Otonomi Daerah
Otonomi Daerah
Penyusun,
Kelompok 4
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dari Otonomi Pendidikan?
2. Apa Saja Implikasi Positif Dan Negatif Dari Otonomi Pendidikan?
3. Apa Pengertian Dari Sentralisasi Pendidikan?
4. Apa Saja Keunggulan Dan Kelemahan Dari Sentralisasi?
3
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Otonomi Daerah.
2. Untuk Mengetahuui Implikasi Positif Dan Negatif Otonomi Darah.
3. Untuk Mengetahui Sentralisasi Pendidikan.
4. Untuk Mengetahui Keunggulan Dan Kekurangan Dari Sentralisasi.
D. Manfaat Penelitian
Perluas pengetahuan Anda tentang otonomi daerah dan sentralisasi
pendidikan dan mampu mempelajari tata kelola pemerintahan yang baik dan
bersih.
4
BAB II
OTONOMI DAERAH DAN SENTRALISASI PENDIDIKAN
A. Otomi Pendidikan
Desentralisasi bidang pendidikan, yang lazim juga disebut sebagai otonomi
pendidikan, sebenarnya bukanlah kebijakan yang diambil tanpa landasan.
Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa desentralisasi pendidikan ini
dilaksanakan di Indonesia.
Pertama adalah alasan psikologis. Seperti disebutkan di muka, kebijakan
sentralisasi pendidikan yang dilakukan olehPemerintah Orde Baru menutup
potensi kreativitas, inovasi dan bahkan kearifan lokal yang dimiliki oleh daerah.
Di samping itu pemerintah daerah pun hampir tidak memiliki otoritas terhadap
lembaga-lembaga pendidikan di wilayah mereka. Kedua hal ini seolah bukan
masalah ketika Orde Baru berkuasa, tetapi menjadi persoalan ketika rezim Orde
Baru berakhir. Sistem pendidikan yang sentralistik diduga telah menyebabkan
mandulnya kreativitas dan inovasi para guru dan pengelola lembaga-lembaga
pendidikan, karena semua rencana dan bahan pelajaran dibuat secara seragam
oleh pemerintah pusat. Demikian juga, sistem tersebut telah menyebabkan
hilangnya berbagai kearifan lokal dan kemampuan otoritas pendidikan dareha
untuk memaksimalkan sumber daya setempat, karena mayoritas keputusan
penting ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Meski tidak banyak muncul di permukaan ketika orde baru berkuasa, namun
hal-hal di atas tetap terpendam dan menjadi keprihatinan banyak praktisi dan
pemikir pendidikan. Mereka meyakini, bahwa meskipun sentralisasi pendidikan
dalm batas-batas tertentu diperlukan untuk menjada persatuan, namun dalam
beberapa hal menjadi kontra produktif, terutama karena penyeragaman.
Ketika kekuasaan Orde Baru berakhir dan euforia reformasi menggejala di
Indonesia, tuntutan untuk menyerahkan sebagian (besar) kebijakan,
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan kepada otoritas daerah dan
5
1
Zuhdi, M. (2012). Pendidikan Di Era Otonomi Daerah. Hal 2-4
8
2. Implementasi Negatif
Di samping berbagai manfaat dari diberlakukannya sistem
desentralisasi pendidikan sebagaimana tersebut di atas, tidak dapat
dipungkiri munculnya persoalan-persoalan baru yang perlu mendapat
perhatian serius. Berikut adalah beberapa persoalan yang perlu mendapat
perhatian bersama.
a. Lokalisasi SDM
Kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola SDM
pendidikan seringkali memunculkan sentimen kedaerahan yang
berpotensi menimbulkan konflik di kemudian hari.Kewenangan yang
2
Junaidi, J. (2020). Pendidikan Di Era Otonomi Daerah Pasca Orde Baru. AL-THIQAH: Jurnal
Ilmu Keislaman, 3(01), hal 75-80.
12
3
Ibid hal 80-81
4
M. Hidayat, ‘Masalah Mutu Pendidikan di Era Otonomi Daerah’, makalah disampaikan di LPMP
Sulawesi Selatan, 16 Nopember 2011
13
b. Ketidaksiapan Daerah
Tidak semua daerah memiliki sumberdaya manusia yang
memiliki kesiapan yang sama untuk mengelola pendidikan secara baik.
Ada daerah yang merespon kewenangan yang besar ini dengan berbagai
program yang bertujuan untuk memajukan pendidikan di daerahnya,
baik dalam bentuk peningkatan kesejahteraan guru, penyediaan sarana
dan prasarana inti dan penunjang yang memadai, pembentukan
unit-unit penunjang penyelenggaraan pendidikan, dan sebagainya.
Namun demikian, tidak sedikit pula daerah yang melihat pemberian
kewenangan ini sebagai peluang untuk berbuat yang
menguntungkan bagi peribadi atau kelompoknya.
Dari sinilah muncul kemungkinan terjadinya penyalahgunaan
anggaran pendidikan, keberpihakan pada pihak-pihak tertentu yang
tidak berorientasi pada kualitas, penerimaan tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan yang kurang selektif, dan pembuatan program-
program yang yang tidak secara substansial menyentuh kebutuhan
pendidikan. Meskipun kecurigaan ini perlu dibuktikan secara fakta dan
hukum, namun fenomena yang sering ditutup-tutupi ini seolah telah
menjadi rahasia umum di berbagai daerah.
Di atas nampak ketidaksiapan daerah dalam hal pengelolaan
pendidikan, terutama kemampuan sumberdaya manusia daerah
mengelola penyelenggaraan pendidikan yang akuntabel. Di
samping itu, ketidaksiapan juga dapat dilihat dari ketersediaan fasilitas
pendidikan di daerah-daerah. Daerah-daerah baru yang merupakan
pemekaran dari provinsi atau kabupaten yang sudah lebih dulu ada
seringkali masih belum memiliki perangkat, fasilitas dan sarana
pendidikan yang memadai.
Efek lebih lanjut dari ketidak siapan daerah dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan adalah adanya kesenjangan prestasi
belajar siswa dari berbagai daerah. Sudah dapat dipastikan bahwa
daerah atau kota yang memiliki pendapatan daerah yang lebih besar,
14
5
Junaidi, J. (2020). Pendidikan Di Era Otonomi Daerah Pasca Orde Baru. AL-THIQAH: Jurnal Ilmu
Keislaman, 3(01), hal 81-86.
16
C. Sentralisasi Pendidikan
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat.
Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan yang telah digariskan menurut undang-undang. Sentralisasi banyak
digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi
adalah sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh
orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk
memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Dalam pemberlakuan kebijakan otonomi yang seluas-luasnya dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi daerah merupakan
distribusi kekuasaan secara vertikal. Distribusi kekuasan dari pemerintah pusat
ke daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan
otonomi daerah di bidang pendidikan tampak masih menghadapi berbagai
masalah, diantaranya tampak pada kebijakan pendidikan yang tidak sejalan
dengan prinsip otonomi daerah dan kurangnya koordinasi dan sinkronisasi.
Kondisi yang demikian dapat menghadirkan beberapa hal, seperti: kesulitan
pemerintah pusat untuk mengendalikan pendidikan di daerah; daerah tidak
dapat mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan potensinya. Apabila hal
ini dibiarkan, berbagai akibat yang tidak diinginkan bisa muncul, misalnya,
kembali pada kebijakan pendidikan yang sentralistis, tetapi sangat
dimungkinkan juga daerah membuat kebijakan pendidikan yang dianggapnya
paling tepat meskipun sebenarnya bersebrangan dengan kebijakan pusat.
Apabila kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah tidak dilakukan
upaya sinkronisasi dan koordinasi dengan baik, tidak mustahil otonomi tersebut
mengarah pada disintegrasi bangsa. Kondisi demikian diperlukannya
koordinasi serta sinkronisasi kebijakan pendidikan di daerah dan pusat.
Secara teoritis, sentralisasi mempunyai keunggulan antara lain:
1. organisasi menjadi lebih ramping dan efisien. Seluruh aktivitas organisasi
terpusat sehingga pengembalian keputusan lebih mudah;
2. perencanaan dan pengembangan organisasi lebih terintegrasi. Tidak perlu
jenjang koordinasi yang terlalu jauh antara unit pengambilan keputusan dan
17
6
Mubarok, A. W., Sulistia, D. S., & Nurwahidah, I. (2023). Kebijakan Sentralisasi dan
Manajemen Straregik dalam Pendidikan. Jurnal Pelita Nusantara, 1(2). HAL 190
18
7
Mubarok, A. W., Sulistia, D. S., & Nurwahidah, I. (2023). Kebijakan Sentralisasi dan Manajemen
Straregik dalam Pendidikan. Jurnal Pelita Nusantara, 1(2). Hal 191
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sentralisasi pendidikan belum berhasil dalam mengoptimalkan peran
pendidikan sebagai kekuatan moral bangsa ini. Disamping itu, slogan dunia
tentang hak pendidikan bahwa education for all masih ada dalam tatanan
konsep. Proses seperti ini telah menghilangkan potensi masyarakat untuk
melahirkan masa yang kritis terhadap situasi pendidikan. Desentralisasi
pendidikan Islam atau otonomi pendidikan merupakan salah satu model
pengelolaan pendidikan dengan memberikan suatu pendelegasian kewenangan
tertentu di tingkat sekolah untuk membuatkeputusan-keputusan yang bekenaan
dengan upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya
manusia termasuk profesionalitas guru PAI pada setiap sekolah.
21
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, J. (2020). Pendidikan Di Era Otonomi Daerah Pasca Orde Baru. AL-
THIQAH: Jurnal Ilmu Keislaman, 3(01), 69-92.