Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HADITS

“ HADITS TENTANG POLIGAMI “

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits

Dosen Pengampuh:
Dr. Muhammad Wakka, LC, M.TH.I

Disusun Oleh Kelompok 5:


Sakinah (10220220020)
Iga Kusni (10220220035)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Kami telah menyususun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksismal


mungkin. Namun tentunnya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih
baik dari sebelumnya. Pada dasarnya makalah ini kami sajikan untuk membahas
tentang “Hadits Tentang Poligami”. Untuk lebih jelasnya simak pembahasan dalam
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan pengetahuan yang
mendalam tentang interaktif edukatif disekolah kepada kita semua.

Makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, tak ada gading yang tak retak.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan saran dari teman-teman untuk
memperbaiki makalah kami selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan
terimakasih.

Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokaatuh

Makassar, 17 Maret 2024


DAFTAR ISI

COVER .........................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang .............................................................................................. 4

Rumusan Masalah ......................................................................................... 4

Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Poligami..................................................................................................... 5
2. Dasar Hukum Poligami. ........................................................................... 5-6
3. Pandangan Ulama Tentang Poligami ....................................................... 8-10
4. Kualitas Hadist Tentang Poligami .......................................................... 10

BAB III PENUTUP


a. Kesimpulan ............................................................................................. 11
b. Saran ...................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 12


BAB I
( PENDAHULUAN )

A. Latar Belakang
Poligami merupakan problem sosial klasik yang selalu diangkat hingga saat ini.
Setidaknya terdapat tiga pandangan mengenai permasalah ini: pertama,
memperbolehkan poligami secara mutlak; kedua, melarang poligami secara mutlak;
dan ketiga, memperbolehkan poligami dengan syarat tertentu dan tidak melarangnya
secara ekstrim. Kesemua pandangan ini mendasarkan pandangannya pada teks
keagamaan yang sama yaitu QS. Al-Nisā’: 3, dan beberapa hadis Nabi Muhammad saw.
Akan tetapi, perbedaan terjadi dikarenakan perbedaan cara atau sudut pandang dalam
mengeksplorasi hadis-hadis Nabi yang berbicara mengenai tema ini. Secara lahiriah,
memang tampak kontradiktif antara satu hadis dengan hadis lainnya. Ada hadis yang
membolehkan dan ada pula hadis yang melarang. Oleh karena itu, dalam tulisan ini
penulis akan membaca hadis-hadis tersebut dengan kacamata
Metodenya dalam memahami matan hadis yaitu dengan menguji hadis tersebut
dangan al-Qur’an, hadits lain, fakta sejarah dan kebenaran ilmiah. Hadis-hadis tersebut
sejatinya tidaklah kontradiktif, melainkan harus dipahami dengan mengacu pada QS.
Al-Nisā’:3 tadi. Karena menurut Syeikh al-Ghazali, Al-Qur’an merupakan sumberr
otoritatif yang palimg utama. Oleh karena itu, untuk memahami hadis-hadis Nabi harus
berpedoman dengan al-Qur’an. Dalam kasus ini, QS. Al-Nisā’:3 membolehkan
poligami tetapi dengan catatan dan syarat yang sangat ketat yaitu berlaku adil, serta
syarat lain yang juga terdapat pada hadis Nabi SAW.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari poligami ?
2. Apa dasar hukum tentang poligami ?
3. Apa pendapat ulama tentang poligami ?
4. Kualitas hadits tentang poligami ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari poligami
2. Mengetahui dan Memahami dasar hukum tentang poligami
3. Mengetahui dan memahami pendapat ulama tentang poligami
4. Mengetahui dan memahami kualitas hadits tentang poligami

4
BAB II
( PEMBAHASAN )

A. Pengertian Poligami
Poligami berasal dari bahasa yunani, kata ini merupakan gabungan dari poly atau
polus yang berarti banyak dan kata gamein atau gamos yang berarti kawin atau
perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan
yang banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas. Sedangkan dalam bahasa
arab, poligami sering diistilahkan dengan ta’addud az-zaujat. Poligami menurut kamus
bahasa Indonesia ialah ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau
mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu bersamaan.
Sedangkan secara istilah, poligami berarti ikatan perkawinan dimana salah satu
pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
Walaupun dalam pengertian di atas terdapat kalimat “salah satu pihak”, akan tetapi
karena istilah perempuan yang memiliki banyak suami dikenal dengan poliandri, maka
yang dimaksud poligami disini adalah ikatan perkawinan, dimana seorang suami punya
beberapa isteri dalam wakt bersamaan.

B. Dasar Hukum Poligami


Ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar dibolehkannya poligami adalah Q.S An-Nisa 4:3
‫ث َو ُر ٰب َع ۚ فَ ِا ْن خِ ْفت ُ ْم‬ َ ‫سا ٓءِ َمثْ ٰنى َوث ُ ٰل‬ َ ِ‫ب لَـكُ ْم ِم َن الن‬َ ‫طا‬ َ ‫سطُ ْوا فِى ا ْليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكح ُْوا َما‬ ِ ‫َواِ ْن خِ ْفت ُ ْم اَ اَّل ت ُ ْق‬
ٰۤ
‫أََّلا تَ ْع ِدلُ ْوا فَ َوا حِ َدةً اَ ْو َما َملَـكَتْ اَ ْي َما نُكُ ْم ۚ ٰذ ِلكَ اَد ْٰنى اَ اَّل تَعُ ْولُ ْوا‬

“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak- hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Ayat QS al-Nisa/ 4: 3 ini berbicara tentang kondisi yang melatar belakangi
pengaturan, syarat adil, dan batas maksimal poligami dengan empat istri. Ayat tersebut
memberi petunjuk bahwa seorang pria yang mampu berlaku adil boleh mengawini
perempuan yang ia senangi; dua, tiga,atau empat (berpoligami).Akan tetapi apabila ia
kuatir tidak mampu berlaku adil maka cukup satu saja.

5
Ayat ini tidak secara tegas membolehkan atau melarang berpoligami kecuali
menetapkan sebuah syarat yaitu mampu berlaku adil, Allah swt justru menyerahkan
pilihan itu pada orang yang bersangkutan, apakah ia mau melakukannya atau tidak.

Menurut Quraish Shihab, ayat ini menjadi dasar bolehnya poligami. Namun
demikian, ayat ini tidak membuat satu peraturan tentang poligami, karena poligami
telah dikenal dan dilaksanakan oleh syari’at agama dan adat istiadat sebelum Islam.
Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya. Ia hanya berbicara
tentang bolehnya poligami, itu pun merupakan pintu darurat kecil, yang hanya dilalui
saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak ringan.

Di samping membatasi hanya boleh mempunyai empat orang istri, diisyaratkan


juga bagi suami yang mempunyai istri lebih dari satu untuk dapat berlaku adil.
Diuraikan dalam Q.S An-Nisa 4:129 :
‫صت ُ ْم فَ ََل تَ ِم ْيلُ ْوا كُ ال ا ْل َم ْي ِل فَتَذَ ُر ْوهَا كَا ْل ُمعَلاقَ ِة ۚ َواِ ْن‬ َ ِ‫ستَطِ ْيعُ ٰۤ ْوا اَ ْن تَ ْع ِدلُ ْوا بَ ْي َن الن‬
ْ ‫سا ٓءِ َولَ ْو َح َر‬ ْ َ‫َولَ ْن ت‬
‫غفُ ْو ًرا ارحِ ْي ًما‬ َ ‫ص ِلح ُْوا َوتَتاقُ ْوا فَ ِا ان ه‬
َ ‫ّٰللا كَا َن‬ ْ ُ‫ت‬

“ Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-
katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hal ini terkait dengan kecenderungan hati. Maka jika tidak menggabung
pemahaman kedua ayat di atas, seolah-olah poligami itu dilarang. Kecenderungan hati
tidak diwajibkan untuk berlaku adil. Hal ini di luar kemampuan manusia sebagimana
kecenderungan hati Rasulullah kepada Aisyah melebihi istri-istri beliau yang lain.
Hadis Aisyah menyatakan,”Ya Allah inilah kemampuanku untuk berlaku adil. Maka
janganlah Engkau siksa dari apa yang tidak sanggup untuk berlaku adil”—yang beliau
maksud adalah tertkait dengan kecenderungan hati dari rasa cinta.
Mayoritas ulama fiqh menyadri bahwa keadilan kualitatif adalah sesuatu yang
sangat mustahil bisa diwujudkan. Abdurrahman Al-Jaziri menuliskan bahwa
mempersamakan hak atas kebutuhan seksual dan kasih sayang diantara isteri-isteri yang
dikawini bukanlah kewajiban bagi orang yang berpoligami karena sebagai suami, orang
tidak akan mampu berbuat adil dalam membagi kasih sayang dan kasih sayang itu
sebenarnya sangat naluriah.

6
C. Pendapat Ulama Tentang Poligami

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum poligami. Masjfuk Zuhdi


menjelaskan bahwa Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau
mudarat dari pada manfaatnya; karena manusia menurut fitrahnya mempunyai watak
cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut mudah timbul dengan kadar
tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Poligami bisa menjadi
sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dengan isteri-
isteri dan anak-anak dari isteri-isterinya, maupun konflik antara isteri beserta anak-
anaknya masing-masing.
Pendapat yang lebih ekstrim datang dari Muhammad Abduh, yang mengatakan
bahwa hukum berpoligami bagi orang yang merasa khawatir tidak akan berlaku adil
adalah haram. Selain itu poligami yang dilakukan dengan tujuan hanya untuk
kesenangan memenuhi kebutuhan biologis semata hukumnya juga haram. Poligami
hanya dibolehkan jika keadaan benar-benar memaksa seperti tidak dapat mengandung.
Kebolehan poligami juga mensyaratkan kemampuan suami untuk berlaku adil.
Mengenai syarat keadilan dalam poligami juga diungkapkan para Imam Madzhab yaitu
Imam Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hambali. Menurut mereka seorang suami boleh
memiliki seorang isteri lebih dari satu tetapi dibatasi hanya sampai empat orang isteri;
Akan tetapi kebolehannya tersebut memiliki syarat yaitu berlaku adil antara
perempuan-perempuan itu, baik dari nafkah atau gilirannya.
Menurut Sayyid Qutub, poligami merupakan suatu perbuatan Rukhṡah. Karena
merupakan rukshah, maka bisa dilakukan hanya dalam keadaan darurat, yang benar-
benar mendesak. Kebolehan ini disyaratkan bisa berbuat adil kepada isteri-isterinya.
Keadilan yang dituntut disini termasuk dalam nafkah, muamalah, pergaulan serta
pembagian malam. Sedang bagi calon suami yang tidak bisa berbuat adil, maka
diharuskan cukup satu saja. Sementara bagi yang bisa berbuat adil terhadap isterinya,
boleh poligami dengan maksimal hanya empat isteri.
Para ulama juga memberikan saran, apabila tidak bisa berlaku adil, hendaknya
beristeri satu saja itu jauh lebih baik. Para ulama Ahli Sunnah juga telah sepakat, bahwa
apabila seorang suami mempunyai isteri lebih dari empat, maka hukumnya haram.
Perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah, kecuali suami
telah menceraikan salah seorang isteri yang empat itu dan telah habis pula masa
iddahnya. Dalam masalah membatasi isteri empat orang saja, Imam Syafi’i berpendapat

7
bahwa hal tersebut telah ditunjukan oleh Rasulullah SAW sebagai penjelasan dari
firman Allah SWT, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorangpun yang dibenarkan
nikah lebih dari empat perempuan.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan, meskipun menggunakan
dasar yang berbeda, para ulama konvensional mengakui poligami boleh hukumnya,
bukan dianjurkan (sunnah), apalagi perintah (wajib) seperti diasumsikan kebanyakan
orang. Demikian juga dari penjelasan tersebut di atas tidak ada indikasi menyebutkan
poligami sebagai asas perkawinan dalam Islam.

D. Kualitas Hadits Tentang Poligami


1. Hadits Kebolehan Poligami
Hadis yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan at-Tirmidzi yang
menceritakan tentang Ghailan ibn Maslamah yang mempunyai sepuluh orang istri.

‫ع ْب ِد هللا عن ابن‬
َ ‫الم ب ِْن‬ ِ ‫س‬ َ ْ‫ي ِ عَن‬ ِّ ‫سعِي ِد ب ِْن أَبي ِ ع َُروب ََة عَنْ َم ْع َم ٍر عَنْ الزُّ ْه ِر‬ َ ْ‫ع ْب َد ُة عَن‬ َ ‫عَنْ اب ِْن َحدَّثـَنَا هَنَّا ٌد َحدَّثـَ َنا‬
ِّْ ُِْ‫سلَ ْمنَ َمعَهُ فَأ َ َم َرهُ النَّبي‬
ْ َ ‫عش ُْر نِس َْو ٍة في ِ الج َْْا ِه ِليَّ ِة فَأ‬ ْ َ‫سلَ َمةَ الثـَّقَف َِّي أ‬
َ ُ‫سلَ َم َولَه‬ َ َ‫غ ْيالَنَ بْن‬ َ َّ‫عُ َم َر أَن‬
َّ‫يرَْ أَ ْربـَعًا مِ نـْ ُهن‬
َّ ‫سلَّ َم أَنْ يـَتَ َخ‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ‫صلى هللا‬
Artinya: “Kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami ‘Abdah dari Sa‘id
bin Abu ‘Arubah dari Ma‘mar dari Al-Zuhri dari Salim bin Abdullah dari Ibnu Umar
bahwa Ghailan bin Salamah Al-Tsaqafi masuk Islam. Saat itu ia memiliki sepuluh
orang istri dari masa Jahiliyah. Mereka semuanya masuk Islam juga, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menyuruhnya agar memilih empat diantara mereka.”(H.R. al-
Tirmidzi: 1047).

8
Kedua; Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dalam Bab al-Rajul Yuslimu
wa‘Indahu Aktsar Min ‘Arba’ Niswatin yang berbunyi:

ِ ‫ش َم ْر َد ِل عَنْ قـَي‬
‫ْس‬ ِ ‫ش ْي ٌم عَنْ اب ِْن أَبي ِ لَيـْلَى عَنْ ح َمُْ ْيضَةَ بِ ْن‬
َّ ‫ت ال‬ َ ُ‫َحدَّثـَنَا أَح َم ْْ ُد ْب ُن إِبـْ َراهِي َم الد َّْو َرق ُِّي َحدَّثـَنَا ه‬
ْ ‫صلَّى عليه وسلِّم فقُ ْلتُ ذالك له فقا َل‬
‫اخت َِر مِ ْنه ِأربَعًا‬ َ ِّْ َِْ‫فَأَتـَيْتُ النَّبي‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim Al-Dauraqqi berkata,
telah menceritakan kepada kami Husyaim dari Ibnu Abu Laila dari Khamaidhah binti
Al-Syamardal dari Qais bin Al-Harits ia berkata, “Aku masuk Islam sementara aku
mempunyai delapan istri. Lalu aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan
mengadukan masalah itu kepada beliau. Maka beliau menjawab: “Pilihlah empat di
antara mereka”. (H.R. Ibnu Majah: 1942).

Dengan melihat dari aspek sanad dan matan dapat diketahui kualitas dan keshahih
kedua hadis di atas, dengan merujuk pada kitab al-Tahdzîb al-Tahdzîb karya
Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar as-Qalani berkaitan dengan perawinya maka
dapat diketahui bahwa kedua hadis tersebut dapat dipertangungjawabkan otentitasnya
karena menurut Ibnu Hajar semua perawinya tsiqah.
Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar yang menjadi pelaku poligamiadalah
Ghailan ibn Salamah, sedangkan dalam riwayat Qais yang menjadi subjeknya adalah
Qais ibn al-Harits itu sendiri. Kalau dilihat secara tekstual bahwa dari kedua hadis yang
membolehkan poligami, dari kedua riwayat tersebut membicarakan permasalahan yang

9
sama yaitu menceritakan pada masa jahiliyah ada seseorang yang mempunyai istri
banyak yaitu delapan sampai sepuluh istri bahkan bisa lebih dari itu.

2. Hadits Larangan Poligami


Mengenai Hadis tentang larangan melakukan Polgami ini terdapat dalam kitab
Shahih Bukhari karangan Imam Bukhari. Penulis menemukan dalam kitab ini hadis
yang berkaitan dengan poligami ada dalam bab ‫الشقاق باب‬, ‫الضرورة عند بالخلع يشير وهل‬
hadis nomer 5278 sebagaimana berikut:
ِ َ:‫َ ع َِن المِ س َْو ِر ب ِْن م ْخَْ َر َمةَ الزُّ ْه ِري قَال‬،‫ُ ع َِن اب ِْن أَبي ِ ُملَ ْيكَة‬،‫ِ َحدَّثـَنَا اللَّيْث‬،‫الولِيد‬
ِّْ َِْ‫سمَْ عْتُ النَّبي‬ َ ‫َحدَّثـَنَا أَبُو‬
َ ‫ستَأْذَنُوا في ِ أَنْ يـَ ْن ِك َح‬
‫ْ فَالَ آذَ ُن‬،‫علِي ابـْنـَتـَهُم‬ َ ‫ُ «إِنَّ بَني ِ ال ُمغ‬:‫سلَّ َم يـَقُول‬
ْ ‫ِير ِة ا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ

Artinya: Abu al-Walid telah menceritakan kepada kami, al-Laits telah menceritakan
kepada kami dari Ibnu Abiy Mulaikah dari al-Miswar ibn Makhramah dari al Zuhriy
ia berkata: aku mendengar Nabi SAW berkata: "sesungguhnya Bani al-Mughirah
meminta izin untuk menikahkan Ali dengan putri mereka maka tidak kuizinkan".

Berdasarkan jarh wa ta’dil masing-masing perawi yang dikomentari oleh para kritikus
hadis, maka dapat disimpulkan bahwa hadis tentang larangan berpoligami yang
ditakhrij oleh Imam Bukhari adalah shahih dari segi sanad dan matan. Hal tersebut
karena semua perawinya tersambung akan semua perawinya memiliki derajat tsiqoh.
Mengenai asbabul wurud dari hadis larangan berpoligami ini bercerita tentang Ali
yang ingin menikahi putri Abu Jahl tetapi tidak diizinkan Nabi SAW. Sementara versi
lain mengatakan bahwa Bani Hisyam ibn al-Mughirah adalah pihak yang ingin
meminang Ali untuk putri mereka.

10
BAB III
( PENUTUP )

A. Kesimpulan
Poligami dalam Islam merupakan revisi dari praktik poligami jahiliah yang sehat.
Islam datang menghapus praktik-praktik pernikahan dan poligami tidak sehat yang
dipraktikkan oleh orang Arab pra Islam. Poligami dalam Islam merupakan pintu darurat
kecil yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan tujuan sebuah pernikahan secara taat
azas dan beradab. Poligami dalam Islam bukanlah sarana justifikasi untuk memuaskan
kebutuhan biologis seksual yang tanpa batas.

Q.S An-Nisa 4:3, dan 129 menjadi dasar hukum tekstual di dalam Al-Qur'an yang
memperbolehkan dilakukannya poligami, yang tentunya dengan batasan jumlah istri
yakni hanya 4, dan dengan syarat-syarat tertentu seperti adil, serta dengan kondisi-
kondisi urgent yang melatar belakangi. Selain itu, hadits Rasulullah SAW juga menjadi
pendukung diperbolehkannya poligami.

B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah
diatas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Safitri, Erwanda. 2016. Pemahaman Hadits Tentang Poligami. Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-

Qur'an dan Hadits. Vol.17, No.2, Hal 189-206

Muzaki, Ahmad. Kajian dan Analisis Hadits Tentang Poligami. Jurnal Kajian Hadits dan

Integrasi Ilmu. Vol. 1, No. 2, Hal 162-174

Masiyan. Muhammad Syachrofi. Hadis-Hadis Poligami. Jurnal Ilmu Hadis 4. Vol. Hal 90-97

Bunyamin, Mahmuddin. 2015. Penafsiran Ayat-Ayat Poligami dalam Al-Qur'an. Jurnal Al-

Dzikra. Vol. 9, No 17, Hal 58-70

Aborsi, H.Khairul. 2016. Poligami dan Relevansinya dengan Keharmonisan Rumah Tangga.

Bandar Lampung : Pusat Penelitian dan Penerbitan

12

Anda mungkin juga menyukai