Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode

Jurnal penelitian yang digunakan sebagai dasar penerapan EBNP

(Evidence Based Nursing Practice) berupa terapi ice pack dan massase SSBM

terhadap penurunan intensitas nyeri luka perineum ini didapatkan dari beberapa

akses pencarian, diantaranya adalah PubMed, Onesearch, dan Google scholar.

Dalam mencari jurnal penelitian tersebut, penulis menerapkan beberapa kriteria

baik itu kriteria inklusi maupun eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

1. Jurnal terpublikasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2015- 2020)

2. Jurnal yang digunakan sudah terindeks dan terdaftar pada jurnal

nasional maupun internasional.

3. Jurnal terpublikasi dalam bentuk full text

b. Kriteria Eksklusi

1. Jurnal penelitian terpublikasi dalam bentuk abstrak

2. Jurnal tidak terindeks pada jurnal nasional maupun internasional

Kata kunci yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelusuran

jurnal ilmiah diantaranya adalah terapi ice pack, massase SSBM, pain, perienum

dan Ibu post partum nifas. Dari pencarian tersebut penulis mendapatkan 6 jurnal

penelitian yang penulis gunakan sebagai dasar penerapan EBNP (Evidence Based

15
16

Nursing Practice) berupa pemberian terapi ice pack dan massase SSBM terhadap

penurunan intensitas nyeri luka perineum pada ibu nifas.

Tabel 2.1

BAGAN PEMILIHAN ARTIKEL

229 artikel
Pubmed : 2
One Search : 158
Google scholar : 69
Artikel berdasar article type
Dihilangkan: 105 artikel

124 artikel
Artikel berdasar full text
Dihilangkan: 1 artikel

123 artikel
Artikel berdasar 5 tahun terakhir
Dihilangkan: 46 artikel

77 artikel
Artikel dengan intervensi tidak
sama
Dihilangkan: 55 artikel
22 artikel
Artikel dengan subjek tidak sama
Dihilangkan: 16 artikel
6 artikel
17

2.2 Hasil Review Artikel

Tabel 2.2

Hasil Penelusuran Artikel

No Judul Penulis Tahun Metode Sampel Hasil


1. Length of Caroline, & 2015 Quasi 50 Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh terapi ice pack aplikasi
perineal pain Sonia Maria Experiment sampel paket es yang diaplikasikan selama 20 menit ke area perineum wanita
dengan yang melaporkan nyeri perineum 3 ibu dengan menggunakan skala
relief after ice
rancangan peringkat numerik (0-10), dengan perineum utuh, 1 atau 2 laserasi
pack application: Non- derajat atau episiotomi, antara 6 dan 24 jam setelah kelahiran vagina
A quasi- Randomized spontan. mengaplikasikan kompres es ke area perineum, terjadi
Control pengurangan yang signifikan pada tingkat keparahan nyeri perineum
experimental
Group yang dilaporkan (5,4 vs 1,0, p <0,0005). Kesimpulan: Aplikasi ice pack
study Pretest- selama 20 menit efektif untuk mengurangi nyeri perineum postpartum.
Postest

2. The Effects of Derya K. 2017 Quasi- 200 Pada kelompok eksperimen, skor skala analog visual pertama adalah
Cold Application Eksperimen 6,73 ± 1,68; setelah diberi terapi dingin, tingkat nyeri menurun menjadi
Senol, & Ergul sampel
to the Perineum dengan 2,59 ± 1,20 pada ibu primipara dan multipara.Selain itu, skor kuesioner
on Pain Relief Aslan
rancangan kenyamanan postpartum meningkat dari 2,58 ± 0,14 menjadi 2,69 ± 0,14
After
Vaginal Birth One group dipenilaian kedua setelah aplikasi terapi dingin dan perbedaannya
18

pretest signifikan secara statistik (p <0,001). Aplikasi terapi dingin pada


posttest perineum meredakan nyeri perineum dan meningkat kenyamanan
postpartum pada semua ibu. Rasa sakit yang dirasakan oleh para ibu
selama pemulihan dan kegiatan sehari-hari menurun, Nyeri perineum
postpartum mempengaruhi aktivitas sehari-hari seperti berbaring, duduk,
dan berjalan, perawatan bayi, menyusui, buang air kecil, dan tingkat
kenyamanan ibu postpartum.

3. Effectiveness of Agustina Ayu, 2015 Quasy 36 Penelitian ini menggunakan rancangan Quasi eksperimen pre-test-post-
warm compress Eksperiment test dengan Mann Whiteney test. Total sampel didapatkan 36 orang
& Heni sampel
and cold dengan dibagi menjadi 2 kelompok dimana 18 orang dengan perlakuan kompres
compress to Setyowati hangat dan 18 orang lainnya dengan perlakuan kompres dingin.
pendekatan
reduce laceration Kompres dingin dan kompres hangat dilakukan 3 kali dalam sehari.
perineum pain on pre-post test Penelitian ini membuktikan bahwa kompres dingin lebih berpengaruh
primiparous at Control dibandingkan dengan kompres hangat untuk menurunkan nyeri pada
Candimulyo group luka perineum
Magelang 2015 design
4. Kompres Dingin, Nurachmaniah 2018 Quasy 30 Perhitungan sampel menggunakan analisis Uji One-Way ANOVA yaitu
Pengaturan Posisi Siti, & Irma Eksperiment sampel univariat dan bivariat dengan α=0,05. Hasil uji One-Way ANOVA
dengan diperoleh nilai p-value=0,001 berarti (p<0,05), maka dapat disimpulkan
, massase
pendekatan bahwa ada perbedaan yang bermakna rata-rata massase, kompres dingin
terhadap pre-post test dan pengaturan posisi terhadap penurunan intensitas nyeri persalinan
Penurunan Control kala I fase aktif dan hasil uji Post Hoc Bonferroni diperoleh anta
group rkelompok massase- Pengaturan Posisi p-value=0,002 berarti (p<0,05)
Intensitas Nyeri
dan antar kelompok Kompres Dingin - Pengaturan Posisi p-value=0,004
Kala I Fase Aktif design
berarti (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-
19

rata antar kelompok tersebut terhadap penurunan intensitas nyeri


persalinan kala I fase aktif.
5. Efektifitas Rahmawati E 2015 Quasy 30 Sampel dalam penelitian ini adalah setiap subjek yang memenuhi
kompres dingin eksperiment sampel kriteria inklusi. Desain penelitian ini adalah Quasy eksperiment.
dan slow stroke
, dengan Rancangan penelitian menggunakan two group comparation pretest-
back massase
(SSBM) rancangan postest design. Satu kelompok diberi intervensi kompres dingin dan satu
terhadap penelitian kelompok lainnya diberi intervensi Slow Stroke Back Massage (SSBM).
penurunan
two group Analisa bivariat yaitu yang digunakan untuk menguji perbedaan antara
nyeri perineum
pada ibu nifas comparation dua kelompok data yang berpasangan dengan Uji Wicoxon, yang kedua
di Rumah Sakit pretest- yang digunakan untuk menguji perbedaan antara dua kelompok data
Umum Daerah
postest ordinal yang independent dengan data berskala ordinal adalah uji Mann
Pamekasan
design. Whitney. Hasil analisa bivariat ada perbedaan nyeri perineum sebelum
dan setelah diberikan kompres dingin dengan uji wilcoxon ρ<0.001.
dengan penurunan nyeri perineum sebesar 63%. Ada perbedaan nyeri
perineum sebelum dan setelah diberikan SSBM dengan uji wilcoxon
ρ<0,001 , dengan penurunan nyeri perineum sebesar 36%. Kemudian
perbedaan nyeri perineum sebelum dan setelah diberikan kompres
dingin dan SSBM bermakna.
20

6. Efektifitas Lidia Fitri, & 2018 Quasy 30 Analisis data secara univariat dan bivariat, pengujian data dengan uji
Stimulasi Kutan Rice Eksperiment sampel statistik t untuk mengukur skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan
Slow Stroke Noviawanti dengan perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata intensitas nyeri
Back Massase rancangan persalinan sebelum intervensi adalah 6.43 dan setelah dilakukan
(SSBM) teknik Non intervensi adalah 4.13. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran
Terhadap Random pertama dan kedua adalah 2.3 dengan standar deviasi 1.393. Hasil uji
Penurunan Assignment statistik didapatkan nilai 0.000 maka ada pengaruh teknik stimulasi
Intensitas Nyeri kutan slow stroke back massage terhadap penurunan intensitas nyeri
Bersalin bersalin kala I. Disimpulkan SSBM sangat efektif dalam menurunkan
intensitas nyeri bersalin kala I fase aktif.
21

2.3 Tinjauan Pustaka

2.3.1 Luka Perineum

2.3.1.1 Pengertian luka Perineum

Luka perineum merupakan robekan pada jalan rahim pada saat

melahirkan janin. Robekan perineum terjadi secara spontan maupun

robekan melalui tindakan episiotomi. Robekan perineum terjadi pada

hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada

persalinan berikutnya. Pada proses persalinan sering terjadi

rupturperineum yang disebabkan antara lain: kepala janin lahir terlalu

cepat, persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, riwayat jahitan

perineum, pada persalinan dengan distosia bahu. (Wiknjosastro, 2016).

2.3.1.2 Klasifikasi Luka Perineum

Klasifikasi ruptur perineum menurut Prawiroharjo (2014)

terbagi dua bagian yaitu:

1. Ruptur perineum spontan

Luka pada perineum yang terjadi karena sebab tertentu tanpa

dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada

saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

2. Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi)

Luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau

perobekan pada perineum. Episiotomi adalah torehan yang dibuat

pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.


22

Menurut Indrayani (2016), menyebutkan bahwa robekan

perineum dapat di bagi dalam 4 tingkatan yaitu :

1. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina

dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.

2. Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama

mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei

transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.

3. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum

sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di

beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk

dalam robekan derajat III atau IV.

4. Tingkat IV : Robekan hingga epitel anus. Robekan mukosa

rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak

termasuk dalam klasifikasi diatas.

Gambar 1. Derajat laserasi perineum derajat 1, 2, 3, dan 4


Sumber : Indrayani. 2016
23

2.3.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Luka Perineum

A. Faktor ibu

1) Partus presipitatus atau persalinan berlangsung dengan

sangat cepat yang tidak ditolong dan tidak dapat

dikendalikan (faktor yang sering terjadi)

2) Pasien tidak mampu berhenti mengejan atau tidak dapat

menahan tekanan.

3) Persalinan yang dilakukan dengan tergesa-gesa dengan

dorongan yang berlebih pada fundus.

4) Edema dan kerapuhan pada perineum

5) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.

6) Arkus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang

sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah

posterior.

7) Peluasan saat episiotomi

B. Faktor Bayi
1) Bayi yang besar.

2) Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan

occipitoposterior.

3) Persentasi bokong.

4) Ekstrasksi forceps yang sukar

5) Anomali congenital, seperti hydrocephalus.

6) Distosia Bahu
24

2.3.2 Nyeri Luka Perinium

2.3.2.1 Pengertian Nyeri Luka Perinium

Nyeri perineum merupakan nyeri yang diakibatkan oleh

robekan yang terjadi pada perineum, vagina, serviks, atau uterus

dapat terjadi secara spontan maupun akibat tindakan manipulatif

pada pertolongan persalinan. Robekan perineum terjadi pada

hampir semua persalinan pervaginam baik itu robekan yang

disengaja dengan episiotomi maupun robekan secara spontan

akibat dari persalinan, robekan perineum ada yang perlu tindakan

penjahitan ada yang tidak perlu. Dari jahitan perineum tadi pasti

menimbulkan rasa nyeri. (Prawirohardjo, 2016).

Ibu nifas yang mengalami nyeri perineum berlebihan akan

menimbulkan trauma perineum. Trauma perineum masalah yang

paling penting dalam beberapa hari pertama setelah kelahiran,

yang akan mempunyai gejala awal yaitu penurunan mobilitas dan

penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari,

kesulitan duduk akibat dari nyeri perineum dapat menghambat

inisiasi menyusui yang akan mempengaruhi ikatan ibu dan bayi.

Trauma perineum akan memperbesar adanya urinary,

inkontinansia alvi, dan disfungsi seksual. (Sulistiyawati &

Nugraheni, 2015).
25

2.3.2.2 Patofisiologi Nyeri Perineum

Patofisiologi nyeri perineum yang dialami oleh ibu

postpartum adalah ketika persalinan terjadi dilatasi serviks, pada

corpus rahim distensi, peregangan pada segmen bawah rahim,

peregangan pada leher rahim dan nyeri dilanjutkan ke dermaton

terdapat pada segmen tulang belakang dengan menerima respons

dari rahim dan leher rahim. Ketegangan jaringan selama

persalinan terjadi di perineum dan tekanan pada otot perineum,

rasa sakit yang disebabkan oleh rangsangan struktur somatik

dangkal dan digambarkan sebagai lokal, terutama di daerah saraf

pudendus. (Prawirohardjo, 2016)

2.3.2.3 Pengukuran Intensitas Nyeri

Pengukuran intensitas nyeri merupakan bagian penting

dari pengkajian nyeri awal dan berkelanjutan. Berbagai skala

nyeri divalidasi tersedia untuk mengukur nyeri (Indrayani, 2016)

.Untuk menilai skala nyeri terdapat beberapa macam skala nyeri

yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri seseorang

antara lain:

a. Verbal Descriptor Scale (VDS)

Verbal Descriptor Scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari

tiga sampai lima kata pendeskripsi yang telah disusun dengan

jarak yang sama sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking


26

dari tidak terasa nyeri sampai terasa nyeri (nyeri tidak

tertahankan). Pengukuran menunjukan pada pasien skala

tersebut atau memintanya untuk memilih intensitas nyeri yang

2dirasakan . (Indrayani, 2016)

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri


Nyeri Ringan Sedang Hebat Sangat Tidak
Hebat Terkontrol

Gambar 2 : Skala Pengukuran Nyeri

b. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang menggambarkan skala

nyeri terus menerus. Pada skala ini kata kuncinya adalah „tidak

nyeri‟ dan nyeri senyeri-nyerinya. Skala ini menjadikan klien bebas

untuk memilih tingkat nyeri yang dirasakan (Indrayani, 2016).

Gambar 3 : Skala Pengukuran Nyeri (VAS)


Sumber : Judha, 2012
27

c. Numeric Rating Scale (NRS)

Skala nyeri ini memiliki nilai numeris dan hubungan

berbagai tingkat nyeri. Skala nyeri ini terdiri dari garis 0-10 cm

yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan daerah yang

paling nyeri kemudian diberikan skala. Instrumen NRS lebih

signifikan dalam mengukur intensitas nyeri. (Indrayani, 2016).

Gambar 4: Skala Pengukur Nyeri NRS

Sumber : Indrayani, 2016

d. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang

menggambarkan wajah yang sedang tersenyum untuk menandai

tidak adanya rasa nyeri yang dirasakan, kemudian secara bertahap

meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah sangat sedih,

sampai wajah yang sangat ketakutan yang berati skala nyeri yang

dirasakan sangat nyeri (Judha, 2012).


28

Gambar 5: Skala Pengukur Nyeri (FRS)

2.3.2.4 Manajemen Penatalaksanaan Nyeri

a. Manajemen Farmakologi

Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode

yang mengunakan obat- obatan dalam praktik

penanganannya. Cara dan metode ini memerlukan instruksi

dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan pendekatan

farmakologi dengan manajemen dengan penggunaan

analgesia maupun anastesi, biasanya analgesik yang

diberikan yaitu paracetamol dan asam mefenamat

(Medforth, 2011).

b. Manajemen Non Farmakologi

Manajemen nyeri non farmakologi merupakan

tidakan menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan

agen farmakologi. Tindakan non-farmakologi selalu lebih

sederhana dan aman, tidak memiliki efek samping utama,

relatif murah dan mudah digunakan. (Indriyani, 2016)


29

2.3.3 Konsep Teori Terapi Ice Pack

2.3.3.1 Pengertian Ice Pack

Kompres dingin atau ice pack merupakan salah satu

alternatif pengobatan non farmakologi yang dapat mengurangi

rasa nyeri, juga dapat diterapkan pada nyeri luka perineum.

Kompres dingin dapat meredakan nyeri dengan memperlambat

kecepatan konduksi saraf dan menghambat impuls saraf,

menyebabkan mati rasa dan meningkatkan ambang nyeri dan

dapat menimbulkan efek analgetik alami dengan memperlambat

kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai

otak lebih sedikit. (Prasetyo, 2015).

Dalam bidang keperawatan kompres dingin banyak

digunakan untuk mengurangi rasa nyeri. Pada aplikasi dingin

memberikan efek fisiologis yakni menurunkan respon inflamasi,

menurunkan aliran darah dan mengurangi edema, mengurangi

rasa nyeri lokal (Tamsuri, 2017).

2.3.3.2 Patofisiologi Ice Pack Menurunkan Intensitas Nyeri

Terapi ice pack menimbulkan efek analgetik alami dengan

memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri

yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang

mungkin bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan

dan mengurangi persepsi nyeri. Teknik ini berkaitan dengan teori


30

gate control dimana stimulasi kulit berupa kompres dingin dapat

mengaktivasi transmisi serabut saraf sensorik A-Beta yang lebih

besar dan lebih cepat. Hal ini menutup “gerbang” sehingga

menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dengan diameter

yang kecil. Sensasi dingin diberikan pada sekitar area yang terasa

nyeri, pada sisi tubuh yang berlawanan yang berhubungan dengan

lokasi nyeri, atau pada area yang berlokasi di antara otak dan area

nyeri. Setiap klien akan memiliki respons yang berbeda-beda

terhadap area yang diberikan terapi. Terapi yang diberikan dekat

dengan area yang terasa nyeri cenderung bekerja lebih baik.

(Novita, 2015).

Respon kulit pada aplikasi terapi dingin 5-12 menit anestesi

relatif kulit. Pada umumnya kompres dingin lebih mudah

menembus jaringan dibandingkan dengan kompres panas. Ketika

otot sudah mengalami penurunan suhu akibat aplikasi kompres

dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibanding dengan

panas karena adanya lemak subkutan yang bertindak sebagai

insulator. Di sisi lain lemak subkutan merupakan barrier utama

energi dingin untuk menembus otot. (Fauzi, 2015)

2.3.3.3 Prosedur Tindakan Terapi Ice Pack

Sebelum dilakukan tindakan terlebih dahulu di kaji ulang

nyeri dan kenyamanan kepada pasien serta fungsi dan keamanan


31

alat pada pasien dan perawat/bidan. Terapi ice pack ini merupakan

kantong yang berisi karet diberi alas kain atau handuk kemudian

diletakkan di daerah nyeri perineum. Penggunaan terapi ice pack

dengan suhu 15oC dilakukan selama 10 menit sebanyak 2x sehari

selama nyeri timbul atau selama hari perawatan akan memberikan

pengaruh terhadap perubahan tingkat skala nyeri dari nyeri sedang

(skala 4–6) menjadi nyeri ringan (skala 1-3) atau nyeri hilang (0).

2.3.4 Konsep Teori Massase Slow Stroke Back Massase (SSBM)

2.3.4.1 Pengertian Massase SSBM

Massase SSBM merupakan suatu tindakan memberi

kenyamanan, yang dapat meredakan ketegangan, merilekskan

pasien dan meningkatkan sirkulasi sehingga menyebabkan

terjadinya pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi

stimulus nyeri. Usapan yang panjang dan lembut dapat

memberikan kesenangan dan kenyamanan bagi pasien, sedangkan

usapan yang pendek dan sirkuler cenderung lebih bersifat

menstimulasi. (Ester, 2015).

2.3.4.2 Patofisiologi Massase SSBM Menurunkan Intensitas

Nyeri

Salah satu teknik memberikan massage adalah tindakan

massage punggung dengan usapan yang perlahan (Slow Stroke


32

Back Massage). Stimulasi kulit menyebabkan pelepasan

endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori

Gate Control mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan

transmisi serabut saraf sensori A Beta yang lebih besar dan lebih

cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C

dan delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps

menutup transmisi implus nyeri. Stimulasi kutaneus akan

merangsang serabut serabut perifer untuk mengirimkan impuls

melalui dorsal horn pada medulla spinalis, saat impuls yang

dibawa oleh serabut A-Beta mendominasi maka mekanisme

gerbang akan menutup sehingga impuls nyeri tidak dihantarkan

ke otak. Dengan menggunakan tindakan massage pada punggung

dengan usapan yang perlahan (Slow Stroke Back Massage) akan

menurunkan intensitas nyeri. (Prasetyo, 2016).

2.3.4.3 Prosedur Tindakan Massase SSBM

Tehnik untuk melakukan SSBM dapat dilakukan dengan

beberapa pendekatan, salah satu metode yang dilakukan adalah

dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan

tangan, dengan kecepatan 60 kali usapan per menit. Usapan yang

panjang dan lembut dapat memberikan kesenangan dan

kenyamanan bagi pasien, sedangkan usapan yang pendek dan

sirkuler cenderung lebih bersifat menstimulasi (Ester, 2015)


33

Pijatan yang lembut, lambat, dengan penekanan berirama

dilakukan selama 5 menit pada daerah torakal 10 sampai 12 pada

saat 2 jam setelah partus spontan atau dapat dilakukan ketika nyeri

timbul selama hari perawatan. Massase SSBM ini yang dapat

mempengaruhi system saraf otonom sehingga menimbulkan rasa

rilex.
34

2.4 Kesimpulan Artikel

Dari beberapa artikel yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh terapi ice pack dan massase SSBM terhadap penurunan

intensitas nyeri luka perineum pada ibu nifas dibuktikan dari hasil

pengamatan yang telah dilakukan. Salah satu penelitian dari (Senol & Aslan,

2017) pada penelitian mereka yang berjudul “The effect of cold application to

the perineum on pain relief after vaginal birth” kompres dingin untuk

perineum dapat menurunkan suhu kulit dan jaringan yang mendasarinya,

menyebabkan reseptor alfa dalam darah menjadi terstimulasi oleh sistem saraf

simpatik, dan mengurangi sirkulasi darah ke daerah karena vasokonstriksi,

yang semuanya mengurangi rasa sakit. Beberapa penelitian bertujuan untuk

menilai nyeri perineum pada wanita yang diobati dengan bantalan kompres

dingin setelah melahirkan mengungkapkan penurunan keparahan nyeri

perineum mereka.

Tindakan nonfarmakologi lainnya untuk mengurangi nyeri adalah

dengan massage. Massage dan sentuhan merupakan teknik integrasi sensori

yang mempengaruhi sistem saraf otonom. Apabila pasien mempersepsikan

sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respons

relaksasi. Relaksasi sangat penting untuk meningkatkan kenyamanan dan

membebaskan diri dari ketegangan dan stress akibat penyakit yang dialami.

Salah satu teknik memberikan massage adalah tindakan massage punggung

dengan usapan yang perlahan (Slow Stroke Back Massage). Stimulasi kulit

menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus


35

nyeri. Teori Gate Control mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan

transmisi serabut saraf sensori A Beta yang lebih besar dan lebih cepat.

Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang

berdiameter kecil ingga gerbang sinaps menutup transmisi implus nyeri.

Stimulasi kutaneus pada tubuh secara umum sering dipusatkan pada

punggung dan bahu. Stimulasi kutaneus akan merangsang serabut serabut

perifer untuk mengirimkan impuls melalui dorsal horn pada medulla spinalis,

saat impuls yang dibawa oleh serabut A-Beta mendominasi maka mekanisme

gerbang akan menutup sehingga impuls nyeri tidak dihantarkan ke otak.

Dengan menggunakan tindakan massage pada punggung dengan usapan yang

perlahan (Slow Stroke Back Massage) akan menurunkan intensitas nyeri.

(Prasetyo, 2018) . Dalam studi kasus ini, Terapi ice pack dapat dilakukan

selama 20 menit sebanyak 2x sehari dengan suhu 15oC . Sedangkan massase

SSBM dilakukan 5 menit setelah 2 jam post partum, atau dapat diteruskan

setiap kali nyeri muncul. Pemberian terapi ice pack dan massase SSBM

diharapkan dapat dilakukan lebih dari satu kali, selain untuk mengurangi

intensitas nyeri juga mendapatkan hasil yang lebih maksimal untuk

memberikan rasa nyaman pada pasien. Keuntungan dari kedua terapi adalah

tindakan ini dapat dilakukan di rumah ketika nyeri masih muncul, sehingga

memungkinkan pasien dan keluarga melakukan upaya dalam mengontrol

nyeri . Hal ini dapat membantu kemandirian klien dan keluarga dalam

mengelola nyeri, khususnya bagi pasien yang sulit mendapatkan fasilitas

pelayanan medis atau pasien yang tidak ingin mengatasi nyeri dengan
36

menggunakan terapi farmakologis. Selain itu dalam pemberian terapi ice

pack dan massase SSBM tidak perlu menggunakan alat khusus yang

membutuhkan biaya yang besar sehingga stimulus ini dapat diberikan kepada

masyarakat mulai dengan tingkat ekonomi atas hingga masyarakat ekonomi

bawah.

Anda mungkin juga menyukai