C11 Ans 1
C11 Ans 1
SKRIPSI
Keywords : seagrass, fish association, nursery ground, feeding ground, spawning ground.
RINGKASAN
Kata kunci : padang lamun, asosiasi ikan, nursery ground, feeding ground, spawning ground.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir usulan penelitian ini.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, masukan, dan arahan
sehingga penulis dapat penyelesaian skripsi ini.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Status padang lamun ............................................................................. 12
2. Parameter fisika dan kimia ................................................................... 13
3. Kelas dominansi penutupan .................................................................. 14
4. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan ......................... 24
5. Biomassa lamun .................................................................................... 30
6. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ikan ................ 42
7. Korelasi biomassa lamun terhadap ikan ............................................... 44
8. Korelasi kerapatan lamun terhadap ikan ............................................... 45
9. Indeks konstansi (Cij) ............................................................................ 46
10. Indeks fidelitas (Fij)................................................................................ 48
11. Analisis Anova ...................................................................................... 54
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data hasil tangkapan ............................................................................... 61
2. Nilai parameter fisika dan kimia perairan pada stasiun pengamatan ........ 63
3. Baku mutu air laut untuk biota laut (KepMenLH No.51 th.2004) ........... 64
4. Kriteria baku kerusakan dan status padang lamun ................................... 66
5. Keadaan stasiun pengamatan ................................................................... 67
6. Jenis-jenis lamun di Karang Lebar ........................................................... 68
7. Ikan-ikan hasil tangkapan ........................................................................ 69
8. Data kelimpahan spesies, famili, dan biomassa ikan ............................... 75
9. Data kebiasaan makan dan ukuran ikan .................................................... 76
1. PENDAHULUAN
Ancaman pada ekosistem lamun atau yang lebih dikenal dengan nama lokal
“samu-samu” di daerah Karang Lebar didominasi oleh pengaruh antropogenik yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti penambangan pasir, pembangunan
daerah pantai, dan aktivitas perahu dan kapal. Dampak yang nyata dari kegiatan ini
berupa peningkatan kekeruhan perairan, yang menjadi faktor pembatas bagi
kehidupan lamun. Kerusakan lamun dapat menyebabkan terjadinya penurunan
populasi ikan yang berasosiasi dengan lamun, diantaranya baronang (Siganidae) dan
lencam (Lethrinidae). Mengingat pentingnya peranan sumberdaya lamun bagi biota
yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut, maka diperlukan kajian mengenai
keterkaitan lamun terhadap biota laut yang berasosiasi terutama ikan serta pengaruh
lingkungan yang dapat memodifikasi keeratan hubungan tersebut.
yang telah terjadi di Banten, dan mengganggu fungsi fisik dan ekologis lamun.
Untuk itu dirumuskan permasalahan pada Gambar 1.
Peran Lamun
-habitat biota
-produsen primer
-penahan arus
Ancaman Alami -penstabil sedimen Ancaman Manusia
- gelombang pasang -fiksasi karbon -penambang pasir
-angin topan -sumber nutrien -pembangunan
-siklon pantai
-sedimen -pencemaran
- predator -aktivitas perahu
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi informasi bagi pengelolaan
perairan intertidal khususnya di daerah lamun Kepulauan Seribu, Jakarta.
2. TINJAUAN PUSTAKA
membutuhkan suhu optimum antara 28-35ºC. Salinitas yang ideal bagi kehidupan
lamun senilai ±35‰. Penurunan salinitas akan mengganggu proses pertumbuhan
dan menurunkan laju fotosintesis (Waycott et al. 2007) .
Sementara itu ketebalan dan kestabilan substrat akan mempengaruhi
pertumbuhan. Semakin tebal substrat maka lamun akan tumbuh baik dengan daun
yang panjang dan rimbun, yang disertai dengan pengikatan dan penangkapan
sedimen yang tinggi. Peranan ketebalan substrat dan stabilitas sedimen mencakup
pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasukan nutrien.
Arus pasang dan surut yang kuat mengakibatkan sulitnya lamun untuk menancapkan
akarnya, sehingga lamun sulit berkembang biak dengan baik (Susetiono 2004 in
Kopalit 2010).
10%. Sedangkan di wilayah subtidal, didominasi oleh Enhalus acoroides yang biasa
berkumpul dalam hamparan padang lamun monospesies (Kiswara 1992).
Berdasarkan genangan air dan kedalam, sebaran lamun secara vertikal dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (Kiswara 1997):
1. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal dan selalu terbuka saat air surut
yang mencapai kedalaman kurang dari 1 m saat surut terendah. Contoh:
Halodule pinifola, Halodule uninervis, Halophila minor/ovata, Halophila ovalis,
Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata,
Syringodinium isotifolium dan Enhalus acaroides.
2. Jenis lamun yang tumbuh di daerah kedalaman sedang atau daerah pasang surut
dengan kedalaman perairan berkisar antara 1-5 m. Contoh: Halodule uninervis,
Halophila ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata,
Cymodoceae serrulata, Syringodinium isotifolium, Enhalus acaroides dan
Thalassodendron ciliatum.
3. Jenis lamun yang tumbuh pada perairan dalam dengan kedalaman mulai 5-35 m.
Contoh: Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila spinulosa, Thalassia
hemprichii, Syringodinium isotifolium dan Thalassodendron ciliatum.
Secara fisik, lamun berfungsi untuk menstabilkan dasar perairan, menangkap
sedimen hasil erosi dari daratan (Kikuchi and Peres 1997 in Kiswara 1993). Lamun
yang terdapat di hamparan karang juga berfungsi untuk menenggelamkan,
menyangga, serta menyaring nutrien dan bahan kimia yang masuk ke lingkungan
perairan (English et al. 1994). Peranan padang lamun secara biologis adalah sebagai
habitat penting bagi ikan-ikan (spawning, nursery, dan feeding ground),
memberikan perlindungan bagi ikan, sumber utama detritus, mendukung rantai
makanan, dan juga berfungsi sebagai produsen primer. Sebagai tambahan, padang
lamun juga menjadi habitat kritis bagi beberapa spesies yang terancam punah seperti
Dugong dugon dan Chelonia mydas (Waycott et al. 2007).
yang akan diamati. Data yang diambil menggunakan metode observasi ini meliputi :
a. Kondisi fisika kimia perairan
Data fisika dan kimia perairan diambil untuk menggambarkan kondisi
lingkungan tempat pengamatan dilakukan. Parameter yang diamati beserta metode
dan satuan ukurannya dituangkan dalam Tabel 2 .
b. Lamun
Data lamun yang diambil dengan metode observasi langsung adalah
penutupan, jenis lamun, dan jumlah tegakan per spesies. Selain itu, dilakukan juga
pengumpulan sample lamun per spesies untuk analisis laboratorium. Langkah-
langkah pengamatan lamun adalah sebagai berikut :
(1) Pada setiap stasiun pengamatan diletakkan tiga buah transek garis dengan posisi
sejajar satu sama lain (Gambar 3). Posisi padang lamun yang telah ditentukan di
awal dicatat dalam GPS (Geographic Positioning System) sebagai pedoman
dalam sampling selanjutnya.
(2) Pada tiap transek garis ditempatkan sebuah transek kuadrat dengan ukuran 50 x
50 cm yang disekat menjadi 25 bagian dengan ukuran masing petak 10x10 cm
(Gambar 4). Jarak antar transek kuadarat diseragamkan dan disesuaikan dengan
luas padang lamun yang diamati.
10 cm
50 cm
(3) Dalam tiap transek kuadrat yang telah ditempatkan, dilihat jenis dan kerapatan
lamun. Kerapatan diketahui dengan menghitung jumlah tegakan lamun per
spesies yang sama. Selain kerapatan, dihitung pula persen penutupan lamun pada
tiap transek kuadrat. Penghitungan persen penutupan lamun dapat dipermudah
dengan bantuan kamera bawah air.
(4) Identifikasi jenis lamun berpedoman pada CRC Reef Research Centre (2004)
serta McKenzie and Yoshida (2009). Sedangkan penentuan persen penutupan
lamun mengacu pada kelas dominansi yang dikembangkan Saito dan Atobe
(1970) in English et al. (1994). Kelas dominansi tersaji dalam Tabel 3
(5) Pengambilan contoh lamun untuk perhitungan biomassa dilakukan pada petak
yang telah ditentukan (Gambar 4). Cara yang dipaparkan dalam English et al.
15
n i 1
ij
n
i 1
ij = Jumlah total individu seluruh spesies
c. Frekuensi jenis (Fi) merupakan peluang suatu jenis spesies ditemukan dalam
titik contoh yang diamati, dirumuskan sebagai berikut :
F
i 1
i
e. Penutupan (Ci) adalah luas area yang tertutupi oleh spesies-i, dirumuskan sebagai
berikut : ai
Ci
A
∑
∑
Keterangan: Ci =
Luas area yang tertutupi spesies ke-i
Ai =
Luas total penutupan spesies ke-i
A =
Luas total pengambilan contoh
fi =
Frekuensi (jumlah kotak dengan kelas dominansi yang
sama)
Mi = Titik tengah % spesies ke-i
f. Penutupan relatif (RCi) adalah perbandingan antara penutupan individu spesies
ke-i dengan jumlah total penutupan seluruh jenis.
C
RCi p i
Cij
i 1
C
i 1
ij = Penutupan seluruh spesies
g. Indeks nilai penting lamun (INP) digunakan untuk menghitung dan menduga
secara keseluruhan dari peranan satu spesies di dalam suatu komunitas. Indeks
nilai penting (INP) berkisar antara 0-3. INP memberikan gambaran mengenai
pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan terhadap suatu daerah. Semakin
tinggi nilai INP suatu spesies relatif terhadap spesies lainnya, maka semakin
tinggi peranan spesies tersebut pada komunitasnya. Rumus yang digunakan
dalam menghitung INP adalah (Brower et al. 1998):
h. Biomassa Lamun (gram/m2) dihitung berdasarkan berat basah dan berat kering.
Sebelum dilakukan penimbangan, lamun yang telah didaratkan, disortir dahulu
berdasarkan jenis, kemudian ditimbang. Sampel lamun kemudian dibawa ke
laboratorium untuk mengukur berat kering. Biomassa dihitung berdasarkan
rumus sebagai berikut :
3.4.2. Ikan
S = Jumlah spesies
c. Indeks dominansi Simpson
Indeks ini digunakan untuk mengetahui jenis yang paling banyak ditemukan.
Dominansi dapat diketahui dengan rumus dominansi Simpson:
2
s
n
D i
i 1 N
ikan pada habitat tertentu. Berdasarkan indeks konstansi dengan rumus (Boech 1977
in Aktani 1990):
∑ ∑
Keterangan : Fij = Indeks fidelitas kelompok spesies ikan ke-i pada habitat ke-j
Cij = Indeks konstansi kelompok spesies ikan ke-i pada habitat ke-j
Kisaran indeks fidelitas adalah sebagai berikut:
Fij ≥ 2 menunjukan preferensi yang kuat antara kelompok ikan ke-i pada habitat ke-j
Fij ≤ 1 menunjukan tingkat ketidaksukaan kelompok ikan ke-i pada habitat ke- j
Fij = 0 menunjukan ketidaksukaan / cenderung menghindari kelompok ikan ke- i
pada habitat ke- j.
c. Analisis Biplot
Biplot merupakan suatu alat analisis statistika yang menyediakan posisi relatif
objek pengamatan dengan peubah secara simultan dalam dua dimensi. Informasi
yang bisa diperoleh dari biplot adalah : hubungan antara peubah bebas, kesamaan
relatif dari titik-titik data individu pengamatan, dan posisi relatif antara individu
pengamatan dengan peubah. Interpretasi dari biplot adalah :
1. Panjang vektor peubah sebanding dengan keragaman peubah tersebut. Semakin
panjang vektor suatu peubah maka keragaman peubah tersebut semakin tinggi.
2. Nilai cosinus sudut antara dua vektor peubah menggambarkan korelasi dua
peubah. Semakin sempit sudut yang dibuat antara dua peubah maka semakin
22
positif tinggi korelasinya. Jika sudut yang dibuat tegak lurus maka korelasi
keduanya rendah. Sedangkan jika sudut tumpul maka korelasi bersifat negatif.
3. Posisi objek yang searah dengan suatu vektor peubah diinterpretasikan sebagai
besarnya nilai peubah untuk objek yang searah. Semakin dekat letak objek
dengan arah yang ditunjuk oleh suatu peubah maka semakin tinggi peubah
tersebut untuk objek itu. Sedangkan jika arahnya berlawanan maka nilainya
rendah.
4. Kedekatan letak/posisi dua buah objek diinterpretasikan sebagai kemiripan sifat
dua objek. Semakin dekat letak dua buah objek maka sifat yang ditunjukan oleh
nilai-nilai peubahnya semakin mirip.
d. Analisis Ragam Klasifikasi Dua Arah (Two Way Anova)
Analisis ragam klasifikasi dua arah merupakan sebuah pengujian statistika
dengan dua faktor yang diperhitungkan secara simultan, dimana jumlah perlakuan
pada setiap faktor adalah dua atau lebih. Rancangan ini sering dikenal sebagai
rancangan acak kelompok, rancangan acak lengkap faktorial, dan bujur sangkar
latin. Komponen yang dianalisis dalam Anova adalah kelimpahan ikan pada tiap
waktu pengambilan data (siang dan malam) serta kelimpahan pada tiap stasiun
pengamatan yang berbeda kondisi penutupannya. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh perbedaan waktu penangkapan dan kondisi
penutupan lamun terhadap jumlah spesies ikan yang ada di dalamnya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kedalaman air berkisar antara 20-165 cm dan kecerahan yang konstan pada
tiap pengamatan, yakni 100% menunjukkan penetrasi cahaya matahari masuk
hingga ke dasar perairan. Berdasarkan data, terlihat bahwa perairan Karang Lebar
merupakan perairan dangkal yang jernih. Kondisi ini mempengaruhi pertumbuhan
lamun dan kapasitas lamun untuk berproduksi sebagai produsen utama di air.
Penetrasi matahari yang baik akan memudahkan lamun untuk dapat berfotosintesis
dan tumbuh. Nilai kecerahan perairan dipengaruhi oleh kecepatan arus. Arus yang
stagnan dan sangat tenang pada jangka waktu yang lama akan menurunkan tingkat
kecerahan perairan.
Menurut Waycott et al. (2007), suhu yang diperlukan oleh lamun untuk
berfotosintesis berkisar antara 28-35º C. Sedangkan untuk tumbuh, lamun
memerlukan suhu optimal antara 28-30º C. Merujuk pada keterangan tersebut, hasil
pengamatan menunjukkan bahwa suhu perairan cukup ideal untuk proses
fotosintesis, namun kurang mendukung untuk proses pertumbuhan lamun. Hal ini
dikarenakan suhu tertinggi yang didapatkan pada salah satu stasiun pengamatan
mencapai angka 35º C, melebihi baku mutu (Lampiran 3) yang telah ditetapkan.
Derajat asam (pH) pada tiga stasiun pengamatan berfluktuasi seiringan dengan
suhu perairan. Pada saat arus sangat tenang dengan penyinaran matahari yang tinggi,
suhu air mencapai 35ºC dan nilai pH naik menjadi 9 di sore hari. Kondisi pH yang
terlalu tinggi (basa) tidak mendukung bagi pertumbuhan lamun, sebagaimana
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004
tentang baku mutu air laut untuk biota laut.
Secara umum kondisi perairan yang ditunjukan oleh Tabel 4 masih tergolong
baik untuk kehidupan biota laut, sesuai KepMenLH No. 51 tahun 2004. Beberapa
hasil pengamatan yang berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan
25
1000
900
800
kepadatan (ind/m2)
700
600
500
400
300
200
100
0
Sehat Kurang Sehat Miskin
komunitas lamun campuran. Spesies ini mampu hidup di berbagai substrat, mulai
dari pasir halus hingga substrat kasar (Tomascik et al. 1997). Menurut Den Hartog
(1967) in Kiswara dan Hutomo (1985), spesies yang ditemukan pada wilayah
pengamatan termasuk ke dalam kategori lamun Herba dengan percabangan
monopodial. Thalassia dan Cymodecea termasuk ke dalam kategori lamun
Magnozosteroid yang dapat dijumpai pada berbagai habitat, tetapi terbatas pada
daerah sublitoral.
Halophila termasuk ke dalam kategori lamun Halophilid yang dapat
ditemukan hampir di semua habitat dari pasir kasar hingga lumpur yang lunak,
mulai dari daerah pasang surut hingga kedalaman 90 meter. Spesies Halophila
ovalis merupakan spesies berukuran kecil yang terdapat pada dua stasiun amatan
dengan jumlah kerapatan yang paling kecil (25-33%). Spesies ini merupakan spesies
pioner yang cukup mendominasi di wilayah intertidal dengan bioturbasi yang tinggi.
Bioturbasi merupakan pemindahan atau pengadukan sedimen dan partikel
terlarut oleh flora maupun fauna. Bioturbasi dimediasi oleh fauna Annelida, Bivalva,
Gastropoda, Holothurian, dan fauna lainnya melalui aktivitas meliang, ingestion dan
defecation butiran sedimen, serta tempat tinggal yang ditinggalkan mengakibatkan
adanya pertukaran dan aliran kimia antara kolom (Rosa and Bemvenuti 2005)
Halophila ovalis terkadang ditemukan bersama dengan Cymodocea
rotundata, dalam suatu komunitas lamun campuran yang terdiri dari asosiasi 2-3
spesies lamun (Tomascik et al. 1997). Biota ini tidak ditemukan pada padang lamun
dengan kondisi sehat diduga karena morfologi daun yang kecil dan batang yang
rapuh. Pada padang lamun sehat, kerapatan Thalassia hemprichii dan Cymodocea
rotundata yang tinggi mampu mengurangi intensitas cahaya matahari hingga ke
dasar perairan, sehingga Halophila ovalis kurang cocok untuk hidup dan bertahan
dalam persaingan ruang di padang lamun ini. Ketiga spesies ini memiliki kesamaan
lingkungan hidup yakni pada daerah pasang surut dengan substrat pasir halus dan
kedalaman perairan relatif dangkal yang memungkinkan penetrasi cahaya optimum
untuk dapat berfotosintesis.
Berdasarkan hasil diperoleh nilai jenis yang berbeda pada tiga stasiun amatan.
Kepadatan tertinggi dan terendah pada lamun sehat mencapai angka 911 individu/m2
dan 393 individu/m2 dari spesies Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii.
27
Sedangkan pada stasiun pengamatan dengan kondisi kurang sehat, diperoleh nilai
kerapatan jenis tertinggi dan terendah senilai 528 individu/m2 dan 109 individu/m2
dari spesies Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis. Pada stasiun amatan
dengan kondisi miskin nilai kerapatan berkisar antara 209-115 individu/m2.
Asosiasi lamun campuran yang yang terdiri dari 2 hingga 3 jenis spesies
dijumpai pada ketiga stasiun pengamatan. Menurut Hutomo et al. (1988), asosiasi
ini biasa ditemukan dalam jumlah yang melimpah pada daerah berpasir yang
terlindung (tidak berlumpur), stabil, dan sedimen yang hampir landai. Dengan
kondisi ini, aktivitas meliang dari udang-udangan dan makroinvertebrata lain
cenderung berkurang dengan meningkatnya keragaman dan kerapatan lamun.
45.00
40.00
35.00
Penutupan (%)
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Sehat Kurang Sehat Miskin
1.00
0.90
0.80
0.70
Frekuensi
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
Sehat Kurang Sehat Miskin
Frekuensi yang tinggi dari Thalassia hemprichii di stasiun lamun miskin tidak
diikuti dengan penutupan yang tinggi pada stasiun tersebut. Hal ini dikarenakan
29
2.00
1.80
1.60
1.40
1.20
INP
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Sehat Kurang sehat Miskin
Nilai INP tertinggi pada tiga stasiun amatan berkisar antara 1,76-1,34 dari
spesies Cymodocea rotundata. Biota ini berpengaruh besar bagi jenis lamun lainnya
di tiga stasiun amatan, dicirikan dengan frekuensi jenis yang cukup tinggi pada
wilayah intertidal stasiun pengamatan. Individu ini memiliki toleransi yang tinggi
terhadap perubahan kondisi lingkungan yang cukup signifikan, seperti halnya fauna
intertidal yang mampu bertahan terhadap kondisi pasang surut air. Karena
kemampuan inilah morfologi Cymodocea rotundata terkadang berbeda antara satu
daerah dengan daerah lain yang karakteristik lingkungannya berbeda. Kelemahan
dari biota ini adalah ketidakcocokan untuk hidup di daerah dengan ketinggian air
saat surut yang sangat rendah mendekati kering (www.Encyclopedia of Life.com).
Thalassia hemprichii seringkali ditemukan bersama dengan Cymodocea rotundata
di wilayah yang dekat dengan terumbu karang, seperti dipaparkan oleh Dwintasari
(2009) dalam penelitiannya di Pulau Pramuka dan Kiswara et al. (1994) di wilayah
Bali dan Lombok.
30
Berdasarkan hasil pengamatan berat basah, nilai tertinggi pada ketiga stasiun
didominasi oleh bagian batang. Biomassa batang lebih berat dikarenakan
batang/rizoma digunakan sebagai tempat menyimpan hasil fotosintesis dan unsur
hara. Selisih biomassa di tiga lokasi berbeda tersaji pada Gambar 9
daun
40.93% batang
44,76%
batang
35.07
%
Persentasi Selisih Biomassa
daun Lamun Miskin akar
28.33% 27.39%
batang
44.28%
Biomassa lamun di bawah substrat yang lebih besar daripada biomassa lamun
di atas substrat juga dikarenakan lamun banyak menyerap nutrien dari dasar perairan
dibandingkan dengan kolom perairan. Berbeda dengan biomassa, produksi lamun di
bawah substrat lebih kecil jika dibandingkan dengan produksi lamun di atas substrat.
Biomassa dan produksi lamun dipengaruhi oleh nutrien dan cahaya (Tomascik et al.
1997). Selain itu, biomassa dan produksi lamun tergantung pada spesies dan kondisi
fisika perairan seperti kecerahan, sirkulasi, kedalaman, suhu, dan angin.
30
24
25
20 21
Jumlah spesies
20 18 18
14
15
10
5
0
siang malam
sehat kurang sehat miskin
Jumlah spesies ikan pada lamun miskin di siang hari sebanyak 21 spesies,
lebih banyak jika dibandingkan dengan komposisi spesies di lamun kurang sehat.
Pada siang hari kedalaman air di lamun miskin lebih dangkal, sehingga ikan yang
berukuran kecil dan menjadi mangsa dari ikan besar masuk ke dalam wilayah ini
untuk menghindari pemangsaan yang dilakukan oleh predator berukuran besar.
Ketinggian air yang surut di siang hari menyulitkan predator besar untuk masuk ke
dalam perairan dangkal (Unsworth et al. 2007). Selain itu, penutupan lamun yang
rendah memudahkan hewan diurnal berukuran kecil untuk mencari makan
dibandingkan dengan stasiun dengan kondisi sedang yang terlindung oleh daun
lamun. Ikan yang hanya ditemukan di siang hari adalah
Berlainan dengan siang hari, pada malam hari jumlah spesies di lamun kurang
sehat lebih banyak daripada lamun miskin. Ikan-ikan berukuran relatif kecil
menjelang malam akan berpindah dari tempat yang tidak terlindung menuju ke
tempat yang lebih terlindung. Ruaya ikan kecil di malam hari bertujuan untuk
menghindari predasi dari hewan nokturnal bersifat karnivor. Predator-predator di
malam hari bergerak masuk menuju wilayah dangkal di malam hari saat air pasang
atau permukaan air menjadi lebih tinggi. Spesies yang aktif dan hanya ditemukan di
malam hari meliputi Aetobatus narinari, Apogon fuscus, dan Apogon kallopterus.
Selain predasi, penurunan jumlah spesies pada siang ke malam hari karena adanya
ikan-ikan yang bukan merupakan penghuni tetap dari lamun. Adanya
perpindahan/pergerakan dari dan ke dalam lamun dapat dilihat dari Gambar 11 .
2500
2018
2000
Jumlah individu
1500
1000 839
Lamun dengan kondisi sehat merupakan habitat yang banyak dipilih oleh biota
air. Jumlah ikan yang ada di lamun sehat lebih banyak daripada yang ada pada
lamun dengan kondisi kurang sehat dan miskin. Jumlah individu yang didapatkan di
lamun dengan kondisi sehat sebanyak 2018 individu pada waktu penangkapan siang
hari, dan 269 individu pada waktu penangkapan malam hari. Ikan-ikan hasil
tangkapan di siang hari pada lamun dengan kondisi sehat didominasi oleh ikan
planktivor, omnivor, dan karnivor kecil. Sedangkan pada malam hari ikan yang
tertangkap adalah planktivor dan karnivor berukuran agak besar
Pada malam hari, jumlah individu yang tertangkap di lamun gundul relatif
sedikit, hal ini dikarenakan penutupan lamun yang minim. Sebanyak 50 individu
ikan ditemukan dan didominasi golongan karnivora. Peluang predasi pada lamun
dengan kondisi miskin di malam hari jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dua
stasiun lainnya. Pada malam hari, kedalaman air selama pengambilan contoh
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari. Keadaan ini membuat ikan
nokturnal yang biasanya hidup pada kedalaman air yang lebih dalam leluasa untuk
mencari makan di padang lamun, khususnya dengan kondisi penutupan minim. Hasil
pengamatan ini menguatkan fungsi lamun sebagai tempat perlindungan (nursery
ground) bagi ikan berukuran kecil yang cenderung memilih lamun agar dapat
bersembunyi dari predator (Dollar 1991) serta tempat mencari makan (feeding
ground) bagi ikan-ikan karnivor (Unsworth et al. 2007).
Pra Pra
Dewasa Dewasa
53% 89%
Lamun Miskin
Dewasa Juvenil
9% 12%
Pra
Dewasa
79%
Ikan pra dewasa yang banyak ditemukan dalam padang lamun sehat
didominasi oleh famili Atherinidae, Labridae, dan Apogonidae. Sedangkan pada
lamun kurang sehat ukuran juvenil dan pra dewasa didominasi oleh famili
Gerreidae, Nemipteridae, dan Atherinidae.
Juvenil ikan yang banyak ditemukan pada lamun adalah Hypoatherina
temminckii dan Gerres oyena. Juvenil dari kedua spesies ini ditemukan dalam
kondisi bergerombol. Spesies lain yang ditemukan dalam jumlah yang lebih kecil
berasal dari famili Lethrinidae, Apogonidae, dan Labridae. Juvenil ditemukan di
pagi hari dalam kondisi perairan dengan suhu yang relatif rendah, intensitas
penyinaran yang rendah, dan pH netral.
Ikan juvenil dan pra dewasa menjadikan padang lamun sebagai wilayah
perlindungan dan mencari makan. Penutupan daun lamun digunakan sebagai alat
untuk bersembunyi dari predator dan sengatan matahari. Sedangkan penempelan
35
epifit berupa Protozoa, Nematoda, Poliketa, Rotifera, dan Kopepoda pada daun
lamun dimanfaatkan sebagai makanan untuk stadia juvenil dan pra dewasa dengan
bukaan mulut yang masih kecil.
10000
9000
8000
Bobot total (gram)
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Lamun Sehat Lamun kurang sehat Lamun miskin
Kondisi lamun
Bobot ikan hasil tangkapan di siang hari yang tertinggi berasal dari lamun
kondisi sehat, dengan jumlah berat basah total senilai 8947,6 gram. Sedangkan
bobot ikan hasil tangkapan di malam hari yang tertinggi didapat dari lamun kondisi
kurang sehat dengan berat total 7717,6 gram.
Pada siang hari ikan berlindung dan mencari makan di dalam lamun sehat,
khususnya ikan yang bersifat herbivora dan omnivora. Sehingga bobot total di siang
hari terkonsentrasi di stasiun ini. Sumbangan bobot terbesar dalam stasiun ini
diperoleh dari spesies Hypoatherina temmincki. Spesies ini masuk ke dalam padang
lamun secara bergerombol dalam suatu waktu tertentu. Keberadaan Hypoatherina
temmincki dipengaruhi oleh arus dan pasang surut permukaan perairan (sea level-
rise) .
Pada malam hari, ikan-ikan nokturnal melakukan pergerakan untuk mencari
makan dan menyebar pada keseluruhan stasiun pengamatan. Ikan-ikan karnivora
36
berukuran besar yang mendominasi bobot total di malam hari terdiri dari famili
Belonidae, Myliobatidae, dan Dasyatidae. Famili Myliobatidae tidak ditemukan di
siang hari karena hewan ini diduga bersifat nokturnal. Sedangkan famili Dasyatidae
dan Belonidae pada siang hari ditemukan dalam jumlah yang minim dan ukuran
yang lebih kecil jika dibandingkan dengan malam hari. Lamun dengan kondisi
kurang sehat dan miskin cenderung dipilih ketiga karnivora berukuran besar ini
karena kemudahan dalam mencari makanan di stasiun yang penutupan lamunnya
lebih kecil. Karnivora yang lebih kecil seperti Apogon fuscus dan Lethrinus
obsoletus memilih padang lamun sehat sebagai feeding ground di malam hari.
Gambar 14. Hasil sampling 1 pada lamun, (a) Sehat, (b) Kurang Sehat, (c) miskin
ae ae
a tid
Malam
id
ny sya
Malam
e bt
Siang
in ida Da
Malam
Siang
la io
yl
Siang
t ae
on tid M
ap e ob ae
er ida yli d
T M ri
en ae te
ra ip
hy e
nid em
an
Sp a Sig N
id
nn e ae
ga a rid ae
Si erid ar lid
Sc ae ul
t
ip rid M
da
e
em pte i
mi th
N
ae e Ne an
lid da e ac
ul i ida on
M nth ull e M
ac
a M da ae
thi
Famili
Famili
on an id
Famili
M dae ac in
on hr
(b)
(a)
(c)
ni M
e et
ja da
L
ut ae ini
L id thr ae
in Le id
hr re
et e er
L e i da G
da br
ri La ae
ab e e id
L ida in
a
rre er
id th
re Ge A
er e
da
e
G ida i ae
in rin id
er he n
At go
th ae ae po
A d id
ni on A
go og
po Ap
A
8
6
4
2
0
60
50
40
30
10
60
50
40
30
20
10
8
6
4
2
0
60
50
40
30
10
0
Kelimpahan (ind) Kelimpahan (ind)
Kelimpahan (ind)
38
e
ae da
Gambar 15. Hasil sampling 2 pada lamun, (a) Sehat, (b) Kurang Sehat, (c) miskin
ti a
Malam
id
ya ny ae
nn
Siang
Malam
as in d
Malam
ga la eni
Siang
Siang
D
Si e ae ra
Hasil pengambilan contoh pada periode kedua tersaji di Gambar 15.
da id hy e
ri e nn Sp ida
ar a ga e
Sc rid Si da nn
te ri
ip te ga
ip Si e
em em a
N e N id ae
a ob id
lid ae ae G ter
ul hi d l id ip
M t ul ae
an M id em
ac e th M e
on an a e
M tid
a
ac lid da
on ul hi
on e M ant
ap M da
ti ac
er e on on e
Famili
T ida
ap M ida
Famili
Famili
in er
hr T ae in
et id hr
L et
(b)
(a)
(c)
e in L ae
da hr
ri et ri
d
ab L
ab
L ae e L ae
id da id
re ri re
er ab er
G ae L G ae
id ae id
id
on re on e
el ae er el a
B B id
i d G ae in
in id er
er in th ae
th e er A id
A ida th n
e
n A
da go
go ni po
po go A
A
po
A
250
200
150
100
30
25
20
15
10
5
0
250
200
150
100
50
30
25
20
15
10
5
0
250
200
150
100
50
30
25
20
15
10
5
0
Kelimpahan (ind)
Kelimpahan (ind) Kelimpahan (ind)
39
Hasil tangkapan yang diperoleh dari sampling ketiga tersaji dalam Gambar 16.
e
da
Gambar 16. Hasil sampling 3 pada lamun, (a) Sehat, (b) Kurang Sehat, (c) miskin
ti a
ya ny d e
as ida
e
in ie da
Malam
Malam
la tif ti
Malam
Siang
Siang
D
th ya
Siang
en as
na e id ae D
ng da un tid da
e
Sy ni ya a
e i
e en
ra as tid ra
hy D on
hy
Sp ae ap Sp
id er ae
nn ae T id
ga id nn ae
Si ntr ga e lid
e Si ida ul
ac e rr ae M ae
om ida ar id id
P r Sc ter th
te ip an
ip dae em ac
em thi N ae ae on
N lid i d M
an ae
Famili
ul th
Famili
ac e id
Famili
on M can t
a on
M tid a
ap
on on ae er
(b)
(a)
(c)
ap M id T
n
er ja e ae
T ae ut a id
id L nid in
re
i
hr hr
er et et
G ae L dae L
id ri
on e ab e ae
el L ida d
B ida ri
in re e ab
er er a L
th G inid
A ida
e ae
er e id
n th a in
go A nid er
po go th
A po A
10 A
8
6
4
2
0
1800
1600
1400
1200
1000
1800
1600
1400
1200
1000
30
25
20
15
10
5
0
800
600
400
200
10
8
6
4
2
0
1800
1600
1400
1200
1000
Kelimpahan (ind) Kelimpahan (ind) Kelimpahan (ind)
40
e e
da da ae
Gambar 17. Hasil sampling 4 pada lamun, (a) Sehat, (b) Kurang Sehat, (c) miskin
ti ti d
ti
on on on
Malam
od
Malam
ap ap
Siang
ae et
Siang
er er
ha
Malam
T id T
th
Siang
C
na ae ae
id id
ng ae t nn
Sy id on ga
en ap Si
ra er
T
hy ae
Sp e ri
d ay
da te ur
ni ip M
ga e em ae
Si da N id
ri in
te hr
ip ae et
em ri
d L
N
ab ae
ae L d
lid e ri
ul da
Famili
Famili
Famili
hi ae ab
M t id L
an e re
ae
(b)
(a)
(c)
ac a er
on hid G id
re
M p er
am ae G
ir id
em on ae
H el id
ae B on
id ae el
re B
id ae
er in id
G ae er
id th in
in A er
er th
th ae A
A da
e id d ae
n
ni go ni
go po go
po A po
A A
80
60
40
20
15
10
0
160
140
120
100
80
60
30
25
20
15
10
5
0
160
140
120
100
80
60
40
20
10
8
6
4
2
0
160
140
120
100
Kelimpahan (ind)
Kelimpahan (ind) Kelimpahan (ind)
42
4
4 4 1,
1, 1, -1
S-1
S-2
S-3
S-4
S-1
S-2
S-3
S-4
-1 -1 ,0
11 9
S-3
S-4
0,
0, 0, -1
-1 -1 ,5
,5 ,5 10 4
10 4 10 4 0,
0, 0, -1
-1 -1 ,0
,0 ,0 10
10 10
9
9,
9
9,
9 9,
5- 5- 5-
9, 9, 9,
8, 8, 8,
4 4 4
8, 8, 8,
0- 0- 0-
8, 8, 8,
9
(b)
(a)
(c)
9 9
7, 7, 7,
5- 5- 5-
7, 7, 7,
4 4
7, 7, 7,
4
0- 0- 0-
7, 7, 7,
9 9
6, 6, 6,
9
5- 5- 5-
6, 6, 6,
4 4
6, 6, 4
0- 0- 6,
6, 6, 0-
6,
9 9
5, 5, 9
5- 5- 5,
5, 5, 5-
4 5,
4 5,
5, 0- 4
0- 5, 5,
5, 0-
5,
30
25
20
15
10
5
0
500
400
300
200
100
500
400
300
200
100
50
40
30
20
10
500
400
300
200
100
10
0
Frekuensi (ind) Frekuensi (ind)
Frekuensi (ind)
44
Coscinodisc
us 0.24
Krustase
Rhizosolenia 0.02
0.74
seluruh stasiun pengamatan berdasarkan jumlah stasiun yang ada spesies ikan
tertentu. Dengan kata lain, anggota spesies yang terbentuk dalam suatu kelompok
memiliki kesamaan pemilihan habitat lamun.
Habitat
Kelompok Spesies Kurang
Sehat Miskin
sehat
1 Apogon crassipiens, Apogon cyanosoma, 1 0,85 1
Apogon fuscus, Cheilodipterus
quinquelineatus, Hypoatherina temminckii,
Tylosurus gavialoides, Taeniura lymma,
Gerres oyena, Choerodon anchorago,
Halichoeres argus, Halichoeres
chloropterus, Lethrinus lentjan, Lethrinus
obsoletus, Acreichthys tomentosus, Upeneus
tragula, Scolopsis lineatus, Scarus
dimidiatus, Siganus canaliculatus, Siganus
virgatus, Sphyraena obtusata, Pelates
quadrilineatus.
2 Amblygobius stethopthalmus, Doryrhampus 0 0 1
dactyliophorus, Congridae
3 Halichoeres scapularis, Lethrinus harak 0 1 1
4 Stethojulis balteata, Chaetodon octofasciatus 0 1 0
5 Lutjanus ehrenbergii, Aetobatus narinari, 1 1 0
Scolopsis margaritiferus, Scarus ghobban
6 Apogon kallopterus, Apogon 1 0 0
margaritiphorus, Hemirhampus far,
Chrysiptera hemicyanea, Syngnathoides
biaculeatus
berbeda diikuti dengan waktu pergerakan antar stasiun yang juga berbeda.
Kelompok 5 cenderung bergerak di malam hari, sedangkan kelompok 3 cenderung
bergerak di siang hari.
Kelompok dengan kekonstanan tinggi pada habitat lamun miskin adalah
kelompok 1,2, dan 3. Kelompok 2 hanya ditemukan pada lamun kondisi miskin.
Anggota kelompok 2 adalah spesies yang meliang dan memanfaatkan pasir dan air
dangkal untuk hidup. Anggotanya meliputi Amblygobius stethopthalmus,
Doryrhampus dactyliophorus, dan famili Congridae.
Dengan menggunakan indeks konstansi dapat diketahui tingkat kekhasan suatu
kelompok spesies terhadap habitat tertentu. Indeks fidelitas tersaji pada Tabel 10.
Habitat
Kelompok Spesies Kurang
Sehat Miskin
sehat
1 Apogon crassipiens, Apogon cyanosoma, 1,05 0,9 1,05
Apogon fuscus, Cheilodipterus
quinquelineatus, Hypoatherina temminckii,
Tylosurus gavialoides, Taeniura lymma,
Gerres oyena, Choerodon anchorago,
Halichoeres argus, Halichoeres
chloropterus, Lethrinus lentjan, Lethrinus
obsoletus, Acreichthys tomentosus, Upeneus
tragula, Scolopsis lineatus, Scarus
dimidiatus, Siganus canaliculatus, Siganus
virgatus, Sphyraena obtusata, Pelates
quadrilineatus.
2 Amblygobius stethopthalmus, Doryrhampus 0 0 3
dactyliophorus, Muray,
3 Halichoeres scapularis, Lethrinus harak 0 1,5 1,5
4 Stethojulis balteata, Chaetodon octofasciatus 0 3 0
5 Lutjanus ehrenbergii, Aetobatus narinari, 1,5 1,5 0
Scolopsis margaritiferus, Scarus ghobban
6 Apogon kallopterus, Apogon 3 0 0
margaritiphorus, Hemirhampus far,
Chrysiptera hemicyanea, Syngnathoides
biaculeatus
dengan cara meliang dan memanfaatkan ukuran pasir yang lebih kasar untuk
memudahkan ikan ini mencari makan dan berlindung sehingga tidak terlihat oleh
mangsa ataupun pemangsa (Congridae dan Amblygobius stethopthalmus).
Kelompok spesies 4 memiliki preferensi yang tinggi terhadap habitat kurang
sehat. Habitat ini menyediakan perlindungan yang cukup baik bagi ikan karang yang
termasuk dalam kelompok 4. Chaetodon octofasciatus dan Stethojulis balteata
hanya ditemukan satu kali selama pengambilan data. Ikan ini diduga masuk ke
dalam padang lamun untuk berlindung dari predator pada saat air surut, ataupun
berlindung dari sengatan matahari. Pada saat Chaetodon octofasciatus tertangkap
suhu perairan mencapai 35ºC, hal inilah yang diindikasikan menjadi alasan ikan
untuk berpindah dari ekosistem terumbu karang masuk ke padang lamun. Habitat
lamun kurang sehat yang letaknya berdekatan dengan ekosistem terumbu karang
memiliki penutupan lamun yang cukup baik untuk menjaga suhu perairan agar tidak
terlalu tinggi.
Indeks fidelitas tertinggi juga dimiliki oleh kelompok spesies 6 terhadap
habitat sehat. Beberapa anggota kelompok spesies ini merupakan penghuni tetap
padang lamun. Apogon kallopterus dan Apogon margaritiphorus memanfaatkan
padang lamun ini untuk mencari makanan berupa krustase atau invertebrata lain
yang jumlahnya melimpah seiring dengan tingginya penutupan lamun.
Syngnathoides biaculeatus memanfaatkan daun atau batang lamun tinggi untuk
mencari makanan, adaptasi bentuk mulut menyerupai pipa memudahkan biota ini
menghisap makanan yang menempel pada daun. Syngnathoides biaculeatus
beristirahat dengan cara mengaitkan ujung ekor pada daun lamun. Sementara
Chrysiptera hemicyanea dan Hemirhampus far memanfaatkan kelimpahan perifiton
atau fitoplankton yang tinggi pada stasiun ini sebagai makanan. Merujuk hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wilson (1974), bahwa lamun jenis Thalassia adalah
makanan utama Hemirhampus.
Habitat lamun dengan kondisi sehat juga diduga dimanfaatkan sebagai tempat
pemijahan dan nursery ground bagi S. Biaculeatus yang tertangkap saat mengerami
telur pada bagian perut. Selain tangkur hijau, Lutjanus ehrenbergii juga
diindikasikan memanfaatkan lamun sebagai spawning ground karena ditemukan
dalam kondisi matang gonad. Kelompok spesies 1 memiliki preferensi habitat yang
50
sedang. Ikan-ikan dari kelompok ini memiliki kesukaan yang sama pada ketiga
kondisi habitat. Dengan demikian kelompok ini cenderung bersifat dinamis sehingga
mampu berasosiasi dan melakukan perpindahan antar habitat untuk mencari makan,
berlindung ataupun memijah. Kelompok spesies ini terdiri dari tingkat trofik yang
berbeda, mulai dari konsumen 1 hingga top predator. Kelompok 1 berisikan ikan-
ikan pemakan lamun (Siganus canaliculatus, Siganus virgatus dan), pemakan ikan
(Tylosurus gavialoides, Taeniura lymma, Sphyraena obtusata, Lethrinidae),
pemakan perifiton, fitoplankton (Hypoatherina temminckii, Acreichthys
tomentosus), pemakan krustase, gastropod, dan invertebrata lain (Halichoeres,
Apogon, Upeneus tragula)
Habitat lamun sehat dihindari oleh kelompok spesies 2, 3, dan 4 yang bukan
penghuni tetap lamun. Kelompok 2, 3 dan 4 berisikan spesies yang berpindah dari
dan menuju habitat lamun dengan kerapatan yang tidak rumbun. Pergerakan
ditujukan untuk mencari makan ataupun berlindung. Pencarian makan dilakukan
pada habitat kurang sehat dan miskin karena kondisi penutupan lamun yang tinggi
bagi sebagian spesies menyulitkan untuk mencari makan. Padang lamun yang
beragam dengan kerapatan tinggi mereduksi aktivitas meliang dari udang-udangan
dan makrofauna lain seperti Amblygobius stethopthalmus.
Kelompok spesies 4, 5, dan 6 lebih menghindari habitat dengan kondisi
penutupan lamun yang minim. Kelompok ini lebih menyukai lamun dengan
penutupan yang tinggi atau sedang, dengan kedalaman air yang lebih dalam, dan
substrat yang lebih halus. Beberapa anggota dari kelompok ini adalah pemakan ikan-
ikan serta crustacea berukuran kecil yang banyak hidup pada stasiun dengan kondisi
lamun yang lebih baik. Anggota lainnya bersifat herbivor seperti Scarus ghobban
yang memakan daun lamun menyukai habitat dengan kerapatan yang tinggi. Habitat
lamun kurang sehat cenderung dihindari oleh kelompok spesies yang memiliki
ketertarikan hanya pada lamun sehat (kelompok 6) ataupun lamun miskin saja
(kelompok 2).
berada dan bergerak dalam suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan makan ataupun
kebutuhan perlindungan dari predasi. Hasil analisa tersaji dalam Gambar 20-21.
besar jarang berasosiasi dengan habitat lamun sehat karena ukuran makanan yang
terlalu kecil dan juga penutupan lamun yang terlalu tinggi akan menyulitkan untuk
aktivitas makan. Beberapa ikan yang berasosiasi dengan habitat sehat di siang hari
adalah ikan karang seperti Scarus ghobban.
Ikan-ikan yang berasosiasi kuat dengan habitat lamun kurang sehat adalah
Gerres oyena (nomor 10), Apogon fuscus, Apogon crassipiens, Apogon
margaritiphorus, dan Scolopsis lineatus (nomor 25). Ikan ini merupakan ikan
karnivora yang pada siang hari memanfaatkan padang lamun kurang sehat untuk
memudahkan mencari makan dan berlindung dari predator yang tingkatan trofiknya
lebih tinggi.
Ikan-ikan lainnya cenderung tidak berasosiasi dengan kuat pada ketiga stasiun.
Kondisi ini diakibatkan karena ketidakhadiran spesies di siang hari dan juga
disebabkan perbedaan jumlah yang signifikan antar spesies. Ikan-ikan yang tidak
berasosiasi kuat merupakan ikan-ikan yang mampu beruaya masuk dan keluar
padang lamun. Wilayah ruaya ikan mencakup ekosistem lain seperti terumbu karang
dan perairan yang lebih dangkal di sekitar stasiun pengamatan. Asosiasi ikan dengan
habitat di malam hari tersaji dalam Gambar 21.
Menurut analisis biplot, ikan yang senang berasosiasi dengan habitat kurang
sehat di malam hari adalah spesies nomor 7, yakni Hypoatherina temminckii dan
spesies nomor 14, yakni Halichoeres argus. Asosiasi kedua biota dengan lamun
kurang sehat didasari kebutuhan makan dan juga perlindungan dari predator di
malam.
Habitat sehat berisikan Apogon fuscus, Apogon cyanosoma, Gerres oyena,
Scolopsis lineatus, Lethrinus lentjan, Chaerodon anchorago, Lethrinus harak,
Taeniura lymma, Siganus virgatus, Apogon cyanosoma, Apogon margaritiphorus,
Scolopsis lineatus, Lethrinus lentjan dan Cheilodipterus quinquelineatus. Ikan-ikan
ini merupakan ikan karnivora dan omnivora yang berukuran kecil hingga besar.
Pada malam hari ikan karnivora kecil berasosiasi dengan habitat sehat karena
makanannya yang berupa invertebrata kecil aktif bergerak di malam hari. Habitat
sehat menyediakan perlindungan dari predasi ikan karnivora besar yang naik ke
perairan dangkal di malam hari.
Asosiasi dengan habitat miskin di malam hari diisi spesies nomor 8, 32, dan
20, masing-masing merupakan Tylosurus gavialoides, Sphyraena obtusata, dan
Lethrinus obseletus sebagai karnivora besar. Ikan berukuran besar dengan bukaan
mulut yang lebar memerlukan makanan yang lebih besar yang dapat ditemukan pada
lamun miskin. Apogon crassipiens dan Apogon kallopterus sebagai karnivora kecil
memilih lamun dengan penutupan yang sangat minim untuk memudahkan
mendapatkan mangsa di malam hari . Asosiasi ikan dengan habitatnya dipengaruhi
kondisi habitat dan kepentingan ikan-ikan yang berasoisasi di dalamnya. Tingkat
trofik yang banyak ditemukan dalam padang lamun yang diamati selama siang dan
malam hari adalah karnivora, dengan food item ikan, crustaceae, gastropoda, dan
benthic mollusk.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Padang lamun di perairan Karang Lebar berada pada kategori sehat hingga
miskin dengan penutupan total berkisar 26,5-82% dan merupakan komunitas
padang lamun campuran yang terdiri dari 2-3 spesies lamun meliputi Thalassia
hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophila ovalis.
2. Ikan yang ditemukan berasosiasi dengan padang lamun terdiri dari 4 kategori,
yakni: penghuni penuh (Apogon margaritiphorus), penghuni yang menghabiskan
masa juvenil hingga dewasa di lamun namun memijah di luar lamun (genus
Halichoeres), penghuni yang menghabiskan tahapan juvenil di lamun (Sigannus
canaliculatus), dan juga penghuni berkala / transit untuk mencari makan dan
berlindung (Belonidae dan ).
3. Fungsi utama lamun bagi ikan-ikan yang berasosiasi di dalamnya adalah sebagai
feeding ground dan nursery ground. Sedangkan fungsi spawaning ground hanya
ditemukan pada ikan-ikan penghuni penuh seperti (Syngnathoides biaculeatus
dan Apogon margaritiphorus). Ikan yang ditemukan dalam jumlah paling banyak
dan mendominasi di lamun adalah Hypoatherina temminckii.
4. Padang lamun dengan nilai penutupan yang lebih tinggi lebih disukai oleh ikan.
Habitat ini menyediakan makanan dan perlindungan yang lebih baik daripada
habitat lain dengan penutupan lamun yang lebih rendah. Kelimpahan dan
biomassa ikan yang tertinggi diperoleh dari lamun dengan kondisi sehat.
5. Kondisi padang lamun, kondisi fisika kimia perairan, dan perbedaan waktu
sampling (siang dan malam) secara ekologis berpengaruh terhadap kelimpahan
individu, spesies, famili dan biomassa ikan. Namun secara stastistik, perbedaan
waktu tangkap (siang dan malam) tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan
individu.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian pada musim yang berbeda untuk mengetahui pengaruh
musim terhadap kondisi asosiasi ikan di dalam lamun.
56
2. Perlu dilakukan perbandingan antara kondisi lamun yang sudah terkena pengaruh
antropogenik dengan kondisi lamun yang belum terkena pengaruh antropogenik
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi kelimpahan krustase atau fauna
epifitik yang dijadikan sebagai makanan ikan di dalam padang lamun.
4. Perlu digunakan alat penangkapan ikan yang berbeda yang lebih efektif untuk
menangkap ikan dalam selang waktu tertentu, misal: bubu.
DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1999. FAO
Spacies Identification Guide for Fishery Purposes : The Living Marine
Resources of the Western Central Pacific Vol 3-5. Roma.
Aktani U. 1990. Model Hubungan Antara Kondisi Terumbu Karang dengan Ikan
Karang di Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu. [skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Allen G. 1999. A field guide for Anglers and Divers : Marine Fishes of South East
Asia. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore. 292 p.
Aswandy I, Azkab MH. 2000. Hubungan fauna dengan padang lamun. Puslitbang
Oseanologi LIPI. Jakarta.
Azkab MH. 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Balai Penelitian Biologi Laut,
Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Azkab MH. 2000. Hubungan Fauna dengan Padang Lamun. Balai Penelitian Biologi
Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Azkab MH. 2000. Struktur dan Fungsi pada Komunitas Lamun. Balitbang Biologi
Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta
Brower JE, Zar JH & Ende CNV. 1998. Field and laboratory methods for genera
ecology. Fourth edition. McGraw-Hill Publications. Boston, USA.
Dolar MLL. 1991. A survey on the fish and crustacean fauna of the seagrass bed in
North Bais Bay, Negros Oriental, Philipines. Manila, Philipines.
English C, Wilkinson and Baker V. 1994. Survey manual for tropical marine
resources. ASEAN-Australia Marine Science Project : Living Coastal
Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville.
Hutomo M and Azkab MH. 1987. Peranan lamun di lingkungan laut dangkal. Balai
Penelitian Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Irham W. 2010. Keterkaitan antara ikan terumbu karang dan lamun dengan
sumberdaya ikan dingkis (Siganus canaliculatus) di Perairan Pulau Abang,
Kota Batam. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 tahun 2004. Kriteria baku kerusakan
dan pedoman penentuan status padang lamun.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004. Baku mutu air laut untuk
biota laut.
Kiswara W and Hutomo M. 1985. Habitat dan sebaran geografik lamun. Lembaga
Oseanologi Nasional LIPI, Jakarta. Jakarta.
Kiswara W. 1992. Vegetasi lamun (seagrass) di rataan terumbu Pulau Pari, Pulau-
Pulau Seribu, Jakarta. Balitbang Biologi, Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.
Jakarta.
Kiswara W. 1993. Komunitas ikan muda di padang lamun teluk banten. Balitbang
Biologi, Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta Utara.
Kopalit H. 2010. Kajian komunitas padang lamun sebagai fungsi habitat ikan di
perairan Pantau Manokwari Papua Barat. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Krebs CJ. 1989. Ecological methodology. HarperCollins Publisher, Inc. New York.
Makatipu PC. 2007. Studi pendahuluan komunitas ikan di perairan padang lamun
Tanjung Merah, Bitung, Sulawesi Utara. UPT Loka Konservasi Biota Laut
LIPI, Bitung. Bitung.
Munira. 2010. Distribusi dan potensi stok ikan baronang (Siganus canaliculatus) di
padang lamun Selat Lonthoir, Kepulauan Banda, Maluku. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nagelkerken I, van der Velde G, Gorissen MW, Meijer GJ, van’t Hof T, den Hartog
C. 2000. Importance of mangroves, seagrass beds and shallow coral reef as a
nursery for important coral reef fishes, using a visual census techniques.
Academic Press.
Roblee MB and Zieman JC. 1984. Diel variation in the fish fauna of a tropical
seagrass feeding ground. Bulletin of Marine Science, 34(3): 335-345.
Rosa JS and Bemvenuti CE. 2005. Effects of the burrowing crab Chasmagnathus
granulate (Dana) in meniofauna of estuarine intertidal habitats of Patos
Lagoon Southern Brazil. Arch. Biology Technology. Brazil.
Sabarini EK. Kartawijaya T. 2006. Laporan Teknis : Survei ekosistem lamun dan
komposisi ikan di Taman Nasional Karimunjawa tahun 2005. Wildlife
Conservation Society – Marine Program Indonesia. Indonesia.
60
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, and Moosa MK. 1997. The ecology of Indonesian
Seas Part Two. Periplus Edition.
Unger PA, Lewis Jr M. 1983. Selective Predation with respect to body size in a
population of the fish Xenomelaniris venezuelae (Atherinidae). Department of
Environmental, Population and Organismic Biology. University of Colorado,
Boulder, Colorado. USA.
Unsworth RKF, Bell JJ, Smith DJ. 2007. Tidal fish connectivity of reef and sea
grass habitat in the Indo-Pacific. Journal of the Marine Biological Association
of the United Kingdom. UK.
Wiyono SE. 2009. Selektifitas alat tangkap garuk di Cirebon, Jawa Barat (Species
Selectivity of Garuk in Cirebon, West Java). Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data hasil tangkapan
61
Lutjanus T anda-
21 Lutjanidae ehrenbergi tanda 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Acreichthys Kupas-
22 Monacanthidae tomentosus kupas 1 0 1 0 1 0 4 0 4 1 1 0 4 0 5 0 2 0 2 1 0 0 0 0
1
23 Mullidae Upenus tragula Janggu 1 0 5 2 0 1 1 1 7 1 15 1 0 0 4 2 0 1 0 0 0 0 0
Aetobatus Pari
24 Myliobatidae narinari burung 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Scolopsis
25 Nemipteridae lineatus Ikan pasir 2 3 23 0 1 1 5 0 24 0 49 0 1 0 15 0 0 0 0 1 6 1 0 0
Scolopsis
26 margaritiferus Serak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Chrysiptera
27 Pomacentridae hemicyanea T omiang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Scarus Mogong
28 Scaridae dimidiatus iler 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Scarus ghobban Lapebataan 0 0 2 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Siganus
30 Siganidae canaliculatus Lingkis 0 1 4 0 0 2 2 0 0 1 0 0 1 2 3 0 0 0 4 1 0 0 2 0
31 Siganus virgatus Kea-kea 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sphyraena
32 Sphyraenidae obtusata Barakuda 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0
Syngnathoides T angkur
33 Syngnathidae biaculeatus ijo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
T angkur
Doryrhamphus merah
34 dactyliophorus putih 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pelates Kerong-
35 T erapontidae quadrilineatus kerong 1 1 0 0 0 0 5 0 0 1 0 0 2 1 4 0 2 0 1 1 3 0 1 0
Chaetodon
36 Chaetodontidae octofasciatus Bawal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
37 Congridae Moak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
T OT AL 68 66 98 35 6 11 241 53 86 34 148 7 1689 14 81 87 480 10 20 136 26 97 205 20
Keterangan
Sh : Lamun dengan kondisi sehat
KSh : Lamun dengan kondisi kurang sehat
Ms : Lamun dengan kondisi miskin
S : Siang
M : Malam
62
63
Lampiran 3. Baku mutu air laut untuk biota laut (KepMen LH No.51 Tahun 2004)
KIMIA
1. pH d - 7 – 8,5 (d)
2. Salinitas e ‰ Alami 3 (e)
Coral : 33-34 (e)
M angrove : s/d 34 (e)
Lamun : 33-34 (e)
3. Oksigen terlarut (DO) mg/l >5
4. BOD 5 mg/l 20
5. Ammonia total (NH 3-N) mg/l 0,3
6. Fosfat (PO 4-P) mg/l 0,015
7. Nitrat (NO 3-N) mg/l 0,008
8. Sianida (CN) mg/l 0,5
9. Sulfida (H 2S) mg/l 0,01
10. PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/l 0,003
11. Senyawa fenol total mg/l 0,002
12. PCB total (Poliklor bifenil) µg/l 0,01
13. Surfaktan (deterjen) mg/l M BAS 1
14. M inyak dan lemak mg/l 1
15. Pestisida f µg/l 0,01
16. TBT (Tributil tin)7 µg/l 0,01
Logam terlarut
1. Raksa (Hg) mg/l 0,001
2. Kromium heksavalen (Cr(Vl)) mg/l 0,005
3. Arsen (As) mg/l 0,012
4. Kadmium (Cd) mg/l 0,001
5. Tembaga (Cu) mg/l 0,008
6. Timbal (Pb) mg/l 0,008
7. Seng (Zn) mg/l 0,05
8. Nikel (Ni) mg/l 0,05
Biologi
1. Coliform (total)g M PN/100 ml 1000 (g)
2. Patogen Sel/100 ml Nihil 1
3. Plankton Sel/100 ml Tidak bloom 6
RADIO NUKLIDA
1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4
65
Catatan :
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang
digunakan)
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional
maupun nasional
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam, dan musim)
7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal.
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2ºC dari suhu alami
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10% konsentrasi rata-rata musiman
Menteri Negara
Lingkungan Hidup
ttd
ttd
Hoetomo, MPA.
66
Menteri Negara
Lingkungan Hidup
ttd
ttd
Hoetomo, MPA.
67
Thalassia hemprichii
Halophila ovalis
Cymodoceae rotundata
69
Famili Syngnathidae
Doryrhamphus dactyliophorus
Syngnathoides biaculeatus
Famili Lethrinidae
Lethrinus lentjan
Lethrinus obsoletus
Lethrinus harak
70
Famili Labridae
Halichoeres chloropterus
Halichoeres scapularis
71
Upeneus tragula
Gerres oyena
Famili Siganidae
Siganus virgatus
Siganus canaliculatus
Famili Scaridae
Scarus ghobban
Scarus dimidiatus
72
Acreichthys tomentosus
Hypoatherina temminckii
Famili Nemipteridae
Famili Apogonidae
Cheilodipterus quinquelineatus
Apogon margaritophorus
Hemirhampus far
Famili Terapontidae
Pelates quadrilineatus
75
SIANG MALAM
kondisi lamun ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
spesies famili ind weight spesies famili ind weight
Sehat 10 9 68 287,6 9 7 66 451,6
15 11 241 1356,6 5 4 53 310,4
10 10 1689 7055,9 8 6 14 79,9
11 11 20 247,5 8 7 136 1107,4
TOTAL 24 17 2018 8947,6 18 12 269 1949,3
Kurang sehat 14 10 98 1770,7 6 5 35 3942,2
9 7 86 1434,4 9 8 34 387,6
15 11 83 903,1 7 6 88 1278
6 6 26 31,1 4 4 97 2109,8
TOTAL 20 13 293 4139,3 18 12 254 7717,6
Miskin 4 4 6 43,1 7 3 12 3878,6
16 10 148 1541,4 6 5 8 1190
6 6 480 1550,6 4 3 10 624,5
9 8 205 514 4 3 20 131,5
TOTAL 21 16 839 3649,1 14 6 50 5824,6
76
Max Maturity
SCIENTIFIC
NO FAMILI kebiasaan makan Length Length
NAME
(TL, cm) (TL, cm)
1 Apogonidae Apogon crassipiens karnivor benthos 10
planktonic crustaceans,
Apogon cyanosoma
2 invertebrates 8
3 Apogon fuscus invertebrates 10
small benthic, free swimming
Apogon kallopterus
4 crustaceans 15
Cheilodipterus small crutaceans, gastropods,
5 quinquelineatus and small fishes 13
Apogon
6 margaritophorus 6,5
Hypoatherina plankton, mollusk, crustacean,
Atherinidae
7 temminckii fish 12
Tylosurus
Belonidae
8 gavialoides fish 75 41,5
9 Dasyatidae Taeniura lymma fish, benthic, mollusk 35 20,3
10 Gerreidae Gerres oyena benthic, detritus 30 22
Amblygobius
Gobidae
11 stethopthalmus 8,5(SL)
fish, seaweed, benthic algae,
Hemiramphidae Hemirhampus far
12 invertebrates 45 18
Choerodon
Labridae
13 anchorago mollusk, crustaceans, 38 (SL) 23
14 Halichoeres argus 12
Halichoeres benthic crustaceans, mollusk,
15 chloropterus echinodermata 19 (SL)
bivalve, worms, gastropod,
Stethojulis balteata
16 crustacean 15
Halichoeres
17 scapularis small crustacean 20
worm, benthic crustacean, fish,
Lethrinidae Lethrinus harak
18 echinoderm 50
19 Lethrinus lentjan crustacean, mollusk, fish, 52 18
mollusk, crustaceans,
Lethrinus obsoletus
20 echinoderm 60
Lutjanus
Lutjanidae
21 ehrenbergi fish, invertebrates 35 12
Acreichthys amphipod, polychaeta,
Monacanthidae
22 tomentosus mollusk 12
23 Mullidae Upenus tragula benthic invertebrates 33 (SL)
24 Myliobatidae Aetobatus narinari gastropod, bivalve 330 99,8
small fish, crustaceans,
Nemipteridae Scolopsis lineatus
25 invertebrates 23
Scolopsis
26 margaritiferus crustacean, mollusk, fish, 28
Chrysiptera
Pomacentridae
27 hemicyanea algae, phytoplankton 7
28 Scaridae Scarus dimidiatus benthic algae, weed 40
29 Scarus ghobban algae 90 49
77