Artikel utama: Jeda kekuasaan Prancis dan Britania di Hindia Belanda § Kekuasaan Prancis (1806–1811)
Potret Herman Willem Daendels.
Wilayah bangsa Belanda yang telah berada di bawah kendali bangsa Prancis secara praktis sejak kejatuhan negara Republik Belanda menjadi semakin kehilangan kedaulatannya semenjak Napoleon Bonaparte naik sebagai pemimpin Republik Prancis sejak tanggal 12 Desember 1799. Pada bulan Maret 1806, Napoleon yang telah mengubah bentuk negara Prancis menjadi kekaisaran sebelumnya membubarkan Persemakmuran Batavia dari bangsa Belanda dan membentuk negara boneka bernama Kerajaan Hollandia, lalu menunjuk Louis Bonaparte, adik Napoleon, sebagai raja atasnya. Hal ini secara tidak langsung membuat koloni di bawah Belanda menjadi milik Prancis.[90] Pada tahun yang sama setelah penunjukannya, Louis mengirimkan salah satu jenderalnya yang berkebangsaan Belanda, yaitu Herman Willem Daendels, untuk menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Daendels tiba pada tanggal 5 Januari 1808 di Batavia dan langsung melakukan tugas-tugasnya seperti membentuk pasukan baru, membangun jalan-jalan baru di Jawa, dan memperbaiki administrasi internal di Jawa.[91][92]
Peta jalur Jalan Raya Pos Anyar–
Panarukan yang dibuat oleh Daendels. Daendels dikenal dengan aturannya yang sangat keras dan kebijakannya yang bertangan besi, meskipin hal tersebut dimaksudkan sebagai persiapan dalam menghadapi ancaman Britania Raya. Daendels membangun banyak fasilitas dan benteng pertahanan, salah satu contoh yang terkenal adalah Jalan Raya Pos Anyar–Panarukan yang memakan banyak korban pekerja paksa Heerendiensten,[93] Benteng Lodewijk di Surabaya, dan Paleis van Daendels (sekarang Gedung AA Maramis) di Batavia. Daendels juga terkenal keras terhadap penguasa-penguasa lokal dan keluarganya, serta menjadi penyebab jatuhnya negara Banten.[94] Gaya kepemimpinan Daendels yang bertangan besi tersebut tentu saja menimbulkan rasa tidak suka dari penduduk setempat. Pemberontakan di Pulau Jawa yang dipimpin oleh Ronggo Prawirodirjo III pecah dari tanggal 20 November hingga 17 Desember 1810. Pemberontakan ini cepat diredam oleh pasukan dari pemerintah Hindia Belanda dan keraton Yogyakarta, sementara pemimpinnya gugur dalam peperangan.[95] Pada tahun 1810, Jan Willem Janssens ditunjuk untuk menggantikan Daendels. Janssens tiba di Jawa pada tanggal 15 Mei 1811 dan langsung melaksanakan tugasnya, tetapi akhirnya terhenti ketika Britania Raya menyerbu dan mengambil alih Jawa pada bulan Agustus 1811.[96]