dengan tetua berdaya hasil tinggi Vandana
yang terpillih

Penanaman generasi F2 dan F3


F2 pada musim tanam, F3 off
3
seasson
Jumlah populasi sangat besar

Generasi F4 mulai digunakan dalam


4
PPB

Partisipasi kolaborasi
petani diberi benih F4 bulk dan terpilih galur
a
ditanam di lahan petani. petani Ashoka 200 F
melakukan seleksi

Partisipasi konsultasi
terpilih galur
petani diundang ke kebun percobaan
b Ashoka 228 dan
untuk mengevaluasi populasi
Ashoka 238
pedigree- bulk F4

Galur terpilih diuji daya hasil


5
pendahuluan dan multilokasi

Varietas Birsa
Vika Dhan 109
(dari Ashoka
Pada tahun 2001 dilepas varietas
6 200F) dan
baru
Varietas Birsa
Vikas Dhan 109
(dari Ashoka 228)

26
RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan diperlukan untuk
1) Mengkuantifikasi hasil pengamatan di lahan petani
2) Menduga ragam dan heritabilitas dari karakter yang dipilih
3) Menggabungkan informasi dari petani dan dari pemulia
Rancangan : Mother and baby trial
1. Mother trial :
– percobaan yang dirancang dan dikelola oleh pemulia
– percobaan berulangan untuk mengevaluasi genotipe
– dapat on-farm atau di kebun percobaan yang dekat
lahan petani
2. Baby trials :
– percobaan di lahan petani dan dikelola petani
– mengevaluasi suatu subset dari percobaan mother trials
– setiap baby trial merupakan satu ulangan
Data
1. data kuantitatif dianalisa sebagai RCBD
2. data kualitatif (skor, biner, ranking)
Tahapan Perancangan dan Pelaksanaan Mother-baby trial

Tahun Kegiatan dalam mother baby trail

1. studi pustaka
2. pemilihan lokasi penellitian
1
3. pertemuan dengan stake holder
4. pertemuan dengan kelompok tani

1. Kelompok tani memilih petani peserta dan varietas


2. Penunjukkan pengamat dari desa setempat
3. Survey dasar keadaan petani dan lingkungan
2
4. Survey dan analisis tanah
5. Pelaksanaan percobaan dan mengevaluasi
bersama petani

27
1. Pelaksanaan percobaan tahun ke dua dan survey
petani
2. Analisa data
3
3. Pertemuan dengan kelompok tani dan masyarakat
desa
4. pertemuan dengan stake holder

KRITERIA SELEKSI
Kriteria seleksi untuk PPB tidak selalu harus hasil, tetapi lebih
pada adaptasi dan karakter lain seperti kualitas yang diinginkan
oleh petani
Kriteria seleksi pada PPB
1. kriteria seleksi dapat sama atau berbeda antar petani dan
pemulia
2. kriteria seleksi ditentukan sebelumnya (dapat berubah)
Kriteria yang digunakan petani dan pemulia yang menghasilkan
galur diatas rata-rata populasi

Kriteria seleksi
Ling Seleksi
1 2 3 4 5 6 7 8

onfarm PETANI X X X X X

pemulia X X X X

Tel Hadya PETANI X X X X

pemulia X X X X

Breda PETANI X X X X X

pemulia X X

28
Keterangan :
1 = tanaman tinggi 4 = biomasa
2 = biji besar 5 = tahan rebah
3 = hasil panen 6 = vigor awal
7 = jumlah anakan 8 = panjang malai
Kriteria seleksi yang digunakan petani umumnya berubah dari
kesepakatan semula.
Hasil panen galur-galur barley yang diseleksi oleh petani dan
pemulia

Hasil panen (kg/ha)


LOKASI
Beda
Petani Pemulia
(t-test)

IBBIN 4615*** 3971*** ns

Elba 3498 * 3199** ns

Tel Brak 4253 4020* ns

Jurn El Aswad 2049* 1724** ns

Baylonan 454* 324* ns

Al Bab 649*** 488*** ***

Melahya 915 920** ns

Bari Sharki 1366* 1129 ns

Sauran 2561 2654 ns

29
* p<0.05, ** p< 0.01, *** p<0.001 dibanding nilai tengah
populasi

Perbandingan hasil berbagai strategi seleksi

Frekuensi galur
Strategi seleksi
berdaya hasil tinggi

Terpusat – non partisipasi 11.3bc

Terpusat – partisipasi 9.1 c

Desentralisasi – non partisipasi 17.2 b

Desentrasisasi – partisipasi 33.3 a

Iklan

30

Anda mungkin juga menyukai