Perkembangan Agama Dan Budaya Hindu Budha Dan Kerajaan
Perkembangan Agama Dan Budaya Hindu Budha Dan Kerajaan
NAMA :
KELAS :
MAPEL : SEJARAH
GURU PEMBIMBING : IBU RAHAYU
DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 OKU SELATAN
TAHUN AJARAN 2024/2025
1. Perkembangan Agama Dan Budaya Hindu
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia yang masih berkembang hingga saat ini.
Meskipun berkembang sejak 5000 SM, ajaran dan pemikiran Hindu masih relevan sampai sekarang.
Hindu muncul di lembah Sungai Shindu yang terletak di sebelah barat daya India, atau saat ini
dikenal sebagai daerah Punjab. Nama Hindu sendiri diambil dari nama Sungai Shindu. Hal ini
berkaitan dengan bangsa Persia, yang mengadakan kontak ke lembah Sungai Hindu. Bangsa
Persia menyebut kata Shindu dengan kata Hindu, karena mereka tidak bisa melafalkan huruf S.
Pembagian Kasta dalam Masyarakat Hindu Namun, sebelum sampai di India, tepatnya di
Selat Bosporus, mereka terpisah. Bangsa Arya yang membawa kebudayaan Weda melanjutkan
perjalanan ke arah India. Sedangkan kelompok lainnya menuju Iran, dengan membawa kebudayaan
Awesta. Sebelum berpisah di Selat Bosporus, bangsa Arya diketahui sempat hidup bersama. Hal ini
dibuktikan dengan kemiripan sejumlah kata di Kitab Weda dan Kitab Awesta. Misalnya, di Kitab
Weda ada kata Soma, sementara di Kitab Awesta ada kata Houma. Selain itu, terdapat kata Shindu
di Kitab Weda dan kata Hindu pada Kitab Awesti. Zaman Brahmana Setelah zaman Weda, muncul
kitab suci Brahmana agama Hindu di India. Kitab yang disebut juga dengan Karma Kanda ini
berbentuk prosa, dan merupakan bagian dari Weda yang berisi peraturan dan kewajiban dalam
beragama. Karena itulah, peranan kaum Brahmana (golongan cendekiawan dalam agama Hindu)
semakin penting dan masyarakat juga bergantung pada mereka
Wujud Akulturasi Budaya Lokal dengan Hindu-Buddha Pada zaman Brahmana, kehidupan
beragama ditekankan pada pelaksanaan korban suci atau disebut yadnya. Dalam pelaksanaannya,
upacara yadnya selalu dibarengi dengan mengucapkan mantra-mantra Weda oleh pendeta Catur
(Sruti). Pada zaman Brahmana, juga terjadi pembagian tingkatan masyarakat dalam agama Hindu
sesuai dengan profesinya. Masyarakat terbagi dalam empat golongan yang disebut catur warna
atau kasta. Empat golongan tersebut adalah sebagai berikut. Golongan Brahmana, terdiri dari orang
suci, pemuka agama, dan rohaniwan Golongan Ksatria, terdiri dari orang-orang yang duduk di kursi
pemerintahan, seperti raja, menteri, bangsawan, dan pejabat lainnya. Golongan Wesya atau
Waisya, terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dalam perdagangan. Golongan Sudra, terdiri
dari orang-orang bawahan, seperti pengemis dan buruh. Pembagian ini pada dasarnya hanya untuk
menjaga kemurnian ras bangsa Arya agar tidak tercampur dengan ras lainnya.
Daftar Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia Zaman Budha Zaman ini berlangsung dari 500
SM hingga 300 SM, ketika Sidharta menafsirkan Weda dari sudut pandang logika. Sidharta juga
mengembangkannya pada sistem yoga (salah satu dari enam ajaran dalam filsafat Hindu) dan
samadhi (bagian dari tata cara ritual beragama) sebagai jalan untuk mendekatkan diri dengan
Tuhan. Sidharta merupakan anak dari Raja Sudhodana yang memimpin masyarakat Shakya di
selatan Nep
Dimana pendeta I-Tsing pada 671 masehi menyatakan pernah singgah di Sriwijaya dan
belajar bahasa Sansekerta. Kemudian pada pendeta China dianjurkan belajar agama Buddha di
Kerajaan Sriwijaya. Raja-raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung agama Buddha dan
penganut yang taat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan agama Buddha yang sampai ke luar
negeri.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Raja Sanjaya yang dikenal sebagai raja
yang besar, gagah berani dan bijaksana. Kerajaan Mataram Kuno pernah diperintah oleh dua
dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra. Hal itu bisa ditemui dari prasasti Canggal 732
masehi dan prasasti Balitung. Berikut penjelasannya: Dinasti Sanjaya Raja-raja yang berkuasa dari
Dinasti Sanjaya adalah Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Pikatan.
Raja Sanjaya menganut agama Hindu. Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan agama
Hindu-Budha berkembang damai di Mataram. Peninggalan dari Dinasti ini, seperti candi di komplek
Dieng dan Gedung Songo. Dinasti Saelendra Raja-raja Dinasti Sailendra beragama Buddha yang
pernah memerintah antara lain Samaratungga, Pramudhawardhani. Pada Pemerintahan
Samaratungga dibangun candi Borobudur pada abad ke-9, Mendut, dan Pawon. Samaratungga
mempunyai dua putra, Pramudhawardhani dan Balaputradewa. Pramudhawardhani menikah
dengan keturunan keluarga dinasti Sanjaya yaitu Rakai Pikatan. Terjadi perebutan kekuasaan
antara Rakai Pikatan dan Balaputradewa.
Pada pertikaian tersebut ini dimenangkan oleh Rakai Pikatan, dan Balaputradewa lari ke
Sumatra dan menjadi raja kerajaan Sriwijaya. Pada abad ke 10 pusat pemerintahan Mataram di
Jawa Tengah berakhir dan muncul pemerintahan Mataram di Jawa Timur dengan rajanya yang
pertama Mpu Sendok di abad ke 10. Raja lainnya yang berkuasa dan terkenal adalah
Dharmawangsa Teguh abad ke-10 dan Raja Airlangga abad ke-11.
Kerajaan Kediri Kerajaan Kediri adalah salah satu kerajaan Hindu yang letaknya di tepi
Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan Kediri berdiri sekitar abad ke-12 ini merupakan bagian dari
Kerajaan Mataram Kuno. Raja Kediri yang terkenal adalah Jayabaya, dan raja terakhirnya
Kertajaya. Pada masa kejayaanya hadir pujangga keraton yang menciptakan kakawin antara lain
Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dengan gubahannya Bharatayudha, Hariwangsa, Gatotkacaswara.
Lihat Foto Candi Singasari(Wikimedia Commons/Leydie Melville) Kerajaan Singasari Kerajaan
Singasari merupakan kerajaan bercorak Hindi yang berdiri pada 1222 oleh Ken Arok. Ken Arok
mendapat gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Kan Arok juga merupakan pendiri Dinasti
Rajasa atau Girindra. Sebelum menjadi raja, Ken Arok memangku jabatan Akuwu (semacam bupati)
Tumapel setelah menyingkirkan Tunggal Ametung. Ken Arok hanya memerintahkan lima tahun,
pada 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok).
Kerajaan Singosari mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Kertanegara
(1268-1292). Kertanegara memperluas wilayah kekuasanya dengan menaklukan kerajaan-kerajaan
di luar Jawa, seperti mengirim ekspedisi Pamalayu ke kerajaan Melayu pada 1275. Sebagai
kerajaan yang luas, Kerajaan Singasari mendapat ancaman dari dalam dan luar. Dari luar kerajaan
Mongol pada masa Kubilai Khan dan dari dalam berasal dari Jayakatwang yaitu seorang keturunan
kerajaan Kediri.
Kerajaan Majapahit berdiri pada 1293. Di mana pada waktu itu dinobatkan Raden Wijaya
sebagai raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Raden Wijaya menikahi keempat
putri Kertanegara yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Prajnaparamita, dan Gayatri. Raden
Wijaya memerintah dengan baik dan bijaksana.
Pada awal pemerintahannya ia memberi imbalan kepada orang atau panglima yang
membantunya mendirikan Majapahit. Pengganti Raden Wijaya adalah Jayanegara (1309-1328).
Pada masa pemerintahannya terjadi banyak pemberontakan, seperti Juru Demang (1313), Gajah
Biru (1314), Nambi (1314), Semi (1318) dan Kuti (1319). Saat terjadi pemberontakan Kuti,
Jayanegara terdesaK dan mengungsi di Badander. Di sana diselamatkan oleh pasukan pengawal
raja (Bhayangkari) dibawah pimpinan Gajah Mada. Atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi
Patih Kahuripan. Tahun 1328 Jayanegara dibunuh oleh Tanca tabib istana dan digantikan oleh
Tribhuwanatunggadewi.
Perkembangan Agama Hindu Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, di India telah berkembang
kebudayaan besar di Lembah Sungai Indus. Dua pusat kebudayaan di daerah tersebut adalah
ditemukannya dua kota kuno yakni di Mohenjodaro dan Harappa. Pengembang dua pusat
kebudayaan tersebut adalah bangsa Dravida. Pada sekitar tahun 1500 SM, datanglah bangsa Arya
dari Asia Tengah ke Lembah Sungai Indus. Bangsa Arya datang ke India dengan membawa
pengaruh tulisan, bahasa, teknologi, dan juga kepercayaan.
Kepercayaan bangsa Arya yang dibawa adalah Veda (Weda) yang setelah sampai di India
melahirkan agama Hindu. Lahirnya agama Hindu ini merupakan bentuk percampuran
kepercayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Agama Hindu bersifat politeisme, yaitu
percaya kepada beberapa dewa. Tiga dewa utama yang dipuja oleh masyarakat Hindu adalah
Dewa Brahmana (dewa pencipta), Dewa Wisnu (dewa pelindung), dan Dewa Syiwa (dewa
pembinasa).
Ketiga dewa itu dikenal dengan sebutan Trimurti. Kitab suci agama Hindu adalah
Weda. Kitab Weda ini terdiri atas empat bagian, yaitu; 1. Reg-Weda, berisi puji-pujian terhadap
dewa; 2. Sama-Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci; 3. Yazur-Weda, berisi mantra-mantra; dan
4. Atharwa-Weda, berisi doa-doa untuk pengobatan. Disamping kitab Weda, ada juga kitab
Brahmana dan Upanisad. Masyarakat Hindu terbagi dalam empat golongan yang disebut kasta.
Kasta-kasta tersebut adalah kasta Brahmana, kasta Ksatria, kasta Waisya, dan kasta
Sudra. Di luar itu masih ada golongan masyarakat yang tidak termasuk dalam kasta, yaitu
mereka yang masuk dalam kelompok Paria. Kasta Brahmana merupakan kasta tertinggi. Kaum
Brahmana bertugas menjalankan upacara-upacara keagamaan. Kasta Ksatria merupakan kasta
yang bertugas menjalankan pemerintahan. Golongan raja, bangsawan dan prajurit masuk dalam
kelompok kasta Kstaria ini. Kasta Waisya merupakan kasta dari rakyat biasa, yaitu para petani
dan pedagang. Adapun kasta Sudra adalah kasta dari golongan hamba sahaya atau para budak.
Sementara itu, golongan Paria merupakan golongan yang tidak diterima dalam kasta masyarakat
Hindu.
Sejarah Agama Buddha Agama Budha muncul sekitar tahun 500 SM. Pada masa
tersebut di India berkembang kerajaan-kerajaan Hindu yang sangat besar, salah satunya dinasti
Maurya. Dinasti ini mempunyai raja yang sangat terkenal yakni Raja Ashoka Kemunculan
agama Budhha tidak dapat dilepaskan dari tokoh Sidharta Gautama. Sidharta adalah putra raja
Suddhodana dari Kerajaan Kapilawastu. Ajaran Budhha memang diajarkan oleh Sidhrata
Gautama, sehingga beliau lebih dikenal dengan Budhha Gautama. Kitab Suci agama Buddha
adalah Tripitaka, yang artinya tiga keranjang. Kitab ini terdiri atas; Vinayapitaka yang berisi
aturan-aturan hidup, Suttapitaka yang berisi pokok-pokok atau dasar memberi pelajaran, dan
Abdidharmapitaka yang berisi falsafah agama. Setiap penganut budha diyuntut menjalankan
Tridarma(tiga kebaktian):
Terdapat empat tempat utama yang dianggap suci oleh umat Buddha. Tempat-tempat
suci tersebut memiliki hubungan dengan Sidharta. Keempat tempat tersebut adalah Taman
Lumbini, Bodh Gaya, Benares, dan Kusinegara. Taman Lumbini terletak di daerah Kapilawastu,
yaitu tempat kelahiran Sidharta. Bodh Gaya adalah tempat Shidarta menerima penerangan
agung.
Hari raya ini dimeriahkan untuk memperingati Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung,
dan kematian Sidharta yang terjadi pada tanggal yang bersamaan, yaitu waktu bulan purnama di
bulan Mei.
Periode Kerajaan Sriwijaya Agama Buddha pertama kali berkembang di India, sebelum
akhirnya menyebar ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Masuknya agama Buddha di
Indonesia dimulai pada awal masehi, lewat jalur perdagangan. Hal ini dipengaruhi oleh posisi
Indonesia yang terbilang strategis, khususnya dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Diduga,
agama Buddha pertama kali dibawa oleh seorang pengelana asal China, yaitu Fa Hien. Sedangkan
kerajaan Buddha pertama yang berkembang di Indonesia adalah Kerajaan Sriwijaya, yang berdiri di
Sumatera sejak abad ke-7. Pada masa itu, Kerajaan Sriwijaya sempat menjadi salah satu pusat
pengembangan agama Buddha di Asia Tenggara. Baca juga: Fa Hien, Penjelajah China Pertama
yang Pernah ke Jawa Kabar ini dapat dibuktikan dengan catatan seorang sarjana dari China
bernama I-Tsing, yang melakukan perjalanan ke India dan Nusantara, guna mencatat
perkembangan agama Buddha.
Berdasarkan catatan I-Tsing, Sriwijaya dulunya dijadikan sebagai rumah bagi para sarjana
Buddha dan menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Alhasil, selama Kerajaan Sriwijaya berdiri,
agama Buddha pun ikut berkembang dengan sangat pesat di Nusantara. Selain itu, masih dari
catatan yang sama, diketahui ada dua aliran agama Buddha di Kerajaan Sriwijaya, yaitu Theravada
dan Mahayana.
Pesatnya perkembangan agama Buddha di Indonesia juga tidak lepas dari dukungan
seorang Mahaguru Buddha di Sriwijaya, yaitu Sakyakirti. Menurut catatan sejarah, ada kurang lebih
1.000 pendeta yang belajar agama Buddha di Kerajaan Sriwijaya. Baca juga: Kerajaan Sriwijaya:
Letak, Raja-raja, Masa Kejayaan, dan Peninggalan Periode Kerajaan Majapahit Kerajaan Majapahit
merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berdiri di Indonesia pada sekitar 1293 hingga
1500. Majapahit mencapai masa kejayaannya pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk, yang
berkuasa sejak 1350 hingga 1389. Pada masa Kerajaan Majapahit, ada dua kitab yang
mengisahkan tentang ajaran Buddhisme Mahayana, yaitu Sanghyang Kamahayan
Mantrayana dan Sanghyang Kamahayanikan. Selain itu, sinkretisme juga sudah mencapai
puncaknya, di mana aliran Hindu-Siwa, Hindu-Wisnu, dan agama Buddha dapat hidup
berdampingan. Ketiganya dipandang sama nilainya dan disebut sebagai Harihara, yakni setengah
Siwa dan setengah Wisnu. Akan tetapi, setelah masa pemerintahaan Majapahit berakhir, agama
Buddha juga berangsur-angsur bergeser kedudukannya oleh masuknya agama Islam.
Toleransi Antarumat Beragama pada Masa Kerajaan Majapahit Periode abad ke-20 Pada
abad ke-20, muncul nama-nama pengembang agama Buddha di Tanah Air, seperti bhikkhu dari
Ceylon (sekarang Sri Lanka) yang bernama Narada Maha Thera. Pada 1934, Thera berkunjung ke
Hindia Belanda sebagai bhikku Theravada pertama yang datang untuk mengajarkan agama
Buddha. Sejak Thera datang, minat masyarakat untuk mempelajari agama Buddha kembali
meningkat. Semangat mereka kian berkembang ketika muncul bhikku dari Indonesia bernama Ashin
Jinarakkhita. Sejak saat itu, perkembangan agama Buddha di Indonesia kembali meningkat.
Menurut catatan, pada 1987, sudah ada sekitar 2,5 juta penduduk Indonesia yang beragama
Buddha. Di Indonesia, mayoritas pemeluk Buddha ada di Jakarta, Riau, Sumatera Utara, dan
Kalimantan Barat. Agama Buddha di Indonesia paling banyak dianut oleh masyarakat Tionghoa dan
beberapa kelompok pribumi. Adapun aliran-aliran agama Buddha yang berkembang yaitu:
Mahayana Vajrayana Theravada
Di masa perdagangan kuno, wilayah pesisir Sumatera dan Jawa menjadi pusat
perdagangan yang cukup besar. Banyak pedagang yang singgah, baik dalam maupun luar negeri.
Hal ini karena Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Hal tersebut juga yang
menyebabkan Indonesia menjadi daerah yang dilewati jalur perdagangan dan pelayaran
internasional. Adanya perdagangan internasional yang terjadi di Indonesia, muncul beberapa teori
mengenai proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia. Lima teori proses masuknya
Hindu-Buddha ke Indonesia tersebut, yaitu: Teori Waisya Teori Brahmana Teori Ksatria Teori Arus
balik Teori Sudra
Teori Waisya Dilansir dari buku Sejarah Politik dan Kekuasaan (2019) oleh Tappil Rambe
dan teman-teman, menuliskan bahwa hipotesis ini dikemukakan oleh N.J Krom yang menyebutkan
proses masuknya kebudayaan Hindu melalui hubungan dagang antara India dan Indonesia. Kaum
pedagang (Waisya) India yang berdagang di Indonesia mengikuti angin musim. Jika angin musim
tidak memungkinkan mereka untuk kembali, dalam waktu tertentu mereka menetap di Indonesia.
Selama para pedagang India tersebut menetap di Indonesia, mereka memanfaatkannya dengan
menyebarkan agama Hindu-Buddha
Teori Brahmana Teori ini diungkapkan oleh Jc. Van Leur yang mengatakan kebudayaan
Hindu-Buddha India menyebar melalui golongan Brahmana. Pendapatnya itu didasarkan pada
pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di
Indonesia, terutama pada prasasti yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
Golongan Brahmana dikenal menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, sehingga jelas
bahwa ada peran Brahmana dalam masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia. Teori Ksatria Ada tiga
pendapat mengenai proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan
ksatria, yaitu: Pendapat C.C Berg C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang turut
menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik
dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini
sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang
bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang kemudian dinikahkan
dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu,
para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya
tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia. Baca juga:
Pengaruh Hindu-Buddha dalam Bidang Kesenian Pendapat Mookerji Sama seperti yang diungkap
oleh C.C. Berg, Mookerji juga mengatakan bahwa golongan ksatria dari India yang membawa
pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-
koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan. Pendapat J.L Moens J.L. Moens mencoba
menghubungkan proses terbentuknya kerajaan- kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan
situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Ternyata sekitar abad ke-5, ada di antara para
keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami
kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia. Teori Arus Balik Pendapat ini
menjelaskan peran aktif dari orang-orang Indonesia yang mengembangkan kebudayaan Hindu-
Budha di Indonesia. Pendapat mengenai keaktifan orang-orang Indonesia ini diungkap oleh F.D.K
Bosch yang dikenal dengan Teori Arus Balik. Teori ini menyebutkan bahwa banyak pemuda
Indonesia yang belajar agama Hindu-Buddha ke India. Setelah memperoleh ilmu yang banyak,
mereka kembali ke Indonesia untuk menyebarkannya. Baca juga: Jejak Seni Arca dan Ragam Hias
Peradaban Hindu-Buddha di Indonesia Teori Sudra Teori ini disampaikan Von Van Faber yang
mengatakan bahwa peperangan yang terjadi di India pada saat itu menyebabkan golongan Sudra
menjadi buangan. Kemudian mereka meninggalkan India dan mengikuti kaum Waisya dan diduga
golongan Sudra yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu-Buddha ke Indonesia.
Karena saat itu jumlah mereka sangta besar. Suka baca tulisan-tulisan
Hubungan Indonesia dengan india telah terjalin sejak abad pertama masehi. Hubungan ini mula-
mula terjadi di bidang perdagangan dan berkembang ke bidang agama dan kebudayaan. Orang-
orang india membawa barang dagangan seperti wangi-wangian, tekstil, mutiara dan permata
untuk di jual di Indonesia. Sementara dari Indonesia mereka membeli barang seperti kayu
cendana, kayu gaharu, cengkeh dan lada. Sejalan dengan berkembangnya hubungan kedua
Negara masuk pula agama dan kebudayaan India ke Indonesia seperti agama hindu, budha,
bahasa sansekerta, huruf palawa dan nama-nama berakhiran warama.
Masuknya pengaruh india ke Indonesia berjalan lancar dan berkembang dengan baik. Hal ini
disebabkan adanya persamaan kebudaayaan antara india dengan Indonesia. Kebudayaan india
dengan Indonesia tidak jauh berbeda corak dan ragamnya. Masuknya kebudayaan india ke
Indonesia makin memperkaya khazanah budaaya Indonesia.
Hubungan Indonesia-India yang telah terjalin berabad-abad membawa dampak sebagai berikut :
Iklim
Iklim memiliki peranan yang cukup penting terhadap terjadinya hubungan Indonesia dengan
india. Pada saat Indonesia musim hujan orang-orang india melakukan pelayaran dan
perdagangan ke Indonesia dengan memanfaatkan angin muson. Sesampainya di Indonesia para
pedagang india mulai mengumpulkan barang-barang dagangan untuk dibawa pulang ke
negaranya. Mereka tinggal di Indonesia biasanya sampai 6 bulan karena hasrat menunggu angin
yang berganti arah ke barat india.
Karena lamanya tinggal di Indonesia para pedagang india ada yang menikah dengan penduduk
pribumi dan memiliki keturunan di Indonesia. Selain berdagang, pedagang india juga aktif
menyebarkan agama hindu maupun budha di Indonesia. Mereka tidak mengalami kesulitan
ketika menyebarkan agama sebab para pedagang india ini lama hidup ditengah-tengah
masyarakat sambil menanti datangnya angin ke arah barat.
Letak Indonesia
posisi Indonesia pada persimpangan jalan perdagangan internasional antara eropa dan asia. Posisi
semacam ini sangat menguntungkan Indonesia karena selalu terlibat dalam percaturan
perdagangan internasional khususnya antara india-indonesia-china.
Perguruan Tinggi Nalanda di india memiliki daya tarik tersendiri bagi orang-orang Indonesia
yang hendak belajar memperdalam agama budha. Pada masa Balaputradewa (Sriwijaya)
memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan agama Budha. Orang-orang
Indonesia yang belajar di Nalanda dibuatkan asrama sebagai tempat tinggal mereka di india.
Dengan demikian hubungan india dengan Indonesia sudah mulai melebar ke dalam bidang
agama baik hindu maupun budha.
Agama hindu
Agama hindu di india muncul sebagai akibat adanya perpaduan antara kepercayaan bangsa arya
dan bangsa dravida. Bangsa arya adalah bangsa pendatang dan bangsa dravida adalah bangsa
asli india. Hubungan kedua bangsa di bidang kepercayaan melahirkan kepercayaan baru yakni
Hindu.
Hindu mengenal adanya pemujaan para dewa. Diantara para dewa yang paling di puja adalah
Brahma, Wisnu dan Siwa yang sering disebut trimurti. Diantara ketiga dewa tersebut yang paling
banyak di puja adalah dewa siwa (siwa mahadewa).
Agama hindu mengenal kitab suci yang disebut Weda (pengetahuan tertinggi). Weda dibedakan
menjadi empat himpunan sebagai berikut :
Samawesa, beridi syair-syair dari Rigweda, tetapi sudah diberi tanda-tanda nada agar dapat
dinyanyikan.
Yajurweda, berisi doa-doa pengatar sesaji kepada para dewa yang diiringi penyajian Rigweda
dan nyanyian Samaweda
Atharwaweda, berisi mantra-mantra dan jampi-jampi untuk sihir dan ilmu gaib untuk mengusir
musuh dan penyakit.
Pembagian masyarakat menjadi empat kasta sebenarnya bukan dari ajaran Hindu, melainkan
upaya bangsa arya agar darah keturunannya tidak ternoda oleh keturunan bangsa Dravida. Oleh
karena itu diadakan pengelompokan berdasarkan status social mereka dalam masyarakat.
Bidang seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat sejak masuknya hindu dan budha.
Pembuatan candi dan patung yang disertai relief merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
bidang seni rupa. Pada candi Borobudur terdapat relief sidharta Gautama dan di candi prambanan
terdapat relief yang mengisahkan Ramayana dan krenayana.
Sejak msauknya agama hindu dan budha di Indonesia, bahasa sansekerta dan huruf palawa mulai
digunakan dalam penulisan prasasti dan kitab sastra, misalnya : prasasti kutai, prasasti tugu,
prasasti kebun kopi, prasasti canggal, dan lain-lain. Sementara kitab-kitab sastra baru muncul
pada zaman airlangga dan mencapai puncaknya pada zaman Kediri dan majapahit. Dalam
perkembangannya bahasa sansekerta dan huruf palawa mengalami akulturasi dengan bahasa dan
huruf jawa sehingga munculah bahasa jawa kuno dan huruf jawa kuno.
Bidan Kalender
Masuknya hindu dan budha berdampak pula pada penggunaan tahun saka dalam system
perhitungan waktu di Indonesia. Tahun saka dimulai pertama kalu pada tahun 78M pada masa
raja Kanisca I di india.
Ketika hindu berkembang di Indonesia, penggunaan tahun saka di masyarakat sudah banyak.
Namun penggunaan tahun saka mulai berkurang lagi ketika masuk di Indonesia.
Bidan Perdagangan
Masuknya hindu dan budha di Indonesia makin memperluas wilayah perdagangan di Indonesia.
Hal ini disebabkan masuknya Hindu ke Indonesia terkait dengan masuknya pedagang india ke
Indonesia.
Setelah hindu dan budha berkembang di Indonesia kemampuan masyarakat Indonesia makin
berkembang karena berinteraksi dan berakulturasi dengan tradisi hindu dan budha.
Struktur masyarakat
Perkembangan hindu dan budha membawa perubahan baru bagi struktur masyarakat di Indonesia
seperti :
Golongan raja
Raja dan keturunannya merupakan kelompok masyarakat elit yang menikmati berbagai macam
fasilitas dan kemudahan. Raja dianggap sebagai keturunan dewa di bumi, oleh karena itu setiap
perkataan dan perintahnya selalu didengan oleh rakyatnya. Sebagai penguasa raja berhak
mendapatkan hak-hak istimewa seperti upeti, pajak, menjadi penguasa perdagangan, dan
sebagainya. Munculnya golongan raja di masyarakat masa hindu merupakan fenomena baru bagi
masyarakat di Indonesia karena sebelumnya tidak pernah ada.
Golongan Bangsawan
Mereka terdiri atas kerabat kerajaan atau keturunan darah biru, termasuk didalamnya para
adipati/penguasa daerah. Di dalam masyarakat golongan bangsawan termasuk kelompok
istimewa walaupun mereka bukan termasuk penguasa. Mereka juga berhak atas fasilitas dan
kemudahan dibangdingkan masyarakat biasa.
Umumnya mereka adalah masyarakat biasa yang tidak memiliki hak-hak istimewa sebagaimana
golongan sebagaimana golongan sebelumnya. Golongan masyarakat ini merupakan kelompok
bawah yang banyak beban dan tanggung jawabnya. Sementara hak-hak mereka kadang-kadang
tidak diperhatikan.
System Kasta
Suatu hal istimewa dalam masyarakat hindu adalah munculnya system kasta dalam masyarakat.
Masyarakat hindu terbagi menjadi empat tingkatan berdasarkan satus social mereka dalam
masyarkat yaitu kasta Bramana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Bhiksu dan Bhiksuni adalah pemeluk agama Budha yang telah berhasil meninggalkan sifat
keduniawiannya dan telah menempati tempat tersendiri, yaitu biara. Para bhiksu (laki-laki) dan
bhiksuni (perempuan) harus menaati aturan-aturan yang telah ditentukan dalam biara, mereka
tidak bisa bebas sebagaimana masyarakat umum.
Upasaka-Upasika
Adalah masyarkat budha yang tingkatannya masih seperti masyarakat kebanyakan. Mereka tidak
begitu terikat dengan aturan-aturan seperti para bhiksu dan bhiksuni. Mereka adalah mayarakat
awam yang belum banyak memperoleh atau memahami tentang ajaran agama budha.
Pendidikan
Perkembangan hindu dan budha di Indonesia memiliki peranan yang sangat besar terhadap
pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan hal-hal berikut :
Masuknya huruf palawa dan bahasa sansekerta yang kemudian dijadikan sebagai penulisan
dalam prasasti di Indonesia. Ditemukannya prasasti yang bertuliskan huruf palawa dan bahasa
sansekerta menjadi tonggak sejarah masyarakat Indonesia dari masa prasejarah ke masa sejarah.
Prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan akhirnya berhasil dipelajari dan dibaca serta diketahui
isinya. Hal ini secara tidak langsung telah memberikan nilai pendidikan kepada masyarakat
Indonesia.
Brahmana adalah golongan pendeta, guru, pengajar yang memberikan nasehat ajaran agama
hindu. Sebagai seorang penyiar agama, para brahmana memiliki andil yang cukup besar dalam
proses pendidikan di Indonesia. Munculnya para pujangga, yang banyak jasanya dalam
pengembangan kesusastraan adalah bagian dari pendudukan.
Kesenian
Masuknya hindu dan budha memiliki andil yang sangat besar bagi perkembangan kesenian di
Indonesia, baik itu seni pahat, seni bangunan maupun senin sastra. Perkembangan seni bangunan
ditandai dengan berdirinya bangunan candi, seperti candi prambanan dan Borobudur. Dua
bangunan megah ini merupakan bukti nyata kemajuan di bidang seni bangunan.
Sementara seni pahat/ukir dapat dilihat pada relief candi Borobudur maupun prambanan.
Ternyata gambar relief yang ada pada candi tersebut memiliki arti dan makna tersendiri. Adapun
pengaruhnya di bidang sastra berkembang pesat pada zaman Kediri dan majapahit. Banyak di
buku-buku sastra yang ditulis para pujangga baik di Kediri maupun di majapahit.
Teknologi
Kemampuan masyarakat pada masa hindu dan budha di bidang teknologi telah menghasilkan
beberapa peninggalan yang sangat membanggakan. Bukti-bukti yang masih dapat kita saksikan
adalah peninggalan candi Borobudur, prambanan dan lain-lain. Pembangunan Borobudur dan
prambanan sulit terwujud bila tidak didukung kemampuan yang tinggi bidang teknologi