Anda di halaman 1dari 92

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN

DAERAH RAWAN BANJIR DI SEBAGIAN DAS OPAK


KABUPATEN BANTUL

TUGAS AKHIR

diajukan sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar ahli madya
Program Studi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi

diajukan oleh:
Muhammad Ilham Saifullah
16/401470/SV/11974

kepada
PROGRAM DIPLOMA
PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
DEPARTEMEN TEKNOLOGI KEBUMIAN
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN
DAERAH RAWAN BANJIR DI SEBAGIAN DAS OPAK
KABUPATEN BANTUL

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar ahli madya
Program Studi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi
Departemen Teknologi Kebumian, Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada

Diterima dan disetujui oleh,

Pembimbing Penguji

Dr.Sudaryatno, S.Si, M.Si. Dwi Setyo Aji, S.Si., M.Sc.


NIP. 196610141992031001 NIP. 111198608201706101

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Kebumian

Dr. Taufik Hery Purwanto S.Si., M.Si.


NIP. 196804011997021001

1
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Muhammad Ilham Saifullah
NIM : 16/401470/SV/11974
Tahun terdaftar : 2016
Program Studi : Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi
Fakultas/Sekolah : Sekolah Vokasi

Menyatakan bahwa dalam dokumen ilmiah Tugas Akhir ini tidak terdapat
bagian dari karya ilmiah lain yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik
di suatu lembaga Pendidikan Tinggi, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang/lembaga lain, kecuali yang tertulis
disitasi dalam dokumen ini dan disebutkan secara lengkap dalam daftar pustaka.
Dengan demikian saya menyatakan bahwa dokumen ilmiah ini bebas dari
unsur-unsur plagiasi dan apabila dokumen ilmiah Tugas Akhir ini di kemudian hari
terbukti merupakan plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia
menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Yogyakarta, Juni 2020

Muhammad Ilham Saifullah


16/401470/SV/11974

2
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN
DAERAH RAWAN BANJIR DI SEBAGIAN DAS OPAK
KABUPATEN BANTUL

Disusun Oleh:
Muhammad Ilham Saifullah
16/401470/SV/11974

ABSTRAK

Banjir merupakan bencana alam yang terjadi akibat meluapnya suatu tubuh
air yang tidak mampu menampung volume air yang berlebihan. Kejadian banjir di
sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul ini mengakibatkan kerugian bagi
masyarakat sekitar yang terdampak baik di sektor ekonomi maupun sektor sosial.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui luas dan sebaran spasial daerah
yang rawan terkena bencana banjir dengan menggunakan penginderaan jauh.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode overlay atau
tumpang susun dengan memberikan skor dan bobot pada parameter Kemiringan
Lereng, Kerapatan Aliran, Peggunaan Lahan, Bentuklahan, Curah Hujan, dan
Infitrasi Tanah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Sentinel-2A
Kabupaten Bantul, data DEM (Digital Elevation Model), data Curah Hujan 2008-
2018, data jenis tanah, data bentuklahan Provinsi DIY, dan data penggunaan lahan
Kabupaten Bantul.
Hasil dari pemetaan menunjukkan bahwa kerawanan banjir pada area kajian
dibagi menjadi 5 kelas, yaitu kelas tidak rawan seluas 54,15 Ha atau 0,15%, kelas
agak rawan seluas 9427,01 Ha atau 25,73%, kelas sedang seluas 21867,89 Ha atau
59,68%, kelas rawan seluas 4698,20 Ha atau 12,82%, dan kelas sangat rawan seluas
592,16 Ha atau 1,62%. Dari hasil tersebut bahwa daerah rawan banjir yang dominan
berada pada kelas kerawanan sedang yaitu seluas 21867,89 Ha atau 59,68%

Kata Kunci : Banjir, Kerawanan, Overlay, Sentinel-2A, Kemiringan lereng,


Penggunaan Lahan, Curah Hujan, Bentuklahan, Infiltrasi Tanah,
Kerapatan Aliran, DAS Opak.

3
APPLICATION OF GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM FOR FLOOD
SUSCEPTIBILTY AREA MAPPING IN PART OF THE OPAK
WATERSHEDS DISTRICT OF BANTUL

Written by :
Muhammad Ilham Saifullah
16/401470/SV/11974

ABSTRACT
Flood is a natural disaster that occurs due to the overflowing body air that
is unable to accomodate excessive water volumes. The flooding in part of the Opak
watershed in Bantul Regency accounted for losses to the surrounding communities
that were affected both in the economic and social sector. The purpose of this study
is to determine the extent and spatial distribution of areas prone to flooding using
remote sensing.
The method used in this study is the overlay method by giving scores and
weights to the parameters of Slope, Drainase Density, Land Use, Landform,
Rainfall Intensity, and Soil Infitration. The data used in this study are Sentinel-2A
images of Bantul Regency, DEM (Digital Elevation Model) data, 2008-2018
Rainfall data, soil type data, DIY Province landform data, and Bantul Regency land
use data.
The results showed that there are five classes of susceptibilty in the study
area, namely not susceptible covers (54.15 Ha) or (0,15%), slightly susceptibile
covers (9427.01 Ha) or (25,73%), moderately susceptible covers (21867.89 Ha) or
(59,68%), very susceptible covers (4698.20 Ha) or (12,82%), and exremely
susceptible covers (592.16 Ha) or (1,62%). From these results that the dominant
flood susceptible area in the moderately susceptible covers (21867.89 Ha) or
(59,68%)

(Keywords : Flood, Susceptibility, Overlay, Sentinel-2A, Slope, Land use, Rainfall


Intensity, Landform, Soil Infiltration, Drainase Density, Opak
Watershed)

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk pemetaan Daerah Rawan
Banjir di Sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul”. Tugas Akhir ini disusun dengan
tujuan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program studi
Diploma III Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Departemen
Teknologi Kebumian, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
pengerjaan Tugas Akhir ini, yaitu :
1. Bapak, Ibu, dan Adik saya selaku keluarga yang penulis yang selalu
memberi dukungan dan motivasi.
2. Bapak Dr. Sudaryatno, M.Si selaku dosen pembimbing tugas akhir yang
telah memberikan bimbingan selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Taufik Hery Purwanto, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Diploma
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi.
4. Bapak Dwi Setyo Aji, M.Si selaku dosen penguji tugas akhir yang telah
memberikan masukan, saran, dan arahan selama proses pengerjaan Tugas
Akhir ini.
5. Bapak dan Ibu dosen Program Diploma Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini.
6. Bapak Ibu Staf Administrasi Program Diploma Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografi yang telah membantu dalam proses perngerjaan
Tugas Akhir ini.
7. Mas Galih, Mas Puja, Mas Agung, dan Mas Rutsasongko yang telah
memberikan masukan dalam proses pengerjaan Tugas Akhir ini.
8. Mas Heppy, Mas Afiat, Mbak Centha dan beberapa staf di BPBD DIY yang
selalu memberikan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan Tugas
Akhir ini.

5
9. Nugroho, Khayat, Bangkit, Khatami, Heri, Ravi, Burhan, Fahmi, Dika,
Wulan, Fitri, Ludvia yang telah membantu dalam mencari dan mengolah
data-data untuk Tugas Akhir ini.
10. Rekan-rekan group “DURUNG KEPIKIRAN” yang selalu menghibur dan
memberikan dukungan serta mengisi waktu luang selama ini.
11. Sobat group futsal “Tadika Mesra” yang selalu mengisi waktu luang dengan
dan memberikan semangat.
12. Rekan-rekan group “KELOMPOK SELASA MALAM” yang selalu
memberikan motivasi kepada saya selama ini.
13. Teman-teman PJSIG 2016 yang telah membantu dalam diskusi pengerjaan
Tugas Akhir ini.
14. Serta semua pihak yang telah membantu proses pengerjaan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh Karena Itu, penulis memohon untuk
diberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun dan semoga tugas akhir ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Juni 2020

Muhammad Ilham Saifullah


16/401470/SV/11974

6
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................1


HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................2
ABSTRAK ..............................................................................................................3
KATA PENGANTAR ............................................................................................5
DAFTAR ISI ...........................................................................................................7
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................9
DAFTAR TABEL.................................................................................................10
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................12
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 12
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 15
1.3. Tujuan ............................................................................................................... 15
1.4. Manfaat ............................................................................................................. 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................16
2.1. Bencana ............................................................................................................ 16
2.2. Banjir ................................................................................................................ 17
2.3. Penginderaan Jauh ............................................................................................ 18
2.4. Citra Sentinel-2A .............................................................................................. 20
2.5. Sistem Informasi Georafi .................................................................................. 22
2.6. Siklus Hidrologi ................................................................................................ 23
2.7. Penyebab Terjadinya Banjir .............................................................................. 24
2.8. Parameter Banjir ............................................................................................... 25
2.9. Kerawanan Banjir ............................................................................................. 28
2.10. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 28
2.11. Penelitian Sebelumnya ...................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................33
3.1. Alat dan Bahan ................................................................................................. 33
3.2. Tahap Penelitian ............................................................................................... 34
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH ......................................................................45
4.1. Letak Geografis ................................................................................................ 45
4.2. Kondisi Geologi dan Geomorfologi .................................................................. 46

7
4.3. Kondisi Hidrologi ............................................................................................. 46
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................48
5.1. Penggunaan Lahan ............................................................................................ 48
5.2. Kemiringan Lereng ........................................................................................... 55
5.3. Curah Hujan ...................................................................................................... 58
5.4 Bentuklahan ...................................................................................................... 61
5.5 Infiltrasi Tanah ................................................................................................. 64
5.6 Kerapatan Drainase ........................................................................................... 69
5.7 Kerawanan Bencana Banjir ............................................................................... 72
BAB VI KESIMPULAN ......................................................................................76
6.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 76
6.2. Saran ................................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................77
LAMPIRAN ..........................................................................................................82

8
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1. Tren kejadian bencana 10 tahun terakhir di Indonesia ....................... 12


Gambar 2. 1. Siklus Hidrologi .................................................................................. 24
Gambar 2. 2. Kerangka Pemikiran............................................................................ 29
Gambar 3. 1. Diagram Alir ....................................................................................... 44
Gambar 4. 1. Peta Batas Administrasi Kabupaten Bantul ........................................ 45
Gambar 4. 2. Peta Batas DAS Opak dan DAS Oyo.................................................. 47
Gambar 5. 1. Tampilan Citra Sentinel-2A ................................................................ 48
Gambar 5. 2. Persentase Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul ................................................................................................. 51
Gambar 5. 3. Peta Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul 53
Gambar 5. 4. Peta Sebaran Titik Sampel Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak
Di Kabupaten Bantul .......................................................................... 54
Gambar 5. 5. Luas Kemiringan Lereng Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul
......................................................................................................... 56
Gambar 5. 6. Peta Kemiringan Lereng Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul 57
Gambar 5. 7. Persentase Distribusi Curah Hujan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul Tahun 2008 - 2018. ................................................................. 59
Gambar 5. 8. Peta Curah Hujan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul .......... 60
Gambar 5. 9. Peta Bentuklahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul .......... 63
Gambar 5. 10. Persentase Infiltrasi Tanah DAS Opak Di Kabupaten
Bantul..................................................................................................66
Gambar 5. 11. Peta Jenis Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul ........... 67
Gambar 5. 12. Peta Infiltrasi Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul...... 68
Gambar 5. 13. Luas Kerapatan Aliran DAS Opak Di Kabupaten Bantul.................. 70
Gambar 5. 14. Peta Kerapatan Aliran Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul ... 71
Gambar 5. 15. Luas Kelas Kerawanan Banjir DAS Opak Di Kabupaten Bantul ...... 74
Gambar 5. 16. Peta Daerah Rawan Banjir Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul
....................................................................................................... 75

9
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Karakteristik Gelombang Citra Sentinel-2A ........................................... 21


Tabel 2. 2. Penelitian Sebelumnya ............................................................................. 31
Tabel 3. 1. Data dan Sumber Data ............................................................................. 34
Tabel 3. 2. Klasifikasi Penggunaan Lahan ................................................................ 36
Tabel 3. 3. Klasifikasi Curah Hujan .......................................................................... 37
Tabel 3. 4. Klasifikasi Kemiringan Lereng................................................................ 38
Tabel 3. 5. Klasifikasi Infiltrasi Tanah ...................................................................... 39
Tabel 3. 6. Klasifikasi Bentuklahan ........................................................................... 39
Tabel 3. 7. Klasifikasi Kerapatan Drainase ............................................................... 40
Tabel 3. 8. Klasifikasi Daerah Rawan Banjir ............................................................ 43
Tabel 5. 1. Hasil Persentase Luas Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di
Kabupaten Bantul.................................................................................... 50
Tabel 5. 2. Confusion Matrik Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul ...................................................................................................... 52
Tabel 5. 3. Hasil Uji Akurasi Pengunaan Lahan DAS Opak Di Kabupaten Bantul .. 52
Tabel 5. 4. Hasil Persentase Luas Kemiringan Lereng Sebagian DAS Opak Di
Kabupaten Bantul.................................................................................... 56
Tabel 5. 5. Persentase Distribusi Curah Hujan sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul Tahun 2008 - 2018 ...................................................................... 59
Tabel 5. 6. Hasil Persentase Luas Bentuklahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul ...................................................................................................... 62
Tabel 5. 7. Hasil Persentase Luas Jenis Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul ...................................................................................................... 65
Tabel 5. 8. Hasil Persentase Luas Infiltrasi Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul ...................................................................................................... 65
Tabel 5. 9. Hasil Persentase Luas Kerapatan Aliran Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul ...................................................................................................... 70
Tabel 5. 10. Hasil Persentase Luas Daerah Rawan Banjir Sebagian DAS Opak Di
Kabupaten Bantul.................................................................................... 73

10
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Uji Akurasi Penggunaan Lahan ................................................. 82

11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Negara indonesia adalah negara yang memiliki tingkat kerawanan akan


terjadinya bencana alam yang cukup besar. Bencana alam merupakan serangkaian
peristiwa yang terjadi karena peristiwa atau gejala alam contoh bencana alam
adalah tsunami, longsor, gempa, gunung meletus, banjir, kekeringan, dll. Bencana
alam dapat diartikan rangkaian peristiwa yang memberikan dampak kerugian yang
cukup besar terhadap masyarakat yang bersifat merusak (UU Nomor 24 Tahun
2007). Bencana dapat dibagi menjadi beberapa macam yang mungkin terjadi di
sekitar manusia yaitu bencana non-alam, bencana alam, dan bencana sosial.
Bencana non-alam merupakan rangkaian peristiwa yang tidak disebabkan karena
faktor peristiwa alam. Bencana alam dapat terjadi karena adanya faktor peristiwa
alam. Sedangkan bencana sosial terjadi karena adanya faktor ulah manusia.

Gambar 1.1. Tren kejadian bencana banjir 10 tahun terakhir di Indonesia


(Sumber: http://dibi.bnpb.go.id/)

12
Gambar 1.1 menunjukkan tren kejadian bencana banjir selama 10 tahun
terakhir di Indonesia. Berdasarkan grafik tersebut bahwa bencana banjir di
Indonesia mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Namun, tahun 2019
merupakan tahun tertinggi terjadinya bencana banjir selama 10 tahun terakhir di
Indonesia. Angka kejadian banjir mencapai lebih dari 1000 kejadian di seluruh
Indonesia. Salah satu wilayah di Indonesia yang terkena bencana banjir adalah
Kabupaten Bantul Awal 2019. Bencana tersebut terjadi dibeberapa titik yang
tersebar di kabupaten Bantul. Bencana banjir juga mengakibatkan beberapa
infrastruktur seperti jalan, talud, jembatan yang roboh akibat terkena terjangan arus
sungai yang deras dan beberapa sarana dan prasarana rusak. Kerugian dari bencana
banjir yang terjadi diperkirakan mencapai 402 miliar (Republika, 2019). Banjir
memiliki arti yaitu meluapnya air sungai disebabkan oleh debit air yang melebihi
daya tampung sungai pada keadaan curah hujan yang tinggi (Richards 1955, dalam
Purnama, 2008). Sehingga bencana banjir merupakan ancaman yang dapat terjadi
terutama pada daerah yang memiliki tingkat rawan terjadi banjir yang tinggi ketika
musim hujan tiba.

Berdasarkan surat kabar yang dilansir dalam Liputan 6 menyebutkan bahwa


Banjir yang terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Bantul terjadi akibat hujan
ringan yang mengguyur daerah tersebut secara merata dalam waktu yang cukup
lama (Liputan6, 2019). Menurut Dahlia (2016) bencana banjir dapat terjadi pada
bentuklahan asal proses fluvial. Karena bentuklahan fluvial terbentuk dari proses
air mengalir seperti sungai maupun aliran air bebas. Aktivitas yang terjadi pada
sungai dapat meliputi erosi, sedimentasi, transportasi. Sehingga bentuklahan asal
proses fluvial memiliki kemungkinan besar terjadi bencana banjir. Bencana banjir
yang terjadi di Kabupaten Bantul terjadi karena meluapnya Sungai Opak. Sungai
Opak tersebut meluap karena pada musim kemarau dibulan Agustus air Sungai
Opak tidak dapat mengalir hingga ke muara karena laut dalam keadaan pasang.
Sehingga beberapa rumah warga yang berada disekitar sungai opak terendam
karena meluapnya aliran sungai opak (Republika, 2010).

13
Faktor utama yang mengakibatkan bencana banjir dapat terjadi adalah
karena faktor hujan yang terjadi secara terus - menerus. Selain itu bencana banjir
dapat terjadi karena sungai yang meluap akibat kapasitas yang melebihi daya
tampung, rusaknya alat pengendali banjir, atau juga berasal dari air laut yang pasang
dan mengakibatkan rumah warga disekitar menjadi tergenang. Sehingga perlu
dilakukan upaya dalam penentuan daerah-daerah yang dikategorikan rawan banjir
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi.

Seiring berjalannya kemajuan teknologi terutama dalam bidang Sistem


Informasi Geografi yang dapat diaplikasikan salah dalam bidang kebencanaan.
Dalam bidang kebencanaan SIG dapat dimanfaatkan dalam pembuatan peta daerah
rawan bencana alam seperti peta zonasi daerah rawan bencana banjir. Kegiatan
penelitian mengenai pemetaan daerah rawan bencana banjir ini dilakukan dengan
menggunakan beberapa data yang berkaitan dengan parameter bencana banjir dan
dapat ditampilkan dengan citra satelit. Citra satelit mampu menyajikan sebuah
informasi mengenai fisik suatu daerah kajian sehingga dapat memudahkan
penggunanya dalam mengetahui daerah yang terdampak dari bencana banjir. Untuk
mengetahui zona rawan banjir dapat dilakukan pengolahan data-data parameter
bencana banjir. Salah satu citra yang dapat digunakan untuk merepresentasikan
adalah citra Sentinel-2A. Citra tersebut dapat digunakan untuk menampilkan
wilayah yang masuk dalam kategori rawan banjir. Data parameter banjir tersebut
setelah kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode tumpang susun
(Overlay). Hasil dari pemetaan tersebut berupa informasi daerah rawan terdampak
bahaya banjir yang digambarkan dalam sebuah peta yang berisi pembagian zonasi
berdasarkan tingkat kerawanan. Pemetaan dengan menggunakan penginderaan jauh
dan Sistem Informasi Geografi memiliki kelebihan karena dapat meyingkat waktu
dan dalam melakukan pemetaan tidak perlu mengunjungi semua wilayah yang
dipetakan karena dapat dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel.

Berdasarkan deskripsi dan latar belakang yang telah tersebut maka peneliti
akan membuat sebuah penelitian untuk mengetahui daerah rawan banjir dalam
tugas akhir dengan judul:

14
“APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN
DAERAH RAWAN BANJIR DI SEBAGIAN DAS OPAK
KABUPATEN BANTUL”
1.2.Rumusan Masalah
DAS Opak merupakan salah satu DAS di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang beberapa waktu lalu terkena bencana banjir. Bencana
banjir yang terjadi disebabkan karena meluapnya Sungai Opak akibat hujan deras
yang terjadi di beberapa wilayah dalam jangka waktu yang cukup panjang. Daerah
yang tergenang akibat banjir tersebut memiliki dampak kerugian seperti
transportasi terganggu akibat jalan yang terendam banjir terlebih jika banjir
menggenangi daerah permukiman sekitar. Sehingga sangat diperlukan pemetaan
bencana banjir untuk langkah awal pengendalian banjir. Pemetaan yang dilakukan
untuk mengetahui persebaran daerah yang memiliki kerawanan terkena banjir dapat
diketahui dengan menggunakan data parameter banjir dan dapat ditampilkan
persebarannya dengan menggunakan citra penginderaan jauh. Berdasarkan uraian
di atas maka muncul pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana sebaran zona rawan banjir genangan di sebagian Kabupaten
Bantul yang masuk DAS Opak dengan menggunakan aplikasi SIG?
b. Berapa luasan daerah rawan banjir di sebagian Kabupaten Bantul yang
masuk DAS Opak?
1.3.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran spasial dan
luasan tingkat kerawanan banjir di Sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul dengan
aplikasi Sistem Informasi Geografi.

1.4.Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan petunjuk teknik dari
pemetaan kerawanan banjir dengan menggunakan data penginderaan jauh dan
teknologi Sistem Informasi Geografi.

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Bencana
Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dan dapat mengganggu
kehidupan masyarakat yang disebabkan karena faktor alam, faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia,
kerugian harta, dan dampak psikologis (UU Nomor 24 Tahun 2007). Bencana alam
dapat diartikan rangkaian peristiwa yang memberikan dampak kerugian yang cukup
besar terhadap masyarakat yang bersifat merusak.
Bencana terbagi dalam tiga jenis yang mungkin terjadi disekitar manusia yaitu
bencana non-alam, bencana alam, dan bencana sosial. Jenis bencana tersebut dibagi
berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya bencana alam yang disebabkan dari
alam namun terdapat pula bencana yang terjadi akibat ulah dari manusia yang
seenaknya sendiri pada alam. Bencana non-alam sudah pasti tidak berhubungan
langsung dengan alam, contoh bencananya seperti wabah penyakit dan kegaga;an
teknologi. Bencana sosial disebabkan oleh peristiwa yang meliputi konflik sosial
antara kelompok dan juga teror. Meskipun ketiga bencana tersebut berasal dari
sumber berbeda, namun dampaknya juga mempengaruhi alam. Sebelum terjadi
bencana terdapat beberapa komponen seperti kerawanan, kerentanan, risiko, dan
bahaya.
Kerentanan (Vulnerability) merupakan suatu keadaan dari suatu kumpulan
atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
apapun. Kerentanan juga dapat diartikan sebagai terganggunya suatu keadaan
masyarakat, lingkungan, layanan oleh suatu bahaya tertentu sehingga megakibatkan
sebuah kerugian (Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012).
Kerawanan merupakan kondisi pada suatu daerah untuk jangka waktu yang
ditentukan yang dapat menyebabkan kurangnya kemampuan dalam mencegah
dampak buruk bahaya tertentu (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana). Kerawanan dalam bencana banjir tersebut ditujukan kepada kondisi
lingkungan disekitar area kajian yang dapat mengakibatkan terjadinya bencana
banjir. Contoh lingkungan yang dekat dengan bantaran sungai.

16
Risiko bencana merupakan potensi yang ditimbulkan akibat bencana alam yang
terjadi pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa sakit,
korban jiwa, kehilangan harta, mengungsi.
Bahaya (Hazard) merupakan suatu keadaan yang berpotensi mengganggu
manusia dan dapat mengakibatkan kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan
(Nurjanah dkk, 2012).
Bahaya dapat diidentifikasi berdasarkan bagaimana kebiasaan terjadinya, suatu
lokasi yang biasa terkena bahaya selalu memiliki ciri khusus atau karakteristik yang
berbeda-beda pada setiap bahaya. Ciri khusus tersebut dapat menjadi acuan maupun
parameter sehingga bahaya dapat dikurangi intensitas terjadinya. Pemetaan bencana
alam diberbagai daerah dapat dijadikan acuan untuk mengetahui bahaya selanjutnya
yang harus diwaspadai. Contoh suatu daerah pernah mengalami kejadian bencana
banjir, sehingga pemetaan bencana dapat dilakukan untuk mengetahui bencana
alam yang kemungkinan akan terjadi di waktu yang akan datang sehingga dapat
dilakukan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah penerapan secara sistematis
dari kebijakan manajemen prosedur dan aktivitas kegiatan identifikasi bahaya,
analisanya, penilaiannya, pemantauannya serta review risikonya. Pemetaan bahaya
meliputi identifikasi jenis bahaya, pengumpulan data raster dan data lapangan,
analisis, dan zonasi intensitas bahaya, dan diakhiri dengan validasi hasil zonasi.
Tujuannya adalah memberikan informasi distribusi spasial daerah yang terancam
oleh suatu jenis bencana serta informasi pada setiap zona yang terancam.

2.2.Banjir
Bencana banjir merupakan bencana yang sering melanda ketika curah hujan
pada suatu daerah tinggi bahkan di beberapa tempat bencana banjir sudah seperti
bencana yang sering terjadi. Bencana banjir merupakan bencana yang dapat terjadi
di daerah perkotaan maupun pedesaan yang lokasi daerahnya dekat dengan sungai
yang besar. Menurut Ditjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, banjir
merupakan aliran air pada permukaan tanah yang memiliki intensitas tinggi dan air
tersebut tidak mampu ditampung oleh tubuh air sehingga air menggenang ke sekitar
tubuh air dan mengakibatkan banjir.

17
Bencana banjir tersebut dapat terjadi pada lahan yang tidak memiliki daya
serap atau infiltrasi tanah yang baik seperti pertanian, permukiman, pusat kota dll.
Banjir terjadi ketika curah hujan yang tinggi melanda suatu daerah dan air yang
jatuh menuju permukaan bumi tidak dapat ditampung karena volume yang melebihi
kapasitas tubuh air sehingga air berubah menjadi genangan yang menggenang
rumah warga disekitar tubuh air. Namun apabila bencana banjir yang terjadi cukup
besar dalam waktu yang cukup lama dan sering terjadi di daerah yang sama maka
bencana tersebut akan mengganggu kegiatan manusia sehari-hari. Curah hujan pada
periode bulan tertentu biasanya lebih tinggi dari bulan lainnya (BMKG, 2013).
Maka dari itu untuk masyarakat yang bertempat tinggal disekitar sungai perlu
memahamai daerah-daerah yang memiliki kemungkinan terkena banjir atau daerah
yang rawan terjadi banjir dari luapan sungai.

Permasalahan bencana banjir merupakan suatu permasalahan yang terjadi di


sebagian wilayah di Indonesia terutama pada daerah yang dekat dengan bantaran
sungai yang apabila terjadi hujan yang intensitasnya tinggi maka daerah tersebut
memiliki kemugkinan besar terkena banjir. Maka permasalahan banjir yang terjadi
sudah selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak untuk
melakukan antisipasi untuk memperkecil kemungkinan terjadi banjir. Banjir yang
terjadi di kabupaten Bantul beberapa waktu lalu dapat dikategorikan ke dalam
banjir genangan karena banjir genangan terjadi diakibatkan oleh hujan yang terjadi
di daerah tersebut memiliki intensitas tinggi sehingga kapasitas air hujan tidak
sebanding dengan kapasitas drainase sehingga air meluap dan mengakibatkan banjir
genangan di sekitar sungai. Beberapa faktor yang mencirikan daerah rawan banjir
antara lain daerah memiliki topografi datar, daerah yang memiliki curah hujan
tinggi, daerah yang memiliki infiltrasi tanah buruk, memiliki tata ruang yang kurang
baik, memiliki sistem drainase yang kurang baik sehingga daerah tersebut
memungkinkan terkena banjir.

2.3.Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan sebuah ilmu dan seni untuk melakukan sebuah
analisis suatu data dengan tujuan untuk memperoleh informasi terkait daerah dan

18
objek tanpa melakukan kontak langsung dengan daerah dan objek yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer, 1990). Sehingga penginderaan jauh dapat diartikan ilmu dan
seni yang digunakan dalam mencari informasi dari jarak jauh dengan melakukan
perekaman menggunakan sebuah wahan baik di udara maupun wahanan di angkasa
dengan bantuan sebuah alat sensor pada wahana tersebut.
Data penginderaan jauh yang didapat dari hasil observasi dapat berupa sebuah
citra penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh merupakan hasil perekaman dari
alat sensor pada suatu wahana yang berisi gambaran objek yang sedang diamati
untuk selanjutnya dilakukan analisis. Agar data citra penginderaan jauh dapat
digunakan maka citra tersebut harus dilakukan interpretasi citra dengan
menggunakan kunci interpretasi. Kegiatan interpretasi citra merupakan kegiatan
untuk melakukan analisis pada hasil citra dengan tujuan untuk dapat melakukan
identifikasi sebuah objek atau dalam kata lain interpretasi citra penginderaan jauh
merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui objek-objek dengan mengenali objek
tersebut melalui gambar dari tangkapan suatu wahana.
Data penginderaan jauh seperti citra satelit mampu digunakan dalam
melakukan pemantauan daerah yang terdampak bencana banjir. Indikator banjir
yang dapat dikenali salah satunya adalah bentuklahan. Contoh indikator banjir
tersebut adalah bentuklahan aluvial. Bentuklahan aluvial yang berada di daerah
sasaran banjir akan memiliki kerawanan terkena banjir yang tinggi (Somantri,
2008). Citra satelit selain digunakan untuk melakukan interpretasi juga dapat
digunakan sebagai informasi suatu daerah yang memiliki kerawanan terkena banjir.
Sehingga informasi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan
keputusan untuk melakukan sebuah langkah dalam mitigasi bencana.
Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang karena
banyaknya keunggulan dari citra penginderaan jauh tersebut. Menurut Sutanto
(1986) hal yang mendasari meningkatnya pemanfaatan penginderaan jauh antara
lain:
1. Citra memiliki kemampuan menangkap sebuah objek, daerah, gejala yang
ada di bumi.

19
2. Citra mampu menggambarkan gambaran atau efek 3 dimensi apabila
pengamatan dilakukan menggunakan alat stereoskop.
3. beberapa objek yang tidak tampak dapat ditampilkan dalam bentuk citra
sehingga dapat dengan mudah melakukan identifikasi objeknya.
4. Sebagai alat untuk dapat mengetahui daera yang terdampak bencana
5. Citra dapat dibuat sesuai dengan kondisi daerahnya meskipun untuk daerah
yang sulit dilakukan survei secara terrestrial.
Data citra memiliki manfaat yang sangat penting dalam hal seperti penurunan
parameter banjir dan menyajikan sebuah informasi. Data-data seperti citra
penginderaan jauh dapat berfungsi sebagai acuan untuk menentukan parameter –
parameter banjir sehingga mampu menghasilkan sebuah informasi daerah rawan
banjir pada daerah penelitian. Pemilihan sebuah citra satelit berpengaruh dalam
kedetailan informasi daerah yang terdampak banjir pada area kajian.

2.4.Citra Sentinel-2A
Citra penginderaan jauh merupakan hasil perekaman dari alat sensor pada suatu
wahana yang berisi gambaran objek yang sedang diamati untuk selanjutnya
dilakukan analisis. Pemanfaatan citra penginderaan jauh pada saat ini telah
berkembang luas diberbagai bidang seperti sumber daya alam, pertahanan,
kependudukan, transportasi hingga pada bidang kebencanaan. Salah satu
pemanfaatan dibidang kebencanaan dapat digunakan dalam pemantauan daerah
terdampak bencana seperti longsor, gempa, banjir, dll. Dalam bencana banjir dapat
digunakan dalam menentukan daerah yang tergolong daerah rawan terjadi bencana
banjir.
Citra Sentinel-2A merupakan sebuah citra yang diluncurkan oleh ESA
(European Space Agency) pada tanggal 23 juni 2015, kemudian diikuti oleh citra
Sentinel 2B yang diluncurkan pada 7 Maret 2017. Citra Sentinel-2A diluncurkan
untuk melakukan pembaharuan dari citra Sentinel 1A yang diluncurkan pada tahun
2014. Citra satelit Sentinel-2A memiliki resolusi temporal selama 5 hari. Citra
Sentinel-2A memiliki intrumen multispektral dengan 13 saluran spektral.

Tabel 2. 1.Karakteristik Gelombang Citra Sentinel-2A

20
Band Panjang Gelombang (µm) Resolusi Spasial
(m)
Band 1 - Coastal Aerosol 0.443 60
Band 2 - Blue 0.490 10
Band 3 - Green 0.560 10
Band 4 - Red 0.665 10
Band 5 - Vegetation Red 0.705 20
Edge
Band 6 - Vegetation Red 0.740 20
Edge
Band 7 - Vegetation Red 0.783 20
Edge
Band 8 - NIR 0.842 10
Band 8A - Vegetation Red 0.865 20
Edge
Band 9 - Water Vapour 0.945 60
Band 10 - SWIR - Cirrus 1.375 60
Band 11 - SWIR 1.610 20
Band 12 - SWIR 2.190 20
Sumber : European Space Agency (ESA), 2012
Resolusi spasial dari citra Sentinel-2A untuk cahaya tampak dan inframerah
dekat mencapai 10 m. Sedangkan untuk saluran gelombang inframerah dekat dan
gelombang pendek inframerah mencapai 20 m dan 60 m. Untuk orbit pada citra
Sentinel-2A menggunakan orbit Sun Synchronous dengan mengikuti pergerakan
dari matahari. Citra Sentinel-2A biasa digunakan dalam bidang-bidang seperti
pertanian, kehutanan, penggunan lahan, penutup lahan, dll (Prawoto, 2018). Selain
pada bidang tersebut citra Sentinel-2A dapat digunakan dalam bidang kebencanaan
untuk melakukan pemetaan daerah rawan banjir yang diolah dengan bantuan data
parameter banjir.

21
2.5.Sistem Informasi geografi
Semakin pesatnya kemajuan teknologi diberbagai bidang dapat seringkali
membantu dan meringankan beban pekerjaan manusia sehingga proses perngerjaan
dapat selesai dengan cepat. Contoh kemajuan teknologi yang terasa pada saat ini
terutama di bidang Sistem Informasi Geografi adalah pembuatan peta. Sistem
Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem yang tersambung dalam sebuah
perangkat lunak, perangkat keras komputer, dan operator yang dibuat untuk
memperoleh sebuah informasi yang bereferensi geografi sehingga dapat dilakukan
analisis dan memanipulasi. Menurut Widyawati (2014) Sistem Informasi Geografi
merupakan sebuah sistem informasi berbasis data geografi dengan kemampuan
menangani data yang memiliki referensi spasial dan sekumpulan operasi yang
dikenakan terhadap data tersebut. Data yang dapat diolah dengan sistem informasi
geografi dapat berupa data atribut dan spasial.

Sistem Informasi Geografi ini dapat memungkinkan penggunanya dalam


melakukan manajemen informasi secara menyeluruh yang dilakukan dengan
memasukkan data, mengatur, dan menganalisis sehingga menampilkan data spasial.
Kemampuan tersebut dapat menjadi penciri sistem informasi lainnya dengan sistem
infromasi geografi dan dapat digunakan dalam berbagai bidang dalam sebuah
perusahaan dan pemerintahan dalam meramalkan sebuah hasil perencanaan
(Suhardiman, 2012). Dalam bidang kebencanaan sistem informasi geografi dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui daerah rawan bencana dan dapat membantu
menentukan wilayah yang terdampak. Data yang diperluan untuk melakukan
pembuatan peta dapat berasal dari data survei lapangan, citra satelit, GPS dan lain-
lain.
Data yang tersedia untuk pembuatan peta daerah rawan bencana banjir
kemudian dilakukan pengolahan melalui metode tumpang susun (Overlay) dan
skoring sehingga akan didapatkan hasil kerawanan banjir. Hasil tersebut kemudian
dibuat kedalam beberapa kelas kemudian dilakukan representasi dengan membuat
sebuah peta, sehingga persebaran kelas daerah rawan bencana banjir dapat terlihat
pada daerah kajian. Hasil dari pembuatan peta tersebut kemudian dapat digunakan
para pengguna dan pengambil keputusan sebagai acuan dalam mengantisipasi

22
banjir sehingga dapat meminimalisir terjadi benjir di daerah kajian (Utomo, 2004)
dalam (Kurniawati, 2015)

2.6.Siklus Hidrologi
Banjir merupakan suatu kondisi air yang tidak mampu tertampung dalam saluran
pembuangan atau air yang ada dalam saluran pembuangan terhambat sehingga
menyebabkan air meluap dan menggenangi daerah sekitarnya (Suripin, 2004)..
Faktor lain yang berkaitan dengan banjir adalah siklus hidrologi. Siklus hidrologi
berkaitan dengan banjir karena siklus tersebut mengatur proses perjalanan air dari
air yang turun menjadi air hujan hingga kembali menjadi awan. Air hujan yang
terjadi akibat siklus hidrologi tersebut dapat menyebabkan banjir ketika tubuh air
tidak mampu menampung air yang volumenya lebih besar dibandingkan besar
tubuh air ketika hujan tiba. Sehingga air yang tidak tertampung oleh tubuh air dapat
meluap dan dapat mengakibatkan banjir.

Siklus hidrologi merupakan sebuah proses pengaliran air di permukaan bumi


yang terjadi karena mengulangi sirkulasi air secara berkelanjutan (Triatmojo,
2008). Sebelum jatuh ke bumi air melalui beberapa proses sebelum menjadi hujan.
Sebagian dari hujan yang jatuh dipermukaan bumi tertahan oleh tumbuh-tumbuhan
dimana sebagian akan menguap dan jatuh ke tanah. Siklus hidrologi adalah siklus
yang tidak pernah berhenti prosesnya dari atmosfer ke bumi dan sebaliknya
(Hardiyanto, 2018).

Sebagian air hujan yang jatuh di bumi akan menjadi aliran permukaan dan aliran
tersebut akan meresap ke dalam tanah dan menjadi aliran permukaan bawah melalui
infiltrasi tanah dan sebgain lagi akan mengalir di dalam jaringan sungai. Apabila
kondisi tanah memungkinkan infiltrasi makan aliran air akan terbawa ke tubuh air
seperti waduk, sungai, dan danau dan dapat terkumpul kembali menuju ke lautan
(Soewarno, 2000).

23
Sumber : Soemarto (1987)

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi

Dari gambar tersebut terjadi proses presipitasi yang mengakibatkan air hujan
jatuh ke permukaan bumi, kemudian terjadi proses mengalirnya air ke tempat yang
lebih rendah di permukaan bumi. Pergerakan air tersebut terjadi melalui saluran air
seperti sungai, muara, laut hingga berakhir ke samudera. Proses run off tersebut
merupakan aspek terjadinya genangan air yang dapat mengakibatkan benacana
banjir. Ketika lapisan tanah telah jenuh air, maka aliran air dipermukaan tanah
menjadi genangan. Genangan akan menjadi bencana banjr apabila curah hujan yang
tinggi kemudian air tidak dapat terserap kedalam tanah.

2.7.Penyebab Terjadinya Banjir


a. Kapasitas Sungai

Terdapat beberapa daerah aliran sungai yang memiliki kapasitas sungai yang
sempit. Sehingga hal tersebut dapat membuat air yang mengalir dari hulu ke hilir
menjadi tidak sesuai dengan volume ketika melintas sungai tersebut dan
mengakibatkan air tidak dapat tertampung dengan sempurna sehingga
mengakibatkan terjadinya banjir.

b. Sampah

Sampah merupakan penyebab utama terjadinya banjir di suatu daerah karena


kurang sadarnya manusia dalam membuang sampah sehingga menyebabkan

24
sampah menjadi menumpuk karena kurang sadarnya masyarakat yang selalu
mencemari sungai dengan membuan sampah ke dalam sungai yang kemudian dari
hari ke hari sampah menumpuk dan menyebabkan sungai menjadi tersumbat dan
aliran air menjadi meluap dan menyebabkan banjir.

c. Kerusakan Bangunan Pengendali Banjir

Dalam hal ini manusia seharusnya bertanggung jawab dalam pemeliharaan alat
seperti melakukan pengecekan secara rutin agar bencana banjir dapat dihindarkan.
Pentingnya dalam proses pengecekan bangunan pengendali banjir dapat
mengurangi resiko terjadi banjir karena bangunan tersebut terbebas dari kerusakan.

2.8.Parameter Banjir
a. Curah Hujan

Curah hujan tersebut merupakan faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya


bencana banjir, karena semakin deras daerah tersebut terkena hujan maka semakin
besar juga daerah tersebut terkena banjir. Menurut Linsley (1996), curah hujan
merupakan salah satu faktor utama dalam terjadinya bencana banjir di beberapa
daerah (Asdak, 2007) dalam (Wulandari, 2010). jenis-jenis hujan berdasarkan
intensitas curah hujan, yaitu:

1. Hujan Lebat, kecepatan jatuh hingga 7,6 mm/jam.


2. Hujan Menengah, memiliki kecepatan jatuh hingga 2,5 – 7,6 mm/jam.
3. Hujan Ringan, memiiliki kecepatan diatas 2,5 mm/jam.

Daerah yang biasanya terdampak bencana banjir rata-rata merupakan daerah


yang memiliki intensitas curah hujan yang tinggi. Dengan adanya curah hujan yang
tinggi terutama di daerah yang dekat dengan sungai dengan dataran rendah maka
memiliki kemungkinan besar terjadi bencana banjir.

b. Infiltrasi Tanah

Infiltrasi merupakan sebuah proses mengalirnya air ke dalam tanah. Infiltrasi


tanah dapat diartikan sebagai aliran air yang mengalir secara vertikal dari
permukaan tanah menuju ke bagian dalam tanah. Ketika terjadi hujan, air hujan

25
yang jatuh ke permukaan tanah sebagian dari air tersebut akan menjadi sebuah
limpasan dan sebagian lainnya akan terinfiltrasi kedalam tanah. Air yang telah
terinfiltrasi akan menjadi akan mengalir menjadi aliran antara (interflow) dan
mengalir kembali secara vertikal hingga mencapai lapisan jenuh air (aquifer)
menjadi aliran air tanah (baseflow) (David et al., 2016).

Laju infiltrasi tanah dapat ditentukan berdasarkan besarnya kapasitas tanah


dalam menampung air yang mengalirdari permukaan tanah. Laju infiltrasi tanah
juga dipengaruhi oleh tekstur tanah tersebut, jika semakin halus tekstur tanah maka
air akan mudah tergenang dan dapat mengakibatkan banjir begitu juga sebaliknya.
Jika curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah lebih besar dari kapasitas infiltrasi
tanah maka air akan tergenang di permukaan. Penggunaan lahan yang berbeda
dapat membuat laju infiltrasi tanah pada suatu daerah memiliki perbedaan dengan
daerah yang lain (Sudarman, 2007).

c. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan hasil campur tangan manusia yang bersifat


permanen dan secara siklus terhadap suatu lahan dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan-kebutuhan hidup berupa benda maupun spiritual (Malingreau,1978).
Menurut Hardjowigeno (2007) dalam Utami (2014) proses perubahan penggunaan
lahan dapat terjadi karena adanya pertumbuhan penduduk yang sedang berkembang
di suatu daerah. Menurut Hartanto (2009) dalam Utami (2014) perubahan
penggunaan lahan yang terjadi sekitar DAS mengikuti perkembangan penduduk
dan pola pembangunan suatu wilayah, tetapi wilayah yang tidak memperhatikan
keseimbangan lahan dapat berpengaruh buruk terhadap sekitarnya.

Pengalihan fungsi lahan seperti lahan yang berupa vegetasi seperti hutan
kemudian diubah menjadi sebuah perumahan atau permukiman akan menyebabkan
kemampuan kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu (Retensi DAS)
berkurang secara drastis.

26
d. Kemiringan Lereng

Kelerengan atau kemiringan lereng merupakan suatu perbedaan tinggi dari dua
daerah berbeda yang dapat dibandingkan dengan daerah yang relatif datar dan
dinyatakan dalam persen atau derajat. Daerah yang memiliki kemiringan lereng
yang curam maka air yang jatuh ke bawah akan semakin cepat sehingga tidak ada
air yang mengendap dan memiliki kemungkinan banjir yang kecil (Kurniawati,
2015).

Kemiringan lereng memiliki pengaruh yang besar dalam pembuatan peta


daerah rawan bencana banjir karena parameter ini memiliki peran yang cukup besar
pada proses hidrologi permukaan. Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan
untuk membuat peta kemiringan lereng diantaranya adalah menggunakan model
elevasi digital (Digital Elevation Model) (Partini, 1997) dalam (Wulandari, 2010).

e. Drainase

Sistem drainase dibentuk untuk memudahkan air mengalir dari permukaan


menuju ke badan air atau mengalirkan air dari sumber air menuju kedalam tanah.
Sistem drainase biasa disebut dengan bangunan resapan karena selain untuk
mengalirkan air, drainase berfungsi untuk mengendalikan kebutuhan air permukaan
untuk menghindari genangan banjir. Untuk mengurangi risiko terjadinya banjir
maka perlu dilakukan pembuatan sebuah saluran drainase guna mengurangi,
mengalirkan, menguras atau membuang air (Suripin, 2004 dalam Jamaludin, 2018).
Bangunan drainase seakan dibuat tanpa perhatian khusus dari pihak terkait namun
kenyataan yang terjadi bahwa bangunan drainase perlu dilakukan perhatian supaya
bangunan dapat mengurangi resiko terjadinya banjir di suatu daerah. Pentingnya
menjaga bangunan drainase dengan baik adalah supaya kinerja drianase dapat
maksimal. (Jamaludin, 2018).

f. Bentuklahan

Daerah rawan banjir merupakan daerah yang memiliki kecenderungan terkena


bencana banjir. Daerah rawan tersebut dapat dilihat dengan menggunakan
pendekatan geomorfologi yaitu dengan memperhatikan bentuklahan dari masing-

27
masing daerah. Daerah yang memiliki kemungkinan besar terkena banjir berada di
sekitar sungai atau berbatasan langsung dengan sungai seperti dataran banjir, teras
sungai, rawa belakang, tanggul alam dll. Selain itu daerah yang memiliki
bentuklahan dengan topografi datar juga memiliki kemungkinan terjadi banjir.
(Dibyosaputro, 1984) dalam (Wismarini dan Sukur, 2015).

2.9.Kerawanan Banjir
Banjir genangan merupakan sebuah banjir yang terjadi karena faktor curah
hujan yang tinggi dan volume dari curah hujan tersebut tidak mampu ditampung
dengan baik oleh saluran pembuangan yang menuju ke tubuh air. Hal yang dapat
menyebabkan daerah tersebut tergolong daerah rawan bencana banjir karena
adanya campur tangan dari manusia dalam pengolahan suatu lahan yang terkadang
justru tidak sesuai dengan kaidah dalam melakukan pelestarian lingkungan seperti
membuang sampah sembarangan atau menggunakan lahan yang kurang sesuai
dengan karakteristik lahannya dapat menyebabkan daerah tersebut dengan mudah
terkena banjir karena daerah yang seharusnya dibangun menjadi daerah resapan air
justru diubah tidak sesuai dengan kegunaannya (Setiawan, 2018).

Untuk mengetahui daerah tersebut tergolong dalam daerah rawan banjir atau
tidak dapat dilakukan dengan pembuatan peta daerah rawan banjir. Pembuatan peta
tersebut dilakukan dengan menggunakan metode tumpang susun atau Overlay.
Sehingga membutuhkan data yang berkaitan dengan Parameter banjir genangan.
Dengan adanya peta daerah rawan banjir tersebut maka dapat dijadikan sebuah
informasi mengenai daerah yang tergolong ke dalam daerah rawan bencana banjir.

2.10. Kerangka Pemikiran


Dalam penelitian ini banjir yang terjadi di sebagian DAS Opak Kabupaten
Bantul menimbulkan kerusakan material maupun non material. Maka yang perlu
dilakukan adalah melakukan pengolahan citra dan data yang akan dibuat menjadi
peta daerah rawan banjir. Data yang digunakan berupa data curah hujan, data
kemiringan lereng, data bentuklahan, data infiltrasi tanah, data kerapatan aliran
drainase, data penggunaan lahan, data batas administrasi sebagian Kabupaten
Bantul. Data tersebut dilakukan pengolahan dengan menggunakan Software dengan

28
cara memberikan skor dan bobot pada tiap parameter yang berpengaruh terhadap
bencana banjir. Setelah semua parameter diberikan skor dan bobot kemudian
diakukan proses Overlay. Dari analisis Overlay, maka akan menghasilkan senuah
peta berisi informasi daerah rawan banjir di sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul.

Banjir di DAS Opak Kabupaten Bantul

Pengumpulan Data Kerawanan Banjir

Parameter Kerawanan Banjir :


1. Kemiringan Lereng
2. Pengunnan Lahan
3. Curah Hujan
4. Kerapatan Aliran
5. Infiltrasi Tanah
6. Bentuklahan

Pemberian Skor dan Bobot Tiap


Parameter

Overlay

Peta Sebaran Kerawanan Banjir di


Sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

2.11. Penelitian Sebelumnya


Penelitian mengenai pemetaan daerah rawan banjir sebelumya telah dilakukan
oleh Aprilia Kurniawati (2015) dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh
Quickbird di DAS Bengawan Solo Kabupaten Sragen. Dalam pengolahan peta

29
daerah rawan banjir metode yang digunakan metode tumpang susun atau overlay.
Sebelum melakukan overlay perlu dilakukan pemberian skor dan bobot. Parameter
yang digunakan dalam penelitian tersebut berupa penggunaan lahan, kemiringan
lereng, curah hujan, tekstur tanah, bentuklahan, dan kerapatan aliran. Penelitian
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memetakan parameter kerawanan bencana
banjir di DAS Bengawan Solo Kabupaten Sragen.

Penelitian lain dilakukan oleh Ahmad Ghozali (2016) yaitu untuk melakukan
zonasi kerentanan banjir di DAS Kalikemuning Kabupaten Sampang, Madura.
Penelitian tersebut memanfaatkan citra penginderaan jauh Landsat. Dalam
penelitian tersebut metode yang digunakan adalah metode skoring tiap parameter
banjir. Dalam penelitian tersebut parameter yang digunakan berupa penggunaan
lahan, bentuklahan, kemiringan lereng, curah hujan, laju air tanah. Penelitian
tersebut bertujuan untuk memetakan parameter kerentanan banjir dan melakukan
zonasi daerah banjir di DAS Kalikemuning Kabupaten Sampang, Madura

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Nur Hikmah Okvianti (2012) dengan
memanfaatkan citra penginderaan jauh Ikonos. Dalam penelitian tersebut wilayah
kajian yang digunakan berada di Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan metode Skoring
parameter banjir dan melakukan Overlay. Penelitian tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk memetakan estimasi kerusakan permukiman akibat banjir lahar di
Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang.

Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya


adalah terdapat pada lokasi kajian, data citra yang digunakan, dan parameter
bencana banjir yang digunakan. Pengambilan lokasi kajian dalam penelitian yang
akan dlakukan dalam penelitian ini berada di sebagian Daerah Aliran Sungai Opak
di Kabupaten Bantul dengan memanfaatkan citra Sentinel-2A perekaman bulan juli
2019. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan parameter
kemiringan lereng, kerapatan aliran, infiltrasi tanah, curah hujan, penggunaan
lahan, bentuklahan.

30
Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya

31
32
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. laptop ASUS A456U dengan spesifikasi Processor Intel Core i5- 6198DU
CPU @2.60GHz, RAM 12,0 GB, System Type 64-bit Operating System,
x64-based processor untuk mengerjakan tugas akhir
2. Software Arcgis 10.3 untuk mengolah data dan melakukan layout peta.
3. Microsoft office 201 untuk menulis dan menyusun laporan.

3.1.2 Bahan

1. Citra Sentinel-2A Kabupaten Bantul tahun 2018 untuk melakukan update


peta penggunaan lahan tahun 2019.
2. Data Penggunaan Lahan Kabupaten Bantul tahun 2018 (*shp) sebagai
referensi dalam melakukan pengolahan penggunaan lahan terkini tahun 2019.
3. Data DEM SRTM Kabupaten Bantul untuk membuat data kemiringan lereng
dan kerepatan drainase.
4. Data Bentuklahan Provinsi DIY (*shp) sebagai salah satu parameter banjir
genangan.
5. Data Curah Hujan Kabupaten Bantul tahun 2008 – 2018 untuk validasi peta
curah hujan kabupaten Bantul tahun 2019.
6. Data Batas Sungai Opak (*shp) untuk melakukan pembatasan daerah kajian.
7. Data Jenis Tanah Kabupaten Bantul dan sekitarnya tahun 2018 untuk
membuat peta infiltrasi tanah.
8. Data Adminsitrasi Kabupaten Bantul yang meliputi batas adminsitrasi,
jaringan jalan, dan sungai (*shp) untuk melengkapi informasi pada peta.

33
3.2.Tahap Penelitian
3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan


sebuah penelitian. Tahap persiapan berupa:

1. Penentuan tema dan daerah kajian sesuai dengan penelitian yang akan
diambil.
2. Studi Pustaka
Tahap tersebut dilakukan dengan mencari bahan kajian seperti jurnal,
laporan, atau penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tema penelitian yang
akan diambil. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui metode
yang akan digunakan, Batasan kajian, rujukan dan permasalahan mengenai tema
penelitian.

3. Penentuan Daerah Penelitian


Penentauan daeran penelitian tersebut dilakukan guna mengetahui karakteristik
daerah kajian yang hendak dikaji serta mengetahui gambaran umum daerah kajian
tersebut

3.2.2 Pengumpulan Data

Penelitian ini membutuhkan data yang diperoleh dari Lembaga atau dinas
pemerintah terkait dan melakukan pengunduhan data yang diperlukan melalui
sebuah laman resmi penyedia data dengan keterangan data sebagai berikut:

Tabel 3. 1. Data dan Sumber Data

No. Data Fungsi Sumber Data


1. Citra Sentinel-2A Untuk melakukan Mengunduh dari laman
Kabupaten Bantul digitasi penggunaan www.usgs.gov
Tahun 2019. lahan sebagian DAS
Opak Kabupaten Bantul.

34
No. Data Fungsi Sumber Data
2. Data Penggunaan Untuk acuan dalam Dinas Pertanahan dan Tata Ruang
Lahan Kabupaten melakukan digitasi Kabupaten Bantul.
Bantul Tahun 2018. penggunaan lahan.
3. Data Curah hujan Untuk membuat peta Balai Besar Wilayah Sungai
tahun 2008 – 2018. curah hujan sebagian Serayu Opak.
DAS Opak Kabupaten
Bantul.
4. Data DEM Untuk membuat peta Mengunduh dari laman
Kabupaten Bantul. kemiringan lereng http://srtm.csi.cgiar.org/srtmdata/
sebagian DAS Opak
Kabupaten Bantul.
5. Data Batas Untuk membuat peta Mengunduh dari laman
Administrasi batas adminsitrasi http://tanahair.indonesia.go.id/
Kabupaten Bantul. sebagian DAS Opak
Kabupaten Bantul.
6. Data Jenis Tanah Untuk acuan dalam Balai Penelitian dan
Jawa Tengah Tahun membuat peta infiltrasi Pengembangan Teknologi
2017. tanah sebagian DAS Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Opak Kabupaten Bantul. Surakarta
7. Data Bentuklahan Untuk membuat peta Badan Perencanaan Pembangunan
Kabupaten Bantul bentuklahan sebagian Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Tahun 2016. DAS Opak Kabupaten Yogyakarta.
Bantul.
8. Data Batas DAS Untuk membuat batas Balai Besar Wilayah Sungai
Sungai Opak. DAS opak di Kabupaten Serayu Opak
Bantul.

35
3.2.3 Penurunan Parameter Bencana Banjir

3.2.3.1 Pembuatan Peta Penggunaan Lahan

Peta penggunaan lahan dibuat dengan menggunakan acuan data citra Sentinel-
2A untuk melakukan interpretasi dan digitasi penggunaan lahan di sebagian DAS
Opak Kabupaten Bantul dan data penggunaan lahan. Data penggunaan lahan
tersebut digunakan untuk acuan dalam pembuatan penggunaan lahan terbaru. Hasil
akhir peta penggunaan lahan kemudian dilakukan kegiatan survei lapangan dengan
tujuan untuk melakukan koreksi kesesuaian antara objek hasil digitasi dengan objek
dilapangan agar sesuai. Setelah melakukan tahap survei lapangan kemudian
melakukan digitasi dan interpretasi ulang untuk memperbaiki kesalahan antara
objek dilapangan dan objek hasil digitasi sebelumnya. Kemudian tiap penggunaan
lahan dilakukan pemberian skor sesuai dengan Tabel 3.2.

Tabel 3. 2. Klasifikasi Penggunaan Lahan

Sumber : Meijerink (1970) dalam Kurniawati (2015)

3.2.3.2 Pembuatan Peta Curah Hujan

Curah hujan merupakan salah satu parameter utama yang berpengaruh


dalam terjadinya banjir di suatu daerah. Karena bencana banjir terjadi hujan deras
jatuh mengenai suatu daerah. Sehingga daerah tersebut memiliki kemungkinan
besar terkena bencana banjir. Data curah hujan yang didapatkan dari instansi Balai
Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) dapat digunakan untuk membuat

36
peta intensitas hujan yang dihasilkan dari proses interpolasi intensitas hujan rata-
rata harian dari berbagai stasiun hujan di sekitar area kajian. Waktu yang diambil
untuk penelitian yaitu 10 tahun dari tahun 2008 – 2018. Interpolasi dilakukan
dengan tool Geostatistical Analyst dan menggunakan metode IDW (Inverse
Distance Weighted). Kemudian hasil interpolasi diekspor ke dalam bentuk format
SHP untuk dapat dilakukan Overlay dengan klasifikasi sesuai dengan Tabel 3.3.

Tabel 3. 3. Klasifikasi curah hujan

Sumber : Puslitbangtanak (2002) dalam Yunan (2006) dalam Kurniawati (2015).

3.2.3.3 Pembuatan Peta Kemiringan Lereng

Untuk mendapatkan nilai kemiringan lereng dapat dilakukan dengan cara


menggunakan tool slope pada software Arcmap 10.3. Sebelum dilakukan Slope data
kontur tersebut perlu diubah kedalam data DTM. Kemudian data DTM baru dapat
diolah menggunakan Slope. Hasil dari pengolahan menggunakan tool Slope
kemudian dapat diakukan pengaturan jumlah dan rentan kelas kemiringan lereng
dengan menggunakan tool Reclasify. Kemudian melakukan klasifikasi kelas
kemiringan lereng sesuai dengan Tabel 3.4. Pemberian skor tersebut dilakukan
berdasarkan pengaruh kemiringan lereng terhadap bencana banjir. Semakin kecil
kemiringan lereng atau semakin datar lereng maka daerah tersebut memiliki
kemungkinan besar terkena banjir dibandingkan daerah yang memiliki kemiringan
lereng curam. Karena daerah yang memiliki kemiringan lereng curam memudahkan
air hujan yang jatuh ke lereng tersebut dapat dengan mudah mengalir ke bagian

37
bawah. Setelah dilakukan klasifikasi kemudian melakukan konversi data raster ke
vektor dengan menggunakan tool Raster to Polygon agar mempermudah dalam
proses Overlay.

Tabel 3. 4. Klasifikasi Kemiringan Lereng

Sumber : Chow, 1964 dalam kurniawati, 2015 dengan modifikasi

3.2.3.4 Pembuatan Peta Infiltrasi Tanah

Peta infiltrasi tanah dibuat dengan melakukan pemotongan antara data jenis
tanah seluruh Jawa dengan batas administrasi Kabupaten Bantul. Kemudian
dilakukan kembali pemotongan data jenis tanah Kabupaten Bantul dengan data
batas DAS Opak yang berada di Kabupaten Bantul. Pemotongan tersebut
menggunakan menu Geoprocessing  Clip. Setelah dilakukan pemotongan
kemudian dilakukan klasifikasi sesuai dengan Tabel 3.5. untuk mengatahui
infiltrasi tanah dilakukan dengan acuan tekstur tanah dari berbagai jenis tanah di
area kajian. Tekstur tanah yang halus akan memiliki kemungkinan infiltrasi tanah
yang buruk karena air sulit meresap ke bagian dalam tanah dan akan mengakibatkan
air menjadi menggenang dan memnimbulkan banjir sehingga skor yang diberikan
pada tekstur tanah halus akan semakin besar dibandingkan dengan tekstur tanah
yang kasar. Semakin peka infiltrasi tanah maka daya serap air ke dalam tanah akan
semakin baik sehingga tidak akan ada genangan air di permukaan tanah begitu juga
sebaliknya. Setiap macam tanah memiliki tingkat kepekaan infiltrasi tanah yang
berbeda-beda.

38
Tabel 3. 5. Klasifikasi Infiltrasi Tanah

No Jenis Tanah Infiltrasi Tanah Skor


1 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka 1
2 Andosol, Laterik, Grumusol, Podsol, Peka 2
Podsolic
3 Tanah Hutan Coklat, Tanah Mediteran Sedang 3
4 Latosol Agak Peka 4
5 Aluvial, Planosol, Hidromorf Kelabu, Tidak Peka 5
Laterik Air Tanah
Sumber: (Asdak, 1995) dalam (Darmawan dkk, 2017)

3.2.3.5 Pembuatan Peta Bentuklahan

Dalam pembuatan peta bentuklahan data yang dibutuhkan antara lain data
bentuklahan yang didapatkan dari instansi Bappeda Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan data batas administrasi kecamatan di Kabupaten Bantul. Data-data
tersebut dilakukan add data pada software Arcmap 10.3 kemudian data
bentuklahan di lakukan Clip dengan batas kecamatan untuk mengetahui
bentuklahan di seiap masing-masing daerah. Kemudian dilakukan pemberian skor
sesuai dengan Tabel 3.6.

Tabel 3. 6. Klasifikasi Bentuklahan

Sumber : BPDAS Solo, 2014 dalam Kurniawati, 2015.

39
3.2.3.6 Pembuatan Peta Kerapatan Drainase

Pembuatan peta kerapatan drainase dilakukan dengan cara melakukan otomasi


DEM pada daerah kajian. Kegiatan otomasi DTM tersebut dilakukan dengan
menggunakan Software Arcmap 10.3. dalam membuat kerapatan drainase terdapat
beberapa tools yang digunakan yaitu Tools Raster Calculator  Tools Fill  Tools
Flow Direction  Tools Flow Acumulation  Tools Setnull  Tools Stream Link
 Tools Line Density. Setelah kerapatan drainase telah diolah kemudian dilakukan
klasifikasi sesuai dengan Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Klasifikasi Kerapatan Drainase

Sumber : Linsley (1959, Meijerink (1970) & Ortiz (1977) dalam Yunan (2005) dalam
(Kurniawati, 2015).

3.2.3.7 Uji Ketelitian

Uji ketelitian interpretasi dari hasil digitasi untuk melakukan identifikasi


penggunaan lahan dilakukan dengan empat cara (Short, 1982 dalam yunan, 2005
dalam Kurniawati, 2015) yaitu melakukan cek lapangan pada titik-titik sampel yang
telah dipilih, mencocokan data citra dengan dengan data peta referensi, analisis
statistik dan perhitungan. Penelitian uji ketelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode mencocokan data citra dengan data peta referensi. Setelah
melakukan uji ketelitian selanjutnya melakukan interpretasi. Interpretasi dilakukan
untuk melakukan updating data penggunaan lahan. Updating dilakukan untuk

40
memberikan informasi yang lebih akurat. Proses updating dilakukan dengan
melakukan interpretasi dan digitasi pada penggunaan lahan yang berbeda.

3.2.3.8 Penentuan Sampel Lapangan

Penentuan sampel lapangan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode


Purposive Random Sampling. Dalam penelitian ini titik sampel diambil
berdasarkan pada jumlah total sampel yang ada, medan ketika di lapangan, dan
waktu yang dibutuhkan. Dalam pengambilan sampel di lapangan untuk menentukan
banyaknya sampe yang akan diambil menggunakan rumus Fitzpatrik. Rumus
Fitzpatrick tersebut dalam pengambilan sampel lapangan mengabaikan ukuran luas
wilayah kajian dan variabilitas geografinya tetapi dalam pengambilannya tetap
harus menyebar supaya sampel dapat merata di setiap daerah (McCoy, 2005).
Rumus sampel Fitzpatrick yaitu :
N = Z².(p).(q)/E²

Keterangan :
N : Jumlah sampel
Z : Standar Deviasi
p : Ketelitian yang diharapkan
q : 100-p
E : Kesalahan yang diterima

3.2.3.9 Cek Lapangan dan Uji Akurasi

Cek lapangan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk melihat


keakuratan dari hasil interpretasi pada citra. Kegiatan lapangan untuk peta
penggunaan lahan bertujuan untuk memastikan kebenaran objek hasil digitasi atau
interpretasi dengan objek yang sebenarnya dilapangan begitu juga dalam penentuan
sampel di lapangan dapat menggunakan citra Sentinel- 2A tersebut untuk
menentukan titik-titik sampel di lapangan. Setelah melakukan uji akurasi di
lapangan kemudian melakukan perbaikan kesalahan dengan interpretasi ulang.
Interpretasi ulang dilakukan untuk melakukan perbaikan keslahan objek saat
melakukan interpretasi sebelumnya dengan objek ketika di lapangan.

41
3.2.3.10 Skoring

Dalam penelitian ini metode pengharkatan yang digunakan untuk membuat


zonasi daerah rawan banjir adalah metode kuantitaif berjenjang tertimbang.
Pemberian skor pada masing-masing parameter merupakan sebuah proses untuk
memberikan nilai tiap parameter terhadap bencana banjir di area kajian. Sedangkan
dalam pengharkatan terdapat faktor penimbang, yaitu faktor pengali yang besarnya
nilai berdasarkan pada peranan variabel dari hasil ukur. Pemberian skor tiap
parameter dilakukan berdasarkan acuan dari Tabel 3.2 hingga Tabel 3.7. Setelah
melakukan pemberian skor pada tiap parameter maka selanjutnya melakukan
pembobotan. Pembobotan merupakan proses pemberian nilai bobot pada tiap
parameter yang berpengaruh terhadap bencana banjir. Pemberian bobot dilakukan
dengan memberikan nilai pada tiap parameter, semakin besar nilai yang diberikan
maka parameter tersebut memiliki kemungkinan sangat berpengaruh terhadap
bencana banjir dan pemberian nilai rendah diberikan pada parameter yang kurang
berpengaruh terhadap bencana banjir.

3.2.3.11 Overlay

Parameter peta rawan banjir berupa curah hujan, kemiringan lereng,


bentuklahan, penggunaan lahan , kerapatan aliran atau drainase dan infiltrasi tanah
yang telah dilakukan pembobotan dan pemberian skor kemudian dilakukan
penggabungan atau Overlay. Tool yang digunakan untuk melakukan Overlay
adalah Intersect. Metode Intersect digunakan karena dapat melakukan
tumpangsusun atau overlay dua data grafis menjadi sebuah data grafis.

Klasifikasi tingkat kerawanan menggunana metode kuantitatif dengan


menggunana rumus :

KB = {(5 x KR)+(4 x IT)+(3 x KA)+(2 x PL)+(2 x CH)+(2 x BL)}

Sumber : Huda, Widiastuti (2002), Yunan (2005), dalam Kurniawati (2015) dengan
modifikasi.

42
Keterangan:
KR : Kemiringan Lereng
IT : Infiltrasi Tanah
KA : Kerapatan Aliran
PL : Penggunaan Lahan
CH ; Curah Hujan
BL : Bentuklahan
Untuk menentukan nilai klasifikasi kerawanan bencana banjir perlu memasukkan
rumus :

I = R/N

Keterangan :
I : Interval Kelas
R : Selisih Nilai Maksimum dan Minimum
N : Jumlah Kelas
Tabel 3.8 Klasifikasi Kerawanan Banjir
No Nilai Interval Klasifikasi
1. 5-19 Tidak Rawan
2. 20-34 Agak Rawan
3. 35-49 Sedang
4. 50-64 Rawan
5. 65-79 Sangat Rawan
(Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020)

1.2.3 Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian daerah rawan banjir di sebagian DAS Opak
Kabupaten Bantul akan ditampilkan dalam bentuk peta dan dilengkapi dengan hasil
pemetaan di lapangan dalam bentuk tabel. Peta yang dibuat berupa peta masing-
masing parameter bencana banjir dan peta zonasi daerah rawan banjir.

43
3.3 Diagram Alir Penelitian

Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Banjir Sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul

Data DEM SRTM Data Curah Citra Sentinel-2A Data Data Batas DAS Data DEM
Hujan Kabupaten Bantul JenisTanah Bentuklahan Opak SRTM
Pembuatan
Data DTM Data Penggunaan
Melakukan Lahan Klasifikasi Clip dengan Pembatasan sub Das
Interpolasi Kabupaten
Slope dengan
Interpretasi Bantul
Perhitungan Luas dan
Metode IDW
dan Digitasi Peta Panjang aliran subDas
Klasifikasi
Infiltrasi
Kemiringan Peta
Cek Lapangan Tanah
Lereng Bentuklahan Perhitungan
Peta Curah
Kab. Bantul Kerapatan Aliran
Hujan
Cek Lapangan Interpretasi Ulang subDas

Peta Kemiringan Peta Penggunaan Lahan Peta Kerapatan


Lereng Kabupaten Bantul 2019 Aliran

Keterangan : Skoring & Pembobotan

: Input
Overlay
: Proses Peta Kerawanan Banjir Sungai
: Output Harkat Total Klasifikasi Kerawanan Banjir Opak di Kabupaten Bantul

: Hasil Akhir
Gambar 3.1 Diagram Alir

44
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH
4.1.Letak Geografis
Lokasi penelitian untuk berada di Kabupaten Bantul yang terletak pada posisi
07° 44' 04" - 08° 00' 27" Lintang Selatan dan 110° 12' 34" - 110° 31' 08" Bujur
Timur. Secara administrasi Kabupaten Bantul berada di sebelah selatan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Bantul berbatasan langsung dengan:

 Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman


 Sebelah Timur : Kabupaten Gunungkidul
 Sebelah Selatan : Samudera Hindia
 Sebelah Barat : Kabupaten Kulon Progo

Kabupaten bantul memiliki luas daerah sebesar 506,85 km² atau 50.608 Ha dan
memiliki 17 kecamatan seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Peta Batas Administrasi Kabupaten Bantul

45
4.2.Kondisi Geologi dan Geomorfologi

Kabupaten Bantul memiliki topografi sebagai dataran rendah 40% dan lebih
dari setengahnya (60%) merupakan daerah perbukitan yang kurang subur. Secara
garis besar Kabupaten Bantul terdiri dari: Bagian barat merupakan daerah landai
kurang serta perbukitan yang membujur dari utara ke selatan seluas 89,86 km²
(17,73% dari luas seluruh wilayah). Bagian tengah merupakan daerah datar dan
landai dan merupakan daerah pertanian yang subur dengan luas 210,94 km²
(41,62%). Bagian timur merupakan daerah yang landai, miring, terjal yang
keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian barat dan memiliki luas 206,05 km²
(40,65%). Bagian selatan merupakan bagian dari tengah dengan keadaan alamnya
yang berpasir dan sedikit berlagun, terbentang di pantai selatan dari kecamatan
Srandakan, Sanden, dan Kretek.
(http://www.bpkp.go.id/diy/konten/836/profil-kabupaten-bantul).

4.3.Kondisi Hidrologi
Kabupaten Bantul juga dilalui beberapa aliran sungai yang cukup besar. Salah
satu sungai tersebut merupakan sungai opak. Sungai opak merupakan sungai yang
mengalir dari hulu di kecamatan cangkringan dan berakhir di kecamatan kretek dan
bermuara di samudera hindia. Sungai opak juga melewati 6 kecamatan yang ada di
kabupaten bantul. Kabupaten Bantul memiliki 3 daerah aliran sungai yaitu Daerah
aliran sungai progo, Daerah aliran sungai opak, Daerah aliran sungai oya.
Daerah aliran sungai tersebut masing-masing memiliki beberapa sub-Das
seperti: DAS Progo memiliki 1 Sub-DAS yaitu sub-DAS Bedog. DAS opak
memiliki 13 Sub-DAS yaitu Sub-DAS Opak, Gawe, Buntung, Tepus, Kuning,
Mruwe, Kedung Semerengan, Code, Gajah Wong, Winongo, Bulus, Belik, dan
Plilan. DAS oya memiliki 1 Sub-DAS yaitu Sub-DAS Oya. Secara keseluruhan
daerah aliran sungai tersebut menempati lahan seluas 45,387 Ha. Sungai tersebut
merupakan sungai yang berair sepanjang tahun (Sungai permanen), meskipun untuk
sungai kecil ketika musim kemarau debit air cenderung lebih sedikit.
(https://www.bantulkab.go.id/daerah-aliran-sungai).

46
Gambar 4.2 Peta Batas DAS Opak dan Oyo

47
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Penggunaan Lahan
Pemetaan penggunaan lahan di sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan digitasi pada citra Sentinel-2A
dengan komposit 432 supaya memudahkan mengidentifikasi objek-objek
penggunaan lahan. Penggunaan komposit 432 dilakukan karena pada komposit
tersebut objek yang terdapat pada citra akan terlihat lebih nyata dalam melakukan
digitasi penggunaan lahan seperti pada gambar 5.1. Selain menggunakan digitasi
perlu juga dilakukan proses validasi dari objek hasil interpretasi terhadap objek
sebenarnya yang ada dilapangan. Citra Sentiel-2A tersebut termasuk citra satelit
resolusi menengah yang memiliki resolusi spasial hingga 10m yang memiliki
tampilan kenampakan objek yang cukup jelas dan mudah dilakukan interpretasi.
Pemetaan penggunaan lahan tersebut dilakukan dengan menggunakan skala
pemetaan 1:25.000 dan menggunakan klasifikasi SNI untuk penamaan setiap objek
hasil interpretasi.

Gambar 5.1 Tampilan Citra Sentinel-2A

48
Dari hasil pemetaan penggunaan lahan bahwa DAS opak Kabupaten Bantul
penggunaan lahan yang mendominasi adalah sawah dan permukiman dan tempat
kegiatan. Objek sawah memiliki luas seluas 14.320,92 Ha atau sekitar 39,15% dari
luas keseluruhan dan untuk objek permukiman dan tempat kegiatan memili luas
seluas 9.230,49 Ha atau sekitar 25,24 % dari luas keseluruhan.
Proses pemetaan penggunaan lahan DAS opak Kabupaten Bantul dilakukan
dengan menggunakan Software Arcmap 10.3 menggunakan digitasi pada citra
Sentinel-2A. Proses tersebut dilakukan dengan memperhatikan untur kunci
interpretasi. Proses digitasi tersebut dilakukan dengan membedakan menjadi 9 jenis
penggunaan lahan yaitu kebun, ladang, lahan terbuka, padang rumput, permukiman
dan tempat kegiatan, sawah, semak belukar, tubuh air, sungai. Untuk mengetahui
kebenaran dari masing-masing objek hasil digitasi tersebut maka dilakukan dengan
menggunakan validasi atau kegiatan lapangan.
Proses validasi dari hasil interpretasi penggunaan lahan tersebut dilakukan
dengan menggunakan bantuan dari aplikasi Google Earth Pro. Aplikasi Google
Earth Pro tersebut digunakan untuk memudahkan penelitian pada saat pandemi
covid-19 saat ini. Untuk titik sampel dilakukan dengan melakukan plotting pada
beberapa penggunaan lahan kemudian titik sampel tersebut diubah dengan tools
Layer to Kml supaya dapat muncul pada Google Earth. Penentuan titik tersebut
dilakukan dengan cara menyebar supaya daerah-daerah yang lain dapat
teridentifikasi penggunaan lahannya. Jumlah titik sampel yang diambil dihitung
dengan menggunakan rumus metode Fitzpatrick.
Berdasarkan tabel 5.2 yang berisi hasil uji akurasi bahwa terdapat 51 objek yang
dilakukan validasi penggunaan lahan. Hasil dari uji akurasi tersebut menunjukkan
tingkat akurasi dari proses validasi tersebut sebesar 88,23% dari 51 titik dan
terdapat 6 titik yang tidak sesuai antara hasil digitasi dan hasil dari validasi.
Kesalahan interpretasi terjadi karena adanya kemiripan tiap objek yang ada di citra.
Seperti contoh dari hasil interpretasi dengan citra terdapat ladang namun setelah
dilakukan uji validasi ternyata objek tersebut adalah kebun atau sawah.

49
Tabel 5.1 Hasil Persentase Luas Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

Gambar 5.2 Persentase Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul
(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

50
Tabel 5.2 confusion matrik Pengunaan Lahan DAS Opak Di Kabupaten Bantul

Lapangan
Permukiman
Data Klasifikasi Lahan Padang Semak Tubuh Jumlah
Kebun Ladang dan Tempat Sawah
Terbuka Rumput Belukar Air
Kegiatan
Kebun 7 7
Ladang 1 5 1 7
Interpretasi

Lahan Terbuka 4 4
Padang Rumput 1 4 5
Permukiman dan Tempat Kegiatan 11 11
Sawah 1 1 8 10
Semak Belukar 1 5 6
Tubuh Air 1 1
Jumlah 10 6 4 4 12 9 5 1 51
Sumber : (Survei Lapangan, 2020)
: Sesuai
Tabel 5.3 hasil uji akurasi Pengunaan Lahan DAS Opak Di Kabupaten Bantul

Sumber : (Hasil Pengolahan Data, 2020)

51
Gambar 5.3 Peta Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

52
Gambar 5.4 Peta Sebaran Titik Sampel Uji Akurasi Penggunaan Lahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

53
5.2.Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan perbedaan ketinggian antara dua daerah dan
dinyatakan dalam bentuk persen maupun derajat. Daerah yang berada pada
kemiringan lereng terjal atau curam maka air yang berada di lereng tersebut
akan lebih mudah jatuh kebawah atau jatuh ke daerah yang lebih datar
(Kurniawati, 2015). Daerah yang memiliki kemiringan lereng tinggi maka
memiliki kemungkinan kecil terjadi banjir karena air yang terdapat pada
kemiringan lereng tersebut lebih mudah jatuh kebawah. Sedangkan daerah yang
memiliki kemiringan lereng rendah maka memiliki kemungkinan besar terjadi
banjir.
Dalam pembuatan peta kemiringan lereng di sebagian DAS Opak
Kabupaten Bantul data yang digunakan merupakan data Dem SRTM tahun
2017 sebagian Kabupaten Bantul. Data Dem tersebut dilakukan pengolahn
menggunakan Software Arcmap 10.3 kemudian dilakukan klasifikasi
kemiringen lereng yang menghasilkan 4 kelas kemiringan lereng, yaitu 0% -
10%, 10% - 20%, 20% - 35% dan >35%.
Pemetaan kemiringan lereng yang dilakukan menghasilkan sebuah peta
kemiringan lereng yang menunjukkan variasi dari kemiringan lereng di
Sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul. Menurut gambar 5.4 bahwa daerah
DAS Opak kabupaten bantul didominasi dengan kemiringan lereng yang
berkisar antara 0% - 10%. Hasil pengolahan kemiringan lereng bahwa
kemiringan lereng 0% - 10% berada di sebelah selatan hingga utara dan
beberapa disebelah timur. Menurut tabel 5.3 luas daerah yang memiliki
kemiringan lereng 0% - 10% seluas 28.289,43 Ha atau sekitar 77,29% daerah
DAS Opak Kabupaten Bantul didominasi kemiringan lereng 0% - 10% atau
dapat dikategorikan memiliki lereng datar. Untuk kemiringan lereng 10% - 20%
dengan persentase 13,45% dengan luas sebesar kurang lebih 4.922,22 Ha berada
di daerah sebelah timur dan beberapa disebelah utara DAS Opak.
Kemiringan lereng tersebut memiliki pengaruh terhadap terjadinya banjir
dimana semakin datar daerah tersebut memiliki kemungkinan besar terjadi
banjir. Berbeda dengan daerah yang berada di lereng curam, kemungkinan kecil

54
terjadi banjir karena air yang mengalir pada lereng terjal akan lebih cepat
mengalir kedaerah yang lebih datar.

Tabel 5.4 Hasil Persentase Luas Kemiringan Lereng Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

Gambar 5.5 Luas Kelas Kemiringan Lereng DAS Opak Di Kabupaten Bantul

55
Gambar 5.6 Peta Kemiringan Lereng Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

56
5.3.Curah Hujan
Banjir yang terjadi dibeberapa daerah disebabkan karena intensitas hujan yang
tinggi sehingga kapasitas tubuh air tidak mampu menampung volume air yang
meningkat saat intensitas hujan tinggi. Sehingga air yang tidak dapat tertampung
akan lebih mudah mengalir ke daerh yang datar disekitar bantaran sungai.
Pengolahan data curah hujan dilakukan dengan melakukan interpolasi dengan
metode Inverse Distance Weighted atau IDW. Metode tersebut dalam pengolahanya
mempertimbangkan titik disekitarnya dan nilai interpolasi akan sama dengan titik
sampel disekitarnya. Data yang hendak diolah perlu dilakukan rekap data atau
pengumpulan data dari setiap stasiun hujan untuk mendapatkan nilai curah hujan
bulanan. Data yang digunakan dalam pengolahan peta curah hujan tersebut didapat
dari nilai curah hujan bulanan di 10 stasiun hujan DAS Opak Kabupaten Bantul.
Data tersebut diambil dalam jangka waktu 10 tahun sebelumnya. Kemudian data
dilakukan perhitungan rata-rata perbulan dari masing-masing 10 stasiun.
Pengolahan data curah hujan tersebut menghasilkan sebanyak 4 kelas curah
hujan yaitu curah hujan 3000 mm/tahun, 2500 mm/tahun, 2000 mm/tahn, 1500
mm/tahun. Berdasarkan pengolahan data curah hujan tersebut bahwa daerah di
DAS Opak Kabupaten Bantul persentase intensitas curah hujan terbesar terjadi pada
intensitas kurang lebih 2000 mm/tahun di daerah seluas 27798, 46 ha atau sekitar
75,95% dari luas keseluruhan. Daerah yang memiliki curah hujan 2000 mm/tahun
berada di daerah sebelah utara. Sedangkan persentase intensitas curah hujan
terendah berada pada intensitas 1500 mm/tahun dengan luas daerah yang tercakup
yaitu 438, 62 Ha atau sekitar 1,20 dari luas keseluruhan.
Menurut gambar 5.8 bahwa persebaran curah hujan di sebagian DAS Opak
Kabupaten Bantul didominasi curah hujan 2000 mm/tahun. Daerah tersebut
meliputi Kecamatan Piyungan, Banguntan, Sewon, Pleret, Dlingo, Imogiri, Jetis,
Bantul, dan sebagian Pundong. Daerah yang memiliki curah hujan yang rendah
yaitu curah hujan 1500 mm/tahun berada di sebagian Kecamatan Banguntapan dan
Pleret. Untuk daerah yang memiliki curah hujan 2500 mm/tahun berada di sebagian
kecamatan di Sewon, Sebagian Kecamatan Bantul, Sebagian Pundong, Sebagian
Kretek dan Bambanglipuro. Sedangkan daerah yang memiliki curah hujan yang

57
tertinggi yaitu 3000 mm/tahun berada di Kecamatan Sebagian Srandakan dan
Sanden.

Tabel 5.5 Persentase Distribusi Luas Intensitas Curah Hujan Tahun 2008 - 2018 Sebagian DAS
Opak Di Kabupaten Bantul

Intensitas Curah
No Luas (Ha) Persentase (%)
Hujan (mm/th)

1 1500 438,62 1,20


2 2000 27798,46 75,95
3 2500 5974,71 16,32
4 3000 2387,63 6,52
Total 36599,42 100
(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

Gambar 5.7 Persentase Distribusi Curah Hujan ebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul Tahun
2008 - 2018.

58
Gambar 5.8 Peta Curah Hujan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

59
5.4 Bentuklahan
Bentuklahan merupakan suatu bagian ruang yang ada dipermukaan bumi yang
memiliki ciri khas dalam proses geomorfologi. Daerah rawana banjir dalam proses
pembuatannya dapat dilakukan identifikasi dengan pendekatan geomorfologi yaitu
mengidentifikasi bentuklahan. Pengkajian bentuklahan merupakan kunci untuk
mengetahui daerah-daerah yang memiliki potensi rawan banjir genangan sehingga
banjir genangan dapat dikatehui rekam jejaknya berdasarkan pola bentuklahannya.
Pola bentuklahan yang memiliki kemungkinan besar terjadi banjir genangan adalah
bentuklahan fluvial karena bentuklahan tersebut terjadi akibat adanya proses air
yang mengalir di sungai.
Pemetaan bentuklahan di DAS Opak Kabupaten Bantul tersebut dilakukan
dengan menggnakan data acuan dari Data bentuklahan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dari hasil analisis peta bentuklahan DAS Opak Kabupaten Bantul
memiliki 16 satuan bentuklahan yang berbeda. Dari 16 satuan bentuklahan tersebut
bahwa bentuklahan yang paling mendominasi adalah bentuklahan dataran aluvial
gunung api yang terletak memanjang dari utara hingga selatan DAS Opak
Kabupaten Bantul. Bentuklahan dataran aluvial gunung api memiliki luas 16343,12
Ha atau 44,65 % dari luas keseluruhan DAS Opak Kabupaten Bantul.
Daerah yang rawan banjir biasanya terjadi pada betuklahan yang memiliki relief
dataran. Kemiringan lereng yang relatif datar dapat membuat air yang mengalir
menjadi terhambat sehingga air tersebut dapat menggenang dan menghasilkan
sebuah banjir. Daerah yang memiliki bentuklahan berupa dataran dan dekat dengan
sungai akan semakin mudah terkena banjir karena air akan kesulitan mengalir ke
bawah contoh seperti teras sungai karena sebagian daerahnya yang dekat dengan
sungai. Bentuklahan tersebut juga memiliki karakteristik tanah yang cukup halus
hingga sedikit agak kasar sehingga hal tersebut menyebabkan tanah pada
bentuklahan tersebut mengakibatkan sulit untuk menyerap air yang ada
dipermukaan tanah. Tingkat kerawanan rendah maupun tinggi pada bentuklahan
tersebut perlu memperhatikan faktor lain seperti kemiringan lereng, curah hujan,
dan jenis tanah yang ada pada bentuklahan tersebut.

60
Berdasarkan hal tersebut daerah yang memiliki kemungkinan kecil terkena
bencana banjir adalah daerah yang memiliki bentuklahan dengan topografi seperti
pegunungan, perbukitan, sisi lembah terjal. Karena derah tersebut memudadahkan
air mengalir dari hulu ke hilir dengan mudah.

Tabel 5.6 Hasil Persentase Luas Bentuklahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

61
Gambar 5.9 Peta Bentuklahan Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

62
5.5 Infiltrasi Tanah
Infiltrasi tanah merupakan proses perjalaanan air permukaan yang mengalir ke
dalam tanah. Infiltrasi tanah juga dapat diartikan sebagai perjalanan air yang
mengalir secara secara vertikal kebawah tanah melalui permukaan tanah. Hal
tersebut terjadi karena adanya proses hujan yang turun ke tanah kemudian tanah
akan menyerap air tersebut menjadi infiltrasi tanah. Air yang ada dipermukaan
tanah sebagian akan terinfiltrasi kemudian sebagian dari air tersebut akan menjadi
sebuah limpasan (David et al., 2016).
Dalam proses infiltrasi tanah, tekstur tanah memiliki peran penting dalam
prosesnya yaitu menentukan kecepatan air yang terserap kedalam tanah. Tanah
yang memiliki tekstur tanah kasar maka laju infiltrasi tanah akan lebih cepat
menyerap kedalam tanah sedangkan tanah yang memiliki tekstur tanah yang lebih
halus maka lahu infiltrasi tanah akan lebih sulit karena air dalam permukaan tidak
dapat menembus tekstur tana yang kasar.
Dari berbagai macam-macam tanah yang ada di DAS Opak Kabupaten Bantul
terdapat beberapa tanah yang memiliki tingkat infiltrasi tanah yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil tabel 5.7 terdapat 10 macam tanah yang berada di DAS Opak
Kabupaten Bantul dan masing-masing jenis tanah memiliki tingkat infiltrasi tanah
yang berbeda-beda. Dari 10 macam tanah tersebut tanah regosol coklat kekelabuan
merupakan jenis tanah yang terluas di DAS Opak Kabupaten Bantul dengan luas
20814,70 Ha atau 55,67% dari luas jenis tanah secara keseluruhan. Berdasarkan
klasifikasinya jenis tanah regosol coklat kekelabuan masuk kedalam kelas tanah
yang memiliki tingkat infiltrasi tanah yang sangat peka sehingga air yang berada
dipermukaan tanah dapat dengan mudah mengalir kedalam tanah.
Dalam infiltrasi tanah kepekaan tanah merupakan proses terserapnya air di
permukaan tanah menuju kedalam tanah. Semakin peka tanah tersebut maka air
akan dapat dengan mudah masuk ke dalam tanah begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan tabel 5.8 bahwa tanah di sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul
memiliki tingkat infiltrasi tanah yang didominasi kelas infiltrasi tanah sangat peka.
Berdasarkan gambar 5.10 bahwa infiltrasi tanah yang masuk dalam kategori sangat
peka memiliki persentase sebesar hampir 59% sehingga infiltrasi tanah didominasi

63
dengan infiltrasi tanah yang sangat peka. Secara detail kelas infiltrasi tanah sangat
peka memiliki presentase 58,76% atau memiliki luas daerah seluas 21971,05 Ha
dari luas keseluruhan. Sedangkan daerah yang memiliki infiltrasi tanah tidak peka
memiliki presentase 6,77% atau seluas 2529,93 Ha. Daerah yang memiliki infiltrasi
tanah tidak peka berada di daerah sebagian kecamatan Imogiri, sebagian Pundong,
sebagian Sanden dan sebagian Kretek. Daerah yang memiliki infiltrasi tanah yang
sangat peka berada di daerah Kecamatan sebagian Dlingo, Kecamatan Bantul,
Kecamatan Jetis, Kecamatan Pleret, Kecamatan Piyungan dan sebagian
Bambanglipuro. Berdasarkan gambar 5.12 persebaran infiltrasi tanah yang sangat
peka berada di sebelah barat DAS Opak di Kabupaten Bantul. Sedangkan kelas
infiltrasi tanah yang tidak peka berada di sebelah selatan dekat dengan Sungai
Opak. Infiltrasi tanah tersebut berpengaruh terhadap penentuan daerah rawan banjir
karena infiltrasi tanah merupakan daya serap air kedalam tanah. Semakin peka
tanah tersebut maka air akan mudah terserap kedalam tanah dan dapat mengurangi
terjadinya banjir, begitu juga sebaliknya daerah yang memiliki tingkat infiltrasi
tanah yang tidak peka maka air akan sulit terserap mengakibatkan air menggenang
dan dan menjadi banjir.
Tabel 5.7 Hasil Persentase Luas Jenis Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

64
Tabel 5.8 Persentase Luas Infiltrasi Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul
Infiltrasi
No Luas (Ha) Persentase (%)
Tanah
1 Tidak Peka 2529,93 6,77
2 Agak Peka 4971,52 13,30
3 Sedang 1133,74 3,03
4 Peka 6786,50 18,15
5 Sangat Peka 21971,05 58,76
Jumlah 37392,74 100
(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

Gambar 5.10 Diagram Persentase Infiltrasi Tanah DAS Opak Di Kabupaten Bantul

65
Gambar 5.11 Peta Jenis Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

66
Gambar 5.12 Peta Infiltrasi Tanah Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

67
5.6 Kerapatan Drainase
Sistem drainase dibentuk untuk memudahkan air mengalir dari permukaan
menuju ke badan air atau mengalirkan air dari sumber air menuju kedalam tanah.
Drainase dibangun untuk memudahkan perpindahan air permukaan ke tubuh air
atau biasa disebut dengan bangunan resapan. Selain untuk mengalirkan air saluran
drainase dibuat untuk mengendalikan kebutuhan air permukaan untuk menghindari
terjadinya genangan banjir di suatu daerah.
Saluran drainase dibuat dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya resiko
bencana banjir sehingga dapat menguras, mengalirkan, membuang atau
mengurangi kelebihan air dipermukaan (Suripin, 2004 dalam Jamaludin, 2018).
Pemetaan kerapatan aliran tersebut dilakukan dengan mengolah data DEM (Digital
Elevation Model) pada daerah kajian dengan menggunakan aplikasi Arcgis 10.3.
Dalam pemetaan tersebut dilakukan dengan bantuan beberapa tools pada
Arcgis10.3 seperti Tools Raster Calculator untuk menganalisis data DEM tersebut,
Tools Fill untuk mengolah data DEM yang memiliki nilai ekstrim. Untuk
menentukan arah aliran kerapatan aliran drainase tersebut dapat menggunakan
Tools Flow Direction. Untuk menghitung aliran drainase yang ada dapat
menggunakan Tools Flow Accumulation. Penentuan jaringan drainasenya aliran
sungai menggunakan Tools Setnull. Tools Stream Link digunakan untuk
menggabungkan atau menyatukan masing-masing aliran sungai. Setelah jaringan
drainase diketahui selanjutnya dilakukan pengolahan dengan menggunakan tools
Line Density untuk melakukan pengkelasan kerapatan aliran drainase. Berdasarkan
tabel 5.8 kerapatan aliran drainase dikelaskan menjadi 5 kelas yaitu Jarang dengan
kerapatan <0,62 km/km², agak jarang dengan kerapatan 0,62 – 1,44 km/km², sedang
dengan kerapatan 1,45 - 2,27 km/km², agak rapat dengan kerapatan 2,28 - 3,10
km/km², dan rapat dengan kerapatan > 3,10 km/km².
Berdasarkan tabel 5.8 sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul tersebut memiliki
kerapatan aliran yang dominan agak rapat yaitu sebesar 51,83% atau seluas
18754,91 Ha. Daerah yang memiliki sistem kerapatan aliran yang semakin rapat
maka dapat menyebabkan air menjadi mudah tergenang atau air akan kesulitan
mengalir sehingga dapat terjadi bencana banjir. Berbeda dengan daerah yang

68
memiliki kerapatan aliran jarang yang dapat memudahkan air mengalir ke daerah
hilir. Dalam tabel 5.8 tersebut daerah yang memiliki kerapatan aliran jarang seluas
35,60 Ha atau 0,10% dari luas keseluruhan.

Tabel 5.9 Hasil Persentase Kerapatan Aliran Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

Kerapatan Saluran Kerapatan Aliran Persentase


No Luas (Ha)
Drainase (km/km²) (%)
1 Jarang <0,62 35,60 0,10
2 Agak Jarang 0,62 - 1,44 767,20 2,12
3 Sedang 1,45 - 2,27 5553,46 15,35
4 Agak Rapat 2,28 - 3,10 18754,91 51,83
5 Rapat >3,10 11071,54 30,60
Total 36182,70 100
(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

Gambar 5.13 Luas Kerapatan Aliran DAS Opak Di Kabupaten Bantul

69
Gambar 5.14 Peta Kerapatan Aliran Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

70
5.7 Kerawanan Bencana Banjir
Banjir merupakan aliran air pada permukaan tanah yang memiliki intensitas
tinggi dan air tersebut tidak mampu ditampung oleh tubuh air sehingga air
menggenang ke sekitar tubuh air dan mengakibatkan banjir. Cara yang dapat
dilakukan untuk dapat megetahui kejadian tersebut dengan melakukan pemetaan
untuk pembuatan peta daerah rawan banjir di area kajian. Pemetaan daerah rawan
banjir merupakan suatu kegiatan untuk mengelompokkan wilayah yang memiliki
potensi daerah rawan banjir di area kajian. Pemetaan tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk melihat seberapa luas wilayah yang memungkinkan terkena banjir.
Sehingga bagi masyarakat hasil output dari pemetaan tersebut dapat digunakan
sebagai pertimbangan dalam menghadapi bencana banjir disuatu hari.
Pembuatan peta daerah rawan banjir tersebut dapat dilakukan dengan cara
menggunakan sistem informasi geografis yaitu dengan menggunakan metode
tumpang susun atau Overlay. Pembuatan peta daerah rawan banjir tersebut
dilakukan dengan bantuan 6 parameter yang memiliki pengaruh terhadap terjadinya
bencana banjir di area kajian. Parameter tersebut terdiri dari kemiringan lereng,
kerapatan aliran, infiltrasi tanah, penggunaan lahan, bentuklahan, curah hujan.
Parameter yang telah diolah kemudian dilakukan pemberian harkat bobot dan skor
sesuai dengan parameternya kemudian parameter tersebut diolah dengan
melakukan overlay.
Berdasarkan hasil dari pengolahan peta daerah rawan banjir di Sebagian DAS
Opak Kabupaten Bantul, daerah rawan banjir tersebut kemudian dikelaskan
menjadi 5 kelas yaitu kelas sangat rawan, rawan, sedang, agak rawan, tidak rawan.
Kelas tersebut dibagi dengan ketentuan berdasarkan nilai total dari masing-masing
harkat pada setiap parameter. Kelas tidak rawan berada pada rentang 5-19, kelas
agak rawan berada pada rentang 20-34, kelas kerawanan sedang berada pada
rentang 35-49, kelas rawan berada pada rentang 50-64, dan kelas sangat rawan
berada pada rentang 65-79.
Berdasarkan tabel 5.10 tersebut bahwa sebagian DAS Opak Kabupaten Bantul
didominasi oleh kelas kerawanan sedang. Daerah rawan banjir dengan tingkat
sedang memiliki luas daerah seluas 21867,89 Ha atau sekitar 59,68 % dari luas

71
keseluruhan. Untuk daerah tidak rawan pada DAS Opak Kabupaten Bantul
memiliki luas seluas 54,15 Ha atau 0,15 %. Daerah agak rawan memiliki luas
9427,01 Ha atau 25,73 %. Untuk daerah yang rawan memiliki luas seluas 4698,20
Ha atau 12,82 % dan daerah yang sanagat rawan memiliki luas seluas 592,16 Ha
atau 1,62 %.
Persebaran Daerah rawan banjir pada DAS Opak Kabupaten Bantul dapat
dilihat pada gambar 5.16. Daerah yang termasuk kedalam kelas kerawanan sangat
rawan berada di sebagian Kecamatan Imogiri dan sebagian Kecamatan Pundong.
Daerah yang masuk kedalam kelas tingkat rawan berada di sebagian Kecamatan
Kretek, Dlingo, Imogiri, Sanden, Pundong, Pleret. Untuk daerah yang tergolong
kerawanan sedang berada hampir disetiap Kecamatan yang ada di DAS Opak
Kabupaten Bantul.
Daerah rawan banjir yang tidak datar dan masuk kategori sangat rawan tersebut
karena pada daerah tersebut terdapat sungai-sungai kecil yang kapasitasnya
berkurang akibat adanya penyempitan lahan. Selain itu hal tersebut terjadi karena
pengaruh faktor parameter yang lain seperti infiltrasi tanah. Daerah yang sangat
rawan selain berada pada kemiringan lereng curam juga terjadi karena infiltrasi
tanah yang kurang peka atau tanah tidak dapat menyerap air pada permukaan
dengan baik sehingga air menjadi genangan. Selain itu juga karena terdapat
penggunaan lahan seperti sawah yang memiliki tingkat infiltrasi tanah kurang baik.

Tabel 5.10 Hasil Persentase Luas Daerah Rawan Banjir Sebagian DAS Opak Di Kabupaten
Bantul
Kelas Rawan Persentase
No Luas (Ha)
Banjir (%)
1 Tidak Rawan 21,55 0,06
2 Agak Rawan 9372,16 25,58
3 Sedang 21955,22 59,92
4 Rawan 4697,92 12,82
5 Sangat Rawan 592,17 1,62
Total 36639,02 100
(Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020)

72
Gambar 5.15 Diagram Luas Kelas Kerawanan Banjir DAS Opak Di Kabupaten Bantul

73
Gambar 5.16 Peta Daerah Rawan Banjir Sebagian DAS Opak Di Kabupaten Bantul

74
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan
1. Dalam pemetaan daerah rawan banjir di sebagian DAS Opak kabupaten
Bantul tersebut dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu
penggunaan lahan, kemiringan lereng, kerapatan aliran, bentuklahan,
infiltrasi tanah, curah hujan. Data parameter tersebut dapat diperoleh dari
beberapa cara contoh curah hujan didapat dari interpolasi IDW curah hujan
bulanan beberapa stasiun, penggunaan lahan diperoleh dari proses digitasi
citra Sentinel-2A kemudian dilakukan uji akurasi yang diperoleh hasil
akurasi data sebesar 88,23%, dan data kemiringan lereng diperoleh dari
pengolahan data DEM SRTM.
2. Pembuatan peta daerah rawan banjir tersebut menghasilkan kelas rawan
banjir yang dibagi menjadi 5 kelas yaitu yaitu kelas sangat rawan, rawan,
sedang, agak rawan, tidak rawan. Daerah rawan banjir yang paling dominan
berada pada kelas kerawanan sedang yaitu sebesar 59,68% atau seluas
21867,89 Ha.
6.2.Saran
1. Data curah hujan lebih baik untuk selalu dicek kembali alat pengukurnya
supaya tidak ada kerusakan alat yang dapat berpengaruh dalam hasil data
curah hujan.
2. Data infiltrasi tanah yang didapatkan dari pendekatan tekstur tanah
memerlukan keahlian khusus dalam melakukan analisis tanah supaya
menghasilkan data yang akurat.
3. Data DEM dalam pembuatan peta kemiringan lereng dapat diganti dengan
menggunakan data kontur.

75
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Clay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika 2013: Analisis Hujan Bulan Januari


2013. Buletin BMKG.
Dahlia, Siti. 2016. Analisis Risiko Banjir Pada Lahan Sawah Padi Dengan
Pendekatan Bentuklahan dan Persepsi Masyarakat Di Desa Renged DAS
Cidurian. Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Darmawan, Kurnia, Hani’ah, Andri Suprayogi. 2017. Aanalisis Tingkat Kerawanan


Banjir Di Kabupaten Sampang Menggunakan Metode Overlay Dengan
Skoring Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip, 6(1),
33.

David, Muhammad. et al. 2016. Analisis Laju Infiltrasi Pada Tutupan Lahan
Perkebunan dan Hutan Tanam Industri (HTI) di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Siak. Jom FTEKNIK. V0l 3, No 2.

ESA. 2012. Sentinel-2: ESA’s Optical High-Resolution Mission for GMES


Operational Services. The Netherlands (NL): ESA Communications.

Hardiyanto, Muhammad Agung. 2018. Kajian Hidrologi dan Analisis Kapasitas


Pengaliran Penampang Sungai Way Kuripan Terhadap Bencana Banjir
Wilayah Bandar Lampung Berbasis Hec-ras Skripsi. Jurusan Teknik
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung: Lampung.

Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan


Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Harto, BR.S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Ismiyati. 2005. Statitistika dan Aplikasinya, Semarang: Magister Teknik Sipil
Universitas Diponegoro.

76
Jamaludin. 2018. Analisis dan Perencanaan Sistem Drainase Di Lingkungan
Universitas Lampung ( Studi Kasus Zona I : Fakultas Teknik, Fakultas
Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik ). Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Lampung: Lampung.

Kurniawati, Aprilia. 2015. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan


Kerawanan Banjir Genangan Di Kabupaten Sragen Yang Masuk Das
Bengawan Solo. Tugas Akhir. Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta.

Lillesand, T.M., and Kiefer., R.W. 1999. Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra, Terjemahan. Yogyakarta: UGM Press.

Linsley, R.K., Franzini, J.B., 1996, Teknik Sumberdaya Air Jilid 2, Erlangga,
Jakarta.

Malingreau, J.P. (1978). Penggunaan Lahan Pedesaan Penafsiran Citra untuk


Inventarisasi dan Analisisnya. Yogyakarta : Pusat Pendidikan Interpretasi
Citra PJ dan Survey Terpadu UGM BAKO-SURANAL.

Matondang, J.P., 2013. Analisis Zonasi Daerah Rentan Banjir Dengan


Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis. Unversitas Diponegoro.
Semarang.

McCoy, R. (2005). Field Methods in Remote Sensing. The Guilford Press, New
York.

Nurjanah dkk. 2012. Manajemen Bencana. Cetakan kesatu. Alfabeta: Bandung.

Partini, Tutik. dkk. 1997. Petunjuk Praktikum Penginderaan Jauh Terapan


Hidrologi. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012


tentang Pendoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.

77
Prawoto, Cahyaningsih Dwi. 2018. Pemetaan Habitat Bentik Dengan Citra
Multispektral Sentinel-2A Di Perairan Pulau Menjangan Kecil dan
Menjangan Besar, Kepulauan Karimunjawa. Skripsi. Fakultas Geografi.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Purnama, Asep. 2008. Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di Daerah Aliran Sungai
Cisadane Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor: Bogor

Raharjo, P.D. 2008. Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik
Lahan Secara Umum Pulau Jawa. Jurnal Kebencanaan Indonesia
Vol. 1 No. 5 November 2008. LIPI.
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.

Setiawan, Putra. 2018. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pembuatan Peta
Kerawanan Banjir Di Sub Das Dengkeng. Tugas Akhir. Sekolah Vokasi.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Soewarno, 2000. ”Hidrologi Operasional Jilid Kesatu”, Penerbit PT. Aditya Bakti,
Bandung.

Somantri, lili. 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh Untuk


Mengidentifikasi Kerentanan dan Risiko Banjir. Jurnal Gea, Jurusan
Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2.

Sudarman, G. G., 2007. Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di Mikro DAS Cibojong,
Sukabumi. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suhardiman, 2012. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem Informasi


Geografis (SIG) pada Sub DAS Walanae Hilir. Universitas Hasanuddin
Makassar.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI Offset
Yogyakarta.

78
Sutanto. 1986. Pengideraan Jauh Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Thoha, Achmad Siddik. 2008. Karakteristik Citra Satelit. Medan: Departemen
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Triatmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Umarhadi, Deha Agus. 2017. Pengaruh Koreksi Radiometrik Topografi Terhadap
Akurasi Pemetaan Kerapatan Kanopi Vegetasi Berkayu Menggunakan
Citra Landsat-8 Di Pegunungan Menoreh (Sebagian Kabupaten
Kulonprogo, Purworejo, dan Magelang).Skripsi. Fakultas Geografi.
Universiatas Gadah Mada: Yogyakarta
Utami, Noviana Dian. 2014. Kajian Debit Banjir Akibat Perubahan Penggunaan
Lahan Di Sub DAS Belik. Jurnal Bumi Indonesia Vol 3, No 3.
Wismarini, Dwiati , dan Muji Sukur. 2015. Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir
Secara Geospasial. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 20,
No.1.
Wulandari, Meyriska. 2010. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Zonasi
Daerah Rawan Banjir (Studi Kasus Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa
Tengah).Skripsi.Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

79
Daftar Laman

http://www.bpkp.go.id/diy/konten/836/profil-kabupaten-bantul (Dikunjungi pada


tanggal 21 Agustus 2019 pukul 13:02:17).

http://sda.pu.go.id/bbwsserayuopak/ (Dikunjungi pada tanggal 25 Agustus 2019


pukul 19:14:28).

https://m.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/130249/sungai-opak-
meluap-puluhan-hektar-bawang-merah-terancam (Dikunjungi pada tanggal 9
Oktober 2019 pukul 21:43:20).

https://www.esa.int/Applications/Observing_the_Earth/Copernicus/Sentinel-
2/Introducing_Sentinel-2 (Dikunjungi pada tanggal 22 Oktober 2019 pukul
10:35:08).

http://dibi.bnpb.go.id/ (Dikunjungi pada tanggal 31 Oktober 2019 pukul 08:36:22).

https://www.bantulkab.go.id/daerah-aliran-sungai (Dikunjungi pada tanggal 02


November 2019 pukul 11:00:42).

https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/pp7yhp368/kerugian-
akibat-banjir-dan-longsor-bantul-capai-rp-402-m (Dikunjungi pada tanggal 11
November 2019 pukul 10:57:20).

https://www.liputan6.com/regional/read/3919343/hujan-seharian-9-kecamatan-di-
bantul-terendam-banjir (Dikunjungi pada tanggal 11 November 2019 pukul
11:50:06).

80
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Uji Akurasi Penggunaan Lahan di Kabupaten Bantul
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X (mT) Y (mU) di Lapangan
Klasifikasi Lapangan

1. 434415 9132211 Tubuh Air Kolam Ikan

2. Lahan Lahan
435131 9136926
Terbuka Terbuka

3. Lahan Lahan
433023 9130159
Terbuka Terbuka

4. Lahan Lahan
435313 9128911
Terbuka Terbuka

5. Lahan Lahan
442163 9133706
Terbuka Terbuka

81
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y di Lapangan
Klasifikasi Lapangan

Permukiman Permukiman
6. 429298 9134777 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

Permukiman Permukiman
7. 430617 9131880 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

Permukiman Permukiman
8. 440933 9134013 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

Permukiman Permukiman
9. 443596 9134806 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

Permukiman Permukiman
10. 431225 9128159 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

82
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan di
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y Lapangan
Klasifikasi Lapangan

Permukiman Permukiman
11. 428429 9126885 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

Permukiman
12. 432399 9123701 dan Tempat Masjid
Kegiatan

Permukiman Permukiman
13. 425551 9121887 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

Permukiman Permukiman
14. 429927 9121808 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

Permukiman Permukiman
15. 425261 9114512 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

83
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan di
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y Lapangan
Klasifikasi Lapangan

Permukiman Permukiman
16. 422547 9116619 dan Tempat dan Tempat
Kegiatan Kegiatan

17. 435665 9134796 Sawah Sawah

18. 438441 9133274 Sawah Sawah

19. 436705 9132203 Sawah Sawah

20. 428958 9130621 Sawah Sawah

84
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y di Lapangan
Klasifikasi Lapangan

21. 426110 9124504 Sawah Sawah

22. 426959 9118945 Sawah Sawah

23. 433825 9120558 Sawah Sawah

24. 441446 9126291 Sawah Kebun

25. 423479 9119516 Sawah Permukiman

85
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y di Lapangan
Klasifikasi Lapangan

26. 422770 9125074 Sawah Sawah

27. 434568 9126661 Ladang Ladang

28. 436469 9124178 Ladang Ladang

29. 439771 9123886 Ladang Kebun

30. 427431 9132094 Ladang Sawah

86
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan di
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y Lapangan
Klasifikasi Lapangan

31. 422438 9114309 Ladang Ladang

32. 429826 9126635 Ladang Ladang

33. 421132 9121120 Ladang Ladang

34. 422043 9119807 Kebun Kebun

35. 425920 9117952 Kebun Kebun

87
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan di
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y Lapangan
Klasifikasi Lapangan

36. 426123 9117054 Kebun Kebun

37. 419800 9116415 Kebun Kebun

38. 420901 9118225 Kebun Kebun

39. 423185 9121395 Kebun Kebun

40. 439534 9126357 Kebun Kebun

88
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan di
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y Lapangan
Klasifikasi Lapangan

41. Padang Padang


423752 9113965
Rumput Rumput

42. Padang Padang


424994 9114259
Rumput Rumput

43. Padang Padang


425623 9113238
Rumput Rumput

44. Padang
429350 9120515 Kebun
Rumput

45. Padang Padang


427321 9126805
Rumput Rumput

89
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y di Lapangan
Klasifikasi Lapangan

46. Semak Semak


438100 9129260
Belukar Belukar

47. Semak Semak


440894 9130280
Belukar Belukar

48. Semak Semak


438840 9128464
Belukar Belukar

49. Semak Semak


435574 9123582
Belukar Belukar

50. Semak
437863 9126748 Ladang
Belukar

90
Penggunaan Penggunaan
Titik Koordinat Koordinat Kenampakan Penutup Lahan
Lahan Hasil Lahan di
Sampel X Y di Lapangan
Klasifikasi Lapangan

51. Semak Semak


431807 9117972
Belukar Belukar

91

Anda mungkin juga menyukai