Anda di halaman 1dari 61

PELAKSANAAN KEWAJIBAN NAFKAH SUAMI KETIKA KHURUJ FII

SABILILLAH DALAM KELUARGA JAMA'AH TABLIGH MENURUT


PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus: Jorong Simpang, Kecamatan Koto Balingka,
Kabupaten Pasaman Barat)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Keluarga (S.H)
Fakultas Syariah dan Hukum

OLEH :

AGUS WIRMAN
NIM: 11920112355

PROGRAM S 1
JURUSAN HUKUM KELUARGA (AKHWALUL AL-SYAKHSIYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2023 M/1445 H
ABSTRAK
Agus Wirman (2023) : PELAKSANAAN KEWAJIBAN NAFKAH SUAMI
KETIKA KHURUJ FII SABILILLAH DALAM KELUARGA JAMA'AH
TABLIGH MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Jama'ah Tabligh mempunyai tertib harian sampai tahunan, yaitu
melakukan khuruj yang dilakukan mulai dari tiga hari sampai paling lama empat
bulan. Oleh karena kegiatan khuruj ada yang memakan waktu yang cukup lama
dan juga sejatinya seorang suami harus memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya
dalam kondisi apapun. maka dari itu, perlu dikaji lebih lanjut terkait masalah ini
dengan melakukan penelitian tentang bagaimana pelaksanaan nafkah keluarga
Jama'ah Tabligh selama kegiatan khuruj fii sabilillah. Penelitian ini juga
mengkaji tentang bagaimana tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan nafkah
yang dilakukan oleh Jama'ah Tabligh.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Lokasi
penelitian dilakukan di Jorong Simpang, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten
Kabupaten Pasaman Barat. Sumber data yang digunakan adalah adalah sebagai
data primer, data yang bersumber dari buku sebagai data sekunder. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Jama'ah Tabligh yang melakukan khuruj
selama empat bulan, dengan sampel yang berjumlah 12 orang. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi
pustaka. Teknik analisis menggunakan deskriptif kualitatif dengan teknik
penulisan deduktif dan deskriptif analitif.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa sebelum melakukan khuruj,
Jama'ah Tabligh terlebih dahulu memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya.
Nafkah yang diberikan masing-masing jama'ah merupakan hasil menabung jauh-
jauh hari sebelum berangkat khuruj, dalam kegiatan dakwah mereka juga tidak
ada bantuan dana dari pihak manapun. Kemudian, jika ditinjau dari segi Hukum
Islam, selama nafkah keluarga terlaksana dengan baik dan kewajiban suami tidak
terlalaikan, maka tidak ada yang bertentangan dengan Hukum Islam terkait
kegiatan khuruj fii sabilillah yang dilakukan oleh Jama'ah Tabligh.
Kata Kunci : Nafkah, Jama'ah Tabligh, Khuruj fii sabilillah, Hukum Islam

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan untuk tugas

akhir ini dengan lancar. Shalawat dan salam atas junjungan alam Nabi

Muhammad SAW. Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN KEWAJIBAN

NAFKAH SUAMI KETIKA KHURUJ FII SABILILLAH DALAM

KELUARGA JAMA'AH TABLIGH MENURUT PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

(S.H) pada jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan, dorongan, dukungan, petunjuk dan bantuan dari perbagai pihak baik

bantuan moral maupun materil, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang

setulus-tulusnya dan sedalam dalamnya kepada semua pihak yang menjadi bagian

dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Teristimewa dan tersayang buat Ayahanda Waznin dan Ibunda Nur Ajmi

yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendorong, memotivasi,

mendoakan dan memberikan cinta dan kasih sayangnya hingga saat ini. Hal

yang sama penulis ucapkan kepada kedua saudara saya, yaitu Abang Ali

ii
Rahman dan Uni Dewi Liana dan semua keluarga yang selalu mendoakan.

2. Bapak Prof. Dr. H.Khairunnas, M. Ag., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan Wakil Rektor I, II, III dan seluruh

Civitas Akademika UIN SUSKA Riau yang mempunyai andil besar dalam

memberikan wawasan serta pandangan kedepan kepada penulis.

3. Bapak Dr. Zulkifli, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN

SUSKA Riau, beserta Wakil Dekan I Bapak Dr. H. Erman, M.Ag, Wakil

Dekan II Bapak Dr. Mawardi, S.Ag., M.Si, dan Wakil Dekan III Ibu Dr. Sofia

Hardani, M.Ag.

4. Bapak H. Akmal Munir, Lc., MA selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga

beserta Bapak Ahmad Fauzi, S.H, M.A selaku Sekretaris Jurusan Hukum

Keluarga yang selalu memberikan kontribusi ilmu pengetahuan kepada

penulis selama menimba ilmu di kampus Uin Suska Riau.

5. Bapak H. Syamsuddin Muir, Lc., MA. selaku Penasehat Akademik (PA)

Penulis, yang telah memberikan bimbingan dan semangat selama Penulis

menempuh perkuliahan di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Riau.

6. Bapak Zulfahmi, S.Sy., M.H dan Bapak Dr. H. Ahmad Zikri, S.Ag., M.H

yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga

bisa diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

7. Para Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah banyak memberikan masukan,

iii
kritikan dan saran sehingga dapat Penulis jadikan bekal dalam penulisan

skripsi ini.

8. Bapak kepala perpustakaan Al-Jami‟ah UIN Suska Riau beserta karyawan

yang telah menyediakan buku-buku literatur kepada penulis.

9. Bapak Kepala Jorong Simpang beserta masyarakat yang telah memberikan

izin bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga besar Hukum Keluarga angkatan 2019, dan para senior yang telah

memberikan bantuan dan arahan dalam pembuatan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

11. Untuk sahabat penulis Sandi Afriadi, Fatur Rahman, Adnan Ariskal, Efaldo

Wan Abdillah, dan Safari Ahmad, yang banyak membantu, memberikan

mortivasi, menemani bimbingan dan do‟a dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih untuk waktu, dukungan, semangat, dan motivasi yang

diberikan sehingga dapat menambah kekuatan di saat penulis mulai gundah dan

gelisah. Akhirnya Penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan dari

pembaca, semoga Allah SWT. meridhoi usaha Penulis. Aamiin ya

Rabbal’Alamin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Pekanbaru, 18 September 2023

Agus Wirman
NIM: 11920112355

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................v

BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Batasan Masalah .........................................................................................6

C. Rumusan Masalah.......................................................................................6

D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ................................................................7

BAB II : TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA .................................................9

A. Tinjuan Umum Tentang Nafkah .................................................................9

1. Pengertian Nafkah .................................................................................9

2. Dasar Hukum Kewajiban Nafkah .......................................................10

3. Sebab-Sebab yang Mewajibkan Nafkah .............................................13

4. Syarat-Syarat Wajib Nafkah................................................................15

5. Macam-Macam Nafkah .......................................................................16

B. Tinjauan Umum Tentang Jama'ah Tabligh ...............................................20

1. Sejarah Pendiri Jama'ah Tabligh .........................................................20

2. Pola Dakwah Jama'ah Tabligh ............................................................24

C. Penelitian Terdahulu .................................................................................27

v
BAB III: METODE PENELITIAN ....................................................................29

A. Jenis Penulisan..........................................................................................29

B. Lokasi Penulisan .......................................................................................29

C. Subjek dan Objek Penulisan .....................................................................29

D. Sumber Data ............................................................................................30

E. Populasi dan Sampel .................................................................................31

F. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................32

G. Teknik Analisi Data ..................................................................................33

H. Teknik Penulisan ......................................................................................34

I. Outline ......................................................................................................34

BAB IV: HASIL PENELITIAN .........................................................................36

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 36

B. Konsep Nafkah Suami Kepada Keluarga Dalam Islam .......................... 41

C. Pemenuhan Nafkah Keluarga bagi Jama'ah Tabligh yang melakukan

khuruj selama empat bulan ......................................................................43

D. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Kewajiban Nafkah Suami

Keluarga Jama'ah Tabligh ........................................................................47

BAB V: PENUTUP ............................................................................................53

A. Kesimpulan ............................................................................................53

B. Saran ......................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................57

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan peristiwa Hukum yang sangat penting bagi

seseorang hamba dan diatur sedemikian rupa dalam Islam, oleh karena itu

pernikahan sering disebut juga sebagai perjanjian suci antara seorang laki-laki

dan perempuan dalam rangka untuk membentuk keluarga yang sakinah,

mawaddah, warahmah. Pernikahan juga merupakan ibadah terpanjang yanng

dilakukan oleh seorang hamba dan juga merupakan ibadah yang disunnahkan

Rasulullah SAW. Salah satu tujuan syari'ah Islam sekaligus juga tujuan dari

pernikahan salah satunya adalah Hifz Nasf agar terpeliharanya diri serta

keturunan. Tujuan pernikahan itu dapat dicapai melalui jalan pernikahan yang

sah menurut agama, diakui oleh Undang-Undang yang berlaku dan dapat

diterima oleh masyarakat sebagai pernikahan yang sah dan sebagai bagian dari

budaya.1

Dalam pandangan Islam pernikahan itu bukan hanya urusan keluarga

dan masalah budaya semata, tetapi juga masalah anjuran agama. Karena

pernikahan itu dilakukan untuk menegakkan syari'ah Allah SWT dan

menghidupkan Sunnah Rasulullah SAW dan dilaksanakan sesuai dengan

petunjuk Allah dan mengikuti cara Nabi. Disamping itu, pernikahan juga

1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indoneia,. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet.
Ke-4, h. 220

1
2

bukan bertujuan untuk mendapatkan ketenangan hidup sesaat, tetapi untuk

ketenangan seumur hidup.2

Adanya ikatan pernikahan diharapkan akan tercipta rasa tanggung

jawab yang kuat dalam membina kehidupan berkeluarga antara suami dan istri,

meskipun hubungan keluarga kedua belah pihak belum tentu selamannya akan

terjalin dengan baik. Gelombang dan badai rumah tangga ada kalanya akan

menimpa kehidupan keluarga mereka.3 Oleh karena itu, supaya terciptanya

rumah tangga yang harmonis, sebuah keluarga harus menjaga keseimbangan

kehidupan mereka. Diawali dengan menjaga hak dan menjalankan kewajiban

masing-masing sebagai suami istri. Didalam hak seorang suami, ada kewajiban

yang harus ia berikan kepada istrinya. Begitu juga sebaliknya, didalam hak

seorang istri ada kewajiban yang harus ia tunaikan kepada suaminya.

Nafkah merupakan sesuatu yang harus terpenuhi dalam kehidupan

berumah tangga, secara pengertian bahasa nafkah ini dapat diartikan sebagai

pengeluaran yang biasa dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik

atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

Banyaknya nafkah yang diwajibkan adalah sekedar mencukupi keperluan dan

kebutuhan serta harus mengingat keadaan dan kemampuan orang yang

berkewajiban berdasarkan kebiasaan masing-masing tempat.4

2
Amir Syariffuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014),
Ce. Ke-5, h. 48
3
Satria Efendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005), Cet. Ke-2, h. 96
4
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), Cet. Ke-39, h.
421
3

Dasar Hukum yang mendasari wajibnya seorang suami memberikan

nafkah kepada keluarganya terdapat dalam firman Allah SWT:

َّ ‫ف‬
ُ ‫ٱّلل‬ ُۚ َّ ًُ‫عهَ ٕۡ ًِ ِس ۡصقُ ۥًُ فَ ۡهُٕى ِف ۡق ِم َّمب ٓ َءاح َ ٰى‬
ُ ّ‫ٱّللُ ََل ٔ ُ َك ِه‬ َ ‫سعَخِ ِۖۦً ََ َمه قُذ َِس‬
َ ‫سعَ ٖت ِ ّمه‬ َ َُ‫ِنُٕى ِف ۡق ر‬
٧ ‫ع ۡس ٖش ُٔ ۡس ٗشا‬ َّ ‫سَٕ ۡجعَ ُم‬
ُ َ‫ٱّللُ بَعۡ ذ‬ َ ‫سب ِإ ََّل َمب ٓ َءاح َ ٰى ٍَ ُۚب‬
ً ‫و َۡف‬
Artinya:“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan”.( QS. Ath-Thalaq (65): 7)5
Jumhur ulama berpendapat bahwa nafkah itu mulai diwajibkan

semenjak dimulainya kehidupan berumah tangga, yaitu semenjak suami

bergaul dengan istrinya dalam arti istri telah memberikan kemungkinan kepada

suaminya untuk menggaulinya.

Mengenai wajibnya nafkah, para fuqaha sepakat akan wajib nafkah

untuk istri jika nikah dengan akad yang sah. Akan tetapi, jika pernikahannya

fasid atau batal maka suami berhak meminta nafkah yang telah diambil oleh

istrinya.6

Di indonesia banyak gerakan keagamaan yang mempunyai cara

bergeraknya tersendiri, salah satunya adalah gerakan Jama'ah Tabligh yang

mempunyai gerakan dengan cara dakwah dan tabligh. Cara dakwah Jama'ah

Tabligh ini dilakukan dengan cara meluangkan waktunya untuk bertabligh ke

berbagai penjuru desa. Bahkan, tidak jarang kelompok Jamaah ini sampai ke

manca negara dalam jangka waktu yang ditentukan. Itu semua dilakukan dalam

5
QS. Ath-Thalaq (28) : 7.
6
Wahbah az-zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa'dillatuhu Jilid X, alih bahasa oleh Abdul
Hayyi al- Qatani dkk, (Jakarta: Gema Insani & Darul Fikir, 2011), Cet. Ke-10, h. 110
4

rangka proses latihan mental para anggota kelompok Jama'ah Tabligh dalam

meninggalkan keluarganya dan semua hal-hal yang bersifat kesibukan duniawi.

Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan bertujuan untuk memperkuat

kesadaran beragama dalam berdakwah dan terus konsisten dengan ajaran yang

dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga terkadang apa yang

dilakukan oleh Jama'ah Tabligh ini dianggap ketinggalan zaman oleh sebagian

masyarakat.

Metode dakwah yang digunakan dalam gerakan Jama'ah Tabligh ini

ialah menggunakan lisan, yaitu dengan berkunjung kedesa-desa dan

mengaplikasikan metode dakwah bi al-lisan melalui program dakwah yang

telah ditetapkan. Bagi anggota Jama'ah Tabligh, dalam setiap aktifitas

dakwahnya harus menyediakan waktu paling sedikit 4 bulan dalam seumur

hidup, 40 hari dalam satu tahun, dan 3 hari dalam satu bulannya.7

Hal yang paling mendasar dari gerakan Jama'ah Tabligh ini adalah

mereka selalu mengajak untuk memakmurkan masjid dan juga menghidupkan

amalan silaturahmi antar sesama. Gerakan ini tidak berambisi mengenai

masalah politik, akan tetapi fokus untuk mengajak manusia taat kepada Allah

SWT. dan menghidupkan sunnah Rasulullah SAW. dengan menjadikan masjid

atau mushalla sebagai basis tempat dakwah. Tidak heran jika di Indonesia yang

ketika banyak masjid sepi dari umat dengan kedatangan Jama'ah Tabligh ini

menjadi makmur dan banyak amalan-amalan sunnah yang hidup.8

7
WAMI, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, (Jakarta: Al- Ishlahi Press, 1995), Cet.
Ke-5, h. 40
8
Khusniati Rofiah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan Eksistensinya di Mata Masyarakat,
(Ponogoro: STAIN Ponogoro Press, 2010), Cet.Ke-1, h. 62
5

Kemudian Jama'ah Tabligh selalu mengajak orang untuk membangun

persaudaraan dan silaturahmi tanpa membedakan ras daerah atau negara.

Dengan adanya gerakan Jama'ah Tabligh yang mengajak untuk silaturahmi

antara sesama tentu hal ini mendatangkan dampak positif dari masyarakat.9

Namun, tentu tidak tertutup kemungkinan juga masih ada orang yang tidak

suka dengan gerakan Jama'ah Tabligh ini karena perbedaan pendapat tentang

cara berdakwah.

Seorang pemimpin keluarga, seorang suami atau ayah mempunyai tugas

dan kewajiban yang tidak ringan dalam memimpin keluarganya, terkhusus

seorang suami yang bergabung dalam gerakan dakwah Jama'ah Tabligh ini.

Karena disamping gerakan dakwahnya ia juga memiliki kewajiban dalam

kehidupan berumah tangganya, salah satunya memberikan nafkah kepada

keluarga yang ditinggalkan selama kegiatan berdakwah tersebut, karena

didalam Islam seorang istri memiliki hak atas suaminya yaitu mendapatkan

nafkah lahir berupa: makan, minum, pakaian, tempat tinggal sebaik-baiknya

dan juga nafkah bathin yang berupa: kasih sayang, cinta, dan perhatian dari

suamimnya.10

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui dan meneliti lebih

jauh mengenai masalah ini, sehingga penulis ingin menuangkannya dalam

bentuk karya ilmiah dengan judul: "PELAKSANAAN KEWAJIBAN


9
Ibid., h. 62
10
Ra'd Kamil Musthafa Al Hiyali, Membina Rumah Tangga yang Harmonis, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2001), Cet. Ke-1, h. 125
6

NAFKAH SUAMI KETIKA KHURUJ FII SABILILAH DALAM

KELUARGA JAMA'AH TABLIGH MENURUT PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM"

B. Batasan Masalah

Untuk memudahkan dan supaya lebih terarahnya pelaksanaan

penulisan ini, maka penulis perlu membatasi masalah dengan batasan:

Pemenuhan Nafkah Keluarga Bagi Jama'ah Tabligh yang melakukan khuruj

selama empat bulan.

C. Rumusan Masalah

Setelah melihat permasalahan dari pembahasan di atas, maka yang

menajadi permasalahan dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana konsep nafkah suami kepada keluarga dalam Islam ?

2. Bagaimana pemenuhan nafkah keluarga bagi Jama'ah Tabligh yang

melakukan khuruj?

3. Bagaimana tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan nafkah Jama'ah

Tabligh ketika khuruj fii sabilillah?

D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:


7

a. Untuk mengetahui bagaimana konsep nafkah suami kepada keluarga

dalam Islam.

b. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan nafkah keluarga bagi Jama'ah

Tabligh yang melakukan khuruj.

c. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam mengenai

pelaksanaan nafkah Jama'ah Tabligh ketika khuruj fii sabilillah.

2. Kegunaan

Adapun kegunaan penulisan ini adalah:

a. Penulisan ini diharapkan berguna untuk perkembangan wawasan Islam

khususnya berkaitan dengan pokok masalah penulisan.

b. Memberikan wawasan keilmuan kepada masyarakat tentang bagaimana

kewajiban nafkah keluarga Jama'ah Tabligh ketika melakukan kegiatan

dakwah.

c. Untuk menyelesaikan tugas akhir penulis dan mendapat gelar sarjana

strata satu (S1), difakultas Syariah dan Hukum pada Jurusan Hukum

Keluarga.
BAB II

TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Nafkah

1. Pengertian Nafkah

Kata Nafkah diambil dari bahasa arab "nafaqah" dengan akar kata

"nafaqa" yang berarti habis. Dari akar kata tersebut lalu muncul kata

"nafaqah" yang berarti segala sesuatu yang dikeluarkan oleh suami dan

menjadi kewajibannya atas istri berupa harta yang digunakan untuk

membeli makanan, pakaian, tempat tinggal dan pemeliharaan anak. Selain

itu, muncul juga kata "infaq" yang berarti mengeluarkan harta atau lainnya

untuk tujuan kebaikan.

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa arti nafkah adalah

sejumlah bekal yang berbentuk materi yang diberikan oleh seorang suami

kepada istri yang digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Pemberian tersebut bersifat wajib sebagai bentuk tanggung jawabnya

menjadi seorang kepala keluarga.11 Wajibnya nafkah disebabkan karena

adanya akad pernikahan yang sah, penyerahan diri istri kepada suami dan

memungkinkannya untuk bersenang-senang. Nafkah wajib yang dimaksud

adalah semua kebutuhan dan keperluan yang berlaku menurut keadaan dan

tempat seperti makanan, pakaian, rumah, dan segala sesuatu yang

dibutuhkan istri menurut adat kebiasaan yang wajar.

11
Hairul Hudaya. 2013. "Hak Nafkah Istri (Perspektif Hadits dan Kompilasi Hukum
Islam)". Jurnal Studi Gender dan Anak. Vol. 1., No. 1.,(2013), Hal,26

9
11

2. Dasar Hukum Kewajiban Nafkah

a. Dalil Al-Qur'an

َ‫ع ُۚت‬ َ ‫ضب‬ َّ ‫بمهَ ٕۡ ۖ ِه ِن َم ۡه أ َ َسادَ أَن ُٔخِ َّم‬


َ ‫ٱنش‬ ِ ‫ضعۡ هَ أ َ َۡ ٰنَذٌَُ َّه َد ُۡنَ ٕۡ ِه َك‬ ِ ‫ََ ۡٱن ٰ َُ ِن ٰذَثُ ُٔ ۡش‬
‫س إِ ََّل َُ ۡسعَ ٍَ ُۚب‬ ٌ ‫ف و َۡف‬
ُ َّ‫َف ََل ح ُ َكه‬ِ ُۚ ‫عهَّ ۡٱن َم ُۡنُُ ِد نَ ۥً ُ ِس ۡصقُ ٍُ َّه ََ ِك ۡس َُح ُ ٍُ َّه بِ ۡٲن َمع ُۡش‬ َ ََ
ٰ
‫د ِمث ُم رَنِكَ فَئِ ۡن‬ۡ ۡ
ِ ‫عهَّ ٱن َُ ِاس‬ ُۢ
َ ََ ‫د نَّ ۥً ُ ِب َُنَ ِذ ُِۚۦي‬ٞ ُُ‫ضب ٓ َّس ٰ ََ ِنذَة ُ بِ َُنَ ِذٌَب ََ ََل َم ُۡن‬َ ُ ‫ََل ح‬
‫عهَ ٕۡ ٍِ َمب ََ ِإ ۡن أ َ َسدح ُّ ۡم أَن‬
َ ‫َبَ ٖس فَ ََل ُجىَب َح‬ ُ ‫اض ِ ّم ۡى ٍُ َمب ََحَش‬ ٖ ‫عه ح َ َش‬ َ ‫ص ًبَل‬ َ ِ‫أ َ َسادَا ف‬
ْ‫َف ََٱحَّقُُا‬ ِ ‫سهَّمۡ خُم َّمب ٓ َءاح َ ٕۡخُم بِ ۡٲن َمعۡ ُش‬ َ ‫عهَ ٕۡ ُك ۡم إِرَا‬ َ ‫ضع ُ ُٓاْ أ َ َۡ ٰنَذ َ ُك ۡم فَ ََل ُجىَب َح‬ ِ ‫ح َ ۡسخ َ ۡش‬
ٕٖٖ ‫ٕش‬ٞ ‫ص‬ َّ ‫ٱعهَ ُم ُٓاْ أ َ َّن‬
ِ َ‫ٱّللَ ِب َمب ح َعۡ َمهُُنَ ب‬ ۡ ََ َ‫ٱّلل‬ َّ
Artinya:“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua
tahun, bagi yang ingin menyusuinya secara sempurna dan
kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka
dengan cara yang patut, seseorang tidak akan dibebeni lebih
dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena
anaknya dan jangan pula seorang ayah menderita karena
anaknya. Ahli waris pun berkewajiban seperti itu pula. Apabila
keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan
permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada
orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan
pembayaran dengan cara yang patut. Bertakawalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)12

‫عهَ ٕۡ ٍِ ُۚ َّه‬
َ ْ‫ض ِّٕقُُا‬
َ ُ ‫ضب ٓ ُّسٌَُ َّه ِنخ‬ َ ُ ‫س َكىخُم ِ ّمه َُ ۡج ِذ ُك ۡم ََ ََل ح‬ َ ‫ذ‬ ُ ٕۡ ‫أ َ ۡس ِكىٌُُُ َّه ِم ۡه َد‬
‫ضعۡ هَ نَ ُك ۡم‬ َ ‫ضعۡ هَ َدمۡ هَ ٍُ ُۚ َّه فَئِ ۡن أ َ ۡس‬ َ ْ‫ج َدمۡ ٖم فَأَو ِفقُُا‬
َ َٔ ّٰ َّ ‫عهَ ٕۡ ٍِ َّه َدخ‬ ِ َ‫ََ ِإن ُك َّه أ ُ َْ ٰن‬
‫ض ُع‬ ِ ‫سخ ُ ۡش‬
َ َ‫س ۡشح ُ ۡم ف‬
َ ‫َف ََإِن حَعَب‬ ُ ‫ُسٌُ َّه ََ ۡأح َ ِم ُشَاْ بَ ٕۡىَ ُكم بِ َم‬
ٖ ۖ ‫عۡش‬ َ ‫فٔ َٔاحٌُُُ َّه أ ُ ُج‬ َ
ُ
٦ ِٰ ‫نَ ٓۥًُ أ ۡخ َش‬
Artinya:“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan
jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan

12
Q.S. Al-Baqarah (1) : 233.
11

baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain


boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.(QS. Ath-Thalaq (65):
13
6)

ُۚ َّ ًُ‫عهَ ٕۡ ًِ ِس ۡصقُ ۥًُ فَ ۡهُٕى ِف ۡق ِم َّمب ٓ َءاح َ ٰى‬


‫ٱّللُ ََل‬ َ ‫سعَخِ ِۖۦً ََ َمه قُذ َِس‬ َ ‫سعَ ٖت ِ ّمه‬ َ َُ‫ِنُٕى ِف ۡق ر‬
٧ ‫ع ۡس ٖش ُٔ ۡس ٗشا‬ ُ َ‫ٱّللُ بَعۡ ذ‬ َ ‫سب ِإ ََّل َمب ٓ َءاح َ ٰى ٍَ ُۚب‬
َّ ‫سَٕ ۡجعَ ُم‬ ً ‫ٱّللُ و َۡف‬
َّ ‫ف‬ُ ّ‫ُٔ َك ِه‬
Artinya:“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.14
(Q.S Ath-Thalaq (65): 7)

b. Dalil Ash-Sunnah

Dari Abu Hurairah r.a Rasulullah SAW bersabda:

َ ًِ ‫صذَّ ْقجَ ِب‬


َّ‫عه‬ َ َ ‫َبس ح‬ٌ ‫َبس أ َ ْوفَ ْقخًَُ فِٓ َسقَبَ ٍت ََدِٔى‬ ِ َّ ‫س ِبٕ ِم‬
ٌ ‫َّللا ََدِٔى‬ َ ِٓ‫َبس أ َ ْوفَقْخًَُ ف‬
ٌ ‫دِٔى‬
َ‫عهَّ أ َ ٌْهِك‬
َ ًَُ‫ظ ُم ٍَب أَج ًْشا انَّزِْ أ َ ْوفَ ْقخ‬
َ ‫عهَّ أ َ ٌْهِكَ أ َ ْع‬ َ ًَُ‫َبس أ َ ْوفَ ْقخ‬
ٌ ‫ٕه ََدِٔى‬ٍ ‫ِم ْس ِك‬
Artinya: "Dinar (harta) yang kamu belanjakan di jalan Allah dan dinar
(harta) yang kamu sedekahkan kepada orang miskin serta dinar
(harta) yang kamu nafkahkan kepada keluargamu. Maka yang
paling besar ganjaran pahalanya adalah harta yang kamu
nafkahkan kepada keluargamu". (H.R. Muslim: 995 )15

Dari Abu Mas'ud al-anshari R.A, Nabi Saw bersabda:

َ َ‫َّللا ِإَلَّ أ ُ ِج ْشث‬


ِّ‫عهَ ْٕ ٍَب َدخَّّ َمب ح َ ْجعَ ُم ف‬ ِ َّ ًَ ْ‫ِإوَّكَ نَ ْه ح ُ ْى ِفقَ وَفَقَتً ح َ ْبخ َ ِغّ بِ ٍَب ََج‬
َ‫ِفّ ا ْم َشأَحِك‬
Artinya:"Nafkah yang diberikan seorang kepala rumah tangga kepada
keluarganya bernilai sedekah. Sungguh, seseorang diberi
ganjaran karena meski sesuap nasi yang dia masukkan ke

13
Q.S. Ath-Thalaq (28) : 6
14
Q.S Ath-Thalaq (28) : 7
15
Hasanatul Jannah, “Kompetensi Hukum Pemenuhan Nafkah Istri Pasca Perceraian”,
Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 2., No. 1., (2010), h. 74
12

dalam mulut keluarganya". (HR. Bukhari: 5351, Muslim


16
1002)

‫س ْفَٕبن َس ُج ٌم ش َِذٕ ٌذَل‬ ُ ‫إن أَبَب‬


َّ ‫عه عبئشت اوٍَّىذ بىج عُخْبَتَقبنخٕب سسُل هللا‬
‫ٓ إَلَّ مب أ َ َخزْثُ ِم ْه َمب ِن ًِ بِغَٕ ِْش‬
َّ ِ‫ُٔ ْع ِطٕىٓ مه انىفقت مب ٔكفٕىٓ َٔكفٓ بَى‬
ًِ ‫ ُخزِْ ِم ْه َمب ِن‬: ‫ٓ فِٓ رَنِكَ ِم ْه ُجىَبحٍ فَقَب َل سسُل هللا‬ َ ‫ِع ْه ِم ًِ فَ ٍَ ْم‬
َّ َ‫عه‬
ِ ِ‫ٕك َََٔ ْك ِفٓ بَى‬
‫ٕك‬ ِ ‫بِ ْبن َم ْع ُش‬
ِ ‫َف َمب َٔ ْك ِف‬
Artinya:" Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- ia menuturkan, Hindun binti
'Utbah -istri Abu Sufyan- menemui Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- lalu berkata, "Wahai Rasulullah!
Sesungguhnya Abu Sufyan itu seorang yang kikir, ia tidak
memberiku nafkah yang dapat mencukupi kebutuhanku dan
kebutuhan anakku, kecuali apa yang aku ambil dari hartanya
tanpa sepengetahuannya. Apakah aku berdosa?" Lalu
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, "Ambillah
sebagian hartanya secara baik-baik sesuai dengan apa yang
mencukupi kebutuhanmu dan kebutuhan anak-anakmu!". (HR.
Al-Bukhari no. 7180 dan Muslim no. 1714)17

Dalil Ijma', Ibnu Qudamah berkata: "Ahli Ilmu sepakat wajibnya

nafkah istri atas suami jika mereka telah berusia baligh, kecuali istri

nusyuz (meniggalkan kewajiban sebagai istri)". Ibnu Mundzir dan yang

lain menyebutkannya dan berkata : "Di dalamnya ada pelajaran, bahwa

wanita yang tertahan dan tercegah beraktivitas dan bekerja, oleh suami

wajib memberikan nafkah padanya". 18

Para fuqaha sepakat bahwa nafkah untuk istri itu Hukumnya

wajib atas diri suaminya jika memang sudah baligh, kecuali istri

16
Salmah, "Nafkah dalam Perspektif Hadits", Jurnal Juris, Volume 13., No. 1., (2014), h.
93
17
Hairul Hudaya, Op. Cit., h. 27
18
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-'Usratu Wa al-Ahkamuha fii al- Tasyri'i al-Islam,
alih bahasa oleh Abdul Majid Khon, (Jakarta: Hamzah, 2011), Cet. Ke-4, h. 214.
13

melakukan nusyuz. Menurut Hanafiyah tidak ada nafkah bagi istri yang

masih kecil yang belum siap digauli.19

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa nafkah merupakan

kewajiban seorang suami terhadap istri beseta anak-anaknya, dan tidak

ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Ijma' kaum Muslim dari

zaman Rasulullah SAW. Sampai sekarang telah sepakat bahwa nafkah

itu wajib diberikan kepada istri.

Kewajiban suami memberi nafkah kepada istrinya juga

merupakan hal yang adil dan masuk akal, karena sang istri telah

mengkhususkan dirinya untuk suami serta kehidupan rumah tangganya.

Barangsiapa yang mengkhususkan dirinya untuk orang lain maka

nafkah wajib diberikan untuknya.

3. Sebab-Sebab yang Mewajibakan Nafkah

a. Sebab Keturunan

Bapak atau ibu, kalau bapak tidak ada maka ibu wajib

memberikan nafkah kepada anaknya; begitu juga kepada cucu, kalau

ia tidak mempunyai bapak.

Syarat wajib nafkah atas kedua ibu bapak kepada anak adalah

apabila si anak masih kecil dan miskin, atau sudah dewasa tetapi tidak

kuat berusaha dan miskin. Begitu pula sebaliknya, anak wajib

19
Wahbah Az-Zuhaili. Op. Cit., h. 111
14

memberi nafkah kepada ibu bapaknya, apabila keduanya tidak kuat

lagi berusaha dan tidak mempunyai harta.20

b. Sebab pernikahan

Suami diwajibkan memberikan nafkah kepada seorang istri yang

taat, baik makanan, pakaian, tempat tinggal, perkakas rumah tangga,

dan lain-lain menurut keadaan di tempat masing-masing dan menurut

kemampuan seorang suami. Banyaknya nafkah menurut kebutuhan

dan kebiasaan yang berlaku ditempat masing-masing, serta harus

disesuaikan dengan tingkatan dan keadaan suami. Walaupun sebagian

ulama mengatakan bahwa nafkah seorang istri itu ditetapkan kadar

yang tertentu, tetapi yang mu'tamad tidak ditentukan, sekedar cukup

serta disesuaikan dengan keadaan suami. Seorang istri yang tidak taat

(durhaka) kepada suaminya, tidak berhak mendapatkan segala

nafkah.21

c. Sebab milik

Seseorang yang memiliki binatang, maka wajib baginya

memberi makan binatang itu, dan ia wajib menjaganya jangan sampai

diberi beban lebih dari semestinya.22 Hal itu juga berlaku kepada

bentuk kepemilikan yang lain, termasuk didalamnya anggota keluarga

yang menjadi tanggungan kepala rumah keluarga.

4. Syarat-syarat Wajib Nafkah

20
Sulaiman Rasjid. Op. Cit., h. 422
21
Ibid., h. 423
22
Ibid., h. 423
15

Syarat-syarat wajib nafkah menurut mayoritas ulama ada empat,

yaitu sebagai berikut.23

a. Istri menyerahkan dirinya kepada suami dengan sepenuhnya

Bukti penyerahan ini dengan menunjukkan kesiapan dirinya

ketika diminta untuk melayani suami, baik meminta untuk bermain

cinta maupun tidak. Ulama Malikiyah menyaratkan dalam wajibnya

nafkah sebelum senggama adanya permintaandari istri atau walinya

kepada suami untuk melakukan senggama.

Jika istri masih tetap tinggal bersama keluarganya dengan izin

suami maka ia tetap harus memberinya nafkah. Jika istri atau walinya

melarang suami untuk menggaulinya, atau suami istri saling diam

setelah akad nikah, tidak ada yang meminta atau memberi maka tidak

wajib bagi suami memberi nafkah padanya meski keduanya sudah lama

berdua.

b. Istri sudah dewasa dan mampu melakukan hubungan suami istri

jika istri masih kecil dan belum mampu melakukan hubungan

intim maka suami tidak wajib memberi nafkah, karena nafkah itu

berkaitan dengan mampu atau tidaknya berhubungan intim. Hukum

wajib tidak tercapai jika istri tidak mampu melakukan hubungan intim.

c. Akad nikah yang dilangsungkan termasuk akad nikah yang sah

Jika nikahnya fasid maka suami tidak wajib memberi nafkah

kepada istrinya karena akad yang fasid mewajibkannya berpisah, dan

23
Wahbah Az-Zuhaili. Op. Cit., h. 113
16

istri tidak dianggap ditahan di sisi suami karena nikahnya fasid

sehingga istri tidak berhak mendapat pengganti dari akad nikah yang

fasid tersebut.

d. Hak suami tidak hilang dalam hal penahanan istri di sisinya tanpa izin

syar'i

hak suami tidak hilang dalam hal penahanan istri dari sisinya

tanpa izin syar'I, atau sebab yang datang bukan dari diri suami. Jika hak

suami hilang tanpa sebab syar'I seperti nusyuz misalnya, atau sebab lain

yang datang dari pihak suami maka istri tetap berhak mendapatkan

nafkah. Syarat ini telah disepakati ulama, hanya saja ulama Malikiyah

berpendapat wajibnya nafkah atas suami jika memang perkara yang

menjadikannya hilang haknya itu bukan kesalahan istri.

5. Macam-Macam Nafkah

a. Nafkah Lahir

1) Makanan

Para ulama sepakat menetapkan nafkah yang wajib untuk istri

adalah makanan dan perlengkapannya. Kadar nafkah makanan

disesuaikan dengan kebiasaan dan adat yang berlaku pada masing-

masing daerah. Atau bisa juga berdasarkan tempat, waktu, dan

keadaan si pemberi nafkah.

Dalam nafkah, wajib Hukumnya menyerahkan makanan

kepada istri baik secara harian maupun bulanan. Akan tetapi,

Hanafiyah dan Malikiyah membolehkan memberikan uang kepada


17

istri sebagai ganti makanan agar ia sendiri yang membelanjakannya.

Pendapat inilah yang beraku. Karena dianggap lebih mudah dan

tepat.24

2) Pakaian

Para ulama sepakat bahwa suami berkewajiban memberikan

pakaian untuk istrinya sebagai bagian dari nafkah wajib. Batas

minimal nafkah pakaian wajib adalah qamish, yaitu sepotong

pakaian yang dapat menutupi seluruh badan. Lantas celana,yaitu

kain yang menutupi bagian bawah anggota badan dan menutupi

aurat. Kemudian kerudung, yaitu kain yang menutup kepala.

Kemudian sendal atau sepatu atau sejenisnya. 25

3) Tempat Tinggal

Seorang istri berhak mendapatkan tempat tinggal yang layak,

baik dengan membeli ataupun menyewa karena Allah SWT.

Berfirman:

‫عهَ ٕۡ ٍِ ُۚ َّه‬
َ ْ‫ض ِّٕقُُا‬ َ ُ ‫س َكىخُم ِ ّمه َُ ۡج ِذ ُك ۡم ََ ََل ح‬
َ ُ ‫ضب ٓ ُّسٌَُ َّه ِنخ‬ ُ ٕۡ ‫أ َ ۡس ِكىٌُُُ َّه ِم ۡه َد‬
َ ‫ذ‬
Artinya: "Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka"
(QS. Ath-Thalaq ayat (65): 6)26

Menyediakan tempat tinggal yang layak termasuk bagian

berbuat baik terhadap istri. Selain itu, tempat tinggal sangat penting

karena digunakan sebagai tempat menyimpan harta dan berlindung

24
Ibid., h. 119-122
25
Ibid., h. 122-123
26
Q.S. Ath- Thalaq (65) : 6
18

dari pandangan mata orang lain. Para ulama sepakat bahwa rumah

untuk istri disyaratkan harus meliputi kamar kecil, dapur, dan lain-

lain. 27

4) Pembantu

Para ulama sepakat bahwa istri wajib mendapatkan nafkah

pembantu jika suami kaya dan istri sudah biasa dilayani waktu masih

tinggal bersama ayahnya. Atau istri punya harkat tinggi sehingga

perlu dilayani, atau memang istri sedang sakit. Penyediaan pembantu

ini termasuk perbuatan baik bagi suami, juga karena kebutuhan istri

memang dalam tanggungannya. Adapun jika suaminya miskin maka

ia tidak berkewajiban mendatangkan seorang pembantu untuk

istrinya, karena pembantu bukanlah sesuatu yang pokok. Dan sang

istri harus mengerjakan tugasnya sendirian sesuai dengan

kemampuannya.28

5) Perabot Rumah Tangga

Seorang suami bertanggung jawab menyediakan alat-alat atau

barang-barang yang diperlukan untuk tidur mulai dari kasur, selimut,

bantal dan sejenisnya, serta juga menyediakan perabot dapur.

Menurut pendapat ulama Malikiyah, suami wajib menyediakan

alat-alat pembersih sesuai taraf ekonominya. Selain itu, suami juga

harus menyediakan air minum, alat pencuci, dan minyak untuk istri,

27
Ibid., h. 123-125
28
Ibid., h. 125
19

juga kayu bakar atau penggantinya, bawang, garam, dan kebutuhan

dapur lainnya.29

b. Nafkah Batin

Sebagaimana wajibnya seorang suami dalam memberikan

nafkah lahir, maka seorang suami juga wajib memenuhi nafkah batin

istrinya. Nafkah batin tersebut dapat berupa memberikan rasa kasih

sayang, menggauli istri dengan baik, dan juga mendidikan istri dengan

baik pula, karena ketika nafkah batin ini tidak terpenuhi akan

mengakibatkan konflik antara suami istri yang pada akhirnya dapat

menyebabkan terjadinya keretakan rumah tangga yang berkepanjangan,

bahkan dapat mengakibatkan terjadinya perceraian. Kedudukan nafkah

batin disamping sebagai kewajiban bagi suami, juga menjalankan suatu

ibadah atau sedekah yang mendapatkan pahala disisi Allah SWT.30

B. Tinjauan Umum Tentang Jama'ah Tabligh

1. Sejarah Pendiri Jama'ah Tabligh

29
Ibid., h. 126
30
Rizal Darwis, Nafkah Batin Istri dalam Hukum Perkawinan, (Gorontalo: Sultan Amai
Press, 2015), Cet. Ke- 1., h. 81-85
21

Gerakan Jama'ah Tabligh bukanlah gerakan dakwah yang berasal dari

Indonesia akan tetapi berasal dari India, yang mana pendiri gerakan dakwah ini

adalah Maulana Muhammad Ilyas al-Kandahlawi, lahir pada tahun 1303 H di

desa Kandahlah, sebuah desa yang terletak di kawasan Muzahafar Nagar, Utar

Predesh, India. beliau wafat pada tahun 1364 H.

Ayahnya bernama Syeikh Ismail dan ibunya bernama Syafiyah al-

Hafidzah. Keluarga Muhammad Ilyas terkenal sebagai gudang ilmu agama dan

memiliki sifat wara'. Saudara Muhammad Ilyas ada dua orang, diantaranya

Maulana Muhammad yang tertua, dan Maulana Muhammad Yahya. Sementara

Maulana Muhammad Ilyas merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara ini.31

Maulana Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada kakeknya

Syeikh Muhammad Yahya, beliau adalah seorang guru agama pada madrasah

di kota kelahirannya. Kakeknya ini bermazhab Hanafi. Sedangkan ayahnya,

yaitu Syeikh Muhammad Ismail adalah seorang ruhaniwan besar yang suka

menjalani hidup dengan beribadah, membaca al-Qur'an dan melayani para

musafir yang datang dan pergi serta mengajarkan al-Qur'an dan ilmu-ilmu

agama. 32

Pada suatu ketika saudara tengahnya, yakni Maulana Muhammad

Yahya pergi belajar kepada seorang alim besar dan pembaharu yang ternama,

yakni Syeikh Rasyid Ahmad al-Gangohi, di desa Gangoh, kawasan Saranpur,

Utar Predesh, India. Maulana Muhammad Yahya belajar membersihkan diri

dan menyerap ilmu dan bimbingan Syeikh Rasyid. Hal ini pula yang membuat

31
Khusniati Rofiah, Op. Cit., h. 43-44
32
Ibid. h. 44
21

Maulana Muhammad Ilyas tertarik untuk belajar pada Syeikh Rasyid

sebagaimana yang dilakukan kakaknya. 33

Setelah Syeikh Rasyid wafat pada tahun 1323 H, Maulana Muhammad

Ilyas yang baru berumur dua puluh lima tahun, berkenalan dengan Syeikh

Khalid Ahmad ash-Sharanpuri penulis kitab Bajhul Majhud fi Hilli al-fazhi Abi

Daud dan akhirnya Muhammad Ilyas pun berguru kepadanya. Semakin

bertambahnya ilmu yang dimiliki, membuat Muhammad Ilyas semakin

tawadhu' . ketawadhu'an diusia muda membuat Muhammad Ilyas dihormati

oleh kalangan ulama, bahkan Maulana Muhammad Yahya sangat menaruh

hormat kepadanya.34

Pada tahun 1351 H/ 1931 M, Maulana Muhammad Ilyas menunaikan

haji ke tanah suci Makkah. Kesempatan tersebut dipergunakan untuk menemui

tokoh-tokoh India yang berada di Arab guna ingin mempromosikan usaha

dakwah , dengan harapan rencana dakwahnya juga dapat dilakukan di tanah

Arab. Setelah pulang dari haji tersebut, Maulana Muhammad Ilyas mulai

mengadakan kunjungan ke Mawat, masing-masing disertai jama'ah dengan

jumlah yang cukup besar. Kunjungan pertama dilakukan selama satu bulan dan

kunjungan kedua dilakukan hanya beberapa hari saja. Dalam kunjungan

tersebut dia selalu membentuk jama'ah-jama'ah yang dikirim ke kampung-

kampung untuk berjaulah (berkeliling dari rumah ke rumah) guna

menyampaikan pentingnya agama.35

33
Ibid. h. 45
34
Ibid. h. 47
35
Ibid. h. 50-51
22

Dari mawat secara berangsur-angsur usaha tabligh meluas ke Delhi,

United Province, Punjab, Khurja, Aligarh, Agra, Bulandashar, Meerut, Panipat,

dan daerah lainnya. Tidak sampai disitu, para jama'ah-jama'ah juga bergerak

menuju tempat-tempat yang ditargetkan seperti halnya daerah Asia Barat.

Mereka tak lelah memperluas sayap dakwah dengan membentuk beberapa

jaringan di sejumlah negara. Jama'ah ini memiliki misi yaitu Ishlah diri

(peningkatan kuliatas individu) dan mendakwahkan kebesaran Allah Swt.

kepada seluruh umat manusia.36

Maulana Muhammad Ilyas tanpa henti terus memberi motivasi dan

arahan untuk menggerakkan mesin dakwah ini agar sampai ke seluruh alam.

Setelah usia sudah menjelang senja, Maulana Muhammad Ilyas terus

bersemangat hingga tubuhnya yang kurus tidak mampu lagi untuk digerakkan

ketika ia menderita sakit. Pada hari terakhir dalam sejarahnya, Maulana

Muhammad Ilyas mengirim utusan kepada Syeikhul Hadits Maulana Zakariya,

Maulana Abdul Qadir Raipuri, dan Maulana Zafar Ahmad, bahwa dia akan

mengamanahkan kepercayaan sebagai Amir Jama'ah kepada sahabat-

sahabatnya seperti Hafidz Maqhul Hasan, Qazi Daud , Mulvi Ihtisamul Hasan,

Mulvi Muhammad Yusuf, Mulvi In'amul Hasan dan Mulvu Sayid Reza Hasan.

Pada saat itu terpilihlah Mulvi Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana

Muhammad Ilyas dalam memimpin usaha dakwah dan tabligh.37

Pada sekitar bulan Juli 1944 Maulana Muhammad Ilyas menderita sakit

berat. Dia hanya bisa berbaring ditempat tidur dengan ditemani para pembantu

36
Ibid. h. 51-52
37
Ibid. h. 52-53
23

dan muridnya. Pada tanggal 13 Juli 1944, Maulana Muhammad Ilyas telah siap

untuk menempuh perjalanannya yang terakhir. Tepat pada pukul 24.00

Maulana Ilyas jatuh pingsan dan sangat gelisah dengan kata-kata Allahu Akbar

terus terdengar dari mulutnya. Ketika malam menjelang pagi, dia mencari

putranya yang bernama Maulana Yusuf dan Maulana Ikromul Hasan. Ketika

dipertemukan dia berkata, "kemarilah kalian, aku ingin memeluk kalian, tidak

ada waktu lagi setelah ini, sesungguhnya aku akan pergi". Dan akhirnya

Maulana Muhammad Ilyas menghembuskan nafas terakhirnya, dia pulang ke

rahmatullah sebelum azan subuh.38

Keadaan umat Islam di India pada saat itu sangat memprihatinkan,

sedang mengalami kerusakan akidah, dan mengalami kehancuran moral yang

sangat dahsyat sehingga membuat umat Islam pada saat itu tidak

memperdulikan lagi syiar-syiar Islam. kerisauannya terhadap umat itulah yang

membuat Mualana Muhammad Ilyas berjuang sampai akhir hayatnya untuk

keselamatan akidah dan moral umat. 39

Dia tidak banyak meninggalkan karya-karya tulisan tentang

kerisauannya akan keadaan umat. Karyanya yang paling nyata adalah bahwa

dia telah meninggalkan ide-ide bagi umat Islam hari ini dan metode kerja

dakwah yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia.40

Setelah Maulana Muhammad Ilyas meninggal dunia, gerakan dakwah

beliau dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Maulana Muhammad Yusuf al-

38
Ibid. h. 53-54
39
Syamsu Hilal, Gerakan Dakwah di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003),
Cet. Ke-1, h. 98
40
Khusniati Rofiah . Op. Cit., h. 54
24

Khandahlawi (1917-1965). Pada masa itulah, Jama'ah Tabligh mengalami

perkembangan yang sangat pesat, bahkan menyebar ke seluruh India, Pakistan,

Bangladesh bahkan mampu melintasi ke berbagai negara lain, bahkan dapat

menyebar sampai ke Asia Tenggara, Afrika, Eropa, Timur Tengah bahkan

sampai kepada daerah Amerika Serikat.41

2. Pola Dakwah Jama'ah Tabligh

Pola kegiatan dakwahnya dikenal dengan sebutan Jaulah (keliling-

keliling), yaitu pergi bersilaturahim menemui orang-orang Islam yang lain dan

mengajak mereka datang ke Masjid atau Mushalla untuk shalat berjama'ah.

Maulana Ibrahim Dewla mengatakan: "karena jaulah merupakan ujung tombak

dakwah maka dalam keadaan bagaimanapun harus tetap dikerjakan, agar

muncul sifat istiqamah dalam setiap saat dan keadaan". Karena itulah mereka

membuat tertib masing-masing. Adapun tertib atau aturan yang dimaksud

yaitu:42

a. Tertib harian yaitu meluangkan waktu setiap hari.

b. Tertib mingguan yaitu setiap minggu dengan dua jaulah.

c. Tertib bulanan yaitu setiap bulan istiqamah keluar tiga hari.

d. Tertib tahunan yaitu setiap tahun istiqamah keluar empat bulan.

Dalam kategori dakwah Jama'ah Tabligh ini, jaulah ini termasuk model

dakwah umum yang mereka istilahkan dengan sebutan dakwah umumi, karena

mereka mengunjungi siapapun dan dimanapun dengan materi dakwah yang

seragam untuk mengajak kepada agama.

41
Syamsu Hilal, Op. Cit., h. 99-101
42
Ibid., h. 64-65
25

Ada dua prosedur Jama'ah Tabligh untuk mencapai sasarannya, yaitu:43

a. Dengan memberi nasihat dan bimbingan

Untuk merealisasikan sasaran ini mereka menggunakan masjid-masjid

dan mushalla-mushalla tertentu yang mempunyai hubungan Jama'ah Tabligh

untuk berdakwah. Setelah ceramah, hadirin dimintai untuk menyisakan

waktu untuk jamaah. Ukuran waktu ditetapkan sesuai dengan situasi para

penyamput ajakan mereka. Penentuan waktu dimulai dari 6 bulan kemudian

turun 4 bulan, 40 hari, satu pekan, kemudian 3 hari nama peminat didaftar

dan dihadapannya telah terbentang waktu dakwah yang telah ditetapkan

untuk dirinya sesuai dengan situasi dan kondisinya.

b. Dengan mengadakan perjalanan dakwah (rihlah)

Setelah data orang yang mengikuti rihlah terkumpul semua, mereka

kemudian dibagi dalam kelompok-kelompok untuk ditugaskan ke tempat-

tempat yang belum didatangi sebelumnya. Tugas semacam ini disebut

sebagai tugas rihlah. Apabila pembagian tugas ketempat-tempat rihlah telah

sesuai dengan kelompok yang telah ada, maka setiap kelompok itu diangkat

sebagai amir, dan kelompok ini disebut dengan kafilah tabligh. Mereka

berdakwah ke tempat-tempat yang telah ditentukan, langsung menuju

masjid atau mushalla di wilayah tersebut. Para anggotanya juga

mempersiapkan peralatan atau kebutuhan sehari-hari. Amir yang memimpin

kafilah itu kemudian membagi tugas kepada anggotanya sebagai berikut.

1) Sebagian ditugaskan menyampaikan ceramah dan nasihat.

43
A. Zaeny, "Gerakan dan Strategi Perjuangan Jama'ah Tabligh" , Jurnal TAPIs,Volume
12., No. 2., (2016), h. 11-12
26

2) Sebagian ditugaskan untuk membersihkan masjid atau tempat yang

disinggahi kafilah.

3) Sebagian anggota ditugaskan untuk melakukan jaulah ke rumah-rumah

penduduk sekitarnya, mengajak meraka untuk ikut hadir dan

mendengarkan nasihat dan arahan dalam pengajian yang diadakan di

Masjid atau Mushalla.

Jama'ah Tabligh ini mengklaim dirinya bukanlah organisasi yang

terstruktural. Akan tetapi, meskipun begitu mereka juga mempunyai struktur

kepengurusan yang mereka sebut dengan silsilah pengurus dari amir tertinggi

sampai pada penanggung jawab dimasing-masing daerah. Struktur

keorganisasian yang formal dan mengikat tidak dikenal dalam Jama'ah Tabligh

ini, susunan organisasinya didasarkan pada garis kerja Jama'ah Tabligh ini

terdiri dari: Hajraj yaitu orang yang dihormati, Majelis Suro dan Zumidar yaitu

majelis musyawarah dan penanggung jawab di setiap negara, provinsi,

kabupaten kota, kecataman, hingga desa, Karkun yaitu ahli dakwah pada

setiap mushalla yang senantiasa menghidupkan mushalla atau masjid.44

C. Penelitian Terdahulu

1. Skripsi Rizki Agung Fikriza

44
Furqan, "Peran Jama'ah Tabligh dalam Pengembangan Dakwah", Jurnal al-Bayyan
Volume 21., No. 32., (2015), h. 6
27

Skripsi ditulis oleh Rizki Agung Fikriza 45, Studi Hukum Keluarga

Islam, Fakultas Syari'ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Fatmawati

Sukarno Bengkulu pada Tahun 2022 dengan Judul Konsep Nafkah

Keluarga Perspektif Jama'ah Tabligh. Jenis penulisan ini merupakan

empiris, dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Dalam Skripsi ini terdapat persamaan dengan penulisan yang

dilakukan oleh penulis yaitu sama-sama membahas tentang nafkah Jama'ah

Tabligh. Namun, terdapat perbedaan dari segi lokasi, dan subjek penulisan

yang digunakan. Dalam skripsi ini membahas tentang tanggapan dari

Jama'ah Tabligh mengenai nafkah keluarga, sedangkan penulis meneliti

bagaimana pelaksanaan nafkah keluarga Jama'ah Tabligh disamping

program dakwah khuruj fii Sabilillah yang dilakukan.

2. Skripsi Mustafa Rahman

Skripsi ditulis oleh Mustafa Rahman46, Studi Filsafat dan Politik,

Fakultas Ushuluddin, Universitas Alauddin Makasar pada Tahun 2018

dengan Judul Nafkah dalam Pandangan Jama'ah Tabligh. Jenis penulisan

ini merupakan kualitatif dalam bentuk pustaka lapangan.

Dalam Skripsi ini terdapat persamaan dengan penulisan yang

dilakukan oleh penulis yaitu sama-sama membahas mengenai nafkah

Jama'ah Tabligh. Namun yang menjadi perbedaan adalah dalam skripsi ini

merupakan suatu kajian living sunnah, yaitu dengan mengacu kepada

45
Rizki Agung Fikriza, "Konsep Nafkah Keluarga Perspektif Jama'ah Tabligh".,
(Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu , 2022).
46
Mustafa Rahman, "Nafkah dalam Pandangan Jama'ah Tabligh"., (Universitas Alauddin
Makassar, 2018)
28

hadits-hadits yang terkait dengan nafkah, yang mana kitab yang digunakan

adalam hadits yang terdapat dalam kitab standar (kutub al-sittah).

Kemudian penulisan diarahkan ke lapangan untuk mendapatkan data

tentang bagaimana keselarasan antara hadits dan praktek nafkah jama'ah

tabligh.

Sedangkan penulisan yang penulis lakukan hanya meneliti

bagaimana pelaksanaan nafkah yang dilakukan oleh setiap jama'ah tabligh

dilokasi penulisan yang penulis lakukan, kemudian setelah mendapatkan

data melalui hasil wawancara dan observasi, penulis akan tinjau

bagaimana dari segi Hukum Islam mengenai penerapan nafkah yang

dilakukan oleh Jama'ah Tabligh selama khuruj fii sabilillah.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini dilihat dari tempatnya yaitu (field

research). Yang berarti bahwa datanya diambil atau didapat dari lapangan atau

masyarakat. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penulisan ini

penulis mengadakan penelitian lapangan sesuai masalah yang penulis kemukakan

di atas. Sehingga penulisan ini bersifat menggambarkan realita yang ada. Untuk

menggambarkan tersebut maka penulis ini menggunakan pendekatan kualitatif,

yaitu metode dengan proses penulisan berdasarkan persepsi pada suatu fenomena

dengan pendekatannya datanya menghasilkan analisis deskriptif berupa kalimat

secara lisan dari objek penulisan.47

B. Lokasi Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Jorong Simpang,

Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber data responden atau informan

penulisan. Subjek penelitian bisa berbentuk manusia, binatang, tumbuh-

tumbuhan dan lain-lain. Oleh sebab itu subjek penulisan berkenaan dengan dari

siapa dan dari mana data diperoleh serta di mana data itu melekat. Oleh karna
47
Syafrida Hafni Sahir, Metodologi Penilitan, (Bojonegoro: KBM INDONESIA, 2021),
Cet. Ke- I, h. 6

29
31

itu, Subjek penelitian pada kasus ini adalah para tokoh ulama yang tergabung

didalam kelompok Jama'ah Tabligh, serta semua Jama'ah Tabligh yang sudah

menikah.

2. Objek penelitian

Objek penelitian adalah masalah yang dijadikan fokus utama dalam

penulisan. Secara lebih khusus objek penelitian adalah masalah yang telah

dirumuskan dalam rumusan masalah penelitian. Maka dalam kasus dan

permasalahan ini objek penelitiannya adalah pelaksanaan kewajiban nafkah

suami ketika khuruj fii sabilillah dalam keluarga Jama'ah Tabligh.

D. Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari sumber data Primer

dan sumber data Sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data yang

diperoleh secara langsung dari lapangan. Sumber data primer penulisan ini

meliputi wawancara, dimana wawancara akan dilakukan terhadap Jama'ah

Tabligh yang ada di Jorong Simpang, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten

Pasaman Barat. Sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data yang

diperoleh secara tidak langsung dari informan di lapangan. Sumber data sekunder

ini berupa dokumen, seperti bahan buku-buku kepustakaan yang berhubungan

dengan pembahasan penulisan ini.

1. Data Primer

Sumber data primer merupakan jenis data yang diperolah dan digali

dari sumber utamanya. Dalam penelitian lapangan sumber data primer adalah
31

subjek penulisan dengan pengumpulan data melalui kuisioner, panel, atau juga

hasil dari wawancara penulis dengan narasumber.

Adapun data primer dalam penulisan ini adalah data yang diperoleh

dari anggota Jama'ah Tabligh yang berdomisili di Jorong Simpang, Kecamatan

Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat.

2. Data Sekunder

Data Sekunder atau data penunjang yaitu data-data yang bersumber

dari bahan buku-buku kepustakaan yang berhubungan dengan pembahasan

penulisan ini.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek/subjek penulisan yang dapat

menjadi sumber data penulisan yang relevan dengan masalah yang diteliti.48

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Jama'ah Tabligh

yang melakukan khuruj selama empat bulan, yang berjumlah 12 orang di

Jorong Simpang, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat.

2. Sampel

Sampel adalah bagian kecil dari anggota populasi yang diambil

menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. 49 Oleh karena

populasi dalam penilitian ini sedikit, maka penulis menjadikan semua populasi

menjadi sampel dengan menggunakan metode total sampling.

48
Zuchri Abdussamad, Metode Penulisan Kualitatif, (Makassar: CV. Syakir Media Press,
2021), Cet, Ke-1, h. 130
49
Ibid., h. 131
32

F. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan merupakan kegiatan yang procedural (harus dilakukan dengan

mengikuti prosedur-prosedur tertentu). Teknik pengumpulan data digunakan

untuk mengumpulkan data sesuai tata cara penulisan sehingga diperoleh data yang

dibutuhkan. Oleh karena itu, untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan,

maka penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:

1. Observasi

Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data. Observasi

bisa dilakukan secara terlibat (partisipan) dan tidak terlibat (non-partisipan).

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

partisipan, yaitu teknik observasi yang dilakukan dengan cara terlibat langsung

dengan kehidupan dan aktivitas orang-orang yang diamati.50 Dalam penelitian

ini, observasi yang penulis gunakan adalah non-partisipan.

2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data untuk memperoleh

informasi yang diambil langsung dari sumbernya melalui percakapan atau

tanya jawab, artinya pertanyaan berasal dari pewawancara dan jawaban berasal

dari pihak yang diwawancarai.51 Teknik pengumpulan data melalui wawancara

ini bertujuan untuk menemukan permasalahan dan untuk mengetahui hal-hal

yang berkaitan dengan informan lebih mendalam.

50
Rahmadi, Pengantar Metodologi Penulisan, (Banjarmasin: Antasari Press, 2011), Cet.
Ke- 1., h. 80
51
Abdurrahmat Fathoni, Metode Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2011), Cet. Ke-1., h. 105
33

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan tanya jawab (langsung

dan lisan) yang dilakukan oleh penulis terhadap para anggota Jama'ah Tabligh

yang berdomisili di Jorong Simpang, Kecamatan Koto Balingka, Kabupaten

Pasaman Barat, dan orang yang terlibat dalam kasus dan permasalahan yang

berhubungan dengan penulisan.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi nerupakan suatu metode pengumpulan informasi

dengan mempelajari dokumen-dokumen untuk memperoleh informasi yang

berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Studi dokumentasi juga

merupakan salah satu cara dimana peneliti kualitatif dapat menvisualisasikan

perspektif subjek melalui materi tertulis atau dokumen lain yang dihasilkan
52
secara langsung oleh orang-orang yang terlibat. Adapun dokumentasi yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah pengambilan gambar/foto ketika

observasi dan wawancara.

G. Teknik Analisis Data

Analisis yang penulis gunakan adalah analisis data deskriptif kualitatif

yaitu data yang terkumpul lalu dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori atas

dasar persamaan jenis dari data-data tersebut. Kemudian data-data tersebut

diuraikan sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang utuh tentang

masalah yang akan diteliti.

52
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung,: Alfabeta,
2014), Cet. Ke-1., h. 228
34

H. Teknik Penulisan

Setelah data yang terkumpul dianalisa, maka penulis mendeskripsikan data

tersebut dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Metode Deduktif

Metode Deduktif yaitu penulis mengemukakan kaidah-kaidah atau

pendapat-pendapat yang bersifat umum kemudian dibahas dan diambil

kesimpulan secara khusus.

2. Metode Deskriptif Analitif

Metode ini yaitu dengan jalan mengemukakan data-data yang diperlukan

apa adanya, lalu di analisa sehingga dapat di susun menurut kebutuhan yang di

perlukan dalam penulisan ini.

I. Outline

Adapun sistematika penulisan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.

BAB I : Pendahuluan, dalam pembahasan ini meliputi latar belakang,

batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penulisan.

BAB II : Berisi tentang tinjuan umum tentang nafkah yang meliputi:

Pengertian nafkah, dasar Hukum kewajiban nafkah, sebab-sebab

yang mewajibkan nafkah, syarat-syarat wajib nafkah, dan

macam-macam nafkah. Kemudian terdapat tinjauan umum

tentang Jama'ah Tabligh yang meliputi: Sejarah pendiri Jama'ah

Tabligh, dan pola dakwah Jama'ah Tabligh.


35

BAB III : Berisi tentang metode penulisan yang meliputi: Jenis penulisan,

lokasi penelitan, subjek dan objek penulisan, populasi dan

sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, teknik penulisan, outline.

BAB IV : Gambaran umum lokasi penelitian meliputi sejarah singkat

lokasi penelitian, geografis, tingkat pendidikan, agama, sosial

dan budaya, ekonomi dan mata pencaharian. Pada bab ini juga

berisi tentang hasil wawancara dengan kelompok Jama'ah

Tabligh yang berdomisili di Jorong Simpang, Kecamatan Koto

Balingka, Kabupaten Pasaman Barat berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.

BAB V : Kesimpulan dan Saran


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Diakhir penulisan skripsi ini, terdapat beberapa kesimpulan sebagai

jawaban dari perumusan masalah, yaitu:

1. Konsep Nafkah Suami Kepada Keluarga dalam Islam.

Memberi nafkah adalah sebuah kewajiban dan tanggung jawab yang

dibebankan kepada seorang suami dan harus dipenuhi suami atau seorang

ayah dalam sebuah keluarga. Seorang kepala keluarga berkewajiban

memenuhi kebutuhan nafkah anak-anak dan istrinya dalam hal nafkah lahir

dan batin keluarga.

Besaran nafkah lahir yang harus diberikan seorang suami syari'at

Islam tidak memberikan patokan berapa besaran nilai yang harus diberikan

oleh seorang kepala keluarga. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan

penghasilan pada setiap individu dan perbedaan tempat dan budaya setiap

keluarga sehingga kebutuhan keluarga tentu akan berbeda pula.

2. Pemenuhan Nafkah Keluarga Bagi Jama'ah Tabligh yang melakukan

khuruj.

Masing-masing suami Jama'ah Tabligh sebelum berangkat khuruj

terlebih dahulu memberikan nafkah kepada keluarganya. Nafkah yang

diberikan pada saat khuruj disesuaikan dengan pemberian nafkah pada saat

53
54

tidak berangkat khuruj, hal itu bertujuan agar tidak adanya kekurangan

nafkah pada saat ia berangkat khuruj.

Nafkah yang diberikan masing-masing Jma'ah Tabligh kepada

keluarganya merupakan hasil menabung jauh-jauh hari sebelum berangkat

khuruj. Kemudian dana yang digunakan pada kegiatan khuruj ini juga

merupakan sisa dari nafkah yang diberikan kepada keluarga pada saat

sebelum khuruj.

3. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Kewajiban Nafkah

Suami Keluarga Jama'ah Tabligh ketika khuruj fii sabilillah

Kegiatan khuruj Jama'ah Tabligh dan kaitannya dengan pelaksanaan

nafkah saat suami melakukan kegiatan khuruj pada dasarnya telah sesuai

dengan apa yang terdapat dalam Hukum Islam. Allah berfirman dalam QS.

Ath-Thalaq ayat 7: :"Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi

nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya,

hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya…",

Begitu juga dengan beberapa hadits, diantaranya: "Dari Abu Hurairah

Rodhiallahu 'anhu berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:

"Takutlah kepada Allah perihal istri-istri, karena sesungguhnya kalian

mengambil mereka dengan kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat

Allah, maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian

kepada mereka dengan cara yang ma'ruf" (HR. Muslim), selanjutnya hadits

"Dari Muawiyah al-Qusyairi ia berkata, aku bertanya: 'Wahai Rasulullah,

apa hak-hak istri kami?', maka Rasulullah bersabda: 'Engkau memberinya


55

makan apa yang engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana

engkau berpakaian. Jangan engkau pukul wajahnya, jangan engkau

mencacinya, dan janganlah engkau meninggalkannya melainkan masih

dalam satu rumah" (HR. Abu Daud).

Berdasarkan analisis penulis tentang tinjauan Hukum Islam, selama

nafkah lahir anak-anak dan istri terpenuhi serta tidak melalaikan kewajiban

sebagai seorang suami dalam hal nafkah batin, maka tidak terdapat hal-hal

yang bertentangan dengan Hukum Islam terkait kegiatan dakwah khuruj

Jama'ah Tabligh ini, namun jika mereka hanya terfokus kepada kegiatan

dakwah khuruj nya saja tanpa memperhatikan nafkah anak-anak dan istri

dan melalaikan kewajiban layaknya seorang suami maka hal tersebut tidak

dibenarkan dalam Hukum Islam dikarenakan termasuk perbuatan yang

zalim.

B. SARAN

1. Para suami dari Jama'ah Tabligh disarankan lebih memperkenalkan sistem

khuruj kepada istri, dengan harapan supaya para istri dari kalangan Jama'ah

Tabligh dapat mensosialisikan hal tersebut kepada kalangan ibu-ibu

masyarakat setempat, agar tidak ada lagi anggapan yang jelek mengenai

kegiatan yang dilakukan oleh Jama'ah Tabligh apalagi sampai mengatakan

bahwa suami dari kalangan Jama'ah Tabligh tidak memperhatikan

kebutuhan keluarganya selama kegiatan khuruj fii sabilillah.


56

2. Dalam kajian yang dilakukan pada saat khuruj fii sabilillah disarankan

untuk tidak selalu terfokus kepada kajian fadilah-fadilah amal, melainkan

juga harus dibarengi dengan kajian fiqih nafkah dan fiqih keluarga agar para

Jama'ah Tabligh dalam kegiatan tersebut dapat belajar lebih dalam terkait

kewajiban sebagai suami dan hal itu dapat mengurangi adanya anggapan

buruk dari sebagian masyarakat tentang kegiatan dakwah yang mereka

lakukan.

3. Penulis juga menyarankan Jama'ah Tabligh ini mempunyai sistem

kebendaharaan sesama Jama'ah, supaya dana tersebut nantinya bisa

digunakan untuk biaya kegiatan khuruj fii sabilillah, baik itu biaya

transfortasi maupun biaya keperluan makan sehari-hari selama kegiatan

khuruj berlangsung, sehingga dana yang dikumpulkan oleh masing-masing

jama'ah dapat difokuskan kepada kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdussamad, Zuchri. Metode Penulisan Kualitatif. Makassar: CV. Syakir Media

Press, 2021. Cet. Ke-1

Arifandi, Firman. Serial Hadits Nikah 6: Hak dan Kewajiban Suami Istri. Jakarta:

Rumah Fiqih Publishing, 2020. Cet. Ke- 1

Al-Hiyali, Ra'ad Kamil Musthafa. Membina Rumah Tangga yang Harmonis,

Jakarta: Pustaka Azzam, 2001. Cet. Ke-1

Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Minhajul Muslim. alih bahasa Saifuddin Abu Sayyid,

dkk., Sukoharjo: Pustaka Arafah, 2014. Cet. Ke-1

Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Al-'Usratu Wa Al-Ahkamuha fii Al- Tasyri'i

Al-Islam, alih bahasa oleh Abdul Majid Khon. Jakarta: Hamzah, 2015.

Cet. Ke-4.

Az-zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islam Wa'dillatuhu, Jilid 10. alih bahasa oleh:

Abdul Hayyi al- Qatani dkk, Jakarta: Gema Insani & Darul Fikir, 2011.

Cet. Ke-10.

Darwis, Rizal. Nafkah Batin Istri dalam Hukum Perkawinan. Gorontalo: Sultan

Amai Press, 2015. Cet. Ke- 1

Efendi, Satria. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta:

Prenada Media, 2005. Cet. Ke-2.

Fathoni, Abdurrahmat. Metode Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2011. Cet. Ke-1

57
Hasan Ayyub, Syaikh. Fikih Keluarga. alih bahasa oleh: M. Abdul Ghoffar,

Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2001. Cet. Ke-1.

Hilal, Syamsu. Gerakan Dakwah di Indonesia.Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003.

Cet. Ke-1.

Nashiruddin al-Bani, Muhammad. Shahih Sunan Abu Daud. alih bahasa oleh:

Tajuddin Arief, dkk. Jakarta:Pustaka Azzam, 2006. Cet. Ke-1

Muhammad Uwaidah, Syaikh Kamil. Fiqh Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2017. Cet. Ke- 45

Rahmadi. Pengantar Metodologi Penlitian. Banjarmasin: Antasari Press, 2011.

Cet. Ke- 1

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994. Cet. Ke-39

1997. Cet. Ke-4

Rofiah, Khusniati. Dakwah Jama'ah Tabligh dan Eksistensinya di Mata

Masyarakat. Ponogoro: STAIN Ponogoro Press, 2010. Cet.Ke-1.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indoneia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2000. Cet. Ke-4

Sahir, Syafrida Hafni. Metodologi Penilitan. Bojonegoro: KBM INDONESIA,

2021. Cet. Ke- I

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Jilid 3. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011. Cet.

Ke- 2

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

2014. Cet. Ke-1

58
Syariffuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,

2014. Cet. Ke-5

WAMI.Gerakan Keagamaan dan Pemikiran. Jakarta: Yayasan Mitra Netra, 1995.

Cet. Ke-5

JURNAL

Furqan. "Peran Jama'ah Tabligh dalam Pengembangan Dakwah" , Jurnal Al-

Bayyan, Volume 21., No. 32., (2015)

Hudaya, Hairul. "Hak Nafkah Istri (Perspektif Hadits dan Kompilasi Hukum

Islam)". Jurnal Studi Gender dan Anak. Vol. 1, No. 1. (2013)

Jannah, Hasanatul. “Kompetensi Hukum Pemenuhan Nafkah Istri Pasca

Perceraian”, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 2., No. 1., (2010)

Salmah, "Nafkah dalam Perspektif Hadits", Jurnal Juris, Volume 13., No. 1.,

(2014)

Zaeny, A. "Gerakan dan Strategi Perjuangan Jama'ah Tabligh" , Jurnal TAPIs,

Volume 12., No. 2., (2016)

SKRIPSI

Agung Fikriza, Rizki. "Konsep Nafkah Keluarga Perspektif Jama'ah Tabligh",

Skripsi: Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu, 2022.

Rahman, Mustafa. "Nafkah dalam Pandangan Jama'ah Tabligh". Skripsi:

Universitas Alauddin. Makassar, 2018.

59
PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana cara anda memberi nafkah kepada keluarga selama anda melakukan

khuruj dalam jangka waktu yang lama?

2. Apa saja isi kajian dari Jama'ah Tabligh selama pada waktu khuruj?

3. Apakah ada donatur yang membiayai selama kegiatan khuruj berlangsung?

4. Bagaimana cara anda menghitung berapa biaya yang dibutuhkan keluarga selama

anda khuruj?

5. Apa tanggapan istri anda mengenai kegiatan dakwah Jama'ah Tabligh ini?

6. Apa yang anda lakukan jika istri tidak memberi izin pada saat anda ingin berangkat

khuruj?

7. Apakah nafkah yang anda tinggalkan untuk keluarga pernah mengalami kekurangan,

dan bagaimana cara anda mengatasi hal itu?

8. Apakah ada pembinaan atau kajian dalam Jama'ah Tabligh yang diberikan Ustadz-

Ustadz mengenai kewajiban suami istri dalam rumah tangga?

9. Sebagai kepala keluarga, bagaimana cara anda memberikan pendidikan agama kepada

anak-anak dan istri disamping kegiatan khuruj yang anda lakukan?

10. Apa tanggapan anda tentang kewajiban suami sebagai kepala rumah tangga?
DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar I: Wawancara dengan Ustadz Gambar II: Wawancara dengan Bapak


Hamzah pada tanggal 17 Juni 2023 Zuhriman pada tanggal 20 Juni 2023

Gambar III: Wawancara dengan Ustadz Gambar IV: Wawancara dengan Bapak
Ayyub pada tanggal 15 Juni 2023 Muhammad Irfan pada tanggal 20 Juni

Gambar V: Wawancara dengan Bapak Budi Gambar VI: Wawancara dengan Bapak
Hartono pada tanggal 19 Juni 2023 Kisman pada tanggal 21 Juni 2023
Gambar VII: Wawancara dengan Bapak Gambar VIII: Wawancara dengan Bapak
Budi pada tanggal 15 Juni 2023 Boyok pada tanggal 22 Juni 2023

Gambar IX: Wawancara dengan Ustadz Ali Gambar X: Wawancara dengan Bapak
Topan pada tanggal 25 Juni 2023 Ucok pada tanggal 19 Juni 2023

Gambar XI: Wawancara dengan Bapak Alfis Gambar XII: Wawancara dengan Ustadz
Abdi pada tanggal 16 Juni 2023 Syahrir pada tanggal 26 Juni 2023
Gambar XIII: Kegiatan Musyawarah sebelum berangkat Khuruj

Anda mungkin juga menyukai