Anda di halaman 1dari 24

Pola tanam dibedakan atas:

1. Pertanaman sendiri (sole crop = solid crop)


Suatu jenis (varietas) tanaman yang ditanam sendirian dalam keadaan murni dengan
kerapatan (densitas) yang normal.

2. Pertanaman tunggal (monokultur)


Penanaman satu jenis tanaman yang sama secara berulang-ulang pada lahan yang
sama.

3. Pergiliran tanaman (crop rotation)


Urutan pertanaman antara jenis satu dengan yang lain atau antara tanaman dengan
bero pada lahan yang sama dalam suatu siklus (bisa satu tahun atau lebih).

4. Pertanaman ganda (multiple cropping)


Intensifikasi pertanaman dalam dimensi ruang dan waktu.
Penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada lahan yang sama selama satu tahun.

Bentuk-bentuk pertanaman ganda (multiple cropping):


1. Pertanaman berurutan (sequential cropping)
Penanaman dua atau lebih tanaman secara berurutan pada lahan yang sama selama
satu tahun, biasanya tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen.
Intensifikasi hanya pada dimensi waktu, tidak terjadi kompetisi antar tanaman,
petani hanya mengelola satu tanaman tertentu pada lahan yang sama dan dapat 1-4
kali berurutan dalam satu tahun.

2. Tumpangsari (intercropping)
Penanaman dua atau lebih tanaman secara bersamaan pada lahan yang sama.
Intensifikasi pada dimensi ruang dan waktu, terjadi kompetisi antar tanaman pada
densitas optimum, kompetisi tidak terjadi selama musim pertumbuhan atau sebagai
waktu pertumbuhan, dan petani mengelola lebih dari satu tanaman pada periode
tertentu pada lahan yang sama.
Tumpangsari dibedakan menjadi:
a. Campuran (mixed intercropping)
Tidak ada pengaturan baris bagi masing-masing tanaman penyusun, letaknya
tidak diatur, kompetisi antar tanaman besar dan sulit dihitung.
b. Baris (row intercropping)
Diatur hanya barisnya saja.
c. Strigh intercropping
Masing-masing tanaman penyusun ditanam pada petakan yang luas
memungkinkan pengolahan tanah yang terpisah.
d. Jalur (strip intercropping)
Diatur jalurnya saja.
e. Tumpanggilir (relay intercropping)
Penanaman dua atau lebih tanaman secara bersama-sama pada lahan yang
sama yang sebagian periode tumbuh tanaman penyusunnya bersamaan.
Tanaman kedua ditanam pada/setelah tanaman pertama mencapai tahap
generatif tetapi sebelum tanaman tersebut dipanen.
Sistem Pertanaman Ganda mempunyai beberapa manfaat (meskipun agak
sulit pengaturannya):
1. Peningkatan produktivitas sumberdaya, dari berbagai hasil penelitian produksinya
lebih besar daripada monokultur.
2. Jaminan keberhasilan panen ada terhadap budidaya tanaman yang bersangkutan
(resiko kegagalan panen relatif rendah).
3. Pengamanan kondisi lingkungan (adanya keberadaan berbagai macam tanaman)
erosi tanah berkurang, kondisi lengas lebih baik (lebih baik bila melibatkan
tanaman tahunan/perennial).
4. Keberlanjutan/kontinyuitas pekerjaan tetap ada yang memungkinkan membuka
peluang pekerjaan bagi petani menjadi lebih besar.
5. Keseimbangan ekosistem lebih terjaga dibandingkan penanaman monokultur.

Faktor-faktor yang menentukan pada sistem pertanaman:


1. Lengas Tanah
Dihubungkan dengan curah hujan dan hari hujan serta jenis tanaman.
2. Suhu
Yang berkaitan dengan radiasi matahari, ketersediaan energi di permukaan bumi (net
radiation/radiasi bersih) juga menentukan macam tanaman yang akan disusun.
3. Tanaman yang adaptabel, tersedia dan diatur dalam pertanaman ganda.
4. Kebanyakan dirakit dalam kondisi monokultur daripada polikultur.
5. Tujuan dari petani/kelompok tani itu sendiri, macam tanaman dalam sistem
pertanaman.

Masalah-masalah pada sistem pertanaman ganda lebih banyak daripada monokultur,


terutama pada masalah lingkungan seperti atmosfer, mikroklimat dan tanah (erosi dan
pengawetan tanah).

Macam tanaman beragam mulai dari tanaman dataran tinggi maupun tanaman dataran
rendah.

Padi gogo yang sequential cropping yang tanaman atasnya padi sawah macam yang lebih
banyak ditanam. Juga tersedia varietas lokal (sudah adapted pada lingkungan yang
bersangkutan).

Pada kondisi up land tanaman semusim yang perennial antara lain kakao, nanas, karet,
pepaya, mangga, kopi, dll. Hal ini menyebabkan kondisi petani up land lebih baik
daripada low land. Contoh kondisi petani pada daerah tropik lebih terjamin dibandingkan
temperature zone.

4. INTERAKSI TANAMAN

Interaksi antara individu/tanaman yang bersangkutan dalam penanaman ganda dibedakan


menjadi:
1. Interaksi kompetisi, terjadi bila sumberdaya terbatas (tidak mencukupi) untuk
memenuhi kebutuhan tanaman penyusun.
2. Interaksi nonkompetisi, terjadi bila berbagai macam sumberdaya (unsur hara)
sama atau lebih besar daripada kebutuhan tanaman penyusun (tidak terjadi
kompetisi).
3. Komplementer, terjadi bila satu tanaman penyusun/lebih memberikan kondisi
lingkungan yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman penyusun yang lainnya.
Contoh: tanaman legum dengan tanaman nonlegum, tanaman legum menyuplai
sendiri kebutuhan N-nya (80 %) sehingga tidak berkompetisi dengan tanaman
penyusun lainnya.
4. Suplementer, terjadi bila antar tanaman penyusun memberikan kondisi
lingkungan pertumbuhan yang mampu mendukung pertumbuhan dan hasil,
sehingga terjadi peningkatan hasil semua tanaman penyusunnya.
5. Interaksi allelopati, terjadi bilamana satu atau lebih tanaman penyusun
mengeluarkan senyawa organik yang bersifat meracun bagi tanaman penyusun
lainnya.

Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempit di
daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah
sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itu keuntungan
lain dari sistem ini : (a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah, (b)
memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan
(infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan
lebih tersedia, (c) menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, (d) mempertinggi daya
guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula, (e) mampu menghemat
tenaga kerja, (f) menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa
ditanami secara terus menerus, (g) pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali,
(h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan (i) memperkaya kandungan
unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.

Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pertanaman tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping).
Sistem tumpang sari, yaitu sistem bercocok tanaman pada sebidang tanah dengan
menanam dua atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan. Sistem tumpang sari
ini, disamping petani dapat panen lebih dari sekali setahun dengan beraneka komoditas
(deversifikasi hasil), juga resiko kegagalan panen dapat ditekan, intensitas tanaman dapat
meningkat dan pemanfaatan sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada
akan lebih efisien.

Agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan harus
dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien
mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Sehingga
jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang
berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi. Dalam pelaksanaannya, bisa
dalam bentuk barisan yang diselang seling atau tidak membentuk barisan. Misalnya
tumpang sari kacang tanah dengan ketela pohon, kedelai diantara tanaman jagung, atau
jagung dengan padi gogo, serta dapat memasukan sayuran seperti kacang panjang di
dalamnya.

Sistem penanaman ganda yang lain yaitu sistem tumpang gilir, yang merupakan
cara bercocok tanaman dengan menggunakan 2 atau lebih jenis tanaman pada sebidang
tanah dengan pengaturan waktu. Penanaman kedua dilakukan setelah tanaman pertama
berbunga. Sehingga nantinya tanaman bisa hidup bersamaan dalam waktu relatif lama dan
penutupan tanah dapat terjamin selama musim hujan.

Sistem perakaran yang


dalam dapat ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman
monokotil yang bisanya memiliki perakaran yang dangkal karena berasal dari akar
seminal dan akar buku, sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki
perakaran yang dalam karena memiliki akar tunggang (Basri, 2008).

Berdasarkan grafik pertumbuhan C. pubescens (gambar 1 dan 2), masih menunjukan adanya
persaingan untuk mendapatkan faktor tumbuh jika ditanam secara tumpangsari, namun keadaan ini
tidak mengakibatkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan C. pubescens. Hal ini karena ubijalar
dan cabai rawit tidak memberikan kompetisi yang terlalu berarti kepada C. pubescens, sehingga C.
pubescens masih mampu tumbuh dengan baik. Tajuk tanaman C. pubescens lebih tinggi dari
pada ubijalar serta cabai rawit dengan kanopi yang luas karena mempunyai percabangan
banyak masih belum mampu meneutupi tajuk tanaman C. pubescens pada umur 12 minggu
setelah tanam (MST), sehingga persaingan untuk memperoleh cahaya masih mampu untuk
dihindari. Suwarto et al., (2006), yang menyatakan bahwa Ubijalar tidak memberikan
kompetisi kepada jagung dalam mendapatkan faktor tumbuh. Suwandi et al.,(2003),
menunjukan hasil bahwa tanaman cabai tidak mempengaruhi pertumbuhan tomat,
sehingga tomat masih baik dalam perkembangannya.
Ubijalar memiliki sulur yang panjang kemudian diikuti jumlah daun yang banyak serta
ruang tumbuh luas tersebar di bawah tajuk C. pubescens dan cabai rawit dengan
percabangan dan jumlah daun yang banyak akan memberikan pengaruh terhadap suhu
udara yang rendah dan meningkatkan kelembapan disekitar tanaman C. pubescens.
Wibowo et al., (2012), menyatakan itensitas cahaya matahari yang rendah dalam
pertanaman tumpangsari kedelai hitam dalam barisan yang rapat akan menurunkan suhu
dan akan meningkatkan kelembapan relatif udara, sehingga laju evapotranspirasi menjadi
rendah. Rendahnya suhu menguntungkan bagi proses mem-bukanya stomata sehingga
penyerapan CO2 berjalan dengan baik dan dapat digunakan untuk proses fotosintesis dan
memperlambat hilangnya air dari dalam tubuh tanaman. Selain itu Rahayu et al., (2010),
menyatakan bahwa ubi jalar bukan termasuk tanaman yang rakus cahaya, sehingga nanas
yang ditumpangsari dengan ubijalar tetap mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk
pertumbuhan.
Nilai competition ratio (CR) dan Nilai land equivalent ratio (LER) dalam sistem
tumpangsari.
Tumpangsari menciptakan agroekosistem pertanaman yang komplek, yang mencakup
interaksi antara tanaman sejenis maupun berbeda jenis. Ketika dua atau lebih jenis
tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, interaksi dapat berupa negatif dan
positif (Suwarto et al., 2005). Turmudi (2002), menyatakan bahwa kesesuaian tanaman
dalam sistem tumpangsari berhubungan dengan kompatibilitas beberapa sifat yang
dimiliki oleh kedua jenis tanaman. Pemilihan kombinasi tanaman dapat didasarkan pada
perbedaan-perbedaan sistem perakaran tanaman, kebutuhan tanaman terhadap hara dan
cahaya matahari (Suwandi, et al.,2003).

MACAM-MACAM POLA TANAM

A. MONOKULTUR

Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan
menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh
kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial.
Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan
pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena
wajah lahan menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat
penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman).

Cara budidaya ini biasanya dipertentangkan dengan pertanaman campuran atau polikultur.
Dalam polikultur, berbagai jenis tanaman ditanam pada satu lahan, baik secara temporal (pada
waktu berbeda) maupun spasial (pada bagian lahan yang berbeda).

Pertanaman padi, jagung, atau gandum sejak dulu bersifat monokultur karena memudahkan
perawatan. Dalam setahun, misalnya, satu lahan sawah ditanami hanya padi, tanpa variasi apa
pun. Akibatnya hama atau penyakit dapat bersintas dan menyerang tanaman pada periode
penanaman berikutnya. Pertanian pada masa kini biasanya menerapkan monokultur spasial tetapi
lahan ditanami oleh tanaman lain untuk musim tanam berikutnya untuk memutus siklus hidup
OPT sekaligus menjaga kesehatan tanah.

Istilah “monokultur” sekarang juga dipinjam oleh bidang-bidang lainnya, seperti peternakan,
kebudayaan (mengenai dominasi jenis aliran musik tertentu), atau ilmu komputer (mengenai
sekelompok komputer yang menjalankan perangkat lunak yang sama).

Monokultur (pada saat tanaman mulai produktif, pada saat tanaman muda < 2 tahun dilakukan
tumpang sari dengan sayuran)jarak tanam yang dgunakan bervariasi dari satu lokasi yang
lainnya.Kebunjeruk di dataran rendah (lahan basah) jarak tanamnya relatif lebih jarangdibanding
kebun jeruk di dataran tinggi, karena 40% dari lahan basah terpakai untuk keper-luan pembuatan
drainase dan pembuatan jalan. Di awal biasa digunakan jarak tanam 3 x 3 meter atau 3,5 x 3,5
meter. Tetapi jarak tanam yang dianjurkan untuk jeruk manis adalah 4 x 4 meter. Jarak tanam
yang lebih besar umumnya tidak memberi pengaruh terhadap tanaman kecualirendahnya
populasi tanaman per hektarnya.jika usaha perkebunan jeruk dirancang untuk periode 10
tahunmaka cukup menggunakan jarak tanam yang pendek misalnya 5 x 5meter.jika umur lebih
dari 10 tahun produksi masih baik dan jika kebun masih dipertahankan sebaiknya dilakukan
penjarangan dengan menebangpohonpohonyang kurang produktif. Dengan jarak tanam 4,5 x 4,5
meter maka dalam 1 hektar akan terdapat 800 pohon. Sebelum penanaman, lubangtanamyang
sudah dibuat diisi dengan pupuk kandang/kompos yang dicampur tanah lapisan atas. Dalam hal
ini diasumsi jarak tanam jeruk dataran tinggi 5,2 x5,2 m atau 364 batang pohon per hektar.
Sedangkan di dataran tinggi 4 x4 m atau800 pohon per hektar. KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN

Pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih besar daripada pola tanam
lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persainganantar tanaman dalam memperebutkan
unsur hara maupun sinar matahari, akantetapi pola tanam lainnya lebih efisien dalam
penggunaan lahan karena nilai LERlebih dari 1.Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya
relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Namun, di
sisi lain, Kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit.

=====================================================================
B. POLIKULTUR

Polikultur adalah menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama.
Dengan pemilihan tanaman yang tepat, sistem ini dapat memberikan beberapa keuntungan,
antara lain sebagai berikut :

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

a. Mengurangi serangan OPT (pemantauan populasi hama), karena tanaman yang satu dapat
mengurangi serangan OPT lainnya. Misalnya bawang daun dapat mengusir hama aphids dan ulat
pada tanaman kubis karena mengeluarkan bau allicin,

b. Menambah kesuburan tanah. Dengan menanam kacang-kacangan- kandungan unsur N dalam


tanah bertambah karena adanya bakteri Rhizobium yang terdapat dalam bintil akar. Dengan
menanam yang mempunyai perakaran berbeda, misalnya tanaman berakar dangkal ditanam
berdampingan dengan tanaman berakardalam, tanah disekitarnya akan lebih gembur.

c. Siklus hidup hama atau penyakit dapat terputus, karena sistem ini dibarengi dengan rotasi
tanaman dapat memutus siklus OPT,

d. Memperoleh hasil panen yang beragam. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman akan
menghasilkan panen yang beragam. Ini menguntungkan karena bila harga salah satu komoditas
rendah, dapat ditutup oleh harga komoditas lainnya.

e. Dapat menambah kesuburan tanah


Menanam tanaman kacang-kacangan berdampingan dengan tanaman jenis lainnya dapat
menambah kandungan unsur Nitrogendalam tanah karena pada bintil akar kacang-kacangan
menempel bakteri Rhizobium yangdapat mengikat Nitrogen dari udara. Dan menanam secara
berdampingan tanaman yang perakarannya berbeda dapat membuat tanah menjadi gembur.

f. Meminimalkan hama dan penyakit tanaman


Sistem polikultur dibarengi denganrotasi tanaman dapat memutuskan siklus hidup hama dan
penyakit tanaman. Menanamtanaman secara berdampingan dapat mengurangi hama penyakit
tanaman salah satu pendampingnya, misalnya : bawang daun yang mengeluarkan baunya dapat
mengusir hama ulat pada tanaman kol atau kubis.

g. Mendapat hasil panen beragam yang menguntungkan


Menanam dengan lebih darisatu tanaman tentu menghasilkan panen lebih dari satu atau beragam
tanaman. Pemilihanragam tanaman yang tepat dapat menguntungkan karena jika satu jenis
tanaman memilikinilai harga rendah dapat ditutupi oleh nilai harga tanaman pendamping lainnya

Kekurangan sistem polikultur adalah :

Apabila pemilihan jenis tanaman tidak sesuai, sistem polikultur dapat memberi dampak negatif,
misalnya :
a. Terjadi persaingan unsur hara antar tanaman,
b. OPT banyak sehingga sulit dalam pengendaliannya.
c. Pertumbuhan tanaman akan saling menghambat

Dalam pola tanam polikultur terdapat beberapa macam istilahdari sistem ini, yang mana
pengertiannya sama yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama
tetapialasan dan tujuannya yang berbeda, yaitu :

1. Tumpang Campuran yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada satu lahan dandalam
waktu yang sama dan umumnya bertujuan mengurangi hama penyakit dari jenistanaman yang
satu atau pendampingnya.

2. Tumpang Sari yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada satu lahan dan dalamwaktu
yang sama dengan barisan-barisan teratur.

3. Tumpang Gilir yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada satu lahan yang samaselama
satu tahun untuk memperoleh lebih dari satu hasil panen.

4. Tanaman Pendamping yaitu penanaman dalam satu bedeng ditanam lebih dari satutanaman
sebagai pendamping jenis tanaman lainnya yang bertujuan untuk salingmelengkapi dalam
kebutuhan fisik dan unsur hara.

5. Penanaman Lorong yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dengan
penanaman tanaman berumur pendek diantara larikan atau lorong tanaman berumur panjang atau
tanaman tahunan.

6. Pergiliran atau Rotasi Tanaman yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman yang tidak
sefamili secara bergilir pada satu lahan yang bertujuan untuk memutuskan siklus hiduphama
penyakit tanaman.

Dalam penanaman sistem polikultur ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan jenis tanamanyang akan ditanam dalam penerapannnya yaitu :

Kebutuhan sinar matahari ; pemilihan jenis tanaman yang tinggi, rindang, berdaun lebatdan
membutuhkan sinar matahari lama dengan jenis tanaman yang pendek dan tidak membutuhkan
sinar matahari lama atau perlu naungan.

Kebutuhan unsur hara ; adanya jenis tanaman yang membutuhkan sedikit unsur N dan jenis
tanaman yang membutuhkan banyak unsur N dan ada jenis tanaman yang mampumengikat unsur
N dari udara yaitu tanaman kacang-kacangan.

Sistem perakaran ; Adanya jenis tanaman yang memiliki perakaran di dalam tanah yangdalam,
dangkal, melebar dan lainnya.
Produktivitas tinggi

1. Perluasan lahan pertanian

Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tingggal di pedesaan,
mata pencaharian mereka adalah usaha pertanian. Umumnya mereka berniat untuk meningkatkan

produksi hasil pertanian mereka semaksimal


mungkin, menuju swasembada pangan. Tetapi tantangan menuju cita-cita tersebut sangat besar,
terutama karena faktor luas tanah pertanian yang makin sempit. Seperti yang kita ketahui saat ini
banyak lahan pertanian yang dijadikan sebagai lahan pemukiman dan lahan bangunan industri
yang akhirnya membuat lahan pertanian semakin. sempit. Lahan pertanian yang sempit dapat
menurunkan tingkat produksi hasil pertanian, sehingga luas lahan pertanian pun sangat
berpengaruh pada tingkat produksi dan kesejahteraan petani saat ini. Kemajuan pertanian tidak
akan dapat diraih tanpa infrastruktur yang memadai. Dalam hal ini perlunya perluasan lahan
pertanian, dimana perluasan lahan pertanian ini dapat ditingkatkan dengan cara memanfaatkan
lahan yang kurang produktif diolah menjadi lahan yang subur, membuka hutan di daerah-daerah
yang penduduknya masih tipis seperti di Sumatra, Kalimantan, dll, serta proyek persawahan
pasang-surut di pulau-pulau tersebut, dan tidak hanya membangun lahan lahan industri dan
mengambil bahan tambang yang ada tapi harus di pikirkan dampak yang dapat di timbulkan dari
pengerukan bahan-bahan tambang tersebut, karena lahan pertanian juga sangat penting. Sebagai
upaya untuk meningkatakan kesejahteraan petani dan sebagai upaya untuk meningkatkan
pemenuhan gizi masyarakat menengah ke bawah. Karena pembangunan masyarakat Indonesia
yang seutuhnya berawal dari pemenuhan gizi seimbang.

2. Penyuluhan usahatani

Penyuluhan pertanian merupakan pendidikan non formal bagi petani beserta keluarganya agar
mereka dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka. Sebagai pendidikan non formal,
penyuluhan pertanian mempunyai potensi yang besar untuk mempeluas jangkauan pendidikan

bagi masyarakat pedesaan karena terbatasnya pendidikan formal yang ada


sehingga dengan penyuluhan usahatani dapat meningkatkan produktifitas serta kualitas
usahatani. Dalam proses penyuluhan juga perlu di tekankan tentang bagaiman strategi atau cara
petani mengolah tanah, cara persemaian benih, strategi irigasi yang baik, cara pemupukan yang
efektif, serta cara penanggulangan hama dan gulma yang preventif dan yang mampu menjaga
lingkungan, serta solusinya tidak hanya penggunakan pestisida atau bahan-bahan kimia lainnya,
sehingga lingkungan serta kesehatan tetap terlindungi atau terjaga dari kontaminasi dengan
bahan-bahan yang berbahaya. Dan upaya ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
petani serta masyarakat khususnya masyarakat yang berada dari tempat yang jauh dari akses
informasi. Oleh karena itu pemerintah sebagai fasilitator harus lebih peka dengan keadaan
masyarakat pedesaan yang kurang mendapatkan akses informasi yang berhubungan dengan
bagaimana cara meningkatkan produksi hasil pertanian mereka.

3. Penanggulangan hama terpadu

Hama adalah penyebab suatu kerusakan pada tanaman yang dapat dilihat dengan pancaindera

(mata). hama tersebut dapat berupa binatang, dan dapat merusak tanaman secara
langsung maupun secara tidak langsung. Hama yang meruak tanaman secara langsung dapat
dilihat bekasnya, misalnya gerekan atau gigitan. Sedangkan hama yang merusak tanaman secara
tidak langsung biasanya melalui suatu penyakit. Sedangkan enyakit tanaman adalah penyebaaab
kerusakan pada tanaman selain yang disebabkan oleh hama, penyakit tersebut dapat berupa
cendawan, bakteri, virus, keadaan fisiologi yang merugikan. Kurangnya pengetahuan petani
tentang hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian mereka dapat berdampak besar
karena dengan adanya hama dan penyakit pada tanaman pertanian mereka dapat menyebabkan
gagal panen dan dapat mengurangi hasil produksi, karena dengan adanya gangguan dari luar
sangat menentukan berhasil atau tidaknya usaha pertanian. Biasanya masyarakat pedesaan yang
kurang mengetahui hal itu hanya pasrah dengan hasil yang mereka dapatkan karena mereka
merasa telah melakukan yang terbaik sehingga mereka berharap dapat hasil yang memuaskan
dan semaksimal mungkin. Oleh karena itu mereka sangat membutuhkan bantuan dari pihak-
pihak ahli dalam bidang pertanian untuk membantu mereka dalam mengatasi hal tersebut.
Seperti yang kita ketahui para petani di pedesaan memilih pemberantasan hama dengan cara
yang instan dan harga yang murah tanpa memikirkan akibat yang dapat ditimbulkan dari
pestisida yang mereka gunakan baik yng aman bagi kesehatan maupun lingkungan. Mereka
hanya menginginkan hasil yang didapatkan dan keuntungan yang besar.

Pemberantasan hama dapat dilakukan dengan cara PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dapat
diakibatkan oleh pestisida yang digunakan petani. PHT merupakan teknik pengendalian hama
dan penyakit tanaman ramah lingkungan, yang saat ini merupakan bagian penting dalam
pelaksanaan 65.000 unit SL-PTT padi di Indonesia. Implementasi PHT yang benar pada
dasarnya akan menghindarkan terjadinya kekeliruan dalam pengelolaan lingkungan tumbuh
tanaman, seperti penggunaan pestisida yang sangat toksik, terjadinya residu pestisida yang
melebihi BMR (batas maksimum residu) yang berpotensi mencemari lingkungan dan merusak
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, implementasi PHT untuk mencapai kondisi
pembangunan pertanian yang berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan korido-koridor
berikut: Pemilihan varietas tahan, teknologi pengendalian hama secara hayati, pergiliran varietas
antarmusim dan mozaik varietas, perbaikan teknik budidaya, pengendalian hama berdasarkan
ambang ekonomi, minimalisasi residu pestisida, serta mengoptimalisasi penggunaan air. Akan
tetapi dalam menerapkan PHT masyarakat perlu bimbingan, sehingga dapat mengoptimalisasi
hasil produksi pertanian dan sebagai upaya mensejahterakan petani untuk kehidupan yang lebih
sejahtera.

4. Penyediaan benih unggul yang berkualitas

Ketersediaan benih berbagai jenis tanaman yang bermutu tinggi merupakan salah satu kunci
keberhasilan usaha di bidang pertanian. Hal tersebut dapat dicapai melalui program industri
benih yang mantap. Berbagai masalah pembenihan merupakan kendala bagi keberhasilan
industri benih, masalah penting diantaranya adalah kerusakan atau kemunduran benih (seed
deterioration). Kemunduran benih merupakan suatu proses merugikan yang dialami oleh setiap
jenis benih yang dapat terjadi setelah benih masak dan terus berlangsumg selama benih
mengalami proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan trasportasi. Proses kemunduran
benih tidak dapat dihentikan, namun dengan menerapkan ilmu yang sesuai proses kemunduran
benih dapat dikendalikan sehingga berlangsung dengan lambat. Hal ini dapat di atasi dengan cara
mengetahui bagaimana prinsip serta bagaiman cara penyimpanan benih yang baik. Dan ini
merupakan salah satu hal yang sangat perlu dan penting untuk di perhatikan adalah benih (bibit).
Benih pertanian yang berkualitas akan sangat berpengaruh terhadap tingkat produksi
hasil pertanian. Oleh karena itu petani dan pemerintah harus bekerjasama dalam rangka
penyediaan benih yang berkualitas, serta benih yang memiliki daya tahan terhadap hama dan
penyakit tanaman, sehingga benih yang digunakan adalah bibit yang memiliki kualitas yang
tinggi. Karena benih merupakan awal dari proses pertumbuhan, oleh karena itu, benih yang
berkualitas sangat di perlukan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas juga. Dengan penyedian
benih yang berkualitas akan sangat membantu petani dalam meningkatkan hasil produksi
pertanian dan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani serta
masyarakat umum.

5. Menerapkan sistim usahatani berkelanjutan

Untuk mewujudkan sistim usahatani berkelanjutan dapat dilakukan pergantian tanaman.

Misalnya apabila musim kemarau tiba, petani melakukan pergiliran tanaman.


Mulai dengan menanam jagung, menanam kedelai juga kacang panjang, ada juga yang
melakukan pola padi, jagung dan tembakau. Pergiliran tanaman difungsikan agar petani tetap
produktif bercocok tanam meski pasokan air berkurang, sehingga dilakukan penanaman
palawija. Selain itu juga dapat mulai menanam aneka sayuran seperti mentimun, melon, kacang
tanah, cabe dan bawang-merah dan lainnya. Pola pergiliran tanaman juga mempunyai fungsi
penting yaitu untuk memutus siklus perkembang-biakan hama dan penyakit tanaman, selain itu
juga untuk menekan terjadinya erosi dan mencegah terkurasnya unsur hara dari dalam tanah.
Pergiliran tanaman diperlukan juga untuk mempertahankan dan memperbaiki sifat-sifat fisik dan
kesuburan tanah. Pergiliran tanaman sangat disarankan agar petani tetap produktif dan terus
dapat memetik hasil bercocok tanamnya meski musim kering. Pergiliran tanaman dapat
mengatasi kemungkinan gagal panen, karena pergiliran tadi dapat memutus siklus hidup hama
yang berjangkit pada suatu areal. Penanaman padi pada hamparan sawah diusahakan secara
serentak, dengan maksud mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit. Sehingga dapat
meningkatkan hasil produksi setiap kali panen dalam hal ini adalah padi (beras), karena beras
adalah salah satu bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat indonesia. Oleh sebab itu
beras memegang peranan penting di dalam kehidupan ekonomi dn situasi beras secara langsung
dapat mempengaruhi situasi bahan-bahan konsumsi lainnya, bahwa jika harga beras di pasaran
terus meningkat, maka harga barang-barang konsumsi lainnya cenderung ikut meningkat.

6. Pengelolaan Tanaman Secara Terpadu (PTT)

Pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) adalah pendekatan dalam pengelolaan lahan, air,
tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan
dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan kelestarian lingkungan. PTT

komoditas dapat dirancang berdasarkan pengalaman implementasi


berbagai sistem intensifikasi yang pernah dikembangkan di Indonesia, hasil penelitian yang
menunjukkan sebagian besar lahan telah mengalami kemunduran kesuburan, dan adopsi filosofi
Sistem Intensifikasi Padi (System of Rice Intensification) yang semula dikembangkan di
Madagaskar.Tujuan penerapan PTT komoditas (misalnya jagung) adalah untuk meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi melalui pengelolaan
lahan, air, tanaman, OPT, dan iklim secara terpadu. Prinsip PTT mencakup empat unsur, yaitu
integrasi, interaksi, dinamis, dan partisipatif.

7. Penyediaan Pupuk Bersubsidi lebih Ditingkatkan

Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik
dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk
meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor keliling atau lingkungan yang baik.
Dalam hal ini adapun yang dimaksud dengan pupuk organik dan pupuk anorganik yaitu: pupuk
organik (pupuk alam) yaitu pupuk yang tidak dibuat di pabrik, pupuk organik juga dicirikan
dengan kelarutan unsur haranya yang rendah di dalam tanah. Biasanya penggunaan pupuk ini
ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Meskipun unsur hara rendah, akan
tetapi bila sifat fisik telah diperbaiki maka sifat kimianyapun bias berubah: contoh: pupuk
kandang, pupuk hijau, kompos, Night soil (pupuk kotoran). Pupuk alam mengndung humus.

Sedangkan yang dimaksud pupuk anorganik (pupuk buatan) yaitu yang


dibuat dipabrik. Umumnya kandungan unsure hara dan kelarutannya tinggi. Berguna untuk
memperbaiki sifat kimi tanah, misalnya: urea, TSP, DAP,dll. Sebagaimana kita ketahui, bahwa
pada umumnya tanaman itu mempunyai jaringan-jaringan dan memerlikan enzim-enzim .
jaringn-jaringan dibangun dari karbohidrat-karbohidrat, lemak-lemak, protein-protein dan
nukleoprotein, sedangkan enzim-enzim ialah untuk memungkinkanjaringan-jaringan tersebut
berfungsi. Jaringn seperti misalnya dengan:karbon, oksigen, hydrogen, nitrogen, fosfor dan
belerang. Untuk pembentukan enzim-enzim diperlukan walaupun sangat minim unser-unsur:
besi, mangan, seng, tembaga, boron, molibdinum serta kadang-kadang pula kobalt (Co).
sedangkan untuk keperluan-keperluan lainnya diperlukan oleh tanaman unsur-unsur: Kalium,
Magnesium, Kalsium serta kadang-kadang Natrium, Klor dan unsur-unsur elektrolit lainnya .
unsur-unsur seperti: Silkia,dan Aluminium kemungkinan besar diperlukan oleh jaringan
tanaman. Dalam hal ini fungsinya tidak begitu jelas kecuali unsur-unsur Karbon, Hydrogen, dan
Oksigen (C,H,O). Unsur-unsur yang diperlukan tanaman diserap diperoleh tanaman dari udara
dan air. Unsur Nitrogen berasal dari ion-ion amonium dan nitrat, terutama dari pemupukan selain
dari fiksasi Nitrogen udara. Oleh kerena itu¸ seiring dengan berjalannya waktu dan terus
menerusnya dipakai unsur-unsur hara yang terdapat di dalam tanah oleh tanaman, sehingga unsur
hara yang ada di dalam tanah itu sendiri sewaktu-waktu dapat berkurang dan bahkan hilang.
Serta unsur-unsur hara tersebut harus dikembalikan lagi ke tanah dengan cara pemupukan untuk
kebutuhan tumbuhan selanjutnya yang sangat membutuhkan unsur-unsur hara tersebut.
Sehingga kebutuhan pupuk yang sangat penting bagi petani dan tidak bias dipisahkan antara
yang satu dengan yang lainnya.

Jadi dalam hal ini perlunya perhatian untuk terus meningkatkan produksi pupuk bersubsidi yang
akan disalurkan kepada masyarakat, khususnya para petani yang berada di pedesaan dan
umumnya seluruh petani di Indonesia yang sangat membutuhkan pupuk untuk kelangsungan
hidup tanaman pertanian mereka dan sebagai upaya untuk meningkatkan kesuburan tanah petani.
Yang akan secara langsung berdampak pada peningkatan hasil pertanian serta produksi
pertanian. Di sini perlu ditegaskan lagi bahwa pupuk bersubsidi sangat di butuhkan oleh para
petani, mengingat saat ini pupuk bersubsidi dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga petani
tidak dapat membeli pupuk bersubsidi yang kualitasnya lebih baik dan kualitas pupuk sangat
berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Upaya ini dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani.

Program Serapan Gabah Petani (Sergap) Bulog yang bertujuan menstabilkan harga ternyata
kurang efektif di lapangan, karena petani lebih suka menjual gabah ke tengkulak.
Kendalanya, tidak semua petani bisa mengakses petugas pembelian Bulog. Kalaupun bisa, belum
tentu Bulog mau membeli gabah petani.

"Banyak kendalanya, kadang masalah harga, kadang juga masalah kualitas gabah petani yang
tidak sesuai dengan ketentuan Bulog, dan lainnya," ujar Kasdim 0816/Sidoarjo Mayor Inf
Condro Edi kepada Surya, Senin (25/4)/2016.

Dalam program Sergap Bulog, TNI yang tahun lalu diminta mendukung program swasembada
pangan, tahun ini diminta mengawal pembelian gabah petani hingga turun ke sawah.

Anggota TNI setempat (dari koramil dan kodim) diminta mendampingi petugas lapangan Bulog
saat membeli gabah petani.

"Bagaimana cara kami mencegah petani menjual gabah ke tengkulak? Kami beri sosialisasi dan
pemahaman ke mereka agar menjual beras ke Bulog saja," kata Condro. Namun, kenyataan di
lapangan tidak semudah itu.

Seperti halnya yang terjadi di Sidoarjo beberapa waktu lalu. Petugas Bulog datang melihat gabah
hasil panen petani. Namun, Bulog tidak membeli semua hasil panen.

"Bulog mengecek kadar air dulu, kalau cocok baru beli. Kalau kadar air terlalu tinggi, tak mau
beli," jelasnya.

Dia memaklumi, karena petugas Bulog bekerja berdasarkan aturan dari atas. Namun hal ini
justru membuat petani kerepotan.

Menurut Condro, petani lebih suka menjual gabah ke tengkulak, karena prosesnya tidak berbelit.

"Ada juga yang di Wonoayu kemarin, petani punya 2 ton gabah. Gabah kering giling (GKG)
ditawar tengkulak Rp 4.400/kilogram, tapi sama Bulog hanya ditawar Rp 4.100 dengan alasan
kadar air tinggi. Tentu saja si petani ini kecewa dan marah ke Bulog," kisahnya.

TNI memang tidak memiliki kewenangan memaksa Bulog membeli gabah ke petani ataupun
sebaliknya.

"Kami hanya bertugas mempertemukan petani dan Bulog. Kami berupaya semaksimal mungkin
agar terjadi transaksi jual beli, atau Bulog bisa menyerap beras petani," paparnya.

Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura merupakan salah satu program
prioritas di Provinsi Kaltim. Melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan terus diupayakan
pencapaian target swasembada beras dengan mendorong petani meningkatkan produksinya
melalui berbagai program baik yang sifatnya bantuan, pengawalan maupun pendampingan.

”Selain itu Dinas Pertanian Tanaman Pangan juga mendorong pengembangan tanaman
hortikultura di Kalimantan Timur yang berperan sangat penting terhadap peningkatan
pendapatan petani,” kata Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak pada Peringatan Hari Tani
Nasional dan Pencanangan Kampung Produk Pertanian Sehat Tingkat Provinsi Kalimantan
Timur yang kita laksanakan di Desa Sukorejo, Kota Samarinda, pekan tadi.

Gubernur memaparkan, pengembangan hortikultura di Kaltim mempunyai potensi yang luar


biasa. sayuran dan buah-buahan disamping merupakan sumber vitamin juga mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi, namun mudah menurun mutunya bahkan menjadi rusak dan tidak layak
konsumsi jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan budidaya yang baik
dan pemanenan yang sesuai dengan dibarengi penanganan pasca panen yang tepat.

Salah satu kurangnya daya saing buah lokal adalah penampilan buah yang kurang menarik
sebagai akibat kurang baiknya penanganan pasca panen. Kondisi tersebut akan tampak nyata bila
buah lokal disandingkan dengan buah impor. Buah impor pada umumnya memiliki penampilan
dengan warna buah yang cerah, bersih, ukuran seragam dan dikemas dengan kemasan yang
menarik dan sekaligus melindungi buah dari kerusakan maupun cemaran dari luar.

Dalam upaya mengantisipasi persaingan antara buah lokal dan buah impor, Pemerintah melalui
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kaltim telah melakukan berbagai upaya yang
diwujudkannya dalam berbagai program dan kegiatan, yaitu : Pengembangan kawasan / penataan
kebun, Perbaikan mutu, Penguatan pengelolaan hama/penyakit tanaman pengua-tan sistem
perbenihan, Penguatan sistem informasi dan promosi, Penguatan kerjasama dan kemitraan, serta
Peningkatan penanganan pasca panen.

ORGANIK.

Sementara itu, arah pertanian ke depan ujar Gubernur adalah penerapan sistem pertanian organik
yang merupakan salah satu model dalam upaya melaksanakan pembangunan pertanian
berkelanjutan dalam rangka menghasilkan produk pertanian sehat. Pada umumnya petani dalam
menanam sayuran banyak menggunakan pestisida seperti insektisida, fungisida maupun
herbisida kimia lainnya dalam menanggulangi hama dan penyakit yang datang.

Tanaman yang disemprot dengan pestisida kimia berlebih dan bahkan sesaat sebelum panen
sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat merangsang terbentuknya radikal-radikal bebas
dalam tubuh yang bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker.

Dalam pertanian organik, pengendalian hama dan penyakit biasanya dibuat dengan sistem rotasi
atau pergantian tanaman dalam satu area dan waktu tertentu, atau menggunakan predator dari
hama tersebut atau dengan menggunakan beberapa jenis tanaman herbal seperti basil sebagai
benteng yang mengelilingi tanaman sayuran organik di dalamnya. Cara lainnya adalah dengan
menggunakan screen net seperti dalam green house sehingga hama tidak dapat masuk.

Dengan penerapan pertanian sehat, petani tidak hanya mencari keuntungan semata tetapi juga
memperhatikan kesehatan konsumen sehingga terjadi hubungan jual beli yang serasi dan saling
menguntungkan baik dari aspek finansial maupun kesehatan.
Buah dan sayuran organik mengandung lebih banyak nutrisi, termasuk metabolit sekunder dan
vitamin C. Metabolit sekunder berfungsi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan
melindungi tubuh dari radikal bebas yang dapat merusak sel.

Manfaat mengkonsumsi produk pertanian sehat diantaranya adalah lebih enak, segar dan tidak
cepat busuk, lebih bergizi dan sehat, tidak mengandung zat kimia bagi tubuh manusia yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker dan menjaga kelestarian lingkungan. Makanan
organik juga mengandung fenolat, tanin, flavanon, karotenoid dan resveratrol yang berfungsi
sebagai pembakar lemak dan dikatakan membantu mencegah kanker, diabetes dan penyakit
jantung.

Hari Tani Nasional diselenggarakan dalam rangka bentuk kepedulian atas upaya dan kerja keras
petani dalam melaksanakan usaha taninya di Kota Samarinda sekaligus sebagai motivasi petani
muda untuk dapat melanjutkan peker jaan sebagai petani yang modern dan berkelanjutan.

Dengan pencanangan kampung produk pertanian sehat diharapkan dapat lebih memotivasi
petani untuk mempertahankan lahan pertanian yang dimiliki sesuai dengan Undang-Undang No.
41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan memotivasi
petani muda untuk lebih bergairah dalam melaksanakan usaha taninya yang berwawas an lingku-
ngan dalam rangka mensikapi Permentan No. 70 tahun 2009 tentang pupuk organik, pupuk
hayati dan pembedah tanah.

Selain itu juga dapat memberikan inspirasi kepada petani di daerah lain sehingga dapat
menerapkan hal serupa sehingga ke depan Kaltim dapat menjadi sentra pertanian sehat.

Sehubungan dengan itu, Gubernur mengimbau agar program ini didukung oleh semua pihak
yang berkepentingan, terus dilanjutkan sampai terbentuk kawasan agrobisnis dan agroindustri
yang berkelanjutan di Kota Samarinda khususnya dan di seluruh Kaltim pada umumnya.

”Dan, dengan semangat Hari Tani Nasional tahun 2013 ini; mari kita tingkatkan kualitas dan
kuantitas produksi pertanian yang berbasis pertanian sehat,” imbau Gubernur. (hmsp/adv)

// foto acara " Bursa Produk Pertanian Organik Dalam Rangka Hari Peringatan Hari Tani
Nasional di halaman dispertan kaltim (sh/hmsdistanprov)

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menemukan kebiasaan buruk dari para
petani di Indonesia. Menurutnya, mayoritas petani lokal lebih memilih mengunakan bibit
kualitas rendah karena harganya murah

Hal itu diungkapkan Darmin dalam Musyawarah Nasional, Himpunan Alumni Institut Peetanian
Bogor (IPB), di Ballroom IPB Internasional Convention Center, Sabtu (16/12/2017).

"Dari hasil penelitian itu saya mencoba mempelajari, seberapa rela masyarakat Indonesia
membeli bibit yang bagus. Karena dari produktivitas rendah itu bibitnya jelek atau enggak palsu,
hasilnya mengejutkan sekali, kerelaan kita untuk itu rendah dibandingkan Malaysia dan Thailand
dan sebagainya, mereka (petani lokal) lebih senang membeli yang murah (kualitas rendah)
dibanding mahal tetapi bibitnya asli," jelas dia.

Dari perilaku tersebut, Darmin mengungkapkan usaha untuk mencapai kemapanan pangan masih
harus melalui jalur yang sulit. Petani harus paham, dan diberi sosialisasi mengenai kualitas bibit
yang harus diutamakan demi mendapatkan hasil panen yang optimal.

"Nah kalau perilaku dasarnya begitu, maka usahanya jauh lebih berat, kita tidak bisa
mengharapkan kalau itu masyarakat mengurusi sendiri, masyarakat kita lebih memilih bibit jelek
asal murah, dibandingkan bibit banding sedikit lebih mahal," papar dia.

Dirinya menjelaskan, mengenai permasalahan tersebut, pihaknya sudah mencoba untuk


meningkatkan daya saing, mulai dari produksi kelapa sawit itu yang sudah memiliki Badan
Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Baca juga: Petani RI Kerjanya Lebih Keras Dibanding Karyawan Kantoran

"BPDP itu dananya untuk subsidi bio diesel yang 20%, nah sisanya untuk peremajaan, jadi kita
menyediakan dana untuk membeli bibit, membersihkan kebunnya, mengolah kayunya, kemudian
di tanah baru dikembalikan ke petani, apalagi kalau tidak ada mekanisme bagaimana mereka di
dunia setelah itu. Sebenarnya pilihannya bisa dua kali lipat, separuh diremajakan, separuh tidak
atau pelan- pelan ditanam yang baru," jelas dia.

Lebih lanjut Darmin mengungkapkan, sektor perkebunan harus bertransformasi agar menjadi
lebih produktif. Selain adanya kesadaran dari perlunya intensitas produksi, pengadaan mengenai
bibit palsu juga perlu ditindak tegas.

"Ada beberapa unsur besar, yang pertama bibit, pemerintah harus berani menegakkan kalau bibit
palsu itu kriminal, apa boleh buat tapi kita harus ke sana," ungkap dia.

Memperkecil

Kompetisi ini disebut juga alelospoli. Kompetisi merupakan hubungan atau interaksi
antar tanaman yang sejenis maupun berbeda jenis yang saling merugikan untuk mendapatkan
keuntungan (kebutuhan hidup tanaman tersebut). Untuk bisa menyesuaikan diri terhadap
persaingan itu, biasanya perkembangan tanaman itu menjadi tidak normal dan wajar, misalnya
seperti mengerdil, etiolasi, dan menggugurkan daunnya.
Di dalam suatu ekosistem kompetisi dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni :
a. Intraspesifik, yaitu kompetisi yang terjadi antara dua individu atau lebih pada spesies atau jenis
yang sama. Untuk mengatasi kompetisi ini dapat dilakukan dengan pengaturan jarak tanam.
b. Interspesifik, yaitu kompetisi yang terjadi antara dua individu atau lebih pada spesies atau jenis
yang berbeda. Untuk mengurangi kompetisi ini dapat dilakukan dengan pemilihan tanaman yang
tepat.
Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif dari peristiwa kompetisi yang
terjadi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya: (1). Kebutuhan
sumber dari tanaman-tanaman yang ditumpangsarikan, (2). Bentuk/karakter
morfologis dari tanaman yang ditumpangsarikan, (3). Sifat fisiologis antar
tanaman ketika ditumpangsarikan.

Pemilihan tanaman penyusun dalam tumpangsari senantiasa mendasarkan pada perbedaan karakter morfologi
dan fisiologi antara lain kedalaman dan distribusi system perkaran, bentuk tajuk, lintasan fotosintesis, pola serapan
unsure hara sehingga diperoleh sauatu karakteristik pertumbuhan, perkembangan dan hasil tumapngsari yang
bersifat sinergis (Gomez dan Gomez, 1983 dan Palaniappan, 1985). Selain itu, menurut Odum, (1983) tanaman
yang ditumpangsarikan adalah tanaman dari lain famili dan yang memneuhi syarat-syarat yaitu berbeda

dalam kebutuhan zat hara, hama dan penyakit kepekaaan terhadap toksin dan faktor-faktor lain yang
mengendalikan yang sama pada waktuyang berbeda. Pertanaman tumpangsari lebih banyak diketahui
mampu memberikan hasil tanaman secara keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan monokutur,
apabila tepat dalam pemilihan sepesies tanaman yang ditumpangsarikan (Anonim, 1998).
Kedelai dan jagung umumnya ditanam di lahan kering (tegalan) secara tumpngsari maupun monokutur
(Subandi et al., 1988). Jagung dan kacang tanah memungkinkan untuk ditanam secara tumpangsari
karena kacang tanah termasuk tanaman C3, jagung tergolong tanaman C4 sehingga sangat serasi
(Indriati, 2009). Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak renah, tumbuh tegak, berdaun
lebat dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm, dapat bercabang sedikiut
atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup (Somaatmadja et al., 1995). Jagung merupakan
tanaman yang mempunyai habitus yang lebih tinggi dibading kedelai. Panjang daun jagung bervariasi
antara 30-50 cm dan lebar 4-15 cm dengan ibu tulang daun yang sangat keras. Jagung merupakan
tanaman berumah satu dimana bunga jantan terbentuk pada ujung batang sedangkan bunga betina
terbentuk dipertengahan batang (Muhajir, 1988).
Penundaan waktu tanam salah satu jenis tanaman dalam sistem tumpangsari akan memberikan peluang
agar pada saat tanaman mengalami pertumbuhan maksimal tidak bersamaan dengan tanaman yang lain.
Hal ini akan membantu usaha pencapaian potensi hasil dari kedua jenis tanaman yang
ditumpangsarikan. Heatherly (1988) cit. Rafiuddin (1994) menyatkan bahwa penanaman yang terlambat
dari perode yang dipertimbangkan akan menurunkan hasil secara nyata walaupun lengas tanah cukup.
Penurunan hasil ini disebabkan oleh kurangnya cahaya yang diterima karena adanya persaingan dengan
tanaman lain disekitarnya. Pada penelitian Hartati (1998), saat tanam dan populasi jagung yang ditanam
dalam sistem tumpanggilir kedelai dan jagung tidak berpengaruh secara nyata terhadap hasil jagung dan
saat tanam jagung 30 dan 50 hari setelah tanam kedelai tidak dapat meningkatkan hasil biji jagung dan
pertumbuhan jagung menjadi terhambat.

Adanya kompetisi terhadap radiasi matahari dalam pertanaman jagung dan kedelai dapat dikurangi dengan
melakukan modifikasi misalnya dengan pemangkasan tajuk jagung sampai pada batas-batas tertentu yang tidak
merugikan. Duncan et al. (1967) cit. Rifin (1992), mengemukakaan bahwa naungan yang disebabkan oleh malai
dapat menurunkan hasil jagung antara 14-21% terutama pada populasi di atas 50.000 tanaman per hektar.
Pemotongan batang di atas tongkol pada umur 20 hari setalah 75% tanaman berbunga, hasil jagung meningkat
dibandingkan tanpa pemangkasan (Agustina dan Aditiametri, 1995). Pemangkasan daun tidak menyebabkan
penurunan hasil apabila dilakukan pada saat yang tepat terhdap daun yang tidak efisien berfotosintesis.
Pemangkasan dapat juga dilakukan terhadap organ lain tanaman yang dapat menghambat penerusan cahaya ke
seluruh daun. Daun bagian bawah tidak efisien karena tidak mendapatkan cahaya yang cukup untuk proses
fotosintesis sedangkan bunga jantan yang tidak berfungsi lagi dalam penyerbukan merupakan organ yang dapat
menghambat datangnya cahaya ke dalam daun tanaman. Potensi fotosintesisi dari daun-daun tanaman jagung
pada 1/3 bagian terletak di bagian atas adalah 2 kali lebih besar daripada 1/3 bagian daun yang terletak di tengah
dan 5 kali lebih besar daripada 1/3 bagian daun yang terletak di sebelah bawah (Pendelton dan Hammond, 1996
cit. Rafiuddin, 1994).

Usaha untuk memperkecil kompetisi sinar:

1. Pemilihan jenis/macam tanaman dan genotipenya atau varietasnya, sebaiknya


lebih pendek toleran terhadap penaungan.
2. Pengaturan populasi tanaman.
3. Pengaturan proporsi masing-masing tanaman penyusun, terutama pada
replacement series.

Pola tanam/pengaturannya, contoh jagung + kedelai dengan jarak tanam jagung 75 cm x 25 cm dengan
2 tanaman per lubang atau 150 cm x 25 cm dengan 1 tanaman per lubang, jarak tanam berbeda tetapi
jumlah populasi tetap sama, yaitu 3750

Jabalsim

Benih bermutu merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam suatu sistem usaha tani.
Pentingnya penggunaan benih bermutu tidak hanya disadari dan dianjurkan oleh Pemerintah,
namun sudah menjadi bagian dari usahatani di tingkat petani. Oleh karena itu, petani memilih
benih bermutu (berserifikat dengan kelas benih tertentu) sebagai bahan tanam utama kecuali
memang tidak tersedia atau akses terhadap benih bermutu sulit bagi petani.

Namun demikian, masih terdengar adanya keluhan petani terhadap keterbatasan benih bermutu
pada saat musim tanam tiba. Padahal Pemerintah telah melaksanakan berbagai program untuk
mendukung penyediaan bermih bermutu sehingga dapat dipenuhi 6 tepat, diantaranya melalui
penumbuhan dan pembinaan penangkar benih di lokasi-lokasi sentra.

Kendala ketersediaan benih bermutu tersebut diantaranya terjadi karena kurang optimalnya jalur
distribusi benih dari produsen benih kepada petani pengguna. Di beberapa daerah, sistem
penyediaan benih yang dikenal dengan nama JABALSIM (jalinan arus benih antar lapang dan
antar musim) berjalan dengan baik. Pada daerah dengan sistem Jabalsim yang baik, umumnya
petani memiliki akses yang mudah terhadap benih bermutu, termasuk penangkar memiliki pasar
yang jelas. Diantara persyaratan berlangsungnya JABALSIM adalah adanya perbedaan musim
tanam atau agroklimat antar daerah, sehingga produksi benih (kedelai) pada satu lokasi akan
dapat digunakan oleh petani di lokasi lainnya yang musim tanamnya berbeda.

Berlangsungnya JABALSIM memerlukan adanya keterpaduan antar instansi terkait. Misalkan


saja, program penyediaan benih unggul dari pemerintah kepada petani menggunakan benih
yang dihasilkan penangkar yang keduanya (petani & penangkar) berada dalam sistem
JABALSIM yang sama. Jika sumber benih berasal dari daerah lain, maka penangkar setempat
akan menghadapi kendala dalam memasarkan benih yang dihasilkannya. Hal tersebut
mendorong terjadinya penjualan "benih" sebagai produk konsumsi.

Mengingat pentingnya JABALSIM dalam mendukung upaya peningkatan produksi, maka


keterpaduan program antar instansi harus diwujudkan.

Irigasi Curah
Sistem irigasi sprinkler merupakan salah satu alternatif metode pemberian air dengan efisiensi pemberian
air lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi permukaan (surface irrigation). Salah satu kekurangan dari
sistem ini adalah mahalnya biaya investasi awal. Sistem irigasi curah ini menggunakan energi tekan untuk
membentuk dan mendistribusikan air ke lahan. Tekanan merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan kinerja sprinkler.
Komponen utama dari sistem ini antara lain kepala sprinkler (nozzle headsprinkler), pipa lateral, pipa
sub-utama (sub main) dan pipa utama (mainline). Sprinkler digunakan untuk menyemprotkan air dalam
bentuk rintik seperti air hujan ke lahan. Jaringan pipa lateral, sub-utama, dan utama digunakan untuk
mengalirkan air dari sumber ke sprinkler.
Kinerja (performance) alat pencurah (James, 1988) dinyatakan dalam lima parameter, yaitu debit
sprinkler (sprinkler discharge), jarak pancaran (distance of throw), pola sebaran air (distribution pattern),
harga pemberian air (application rate), dan ukuran rintik (droplet size). Kinerja irigasi sprinkler yang
optimal merupakan hasil dari perancangan dan pengelolaan sistem irigasi yang baik. Oleh karena itu
kriteria teknis perancangan perlu digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan irigasi sprinkler
berdasarkan faktor-faktor perancangan dan parameter iklim (Sheikhemaeili et al., 2016).
Beberapa keuntungan irigasi curah dalam Prastowo (2002) antara lain:
1. Efisiensi pemakaian air cukup tinggi
2. Dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman tanah (solum) yang
dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading).
3. Cocok untuk tanah berpasir yang laju infiltrasi cukup tinggi.
4. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi.
5. Pemupukan terlarut, herbisida dan fungisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi.
6. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan
7. Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami,
tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian.

Beberapa kelemahan irigasi curah dalam Prastowo (2002) antara lain


1. Memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang tinggi, antara lain untuk operasi pompa air
dan tenaga pelaksana yang terampil.
2. Perancanan dan tata letaknya harus teliti agar diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi.
Komponen penyusun irigasi curah adalah (Prastowo, 2002):
1. Sumber air irigasi, dapat berasal dari mata air, sumber air yang permanen (sungai, danau, dan
sebagainya), sumur, atau suatu sistem suplai regional.
2. Sumber energi untuk pengairan, dapat berasal dari gravitasi, pemompaan pada sumber air, atau
penguatan tekanan dengan menggunakan pompa penguat tekanan (booster pump).
3. Jaringan pipa, terdiri dari:
a) Lateral, yaitu pipa yang merupakan tempat diletakannya pencurah. Pipa lateral biasanya tersedia
di pasaran dengan ukuran panjang 5, 6 atau 12 meter setiap potongnya. Setiap potongan pipa
dilengkapi dengan quick coupling untuk mempermudah dan mempercepat proses menyambung dan
melepas pipa.
b) Manifold, yaitu pipa yang merupakan tempat dihubungkannya pipa lateral.
c) Valve line, yaitu pipa yang merupakan tempat diletakannya katup air.
d) Supply line, yaitu pipa yang menyalurkan air dari sumber air.

Sistem irigasi curah dapat digunakan untuk hampir semua tanaman kecuali padi dan yute, pada
hampir semua jenis tanah. Akan tetapi tidak cocok untuk tanah bertekstur liat halus, dimana laju
infiltrasi kurang dari 4 mm/jam dan atau kecepatan angin lebih besar dari 13 km/jam (Keller, 1990).

Irigasi Tetes

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara
setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah
perakaran yang terbasahi, tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan
kelembaban tanah yang rendah. Jadi

keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Hakim dkk, 2005).
Hal yang perlu diketahui dalam merancang irigasi tetes adalah sifat tanah, jenis tanah, sumber air,
jenis tanaman, dan keadaan iklim. Sifat dan jenis tanahyang diperhatikan adalah kedalaman tanah,
tekstur tanah, permeabilitas tanah dan kapasitas penyimpanan air (James, 1993).
Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-line emitter, dipasang pada
lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecil; (b) in-line
emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral (Gambar 1). Penetes juga
dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source emitter, dipasang
dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) line source emitter,
dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa
berlubang juga dimasukkan pada kategori ini (Prastowo, 2003).
Pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah diseluruh daerah
perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebihan mengakibatkan
penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memburukkan aerasi tanah. Pedoman yang umum
tentang waktu pemberian air adalah sekitar 60 % air yang tersedia di tanah (Hakim dkk, 2005).
Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi
keseluruhan lahan, sehingga dapat mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan,
pemakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan atau mengurangi pertumbuhan
gulma (Hansen, 1986).
Sistem irigasi tetes memiliki kelebihan dibandingkan sistem irigasi lainnya antara lain (Keller dan
Bliesner, 1990) :
1. Efisiensi irigasi tetes relative lebih tinggi dibandingkan dengan system irigasi lain. Pemberian air
dilakukan dengan kecepatan yang telah ditentukan, dan hanya dilakukan di daerah perakaran
tanaman sehingga mengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi dan limpasan permukaan.
2. Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanaman tertentu, karena hanya
daerah perakaran yang dibasahi sedangkan bagian tanaman lain dibiarkan dalam kondisi kering.
3. Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yang disebabkan kondisi
tanah yang terlalu basah karena sistem irigasi tetes hanya membasahi daerah perakaran tanaman.
4. Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif dan efisien karena pemberian
pupuk dan pestisida dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian air irigasi.

Kekurangan sistem irigasi tetes dalam penerapannya adalah :


1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan biologi yang dapat
mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes.
2. Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi.
3. Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karena kurangnya kontrol terhadap
pengoperasian jaringan irigasi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.

Komponen sistem irigasi tetes terdiri dari sumber air, sumber tenaga, pompa, dan pengatur tekanan,
katup kendali dan perangkat Back-flow (antisiphon), saringan, jaringan lateral (distribution lines),
emitter, peralatan kontrol dan monitoring.
1. Sumber air

Air yang bersih sangat diperlukan untuk keberhasilan irigasi tetes, terutama penggunaan emitter yang
kecil. Penyumbatan oleh bahan fisik atau kontaminasi kimia merupakan masalah utama dalam irigasi
tetes. Sumber air bisa berasal dari air sumur, kolam, atau sungai. Air tanah umumnya mempunyai
kualitas yang baik dan sebaiknya digunakan, sedangkan air permukaan bisa terkontaminasi oleh
bakteri, algae, dan organisme lainnya yang hidup di dalam air.
2. Sumber tenaga, pompa, dan pengatur tekanan

Sebagian besar sistem irigasi tetes dirancang untuk kebun pekarangan (home garden) dan
memerlukan tekanan sebesar 8 sampai 12 N/m2. Jika sumber air berasal dari air pam, diperlukan satu
atau dua pengatur tekanan yang dipasang pada jaringan distribusi utama (Purser, 1999).
3. Katup kendali dan perangkat back-flow (antisiphon)

Dianjurkan untuk memasang katup kendali pada jaringan distribusi untuk sumber air yang berasal
dari air pam atau sumur. Perangkat ini akan mencegah
terkontaminasinya sumber air dari arus balik air irigasi (Purser, 1999). Lebih baik lagi apabila
disertai dengan alat pengukur.
4. Saringan

Saringan adalah komponen paling penting dari sistem irigasi tetes, kelemahan saringan adalah
penyumbatan pada saringan. Kebanyakan air yang digunakan harus lebih bersih dari air minum.
Sistem irigasi tetes biasanya memerlukan saringan kerikil, atau saringan pasir bertingkat.
Rekomendasi dari pabrik pembuat emitter harus diikuti dalam memilih sistem saringan. Bila tidak
terdapat rekomendasi seperti di atas, diameter pembukaan netto dari saringan harus lebih kecil dari
1/10 sampai 1/4 dari diameter pembukaan emitter. Untuk air tanah yang bersih, suatu saringan
ukuran 80 sampai 200 mesh sudah mencukupi (Schwab, 1992).
Saringan diperlukan pada sistem irigasi tetes dan berfungsi untuk membuang pasir dan partikel bahan
organik yang terlarut. Saringan ini akan membuang tanah, pasir dan partikel bahan organik yang
terlarut, tetapi saringan tidak bisa membuang mineral terlarut, algae atau bakteri. Untuk air dengan
kandungan debu dan algae yang tinggi, diperlukan suatu saringan pasir yang didukung dengan
saringan kain. Alat pemisah pasir yang terletak dibagian muka saringan mungkin diperlukan jika air
mengandung cukup banyak pasir. Strainer pada jaringan dengan saringan yang bisa dipindah serta
ulir pembersih sudah mencukupi bagi air dengan kandungan pasir yang kecil.
Saringan sekunder bisa dipasang pada bagian pemasukan untuk tiap manifold. Hal ini dianjurkan
sebagai tindakan pencegahan keamanan bila terjadi kecelakaan selama pembersihan atau kerusakan
saringan memungkinkan partikel atau air tidak tersaring melewati bagian dalam sistem (Schwab,
1992).
5. Jaringan lateral (distribution lines)

Jaringan lateral bisa berupa selang atau pipa air dari karet, tapi untuk systemirigasi permanen, pipa
PVC merupakan alternatif terbaik (Purser, 1999). Jaringan lateral bisa diletakkan sepanjang baris
pohon, dan diperlukan beberapa emitter untuk tiap pohon. Kebanyakan lateral memiliki emitter
majemuk, seperti tabung spaghetti atau jaringan pigtail. Jumlah emitter majemuk dapat disediakan
satu atau dua lateral per baris tergantung pada ukuran pohon. Satu jaringan lateral sudah mencukupi
untuk pohon kecil (Schwab, 1992).
6. Emitter

Tersedia beberapa tipe dan rancangan emitter secara komersial. Emitter mengendalikan aliran dari
jaringan lateral. Tekanan sangat berkurang oleh emitter, kehilangan ini dilaksanakan oleh bukaan
kecil, lintasan aliran panjang, ruang vortex, pengaturan secara manual, atau peralatan mekanis
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai