Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah bagi kehidupan seorang
ibu dalam usia produktif. Bila terjadi gangguan dalam proses ini, baik itu
gangguan fisiologis maupun psikologis, dapat menimbulkan efek yang buruk
tidak hanya terhadap kesehatan ibu sendiri, tetapi membahayakan bagi bayi
yang dikandungnya, bahkan tidak jarang menyebabkan kematian ibu.
Kematian ibu dan bayi sering terjadi karena komplikasi yang terjadi pada
masa sekitar persalinan, maka intervensi ditekankan pada kegiatan
pertolongan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
Melalui pertolongan yang baik dan benar, diharapkan komplikasi akibat salah
penanganan bisa dicegah, mengetahui dengan cepat komplikasi yang timbul
dan dengan segera memberikan pertolongan termasuk merujuk bila
diperlukan.
Kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan yang serius
di negara berkembang. Menurut laporan World Health Organization (WHO)
tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa.
Beberapa negara memiliki AKI cukup tinggi seperti Afrika Sub-Saharan
179.000 jiwa, Asia Selatan 69.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa.
Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 190 per
100.000 kelahiran hidup, Vietnam 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand
26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 27 per 100.000 kelahiran hidup, dan
Malaysia 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Data statistik menunjukkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia
masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu mencapai
228 per 100.000 kelahiran hidup. Tiga penyebab utama kematian ibu di
Indonesia adalah perdarahan (30%), eklampsia (25%), dan infeksi (12%).
Proporsi ketiga penyebab kematian ini telah berubah, dimana perdarahan dan
infeksi semakin menurun, sedangkan hipertensi dalam kehamilan proporsinya
semakin meningkat. Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun
2010 disebabkan oleh HDK (hipertensi dalam kehamilan) (Profil Kesehatan
Indonesia, 2013). Menurut profil kesehatan dasar tahun 2014, lima penyebab
kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK),
infeksi, partus lama/macet, dan abortus (Kemenkes RI, 2014).
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berkisar antara 230 hingga 307
kematian ibu tiap 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian maka upaya
menurunkan jumlah kematian ibu adalah salah satu prioritas tertinggi dalam
lingkup kesehatan reproduksi. Jumlah kematian ibu di kabupaten tangerang
pada tahun 2010 adalah sebanyak 33 orang dengan estimasi Angka Kematian
Ibu (AKI) sebesar 197/100.000 kelahiran hidup dan jumlah persalinan oleh
tenaga kesehatan 89,52%. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah
perdarahan, hipertensi dan infeksi.
Preeklampsia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perdarahan
postpartum dimana wanita dengan preeklampsia menghadapi risiko
perdarahan yang meningkat. Preeklampsia dapat terjadi pada masa antenatal,
intranatal, dan postnatal. Ibu yang mengalami hipertensi akibat kehamilan
berkisar 10%, 3-4 % diantaranya mengalami preeklampsia, 5% mengalami
hipertensi dan 1-2% mengalami hipertensi kronik (Robson dan Jason, 2012).
Preeklampsia berat merupakan faktor resiko yang membahayakan ibu
disamping membahayakan janin. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia
beresiko tinggi mengalami gagal ginjal akut, perdarahan otak, pembekuan
darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada sistem pembuluh
darah dan eklampsia. Resiko preeklampsia pada janin antara lain plasenta
tidak mendapat asupan darah yang cukup, sehingga janin bisa kekurangan
oksigen dan makanan. Hal ini dapat menimbulkan rendahnya bobot tubuh
bayi ketika lahir dan juga menimbulkan masalah lain pada bayi seperti
kelahiran prematur sampai dengan kematian pada saat kelahiran
(Prawirohardjo, 2008).
Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi
organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Kriteria minimum
preeklampsia yaitu tekanan darah ≥140/90 mmHg yang terjadi setelah
kehamilan 20 minggu dan proteinuria dimana terdapat 300 mg atau lebih
protein urin per 24 jam atau 30 mg/dL (1+ pada dipstick) dalam sampel urin
acak (Cunningham dkk., 2010). Preeklampsia merupakan suatu penyakit
kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria. Penyebab
preeklampsia sampai saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti
sehingga preeklampsia disebut sebagai “the disease of theories”. Pada
beberapa penelitian yang ada, dikemukakan bahwa terjadi peningkatan risiko
yang merugikan dari keluaran persalinan pada wanita yang mengalami
hipertensi dalam kehamilan yang kronik (Rukiyah & Yulianti, 2010).
Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Daerah Bendan untuk faktor resiko ibu
hamil yang preeklampsi berat sering mengalami terjadinya eklampsi atau
kejang-kejang pada saat persalinan berlangsung, serta perdarahan post partum
yang menyebabkan kematian, bahkan selain faktor resiko pada ibu terdapat
juga faktor resiko pada bayi seperti bayi lahir dengan BBLR (berat bayi lahir
rendah ) dikarenakan kurangnya asupan oksigen dan makanan dan sering juga
terdapat kasus bayi lahir prematur. Oleh karena itu penulis tertarik
mengambil kasus asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan PEB.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Ny. I.N, usia 38 tahun dengan Pre
Eklampsia Berat?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan Kehamilan pada Ny. I.N usia
38 tahun dengan Pre Eklampsia Berat.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian berupa data subyektif yang
didapat dari Ny. I.N
b. Mampu melakukan pengkajian berupa data obyektif yang didapat
dari hasil pemeriksaan pada Ny. I.N
c. Mampu menegakkan diagnosis berdasarkan data subjektif dan
data objektif dalam assesment pada Ny. I.N
d. Mampu melaksanakan tindakan dan asuhan kebidanan kehamilan
kepada Ny. I N

D. Manfaat
- Praktikan
Menambah pengalaman nyata dalam mengaplikasikan teori dan evidence
based practice pemberian asuhan kebidanan pada kehamilan dengan PEB.
- Lahan praktik
Manfaat asuhan ini bagi lahan praktik sebagai bahan untuk memberikan
gambaran dan masukan bagi tenaga kesehatan yang ada di lahan praktik
dalam memberikan asuhan kebidanan
- Masyarakat/Ny. I.N
NY. I.N mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan yang bermutu sesuai
dengan standar pelayanan kebidanan dan evidence based practice.
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Pengertian
Meskipun jarang didefinisikan secara khusus, beberapa buku teks dan jurnal
mendefinisikan preeklampsia sebagai suatusindroma spesifik pada
kehamilanberupa berkurangnya perfusi plasenta akibat vasospasme dan
aktivasi endotel yang akhirnya dapat mempengaruhi seluruh sistem organ,
ditandai dengan hipertensi dan proteinuria pada pertengahan akhir kehamilan
atau di atas 20 minggu kehamilan. (Dr.dr. Kusnarman Keman, 2014)
Preeklampsia adalah peningkatan tekanan darah yang persisten lebih dari
140/90 mmHg disertai dengan proteinuria (dr. Sarma, 2008). Preeklampsia
terjadi pada usia kehamilan diatas 20 minggu atau lebih sehingga dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas maternal (Robin A Noth dkk, 2011)
2. Tanda dan Gejala
Menurut Prosedur Tetap Penanganan Masalah Obstetri dan Ginekologi di
RSUP Sanglah, Denpasar, Bali tahun 2008, preeklampsia dibedakan menjadi
Preeklampsia Ringan (PER) dan Preeklampsia Berat (PEB).
a. Preeklampsia Ringan Batasan Timbulnya hipertensi yang disertai protein
urine dan/atau oedem setelah umur kehamilan 20 minggu.
Gejala Klinis :
1) Hipertensi. - Tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90
mmHg dan kurang dari 160/ll0 mmHg. - Kenaikan tekanan darah
sistolik lebih atau sama dengan 30 mmHg. - Kenaikan tekanan
darah diastolik lebih atau sama dengan 15 mmHg.
2) Protein uria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau secara kwalitatif sampai
(++).
b. Preeklampsia Berat
Batasan Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi lebih atau sama dengan 160/110 mmHg disertai protein uria
pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala Klinis Bila didapatkan
satu atau lebih gejala di bawah ini :
1) Tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 160 mmHg dan
diastol lebih atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini
tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah
baring.
2) Protein uria lebih dari 5 gram dalam 24jam atau kualitatif +4 (++
++)
3) Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24
jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
4) Adanya keluhan subyektif: - Gangguan visus : mata berkunang-
kunang - Gangguan serebral : kepala pusing - Nyeri epigastrium,
pada kuadran kanan atas abdomen. - Hiper refleks.
5) Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme,
Low Platelet count)
6) Sianosis
7) PJT

3. Tatalaksana Umum
a. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen) dan
sirkulasi (cairan intravena)
b. MgSO4 diberikan secara intravena pada ibu dengan eklampsia (sebagai
tata laksana kejang) dan pre eklampsia berat (sebagai pencegahan
kejang)

4. Cara Pemberian MgSO4


a. Berikan dosis awal 4 gr MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang
atau kejang berulang
Cara pemberian dosis awal :
- Ambil 4 gr larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan
dengan 10 ml aquades
- Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
- Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 gr MgSO4 (12,5
ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan.
b. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 gr MgSO4 dalam 6 jam
sesuai prosedur
Cara pemberian dosis rumatan :
- Ambil 6 gr MgSO4 ( 15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam
500 ml larutan Ringer Laktat/ Ringer Asetat, lalu berikan secara IV
dengan kecepatan 28 tetes/ menit selama 6 jam dan diulang hingga 24
jam setelah persalinan atau kejang berakhir ( bila eklampsia).
c. Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, pernapasan, refleks patella dan jumlah urin.
d. Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan atau tidak didapatkan refleks
tendon patella, dan atau terdapat oliguria (produksi urine < 0,5 ml/
kg/BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4.
e. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca Gluconas 1 gr IV ( 10 ml larutan
10%) bolus dalam 10 menit.
f. Selama ibu dengan pre eklampsia dirujuk, pantau dan nilai adanya
perburukan pre eklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan penilaian
awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 gr IV
perlahan (15-20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih
terdapat kejang, dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV
selama 2 menit.
g. Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi
h. Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensiyang dapat digunakan
misalnya. Nifedipin, nikardipin dan metildopa

5. Pemeriksaan penunjang tambahan


a. Hitung darah perifer lengkap (DPL)
b. Golongan darah, rhesus
c. Fungsi hati ( LDH, SGOT, SGPT)
d. Fungsi ginjal ( Ureum, Creatinin)
e. USG ( terutama jika ada indikasi gawat janin/ pertumbuhan janin
terhambat)

6. Faktor predisposisi Pre Eklampsia


Faktor Predisposisi Kejadian Preeklampsia
a. Usia >40 tahun Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang
penting. Usia berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh
sehingga mempengaruhi status kesehatan. Usia reproduktif sehat yang
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Sedangkan
usia ibu >35 tahun seiring bertambahnya usia rentan untuk terjadi
peningkatan tekanan darah karena terjadi degenerasi. Adanya perubahan
patologis, yaitu terjadinya spasme pembuluh darah arteriol menuju organ
penting alam tubuh sehingga menimbulkan gangguan metabolism
jaringan, gangguan peredaran darah menuju retroplasenter
Kategori usia untuk mengetahui hubungan antar usia dengan
preeklampsia dalam penelitian Imung adalah sebagai berikut :Usia 35
tahun Berdasarkan penelitian dari Dietl, wanita hamil pada usia lebih dari
40 tahun lebih berisiko mengalami hipertensi, dan preeklampsia banyak
terjadi pada ibu hamil umur > 40 tahun. Hasilnya juga menunjukkan
bahwa 59,1% preeklampsia terjadi pada nulipara dengan umur > 40
tahun.22 Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua
kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada
primipara (RR 1,68 95%CI 1,23 - 2,29), maupun multipara (RR 1,96
95%CI 1,34 - 2,87). Sedangkan usia muda tidak meningkatkan risiko
preeklampsia secara bermakna.4
b. Primigravida Status gravida adalah wanita yang sedang hamil. Status
gravida dibagi menjadi 2 kategori: Primigravida adalah wanita yang hamil
untuk pertama kalinya dan multigravida adalah wanita yang hamil ke 2
atau lebih. Preeklampsia banyak dijumpai pada primigravida daripada
multigravida, terutama primigravida usia muda. Primigravida lebih
berisiko mengalami preeklampsia daripada multigravida karena
preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar
virus korion. Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme
imunologik pembentukan blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G
terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga
proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu menjadi terganggu.
Primigravida juga rentan stress dalam menghadapi persalinan yang
menstimulasi tubuh unuk mengeluarkan kortisol. Efek kortisol adalah
meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah
juga akan meningkat. Nulipara lebih berisiko mengalami preeklampsia
daripada multipara karena preeklampsia biasanya timbul pada wanita
yang pertama kali terpapar virus korion. Berdasarkan studi Bdolah,
kehamilan nullipara memiliki kadar sFlt1 dan sFlt1 / PlGF bersirkulasi
lebih tinggi daripada kehamilan multipara, menunjukkan hubungan
dengan ketidakseimbangan angiogenik. Diambil bersama-sama dengan
peran patogenik faktor antiangiogenik pada preeklampsia, nulipara
merupakan faktor risiko untuk pengembangan preeklamsia.4,23
c. Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya Riwayat
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor risiko utama.
Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali lipat (RR 7,19 95% CI
5,85 - 8,83). Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia
sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk.
d. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru Kehamilan pertama oleh
pasangan yang baru dianggap sebagai faktor risiko preeklampsia,
walaupun bukan nullipara karena risiko meningkat pada wanita yang
memiliki paparan rendah terhadap sperma.
e. Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
Hubungan antara risiko terjadinya dengan interval/jarak kehamilan lebih
signifikan dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan dari pergantian
pasangan seksual. Risiko pada kehamilan kedua atau ketiga secara
langsung berhubungan dengan waktu persalinan sebelumnya. Ketika
intervalnya lebih dari 10 tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami
preeklampsia adalah sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan.
Dibandingkan dengan wanita dengan jarak kehamilan dari 18 hingga 23
bulan, wanita dengan jarak kehamilan lebih lama dari 59 bulan secara
signifikan meningkatkan risiko preeklampsia (1,83; 1,72-1,94) dan
eklampsia (1,80; 1,38-2,32).19,24
f. Kehamilan multipel/kehamilan ganda Kehamilan ganda meningkatkan
risiko preeklampsia sebesar 3 kali lipat. Dengan adanya kehamilan ganda
dan hidramnion, menjadi penyebab meningkatnya resiten intramural pada
pembuluh darah myometrium, yang dapat berkaitan dengan peninggian
tegangan myometrium dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Wanita dengan kehamilan kembar berisiko lebih tinggi mengalami
preeklampsia hal ini disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan
produksi hormon.
g. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) Nerenberg mengemukakan
berdasarkan penelitian bahwa wanita hamil dengan diabetes memiliki
risiko 90% lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki
diabetes (OR 1.9; 95% CI 1.7-2.1). Diabetes dan preeklampsia adalah dua
kondisi umum yang berhubungan dengan kehamilan, keduanya terkait
dengan hasil kesehatan ibu dan janin yang buruk. Diabetes dan
preeklampsia memiliki faktor risiko yang sama (misalnya, obesitas,
sindrom ovarium polikistik, usia ibu lanjut, peningkatan berat badan
kehamilan), hiperinsulinemia dikaitkan dengan kedua kondisi. Diabetes
dan preekampsia memiliki bukti disfungsi vaskular endotel.
h. Hipertensi kronik Penyakit kronik seperti hipertensi kronik bisa
berkembang menjadi preeklampsia. Yaitu pada ibu dengan riwayat
hipertensi kronik lebih dari 4 tahun. Chappel juga menyimpulkan bahwa
ada 7 faktor risiko yang dapat dinilai secara dini sebagai prediktor
terjadinya preeklampsia superimposed pada wanita hamil dengan
hipertensi kronik.
i. Penyakit Ginjal Pada wanita hamil, ginjal dipaksa bekerja keras sampai
ke titik dimana ginjal tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang
semakin meningkat. Wanita hamil dengan gagal ginjal kronik memiliki
ginjal yang semakin memperburuk status dan fungsinya. Beberapa tanda
yang menunjukkan menurunnya fungsi ginjal antara lain adalah hipertensi
yang semakin tinggi dan terjadi peningkatan jumlah produk buangan yang
sudah disaring oleh ginjal di dalam darah. Ibu hamil yang menderita
penyakit ginjal dalam jangka waktu yang lama biasanya juga menderita
tekanan darah tinggi. Ibu hamil dengan penyakit ginjal dan tekanan darah
tinggi memiliki risiko lebih besar mengalami preeklampsia.
j. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer
penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun. Mekanisme dibalik efek
protektif dari paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan
adanya peningkatan frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor
sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan
remaja, serta makin mengecilnya kemungkinan terjadinyapreeklampsia
pada wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang
lebih lama. Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit
pada kehamilan pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis pada
kehamilan berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami
preeklampsia. Namun, efek protektif dari multiparitas menurun apabila
berganti pasangan.
k. Obesitas sebelum hamil (IMT >30 kg/m2 ) IMT adalah rumus yang
sederhana untuk menentukan status gizi, terutama yang berkaitan dengan
kelebihan dan kekurangan berat badan. Rumus menentukan IMT adalah
sebagai berikut: IMT = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan2 (dalam
meter) . Obesitas sebelum hamil dan IMT saat pertama kali ANC
merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko ini semakin besar
dengan semakin besarnya IMT pada wanita hamil karena obesitas
berhubungan dengan penimbunan lemak yang berisiko munculnya
penyakit degeneratif. Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang
berlebihan di dalam tubuh. Obesitas dapat memicu terjadi nya
preeklampsia melalui pelepasan sitokin-sitokin inflamasi dari sel jaringan
lemak, selanjutnya sitokin menyebabkan inflamasi pada endotel sistemik.
Peningkatan IMT sebelum hamil meningkatkan risiko preeklampsia 2,5
kali lipat dan peningkatan IMT selama ANC meningkatkan risiko
preeklampsia sebesar 1,5 kali lipat.27 Berdasarkan studi Omar risiko
preeklampsia pada kehamilan preterm menikat signifikan sejalan dengan
peningkatan obesitas selama kehamilan (RR 5.23, 95% CI: 3.86-7.09, P35
kg/m2 .Tekanan darah diastolik >80 mmHg c. Proteinuria (dipstick >+l
pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara kuantitatif 300 mg/24
jam)
7. Komplikasi Pre Eklampsia
Komplikasi Preeklampsi:
a. Komplikasi Maternal
1) Eklampsia
merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma, eklampsia selalu didahului
dengan preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan dengan
preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain disebut
eklampsia.
2) Sindrom Hemolysis, Elevated Liver Enzimes, Low Platelet Count
(HELLP)
Pada preeklampsia sindrom HEELP terjadi karena adanya
peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim
kemungkinan disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian
perifer lobules hepar. Perubahan fungsi dan integritas hepar termasuk
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar
aspartat amniotransferase serum.
3) Ablasi Retina
Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel
pigmen retina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan
preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasia retina dengan
kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah akibat penimbunan cairan yang
terjadi pada proses peradangan. Gangguan pada penglihatan karena
perubahan pada retina. Tampak edema retina, spasme setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan
atau eksudat atau apasme. Retiopati arterisklerotika pada
preeklampsia terlihat bilamana didasari penyakit hipertensi yang
menahun. Spasme arteri retina yang nyata menunjukkan adanya
preeklampsia berat. Pada preeklampsia pelepasan retina karena edema
introkuler merupakan indikasi pengakhiran kehamilan segera.
Biasanya retina akan melekat kembali dalam dua hari sampai dua
bulan setelah persalinan.
4) Gagal Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah ke dalam
ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan
ginjal berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam
serta air. Pada kehamilan normalpenyerapan meningkat sesuai dengan
kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme
arterioles ginjalmenyebabkan filtrasi natrium menurun yang
menyebabkan retensi garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi
glomerulus pada preeclampsia dapat menurun 50% dari normal
sehingga menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria sampai anuria.
5) Edema Paru
Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya edema
paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Kerusakan
vaskuler dapat menyebabkan perpindahan protein dan cairan ke dalam
lobus-lobus paru. Kondisi tersebut diperburuk dengan terapi sulih
cairan yang dilakukan selama penanganan preeklampsia dan
pencegahan eklampsia. Selain itu, gangguan jantung akibat hipertensi
dan kerja ekstra jantung untuk memompa darah ke dalam sirkulasi
sistemik yang menyempit dapat menyebabkan kongesti paru.
6) Kerusakan Hati
Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel hati. Sel hati mengalami
nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati seperti
transminase aspartat dalam darah. Kerusakan sel endothelial
pembuluh darah dalam hati menyebabkan nyeri karena hati membesar
dalam kapsul hati. Hal ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri
epigastrik/nyeri uluhati.
7) Penyakit Kardiovaskuler
Gangguan berat pada fungsi kardiofaskuler normal lazim terjadi pada
preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi, preload
jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia pada
kehamilan akibat penyakit atau justru meningkatsecara introgenik
akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena, dan aktivasi
endotel disertai ekstravasi cairan intravakuler ke dalam ekstrasel, dan
yang penting ke dalam paruparu.
8) Gangguan Saraf
Tekanan darah meningkat pada preeklampsia menimbulkan
menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan
perdarahan atau edema jaringan otak atatu terjadi kekurangan oksigen
(hipoksia otak). Menifestasi klinis dari gangguan sirkulasi, hipoksia
atau perdarahan otak menimbulkan gejala gangguan saraf diantaranya
gejala objektif yaitu kejang (hiperrefleksia) dan koma. Kemungkinan
penyakit yang dapat menimbulkan gejala yang sama adalah epilepsi
dan gangguan otak karena infeksi, tumor otak, dan perdarahan karena
trauma.
b. Komplikasi Neonatal
1) Pertumbuhan Janin terhambat
Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat karena perubahan patologis pada plasenta, sehingga
janin berisiko terhadap keterbatasan pertumbuhan.
2) Prematuritas
Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada waktu lahir
plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk usia
kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah
sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik dan posisi fibrin
intervilosa.
3) Fetal distress
Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma
distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang
merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan
menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan
menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat janin.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal : 22 April 2021


Waktu : 08.00 WIB
Tempat : RSUD BENDAN Kota Pekalongan

A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Ny. I. N Nama suami : Tn. H
Umur : 38 Tahun Umur : 40 Tahun
Suku Bangsa : Jawa/ Indonesia Suku Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pkl Alamat : Pkl
B. PENGKAJIAN
Tata laksana di Pkm
Pasien sudah dilakukan pemasangan infus, dower cateter dan diberikan injeksi
MgSO4 40% 4 gr bolus.
1. Data Subyektif
a. Alasan datang
Ibu mengatakan rujukan dari puskesmas X
b. Keluhan Utama
Ibu mengeluh pusing
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang dan yang lalu
Ibu pernah menderita penyakit darah tinggi pada kehamilan
sebelumnya.
2) Riwayat penyakit keluarga
Ayah kandungnya menderita penyakit hipertensi
3) Riwayat keturunan kembar
Di dalam keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada riwayat
keturunan kembar.
4) Riwayat operasi
Ibu belum pernah mengalami operasi apapun.
d. Riwayat Obstetri
1) Riwayat Haid
Menarche : 12 Tahun
Siklus haid : 28 hari
Warna darah : merah
Banyaknya : ganti pembalut 3 kali sehari
Lama : 7 hari
Nyeri Haid : di awal menstruasi
Leukhorea : tidak ada
Keluhan lain : Tidak ada
2) Riwayat Kehamilan Sekarang
a) G4P3A0
b) usia kehamilan 34 minggu
c) HPHT : 26 Agustus 2020
d) HPL : 2 Juni 2021
e) Gerak Janin : Ibu masih merasakan gerakan bayi.
Tabel 4.1. Riwayat ANC
Suplement & Fe
AN Tindakan/
Tanggal Tempat (Jenis, Jml, & Masalah
C ke Penkes
aturan minum)
1 20/10/20 PKM A Folavit, Tidak Nutrisi Ibu
20 ada Hamil, , Istirahat
cukup
Kontrol 1 bulan
lagi atau sebelum
itu bila ada
keluhan
Cek Lab
2 PKM A Folavit, Fe
5/1/2021 Tidak
ada Nutrisi ibu hamil,
istirahat cukup,
kontrol 1 bulan

Sumber: Buku KIA Ny. I. N


3) Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
4)
Persalinan Nifas Kead.
Tahu Asi Anak
Peno JK/ Peny Penyu
n UK Jenis Ekskl sekaran

IMD
long BB u lit lit
usif g
Laki
2
9 Tdk Tdk Hidup,
2007 2900
bln NormalBidan ada Ya ada Tdk sehat

Laki
9 NormalBidan Tdk Ya Tdk Tdk Hidup,
2011 2310
bln ada ada Sehat
0

9 Pacu Rs B Tdk Tdk Hidup,


2016 Laki
bln PEB PEB Sehat
2
2600
Hamil
ini

Riwayat KB
Jenis Lama Alasan
Keluhan
Kontrasepsi Pemakaian Dilepas
Ingin
hamil lagi
Suntik 3 tahun Tidak ada

Ingin
IUD 3 Tahun Tidak ada
hamil lagi

Rencana KB setelah persalinan : KB Steril


e. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Sebelum Hamil
Ibu makan 3x sehari, porsi sedang, menu nasi, dengan lauk nabati
(tahu, tempe) dan hewani (telur, ikan, ayam), dan sayur. Minum ±8
gelas sehari dengan air putih dan teh manis. Tidak ada keluhan pada
kebutuhan nutrisinya.
Selama Hamil
Ibu mengatakan selama hamil ini tidak merasakan perubahan pola
makan
2) Pola Eliminasi
Sebelum Hamil
Ibu BAK ±> 5x sehari, warna jernih kekuningan, bau khas. BAB 1x
sehari, konsistensi lembek, bau khas, warna kuning kecokelatan.
Tidak ada keluhan pada pola eliminasi.
Selama Hamil :
Lebih sering kencing
3) Pola Aktivitas
Sebelum Hamil
Ibu menjalankan aktivitas sebagai ibu rumah tangga menjalankan
kegiatan seperti memasak, menyapu, mengepel, mencuci piring,
mengurus suami dan keluarganya sendiri.
Selama Hamil
Tidak ada perubahan.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum Hamil
Ibu tidur malam sekitar 7 jam sehari (21.00-04.00 WIB), selalu tidur
siang.
Selama Hamil
Tidak ada perubahan.
5) Pola Seksual
Sebelum Hamil
Frekuensi hubungan seksual sebelum hamil 2-3x seminggu, serta
tidak ada keluhan.
Selama Hamil
Jarang, 1 x seminggu
6) Personal Hygiene
Sebelum Hamil
Ibu mandi 2x sehari pagi dan sore hari, gosok gigi 2x sehari, keramas
2 hari sekali, ganti baju sehari-hari dan pakaian dalam 2x sehari. Ibu
biasa menggunakan sandal/ alas kaki ketika diluar rumah. Saat cebok
ibu mengarah dari depan ke belakang dan tidak menggunakan sabun
vagina. Tidak ada keluhan.
Selama Hamil
Tidak ada perubahan.
7) Kebiasaan yang merugikan kesehatan
Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah merokok, dan suami juga
tidak merokok. Tidak pernah minum minuman beralkohol dan
bersoda, tidak minum obat-obatan terlarang ataupun obat-obatan yang
dijual bebas, serta tidak pernah minum jamu.

2. Data Obyektif
Pasien sudah dipasang Infus dan Dower kateter dari Pkm.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan Umum : Baik
b) Kesadaran : Composmentis
c) BB sekarang : 68 kg
d) IMT : 28,30 (Obesitas Gr.1)
e) TB : 155 cm
f) LILA : 30 cm
g) TTV :
TD : 160/110 mmHg
RR : 22 x/ menit
N : 92x/ menit
S : 37oC
b. Status Present
1) Kepala : Kulit kepala bersih, mesochepal, rambut tidak rontok
2) Muka : Simetris, kemerahan, tidak ada kelainan
3) Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
4) Hidung : Hidung tampak bersih, tidak ada polip dan sekret
5) Mulut : Bersih, tidak ada stomatitis, gigi bersih tidak ada
caries
6) Telinga : Telinga tampak bersih, tidak ada serumen
7) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8) Ketiak : Tidak ada massa atau pembesaran
9) Dada : Tidak ada retraksi dinding dada
10) Abdomen : Tidak ada luka bekas operasi, tidak ada masa
11) Ekstremitas : Tidak ada varises, ada oedem kaki + / +,
Refleks patella +/+
12) Punggung : Normal, tidak ada kelainan bentuk
13) Anus : Tidak ada hemoroid, tidak ada kelainan
c. Status Obstetrik
1) Inspeksi
Muka : tampak adaya cloasma gravidarum.
Payudara : Puting susu menonjol, hiperpigmentasi pada areola dan
puting susu, colostrum belum keluar.
Abdomen : Tampak adanya linea nigra
Genetalia : Tidak ada PPV
2) Palpasi
Leopold I : teraba bulat tidak melenting
Leopold II : kanan : teraba keras seperti papan
Kiri : teraba bagian- bagian kecil janin
Leopold III : teraba bulat keras, melenting
Leopold IV : konvergen
3) TFU : 26 cm
4) DJJ : 153x/m
d. Pemeriksaan penunjang di Pkm
Protein urine : +3
e. Pemeriksaan Penunjang di Rs(tgl 22/04/2021)
Hemoglobin : 11,5 gr/dl
Leukosit : 6. 280
Trombosit : 350.000
GDS : 100 mg/dl
Ureum : 15 mg/dl
Creatinin : 0,9 mg/dl
SGOT : 22 U/L
SGPT : 20 U/L
HIV : non reaktif
HbSAg : non reaktif
Syphilis : negatif
C. Analisa
Diagnosa Kebidanan
Ny. I.N, usia 38 Tahun, G4P3A0, usia kehamilan 34 minggu, janin tunggal,
Hidup intra uterine dengan Pre Eklampsia Berat, Obesitas Gr. 1 dan Usia Tua.

D. Penatalaksanaan
Tanggal / Jam : 22 April 2021/ jam 08.00 WIB
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, bahwa ibu mengalami Pre Eklampsia
Berat
Hasil : Ibu mengerti tentang kondisinya saat ini mengalami tensi tinggi
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOg
Hasil :
- Pasang Infus
- Pasang Dc
- Inj. MgSO4 1 gr/ jam (syringe pump)
- Dopamet 500 mg/ 8 jam
- Nifedipin 10 mg (extra)
- Kalk 500 mg/ 24 jam
- Fe 1 tab/ 24 jam
- Paracetamol 500 mg/ 8 jam
- Cek DL, SGOT, SGPT, Ureum dan Creatinin
3. Memberitahu ibu dan suami bahwa akan diberikan obat anti kejang, obat
penurun tensi, serta kalsium dan obat penambah darah (inform consent)
Hasil : ibu dan suami paham, dan ibu bersedia diberikan obat. Suami
menandatangani form persetujuan pemberian obat
4. Menjelaskan pada ibu tentang efek samping pemberian obat anti kejang yaitu
akan terasa panas di seluruh tubuh
Hasil : ibu mengerti, ibu sudah pernah disuntik obat anti kejang
5. Memberikan terapi pada ibu : MgSO4 1 gr/ jam dengan menggunakan syringe
pump, Dopamet 500 mg/ oral, Nifedipin 10 mg/ oral, Kalk 500 mg/ oral dan
tab Fe 1 tab/ oral
Hasil : MgSO4 1 gr/ jam syringe pump sudah terpasang, ibu sudah meminum
obat oral
6. Memberitahu ibu bahwa akan diambil darah dan sampel urine untuk
dilakukan cek laborat
Hasil : Ibu bersedia
7. Memberi tahu ibu tentang bahaya Pre Eklampsia Berat
Hasil : Ibu mengerti tentang bahaya Pre Eklampsia Berat
8. Memberikan edukasi tentang makanan yang aman dikonsumsi untuk ibu
hamil dengan Pre Eklampsia Berat
Hasil : Ibu paham tentang penjelasan petugas
9. Menganjurkan ibu untuk tirah baring dan memberi support mental pada ibu
Hasil : ibu lebih tenang dan bersedia beristirahat
10. Memberikan edukasi pada ibu bahwa pada usia ibu yang sekarang seharusnya
ibu sudah tidak hamil lagi, karena ibu memasuki usia resiko tinggi untuk
hamil
Hasil : Ibu mengerti dan setelah kelahiran anak yang terakhir ibu akan
mengikuti program KB Steril
11. Melakukan monitoring Ku, TTV dan Djj dengan menggunakan Bedside
monitor dan CTG
Hasil : Bed side monitor dan CTG terpasang dengan hasil pemantauan
sebagai berikut :
Jam 09.00
Ku : baik
Kesadaran ; Composmentis
T : 150/ 100 mmHg
N : 90 x/m
Suhu : 37 ºC
RR : 22 x/m
Djj : 150 x/m
Urine : 300 cc
Refleks patella : +/+
Jam 10.00
Ku : baik
Kesadaran ; Composmentis
T : 150/ 100 mmHg
N : 92 x/m
Suhu : 37 ºC
RR : 22 x/m
Djj : 148 x/m
Urine : 50 cc
Refleks patella : +/+
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai proses manajemen asuhan kebidanan ibu
hamil trimester III pada Ny. I.N dengan Pre Eklampsia Berat secara terperinci mulai
dari langkah pertama yaitu pengkajian data sampai dengan evaluasi sebagai langkah
terakhir. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai faktor pendukung dan
faktor penghambat proses serta kesenjangan antara teori dan praktek langsung di
lapangan juga alternatif dari permasalahan yang ada.
A. Data Subyektif
Pengkajian data subjektif pada Ny. I.N pada pemeriksaan kehamilan
dilakukan dengan metode auto anamnesa karena secara fisik maupun psikologis
mampu melakukan komunikasi dengan baik. Pada pengkajian yang dilakukan
tanggal 22 April 2021. Didapatkan data identitas pasien Ny. I.N umur 38 tahun,
Ny. I.N tergolong dalam usia reproduksi tidak sehat, sesuai dengan teori
(Sulistyawati, 2011) yaitu wanita dengan usia reproduktif sehat adalah antara 20
sampai 35 tahun. Pada pengkajian yang dilakukan ibu mengeluh pusing dan ibu
memiliki riwayat Pre Eklampsia Berat pada kehamilan sebelumnya.
Dari tinjauan kasus, masalah ketidaknyamanan yang dialami ibu adalah ibu
mengeluh pusing. Hal ini dikarenakan ibu mengalami kehamilan resiko tinggi
yaitu dengan Pre Eklampsia Berat.

B. Data Obyektif
Ny. I. N mendapatkan standar pelayanan antenatal yaitu berupa pengukuran
tinggi badan yaitu 155 cm. Tinggi badan Ny. I.N termasuk normal dan tidak
beresiko sesuai dengan teori Poedji Rochjati, tinggi badan ibu hamil yang tidak
beresiko adalah tidak kurang dari 145 cm.(Rochjati, 2008). BB yaitu 68 kg, BB
sebelum hamil 58. Pada kehamilan ini berat badan ibu naik 10 kg. Pada
pemeriksaan BB, TB didapatkan IMT Obesitas Gr.1 dan LILA 30 cm. Pada
pemeriksaan keadaan umum: baik, kesadaran: composmentis. Tekanan darah:
160/110 mmHg, pernafasan: 22x/menit, nadi: 92x/menit.
Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan untuk memantau pertumbuhan
janin dibandingkan usia kehamilan. Pada kunjungan ini Ny. I.N didapatkan hasil
pengukuran TFU yaitu 26 cm. Pengukuran TFU Ny. I.N menggunakan
pengukuran Mc. Donald, karena usia kehamilan sudah mencapai trimester III.
Penentuan presentasi janin menggunakan pemeriksaan leopold karena sudah
dapat terdefinisikan. Denyut jantung janin sudah terdengar menggunakan
doppler. Menurut (Runjati dkk, 2017), DJJ dapat didengar pertama kali mulai
usia kehamilan 12 minggu dengan menggunakan Doppler dan pada usia 16-20
minggu jika menggunakan funduskop.
Pada pemeriksaan ekstremitas, dilakukan pemeriksaan refleks patella. Hal
ini sudah sesuai dengan teori yaitu termasuk dalam syarat pemberian MgSO4.
Pemeriksaan laboraturium Ny. I.N pada tanggal 22 April 2021 menunjukan
hasil Hemoglobin : 11,5 gr/dl, leukosit : 6.280, Trombosit : 350.000, GDS : 100
mg/dl, Ureum : 15 mg/dl, Creatinin : 0,9 mg/dl, SGOT : 22 U/L, SGPT : 20 U/L,
HIV : non reaktif, HbSAg : non reaktif, Syphilis : negatif, protein urine : +3. Hal
ini sesuai dengan teori yaitu untuk melihat bagaimana fungsi ginjal dan hati pada
pasien Pre Eklampsia Berat. Yaitu untuk melihata apakah pasien tersebut
mengalami kondisi HELLP SYNDROME atau tidak.
C. Analisa
Diagnosis pada kasus ini adalah Ny. I. N, usia 38 tahun G4P3A0 usia
kehamilan 34 minggu dengan Pre Eklampsia berat, obesitas Gr.1 dan Usia tua
dengan kebutuhan informasi usia reproduksi sehat serta makanan dengan gizi
seimbang. Keluhan pusing yang terjadi pada ibu hamil ini dapat disebabkan
oleh vasokonstriksi pembuluh darah.
D. Penatalaksanaan
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 22 April 2021, penatalaksanaan
yang diberikan kepada Ny. I.N, yaitu:
Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa ibu
mengalami kondisi yang disebut sebagai Pre Eklampsia Berat. Hal ini sudah
sesuai dengan PMK No. 28 pasal 28 bagian keempat tentang kewajiban dan hak
bahwa bidan wajib memberikan informasi tentang pelayanan dan masalah
kesehatan kepada pasien yang bersangkutan (PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28, 2017)
Memberitahukan hasil pemeriksaan fisik IMT Ny. I.N 28,30 masuk dalam
kategori obesitas Gr.1. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Caroline pada tahun 2016 yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado, yaitu terdapat hubungan antara obesitas pada kehamilan dengan pre-
eklampsi pada wanita hamil.
IMT dan LILA, digunakan untuk menilai status gizi. Ibu yang memiliki status
gizi kurang baik saat kehamilan memiliki risiko sebesar 35,584 kali lebih
besar memiliki bayi dengan kelainan kongenital dibanding ibu yang memiliki
status gizi baik saat kehamilan. (Mustofa & Nurmalasari, 2015)
Menurut Purwanti, dkk, pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi dengan
baik dapat mempengaruhi perilaku ibu khususnya berkaitan dengan konsumsi
makanan. Dengan pengetahuan yang baik tentunya pola makan dan perilaku
ibu dalam mengonsumsi makanan lebih memperhatikan kualitan kandungan
gizi dibadingkan kuantitas atau banyaknya makanan yang dikonsumsi.
Dengan mengonsumsi makanan yang banyak mengandung nutrisi tentunya
dapat meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan ibu dan balita. Dengan
demikian pengetahuan tentang nutrisi bagi ibu sangat penting (Purwanti et al.,
2014).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Quedarusman et al., 2013)
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara peningkatan berat badan
ibu saat kehamilan dengan preeklampsia didapatkan bahwa pada wanita
dengan peningkatan berat badan rendah saat hamil memiliki kemungkinan
0,27 kali untuk menderita preeklampsia dibandingkan wanita yang
peningkatan berat badannya normal . Pada wanita dengan peningkat- an berat
badan tinggi berisiko hampir tiga kali lebih besar untuk menderita pre-
eklampsia saat hamil dibandingkan wanita yang peningkatan berat badan saat
hamilnya normal. (Quedarusman et al., 2013)
Pada Ny. I. N dilakukan pemberian MgSO4 40 % sebagai dosis awal pra
rujukan. Serta di Rumah sakit diberikan MgSO4 dosis rumatan 1 gr/ jam.
Hal ini sudah sesuai dengan penanganan awal pada pasien dengan Pre
Eklampsia Berat.
Saat di rumah sakit, pasien diberikan terapi antihipertensi oral berupa
Dopamet dan nifedipin. Hal ini juga sudah sesuai dengan jenis obat yang
direkomendasikan digunakan sebagai antihipertensi pada kasus pre eklampsia
berat.
Saat di rumah sakit pasien mendapatkan terapi oral kalk 500 mg hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Habibi, 2019) yang
mengatakan bahwa adanya hubungan antara pemberian kalsium pada ibu
hamil dengan kejadian preeklamsi di Puskesmas Riung Bandung Kota
Bandung Tahun 2019. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, mengenai
manfaat mendapatkan kalsium saat kehamilan dan dapat membantu menekan
resiko kejadian pre eklampsia.
Pada Ny. I. N dilakukan pemantauan tiap jam. Hal ini sesuai dengan teori
yang ada bahwa pada pasien pre eklampsia dilakukan pemeriksaan fisik tiap
jam, yang meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan,
refleks patella dan jumlah urine. Dalam hal ini pemantaua dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang ada yaitu bed side monitor dan CTG.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam melaksanakan manajemen
asuhan kebidanan, dan bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan
kebidanan yang diberikan. Berdasarkan data yang didapatkan setelah praktikan
melakukan pemantauan ulang adalah adanya penurunan tekanan darah pada Ny.
I.N.
Serta dari berbagai ulasan yang telah dikemukakan asuhan kebidanan yang
dilakukan pada Ny. I.N sudah sesuai dengan teori serta hasil penelitian yang ada.
Dan penggunaan teknologi sesuai dengan perkembangan zaman.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian data subyektif dan obyektif maka dirumuskan
diagnosa kebidanan Ny. I N usia 38 tahun hamil 34 minggu dengan Pre
eklampsia berat, Obesitas Gr.1 dan usia tua
2. Tindakan yang diberikan adalah melakukan terapi tata laksana pada pasien
dengan pre eklampsia serta memberikan edukasi pada ibu tentang usia
reproduksi sehat dan diet gizi seimbang
3. Asuhan kebidanan kehamilan yang dilakukan kepada Ny. I.N. sudah sesuai
evidance based yang ada

B. Saran
1. Bidan atau tenaga kesehatan lainnya sebaiknya tidak hanya berfokus pada
pelayanan antenatal dan intranatal tetapi berfokus pada kegiatan promotif dan
preventif dalam masa kehamilan untuk mewujudkan generasi yang sehat
cerdas dan mandiri.
2. Bagi masyarakat sebaiknya turut aktif dan mandiri dalam menjaga dan
meningkatkan kesehatan diri, salah satunya dengan berperilaku bersih dan
sehat.

.
DAFTAR PUSTAKA

Dr.dr. Kusnarman Keman, S. (2014). Patomekanisme pre eklampsia terkini. UB


Press.

Habibi, I. (2019). HUBUNGAN PEMBERIAN KALSIUM PADA IBU HAMIL


DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSI DI PUSKESMAS RIUNG BANDUNG
KOTA BANDUNG TAHUN 2019.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28,


(2017).

Mustofa, F. ladyani, & Nurmalasari, Y. (2015). Hubungan Antara Status Gizi Ibu
Hamil Dengan. 1–9.

Purwanti, I., Macfoedz, I., & Wahyuningsih. (2014). Pengetahuan Tentang Nutrisi
Berhubungan dengan Status Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Sewon II
Bantul Yogyakarta.

Quedarusman, H., Wantania, J., & Kaeng, J. J. (2013). Hubungan Indeks Massa
Tubuh Ibu Dan Peningkatan Berat Badan Saat Kehamilan Dengan Preeklampsia.
Jurnal E-Biomedik, 1(1), 305–311. https://doi.org/10.35790/ebm.1.1.2013.4363

Rochjati, P. (2008). Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Airlangga Universitas Press.

Runjati dkk. (2017). Kebidanan Teori dan Asuhan (Runjati & S. Umar (eds.); 1st
ed.). EGC.

Sulistyawati, A. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Salemba Medika.

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2187/3/BAB%20II.pdf didapat pada tanggal 23


april 2021

Anda mungkin juga menyukai