Anda di halaman 1dari 125

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN

PADA LAPIS TIPIS BETON ASPAL


TERHADAP NILAI MARSHALL

TUGAS AKHIR

HARTA MEANGGA WICAKOPUS


NIM: 972019015

POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN


JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI REKAYASA
KOSNTRUKSI JALAN & JEMBATAN
BALIKPAPAN
2023

i
PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN
PADA LAPIS TIPIS BETON ASPAL
TERHADAP NILAI MARSHALL
HALAMAN JUDUL

TUGAS AKHIR

KARYA TULIS INI DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT UNTUK


MEMPEROLEH GELAR SARJANA TERAPAN DARI
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN

HARTA MEANGGA WICAKOPUS


NIM: 972019015

POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN


JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI REKAYASA
KONSTRUKSI JALAN & JEMBATAN
BALIKPAPAN
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Sebagai civitas akademik Politeknik Negeri Balikpapan, saya yang bertanda


tangan di bawah ini:

Nama : Harta Meangga Wicakopus

NIM : 972019015

Program Studi : Teknologi Rekayasa Konstruksi Jalan dan Jembatan

Judul Tugas Akhir : Pengaruh Jumlah Tumbukan pada Lapis Tipis Beton Aspal
Terhadap Nilai Marshall

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan hak


kepada Politeknik Negeri Balikpapan untuk menyimpan, mengalih media atau
format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/penyusun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Balikpapan
Pada Tanggal : 02 Agustus 2023

Yang Menyatakan
Materai 10000

(Harta Meangga Wicakopus)


LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN


PADA LAPIS TIPIS BETON ASPAL
TERHADAP NILAI MARSHALL

Disusun oleh:

HARTA MEANGGA WICAKOPUS


NIM : 972019015

Pembimbing I Pembimbing II

Mohamad Isram M. Ain, S.T., M.Sc. Lilik Damayanti S.S., M. Hum.


NIP 198903052022031010 NIP 198203122021212005

Penguji I Penguji II

Fatmawati, S.T ., M.T. Mahfud, S.Pd., M.T


NIP 198402152019032009 NIP 196611021993031005

Mengetahui,
Ketua Program Studi D4 TRKJJ

Mohamad Isram M.Ain, S.T., M.Sc.


NIP 198903052022031010

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Harta Meangga Wicakopus


Nim : 972019015

Menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul “PENGARUH JUMLAH


TUMBUKAN PADA LAPIS TIPIS BETON ASPAL TERHADAP NILAI
MARSHALL” adalah bukan merupakan hasil karya tulis orang lain, baik sebagian
maupun keseluruhan, kecuali dalam kutipan yang kami sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan kami buat dengan sebenar – benarnya dan apabila


pernyataan ini tidak benar kami bersedia mendapat sanksi akademis.

Balikpapan, 02 Agustus 2023


Mahasiswa,

Materai 10000

(Harta Meangga Wicakopus)


NIM: 972019015
LEMBAR PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini ku persembahkan kepada


Ayahanda Ponimin
Ibunda Sri Semi Winaryati
Saudaraku Anglili Wicakopus
Farisca Sasti Gadis Setiawan
Dan teman – teman yang saya sayangi
ABSTRACT

Testing the effect of the number of impacts on thin asphalt concrete layers
(LTBA) on Marshall values aims to determine the influence of the number of
impacts on the asphalt's Marshall characteristic values and to find the most
optimal Marshall test characteristic values in order to obtain a better asphalt
mixture that can be used as a solution for preventive improvements.
The research method is referring to the SNI 8132-2016 standard and other
relevant specifications. The study involved varying number of impacts on the
asphalt mixture and analyzing their effect on Marshall values.
The results of the Marshall test obtained the average VMA value of the
number of impacts 60 = 62.9%; the number of impacts 75 = 53.1% and the
number of impacts 90 = 57.7%, then the VMA value of each number of impacts
meets the specifications. For the VIM value of the impact amount 60 = 46.7%;
impact amount 75 = 32.6% and impact amount 90 = 39.2%, the VIM value of
each impact amount does not meet the specifications. The VFB value for the
number of impacts 60 = 25.8%; number of impacts 75% = 38.9% and number of
impacts 90 = 32.4%, then the VFB value of each number of impacts does not meet
the specifications. The average stability value of the number of impacts 60 =
1053.2; the number of impacts 75 = 991.2 and the number of impacts 90 = 495.6,
then the stability values of the number of impacts 60 and 90 meet the
specifications, while the number of impacts 90 does not meet the specifications.
The average flow of the number of impacts 60 = 4.7; the number of impacts 75 =
4.2 and the number of impacts 90 = 2.8, then the flow value of the number of
impacts 60 does not meet the specifications, while the number of impacts 75 and
90 meet the specifications.
The most optimal number of collisions in the marshall test carried out is
the number of impacts 75x. At the number of impacts of 75, the value of marshall
characteristics that meet more than the number of other impacts is obtained, the
stability number is quite high and the level of melting is relatively lower than the
number of other impacts.
Keyword: Asphalt Mixture, Marshall Test, Number of impact
ABSTRAK

Pengujian pengaruh jumlah tumbukan pada lapis tipis beton aspal (LTBA)
terhadap nilai marshall bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari jumlah
tumbukan terhadap nilai karakteristik marshall dan mengetahui nilai karakteristik
uji marshall paling optimal dengan harapan hasil dari penelitian ini akan
didapatkan campuran aspal yang lebih baik dan dapat digunakan sebagai solusi
untuk perbaikan preventif.
Metode pelaksanaan penelitian yang dilakukan mengacu pada SNI 8132-
2016 serta bagian – bagian spesifikasi lain yang ada di dalamnya. Penelitian ini
dilakukan dengan memvariasikan jumlah tumbukan terhadap campuran aspal,
yang nantinya akan dilakukan analisa pengaruhnya terhadap nilai marshall.
Hasil dari pengujian Marshall didapatkan nilai VMA rata – rata dari
jumlah tumbukan 60 = 62,9%; jumlah tumbukan 75 = 53,1% dan jumlah
tumbukan 90 = 57,7%, maka nilai VMA dari setiap jumlah tumbukan memenuhi
spesifikasi. Untuk nilai VIM dari jumlah tumbukan 60 = 46,7%; jumlah tumbukan
75 = 32,6% dan jumlah tumbukan 90 = 39,2%, maka nilai VIM dari setiap jumlah
tumbukan tidak memenuhi spesifikasi. Nilai VFB untuk jumlah tumbukan 60 =
25,8%; jumlah tumbukan 75% = 38,9% dan jumlah tumbukan 90 = 32,4%, maka
nilai VFB dari setiap jumlah tumbukan tidak memenuhi spesifikasi. Nilai
stabilitas rata – rata dari jumlah tumbukan 60 = 1053,2; jumlah tumbukan 75 =
991,2 dan jumlah tumbukan 90 = 495,6, maka nilai stabilitas dari jumlah
tumbukan 60 dan 90 memenuhi spesifikasi, sedangkan jumlah tumbukan 90 tidak
memenuhi spesifikasi. Flow rata – rata jumlah tumbukan 60 = 4,7; jumlah
tumbukan 75 = 4,2 dan jumlah tumbukan 90 = 2,8, maka nilai flow dari jumlah
tumbukan 60 tidak memenuhi spesifikasi, sedangkan jumlah tumbukan 75 dan 90
memenuhi spesifikasi.
Jumlah tumbukan paling optimal pada pengujian marshall yang dilakukan
adalah jumlah tumbukan 75x. Pada jumlah tumbukan 75 didapatkan nilai
karakteristik marshall yang memenuhi lebih banyak diantara jumlah tumbukan
yang lain, angka stabilitasnya cukup tinggi serta tingkat kelehannya relatif lebih
rendah dari jumlah tumbukan lainnya.

Kata Kunci: Campuran Aspal, uji Marshall, Jumlah Tumbukan


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,


karena atas rahmat serta hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat sampai pada
tahap menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pengaruh Jumlah Tumbukan pada
Lapis Tipis Beton Aspal Terhadap Nilai Marshall”,
Tugas akhir ini dibuat sebagai rangkaian penilaian untuk mendapatkan
gelar Sarjana Terapan di Program Studi Teknologi Rekayasa Konstruksi Jalan &
Jembatan, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Balikpapan. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ramli,S.E.,M.M, sebagai Direktur Politeknik Negeri Balikpapan.
2. Bapak Mahfud S.Pd., M.T, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Balikpapan.
3. Bapak Mohamad Isram M. Ain, S.T.,M.Sc sebagai Ketua program studi D4
Teknologi Rekayasa Konstruksi Jalan dan Jembatan serta menjadi Dosen
pembimbing 1 yang telah membimbing dan memberikan pengarahan terhadap
isi akhir akhir ini.
4. Ibu Lilik Damayanti S.S., M. Hum selaku dosen pembimbing 2 yang telah
membimbing dan memberikan pengarahan terhadap tata tulis tugas akhir ini.
5. Ayahanda tercinta Bapak Ponimin, Ibunda tercinta Ibu Sri Semi Winaryati,
atas bantuan dukungan serta do’a yang sangat membantu dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Farisca Sasti Gadis Setiawan yang selalu memberikan dukungan selama
perkuliahan sampai dengan sekarang.
7. Kepada seluruh teman-teman yang telah berkontribusi memberikan kritik,
saran, serta bantuan dalam bentuk apapun untuk laporan ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah karya yang sempurna,
dan masih banyak ditemui kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan
masukan yang membangun sangat diharapkan.
Balikpapan, 02 Agustus 2023

Penulis.
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iv
LEMBAR PERSEMBAHAN................................................................................v
ABSTRACT............................................................................................................vi
ABSTRAK............................................................................................................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3. Batasan Masalah........................................................................................2
1.4. Tujuan Penelitian.......................................................................................3
1.5. Manfaat Penelitian.....................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................4
2.1 Tinjauan Pustaka.......................................................................................4
2.1.1 Penelitian Terdahulu..........................................................................4
2.2 Agregat......................................................................................................6
2.2.1 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat..................................................7
2.2.2 Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles....................................8
2.2.3 Angularitas Agregat...........................................................................9
2.2.4 Kelekatan Terhadap Aspal.................................................................9
2.2.5 Partikel Pipih dan Lonjong..............................................................10
2.2.6 Material Lolos Ayakan No. 200.......................................................10
2.3 Aspal........................................................................................................10
2.3.1 Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA).....................................................11
2.3.2 Karakteristik Beton Aspal................................................................12
2.3.3 Penetrasi...........................................................................................14
2.3.4 Uji Titik Lembek Aspal dengan Alat Cincin dan Bola (Ring and
Ball) 15
2.3.5 Uji Daktilitas Aspal..........................................................................15
2.3.6 Uji titik nyala dan titik bakar aspal dengan alat cleveland open cup
15
2.3.7 Kelarutan Aspal................................................................................16
2.3.8 Berat yang Hilang............................................................................16
2.3.9 Berat Jenis Aspal..............................................................................16
2.3.10 Pengujian Marshall..........................................................................16
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................22
3.1 Jenis Penelitian........................................................................................22
3.2 Lokasi Penelitian.....................................................................................22
3.3 Waktu Penelitian.....................................................................................24
3.4 Tahapan Penelitian..................................................................................24
3.4.1 Tahapan Pengujian Analisa Saringan..............................................24
3.4.2 Tahapan Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar......26
3.4.3 Tahapan Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles. .30
3.4.4 Tahapan Pengujian Angularitas Agregat Kasar...............................34
3.4.5 Tahapan Pengujian Kelekatan Terhadap Aspal...............................36
3.4.6 Tahapan Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong...............................37
3.4.7 Tahapan Pengujian Material Lolos Ayakan No.200........................41
3.4.8 Tahapan Pengujian Penetrasi...........................................................43
3.4.9 Tahapan Pengujian Uji Titik Lembek Aspal....................................49
3.4.10 Tahapan Pengujian Uji Daktilitas....................................................54
3.4.11 Tahapan Pengujian Uji Titik Nyala.................................................56
3.4.12 Tahapan Pengujian Berat yang Hilang.............................................60
3.4.13 Tahapan Pengujian Berat Jenis Aspal..............................................61
3.4.14 Tahapan Pengujian Marshall...........................................................62
3.5 Benda Uji.................................................................................................70
3.6 Bagan Alir Penelitian..............................................................................71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................73
4.1 Pemeriksaan Bahan.................................................................................73
4.1.1 Pengujian Analisa Saringan.............................................................73
4.1.2 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar..............75
4.1.3 Pengujian Keausan Agregat Kasar...................................................75
4.1.4 Pengujian Angularitas Agregat Kasar..............................................76
4.1.5 Pengujian Kelekatan Aspal Pada Agregat Kasar.............................76
4.1.6 Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong Agregat Kasar.....................77
4.1.7 Pengujian Material Lolos Ayakan No. 200......................................78
4.1.8 Pengujian Penetrasi..........................................................................78
4.1.9 Pengujian Titik Lembek Aspal........................................................79
4.1.10 Pengujian Daktilitas Aspal...............................................................79
4.1.11 Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal..................................80
4.1.12 Pengujian Berat yang Hilang dari Aspal..........................................82
4.1.13 Pengujian Berat Jenis Aspal.............................................................82
4.1.14 Pengujian Marshall..........................................................................83
4.2 Rekap Hasil Pemeriksaan Bahan dan Nilai Karakteristik Marshall........86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................87
5.1 Kesimpulan..............................................................................................87
5.2 Saran........................................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................88
LAMPIRAN..........................................................................................................91
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian................................................................................22
Gambar 3.2 Lokasi Pengujian Uji Marshall...........................................................23
Gambar 3.3 Timbangan Berat Jenis Agregat Kasar...............................................26
Gambar 3.4 Wadah Benda Uji...............................................................................27
Gambar 3.10 Mesin Abrasi Los Angeles...............................................................30
Gambar 3.11 Saringan Agregat..............................................................................31
Gambar 3.12 Timbangan Digital Uji Keausan.......................................................32
Gambar 3.13 Bola Baja untuk Uji Keausan/Abrasi...............................................32
Gambar 3.14 Oven Laboratorium..........................................................................32
Gambar 3.15 Pan/wadah........................................................................................33
Gambar 3.16 Timbangan untuk Pengujian Angularitas Agregat Kasar.................34
Gambar 3.17 Saringan No. 4 (4,75 mm)................................................................35
Gambar 3.18 Oven untuk Pengujian Angularitas Agregat Kasar..........................35
Gambar 3.20 Timbangan untuk Pengujian Angularitas Agregat Kasar.................37
Gambar 3.21 Alat Uji Kepipihan dan Kelonjongan...............................................39
Gambar 3.22 Alat Penetrasi Otomatis....................................................................44
Gambar 3.23 Alat Penetrasi Manual......................................................................45
Gambar 3.24 Jarum Penetrasi Aspal......................................................................45
Gambar 3.25 Cawan Benda Uji Penetrasi..............................................................46
Gambar 3.26 Bak Perendam Uji Penetrasi.............................................................46
Gambar 3.27 Transfer Dish....................................................................................47
Gambar 3.28 Stopwatch.........................................................................................47
Gambar 3.29 Cincin Kuningan..............................................................................50
Gambar 3.30 Bola Baja dan Pointer.......................................................................50
Gambar 3.31 Bejana Perendam..............................................................................51
Gambar 3.32 Dudukan Benda Uji..........................................................................51
Gambar 3.33 Termometer Pengujian Titik Lembek Aspal....................................52
Gambar 3.34 Cetakan Benda Uji Daktilitas...........................................................54
Gambar 3.35 Mesin Penguji Daktilitas..................................................................55
Gambar 3.36 Alat Cleveland Open Cup................................................................57
Gambar 3.37 Alat Uji Marshall..............................................................................63
Gambar 3.38 Water Bath Uji Marshall..................................................................63
Gambar 3.39 Ukuran benda uji..............................................................................70
Gambar 3.40 Bagan Alir Penelitian.......................................................................72

Gambar 4.1 Grafik Gradasi Gabungan Agregat 74


Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai VMA.....84
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai VIM.......84
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai VFB.......84
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai VFB.......85
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai Flow......85
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu................................................................................4
Tabel 2.2 Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapis Tipis Beton Aspal...................7
Tabel 2.3 Berat Contoh Uji Minimum Untuk Tiap..................................................8
Tabel 2.4 Daftar Gradasi dan Berat Benda Uji........................................................9
Tabel 2.5 Temperatur Aspal Untuk Pengadukan...................................................10
Tabel 2.6 Ketentuan Sifat – sifat Campuran Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA)....12
Tabel 2.7 Kondisi lain untuk pengujian khusus.....................................................14
Tabel 2.8 Ketentuan perbedaan nilai penetrasi......................................................15
Tabel 2.9 Angka Korelasi Beban (Stabilitas).........................................................17

Tabel 3.1 Waktu Penelitian 24


Tabel 3.2 Gradasi Agregat Untuk Campuran LTBA.............................................25
Tabel 3.3 Ukuran Saringan Agregat......................................................................31
Tabel 3.4 Daftar Gradasi dan Berat Benda Uji......................................................33
Tabel 3.5 Berat benda uji untuk masing-masing ukuran nominal maksimum.......38
Tabel 3.6 Ketentuan Berat Kering Minimum Benda Uji.......................................42

Tabel 4.1 Gradasi Gabungan Agregat Sesuai Spesifikasi 73


Tabel 4.2 Tabel Penentuan Kadar Aspal dan Proporsi Campuran Aspal..............74
Tabel 4.3 Form Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar..........75
Tabel 4.4 Form Pengujian Keausan Agregat Kasar...............................................76
Tabel 4.5 Form Pengujian Angularitas Agregat Kasar..........................................76
Tabel 4.6 Form Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong Agregat Kasar.................77
Tabel 4.7 Form Pengujian Material Lolos Ayakan No. 200..................................78
Tabel 4.8 Form Penetrasi Aspal.............................................................................78
Tabel 4.9 Form Pengujian Titik Lembek Aspal.....................................................79
Tabel 4.10 Form Pengujian Daktalitas Aspal........................................................80
Tabel 4.11 Form Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal............................81
Tabel 4.12 Form Pengujian Berat yang Hilang dari Aspal....................................82
Tabel 4.13 Form Pengujian berat Jenis Aspal........................................................82
Tabel 4.14 Form Pengujian Marshall.....................................................................83
Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Bahan...............................................86
Tabel 4.16 Rekapitulasi Nilai Karakteristik Marshall...........................................86
BAB I
PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA) yaitu salah satu jenis perkerasan jalan
yang terdiri dari lapisan tipis campuran beton aspal yang ditempatkan di atas
lapisan permukaan jalan yang sudah ada. Lapisan tipis ini biasanya memiliki
ketebalan antara 2 hingga 3 cm, yang memiliki keunggulan diantara lain, lebih
kedap air, cocok untuk pemeliharaan preventif dan lebih nyaman dilalui oleh
kendaraan karena struktur permukaannya lebih halus, termasuk biaya yang lebih
rendah dibandingkan dengan metode pengaspalan ulang total, waktu pengerjaan
yang lebih cepat, meningkatkan daya tahan jalan terhadap deformasi dan retakan,
serta meningkatkan kenyamanan pengguna jalan.
Pembuatan campuran aspal dimulai dari proses pencampuran material,
penghamparan, hingga pemadatan. Dari hasil pemadatan akan diperoleh nilai
stabilitas dan kekuatan pada campuran aspal. Perancangan campuran aspal
dilakukan di labolatorium dan diuji menggunakan alat uji marshall, sedangkan
untuk pemadatan atau tumbukan menggunakan cetakan. Pemadatan atau
tumbukan yang tidak memenuhi persyaratan akan berdampak pada nilai stabilitas
dan kelelehan yang dapat menyebabkan campuran aspal tidak rata dan mudah
retak.
Pratama, 2011 melakukan penelitian tentang analisa pengaruh jumlah
tumbukan pada proses pemadatan campuran aspal beton dengan variasi jumlah
tumbukan 2x50; 2x60; 2x75 dan 2x90 dan hasil pengujian didapatkan semakin
besar jumlah tumbukan yang dilakukan, semakin kecil nilai deformasi campuran
aspal. Untuk nilai VMA, VIM, nilai Stabilitas, flow, dan Marshall Quotient (MQ)
pada hasil Marshall Test bervariasi tergantung dengan jumlah tumbukan yang
digunakan. Fahmi, 2022 melakukan penelitian yang berjudul analisa pengaruh
variasi jumlah tumbukan pada campuran aspal terhadap nilai karakteristik
marshall dengan jumlah tumbukan 2x65; 2x70; 2x75; 2x80 dan 2x85 dan hasil
penelitian menunjukkan semakin besar atau kecil jumlah tumbukan akan

1
2

berpengaruh pada nilai karakteristik. Untuk jumlah tumbukan paling optimal dari
jumlah tumbukan yang lain adalah 2x75.
Pada penelitian ini akan mengangkat topik tentang pengaruh jumlah
tumbukan pada lapis tipis beton aspal terhadap nilai marshall dengan jumlah
tumbukan yang berbeda, bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah tumbukan
terhadap deformasi aspal, nilai karakteristik marshall dan jumlah tumbukan paling
optimum pada campuran aspal dengan mengikuti standar yang telah ditentukan
dengan harapan hasil dari penelitian ini akan didapatkan campuran aspal yang
lebih baik dan dapat digunakan sebagai solusi untuk perbaikan preventif.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh jumlah tumbukan terhadap nilai karakteristik marshall?
2. Jumlah tumbukan manakah yang menghasilkan nilai karakteristik marshall
paling optimal?

1.3. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nilai variasi pemadatan yang digunakan adalah
a. 2x60 untuk lalu lintas rendah;
b. 2x75 untuk lalu lintas sedang;
c. 2x90 untuk lalu lintas berat.
2. Acuan pengujian “Pengaruh Jumlah Tumbukan pada Lapis Tipis Beton Aspal
terhadap Nilai Marshall” menggunakan SNI 8132-2016 tentang Spesifikasi
Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA) dan SNI-06-2489-1991 tentang Metode
Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall;
3. Aspal yang digunakan adalah aspal dengan penetrasi 60/70;
4. Jenis lapis tipis beton aspal (LTBA) menggunakan LTBA-A dengan ukuran
nominal maksimum agregat 4,75 mm;
5. Ukuran benda uji yang digunakan mempunyai tinggi 64 mm (2,5 inci) dan
diameter 101,6 mm (4 inci);
6. Suhu pembuatan campuran aspal 120º – 150℃ dan suhu perendaman 60℃;
3

7. Tiap variasi tumbukan diambil 3 sampel dan Marshall test pada setiap benda
uji.
8. Pengujian dilakukan pada Laboratorium Jalan di Workshop Teknologi
Rekayasa Konstruksi Jalan dan Jembatan Politeknik Negeri Balikpapan dan
Laboratorium PT. Bumi Karsa Proyek Preservasi Jalan Samarinda – Bontang.

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh dari jumlah tumbukan terhadap nilai karakteristik
marshall aspal;
2. Mengetahui nilai karakteristik uji marshall paling optimal.

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan solusi untuk pemantapan jalan di Kota Balikpapan;
2. Mendapatkan nilai karakteristik marshall yang optimal dari variasi jumlah
tumbukan;
3. Menjadi acuan untuk penelitian dimasa yang akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu yang telah dilakukan, dapat dilihat seperti pada tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


No Nama Judul Tahun Variasi Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Nilai VMA dan VIM cenderung menurun


Variasi jumlah pembebanan yang Metode Marshall dengan seiring bertambahnya jumlah tumbukan,
Analisa pengaruh variasi jumlah tumbukan
1. Dicky Pratama 2011 digunakan adalah 2x50, 2x60, perhitungan metode chi - sedangkan stabilitas, flow dan MQ
pada proses pemadatan campuran aspal beton
2x75, dan 2x90 tumbukkan square cenderung meningkat

2. Ismail Fahmi Analisa pengaruh jumlah tumbukan pada 2022 Variasi jumlah tumbukan yang Metode Marshall Nilai stabilitas optimum pada tumbukan
campuran aspal terhadap nilai karakteristik digunakan pada penelitian ini 2x85, sedangkan nilai minimum terdapat
marshall adalah 2x65, 2x70, 2x75, 2x80 pada variasi tumbukan 2x65. Nilai Marshall
dan 2x85 Quotient optimum pada variasi tumbukan
2x85 sebesar 455 Kg/mm, sedangkan nilai
minimum terdapat pada variasi tumbukan
2x65 sebesar 217 Kg/mm. Nilai VMA

4
5

optimum terdapat pada tumbukan 2x65


sebesar 17,51 %, sedangkan nilai minimum
terdapat pada tumbukan 2x85 sebesar 13,12
%. Nilai VIM tertinggi terdapat pada
tumbukan 2x65 sebesar 8,09 %, sedangkan
nilai minimum terdapat pada tumbukan 2x70
sebesar 2,87 %. Nilai VFA tertinggi terdapat
pada tumbukan 2x70 sebesar 79,03 %,
sedangkan nilai minimum terdapat pada
tumbukan 2x65 sebesar 53,78 %

Kesimpulan dari kedua penelitian ini adalah jumlah tumbukan terhadap campuran aspal akan menghasilkan nilai karakteristik
marshall yang bervariasi dan setiap jumlah tumbukan mempunyai nilai optimum dan minimum yang berbeda.
2.2 Agregat
Menurut SNI 8132:2016, agregat adalah sekumpulan butir - butir batu
pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil
buatan. Menurut Silvia Sukirman dikutip dalam (Rahayu, 2019), agregat adalah
batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik yang berasal dari alam
maupun yang disintesis dalam bentuk mineral padat dalam bentuk ukuran besar
atau kecil atau fragmen - fragmen. Agregat merupakan komponen terpenting dari
struktur perkerasan jalan yaitu 90-95% agregat sesuai persentase berat atau 75-
85% agregat berdasarkan persentase volume. Kualitas permukaan jalan juga
ditentukan oleh sifat – sifat bahan agregat dan pengaruh pencampuran bahan lain
di dalam bahan agregat.
1. Penjabaran Agregat
a. Agregat ringan adalah agregat dengan berat kering dan gembur 1100 kg/m3
atau kurang.
b. Agregat halus adalah pasir alam yang dihasilkan dari penguraian alami
bahan pembantu atau pasir dari industri pemecah batu dan memiliki ukuran
butir maksimal 5,0 mm.
c. Agregat kasar adalah kerikil yang dihasilkan dari penguraian alami lapisan
tanah atau sebagai batu pecah dari industri pertambangan dan berukuran
buah 5-40 mm. Agregat kasar adalah agregat ukuran lebih besar dari
saringan No. 88 (36 mm)
d. Bahan pengisi (filler) bagian asal agregat halus yang minimum 75% lolos
saringan No. 30 (0,06 mm)

2. Jenis agregat berdasarkan proses pemrosesan


a. Agregat alam adalah Agregat yang dapat digunakan apa adanya dengan
sedikit pengolahan. Agregat ini dibentuk oleh proses erosi dan degradasi.
Bentuk partikel dalam agregat alam ditentukan oleh proses
pembentukannya.
b. Agregat dengan proses pengolahan, di pegunungan atau perbukitan maupun
di sungai, masih sering dijumpai batu dan agregat besar yang harus diolah
terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai bahan penyusun jalan.

6
7

c. Agregat Sintetis adalah mineral filler (ukuran partikel < 0,075 mm), yang
diperoleh dari limbah pabrik semen atau stone crusher.
3. Analisa Saringan
Menurut (Badan Standarisasi Nasional, 2012) analisa saringan berguna
untuk menentukan gradasi material berupa agregat. Hasil tersebut biasanya
digunakan untuk menentukan pemenuhan ukuran distribusi partikel dengan
syarat-syarat spesifikasi yang dapat dipakai dan untuk menyediakan data
penting dalam mengatur produksi dari berbagai macam agregat dan campuran
yang mengandung agregat.

Tabel 2.2 Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapis Tipis Beton Aspal

Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos

Nominal Nominal maksimum


maksimum agregat 9,25 mm
ASTM (mm) agregat 4,75 mm
(LTBA-B)
(LTBA-A) Halus Kasar
½" 12,5 100 100 100
3/8" 9,5 95 - 100 90 - 100 90 - 100
No. 4 4,75 90 - 100 68 - 90 51 - 90
No.8 2,36 56 - 86 47 - 67 32 - 47
No. 16 1,18 30 - 60 31 - 48 18 - 31
No. 30 0,6 18 - 37 19 - 33 10 - 20
No. 50 0,3 11 - 25 11 - 22 6 -15
No. 200 0,075 6 - 12 2 - 10 2 - 10
Sumber: SNI 8132-2016, 2016

2.2.1 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat


SNI 1969-2008 (2008) menjelaskan berat jenis adalah rasio antara berat
suatu material per satuan volume terhadap berat air dengan volume yang sama
pada suhu tertentu. Dan penyerapan adalah Penambahan berat suatu agregat
disebabkan oleh adanya air yang meresap ke dalam pori - porinya, namun belum
termasuk air yang terperangkap di permukaan luar partikel. Penambahan berat ini
dinyatakan sebagai persentase dari berat kering agregat tersebut. Agregat
dikatakan "kering" ketika telah dijaga pada suhu 110±5°C dalam jangka waktu
yang cukup untuk menghilangkan seluruh kelembapan yang ada, sampai berat
agregat tersebut tetap (Badan Standar Nasional Indonesia, 2008).
8

Tabel 2.3 Berat


Contoh Uji Ukuran Nominal Maksimum Berat Minimum Minimum
Untuk Tiap
dari Contoh Uji
Ukuran Nominal
Maksimum mm Inci Kg Agregat
150 6 125
125 5 70
112 (4½) 50
100 4 40
90 3½ 25
75 3 18
63 2½ 12
50 2 8
37,5 1½ 5
25 1 4
19 3/4 3
12,5 atau kurang 1/2 atau kurang 2

Sumber: SNI 1969-2008, 2008

2.2.2 Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles


Dalam SNI 2417-2008 (2008) Keausan adalah perbandingan antara berat
bahan yang hilang atau tergerus (akibat benturan bola – bola baja) terhadap berat
bahan awal (semula) (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Metode pengujian ini
meliputi prosedur untuk pengujian keausan agregat kasar dengan ukuran 75 mm
(3 inci) sampai dengan ukuran 2,36 mm (saringan no 8) dengan menggunakan
mesin abrasi Los Angeles. Daftar gradasi dan berat benda uji untuk pengujian
keausan agregat dengan mesin los angeles dapat dilihat seperti pada tabel 2.4.
9

Tabel 2.4 Daftar Gradasi dan Berat Benda Uji


Ukuran Saringan Gradasi dan Berat Benda Uji (Gram)
Lolos Saringan Tertahan Saringan
A B C D E F G
mm inci mm inci
75 3 63 2 1/2 - - - - 2500 + 50 - -
63 2 1/2 50 2 - - - - 2500 + 50 - -
50 2 37,5 1 1/2 - - - - 5000 + 50 5000 + 50 -
37,5 1 1/2 25 1 1250 + 25 - - - - 5000 + 25 5000 + 25
25 1 19 3/4 1250 + 25 - - - - - 5000 + 25
19 3/4 12,5 1/2 1250 + 10 2500 + 10 - - - - -
12,5 1/2 9,5 3/8 1250 + 10 2500 + 10 - - - - -
9,5 3/8 6,3 1/4 - - 2500 + 10 - - - -
6,3 1/4 4,75 No. 4 - - 2500 + 10 2500 + 10 - - -
4,75 No. 4 2,36 No. 8 - - - 2500 + 10 - - -
Total 5000 + 10 5000 + 10 5000 + 10 5000 + 10 10000 + 10 10000 + 10 10000 + 10
Jumlah Bola 12 11 8 6 12 12 12
Berat Bola (gram) 5000 + 25 4584 + 25 3330 + 20 2500 + 15 5000 + 25 5000 + 25 5000 + 25

Sumber: SNI 2417-2008, 2008

2.2.3 Angularitas Agregat


Pengujian angularitas agregat kasar mengacu pada metode uji
Pennsylvania DoT No. 621 yang telah diadopsi oleh Bina Marga dalam
(Sitanggang, 2014). Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan
persentase agregat kasar yang memiliki bidang pecah (angularitas). Persentase
agregat kasar dengan partikel berukuran lebih besar dari 4,75 mm (No. 4) yang
memiliki satu bidang pecah atau lebih akan menunjukkan tingkat angularitas
agregat kasar. Alat yang digunakan dalam pengujian ini meliputi saringan No. 4
dengan ukuran lubang 4,75 mm, timbangan, dan oven.

2.2.4 Kelekatan Terhadap Aspal


Menurut SNI 2439-2011 (2011), pengujian kelekatan terhadap aspal
bertujuan untuk mengetahui persentase luas permukaan agregat yang diselimuti
aspal terhadap seluruh permukaan agregat. Jenis aspal yang diterapkan dalam
pengujian ini adalah aspal cair, aspal emulsi, dan aspal semi padat (Badan
Standarisasi Nasional, 2011).
Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan temperatur saat proses
pengadukan dengan temperatur yang telah ditentukan seperti pada tabel 2.2
dibawah ini.
10

Tabel 2.5 Temperatur Aspal Untuk Pengadukan


Bahan Aspal Temperatur
Aspal cair, kelas 30 dan 70 Temperatur Ruang
Aspal cair, kelas 250 (35 ± 3℃)
Aspal Cair, kelas 800 (52 ± 3℃)
Aspal cair, kelas 3000 (68 ± 3℃)
Sumber: SNI 2439-2011, 2011

2.2.5 Partikel Pipih dan Lonjong


Dalam RSNI T-01-2005 (2005), partikel pipih dan lonjong merujuk pada
butiran agregat yang memiliki perbandingan antara panjang dan tebal yang lebih
besar dari nilai yang telah ditentukan dalam spesifikasi. Butiran agregat tersebut
diayak sesuai dengan ukuran saringan yang telah ditentukan, kemudian diukur
untuk mendapatkan perbandingan antara lebar dan tebal, perbandingan antara
panjang dan lebar, atau perbandingan antara panjang dan tebal (Badan Litbang
Departmen Pekerjaan Umum, 2006) .

2.2.6 Material Lolos Ayakan No. 200


Menurut SNI 03-4142-1996 (1996), pengujian untuk menentukan jumlah
bahan dalam agregat yang dapat melewati saringan nomor 200 (0,075 mm) adalah
dengan mencuci agregat sampai air cucian menjadi jernih, dan kemudian
mengukur jumlah bahan yang masih melewati saringan nomor 200 setelah proses
pencucian tersebut. Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh persentase
jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan Nomor 200 (0,075 mm) (Badan
Litbang Departmen Pekerjaan Umum, 1996).

2.3 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai bahan perekat berwarna hitam atau coklat tua
yang komponen utamanya adalah bitumen. Aspal dapat diperoleh dari alam atau
merupakan sisa dari penyulingan minyak. Aspal adalah bahan padat hingga agak
padat pada suhu kamar dan bersifat termoplastik. Aspal meleleh saat dipanaskan
hingga suhu tertentu dan membeku kembali saat suhu turun. Bersamaan dengan
agregat, aspal merupakan campuran material permukaan jalan. Jumlah aspal
11

dalam campuran perkerasan bervariasi antara 4-10% dari berat campuran atau 10-
15% dari volume campuran (Ginting, 2019).
Berikut ini adalah jenis – jenis aspal yang ada di Indonesia, diantara lain
(DinasPUPR, 2020):
1. Aspal alam adalah aspal yang berasal langsung dari alam tanpa pengolahan
yang rumit. Aspal alam berupa batu dapat diperoleh dari Pulau Buton di
Sulawesi Tenggara. Aspal yang bersifat alami ditemukan di Pitch Lake,
Republik Trinidad. Sedangkan aspal yang memiliki wujud berada di sekitar
perairan Segitiga Bermuda. Berbeda dengan Segitiga Bermuda yang
mengandung aspal murni, kandungan aspal Pulau Buton dan Danau Pitch tidak
murni dan bercampur dengan mineral lainnya.
2. Aspal buatan adalah aspal yang terbuat dari minyak bumi dengan metode
pembuatan yang khusus dan dibuat di pabrik khusus pembuatan aspal. Berikut
adalah jenis aspal buatan yang digunakan di Indonesia:
a. Aspal keras adalah aspal dengan tingkat kekerasan yang tinggi. Penetrasi
aspal keras bervariasi antara 60-80, aspal keras biasanya digunakan untuk
campuran aspal pada pekerjaan aspal.
b. Aspal cair adalah aspal yang berbentuk cair. Aspal cair ini juga berfungsi
sebagai bahan perkerasan jalan meliputi lapis resap pengikat (primecoat)
dengan aspal tipe MC-30, MC-70 atau MC-250. Selain itu juga digunakan
untuk lapis pengikat (tack coat) dengan tipe RC-70 atau RC-250.
c. Aspal Emulsi adalah aspal yang berbentuk keras yang di dispersikan ke
dalam air atau aspal cair yang dikeraskan memakai bahan pengemulsi. Hasil
dari proses tersebut adalah mengandung muatan listrik positik (kationik),
listrik negatif (anionik), serta tidak bermuatan listrik (nonionik). Kelebihan
aspal emulsi dari aspal yang lain adalah mudah digunakan, memiliki daya
ikat yang baik dan tahan terhadap cuaca.

2.3.1 Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA)


Pekerjaan Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA) dan Stone Matrix Asphalt
Tipis (SMA Tipis) ini diterapkan pada jalan dengan perkerasan beraspal dalam
kondisi pelayanan mantap, sesuai dengan lokasi yang sudah ditetapkan. Pekerjaan
ini digunakan untuk memperbaiki kerusakan permukaan jalan seperti alur,
12

pelepasan butir, retak, dan bersifat sebagai lapisan fungsional serta lapis kedap air.
Digunakan untuk pekerjaan pemeliharaan yang tidak dapat ditangani dengan
teknologi preventif lainnya (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2020). Ketentuan
sifat – sifat campuran lapis tipis beton aspal dapat dilihat seperti pada tabel 2.6 di
bawah ini.

Tabel 2.6 Ketentuan Sifat – sifat Campuran Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA)

Lapis tipis beton aspal


Lapis tipis beton Lapis tipis beton aspal 9,50
Sifat – sifat campuran
aspal 4,75 mm mm (LTBA- B)
(LTBA- A) Halus Kasar
Jumlah tumbukan per bidang 75
Rasio lolos agregat ayakan 0,075 mm
0,6 – 1,2 0,6 – 1,2 0,8 – 1,6
dengan kadar aspal efektif
Rongga dalam campuran Min. 3
(VIM), % Maks. 5
Rongga dalam agregat
Min. 16 15
(VMA), %
Rongga dalam aspal (VFB), % Min. 65
Stabilitas marshall, kg Min. 800
Min. 2
Pelelehan, mm
Maks. 4,5
Rongga dalam campuran pada
kepadatan membal (refusal), Min. - 2
% (1)
Tensile Strenght Ratio (TSR)
Min. 85
pada VIM 7% + 0,5% (2), %
Sumber: SNI 8132-2016, 2016

2.3.2 Karakteristik Beton Aspal


Menurut Silvia Sukirman dalam (Handoyo, 2019), terdapat tujuh
karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas,
keawetan, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique
resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan
pelaksanaan (workability).

Karakteristik dari beton aspal diantara lain adalah sebagai berikut:


1. Stabilitas mengacu pada kemampuan perkerasan jalan untuk menahan beban
lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk seperti gelombang, kerutan
dan bleeding pada aspal. Kebutuhan stabilitas sebanding dengan fungsi
jalan dan beban lalu lintas. Jalan dengan lalu lintas padat dan kendaraan berat
membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
13

2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyerap


beban lalu lintas berulang seperti berat kendaraan dan gesekan antar
roda kendaraan dan permukaan jalan serta tahan terhadap keausan akibat
pengaruh cuaca dan iklim, seperti perubahan udara, air atau suhu. Durabilitas
aspal dipengaruhi oleh ketebalan film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam
campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.
3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan aspal beton untuk
menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan gerakan dari
pondasi atau tanah dasar tanpa retak. penurunan disebabkan oleh beban lalu
lintas berulang atau akibat beban sendiri tanah timbunan yang berasal dari atas
tanah asal.
4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton
aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban tanpa terjadinya
kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar
aspal yang tinggi.
5. Kekasaran/ketahanan geser merupakan sifat dari permukaan beton
aspal terutama pada kondisi basah, yang menimbulkan gaya gesek pada roda
kendaraan untuk mencegah kendaraan tergelincir atau meluncur. Faktor –
faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan mencapai stabilitas
yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan butiran agregat, luas bidang kontak
antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan/densitas campuran dan
ketebalan film aspal.
6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk mencegah masuknya air atau
udara masuk ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mempercepat
proses penuaan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.
7. Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat
efisiensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan
pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan
temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.
14

2.3.3 Penetrasi
Menurut SNI 2456-2011 (2011) penetrasi adalah kekerasan yang
dinyatakan sebagai kedalaman masuknya jarum penetrasi standar secara vertikal
yang dinyatakan dalam satuan 0,1 mm pada kondisi beban, waktu dan temperatur
yang diketahui (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Salah satu jenis pengujian
dalam menentukan persyaratan mutu aspal adalah penetrasi aspal yang merupakan
sifat rheologi aspal yaitu kekerasan aspal. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat
digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau tar untuk keperluan
pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini
sangat dipengaruhi oleh faktor berat beban total & ukuran sudut dan kehalusan
permukaan jarum, temperatur dan waktu. Oleh karena itu perlu disusun dengan
rinci ukuran, persyaratan dan batasan peralatan, waktu dan beban yang digunakan
dalam penentuan penetrasi aspal. Cara uji penetrasi ini dapat digunakan untuk
mengukur konsistensi aspal. Nilai penetrasi yang tinggi menunjukkan konsistensi
aspal yang lebih lunak.
Apabila kondisi pengujian tidak ditentukan maka temperatur, berat total
dan waktu pengujian adalah 25℃; 100 gram dan 5 detik. Kondisi lain dapat
digunakan untuk pengujian khusus antara lain seperti kondisi pada tabel 2.7
berikut:

Tabel 2.7 Kondisi lain untuk pengujian khusus

Temperatur (℃) Berat total (gram) Waktu (detik)


0 200 60
4 200 60
45 50 5
46,1 50 5
Sumber: SNI 2456-2011, 2011
Laporkan dalam bilangan bulat nilai penetrasi rata-rata sekurang-
kurangnya dari tiga kali pengujian yang nilainya tidak berbeda lebih dari yang
disyaratkan pada tabel 2.8 berikut:
15

Tabel 2.8 Ketentuan perbedaan nilai penetrasi


yang tertinggi dengan yang terendah

Penetrasi 0 sampai 49 50 sampai 149 150 sampai 249 250 sampai 500
Maksimum
perbedaan nilai
penetrasi antara yang 2 4 12 20
tertinggi dengan yang
terendah

Sumber: SNI 2456-2011, 2011

2.3.4 Uji Titik Lembek Aspal dengan Alat Cincin dan Bola (Ring and Ball)
Menurut SNI 2434-2011 (2011) uji titik lembek aspal dengan alat cincin
dan bola (ring and ball) merupakan temperatur pada saat bola baja dengan berat
tertentu, mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran
tertentu, sehingga aspal menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin
pada jarak 25,4 mm, sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu (Badan
Standarisasi Nasional, 2011).
Cara uji meliputi penentuan titik lembek aspal antara 30°C sampai dengan
157℃ menggunakan alat cincin dan bola yang direndam pada air suling (untuk
titik lembek antara 30°C sampai dengan 80℃), direndam pada gliserin (untuk
titik lembek di atas 80°C sampai dengan 157℃ atau direndam pada Ethylene
Glycol (untuk titik lembek antara 30°C sampai dengan 110℃. Nilai hasil uji pada
standar ini dinyatakan dalam satuan derajat Celcius (°C).

2.3.5 Uji Daktilitas Aspal


Dalam SNI 06-2432-1991 (1991) daktilitas aspal adalah nilai
keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang, apabila antara dua cetakan
berisi bitumen keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 25 ℃ dan dengan
kecepatan 50 mm/menit (Badan Litbang Departmen Pekerjaan Umum, 1991).

2.3.6 Uji titik nyala dan titik bakar aspal dengan alat cleveland open cup
Menurut SNI 2433-2011 (2011), titik nyala adalah temperatur terendah
dimana uap benda uji dapat menyala (nyala biru singkat) apabila dilewatkan api
penguji. Temperatur titik nyala tersebut harus dikoreksi pada tekanan barometer
16

udara barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg) dan titik bakar adalah temperatur
terendah ketika uap benda uji terbakar selama minimum 5 detik apabila
dilewatkan api penguji. Temperatur titik bakar tersebut harus dikoreksi pada
tekanan barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg) (Badan Standarisasi Nasional,
2011).

2.3.7 Kelarutan Aspal


Dalam SNI 2438-2015 (2015) kelarutan adalah perbandingan antara zat
terlarut dalam pelarut organik dengan berat total benda uji yang dinyatakan dalam
persen. Bahan yang larut adalah bagian dari benda uji yang dapat larut dalam
pelarut trichloroethylene atau 1,1,1 trichloroethane. Bahan yang tidak larut adalah
bagian dari benda uji yang tidak dapat larut dalam pelarut trichloroethylene atau
1,1,1 trichloroethane (Badan Standarisasi Nasional, 2015).

2.3.8 Berat yang Hilang


SNI 06-2440-1991 (1991) menjelaskan bahwa penurunan berat minyak
dan aspal adalah selisih berat sebelum dan sesudah pemanasan pada tebal tertentu
pada suhu tertentu. Metode pengujian ini dilakukan terhadap aspal dengan
mencari besaran kehilangan berat minyak dan aspal. Selanjutnya hasil pengujian
ini digunakan untuk mengetahui stabilitas aspal setelah pemanasan. Selain itu
dapat digunakan untuk mengetahui perubahan sifat fisik aspal selama dalam
pencampuran panas di AMP pada suhu 163℃ yang dinyatakan dengan penetrasi,
daktilitas dan kekentalan (Badan Litbang Departmen Pekerjaan Umum, 1991).

2.3.9 Berat Jenis Aspal


Dalam laman ilmutekniksipil.com (2012) menjelaskan bahwa Berat jenis
bitumen atau ter adalah perbandingan berat bitumen terhadap berat air suling pada
suhu tertentu dengan volume yang sama. Berat jenis aspal adalah salah satu faktor
yang dipertimbangkan dalam merencanakan campuran aspal dan agregat.
Persyaratan minimal untuk berat jenis aspal adalah 1,00 gr/cc
(Ilmutekniksipil.com, 2012)

2.3.10 Pengujian Marshall


ASTM D 1559 dalam Widyantara dkk (2018) menjelaskan bahwa Uji
Marshall adalah sebuah standar pengujian yang digunakan untuk menguji
17

campuran aspal panas dengan ukuran agregat maksimum 25 mm. Metode


pengujian ini melibatkan penggunaan benda uji dengan tinggi 64 mm (2,5 inci)
dan diameter 101,6 mm (4 inci) yang diuji pada suhu 60ºC. Tujuan dari metode
pengujian Marshall adalah untuk mengukur beban maksimum yang dapat ditahan
oleh benda uji sebelum mengalami kerusakan (Marshall Stability) serta deformasi
permanen yang terjadi pada benda uji sebelum mengalami kerusakan (Marshall
Flow). Selain itu, terdapat juga turunan dari kedua parameter tersebut yang
disebut sebagai Marshall Quotient (MQ), yang merupakan perbandingan antara
Marshall Stability dan Marshall Flow.
1. Stabilitas
Menurut Pangemanan dkk (2015) untuk mengetahui karakteristik campuran
yang memenuhi kriteria perlu dilakukan evaluasi hasi pengujian Marshall, salah
satunya nilai Stabilitas. Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan untuk
menerima suatu beban sampai terjadi kelelehan. Stabilitas adalah kemampuan
suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) yang
dinyatakan dalam kilogram (Pangemanan dkk, 2015).
2. Kelelehan (flow)
Flow adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi
akibat suatu beban, dinyatakan dalam mm dengan korelasi seperti pada tabel 2.9
di bawah ini.

Tabel 2.9 Angka Korelasi Beban (Stabilitas)


Isi Benda Uji (cm3) Tebal Benda Uji (mm) Angka Korelasi
200 - 213 25,4 5,56
214 - 225 27,0 5,00
226 - 237 28,6 4,55
238 - 250 30,2 4,17
251 - 264 31,8 3,85
265 - 276 33,3 3,57
277 - 289 34,9 3,33
290 - 301 36,5 3,03
302 - 316 38,1 2,78
317 - 328 39,7 2,50
329 - 340 41,3 2,27
341 - 353 42,9 2,08
354 - 367 44,4 1,92
368 - 379 46,0 1,79
380 - 392 47,6 1,67
393 - 405 49,2 1,56
18

406 - 420 50,8 1,47


421 - 431 52,4 1,39
432 - 443 54,0 1,32
444 - 456 55,6 1,25
457 - 470 57,2 1,19
471 - 482 58,7 1,14
483 - 495 60,3 1,09
496 - 508 61,9 1,04
509 - 522 63,5 1,00
523 - 535 65,1 0,96
536 - 546 66,7 0,93
547 - 559 68,3 0,89
560 -573 69,9 0,86
574 - 585 71,4 0,83
586 - 598 73,0 0,81
599 - 610 74,6 0,78
611 - 625 76,2 0,76
Sumber: SNI 2489-1991, 1991
3. Kadar Aspal Total
Kadar aspal yang diperoleh dari hasil bagi berat aspal dengan berat aspal
total campuran beraspal, dinyatakan dalam satuan persen. Untuk menghitung
kadar aspal total digunakan persamaan berikut:

Berat Aspal
Kadar Aspal Total = x 100 % .........................(2.1)
Berat Total Campuran

4. Kadar Aspal Efektif


Kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang diserap dalam partikel
agregat. Untuk menghitung kadar aspal efektif digunakan persamaan berikut:

P ba
Pbe = Pb x Ps ..................................................................................(2.2)
100

Dengan:
Pbe = Kadar aspal efektif, persen terhadap berat total campuran;
Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran;
Ps = Persen agregat terhadap total campuran;
Pba = Penyerapan aspal, persen terhadap berat agregat.

5. Berat Jenis Maksimum Campuran Beraspal


Perbandingan berat isi benda uji campuran beraspal dalam keadaan rongga
udara sama dengan nol pada temperatur 25℃ terhadap berat isi air pada
19

volume dan temperatur yang sama. Untuk menghitung berat jenis maksimum
campuran dengan kadar aspal campuran yang berbeda digunakan persamaan
berikut:
Pmm
Gmm=
Ps Pb ...............................................................................(2.3)
+
Gse Gb

Dengan:
Gmm = Berat jenis maksimum;
Pmm = Persen berat terhadap total campuran (=100);
Ps = Persen agregat terhadap total campuran;
Gse = Berat jenis efektif agregat;
Gb = Berat jenis aspal;
Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran.

6. Kadar Aspal Efektif


Kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang diserap dalam partikel
agregat. Untuk menghitung kadar aspal efektif digunakan persamaan berikut:
Pba
Pbe = Pb x Ps .............................................................................(2.4)
100
Dengan:
Pbe = Kadar aspal efektif, persen terhadap berat total campuran;
Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran;
Ps = Persen agregat terhadap total campuran;
Pba = Penyerapan aspal, persen terhadap berat agregat.

7. Penyerapan Air
Air yang diserap agregat dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat.
Untuk menghitung penyerapan air digunakan persamaan berikut:
B−A
Penyerapan Air = x 100 ..........................................................(2.5)
B−C
Dengan:
A = Berat benda uji;
B = Berat SSD (saturated surface dry);
20

C = Berat dalam air.

8. Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal adalah aspal yang diserap agregat dinyatakan dalam
persen terhadap berat agregat. Untuk menghitung penyerapan aspal digunakan
persamaan berikut:
Gse−Gsb
Pba = 100 Gb .......................................................................(2.6)
Gsb Gse

Dengan:
Pba = Penyerapan aspal;
Gse = Berat jenis efektif agregat;
Gsb = Berat jenis curah agregat;
Gb = Berat jenis aspal;

9. Rongga di antara mineral agregat (Voids in Mineral Aggregate, VMA)


Rongga di antara mineral agregat adalah ruang di antara partikel agregat
pada suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen
terhadap volume total campuran. Untuk menghitung VMA digunakan
persamaan berikut:
Gmb x Ps
VMA = 100 - ....................................................................(2.7)
Gsb
Dengan:
VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen terhadap volume total
campuran;
Gsb = Berat jenis curah agregat;
Gmb = Berat jenis curah campuran padat.

10. Rongga dalam campuran beraspal (Voids In Mix, VIM)


Rongga dalam campuran beraspal (Voids in mix, VIM) adalah ruang udara
di antara partikel agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang
telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen terhadap volume total campuran.
Untuk menghitung VIM digunakan persamaan berikut:
21

Gmm−Gmb
VIM = 100 ....................................................................(2.8)
Gmm
Dengan:
VIM = Rongga di dalam campuran, persen terhadap volume total campuran;
Gmb = Berat jenis campuran padat;
Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

11. Rongga terisi aspal (voids filled bitumen, VFB)


Rongga terisi aspal (voids filled bitumen, VFB) adalah persen ruang
diantara partikel agregat (VMA) yang terisi aspal, tidak termasuk aspal yang
diserap oleh agregat, dinyatakan dalam persen terhadap VMA. Untuk
menghitung VFB digunakan persamaan berikut:
100(VMA−VIM )
VFB = ..................................................................(2.9)
VMA
Dengan:
VFB = Rongga terisi aspal, persen terhadap VMA;
VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen terhadap volume total
campuran;
VIM = Rongga di dalam campuran, persen terhadap volume total campuran.
BAB III
METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental, dimana penelitian
ini akan melakukan pengujian pada Lapis Tipis Beton Aspal (LTBA) dengan
menganalisa pengaruh jumlah tumbukan pada pembuatannya terhadap nilai Uji
Marshall.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan, Teknologi Rekayasa
Konstruksi Jalan dan Jembatan Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Balikpapan, Jalan Soekarno – Hatta Kilometer 8, Balikpapan Utara. Adapun
lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


(Sumber: Google Maps)

22
23

Sedangkan untuk pelaksanaan pengujian uji marshall dilakukan di


Laboratorium PT. Bumi Karsa Proyek Preservasi Jalan Poros Samarinda –
Bontang, Desa Tanah datar.

Gambar 3.2 Lokasi Pengujian Uji Marshall


(Sumber: Google Maps)
24

3.3 Waktu Penelitian


Waktu penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

N April Mei Juni Juli


Uraian
o
I II I I II I I II I I II I
I I I I
I I V I I V I I V I I V
Pengumpulan
1
Data
Pembuatan
Proposal dan
2
Seminar
Proposal
Persiapan Alat
3
dan Bahan
4 Pengujian
Analisa dan
5
Hasil
6 Kesimpulan

3.4 Tahapan Penelitian


Tahapan penelitian pengaruh jumlah tumbukan pada Lapis Tipis Beton
Aspal terhadap nilai Marshall terdiri atas beberapa pengujian yang dilakukan di
laboratorium dengan acuan Standar Nasional Indonesia (SNI).

3.4.1 Tahapan Pengujian Analisa Saringan


1. Alat dan Bahan
a. Timbangan yang digunakan untuk pengujian agregat halus dan agregat kasar
harus memiliki keterbacaan dan ketelitian sebagai berikut:
1) Untuk agregat halus, pembacaan sampai 0,1 g dan ketelitian 0,1 g atau
0,1% dari massa uji, dipilih nilai yang lebih besar pada kisaran nilai yang
digunakan;
2) Untuk agregat kasar atau gabungan dari agregat halus dan agregat kasar,
pembacaan dan ketelitian sampai 0,5 g atau 0,1% dari massa uji, dipilih
nilai yang lebih besar pada kisaran nilai yang digunakan.
25

b. Saringan harus terpasang pada rangka yang tersusun sedemikian sehingga


dapat mencegah kehilangan material selama penyaringan. Saringan dan
rangka standar harus sesuai dengan persyaratan spesifikasi.
c. Oven yang digunakan harus memiliki ukuran yang sesuai dan dapat
mempertahankan temperatur yang merata pada (110 ± 5) ℃.
2. Persiapan Benda Uji
a. Terdapat 3 jenis agregat yang dipakai dalam pengujian ini yaitu, agregat
kerikil, agregat screening dan agregat abu batu. Masing – masing agregat
diambil 1500 gram;
b. Siapkan saringan 1/2; 3/8; no. 4; no. 8; no. 16; no. 30; no. 50; no. 200 dan
pan. Disusun dari pan kemudian saringan dengan ukuran paling kecil ke
saringan paling besar.
3. Pengujian
a. Cuci benda uji sampai bersih lalu keringkan dalam oven dengan suhu 110 ±
5 ℃ sampai berat tetap;
b. Mulai dari agregat kerikil diletakkan ke dalam saringan paling atas lalu
goyang saringan selama kurang lebih 10 – 15 menit agar semua material
melewati saringan;
c. Timbang masing – masing berat tertahan pada setiap saringan dan catat;
d. Ulangi pengujian yang sama untuk agregat screening dan abu batu. Dan
untuk spesifikasi analisa saringan pada LTBA dapat dilihat seperti pada
Tabel 3.2 Dibawah ini

Tabel 3.2 Gradasi Agregat Untuk Campuran LTBA

Nomor Saringan % Lolos Saringan Sesuai Spesifikasi

ASTM mm Nominal Maksimum Agregat 4,75 mm (LTBA-A)


1/2 12,5 100 - 100
3/8 9,5 95 - 100
4 4,75 90 - 100
8 2,36 56 - 86
16 1,18 30 - 60
30 0,6 18 - 37
50 0,3 11 - 25
200 0,075 6 - 12
26

Sumber: SNI 8132 – 2016, 2016


3.4.2 Tahapan Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
1. Alat dan Bahan
a. Timbangan harus sesuai dengan persyaratan dalam SNI 03 – 6414 – 2002
seperti pada gambar 3.3. Timbangan harus dilengkapi dengan peralatan
yang sesuai untuk menggantung Wadah contoh uji didalam air pada bagian
tengah-tengah alat penimbang;

Gambar 3.3 Timbangan Berat Jenis Agregat Kasar


(Sumber: Primatama, 2023)

b. Wadah berat uji untuk menguji agregat dengan ukuran maksimum 37,5 mm
(saringan nomor 1 ½ inci) atau lebih kecil, digunakan keranjang kawat
dengan ukuran lubang sebesar 3,35 mm (saringan nomor 6) atau lebih halus.
Selain itu, dapat juga digunakan ember dengan tinggi dan lebar yang sama
dan memiliki kapasitas sebesar 4 hingga 7 liter. Namun, jika akan menguji
agregat dengan ukuran maksimum yang lebih besar, maka dibutuhkan
wadah yang lebih besar lagi. Wadah benda uji dapat dilihat seperti pada
gambar 3.4;
27

Gambar 3.4 Wadah Benda Uji


(Sumber: Geo Lab Nemo, 2017)

c. Tangki air yang tahan kebocoran sebagai wadah uji, yang akan ditempatkan
sepenuhnya terendam ketika digantung di bawah timbangan. Tangki
tersebut dilengkapi dengan saluran keluaran air untuk menjaga ketinggian
air tetap konstan;
d. Kawat yang digunakan untuk menggantung wadah harus memiliki ukuran
yang praktis terkecil, sehingga dapat mengurangi kemungkinan pengaruh
yang timbul akibat perbedaan panjang kawat yang terendam.

2. Persiapan Benda Uji


a. Pengambilan contoh harus disesuaikan dengan SNI 03 – 6889 – 2002;
b. Lakukan pemisahan semua material yang dapat melewati saringan ukuran
4,75 mm (No.4) melalui proses penyaringan kering, dan kemudian cuci
secara menyeluruh untuk menghilangkan debu atau material lain dari
permukaan agregat. gunakan saringan ukuran 2,36 mm (No. 8) sebagai
pengganti saringan ukuran 4,75 mm (No.4). Sebagai alternatif, pisahkan
material yang lebih halus dari saringan ukuran 4,75 mm (No.4).
c. Untuk melakukan pengujian, terdapat berat minimum contoh uji yang harus
digunakan. Dalam beberapa kasus, mungkin diinginkan untuk menguji
agregat kasar dalam beberapa ukuran fraksi terpisah. Jika agregat diuji
dalam ukuran fraksi terpisah, berat minimum contoh uji untuk setiap fraksi
harus merupakan perbedaan antara berat yang telah ditentukan untuk ukuran
minimum dan maksimum dari fraksi tersebut;

3. Langkah Pengujian
a. Keringkan contoh uji hingga mencapai berat yang konstan dengan suhu
sekitar (110±5) °C. Kemudian, biarkan contoh uji tersebut mendingin pada
28

suhu kamar selama satu hingga tiga jam. Setelah itu, rendam agregat
tersebut dalam air pada suhu kamar selama (24+4) jam;
b. Pindahkan contoh uji dari dalam air dan gulingkan contoh uji pada selembar
penyerap air hingga semua lapisan air yang terlihat hilang. Keringkan air
dari butiran yang lebih besar secara terpisah. Gunakan aliran udara untuk
membantu proses pengeringan. Lakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi
penguapan air dari pori-pori agregat sehingga mencapai kondisi permukaan
yang kering secara jenuh. Tentukan berat contoh uji dalam kondisi
permukaan yang kering secara jenuh. Catat beratnya dan semua berat yang
mendekati nilai 1,0 gram atau 0,1 persen terdekat dari berat contoh. Pilih
nilai yang lebih besar dari kedua nilai tersebut;
c. Setelah beratnya ditentukan, segera letakkan contoh uji yang telah berada
dalam kondisi permukaan yang kering secara jenuh ke dalam wadah dan
tentukan beratnya dalam air. Air memiliki kerapatan sekitar (997±2) kg/m³
pada suhu (23±2) °C. Ketika mencoba menghilangkan udara yang
terperangkap sebelum menentukan berat tersebut, guncangkan wadah yang
terendam dengan hati-hati. Pastikan wadah tersebut terendam dengan cukup
dalam untuk menutupi contoh uji selama penentuan berat. Kawat yang
digunakan untuk menggantung wadah harus memiliki ukuran praktis yang
terkecil untuk mengurangi kemungkinan pengaruh akibat perbedaan panjang
kawat yang terendam;
d. Keringkan contoh uji hingga mencapai berat yang tetap pada suhu (110±5)
°C, lalu dinginkan pada suhu ruangan selama satu hingga tiga jam, atau
sampai agregat mencapai suhu yang cukup dingin, dan kemudian tentukan
beratnya.

4. Perhitungan
a. Berat Jenis Curah Kering
Lakukan perhitungan untuk menentukan berat jenis curah kering (S d)
pada suhu air 23°C dan suhu agregat 23°C menggunakan persamaan berikut
ini:
A
Berat Jenis Curah Kering = .............................................(3.1)
( B−C )
29

Dengan:
A = Berat benda uji kering oven (gram);
B = Berat benda uji kondisi jenuh permukaan di udara (gram);
C = Berat benda uji dalam air (gram).

b. Berat Jenis Curah (jenuh kering permukaan)


Lakukan perhitungan untuk menentukan berat jenis curah jenuh kering
permukaan (Ss) pada suhu air 23°C dengan menggunakan persamaan
berikut ini:
B
Berat jenis curah = ...........................................................(3.2)
( B−C )
Dengan:
B = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan di udara (gram);
C = Berat benda uji dalam air (gram).

c. Berat Jenis Semu


Lakukan perhitungan untuk menentukan berat jenis semu (S a) pada
suhu air 23°C menggunakan persamaan berikut ini:
A
Berat jenis semu = ...........................................................(3.3)
( A−C)
Dengan:
A = Berat benda uji kering oven (gram);
C = Berat benda uji dalam air (gram).

d. Penyerapan Air
Hitunglah persentase penyerapan air (Sw) dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
B−A
Penyerapan Air = [ ] x 100% ...............................................(3.4)
A
Dengan:
A = Berat benda uji kering oven (gram);
B = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan di udara (gram).
30

3.4.3 Tahapan Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles


1. Alat dan Bahan
a. Mesin Abrasi Los Angeles terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua
sisinya dengan diameter dalam 711 mm (28 inci) panjang dalam 508 mm
(20 inci); silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan
berputar pada poros mendatar; silinder berlubang untuk memasukkan benda
uji; penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder
tidak terganggu; di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang
penuh setinggi 89 mm (3,5 inci), mesin abrasi los angeles dapat dilihat
seperti gambar 3.5 di bawah ini;

Gambar 3.5 Mesin Abrasi Los Angeles


(Sumber: SNI 2417-2008, 2008)

b. Saringan agregat yang digunakan dalam pengujian ini dapat dilihat pada
gambar 3.6 dan tabel 3.3 di bawah ini;

Tabel 3.3 Ukuran Saringan Agregat


31

Ukuran Saringan Agregat


No
mm inci
1 12,5 1/2
2 9,5 3/8
3 6,3 1/4
4 4,75 No. 4
5 2,36 No. 8
7 1,70 No. 12
8 1,18 No. 16
9 0,6 No. 30
10 0,3 No. 50
11 0,075 No. 200

Gambar 3.6 Saringan Agregat


(Sumber: Podomoro, 2023)
c. Timbangan yang digunakan untuk menimbang bahan dan lain – lain pada
pengujian ini dapat dilihat pada gambar 3.7 di bawah ini;
32

Gambar 3.7 Timbangan Digital Uji Keausan


(Sumber: Nizar Store, 2023)
d. Bola – bola baja dengan diameter rata – rata 4,68 cm dan berat masing –
masing antara 390 gram sampai dengan 445 gram seperti pada gambar 3.8;

Gambar 3.8 Bola Baja


untuk Uji Keausan/Abrasi
(Sumber: Putraco, 2017)
e. Oven dengan temperatur 110℃ ± 5℃ seperti pada gambar 3.9;

Gambar 3.9 Oven Laboratorium


(Sumber: Meidi, 2021)
f. Pan/wadah yang digunakan seperti pada gambar 3.10.
33

Gambar 3.10 Pan/wadah


(Sumber: Lesmana, 2018)
2. Persiapan Benda Uji
a. Gradasi dan berat benda uji sesuai dengan tabel 3.4;
b. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven sampai dengan temperatur
110 ℃ ± 5 ℃;
c. cuci dan keringkan agregat pada temperatur 110°C ± 5°C sampai berat
tetap;
d. pisah-pisahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki dengan cara
e. penyaringan dan lakukan penimbangan;
f. gabungkan kembali fraksi-fraksi agregat sesuai grading yang dikehendaki;
g. catat berat contoh dengan ketelitian mendekati 1 gram.

3. Langkah Pengujian
a. Pengujian abrasi dengan mesin Los Angeles dilakukan dengan salah satu
dari tujuh cara dalam tabel 3.4;
Tabel 3.4 Daftar Gradasi dan Berat Benda Uji
34

Sumber: SNI 2417-2008, 2008


b. Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles;
c. Putaran mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm; jumlah
putaran gradasi A, gradasi B, gradasi C dan gradasi D adalah 500 putaran
dan untuk gradasi E, gradasi F dan gradasi G adalah 1000 putaran;
d. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring
dengan saringan No.12 (1,70 mm); butiran yang tertahan di atasnya dicuci
bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperatur 110°C ± 5°C
sampai berat tetap;
e. Jika benda uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan 100 putaran,
dan setelah selesai pengujian disaring dengan saringan No.12 (1,70
mm) tanpa pencucian.

4. Perhitungan
a−b
Keausan = x 100% ..........................................................(3.5)
a
Dengan:
a = Berat benda uji semula (gram);
b = Berat benda uji tertahan saringan no. 12 (1,70 mm) (gram).

3.4.4 Tahapan Pengujian Angularitas Agregat Kasar


1. Alat dan Bahan
a. Timbangan yang digunakan untuk menimbang bahan dan lain – lain pada
pengujian ini dapat dilihat pada gambar 3.11 di bawah ini;

Gambar 3.11 Timbangan


untuk Pengujian Angularitas Agregat Kasar
35

(Sumber: Nizar Store, 2023)


b. Saringan no. 4 (9,75 mm) seperti pada gambar 3.12;

Gambar 3.12 Saringan No. 4 (4,75 mm)


(Sumber: Wijaya.dkk, 2016)
c. Oven yang dapat dipergunakan harus memiliki kapasitas yang sesuai,
dilengkapi pengatur temperatur dan mampu memanaskan sampai temperatur
(110+5) ℃ seperti pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Oven untuk Pengujian


Angularitas Agregat Kasar
(Sumber: Meidi, 2021)
2. Langkah Pengujian
a. Siapkan agregat yang telah dicuci dan kering tertahan saringan 4,75 mm;
(No.4) kurang-lebih 500 gram;
b. Pisahkan agregat diatas saringan 4,75 mm dan singkirkan agregat lolos
saringan 4,75 mm, kemudian ditimbang (B = berat total benda uji yang
tertahan saringan 4,75 mm);
c. Seleksi agregat pecah yang terdapat pada benda uji, amati bidang pecah
pada benda uji secara visual;
d. Timbang agregat yang mempunyai bidang pecah (=A).
36

3. Perhitungan
Perhitungan yang digunakan dalam pengujian angularitas agregat kasar
menggunakan persamaan berikut:
A
Angularitas = x 100% .................................................................(3.6)
B
Dengan:
A = Benda uji yang memiliki bidang pecah (gram);
B = Berat total benda uji yang tertahan di saringan No. 4 (4,75 mm).

3.4.5 Tahapan Pengujian Kelekatan Terhadap Aspal


1. Alat dan Bahan
a. Cawan untuk tempat mengaduk mempunyai sudut – sudut membulat
kapasitas minimum 500 mL;
b. Timbangan, dengan kapasitas 200 gram dan dengan ketepatan ketelitian
sampai dengan 0,1 gram;
c. Pisau Pengaduk (spatula) terbuat dari baja, dengan lebar sekitar 25 mm, dan
panjang 10 mm;
d. Oven, dilengkapi dengan lubang udara dan pengatur temperatur untuk
memanasi antara 60 ℃ dan 149 ℃ dengan ketelitian ± 1 ℃;
e. Saringan standar ukuran 6,3 mm dan 9,5 mm;
f. Agregat lolos saringan 9,5 mm dan tertahan saringan 6,3 mm;
g. Agregat untuk pengujian penyelimutan kering dicuci dalam air suling untuk
menghilangkan butiran halus, dikeringkan pada temperatur 135 ℃ sampai
dengan 149 ℃, sampai berat tetap dan disimpan dalam wadah kedap udara
sampai saat akan digunakan;
h. Air suling, mempunyai pH 6,0 dan 7,0, jangan menggunakan elektrolit jenis
apapun untuk mengoreksi pH;
i. Aspal.

2. Langkah Pengujian
37

a. Timbang (100±1) gram agregat kering oven pada temperatur ruang ke dalam
wadah;
b. Bila menggunakan aspal semi padat, panaskan wadah beserta agregat pada
temperatur 135°C sampai dengan 149°C selama 1 jam. Panaskan aspal semi
padat secara terpisah pada temperatur 135°C sampai dengan 149°C;
c. Dengan menggunakan selembar kertas asbes atau bahan insulasi lainnya
pada timbangan untuk mengambil benda uji, tambahkan (5,5±0,2) g aspal
yang telah dipanaskan ke agregat panas. Hangatkan spatula, dan aduk
merata selama 2 menit sampai dengan 3 menit atau sampai seluruh
permukaan agregat terselimuti, biarkan temperatur campuran turun secara
alami selama pengadukan. Setelah penyelimutan, biarkan temperatur
campuran turun sampai mencapai temperatur ruang;
d. Perendaman, pindahkan campuran ke wadah gelas isi 600 mL. Penuhi
segera dengan air suling sebanyak 400 mL pada temperatur ruang (kira-kira
25°C). Biarkan campuran direndam selama 16 jam sampai dengan 18 jam;
e. Perkiraan penyelimutan visual, ambil selaput aspal yang mengambang di
permukaan air tanpa mengganggu campuran. Sinari contoh uji dengan bola
lampu 75 W yang diposisikan mengurangi silau dari permukaan air. Dengan
mengamati dari atas menembus air, perkirakan persentase luas permukaan
agregat total yang dapat dilihat dan yang masih terselimuti aspal, kemudian
perkirakan apakah di atas 95% atau "di bawah 95%.

3.4.6 Tahapan Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong


1. Alat dan Bahan
a. Jangka ukur rasio (The proportional calliper device);
b. Timbangan yang digunakan untuk menimbang bahan dan lain – lain pada
pengujian ini dapat dilihat pada gambar 3.14 di bawah ini;
38

Gambar 3.14 Timbangan untuk Pengujian Angularitas Agregat Kasar


(Sumber: Nizar Store, 2023)
2. Persiapan Pengujian
a. Benda uji agregat kasar harus dalam keadaan kering, dan berat benda uji
disesuaikan dengan ukuran nominal maksimum agregat tersebut. Berat
benda uji untuk masing-masing ukuran nominal maksimum adalah sebagai
berikut:

Tabel 3.5 Berat benda uji untuk masing-masing ukuran nominal maksimum

Ukuran Nominal Maksimum Berat Minimum Contoh Uji


mm (inchi) Kg
9,5 (3/8) 1
12,5 (1/2) 2
19,0 (3/4) 5
25,0 (1) 10
37,5 (1½) 15
50,0 (2) 20
63,0 (2½) 35
75,0 (3) 60
90,0 (3½) 100
100,0 (4) 150
112,0 (4½) 200
125,0 (5) 300
150,0 (6) 500
Sumber: RSNI T-01-2005,2005

b. Pengujian ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu berdasarkan berat dan
jumlah butiran. Jika dinyatakan dalam berat, contoh uji dioven pada
temperatur 110 ± 5℃ sampai beratnya tetap. Jika dinyatakan dalam jumlah
butiran, pengeringan agregat tidak diperlukan;
c. Kurangi dari masing-masing ukuran agregat yang lebih besar dari saringan
9,5 mm (3/8 inci) sebanyak 10% atau lebih dari berat contoh uji semula
sesuai dengan SNI 13-6717-2002. Jumlah contoh yang didapat setelah
pengurangan sampai kira-kira diperoleh 100 butir;
d. Pengujian kepipihan agregat dan pengujian kelonjongan agregat, lakukan
pengujian untuk masing - masing ukuran butiran agregat dan kelompokan
dalam salah satu dari 3 kelompok agregat, yaitu kelompok agregat pipih,
kelompok agregat lonjong, serta kelompok agregat tidak pipih dan tidak
39

lonjong. Adapun langkah-langkah pengujian masing-masing ukuran butiran


agregat adalah sebagai berikut:
1) Gunakan jangka ukur rasio (proportional calliper device) pada posisinya
dengan perbandingan yang sesuai, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.15.
a) Uji kepipihan
Atur bukaan yang besar sesuai dengan lebarnya butiran. Butiran
adalah pipih, jika ketebalannya dapat ditempatkan dalam bukaan yang
lebih kecil.

b) Uji kelonjongan
Atur bukaan yang besar sesuai dengan panjangnya butiran. Butiran
adalah lonjong, jika lebarnya dapat ditempatkan dalam bukaan yang lebih
kecil.
2) Setelah butiran dikelompokkan, tentukan perbandingan contoh dalam
masing - masing kelompok dengan menghitung jumlah butirnya atau
beratnya, tergantung kebutuhan.
e. Pengujian kepipihan dan kelonjongan agregat, lakukan pengujian untuk
masing-masing ukuran butiran agregat dan kelompokan dalam salah satu
dari 2 kelompok agregat, yaitu kelompok agregat pipih dan lonjong atau
kelompok agregat tidak pipih dan lonjong.
1) Gunakan jangka ukur rasio (proportional calliper device) pada posisinya
dengan perbandingan yang sesuai, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.15.
2) Atur bukaan yang besar sesuai dengan panjang butiran. Butiran disebut
pipih dan lonjong, jika ketebalan dapat ditempatkan dalam bukaan yang
lebih kecil.
3) Setelah butiran dikelompokkan, tentukan perbandingan contoh dalam
masing - masing kelompok dengan menghitung jumlah butirnya atau
beratnya, tergantung kebutuhan.
40

Gambar 3.15 Alat Uji Kepipihan dan Kelonjongan


(Sumber: RSNI T-01-2005, 2006)
3. Perhitungan
a. Hitung persentase kepipihan dan kelonjongan dalam 1% terdekat untuk
masing-masing ukuran saringan yang lebih besar dari 9,5 mm (3/8 inci);
% Butiran pipih dan lonjong =
berat butiran pipih dan lonjong
%butiran pipih dan lonjong x 100 ....(3.7)
berat total butiran
Atau
jumlahbutiran pipih dan lonjong
%butiran pipih dan lonjong x 100 . (3.8)
berat total butiran
b. Bila diperlukan nilai rata-rata dari suatu contoh, anggap bahwa material
pada ukuran saringan tertentu yang beratnya kurang dari 10% terhadap berat
contoh, mempunyai persentase butiran yang pipih, butiran yang lonjong atau
butiran yang pipih dan lonjong sama dengan nilai pada ukuran saringan
setingkat di atasnya atau setingkat di bawahnya. Jika nilai dari ukuran
material setingkat diatas dan setingkat di bawahnya ada, dapat digunakan
nilai rata-rata dari keduanya.
c. Formula nilai rata-rata kepipihan, kelonjongan, tidak pipih dan tidak
lonjong, kepipihan dan kelonjongan, serta tidak pipih dan lonjong adalah
sebagai berikut:
( P 1 x F 1+ P 2 x F 2+… Pn x Fn)
F= .........................................(3.9)
Pt
( P 1 x e 1+ P 1 x e 2+ … Pn x Fn)
E= ...........................................(3.10)
Pt
( P 1 x NfNe 1+ P 2 x NfNe 2+… Pn x NfNen)
NFNE = ................(3.11)
Pt
( P 1 x fe 1+ P 2 x fe 2+… Pn x fen)
FE = ......................................(3.12)
Pt
( P 1 x Nfe 1+ P 2 x Nfe 2+… Pn x Nfen)
NFE = ...........................(3.13)
Pt
Dengan:

F = adalah nilai rata-rata kepipihan, dinyatakan dalam


41

persen (%);
E = adalah nilai rata-rata kelonjongan, dinyatakan
dalam persen (%);
NFNE = adalah nilai rata-rata butiran yang tidak pipih dan
tidak lonjong, dinyatakan dalam persen (%);
FE = adalah nilai rata-rata kepipihan dan kelonjongan,
dinyatakan dalam persen (%);
NFE = adalah nilai rata-rata butiran yang tidak pipih dan
lonjong, dinyatakan dalam persen (%);
p1…pn = adalah persentase butiran agregat yang tertahan
pada masing-masing ukuran saringan (%);
pt = adalah total persentase butiran agregat yang
tertahan pada ukuran saringan yang lebih besar dari
9,5 mm (3/8 inci) (%);
f1…fn = adalah persentase butiran agregat yang pipih pada
masing – masing ukuran saringan (%);
e1…en = adalah persentase butiran agregat yang lonjong
pada masing – masing ukuran saringan (%);
NfNe1..NfNen = adalah persentase butiran agregat yang tidak pipih
dan tidak lonjong pada masing – masing ukuran
saringan (%);
fe1...fen = adalah persentase butiran agregat yang pipih dan
lonjong pada masing – masing ukuran saringan (%);
Nfe1...Nfen = adalah persentase butiran agregat yang tidak pipih
dan lonjong pada masing – masing ukuran saringan
(%).

3.4.7 Tahapan Pengujian Material Lolos Ayakan No.200


1. Alat dan Bahan
a. Saringan terdiri dari dua ukuran yang bagian bawah dipasang saringan
Nomor 200 (0,075 mm) dan di atasnya, saringan Nomor 16 (1,18 mm);
42

b. Wadah untuk mencuci mempunyai kapasitas yang dapat menampung benda


uji sehingga pada waktu pengadukan (pelaksanaan pencucian) benda uji dan
air pencuci tidak mudah tumpah;
c. Timbangan dengan ketelitian maksimum 0,1 % dari berat benda uji;
d. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110
± 5) °C;

2. Persiapan
a. Pengujian harus dilakukan duplo;
b. Pengambilan contoh agregat harus dilakukan secara acak, agar dapat
mewakili seluruh bahan yang akan diuji;
c. Benda uji disiapkan melalui alat pemisah contoh atau dengan jalan dibagi
d. Empat secara merata
e. Benda uji adalah agregat dalam kondisi kering oven dengan berat
tergantung pada ukuran maksimum agregat sesuai dengan Tabel 3.6;
Tabel 3.6 Ketentuan Berat Kering Minimum Benda Uji

Berat Kering
Ukuran Maksimum Agregat
Benda Uji

Ukuran Saringan MM Gram

No. 8 2,36 100


No. 4 4,75 500
3/8 9,5 1000
3/4 19,00 2500
≥1½ ≥ 38,10 5000
Sumber: SNI 03-4142-1996, 1996
3. Langkah Pengujian
a. Siapkan peralatan yang akan digunakan;
b. Saring contoh agregat sesuai SNI-1969-1990, tentang Pengujian Analisa
Saringan Agregat Halus dan Kasar, untuk mengetahui ukuran maksimum
agregat;
c. Siapkan benda uji dalam kondisi kering oven dengan melalui alat pemisah
contoh, tentukan beratnya sehingga memenuhi ketentuan Tabel 3.6;
43

d. Timbang wadah tanpa benda uji;


e. Timbang benda uji dan masukan ke dalam wadah;
f. Masukan air pencuci yang sudah berisi sejumlah bahan pembersih ke dalam
wadah, sehingga benda uji terendam;
g. Aduk benda uji dalam wadah sehingga menghasilkan pemisahan sempurna
antara butir-butir kasar dan bahan halus yang lolos saringan Nomor 200
(0,075 mm). Usahakan bahan halus tersebut menjadi melayang di dalam
larutan air pencuci sehingga mempermudah memisahkannya;
h. Tuangkan air pencuci dengan segera di atas saringan Nomor 16 (1,18 mm)
yang di bawahnya dipasang saringan Nomor 200 (0,075 mm) pada waktu
menuangkan air pencuci harus hati-hati supaya bahan yang kasar tidak ikut
tertuang;
i. Ulangi pekerjaan butir c, d dan e, sehingga tuangan air pencuci terlihat
jernih;
j. Kembalikan semua benda Uji yang tertahan saringan Nomor 16 (1.18 mm)
dan Nomor 200 (0,075 mm) ke dalam wadah lalu keringkan dalam oven
dengan suhu (110±5) °C, sampai mencapai berat tetap, dan timbang sampai
ketelitian maksimum 0,1 % dari berat contoh;
k. Hitung persen bahan yang lolos saringan Nomor 200 (0,075 mm).

4. Perhitungan
Perhitungan pada pengujian material lolos ayakan nomor 200
menggunakan persamaan – persamaan berikut:
1. Berat kering benda uji awal
W3 = W1 – W2 .............................................................................(3.13)
2. Berat kering benda uji sesudah pencucian
W5 = W4 – W2 .............................................................................(3.14)
3. Bahan lolos saringan Nomor 200 (0,075 mm)
W 3−W 5
W6 = x100% ..............................................................(3.15)
W3
Dengan:
W1 = Berat kering benda uji + wadah (gram);
W2 = Berat wadah (gram);
44

W3 = Berat kering benda uji awal (gram);


W4 = Berat kering benda uji sesudah pencucian + wadah (gram);
W5 = Berat kering benda uji sesudah pencucian (gram);
W6 = % bahan lolos saringan Nomor 200 (0,075 mm) (%).

3.4.8 Tahapan Pengujian Penetrasi


1. Alat dan Bahan
a. Penetrometer, terdapat dua macam penetrometer yaitu penetrometer manual
dan penetrometer otomatis, seperti pada gambar 3.16 dan 3.17. Perbedaan
kedua penetrometer ini terletak pada;
1) Pengukur waktu. Pada penetrometer manual diperlukan stopwatch
sedangkan pada penetrometer otomatis tidak diperlukan stopwatch
karena pengukur waktu otomatis sudah terangkai dalam alat
penetrometer;
2) Saat pengujian tombol pada pemegang jarum penetrometer manual harus
ditekan selama 5±0,1 detik sampai waktu ditentukan, sedangkan tombol
pada pemegang jarum penetrometer otomatis ditekan hanya pada saat
permulaan pengujian yang akan berhenti secara otomatis setelah waktu
yang ditentukan (5±0,1 detik);
3) Alat penetrometer yang dapat melepas pemegang jarum untuk bergerak
secara vertikal tanpa gesekan dan dapat menunjukkan kedalaman
masuknya jarum ke dalam benda uji sampai 0,1 mm terdekat;
4) Berat pemegang jarum 47,5 gram ± 0,05 gram. Berat total pemegang
jarum beserta jarum 50 gram ± 0,05 gram. Pemegang jarum harus mudah
dilepas dari penetrometer untuk keperluan pengecekan berat;
5) Penetrometer harus dilengkapi dengan waterpass untuk memastikan
posisi jarum dan pemegang jarum tegak (90°) ke permukaan;
6) Berat beban 50 gram ± 0,05 gram dan 100 gram ± 0,05 gram sehingga
dapat digunakan untuk mengukur penetrasi dengan berat total 100 gram
atau 200 gram sesuai dengan
kondisi pengujian yang
diinginkan.
45

Gambar 3.16 Alat Penetrasi Otomatis


(Sumber: Infratest, 2019)

Gambar 3.17 Alat Penetrasi Manual


(Sumber: Impact-Test, 2013)
b. Jarum penetrasi harus terbuat dari stainless steel dan dari bahan yang kuat,
seperti pada gambar 3.18; jarum standar memiliki panjang sekitar 50 mm
sedangkan jarum panjang memiliki panjang sekitar 60 mm (2,4 in) dengan
diameter antara 1,00 mm – 1,02 mm; ujung jarum berupa kerucut
terpancung dengan sudut antara 8,7º dan 9,7º; ujung jarum harus runcing,
tajam dan halus; panjang bagian jarum standar yang tampak harus antara 40
sampai 45 mm, sedangkan untuk jarum panjang antara 50 mm - 55 mm
(1,97 – 2,17 in); berat jarum harus 2,50 gram ± 0,05 gram.
46

Gambar 3.18 Jarum Penetrasi Aspal


(Sumber: Universitas Sebelas Maret, 2018)
c. Cawan benda uji, terbuat dari logam yang berbentuk silinder dengan dasar
yang rata dan berukuran sebagai berikut:
1) Untuk pengujian penetrasi dibawah 200; Ø Diameter (mm) = 55, tinggi
bagian dalam (mm) = 35;
2) Untuk pengujian penetrasi antara 200 dan 350; Diameter (mm) = 55 – 75,
tinggi bagian dalam (mm) = 45 – 70;
3) Untuk pengujian penetrasi antara 350 dan 500; Diameter (mm) = 55,
tinggi bagian dalam (mm) = 70.

Gambar 3.19 Cawan Benda Uji Penetrasi


(Sumber: Universitas Sebelas Maret, 2018)
d. Bak perendam, terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan
dapat mempertahankan temperatur 25°C ± 0,1°C dengan ketelitian tidak
lebih dari 0,1°C seperti pada gambar 3.20. Bejana atau bak perendam harus
dilengkapi dengan pelat dasar berlubang yang terletak tidak kurang dari 50
mm di atas dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm di bawah permukaan
air dalam bejana.
47

Diperlukan penahan penetrometer yang kuat jika pengujian dilakukan di


dalam bak perendam;

Gambar 3.20 Bak Perendam Uji Penetrasi


(Sumber: Universitas Sebelas Maret, 2018)

e. Tranfer dish, harus mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml dan cukup
tinggi untuk dapat merendam cawan benda uji ukuran besar seperti pada
gambar 3.21;

Gambar 3.21 Transfer Dish


(Sumber: Universitas Sebelas Maret, 2018)
f. Pengatur waktu, penetrometer manual dapat menggunakan stopwatch
sebagai pengatur waktunya seperti pada gambar 3.22, sedangkan
penetrometer digital/otomatis mempunyai pengatur waktu pada alatnya
dengan tingkat
kesalahan
tertinggi 0,1 detik;
48

Gambar 3.22 Stopwatch


(Sumber: Universitas Sebelas Maret, 2018)
g. Termometer, termometer harus dikalibrasi dengan maksimum kesalahan
skala tidak melebihi 0,1 ℃ atau dapat juga digunakan pembagian skala
termometer lain yang sama ketelitiannya dan kepekaannya;
h. Benda uji adalah aspal sebanyak 100 gram yang bersih dan bebas dari air
serta minyak ringan.
2. Persiapan
a. Apabila contoh tidak cukup cair, maka panaskan contoh dengan hati - hati
dan aduk sedapat mungkin untuk menghindari terjadinya pemanasan
setempat yang berlebih. Lakukan pemanasan ini sampai contoh cukup cair
untuk dituangkan. Pemanasan contoh tidak boleh lebih dari 90℃ di atas
titik lembeknya, pemanasan tidak boleh lebih dari 60 menit, lakukan
pengadukan untuk menjamin kehomogenan contoh, dan jangan sampai ada
gelembung udara dalam contoh;
b. Tuangkan benda uji aspal ke dalam 2 (dua) cawan (duplo) benda uji sampai
batas ketinggian pada cawan benda uji;
c. Dinginkan benda uji, tinggi benda uji tidak kurang dari 120% dari
kedalaman jarum pada saat pengujian penetrasi. Tuangkan benda uji ke
dalam cawan yang terpisah untuk setiap kondisi pengujian yang berbeda.
jika diameter cawan benda uji kurang dari 65 mm dan nilai penetrasi
diperkirakan lebih besar dari 200 maka tuangkan benda uji ke dalam empat
cawan untuk setiap jenis kondisi pengujian;
d. Dinginkan pada temperatur antara 15 sampai dengan 30 ℃ selama 1 sampai
dengan 1,5 jam untuk benda uji dalam cawan kecil (55 mm x 35 mm) dan
49

1,5 jam sampai dengan 2 jam untuk benda uji dalam cawan yang besar, dan
tutup benda uji dalam cawan benda uji agar bebas dari debu;
e. Letakkan benda uji dan transfer dish dalam bak perendam pada temperatur
pengujian selama 1 jam sampai dengan 1,5 jam untuk cawan benda uji kecil
(55 mm x 35 mm) dan 1,5 jam sampai dengan 2 jam untuk cawan benda uji
besar.

3. Langkah Pengujian
a. Periksa pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain yang sesuai
kemudian keringkan dengan lap bersih dan pasangkan pada pemegang
jarum.
b. Letakkan pemberat 50 gram pada pemegang jarum untuk memperoleh berat
total 100 gram ± 0,1 gram kecuali disyaratkan berat total yang lain;
c. Bila pengujian dilakukan penetrometer dalam bak perendam, letakkan
cawan berisi benda uji langsung pada alat penetrometer. Jaga cawan benda
uji agar tertutupi air dalam bak perendam. Apabila pengujian dilakukan di
luar bak perendam letakkan cawan berisi benda uji dalam transfer dish,
rendam cawan benda uji dengan air dari bak perendam, dan letakkan pada
alat penetrometer;
d. Pastikan kerataan posisi alat penetrometer dengan memeriksa waterpass
pada alat;
e. Turunkan jarum perlahan – lahan sampai jarum menyentuh permukaan
benda uji. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan jarum ke permukaan
benda uji sampai ujung jarum bersentuhan dengan bayangan jarum dalam
benda uji. Agar bayangan jarum dalam benda uji tampak jelas gunakan
lampu sorot dengan watt rendah (5 watt) agar tidak mempengaruhi
temperatur benda uji. Kemudian aturlah angka 0 pada arloji
penetrometer sehingga jarum penunjuk berada pada posisi angka 0 pada
jarum penetrometer;
f. Segera lepaskan pemegang jarum selama waktu yang disyaratkan (5 detik ±
0,1 detik) atau yang disyaratkan lain seperti pada tabel 2. Apabila wadah
benda uji bergerak pada saat pengujian maka pengujian dianggap gagal;
50

g. Atur (putar) arloji penetrometer untuk mengukur nilai penetrasi dan bacalah
angka penetrasi yang ditunjukkan jarum penunjuk pada angka 0,1 mm
terdekat;
h. Lakukan paling sedikit tiga kali pengujian untuk benda uji yang sama,
dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak tidak kurang 10 mm dari
dinding cawan dan tidak kurang 10 mm dari satu titik pengujian dengan titik
pengujian lainnya. Jika digunakan transfer dish, masukkan benda uji dan
transfer dish ke dalam bak perendam yang mempunyai temperatur konstan
pada setiap selesai satu pengujian benda uji. Gunakan jarum yang bersih
untuk setiap kali pengujian.

3.4.9 Tahapan Pengujian Uji Titik Lembek Aspal


1. Alat dan Bahan
a. Cincin, dua cincin yang terbuat dari bahan kuningan, seperti pada gambar
3.23;

Gambar 3.23 Cincin Kuningan


(Sumber: Alifia, 2020)
b. Pelat persiapan benda uji, dengan permukaan halus terbuat dari bahan
kuningan ukuran ± 50 mm x 75 mm;
c. Bola, dua bola baja dengan diameter 9,5 mm, setiap bola mempunyai berat
3,5 g ± 0,05 g; pengarah bola, dua pengarah bola terbuat dari bahan
kuningan, untuk meletakkan bola di tengah cincin seperti pada gambar 3.24,
satu untuk setiap bola;
51

Gambar 3.24 Bola Baja dan Pointer


(Sumber: Alifia, 2020)
d. Bejana perendam, gelas kimia tahan panas, mempunyai ukuran diameter
dalam tidak kurang dari 85 mm dan tinggi tidak kurang dari 120 mm dari
dasar bejana yang mendapat pemanasan seperti pada gambar 3.25;

Gambar 3.25 Bejana Perendam


(Sumber: Alifia, 2020)
e. Dudukan benda uji yang terdiri dari; pemegang cincin dan peralatannya,
terbuat dari bahan kuningan seperti pada gambar 3.26, digunakan untuk
meletakkan 2 cincin berisi lapisan aspal yang diletakkan pada posisi
horizontal. Jarak dari pelat dasar ke pemegang cincin adalah 25 mm dan
jarak dari pelat dasar ke dasar bejana perendam adalah 16 mm ± 3 mm;
52

Gambar 3.26 Dudukan Benda Uji


(Sumber: Alifia, 2020)

f. Termometer
1) Termometer titik lembek untuk temperatur rendah, mempunyai skala dari
2°C sampai dengan 80°C;
2) Termometer titik lembek untuk temperatur tinggi, mempunyai skala dari
30 °C sampai dengan 200°C;

Gambar 3.27 Termometer Pengujian


Titik Lembek Aspal
(Sumber: Alifia, 2020)
g. Cairan perendam; terdiri atas,
a. Air suling yang sudah dididihkan;
b. Gliserin. mempunyai titik nyala 160°C;
c. Ethylene glycol, dengan titik didih antara 193° sampai dengan 204°C.

2. Persiapan
a. Untuk menghindari pelekatan aspal pada pelat persiapan benda uji, ketika
aspal dituang ke dalam cincin. Sebelum digunakan bagian atas pelat
persiapan benda uji diberi lapisan tipis silikon, campuran gliserin dan
dextrin, talk atau china clay;
b. Bila pengujian tidak dapat dilakukan dalam waktu 6 jam, maka jangan
lakukan persiapan pembuatan benda uji;
53

c. Panaskan contoh, aduk dengan teratur untuk menghindari pemanasan


berlebih pada suatu tempat dan menghindari terjadinya gelembung pada saat
benda uji dituang, Setelah cair aspal siap untuk dituang panaskan aspal tidak
lebih dari 2 jam sampai temperatur penuangan dapat lebih dari 110 °C atau
di atas titik lembek aspal yang diperkirakan;
d. Bila pengujian harus diulangi, maka gunakan contoh uji yang baru pada
wadah yang bersih;
e. Panaskan 2 cetakan cincin pada temperatur penuangan, kemudian letakkan
cetakan cincin di atas pelat persiapan benda uji yang telah diberi salah satu
dari media persiapan benda uji;
f. Tuangkan aspal yang telah dipanaskan ke dua cetakan cincin sampai
berlebih. Diamkan benda uji selama 30 menit pada temperatur udara. Untuk
benda uji yang lunak pada temperatur ruang. Diamkan benda uji
sekurangnya 30 menit pada temperatur udara (10°C di bawah titik lembek
yang diperkirakan). Waktu dari saat benda uji dituang sampai benda uji
dilepaskan dari pelat persiapan benda uji tidak boleh lebih dari 240 menit;
g. Bila benda uji telah dingin, potong bagian aspal yang berlebih di atas cincin
dengan pisau atau spatula panas, sehingga lapisan aspal pada cincin penuh
dan rata dengan bagian atas cincin.

3. Langkah Pengujian
a. Pilih salah satu cairan perendam dan termometer yang sesuai untuk titik
pengujian lembek.
1) Air suling yang telah dididihkan untuk titik lembek antara 30°C sampai
dengan 80°C, gunakan termometer 15°C, temperatur pemanasan bejana
perendam mulai pada 5°C ± 1°C;
2) Gliserin untuk titik lembek diatas 80° sampai dengan 157°C, gunakan
termometer 16C, temperatur pemanasan bejana perendam mulai pada 30
°C ± 1°C;
3) Ethylene Glycol untuk titik lembek antara 30°C sampai 110°C, gunakan
termometer 16°C, temperatur pemanasan bejana perendam mulai pada 5
°C ± 1 °C;
54

4) Untuk keperluan pengawasan, semua titik lembek sampai dengan 80°C,


dapat ditentukan menggunakan cairan perendam air suling dan titik
lembek di atas 80°C, dapat ditentukan menggunakan cairan perendam
gliserin.
b. Siapkan peralatan, benda uji, pengarah bola dan termometer. Isi bejana
perendam dengan cairan perendam sampai dengan 105 ± 3 mm, masukkan
peralatan pada tempatnya dalam bak perendam. Bila menggunakan ethylene
glycol, pastikan penghisap udara berfungsi untuk menghindari uap beracun;
c. Tempatkan dua bola baja pada dasar bak perendam dengan menggunakan
penjepit, agar benda uji memperoleh temperatur yang merata;
d. Tempatkan bejana perendam dan peralatan di dalamnya pada air es di dalam
bak perendam, pertahankan temperatur perendaman selama 15 menit. Jaga
dengan hatihati tidak terjadinya kontaminasi antara cairan perendam dalam
bejana dengan air es dalam bak perendam;
e. Letakkan bola baja yang telah dikondisikan dalam bak perendam
menggunakan penjepit di atas alat pengarah bola;
f. Panaskan bejana perendam dengan kecepatan rata-rata kenaikan temperatur
5°C/menit. Bila perlu lindungi bejana perendam dari angin menggunakan
penghalang. Kecepatan rata-rata pemanasan tidak berlebih selama proses
pengujian. Maksimum variasi kenaikan temperatur untuk periode 1 menit
pertama sampai menit ke 3 adalah ± 0,5°C. Kenaikan kecepatan temperatur
di luar batas yang diizinkan harus diulang;
g. Catat temperatur pada saat bola yang diselimuti aspal jatuh menyentuh pelat
dasar. Tidak ada koreksi untuk temperatur pemanasan. Bila perbandingan
antara 2 temperatur pada saat bola baja yang diselimuti aspal jatuh
menyentuh pelat dasar terdapat perbedaan melebihi 1 ℃, ulangi pengujian
titik lembek.

3.4.10 Tahapan Pengujian Uji Daktilitas


1. Alat dan Bahan
a. Cetakan benda uji daktilitas terbuat dari kuningan seperti ditunjukkan pada
gambar 3.28;
55

Gambar 3.28 Cetakan Benda


Uji Daktilitas
(Sumber: SNI 06-2432-1991, 1991)
b. Bak perendam harus dapat mempertahankan temperatur pengujian 25°C
atau temperatur lainnya dengan ketelitian 0,1°C. Isi air dalam bak perendam
tidak boleh kurang dari 10 liter, kedalaman air di dalam bak tidak boleh
kurang dari 50 mm agar benda uji dapat terendam pada kedalaman 25 mm;
c. Mesin penguji dapat dilihat seperti gambar 3.29 dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Dapat menjaga benda uji tetap terendam;
b. Dapat menarik benda uji tanpa menimbulkan getaran dengan kecepatan
tetap;

Gambar 3.29 Mesin Penguji Daktilitas


(Sumber: Sitanggang, 2014)
d. Termometer dengan rentang pengukuran -8°C sampai dengan 32°C;
56

e. Contoh uji sebanyak 250 gram aspal.

2. Persiapan
a. Lapisi seluruh permukaan pelat dasar dan bagian yang akan dilepas dengan
campuran gliserin dan talk atau kaolin dengan perbandingan 3 gram gliserin
dan 5 gram talk untuk mencegah melekatnya benda uji pada cetakan
daktilitas;
b. Letakkan cetakan daktilitas di atas pelat dasar pada tempat yang datar dan
rata, sehingga semua bagian bawah cetakan menempel baik pada pelat
dasar,
c. Panaskan contoh uji sekitar 150 gram sambil diaduk untuk menghindari
pemanasan setempat yang berlebihan, sampai cukup cair untuk dituangkan;
d. Saring contoh uji dengan Saringan No.50 (300 μm);
e. Setelah diaduk, tuangkan contoh uji ke dalam cetakan mulai dari ujung ke
ujung hingga sedikit melebihi cetakan;
f. Diamkan benda uji pada temperatur ruang selama 30 menit sampai
dengan 40 menit;
g. Rendam benda uji dalam bak perendam pada temperatur pengujian selama
30 menit;
h. Ratakan permukaan benda uji dengan pisau atau spatula yang panas agar
rata.

3. Langkah Pengujian
a. Atur berat jenis air dalam bak perendam mesin uji agar sama dengan berat
jenis aspal yang akan diuji dengan cara menambahkan metil alkohol,
gliserin atau garam;
b. Masukkan benda uji (pelat dasar dan cetakan daktilitas yang berisi aspal) ke
dalam bak perendam pada temperatur 25°C selama 85 menit sampai dengan
95 menit;
c. Lepaskan benda uji dari pelat dasar dari sisi cetakannya dan langsung
pasangkan benda uji ke mesin uji dengan cara memasukkan lubang cetakan
ke pemegang di mesin uji;
57

d. Jalankan mesin uji sehingga menarik benda uji dengan kecepatan sesuai
persyaratan (50 mm per menit). Perbedaan kecepatan lebih atau kurang dari
2,5 mm per menit masih diperbolehkan;
e. Baca pemuluran benda uji pada saat putus dalam satuan mm (cm).

3.4.11 Tahapan Pengujian Uji Titik Nyala


1. Alat dan Bahan
a. Alat cleveland open cup terdiri dari: cawan cleveland, pelat pemanas, nyala
api penguji, pemanas dan penyangga, seperti ditunjukkan pada gambar 3.30.
Nyala api penguji, sebagai sumber nyala penguji digunakan gas alam cair
(LPG). Suplai tekanan gas ke alat tidak boleh melebihi 3 kPa;

Gambar 3.30 Alat Cleveland Open Cup


(Sumber: SNI-2433-2011, 2011)
b. Termometer dengan rentang pengukuran -6°C sampai dengan 400°C;
c. Barometer, untuk mengukur tekanan udara;
d. Lakukan pengambilan contoh aspal sesuai dengan SNI 03-6399-2000.

2. Persiapan
a. Cuci cawan cleveland dengan larutan pembersih untuk membersihkan aspal
dari cawan cleveland, kemudian keringkan;
b. Apabila ada arang harus dibersihkan dengan sabut baja halus. Pastikan
cawan cleveland bersih dan kering sebelum digunakan kembali. Bila perlu,
bilas cawan cleveland dengan air dingin dan keringkan selama beberapa
menit di atas nyala api atau pelat pemanas untuk menghilangkan sisa dari
58

pelarut dan air, kemudian dinginkan cawan cleveland pada temperatur ruang
(27°C);
c. Letakkan alat cleveland open cup di atas dudukan yang kokoh,
permukaannya rata dan datar, misalnya meja;
d. Pasang termometer pada posisi tegak dengan jarak ketinggian 6,4 mm ± 0,1
mm dari gelembung termometer ke dasar cawan cleveland dan berada di
tengah-tengah antara titik pusat dengan tepi cawan cleveland di luar lintasan
api penguji;
e. Siapkan alat cleveland open cup untuk pengujian sesuai petunjuk, untuk
kalibrasi, pengecekan dan pengoperasian alat;
f. Pengujian dapat dilakukan pada ruang bebas angin atau ruang asam, agar
tidak mempengaruhi hasil pengujian;
g. Benda uji aspal yang digunakan untuk setiap pengujian, sekurang-
kurangnya 70 ml;
h. Hal yang harus diperhatikan pada awal pengujian adalah jangan membuka
tutup wadah contoh uji bila tidak diperlukan dan jangan memindahkan
contoh uji pada temperatur lebih dari 150°C. Apabila hal ini tidak
diperhatikan maka akan menyebabkan hilangnya bahan yang mudah
menguap dan titik nyala menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Disarankan pengujian titik nyala dilakukan pada awal pengujian aspal;
i. Simpan contoh aspal pada temperatur ruang di dalam wadah yang kedap
untuk menghindari terjadinya difusi bahan dengan dinding wadah;
j. Untuk contoh yang mengandung air, tambahkan kalsium klorida kemudian
keringkan dengan kertas filter atau kain penyerap. Untuk contoh uji yang
kental dipanaskan pada temperatur 150°C, sampai cukup cair untuk dituang.

3. Langkah Pengujian
a. Panaskan contoh bahan yang keras atau semi padat sampai cair. Temperatur
pemanasan contoh uji tidak boleh lebih dari 150°C;
b. Isi cawan cleveland dengan contoh uji sampai garis batas pengisian, dan
tempatkan cawan cleveland di atas pelat pemanas. Bila benda uji diisi
berlebih pada cawan cleveland, pindahkan bagian yang berlebih dengan
pipet atau alat lainnya untuk menghindari bagian, yang meleleh. Bila ada
59

bagian, aspal yang menempel pada bagian luar cawan, bersihkan. Hilangkan
gelembung udara atau busa yang terjadi pada permukaan benda uji dengan
pisau yang tajam atau alat pemotong lainnya dan pertahankan tinggi benda
uji. Bila busa tetap ada sampai tahap akhir dari pengujian, pengujian
dihentikan dan diulangi;
c. Nyalakan api penguji dan atur diameter api penguji antara 3,2 mm sampai
dengan 4,8 mm, atau nyala api penguji seukuran dengan ujung pipa api
penguji:
d. Lakukan dengan hati-hati penggunaan gas untuk nyala api penguji. Bila api
penguji padam, gas untuk nyala penguji akan mempengaruhi hasil uji;
e. Lakukan pemanasan awal dengan kenaikan temperatur antara 14°C sampai
dengan 17°C per menit sampai benda uji mencapai temperatur 56°C di
bawah titik nyala- perkiraan. Kurangi pemanasan hingga kecepatan
kenaikan temperatur antara 5°C sampai dengan 6°C per menit sampai benda
uji mencapai temperatur 28°C di bawah titik nyala-perkiraan;
f. Gunakan nyala penguji pada waktu temperatur benda uji mencapai lebih
kurang 28°C di bawah titik nyala-perkiraan dan lintaskan api penguji setiap
kenaikan temperatur 2°C. Lintasan api penguji mengikuti garis lengkung
yang mempunyai jari - jari minimum 150 mm ± 1 mm;
g. Api penguji harus bergerak horizontal dan jarak dengan tepi atas cawan
tidak lebih dari 2 Waktu yang dibutuhkan api penguji untuk melintasi cawan
kurang lebih 1 detik 0,1;
h. Lakukan pemanasan dari temperatur 28°C di bawah titik nyala-perkiraan
sampai titik nyala-perkiraan untuk menghindari terganggunya nyala api
penguji akibat pengaruh angin di atas uap pada cawan cleveland lakukan
lintasan api penguji dengan cepat dan hati-hati;
i. Bilamana terjadi pembusaan dipermukaan benda uji sampai temperatur
28°C di bawah titik nyala-perkiraan, pengujian dihentikan dan diulangi;
j. Perhatikan besarnya nyala api penguji, kecepatan kenaikan temperatur dan
kecepatan gerakkan api penguji di atas benda uji;
k. Catat hasil pengujian titik nyala yang diperoleh dari pembacaan termometer
pada saat benda uji mulai menyala;
60

l. Untuk menentukan titik bakar, lanjutkan pemanasan pada benda uji setelah
titik nyala dicatat, kenaikan temperatur 5 °C sampai dengan 6 °C per menit.
Teruskan penggunaan nyala penguji pada interval kenaikan temperatur 2°C
sampai benda uji menyala dan terbakar minimal 5 detik. Catat temperatur
tersebut sebagai titik bakar benda uji.

4. Perhitungan
a. Amati dan catat tekanan baromater udara pada saat pengujian. Bila tekanan
berbeda dari 101,3 kPa (760 mm Hg), koreksi titik nyala atau titik bakar
atau keduanya sebagai berikut:
Titik nyala/titik bakar terkoreksi = C + 0,25 (101,3 – K) ...........(3.16)
Dengan:
C = titik nyala/titik bakar (℃);
K = tekanan barometer udara (kPa).
b. Bulatkan titik nyala dan titik bakar terkoreksi ke nilai 1ºC terdekat.

3.4.12 Tahapan Pengujian Berat yang Hilang


1. Alat dan Bahan
a. Termometer;
b. Oven yang dilengkapi dengan:
1) Pengatur suhu untuk memanasi sampai (180℃ ± 1℃);
2) Pinggan logam berdiameter 35 cm, menggantung pada oven pada poros
vertikal dan berputar dengan kecepatan 5 sampai 6 putaran per menit.
c. Cawan baja tahan karat atau aluminium berbentuk silinder dengan dasar
yang rata; ukuran dalam: 140 mm, tinggi 9,5 mm dan tebal 0,64 mm – 0,76
mm;
d. Neraca analitik, dengan kapasitas (200 ± 0,001) gram;
e. Benda uji adalah minyak atau aspal sebanyak 100 gram,

2. Persiapan
a. Aduklah contoh minyak atau aspal serta panaskan bila perlu untuk
mendapatkan campuran yang merata;
b. Tuangkan contoh kira-kira (50,0 ± 0,5) gram ke dalam cawan dan setelah
dingin timbanglah dengan ketelitian 0,01 gram (A);
61

c. Benda uji yang diperiksa harus bebas air;


d. Siapkan benda uji ganda (duplo).

3. Langkah Pengujian
a. Letakkan benda uji di atas pinggan setelah oven mencapai suhu (163 ℃);
b. Pasanglah termometer pada dudukannya sehingga terletak pada
tengahtengah antara pinggir pinggan dan poros (sumbu) dengan ujung 6 mm
di Atas pinggan;
c. Ambillah benda uji dari dalam oven setelah 5 jam sampai 5 jam 15 menit;
d. Dinginkan benda uji pada suhu ruang, kemudian timbanglah dengan
ketelitian 0,01 gram (B);
e. Apabila hasil pemeriksaan tidak semuanya sama maka benda uji dengan
hasil yang sama dikelompokkan untuk pemeriksaan ulang.

4. Perhitungan
Perhitungan kehilangan berat pada aspal menggunakan persamaan berikut:
A−B
Kehilangan berat = x 100% ..................................................(3.17)
A
Dengan:
A = Berat benda uji semula;
B = Berat benda uji setelah pemanasan.

3.4.13 Tahapan Pengujian Berat Jenis Aspal


1. Alat
a. Piknometer terbuat dari gelas dengan kapasitas isi 24 mL sampai dengan 30
mL serta berat tidak lebih dari 40 g.
b. Bak perendam memiliki temperatur yang konstan yaitu dapat
mempertahankan temperatur sehingga tidak berbeda lebih dari 0,1 ℃ dari
temperatur pengujian yang diinginkan.
c. Termometer gelas yang sudah dikalibrasi dengan rentang pembacaan yang
memadai serta memiliki skala sekurang-kurangnya tiap 0,1℃ dan dengan
kesalahan maksimum 0,1℃;
d. Timbangan dengan ketelitian 0,002 gram;
62

e. Gelas kimia atau beaker glass dengan isi 600 mL.


2. Langkah pengujian
a. Panaskan contoh aspal dengan hati-hati, pemanasan contoh aspal tidak
boleh lebih dari 110℃;
b. Tuangkan benda uji ke dalam piknometer yang bersih dan kering sampai
tiga per empat dari volume piknometer;
c. Biarkan piknometer beserta isinya pada temperatur udara selama tidak
kurang dari 40 menit dan timbang beserta tutupnya sampai 1 mg terdekat;
d. Isi piknometer dengan aquades yang baru dididihkan dan didinginkan
kembali hingga sesuai dengan temperatur pengujian kemudian piknometer
ditutup secara longgar;
e. Biarkan piknometer terendam dalam air selama tidak kurang dari 30 menit.
Ambil piknometer, keringkan dan timbang.

3. Perhitungan
Perhitungan pada pengujian berat jenis aspal menggunakan persamaan –
persamaan berikut:
(C− A)
a. Berat Jenis = ...........................................................(3.18)
[ ( B− A ) −( D−C ) ]
Dengan:
A = massa piknometer + penutup; (gram)
B = massa piknometer + penutup + air; (gram)
C = massa piknometer + penutup + benda uji; (gram)
D = massa piknometer + penutup + benda uji + air; (gram)
b. Berat Isi = Berat Jenis x WT ................................................................(3.19)
Dengan:
WT = berat isi air pada temperatur pengujian 25 ℃ = 997,0 (SNI 2441-
2011)

3.4.14 Tahapan Pengujian Marshall


1. Alat dan Bahan
63

a. Tiga buah cetakan benda uji yang berdiameter 10,16 dan tinggi 7,62cm,
lengkap dengan pelat alas dan leher sambung;
b. Mesin penumbuk manual atau otomatis lengkap dengan:
1) Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata yang berbentuk
silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm;
2) Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis)
berukuran 20,32 x 20,32 x 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja berukuran
30,48 x 30,48 x 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai beton di keempat
bagian sudutnya.
c. Alat pengeluaran benda uji, untuk mengeluarkan benda uji yang sudah
dipadatkan dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah alat ekstruder yang
berdiameter 10 cm;
d. Alat marshall lengkap dengan:
1) kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung;
2) cincin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg dan atau 5000 kg,
dilengkapi arloji (dial) tekan dengan ketelitian 0,0025 mm;
3) arloji pengukur alir (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta
perlengkapannya.
Alat uji marshall dapat dilihat seperti gambar 3.31.

Gambar 3.31 Alat Uji Marshall


(Sumber: Geolabnemo, 2023)
e. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu yang mampu memanasi
sampai 200 ℃ (± 3℃);
64

f. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu mulai 20 – 60


℃ (± 1℃);

Gambar 3.32 Water Bath Uji Marshall


(Sumber: Universitas Sebelas Maret, 2018)
g. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2
kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram;
h. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250 ℃ dan
1000℃ dengan ketelitian 1% dari kapasitas;
i. Perlengkapan lain:
1) Panci - panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal;
2) Sendok pengaduk dan spatula;
3) Kompor atau pemanas (hot plate);
4) Sarung tangan dari asbes; sarung tangan dari karet dan pelindung
pernapasan (masker).

2. Persiapan
a. Keringkan agregat pada suhu 105 ℃ - 110 ℃ minimum selama 4 jam,
keluarkan dari alat pengering (oven) dan tunggu sampai beratnya tetap;
b. Pisah - pisahkan agregat ke dalam fraksi - fraksi yang dikehendaki dengan
cara penyaringan;
c. Panaskan aspal sampai mencapai tingkat kekentalan yang diinginkan;
d. Pencampuran dilakukan sebagai berikut:
1) Untuk setiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gram
sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 63,5 mm ± 1,27 mm;
65

2) Panaskan panci pencampur beserta agregat kira-kira 28 ℃ di atas suhu


pencampuran untuk aspal padat; bila menggunakan aspal cair pemanasan
sampai 140 ℃ di atas suhu pencampuran;
3) Tuangkan aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan seperti Tabel
3.9 sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan
tersebut; kemudian aduklah dengan cepat pada suhu sesuai B.4 sampai
agregat terselimuti aspal secara merata.
e. Pemadatan dilakukan sebagai berikut:
1) Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk
dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3 ℃;
2) Letakkan cetakan di atas landasan pemadat tahan dengan pemegang
cetakan;
3) Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah
digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan;
4) Masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk - tusuk
campuran keras - keras dengan spatula yang dipanaskan sebanyak 15 kali
keliling pinggirannya dan 10 kali di bagian tengahnya;
5) Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak:
a) 75 kali tumbukkan untuk lalu lintas berat;
b) 50 kali tumbukkan untuk lalu lintas sedang;
c) 35 kali tumbukkan untuk lalu lintas ringan;
dengan tinggi jatuh 457,2 mm selama pemadatan harus diperhatikan agar
sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakan.
f. Pelat alas berikut leher sambung dilepas dari cetakan benda uji, kemudian
cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasang kembali pelat alas
berikut leher sambung pada cetakan yang dibalikkan tadi;
g. Terhadap permukaan benda uji yang sudah dibalikkan ini tumbukah dengan
jumlah tumbukkan yang sama, sesuai e.5);
h. Sesudah pemadatan, lepaskan keping alas dan pasanglah alat pengeluar
benda uji pada permukaan ujung ini;
i. Kemudian dengan hati – hati keluarkan dan letakan benda uji di atas
permukaan yang rata dan biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang;
66

j. Bila diperlukan pendinginan yang lebih cepat dapat dipergunakan kipas


angin meja;
k. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel;
l. Berilah tanda pengenal pada masing-masing benda uji;
m. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm;
n. Timbang benda uji;
o. Rendam dalam air kira-kira 24 jam pada suhu ruangan;
p. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi;
q. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh;
r. Bersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam dari kepala
penekan, sehingga kepala penekan yang atas dapat meluncur bebas.

3. Langkah Pengujian
Waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak
perendaman atau oven sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh
melebihi 30 detik.
a. Rendamlah benda uji dalam bak perendam (water bath) selama 30-40 menit
dengan suhu tetap 60°C (± 1°C);
b. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven dan letakkan ke
dalam segmen bawah kepala penekan;
c. Pasang segmen atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam
mesin penguji;
d. Pasang arloji pengukur alir (flow) pada kedudukannya di atas salah satu
batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol,
sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen
atas kepala penekan;
e. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya
dinaikkan sehingga menyentuh alas cincin penguji;
f. Atur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol;
g. Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50 mm
per menit sampai pembebanan maksimum tercapai atau pembebanan
menurun seperti yang ditunjukkan oleh jarum arloji tekan dan catat
pembebanan maksimum (stability) yang dicapai, untuk benda uji yang
67

tebalnya tidak sebesar 63,5 mm, koreksilah bebannya dengan faktor


perkalian yang bersangkutan dari Tabel 2.6;
h. Catat nilai alir (flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur alir pada
saat pembebanan maksimum tercapai.

4. Perhitungan
a. Kadar Aspal Total
Untuk menghitung kadar aspal total digunakan persamaan berikut:

Berat Aspal
Kadar Aspal Total = x 100 %..................(3.20)
Berat Total Campuran

b. Kadar Aspal Efektif


Untuk menghitung kadar aspal efektif digunakan persamaan berikut:

P ba
Pbe = Pb x Ps ...........................................................................(3.21)
100

Dengan:
Pbe = Kadar aspal efektif, persen terhadap berat total campuran;
Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran;
Ps = Persen agregat terhadap total campuran;
Pba = Penyerapan aspal, persen terhadap berat agregat.

c. Berat Jenis Maksimum Campuran Beraspal


Untuk menghitung berat jenis maksimum campuran dengan kadar aspal
campuran yang berbeda digunakan persamaan berikut:

Pmm
Gmm=
Ps Pb ........................................................................(3.22)
+
Gse Gb

Dengan:
Gmm = Berat jenis maksimum;
Pmm = Persen berat terhadap total campuran (=100);
Ps = Persen agregat terhadap total campuran;
Gse = Berat jenis efektif agregat;
Gb = Berat jenis aspal;
68

Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran.

d. Kadar Aspal Efektif

Untuk menghitung kadar aspal efektif digunakan persamaan berikut:

P ba
Pbe = Pb x Ps ...........................................................................(3.23)
100

Dengan:
Pbe = Kadar aspal efektif, persen terhadap berat total campuran;
Pb = Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran;
Ps = Persen agregat terhadap total campuran;
Pba = Penyerapan aspal, persen terhadap berat agregat.

e. Penyerapan Air
Untuk menghitung penyerapan air digunakan persamaan berikut:

B−A
Penyerapan Air = x 100 ...................................................(3.24)
B−C

Dengan:
A = Berat benda uji;
B = Berat SSD (saturated surface dry);
C = Berat dalam air.

f. Penyerapan Aspal
Untuk menghitung penyerapan aspal digunakan persamaan berikut:

Gse−Gsb
Pba = 100 Gb ...............................................................(3.25)
Gsb Gse

Dengan:
Pba = Penyerapan aspal;
Gse = Berat jenis efektif agregat;
Gsb = Berat jenis curah agregat;
Gb = Berat jenis aspal.

g. Rongga di antara mineral agregat (Voids in Mineral Aggregate, VMA)


Untuk menghitung VMA digunakan persamaan berikut:
69

Gmb x Ps
VMA = 100 - .............................................................(3.26)
Gsb

Dengan:
VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen terhadap volume total
campuran;
Gsb = Berat jenis curah agregat;
Gmb = Berat jenis curah campuran padat.

h. Rongga dalam campuran beraspal (Voids In Mix, VIM)


Untuk menghitung VIM digunakan persamaan berikut:

Gmm−Gmb
VIM = 100 ............................................................(3.27)
Gmm

Dengan:
VIM = Rongga di dalam campuran, persen terhadap volume total campuran;
Gmb = Berat jenis campuran padat;
Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

i. Rongga terisi aspal (Voids Filled Bitumen, VFB)


Untuk menghitung VFB digunakan persamaan berikut:
100(VMA−VIM )
VFB = ...........................................................(3.28)
VMA

Dengan:
VFB = Rongga terisi aspal, persen terhadap VMA;
VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen terhadap volume total
campuran;
VIM = Rongga di dalam campuran, persen terhadap volume total campuran.

j. Berat Isi
Untuk menghitung berat isi digunakan persamaan berikut:

Berat Benda Uji


Berat isi = ........................................................(3.29)
Isi Benda Uji

k. Stabilitas
Untuk menghitung stabilitas digunakan persamaan berikut:
70

Stabilitas = Pembacaan Arloji Tekan x Angka Korelasi ............(3.30)

l. Alir (flow)
Angka alir (flow) dibaca pada arloji pengukur alir.
71

3.5 Benda Uji


Ukuran benda uji dapat dilihat pada gambar 3.33 Di bawah ini.

63,5 mm
1

101 mm

Gambar 3.33 Ukuran benda uji


Ket:

1 = Campuran aspal berupa gabungan dari agregat kasar, agregat halus, filler dan
aspal dengan ukuran tebal 63,5 mm dan diameter 101 mm;

2 = Kertas berbentuk silinder, berguna agar campuran aspal tidak melekat pada
cetakan dengan ukuran diameter 100 mm dan dilapisi minyak pada salah satu
sisinya.

Benda uji terbuat dari campuran agregat kasar, agregat halus, filler dan
aspal padat dengan penetrasi 60/70. Gradasi agregat yang digunakan berukuran
maksimum 4,75 mm (LTBA-A) dengan spesifikasi sesuai dengan SNI 8132-2016
tabel 5.
Metode pelaksanaan pembuatan benda uji dimulai dari pencampuran
bahan – bahan yang dipanaskan pada suhu 120-150℃, lalu dipadatkan dengan
cara ditumbuk pada cetakan dengan jumlah tumbukan 2x60; 2x75 dan 2x90.
Masing – masing variasi jumlah tumbukan dibuat 3 sampel. Setelah pemadatan,
benda uji ditimbang dan direndam dalam air dengan suhu 25 ℃ selama 24 jam.
Setelah 24 jam angkat benda uji lalu timbang berat SSD, kemudian benda uji
direndam kembali ke dalam waterbath dengan suhu 60℃ selama 30 menit.
72

Setelah perendaman dalam waterbath benda uji diangkat dan dilakukan uji
marshall. Benda uji diletakkan pada prooving ring di alat uji marshall, kemudian
alat uji marshall dinyalakan. Terdapat 2 pembacaan yang dilakukan yaitu
stabilitas dan flow pada alat uji marshall, baca dan catat hasil dari pembacaaan
alat.

3.6 Bagan Alir Penelitian


73
74

Pembuatan
Benda Uji

Perendaman
25℃ selama
24 jam

Perendaman
60℃ selama
30 menit

Uji Marshall

 Flow
 Stabilitas

Analisis dan
Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.34 Bagan Alir Penelitian


75

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Bahan


4.1.1 Pengujian Analisa Saringan
Hasil dari pengujian analisa saringan didapatkan gradasi gabungan agregat memenuhi spesifikasi sesuai dengan SNI 8132 – 2016.
Tabel gradasi gabungan agregat dapat dilihat seperti pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Gradasi Gabungan Agregat Sesuai Spesifikasi

% Lolos Gradasi
Ukuran Saringan % Lolos Saringan Sesuai
Kerikil Screening Abu batu Semen Gabungan
Spesifikasi
ASTM mm 100,0 20 100,0 68,0 100,0 10,0 100,0 2,0 Agregat
1/2 12,5 100,0 20,0 100,0 68,0 100,0 10,0 100,0 2,0 100,0 100 - 100
3/8 9,5 100,0 20,0 100,0 68,0 100,0 10,0 100,0 2,0 100,0 95 - 100
4 4,75 88,8 17,8 99,8 67,8 100,0 10,0 100,0 2,0 97,6 90 - 100
8 2,36 60,6 12,1 89,6 61,0 96,3 9,6 100,0 2,0 84,7 56 - 86
16 1,18 39,4 7,9 62,0 42,2 68,1 6,8 100,0 2,0 58,9 30 - 60
30 0,6 32,5 6,5 34,7 23,6 46,4 4,6 100,0 2,0 36,8 18 - 37
50 0,3 18,7 3,7 18,9 12,9 27,1 2,7 100,0 2,0 21,3 11 - 25
200 0,075 10,5 2,1 6,3 4,3 8,5 0,8 100,0 2,0 9,3 6 - 12
76

Gambar 4.1 Grafik Gradasi Gabungan Agregat


Tabel 4.2 Tabel Penentuan Kadar Aspal dan Proporsi Campuran Aspal
Menentukan Kadar Aspal
%kadar Aspal = 0,035 (%CA) + (0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K

CA = Agregat diatas saringan no. 8


FA = Agregat lolos saringan no. 8, tertahan saringan no. 200
FF = Agregat lolos saringan no. 200
K = 1

CA = 100 - 84,7 = 15,3


FA = 84,7 - 9,3 75,4
FF = 9,9 9,3
K = 1

%kadar aspal 6,60 %

Kerikil 20 %
Screening 68 %
%Proporsi
Abu Batu 10 %
Campuran Aspal
Semen 2 %
Total 100 %
Kadar Aspal 6,60 %
Berat Sample 1200,00 gram
Berat Agregat 1120,82 gram
Kerikil 224,16 gram
Screening 762,16 gram
Abu Batu 112,08 gram
Semen 22,42 gram
Aspal 79,18 gram
Total 1200,00 gram
77

4.1.2 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar


Hasil dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar didapatkan
berat jenis curah kering rata - rata (S d) = 10,3; berat jenis curah jenuh kering
permukaan rata – rata (Ss) = 11,0; berat jenis semu (S a) = 43,1; dan penyerapan air
(Sw) = 7,9 %. Rincian form pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar
dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Form Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar
Nama : Harta Meangga Wicakopus
Pengujian : Berat Jenis & Penyerapan Air Agregat Kasar
Tanggal : 04 Juli 2023
Waktu : 14.52
Tempat : Laboratorium Jalan Workshop TRKJJ
No Pengujian Notasi Kerikil ScreeningAbu Batu Rata - rata
1 Berat Cawan W 209,9 252,8 210,0
Berat Cawan + Benda Uji
2 W1 1679,3 1703,3 1685,4
Setelah di oven
Berat Benda Uji Kering
3 A 1469,4 1450,5 1475,4 1465,1
Oven (gram)
Berat Benda Uji Kondisi
4 Jenuh Kering Permukaan B 1523,8 1629,2 1588,5 1580,5
di Udara (gram)
5 Berat Dalam Air (gram) C 1416,7 1390,6 1456,3 1421,2

No Perhitungan Notasi Kerikil ScreeningAbu Batu Rata - rata


Berat Jenis Curah Kering ‫ܣ‬
1 13,7 6,1 11,2 10,3
(Sd) ሺ‫ ܤ‬െ‫ܥ‬ሻ
Berat jenis curah jenuh ‫ܤ‬
2 14,2 6,8 12,0 11,0
kering permukaan (Ss) ሺ‫ ܤ‬െ‫ܥ‬ሻ
‫ܣ‬
3 Berat jenis semu (Sa) 27,9 24,2 77,2 43,1
ሺ‫ ܣ‬െ‫ܥ‬ሻ
‫ ܤ‬െ‫ܣ‬
4 Penyerapan air (Sw) ‫ͲͲͳ ݔ‬Ψ 3,7 12,3 7,7 7,9
‫ܣ‬

4.1.3 Pengujian Keausan Agregat Kasar


Hasil dari pengujian keausan agregat kasar didapatkan nilai keausan rata -
rata = 11,93% dan memenuhi spesifikasi agregat sesuai dengan SNI 8132-2016,
dapat dilihat form pengujian pada tabel 4.4.
78

Tabel 4.4 Form Pengujian Keausan Agregat Kasar

Nama : Harta Meangga Wicakopus


Pengujian : Pengujian Abrasi dengan Mesin Los Angeles
Tanggal : 05 Juli 2023
Waktu : 16.14

Gradasi Pemeriksaan Jumlah Putaran= Putaran


Ukuran Saringan I II
Lolos Tertahan Berat (a) Berat (a)
6,35 (¼") 4,75 (No. 4) 2505,3 2497,8
4,75 (No. 4) 2,36 (No. 8) 2502,6 2507,1
Jumlah Berat Semula (a) 5007,9 5004,9
Berat Tertahan saringan No. 12 sesudah
4573,22 4244,7
pengujian (b)
௔ି ௕
Keausan = x 100% 8,68 15,19

Rata - rata 11,93

4.1.4 Pengujian Angularitas Agregat Kasar


Hasil dari pengujian angularitas agregat kasar yang mempunyai satu
bidang pecah atau lebih = 96,5 % dan yang mempunyai dua bidang pecah atau
lebih = 92,8 % memenuhi spesifikasi sesuai dengan SNI 8132 – 2016, dapat
dilihat seperti tabel 4.5.

Tabel 4.5 Form Pengujian Angularitas Agregat Kasar

Pengujian
Uraian Satu bidang pecah Dua bidang pecah
atau lebih atau lebih
Berat benda uji yang
424,6 575,4
memiliki bidang pecah (B)
Berat benda uji tertahan di
4,4 6,2
saringan no 4
Angularitas = (A/B) x 100% 96,5 92,8

4.1.5 Pengujian Kelekatan Aspal Pada Agregat Kasar


Pengujian menggunakan aspal semi padat dengan penetrasi 60/70 yang
dipanaskan pada suhu 150℃ dan diaduk dengan agregat kasar hingga merata.
79

Setelah campuran merata, didinginkan sampai dengan suhu ruangan sekitar 25℃
dan di rendam ke dalam air selama 24 jam. Dapat dilihat setelah 24 jam hasil
perendaman dengan pengamatan visual campuran aspal yang melekat pada
agregat kasar adalah 95% dan memenuhi spesifikasi sesuai dengan SNI 8132 -
2016.

4.1.6 Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong Agregat Kasar


Hasil dari pengujian partikel pipih dan lonjong agregat kasar didapatkan
rata – rata partikel pipih (F) = 0,25 %; partikel lonjong (E) = 0,10 %; partikel
tidak pipih dan tidak lonjong (NFNE) = 0,12 %; partikel pipih dan lonjong (FE) =
0,3% dan partikel tidak pipih dan lonjong / kubikal (NFE) = 0,2 % memenuhi
spesifikasi SNI 8132 – 2016. Form pengujian dapat dilihat seperti pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Form Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong Agregat Kasar
Nama : Harta Meangga Wicakopus
Pengujian : Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong Agregat Kasar
Tanggal : 06 Juli 2023
Waktu : 14.09
Berat
contoh uji 1000
(wt) =
Berat
Tertahan Tdk pipih & tdk Lonjong
Ukuran Berat tertahan Butiran Yang Pipih (fi) Butiran Yang Lonjong (ei)
Gradasi Agregat % tertahan Setelah (NfNei)
Saringan (w) gram
Pengurangan
Gram Gram % Gram % Gram %
a b c d= c*wt/pt e f g = f/e*100 h I = h/e*100 j k = j/e*100
3/4 100 0 0 -0,1 0 0 0
1/2 100 0 0 -0,1 0 0 0
3/8 95,1 4,9 1000 1000 247 0,25 101,4 0,10 121,60 0,12
Total % tertahan (pt = p1 + p2 p3 Rata - rata Rata - rata Rata - rata (%)
4,9 0,25 0,10 0,12
+…) = (%) = (%) = =

Lanjutan Tabel 4.6 Form Pengujian Partikel Pipih dan Lonjong


Berat
Tertahan
Gradasi Berat tertahan
Ukuran Saringan % tertahan Setelah Pipih & Lonjong (fei) Tidak Pipih & Lonjong (Nfei)
Agregat (w) gram
Pengurangan
≥ 10%

Gram Gram % Gram %


a b c d= c*wt/pt e f g = f/e*100 h i = h/e*100
3/4 100 0 0 -0,1 0 0
1/2 100 0 0 -0,1 0 0
3/8 95,1 4,9 1000 1000 328,6 0,3 200,0 0,2
Total % tertahan (pt = Rata - rata Rata - rata (%)
4,9 0,3 0,2
p1 + p2 p3 +…) = (%) = =
80

4.1.7 Pengujian Material Lolos Ayakan No. 200


Hasil dari pengujian material lolos ayakan no 200 didapatkan nilai lolos
ayakan no 200 = 0,05% dan memenuhi spesifikasi SNI 8132 – 2016 dengan nilai
maks 1%. Form pengujian material lolos ayakan no 200 dapat dilihat seperti pada
tabel 4.7.
Tabel 4.7 Form Pengujian Material Lolos Ayakan No. 200

Nama : Harta Meangga Wicakopus

Pengujian : Partikel Lolos Saringan No. 200

Tanggal : Jum'at, 7 Juli 2023


Waktu : 15.30

Berat Benda
Uji (W0)= 500
Berat kering
% bahan lolos
Berat Benda Berat Kering benda uji
Berat kering saringan
Uji + Wadah Benda Uji sesudah
benda uji Nomor 200
(W1) Awal (W3) pencucian
Berat Wadah (W2) sesudah (W6)
(W5)
pencucian +
W6 = ((W3 -
W1 = W0 + W3 = W1 - wadah (W4) W5 = W4 -
W5)/W3) x
W2 W2 W2
100%
Gram Gram Gram Gram Gram persen (%)
709,70 209,70 500,00 696,00 486,30 0,03
722,50 222,50 500,00 689,33 466,83 0,07
0,05
Rata - Rata

4.1.8 Pengujian Penetrasi


Hasil pengujian penetrasi aspal didapatkan nilai penetrasi = 71 dan
memenuhi spesifikasi SNI 8132 – 2016. Form pengujian penetrasi aspal dapat
dilihat seperti pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Form Penetrasi Aspal
81

4.1.9 Pengujian Titik Lembek Aspal


Hasil dari pengujian titik lembek aspal didapatkan nilai titik lembek pada
suhu rata – rata = 57,1℃ dan memenuhi spesifikasi pada SNI 8132 – 2016. Form
pengujian titik lembek dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Form Pengujian Titik Lembek Aspal
Nama :Harta Meangga Wicakopus
Pengujian :Pengujian Titik Lembek Aspal
Tanggal :Rabu, 6 Juli 2023
Waktu :13.54
Temperatur oven
Contoh dipanaskan Mulai 13.54 110

Selesai 13.59

Direndam pada Temperatur


Mulai 13.59 2,4
temperatur 25ᵒC dalam air es ℃
Selesai 14.16
Pemeriksaan titik
lembek mulai dari Mulai 14.16
suhu 5ᵒC
Selesai 14.26
Suhu yang diamati Waktu (detik) Titik Lembek (ᵒC)
5
10 60
15 105
20 160
25 204
30 252
35 301
40 364
45 418
50 462
55 521 57,4-56,8
60 577
Rata - rata 57,1

4.1.10 Pengujian Daktilitas Aspal


Hasil dari pengujian daktilitas aspal didapatkan nilai daktalitas sepanjang =
1226 mm atau 1,2 m dan memenuhi spesifikasi SNI 8132 – 2016. Form pengujian
dapat dilihat pada tabel 4.10.
82

Tabel 4.10 Form Pengujian Daktalitas Aspal


Nama : Harta Meangga Wicakopus
Pengujian : Daktalitas Aspal
Tanggal : 06 Juli 2023
Waktu : 11.56

Temperatur
Contoh dipanaskan Mulai 11.56 150
Oven℃
Selesai 11.58

Contoh uji dituangkan Mulai 11.59 Temperatur℃ 150


Selesai 12.00

Didiamkan pada temperatur Temperatur


Mulai 12.00 28
ruang ruang℃
Selesai 12.30

Temperatur bak
Direndam pada bak perendam Mulai 12.30 25
perendam℃
Selesai 14.02

Persiapan pengujian direndam


Mulai 14.03
pada bak perendam
Selesai 14.07

Pemeriksaan daktilitas pada


Mulai 14.07
temperatur 25℃
selesai 14.36

Daktilitas pada 25℃, 5 cm/menit 1 2


1 1372 1197
Pengamatan 2 1260 1075
3
Rata - rata 1226

4.1.11 Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal


Hasil pengujian titik nyala dan titik bakar aspal didapatkan nilai titik nyala
aspal berada pada suhu = 232℃ dan titik bakar aspal berada pada suhu = 232 ℃,
pengujian titik nyala dan titik bakar memenuhi spesifikasi SNI 8132 – 2016. Form
Pengujian titik nyala dan titik bakar aspal dapat dilihat pada tabel 4.11.
83

Tabel 4.11 Form Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Nama : Harta Meangga Wicakopus
Pengujian : Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal
Tanggal : 05 Juli
Waktu : 10.50

Contoh dipanaskan Mulai Jam 10.50 Temeperatur oven


Selesai Jam 10.54

Pemanasan dari: Jam 10.54 15℃ permenit


56℃ dibawah titik nyala 10.59

Dari 56℃ sampai 28℃


dibawah titik nyala
perkiraan Mulai Jam 10.59 5-6℃ permenit Titik nyala perkiraan
Selesai Jam 11.02

Dari 28℃ sampai titik


nyala Mulai Jam 11.02 2℃ permenit
Selesai Jam 11.06
Temperatur di Bawah Titik Nyala Pembacaan Temperatur
Menit ℃ Menit ℃
1 120 17 12 120 ℃
2 105 18 10 127 ℃
3 90 19 5 140 ℃
4 75 20 160 ℃
5 60 21 168 ℃
6 45 22 182 ℃
7 40 23 195 ℃
8 35 24 205 ℃
9 30 25 213 ℃
10 25 26 225 ℃
11 20 27 232 ℃
12 18 28 ℃ ℃
13 16 29 ℃ ℃
14 14 30 ℃ ℃
15 12 31 ℃ ℃
16 32 ℃ ℃
Titik Nyala 231℃

Titik Bakar 232℃


84

4.1.12 Pengujian Berat yang Hilang dari Aspal


Hasil pengujian berat yang hilang dari aspal didapatkan nilai berat yang
hilang rata – rata = 0,72% dan memenuhi spesifikasi SNI 8132 – 2016. Form
pengujian berat yang hilang dari aspal dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Form Pengujian Berat yang Hilang dari Aspal


Nama : Harta Meangga Wicakopus
Pengujian : Berat yang Hilang dari Aspal
Tanggal : 05 Juli 2023
Waktu : 11.59
Contoh dipanaskan Mulai 11.59
Selesai 12.04

Didiamkan pada suhu ruang Mulai 12.04


Selesai 12.35

Kehilangan Berat 163℃ Mulai 12.35


Selesai 17.35

Berat sebelum Berat Setelah


Berat Cawan Berat Benda Uji
pemanasan Pemanasan Berat Yang Hilang
W C A B
174,3 50,2 224,5 221,9 1,16
167 50 218 217,4 0,28
Rata - rata 0,72

4.1.13 Pengujian Berat Jenis Aspal


Hasil pengujian berat jenis aspal didapatkan nilai berat jenis = dan
memenuhi spesifikasi SNI 8132 – 2016. Form pengujian berat jenis aspal dapat
dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.13 Form Pengujian berat Jenis Aspal
Nama : Harta Meangga Wicakopus
Pengujian : Pengujian Berat Jenis Aspal
Tanggal : 4 Juli 2023
Waktu : 13.17

Massa Piknometer + Aspal (C) 61,8 gram


Massa Piknometer kosong (A) 23,7 gram
Massa Aspal ( C ) - (A) 38,1 gram
Massa Piknometer + Air (B) 81,2 gram
Massa Piknometer Kosong 23,7 gram
Massa Air (B - A) 57,5 gram
Massa Piknometer + Aspal + Air (D) 82,4 gram
Massa Piknometer + Aspal (C) 61,8 gram
Massa Air (D - C) 20,6 gram
Massa Air (B - A) - (D - C) 36,9 gram
Berat Jenis = ሺ െ ሻ 1,03 gram
ሾ െ െ െ ሿ

Berat Isi = ‡”ƒ– ‡ ‹• ‫ ݔ‬: 7 1029,4 gram


85

4.1.14 Pengujian Marshall


Tabel 4.14 Form Pengujian Marshall
Nama : Harta Meangga Wicakopus %Agregat = 93,3
Pengujian : Pengujian Marshall %Aspal = 6,6
Tanggal : 17 Juli 2023 Gb = 1,03
Waktu : 12.00
Kalibrasi
Prooving 37,17
Ring
% Rongga % Rongga Stabilitas
Berat Jenis % Rongga Stabilitas (Stabilitas x Angka Hasil
% aspal terhadap Isi Berat Isi Diantara Terhadap Pembacaan (Stabilitas x Kelelehan
Berat Contoh Maksimum Terisi Aspal Kalibrasi Proving Korelasi Bagi
Jumlah % aspal terhadap agregat Berat Contoh Berat Jenuh Tebal Benda Contoh (Gmb) Agregat Campuran Stabilitas Koreksi (Flow)
Dalam Air GMM (VFB) Ring) Stabilitas Marshall
No Tumbukan campuran Kering (gram) Contoh (gram) Uji (mm) (VMA) (VIM) Benda Uji)
(gram) ͳͲͲ
ሺ݄ ‫ͲͲͳ כ‬െܾ ሻ ͳͲͲ‫ כ‬ሺ݆ െ݇ ሻ
100*(b/(100-b)) e-f d:g ͳͲͲെܾ
‫݁ݏ ܩ‬
ܾ
൅ ‫ܤܩ‬ ͳͲͲെ
‫ܤ ܵܩ‬
ͳͲͲ
ሺ݅ െ݄ ሻ
݅ ݆
a b c d e f g h i j k l m n o p q
1 60 6,60 7,1 1152,4 1170 787 62,6 383 3,0 5,3 60,3 42,9 28,8 20,0 743,4 0,8 594,7 5,5 108,131
2 60 6,60 7,1 1164,8 1185 768 65,9 417 2,8 5,3 63,1 47,0 25,6 33,0 1226,6 0,8 981,3 4,6 213,323
3 60 6,60 7,1 1179,1 1190 740 63,4 450 2,6 5,3 65,4 50,3 23,1 32,0 1189,4 0,8 951,6 3,9 243,988
64,0 62,9 46,7 25,8 28,3 1053,2 4,7
1 75 6,60 7,1 1159,3 1175 870 50,9 305 3,8 5,3 49,8 27,9 44,1 32,0 1189,4 1,1 1260,8 4,3 293,211
2 75 6,60 7,1 1206,9 1220 848 52,2 372 3,2 5,3 57,2 38,4 32,8 24,0 892,1 1,1 945,6 4,5 210,134
3 75 6,60 7,1 1165,2 1185 862 52,3 323 3,6 5,3 52,4 31,5 39,8 24,0 892,1 1,1 945,6 3,7 255,569
51,8 53,1 32,6 38,9 26,7 991,2 4,2
1 90 6,60 7,1 989 1005 724 49,6 281 3,5 5,3 53,5 33,2 38,0 20,0 743,4 1,2 892,1 4,5 198,24
2 90 6,60 7,1 976 995 645 46,1 350 2,8 5,3 63,2 47,1 25,5 20,0 743,4 1,2 892,1 4 223,02
3 90 6,60 7,1 997 1010 708 45,7 302 3,3 5,3 56,4 37,3 33,8 0,0 0,0 1,2 0,0 0 0
47,1 57,7 39,2 32,4 13,3 495,6 2,8

Hasil dari pengujian Marshall didapatkan nilai VMA rata – rata dari jumlah tumbukan 60 = 62,9%; jumlah tumbukan 75 = 53,1%
dan jumlah tumbukan 90 = 57,7%, maka nilai VMA dari setiap jumlah tumbukan memenuhi spesifikasi. Untuk nilai VIM dari jumlah
tumbukan 60 = 46,7%; jumlah tumbukan 75 = 32,6% dan jumlah tumbukan 90 = 39,2%, maka nilai VIM dari setiap jumlah tumbukan
tidak memenuhi spesifikasi. Nilai VFB untuk jumlah tumbukan 60 = 25,8%; jumlah tumbukan 75% = 38,9% dan jumlah tumbukan 90 =
32,4%, maka nilai VFB dari setiap jumlah tumbukan tidak memenuhi spesifikasi. Nilai stabilitas rata – rata dari jumlah tumbukan 60 =
1053,2; jumlah tumbukan 75 = 991,2 dan jumlah tumbukan 90 = 495,6, maka nilai stabilitas dari jumlah tumbukan 60 dan 90 memenuhi
spesifikasi, sedangkan jumlah tumbukan 90 tidak memenuhi spesifikasi. Flow rata – rata jumlah tumbukan 60 = 4,7; jumlah tumbukan 75 =
4,2 dan jumlah tumbukan 90 = 2,8, maka nilai flow dari jumlah tumbukan 60 tidak memenuhi spesifikasi, sedangkan jumlah tumbukan 75
dan 90 memenuhi spesifikasi.
86

Dari tabel 4.14 didapatkan grafik hubungan antara jumlah tumbukan


dengan nilai – nilai karakteristik marshall, seperti dibawah ini.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai VMA

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai VIM

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai VFB

86
87

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai Stabilitas

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Jumlah Tumbukan dengan Nilai Flow
88

4.2 Rekap Hasil Pemeriksaan Bahan dan Nilai Karakteristik Marshall


Dari hasil pemeriksaan bahan yang telah dilakukan maka didapatkan nilai
dari setiap pengujian memenuhi spesifikasi SNI 8132 – 2016, seperti ditunjukan
pada tabel 4.15. Sedangkan nilai karakteristik marshall yang didapatkan
bervariasi, seperti pada tabel 4.16.

Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Bahan

Tabel 4.16 Rekapitulasi Nilai Karakteristik Marshall


89

Nilai Jumlah
No Nilai Karakteristik Marshall Nilai Rata - Rata Keterangan
Spesifikasi Tumbukan

60 46,7 Tidak Memenuhi


Min. 3,0;
1 Rongga dalam Campuran (VIM), %
Maks. 5,0 75 32,6 Tidak Memenuhi
90 39,2 Tidak Memenuhi

60 62,9 Memenuhi
2 Rongga dalam Agregat (VMA), % Min. 16 75 53,1 Memenuhi
90 57,7 Memenuhi

60 25,8 Tidak Memenuhi


3 Rongga Terisi Aspal (VFB), % Min. 65 75 38,9 Tidak Memenuhi
90 32,4 Tidak Memenuhi

60 1053,2 Memenuhi
4 Stabilitas Marshall, Kg Min. 800 75 991,2 Memenuhi
90 495,6 Tidak Memenuhi

60 4,7 Tidak Memenuhi


Min. 2 ;
5 Pelelehan, mm
Maks. 4,5 75 4,2 Memenuhi
90 2,8 Memenuhi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
a. Dari hasil pengujian marshall yang telah dilakukan di laboratorium PT Bumi
Karsa Proyek Preservasi Jalan Samarinda – Bontang didapatkan nilai VMA
dan VIM cenderung menurun jika jumlah tumbukannya semakin besar, yang
artinya rongga dalam agregat dan rongga terisi aspal semakin kecil jika
tumbukannya semakin besar, sedangkan nilai VFB naik tetapi tidak
memenuhi spesifikasi, yang artinya aspal tidak seluruhnya masuk ke dalam
campuran. Nilai stabilitas campuran aspal semakin menurun dan nilai flow
turun, yang artinya jika tumbukannya makin besar maka nilai kestabilannya
akan semakin kecil dan tingkat kelelehannya juga semakin kecil yang
menyebabkan campuran aspal akan semakin runtuh.

b. Jumlah tumbukan paling optimal pada pengujian marshall yang dilakukan


adalah jumlah tumbukan 75x, sesuai dengan tabel 4.15 nilai karakteristik
marshall yang memenuhi lebih banyak diantara jumlah tumbukan yang lain,
angka stabilitasnya cukup tinggi serta tingkat kelehannya relatif lebih rendah
dari jumlah tumbukan lainnya.

5.2 Saran
Dari hasil penelitian pengaruh jumlah tumbukan pada lapis tipis beton aspal
terhadap nilai karakteristik marshall, penyusun mengemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
a. Untuk penelitian selanjutnya, jumlah untuk material agregat kerikil pada
campuran aspal dapat dikurangi agar material halus pada campuran lebih
banyak dan campuran aspal yang dihasilkan lebih halus;
b. Kedepannya dapat membuat variasi campuran aspal dengan jumlah yang lebih
banyak agar data yang dihasilkan lebih beragam;
c. Diperlukan alat dan bahan yang cukup agar semua pengujian dapat dilakukan
dan campuran aspal yang dibuat lebih maksimal.

90
DAFTAR PUSTAKA

Alifia. (2020). Titik Lembek Aspal. https://www.scribd.com/document/44861


3060/03-Titik-Lembek-Aspal-pdf
Badan Litbang Departmen Pekerjaan Umum. (1991). Metode Pengujian Daktilitas
Bahan-Bahan Aspal. SNI 06-2432-1991.
Badan Litbang Departmen Pekerjaan Umum. (1991b). SNI 06-2440-1991 Metode
Pengujian Kehilangan Berat Minyak dan Aspal dengan Cara A. SNI, 06-
2440-1991, 5.
http://sni.litbang.pu.go.id/%0Ahttps://pesta.bsn.go.id/produk /detail/ 2806-
sni06-2440-1991
Badan Litbang Departmen Pekerjaan Umum. (1996). Metode Pengujian Jumlah
Bahan Dalam Agregat Yang Lolos Saringan No. 200 (0,075 Mm). SNI 03-
4142-1996, 200(200), 3.
Badan Litbang Departmen Pekerjaan Umum. (2006). Cara Uji Butiran Agregat
Kasar Berbentuk Pipih, Lonjong, atau Pipih dan Lonjong. RSNI T-01-2005,
1–14.
Badan Standar Nasional Indonesia. (2008). Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan
Air Agregat Kasar. SNI-1969-2008.
Badan Standarisasi Nasional. (2008). Cara Uji Keausan Agregat Dengan Mesin
Abrasi Los Angeles. SNI 2417-2008.
Badan Standarisasi Nasional. (2011). Cara Uji Penetrasi Aspal. SNI 2456 - 2011.
Badan Standarisasi Nasional. (2011). Cara Uji Titik Lembek Aspal dengan Alat
Cincin dan Bola. SNI 2434-2011.
Badan Standarisasi Nasional. (2011). Cara Uji Titik Nyala Dan Titik Bakar
Raspal Dengan Alat Cleveland Open Cup. SNI-2433-2011.
Badan Standarisasi Nasional. (2011). Metode Uji Penyelimutan Dan
Pengelupasan Pada Campuran Agregat-Aspal. SNI 2439, 1–11.
Badan Standarisasi Nasional. (2011). SNI 2441:2011 tentang Cara Uji Berat Jenis
Aspal Keras. Badan Standar Nasional Indonesia.
https://binamarga.pu .go.id/uploads/files/648/sni-24412011-cara-uji-berat-
jenis-aspal-keras.pdf
Badan Standarisasi Nasional. (2012). Metode Uji Untuk Analisis Saringan
Agregat Halus dan Agregat Kasar. SNI ASTM C 136-2012, 24.
https://pesta.bsn.go.id /produk/detail/9112-sniastmc1362012
Badan Standarisasi Nasional. (2015). Cara Uji Kelarutan Aspal. SNI 2438-2015.
DinasPUPR. (2020). Jenis-jenis Aspal dan fungsinya. https://dinaspupr.bandaaceh
kota.go.id/2020/07/11/jenis-jenis-aspal-dan-fungsinya/
Direktorat Jenderal Bina Marga. (2020). Spesifikasi Umum Bina Marga 2018
Untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan (Revisi 2). Kementerian

91
92

Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, Oktober, 1036.


Fahmi, I. (2022). Analisa Pengaruh Variasi Jumlah Tumbukan Pada Campuran
Aspal Terhadap Nilai Karakteristik Marshall.
Geo Lab Nemo. (2017). Specific gravity frame and baskets. https://www.geolab
nemo.com/product/specific-gravity/
Geolabnemo. (2023). Alat Uji Marshall pada Aspal. https://www.indotrading.com
/civillab/alat-uji-marshall-p449604.aspx
Ginting, D. K. (2019). Kajian Eksperimental Perbandingan Kadar Aspal Variasi
Pada Campuran Ac Wc. 1–23.
Handoyo, M. A. (2019). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN
PUSTAKA 2.1. 1–64. Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local., 1(69), 5–
24.
Ilmutekniksipil.com, A. (2012). Berat Jenis Bitumen. https://www.ilmuteknik
sipil.com/perkerasan-jalan-raya/berat-jenis-bitumen
Impact-Test. (2013). SL190-Standard-Penetrometer. https://www.impact- test.co.
uk/products/3179-standard-penetrometer/
Infratest. (2019). Automatic Digital Penetrometer.
https://infratest.net/en/produkt /automatic-digital-penetrometer/
Lesmana, Y. (2018). Keausan (Abrasi) Agregat Kasar Memakai Mesin Los
Angeles.
Meidi. (2021). Fungsi-Oven-Laboratorium. https://blogkimia.com/fungsi-oven-
laboratorium/
Nizar Store, 005. (2023). Timbangan Counting Digital 30Kg Acis / Ac-30X,
Timbangan Hitung. https://www.blibli.com/p/timbangan-counting-digital-
30kg-acis-ac-30x-timbangan-hitung/ps--NIS-70285-02626
Pangemanan dkk. (2015). Pengaruh Suhu dan Durasi Terendamnya Perkerasan
Beraspal Panas Terhadap Stabilitas Dan Kelelehan (Flow). Sipil Statik, 3(2),
86. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jss/article/view/6862
Podomoro, U. (2023). Saringan Agregat. https://cem.podomorouniversity.ac.id
/facilities
Pratama, D. (2011). Analisa Pengaruh Variasi Jumlah Tumbukan Pada Proses
Pemadatan Campuran Aspal Beton. Jakarta, 1, 14–48.
Primatama, C. T. (2023). Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar.
https://m.indotrading.com/teguhprimatama/berta-jenis-aggregate-
p142329.aspx
Putraco. (2017). Cara Menguji Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles.
https://www.kitasipil.com/2017/04/cara-menguji-keausan-agregat-dengan-
mesin-los-angeles/
Rahayu, A. (2019). Bab iii landasan teori 3.1. Http://E-
Journal.Uajy.Ac.Id/7244 /4/3TF03686.Pdf, 2010, 15–48.
93

Sitanggang, H. B. S. (2014). Penggunaan Filler Semen Portland Pada Ac-Wc


Halus Spesifikasi Jalan Bina Marga 2010
Universitas Sebelas Maret. (2018). Buku Petunjuk Teknis Pengujian Karakteristik
Aspal Keras. https://sipil.ft.uns.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/Modul
_PJR.pdf
Wijaya, B. A. dkk. (2016). Laporan Praktikum Matakuliah Praktik Perkerasan
Jalan Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat Halus.
94

LAMPIRAN
95

Lampiran 1 Dokumentasi Pengujian


1. Analisa Saringan
Menimbang benda uji

Mengayak benda uji


96

2. Berat Jenis Agregat


Menimbang benda uji

Perendaman dalam air selama 24 jam

Menimbang benda uji dalam air


97

3. Keausan Agregat kasar


Mesin Los Angeles

Hasil pengujian keausan (abrasi)

Benda uji hasil uji keausan disaring, nomor saringan no. 12


98

4. Uji Angularitas
Memilah agregat yang memiliki satu bidang pecah atau lebih

5. Uji Kelekatan Aspal


Benda uji sebelum dicampur cairan aspal

Aspal dipanaskan sampai mencair

Mengaduk campuran aspal


99

Benda uji yang telah diberi aspal dan direndam selama 18 jam

6. Uji Partikel Pipih dan Lonjong


Partikel pipih

Partikel lonjong

Tidak pipih dan tidak lonjong


100
101

Pipih dan lonjong

Tidak pipih dan lonjong


102

7. Uji Material Lolos Saringan no. 200

Berat awal benda uji

Benda uji dicuci

Benda uji dicuci sembari disaring diatas saringan no. 16 dan no 200
103

8. Uji Penetrasi

Benda Uji dimasukkan ke dalam transfer dish

Pelaksanaan Pengujian
104

9. Uji Titik Lembek Aspal


Alat uji titik lembek aspal

Wadah diberi air es sampai suhu dibawah 5℃

Benda uji
105

Benda uji diletakkan ke wadah dan diatasnya diletakkan bola baja

Hasil akhir titik lembek


106

10. Uji Daktalitas Aspal


Benda uji diletakkan dalam cetakkan

Cetakkan diletakkan dalam mesin

Pelaksanaan pengujian

Hasil daktalitas aspal


107

11. Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal


Titik bakar

12. Uji Berat yang Hilang


Benda uji dalam wadah

Pelaksanaan pengujian
108
109

13. Uji Berat Jenis Aspal


Menimbang berat piknometer + benda uji

Merendam Piknometer

Menimbang berat piknometer + benda uji + air + penutup


110

14. Pembuatan Campuran Aspal dan Uji Marshall


Pembuatan Benda Uji

Benda uji ditumbuk menggunakan alat penumbuk otomatis

Menyalakan alat penumbuk otomatis


111

Benda uji yang sudah jadi ditimbang

Benda uji direndam selama 24 jam

Persiapan Pengujian

Benda uji ditimbang dalam keaadaan SSD

Benda uji ditimbang dalam air


112

Benda uji direndam dalam air dengan suhu 60℃


Pelaksanaan Pengujian Marshall

Anda mungkin juga menyukai