Anda di halaman 1dari 103

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SELF-

CARE PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS LALANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi


Sarjana Keperawatan

Oleh :

DERFINA MARIA BAHAGIA IDU


NPM : 1714201006

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KHATOLIK SANTU PAULUS RUTENG
2022

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SELF-


CARE PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LALANG TAHUN 2022

Oleh :

DERFINA MARIA BAHAGIA IDU


NIM: 17.14.201-006

Telah dikoreksi dan disetujui untuk direkomendasikan kepada Dewan Penguji


pada tanggal ……………2022

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Oliva Suyen Ningsih, M.Kep Theofilus Acai Ndorang, S.Fil., M.Th
NIDN : 0828048605 NIDN : 805038701

Diketahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan,

Ns. Oliva Suyen Ningsih, M.Kep


NIDN : 0828048605

ii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SELF CARE


PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS LALANG

Oleh:
DERFINA MARIA BAHAGIA IDU
NPM: 1714201006

Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal ……dan dinyatakan telah
memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Penguji I

Ns. Claudia Fariday Dewi, M.Kep


NIDN: 807079003

Penguji II Penguji III

Ns. Oliva Suyen Ningsih, M.Kep Theofilus Acai Ndorang, S.Fil.,M.Th


NIDN: 0828048605 NIDN: 805038701

Disahkan
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng

David Djerubu, S.Fil., MA.


NIDN: 0831126119

iii
MOTO
“BELAJAR DARI KEGAGALAN MAJULAH KE DEPAN MENJADI LEBIH BAIK”

iv
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan yesus, untuk penyertaan dan bimbingan-Nya, karena telah sampai

pada tahap ini. Puji syukur untuk tiap berkat yang saya terima.

2. kepada Orang Tua saya, (Alm. Mama Lidia Humul) saya mengucapkan

terima kasih telah mengantarkan pada tempat ini untuk menimba Ilmu

yang lebih tinggi dan selalu mendorong, memberi berkat dan mendoakan

setiap perjalanan dan proses yang saya lewati.

3. Kepada suami dan anak saya yang tercinta, yang sudah setia menemani

setiap proses dan perjuangan yang saya lakukan terima kasih banyak untuk

dukungan dan doa yang tak pernah putus untuk saya. dan segenap

keluarga yang dengan penuh cinta dan kasih sayang mendidik, mendoakan

serta mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Almamater tercinta Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng

Khususnya Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Sarjana Keperawatan

yang telah menuntun dan membimbing kami selama 4 tahun yang telah

lewat.

5. Teman-teman yang telah memberikan dukungan, motivasi kepada penulis

selama menyusun tulisan ini.

v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Derfina Maria Bahagia Idu

NPM : 17.14201.006

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Menyatakan sesunguhnya bahwa skripsi yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR


YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SELF CARE PADA PASIEN
HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS LALANG” adalah hasil karya saya
sendiri kecuali yang secara tertulis dirujuk dalam dalam naskah ini dan dituliskan
dalam daftar pustaka dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Jika kemudian hari skripsi ini bermasalah karena dianggap hasil plagiasi
maka saya sebagai penulis siap bertanggung jawab.

Ruteng, 04 Juni 2022

Derfina Maria Bahagia Idu

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

dengan judul “FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SELF-CARE

BEHAVIOUR PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS LALANG’’

Penulis menyadari tanpa bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai

pihak, penulis tidak mampu menyelesaikan tulisan ini dengan baik. Oleh karena

itu dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih

yang berlimpah kepada :

1. Dr. Yohanes Servatius Lon, MA, Rektor Universitas Katolik Indonesia

Santu Paulus Ruteng.

2. David Djerubu, S.Fil., MA, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Dan Pertanian

Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.

3. Ns. Oliva Suyen Ningsih, M.Kep, selaku Ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan dan Profesi Ners Santu Paulus Ruteng.

4. Ns. Oliva Suyen Ningsih, M.Kep, selaku pembimbing I yang telah

berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.

5. Theofilus Acai Ndorang, S. Fil., M.Th selaku pembimbing II yang telah

berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.

6. Ns. Claudia Fariday Dewi, M.kep. selaku Penguji yang telah memberikan

bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan proposal ini.

vii
7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Katolik

Indonesia Santu Paulus Ruteng yang telah membekali penulis dengan

segala ilmu pengetahuan yang sangat membantu penulis dalam proses

perkuliahan.

8. Kedua orang tua dengan penuh cinta dan kasih sayang melahirkan dan

membesarkan penulis, dan juga suami selalu mendoakan dan mendukung

penulis sehingga mampu menyelesaikan penulisan ini.

9. Teman-teman seperjuangan Sarjana Keperawatan angkatan 2017 dan 2018

yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis selama

menyelesaikan tulisan ini.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam bentuk apapun selama

perkuliahan dan penulisan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun

dari para pembaca untuk kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap

kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Penulis

Derfina maria bahagia idu


NPM. 1714201006

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ii

KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

DAFTAR TABEL..................................................................................................vi

DAFTAR ISTILAH..............................................................................................vii

DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................8

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................8

D. Manfaat Penelitian.....................................................................................10

BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................12

A. Hipertensi...................................................................................................12

1. Defenisi hipertensi..............................................................................12

2. Etiologi...............................................................................................12

3. Faktor resiko.......................................................................................14

4. Klasifikasi...........................................................................................18

5. Patofisiologi........................................................................................19

6. Manifestasi klinis................................................................................20

7. Komplikasi..........................................................................................21

ix
8. Penatalaksanaan..................................................................................22

B. Self-Care Behaviour ..................................................................................24

1. Pengertian self-care............................................................................24

2. Tujuan self-care..................................................................................24

3. Perilaku self –care pada pasien hipertensi.........................................25

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self-Care Behaviour........................ 23

D. Kerangka Teori...........................................................................................36

E. Kerangka Konsep.......................................................................................37

F. Hipotesis.....................................................................................................37

G. Penelitian Terkait .......................................................................................38

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................35

A. Rancangan Penelitian................................................................................42

B. Tempat Dan Waktu Penelitian....................................................................35

1. Tempat Penelitian...............................................................................35

2. Waktu Penelitian.................................................................................35

C. Populasi Dan Sampel ................................................................................35

1. Populasi...............................................................................................35

2. Sampel ...............................................................................................35

D. Alur Penelitian..........................................................................................46

E. Metode Pengumpulan Data .......................................................................47

F. Instrumen Penelitian ..................................................................................47

G. Validitas Dan Reliabilitas..........................................................................50

H. Variabel Penelitian.................................................................................... 52

x
I. Defenisi Operasional .................................................................................53

J. Pengolahan Dan Analisa Data....................................................................55

K. Etika Penelitian......................................................................................... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................74

A. Gambaran umum lokasi penelitian ............................................................74

B. Hasil penelitian ..........................................................................................75

C. Pembahasan ...............................................................................................81

D. Keterbatasan penelitian .............................................................................94

BAB V PENUTUP ...............................................................................................96

A. Kesimpulan ...............................................................................................96

B. Saran ..........................................................................................................96

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................98

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori...............................................................................36

Gambar 2.2 Kerangka konsep............................................................................37

Gambar 3.1 Alur penelitian.................................................................................46

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Usia Kementerian Kesehatan (2009)...................................15

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi ............................................................................19

Tabel 3.1 Kategori tinggi rendahnya Reliabilitas.................................................. 19

Tabel 3.2 Defenisi Operasional.............................................................................53

Tabel 4.1 Karakteristik berdasarkan usia...............................................................58

Tabel 4.2 karakteristik berdasarkan pendidikan.....................................................58

Tabel 4.3 karakterisitk berdasarkan jenis kelamin.................................................59

Tabel 4.4 karakterisitik berdasarkan status perkawinan.........................................59

Tabel 4.5 karakteristik berdasarkan pekerjaan.......................................................60

Tabel 4.6 karakteristik berdasarkan berat badan ...................................................60

Tabel 4.7 karakteristik berdasarkan tekanan darah sistolik....................................61

Tabel 4.8 karakteristik berdasarkan tekanan darah diastolic..................................61

Tabel 4.9 karakteristik berdasarkan pengetahuan..................................................62

Tabel 4.10 karakteristik berdasarkan self-efficacy.................................................62

Tabel 4.11 karakteristik berdasarkan dukungan keluarga......................................62

Tabel 4.12 karakteristik berdasarkan self-care.......................................................63

Tabel 4.13 hubungan pengetahuan dengan self-care..............................................63

Tabel 4.14 hubungan self-efficacy dengan self-care..............................................64

Tabel 4.15 hubungan dukungan keluarga dengan self-care...................................65

xiii
DAFTAR ISTILAH

Anonymity : Tanpa nama

Confidentiality concept t : konsep kerahasiaan

Degeneratif : keturunan

Heterogeneous group of disease : kelompok penyakit heterogen

Independent : bersikap Mandiri

Infomend consent : bentuk persetujuan antara peneliti dengan calon

responden dengan memberikan lembar persetujuan

New onset: permulaan baru

Self-care behavior; perilaku perawatan diri

Self-management: manajemen diri

Silent killer: Tanpa keluhan

Self- efficacy; keyakinan diri

xiv
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

RISKESDAS : Riset kesehatan dasar

MAP : mean adrenal pressure

HBM : Health Belief Model

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 kuesioner penelitian................................................................................

Lampiran 2 master tabel uji validitas.........................................................................

Lampiran 3 hasil uji validitas dan reliabilitas............................................................

Lampiran 4 mater tabel penelitian.............................................................................

Lampiran 5 hasil uji penelitian..................................................................................

Lampiran 6 surat permohonan ijin penelitian............................................................

Lampiran 7 surat keterangan telah melakukan penelitian..........................................

Lampiran 8 lembar bimbingan...................................................................................

Lampiran 9 Dokumentasi penelitian..........................................................................

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan darah sistoliknya ≥ 140MmHg dan tekanan diastolik ≥ 90MmHg.

Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal.

Hipertensi disebut sebagai “silent Killer” karena pasien dengan hipertensi

sering tidak menampakan tanda dan gejala (Brunner & Suddart, 2013).

Hipertensi merupakan penyakit heterogeneous group of disease yang bisa di

derita oleh berbagai usia, terutama yang paling rentan adalah usia lanjut.

Hipertensi adalah faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan gagal ginjal.

Hipertensi dapat menyebabkan resiko morbiditas atau mortalitas dini, yang

akan terjadi saat kondisi tekanan sistolik dan diastolik meningkat. Peningkatan

tekanan darah dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak pembuluh

darah di organ (jantung, ginjal, otak, dan mata) (Brunner & Suddarth, 2016).

Data World Health Organization (WHO) Tahun 2018 juga mencatat satu

milyar orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan tahun 2025

terjadi peningkatan penderita hipertensi dari 972 juta (26,4%) orang menjadi

29,2% serta 30 % penderita ini berada di negara berkembang. Tiga perempat

pasien hipertensi (639 juta) tinggal di negara berkembang dengan sumber daya

terbatas, memiliki sedikit pengetahuan tentang hipertensi dan kontrol kondisi

yang buruk (Gusty & Merdawati, 2020).

1
Prevalensi hipertensi di dunia bervariasi, menurut (World Health

Organization, 2019) mencatat wilayah Afrika memiliki prevalensi hipertensi

tertinggi (27%) sedangkan Amerika memiliki prevalensi hipertensi terendah

(18%). Keadaan saat ini menunjukkan bahwa jumlah orang dewasa dengan

hipertensi meningkat dari 594 juta pada tahun 1975 menjadi 1,13 miliar pada

tahun 2015, dimana peningkatan tersebut sebagian besar terlihat di negara-

negara berpenghasilan rendah dan menengah. Peningkatan tersebut utamanya

disebabkan oleh peningkatan faktor risiko hipertensi pada populasi tersebut

(Manangkot & Suindrayasa, 2020).

Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada

umur ≥18 tahun sebesar 25, 8%, tertinggi di Bangka Belitung (30, 9%), diikuti

Kalimantan Selatan (30, 8%), Kalimantan Timur (29, 6%) dan Jawa Barat (29,

4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner

terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9, 4 %, Jadi, ada 0, 1 persen yang

minum obat sendiri. Pervalensi hipertensi di Indonesia dapat diketahui dari

hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2018 yang mengalami

peningkatan sebesar 34.1%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan hasil

Riskesdas tahun 2013 sebesar 25.8% dengan Prevalensi hipertensi yang paling

tinggi pada perempuan 36,9 % dan pada pasien berusia 60 tahun ke atas

(Fernalia, Busjra, 2019).

Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun (2018)

penyakit hipertensi di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai angka

7, 2% atau 76.130 kasus. Tingginya prevalensi hipertensi menyebabkan angka

2
kematian dan resiko komplikasi semakin meningkat dari tahun ketahun

(Sakinah et al., 2020)

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik

menunjukkan hasil >140 mmHg dan tekanan darah diastolik menunjukkan

hasil >90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2011). Hipertensi merupakan salah satu

penyakit degeratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan

dengan bertambahnya umur. Resiko untuk penderita hipertensi pada populasi

>55 Tahun yang tadinya tekanan darahnya normal 90%. Hipertensi dibedakan

menjadi dua tipe yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder, berdasarkan

ada tidaknya penyebab yang dapat teridentifikasikan. Hipertensi sering

disebut sebagai "silent killer". Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak

menyadari karena tidak disertai dengan gejala yang khas sebelum memasuki

fase komplikasi. Gejala yang seringkali muncul, antara lain sakit kepala di

pagi hari, mimisan, perubahan irama jantung menjadi tidak teratur, perubahan

penglihatan, dan telinga berdenging. Hipertensi berat dapat menyebabkan

kelelahan, mual, muntah, kecemasan, nyeri dada, dan tremor (WHO, 2019

Dalam Manangkot & Suindrayasa, 2020)

Faktor penyebab hipertensi terbagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat

dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi (Lemone, Burke,

Bauldoff, 2016). Faktor yang dapt dimodifikasi adalah asupan natrium yang

tinggi, asupan kalium, dan magnesium rendah, konsumsi alcohol berlebihan.

Dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor genetic, riwayat

keluarga dan Usia. Manifestasi klinis yang timbul setelah mengalami

3
hipertensi bertahun-tahun, dan berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang

disertai mual dan muntah, penglihatan kabur, nokturia dan edema kaki atau

lengan (Brunner & Suddart, 2013). Dampak dari hipertensi dapat

menyebabkan risiko terjadinya kerusakan pada kardiovaskular, otak, dan

ginjal sehingga menyebabkan terjadinya komplikasi beberapa penyakit, seperti

stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan gagal jantung. Kerusakan pada organ

terjadi karena tingginya tekanan darah yang tidak dipantau dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh

dan menyebabkan perubahan pada organ-organ tersebut.

Pasien hipertensi, harus memiliki kemampuan dalam merawat dirinya

secara mandiri, berupa meminum obat yang diresepkan, melakukan kontrol

tekanan darah secara berkala, memodifikasi diet, menurunkan berat badan,

serta meningkatkan aktivitas. Perilaku yang baik menjadi hal utama dalam

keberhasilan perawatan mandiri pasien hipertensi. Perilaku yang rendah, erat

kaitannya dengan peningkatan kekambuhan pasien, pasien akan menjalani

rawat inap, penurunan kemampuan fungsional, penurunan kualitas hidup, dan

kematian yang lebih awal.

Tingginya jumlah pasien dengan hipertensi dan beratnya potensi

komplikasi hipertensi, memerlukan komitmen dalam upaya penatalaksanaan

penyakit hipertensi. Sebagai salah satu penyakit kronis, perawatan pasien

dengan hipertensi bersifat berkelanjutan baik secara farmakologis maupun

nonfarmakologis (Smeltzer & Bare, 2011). Oleh sebab itu diperlukan perilaku

kesehatan yang adekuat, yang dapat disebut sebagai self-care behaviour. Self-

4
care behaviour optimal merupakan salah satu komponen mencapai

keberhasilan pengobatan pasien hipertensi.

Self-Care pada pasien hipertensi merupakan salah satu bentuk usaha

positif klien untuk mengoptimalkan kesehatan dari klien, mengontrol dan

memanagemen tanda dan gejala yang muncul, mencegah terjadinya

komplikasi dan meminimalkan gangguan yang timbul pada fungsi tubuh

(Akhter, 2010). Self-care merupakan suatu kegiatan yang dibuat dan dilakukan

oleh individu itu sendiri guna mempertahankan kehidupan untuk

mempertahankan kehidupan yang sejahtera baik itu dalam keadaan sehat

ataupun sakit (Susriyanti, 2014). Seseorang memiliki hak untuk melakukan

self-care terhadap dirinya kecuali bagi mereka yang tidak mampu

melakukannya sendiri (Akhter, 2010). Intervensi keperawatan pada penderita

hipertensi berfokus pada pengajaran kepada pasien dan keluarganya tentang

faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan tekanan darah pada pasien

hipertensi menjadi tidak terkontrol (Marry dkk, 2008 dalam Nurwijayanti3,

2010).

Self-care pada pasien hipertensi sangat dibutuhkan agar pasien tidak

mengalami penurunan kesehatan dikarenakan penyakit sering berulang.

Dampak dari Self-care mengarah pada tindakan untuk mempertahankan

perilaku yang efektif meliputi penggunaan obat yang diresepkan, mengikuti

diet dan olahraga, pamantauan secara mandiri dan koping emosional dengan

penyakit yang diderita (Lorig and Holman, 2003). Orem (2010) percaya

bahwa setiap individu memiliki kemampuan natural dalam merawat dirinya

5
sendiri dan perawatan harus fokus terhadap dampak kemampuan tersebut bagi

klien (Simmons, 2009).

Self-care dapat terwujud bila seseorang mempunyai perilaku kesehatan

yang baik. Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud

dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktek. Sesuai dengan hal tersebut,

perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi

individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan

dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku

pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi atau motivasi. Beberapa ahli

membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan,

sikap, dan praktek atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude,

practice (Fernalia, Busjra, 2019).

Penelitian ini dilakukan oleh Bujawati (2021) untuk mengetahui

hubungan antara dukungan keluarga dengan self-care behaviour penderita

hipertensi. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe

analitik menggunakan cross sectional study. Dengan 106 sampel yang

ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data

menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukan dukungan penghargaan,

dukungan emosional, dan dukungan instrumental responden cenderung baik;

dukungan informasi responden cukup serta self-care behaviour yang cukup.

Dukungan emosional (p=0.000, RP=2.65), dukungan penghargaan (p=0.001,

6
RP=2.83), dukungan informasi (p=0.000, RP=4.27), dan dukungan

instrumental (p=0.000, RP=12.7).

Penelitian yang dilakukan (Romadhon et al., 2020) berjudul Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Self-care Behavior pada Klien dengan Hipertensi

di Komunitas, tujuan untuk melihat adanya faktor-faktor yang mempengaruhi

selfcare behavior pada klien dengan hipertensi. Metode: database digunakan

untuk mengidentifikasi artikel yang sesuai diperoleh dari Scopus, ProQuest

dan Google Scholar terbatas untuk publikasi 5 tahun terakhir dari 2014 hingga

2019. Hasil: self-care behavior pada klien hipertensi dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu dukungan keluarga, self-efficacy, faktor personal, dan

spiritualitas.

Penelitian yang dilakukan oleh (Gusty & Merdawati, 2020) Judul

penelitian “Perilaku Perawatan Diri Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Pasien Hipertensi Di Padang” Metode: Penelitian ini merupakan

penelitian potong lintang dengan rancangan proportional random sampling

pada 260 pasien hipertensi. Aktivitas perawatan diri diukur menggunakan efek

tingkat aktivitas perawatan diri hipertensi (H-Scale). Hasil: Chi-square

menunjukkan bahwa IMT (p=0,002), obesitas sentral (p=0,000) secara

signifikan berhubungan dengan kepatuhan pengobatan; ada juga hubungan

yang bermakna antara pendidikan (p=0,005), IMT (p=0,002) dan obesitas

sentral (p=0,000) dengan kepatuhan diet; usia (p = 0,008), pendidikan (p =

0,014) dan obesitas sentral (p = 0,000) dengan kepatuhan aktivitas fisik; jenis

kelamin (p = 0,000), pekerjaan (p=0,000) dan pendidikan (p=0,025).

7
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya

tentang faktor- faktor yang mempengaruhi self-care behavior pada pasien

hipertensi dimana faktor-faktor tersebut adalah; usia, jenis kelamin,

pekerjaan, tingkat pendidikan, dukungan sosial, faktor personal, spiritualitas,

self- efficacy ,dukungan keluarga. Pada penelitian sebelumnya menggunakan

metode penelitian potong lintang dengan rancangan proportional random

sampling. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian

kuantitatif menggunakan teknik purposive sampling, yang akan dilakukan di

wilayah puskesmas Lalang dan faktor-faktor yang akan diteliti adalah faktor

pengetahuan, self-efficacy dan dukungan keluarga. Peneliti mengambil tiga

faktor tersebut karena pada penelitian sebelumnya menyarankan agar peliti

selanjutnya untuk memperdalam tentang faktor pengetahuan, self-efficacy dan

dukungan keluarga. Peliti ingin melihat keyakinan diri atau dorongan dari diri

klien untuk melakukan perawatan diri, kemudian faktor dukungan kelurga

peneliti ingin melihat hubungan dukungan keluarga dalam melakukan

perawatan diri apakah kerena faktor dukungan keluarga klien tidak melakukan

perawatan diri. Dari beberapa faktor mengapa Usia, tingkat pendidikan jenis

kelamin, pekerjaan tidak diteliti karena pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan (Sakinah, 2020) bahwa ada pengaruh terhadap usia tingkat

pendidikan terhadap perawatan diri pasien hipertensi.

Data yang diperoleh dari profil Puskesmas Lalang tahun 2020, Jumlah

kasus hipertensi sebanyak 63 kasus sedangkan januari sampai agustus ditahun

2021 sebanyak 72 kasus. Dari 72 kasus pasien hipertensi yang kembali

8
kepuskesmas untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah sebanyak 32

pasien sedangkan yang tidak datang untuk melakukan pemeriksaan tekanan

darah dan berobat sekitar 50 pasien. Berdasarkan data didukumpulkan

dipuskesmas kujungan pasien hipertensi yang berusia 30-70 tahun. Dari data

yang didapat pasien sangat jarang datang kepuskesmas untuk memeriksa

tekanan darah. Berdasarkan latar belakang diatas saya sangat tertarik untuk

melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku self-

care pada pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas Lalang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang

akan diangkat pada penelitian ini adalah apa saja Faktor-faktor yang

mempengaruhi self-care behaviour pada pasien Hipertensi di Wilayah kerja

puskesmas Lalang.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan latar belakang diatas adalah

untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perilaku self-care

behaviour (perawatan diri) pada pasein hipertensi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku self-care

behavoiur pada pasien hipertensi

b. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan perilaku self-

care behaviour pada pasien hipertensi

9
c. Untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan perilaku self-care

behaviour pada pasien hipertensi

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini Diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber

informasi dan referensi untuk meningkatkan pendidikan kesehatan

tentang perawatan diri yang paling efektif pada pasien hipertensi dan

perubahan setelah melakukan self-care behaviour.

b. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan

sekaligus menambah wawasan mengenai hubungan dukungan

keluarga, self-efficacy, pengetahuan dalam perilaku perawatan diri

pada pasien hipertensi.

2. Manfaat praktik

a. Bagi FIK Universitas Katolik Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi pembaca dan

mahasiswa tentang tentang hubungan dukungan keluarga, self-efficacy,

pengetahuan dalam perilaku perawatan diri pada pasien hipertensi.

b. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi

petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan upaya promosi kesehatan

kepada pasien melalui pemberdayaan keluarga untuk menambah

pengetahuan dan mempertahankan kesehatan.

10
c. Bagi Pasien

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan

pasien perilaku perawatan diri dan hipertensi. Dan dapat meningkatkan

motivasi untuk melakukan self-care behaviour

d. Bagi Keluarga

Dapat mengetahui pentingnya pengetahuan dan dukungan keluarga,

self-efficacy terhadap self-care behaviour

e. Bagi Peneliti

Menambah wawasan pengetahuan dan memberi pengalaman dalam

melaksanakan penelitian serta mengaplikasikan berbagai teori dan

konsep yang didapat selama mengikuti pendidikan kedalam bentuk

penelitian ilmiah.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Defenisi Hipertensi

Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan darah sistoliknya ≥ 140MmHg dan tekanan diastolik ≥

90MmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung,

stroke dan gagal ginjal. Hipertensi disebut sebagai “silent Killer”

karena pasien dengan hipertensi sering tidak menampakan tanda dan

gejala (Brunner & Suddart, 2013). Hipertensi merupakan penyakit

degeneratif yang jumlah prevalensinya semakin meningkat seiring

perkembangan zaman dan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk.

Penyakit degeneratif adalah penyakit kronik menahun yang

mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas seseorang. Penyakit

kronik memiliki hubungan erat dengan pertambahan usia dan

penatalaksanaan jangka panjang (Manurung, 2018).

2. Etiologi

Sekitar 90% penyebab hipertensi belum diketahui dengan pasti yang

disebut dengan hipertensi primer atau esensial, sedangkan 7%

disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3%

disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi serta penyebab lain

(Muttaqin, 2012).

12
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) penyebab hipertensi dibagi

menjadi 2 yaitu:

a. Hipertensi Esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi primer sampai saat ini masih

belum dapat diteahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi

tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% tergolong

hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah suatu kondisi

hipertensi dimana penyebab, sekunder dari hipertensi tidak

ditemukan. Penyebab timbulnya hipertensi primer adalah:

1) Genetik dan ras

2) Factor stress

3) Intake alkohol

4) Merokok

5) Lingkungan

6) Demografi

7) Dan gaya hidup

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal,

gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal

(hiperaldoteronisme). Golongan terbesar dari penderita

hipertensi adalah hipertensi esensiat atau primer, maka

13
penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke

penderita esensial.

3. Faktor resiko

Beberapa faktor resiko yang menyebabkan hipertensi adalah

sebagai berikut:

1) Faktor resiko yang tidak bisa diubah

a. Genetik

Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap

angka kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar

70-80% lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari

pada heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang

menderita hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita

hipertensi. Oleh sebab itu, hipertensi disebut penyakit

keturunan (Triyanto, 2014).

b. Ras

Orang yang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar

untuk menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar

renin plasma yang rendah mengurangi kemampuan ginjal

untuk mengekskresikan kadar natrium yang berlebihan

(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011).

c. Usia

Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang

sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan

14
bertambahnya usia, maka semakin tinggi pula resiko

mendapatkan hipertensi. Hal ini disebabkan oleh perubahan

alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi pembuluh darah,

hormon serta jantung (Triyanto, 2014).

Al Amin (2017) menuliskan bahwa klasifikasi usia

menurut Kementerian Kesehatan (2009) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Usia Kementerian Kesehatan (2009)

1 Masa balita 0-5 Tahun

2 Masa kanak-kanak 5-11 Tahun

3 Masa remaja awal 12-16 Tahun

4 Masa remaja akhir 17-25 Tahun

5 Masa dewasa awal 26-35 tahun

6 Masa dewasa akhir 36-45 Tahun

7 Masa lansia awal 46-55 Tahun

8 Masa lansia akhir 56-65 Tahun

9 Masa manula >65 Tahun

d. Jenis Kelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap kadar hormone yang

dimiliki seseorang. Estrogen yang dominan dimiliki wanita

diketahui sebagai faktor protektif/perlindungan pembuluh

darah (kardiovaskuler) lebih banyak ditemukan pada pria yang

estrogennya lebih rendah dari pada wanita. Sedangkan seorang

wanita yang telah menopause, dengan kata lain produksi

15
hormon estrogennya berkurang, lebih beresiko menderita

penyakit jantung dan pembuluh darah (Hanata, 2011).

2) Faktor Resiko Yang Dapat Diubah

a. Obesitas

Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah

kegemukan atau obesitas. Penderita obesitas dengan hipertensi

memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita yang memiliki

berat badan normal (Triyanto, 2014).

Perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara

kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya

resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis

dan sistem renin angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal

(Nuraini 2015).

b. Rokok

Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulasi

pelepasan katekolamin. Katekolamin yang mengalami

peningkatan dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung,

iritabilitas miokardial serta terjadi vasokontriksi yang dapat

meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah, 2012).

c. Konsumsi Alkohol Berlebihan

16
Konsumsi teratur tiga kali alkohol atau lebih dalam sehari

meningkatkan resiko hipertensi. Penurunan atau penghentian

konsumsi alkohol menurunkan tekanan darah, khususnya

pengukuran sistolik. Faktor gaya hidup yang terkait dengan

asupan alkohol berlebihan (kegemukan dan kurang latihan

fisik) juga dapat menjadi penyebab hipertensi (Triyanto, 2014)

d. Stres

Stress fisik dan emosional menyebabkan kenaikan

sementara tekanan darah. Tekanan darah normalnya

berfluktuasi selama siang hari, yang naik pada aktivitas,

ketidaknyamanan, atau respons emosional seperti marah.

Stress yang sering atau terus menerus dapat menyebabkan

hipertrofi otot polos vaskular atau memengaruhi jalur

integrative sentral otak (Lemone, 2015).

e. Kurang Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan

penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur

dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan

tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan

pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu

(Nuraini, 2015).

f. Asupan garam yang tinggi dalam diet

17
World Health Organization (WHO) merekomendasikan

pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak

lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram

garam) perhari (Nuraini, 2015).

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi

natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar sehingga

volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume

cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya

volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi (Nuraini, 2015).

Kowalak, J (2011), dalam bukunya menjelaskan beberapa

hal lain sebagai resiko hipertensi adalah :

a) Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh

darah arteri yang mengakibatkan retensi perifer

meningkat.

b) Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik

yang abnormal dan berasal dalam pusat vasomotor,dapat

mengakibatkan peningkatan retensi perifer.

c) Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh

disfungsi renal atau hormonal.

18
d) Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor

genetik yang disebabkan oleh retensi vaskuler perifer.

e) Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk

angiotensin II yang menimbulkan konstriksi arteriol dan

meningkatkan volume darah.

4. Klasifikasi hipertensi

Menurut (World Health Organization, 2018) batas normal tekanan

darah adalah tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan

tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang

dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg

dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Klasifikasi Tekanan Sistolik Diastolik


Darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prahipertensi 120- 139 mmHg 80- 90 mmHg
Stadium 1 140- 159 mmHg 90- 99 mmHg
Stadium 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Tabel 1: Klasifikasi Hipertensi (Smeltzer, et al 2012

5. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula saraf simpatis, yang berlanjut kebawah kekorda

spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis keganglia simpatis

ditoraks dan abdomen. Impuls yang dihasilkan dari rangsangan pusat

19
vasomotor melalui saraf simpatis keganglia simpatis. Sehingga neuron

preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut

sarafpasca ganglion kepembuluh darah, akibat dilepaskan norepinefrin

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti

kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

terhadap ransangan vasokonstrikstor. Individu dengan hipertensi

sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Sistem saraf simpatis

pada saat bersamaan merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga teransang, mengakibatkan

tambahan aktifitas vasokontriksi. Medulla adrenal menseksresi

epnefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

mensekreksi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokontriksi aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan

rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiontensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravascular. Semua factor tersebut

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner & Suddart,

2013).

6. Manifestasi klinis

20
Menurut (Aspiani 2014) tanda dan gejala utama hipertensi

menyebutkan gejala umum yang ditimbulkan akibat tekanan darah

tinggi tidak sama pada setiap Orang,Bahkan terkadang timbul tanpa

tanda dan gejala. secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita

hipertensi adalah :

1) Sakit kepala,

2) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk,

3) Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh,

4) Jantung Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5) Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera

7. Komplikasi

Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, dapat mengakibatkan:

(Haryanto & Rini 2015)

a. Pecahnya pembuluh darah serebral

Aliran darah ke otak tidak mengalami perubahan masing-masing

pada penderita hipertensi kronis dengan mean adrenal pressure

(MAP) 120-160 mmHg dan penderita hipertensi new onset antara

60-120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi

sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg sehingga perubahan

sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak yang

mempercepat timbulnya edema otak.

b. Pecah Ginjal Kronik

21
Mekanisme hipertensi pada PGK melibatkan beban volume dan

vasokonstriksi. Beban volume disebabkan oleh gangguan ekskresi

sodium sedangkan vasokonstriksi berkaitan dengan perubahan

parenkim ginjal.

c. Penyakit Jantung Koroner

Ada 2 mekanisme yang dianjurkan mengenai hubungan hipertensi

dengan peningkatan resiko terjadinya gagal jantung. Pertama,

hipertensi merupakan faktor resiko terjadinnya infark miokard

akut yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel

kiri dan gagal jantung. Kedua, hipertensi menyebabkan terjadinya

disfungsi diastolik dan meningkatkan resiko jantung.

d. Stroke perdarahan subarachnoid

Terjadi ketika terdapat kebocoran pembuluh darah dekat otak,

yang mengakibatkan ekstravasasi darah ke dalam celah

subarachnoid. Pada penderita hipertensi terjadi penebalan lapisan

intim dinding arteri dan selanjutnya dapat meningkatkan tahanan

dan elastisitas pembuluh darah. Ketika terjadinya peningkatan

tekanan pada dinding pembuluh darah maka aneurisma akan

mengalami ruptur. Aneurisma dengan diameter lebih dari 10 mm

akan lebih mudah mengalami ruptur.

8. Penatalaksanaan

22
Menurut (Junaedi, Sufrida, & Gusti, 2013) dalam penatalaksanaan

hipertensi berdasarkan sifat terapi terbagi menjadi 3 bagian, sebagai

berikut :

a) Terapi non-farmakologi

Penatalaksanaan non farmakologi merupakan pengobatan tanpa

obat-obatan yang diterapkan pada hipertensi. Dengan cara ini,

perubahan tekanan darah diupayakan melalui pencegahan dengan

menjalani perilaku hidup sehat seperti :

1) Pembatasan asupan garam dan natrium

2) Menurunkan berat badan sampai batas ideal

3) Olahraga secara teratur

4) Mengurangi/tidak minum-minuman beralkohol

5) Mengurangi/tidak merokok

6) Menghindari stres

7) Menghindari obesitas

b) Terapi farmakologi (terapi dengan obat) selain cara terapi non-

farmakologi, terapi dalam obat menjadi hal yang utama. Obat-

obatan anti hipertensi yang sering digunakan dalam pengobatan,

antara lain obat-obatan golongan diuretik, beta blocker, antagonis

kalsium, dan penghambat konversi enzim angiotensin.

1) Diuretik merupakan antihipertensi yang merangsang

pengeluaran garam dan air. Dengan mengkonsumsi diuretik

23
akan terjadi pengurangan jumlah cairan dalam pembuluh darah

dan menurunkan tekanan pada dinding pembuluh darah.

2) Beta bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dalam

memompa darah dan mengurangi jumlah darah yang dipompa

oleh jantung.

3) ACE-inhibitor dapat mencegah penyempitan dinding pembuluh

darah sehingga bisa mengurangi tekanan pada pembuluh darah

dan menurunkan tekanan darah.

4) Ca bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dan

merelaksasikan pembuluh darah.

B. self-care behaviour

a. Pengertian Self care

Perawatan diri merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu

untuk menjaga kesehatan secara mandiri (Orem, 2010). Teori self-care

OREM mengatakan bahwa perawatan diri merupakan kegiatan untuk

membentuk kemandirian individu guna mempertahankan

kesehatannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perawatan diri

merupakan kemampuan yang dilakukan individu dalam merawat

dirinya untuk meningkatkan kesehatanya. Perawatan diri (self-care)

merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis.

Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi dari berbagai faktor,

diantaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga,

24
pengetahuan terhadap perawatan diri serta persepsi terhadap perawatan

diri (Hidayat, 2009). Orem (1971) dalam buku Perry & Potter (2006)

mengembangkan definisi keperawatan yang menekankan pada

kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri (Nurwijayanti, 2010).

b. Tujuan Self-care

Untuk mengoptimalkan kesehatan, mengontrol dan memanajemen

tanda dan gejala yang muncul, mencegah terjadinya komplikasi,

meminimalisir gangguan yang ditimbulkan pada fungsi tubuh, emosi,

dan hubungan interpersonal dengan orang lain yang dapat mengganggu

kehidupan klien (Akhter, 2010). dalam (Nurwijayanti3, 2010)

c. Perilaku self-care pada pasien hipertensi

Perawatan diri merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu

untuk menjaga kesehatan secara mandiri (Orem, 2010). Hal tersebut

berupa monitoring tekanan darah, mengurangi rokok, diet, manajemen

berat badan, dan mengurangi konsumsi alkohol. Menurut Canadian

Hypertension Education Program (2011), pelaksanaan pencegahan dan

pengobatan pada hipertensi yaitu dengan aktif melakukan kegiatan

fisik (olahraga), menurunkan atau mengendalikan berat badan,

konsumsi alkohol, diet, mengurangi stres dan berhenti merokok.

Perilaku Pengelolaan Self-care pada klien hipertensi sebagai berikut:

a) Diet rendah garam

25
Konsumsi garam berlebih memiliki efek negatif pada tekanan

darah. Asupan garam yang tinggi dapat meningkatkan tekanan

darah (Subasinghe et al., 2016). Pengurangan asupan garam pada

pasien hipertensi dapat menurunkan tekanan darah sebesar 5

mmHg sistolik (Suckling, He, Markandu, & Macgregor, 2016).

Pengurangan konsumsi garam sebanyak 4, 4 gram/hari dapat

menurunkan tekanan darah dalam rentang 3, 18 – 5, 18 mmHg

sistolik dan 1,45 – 2,67 mmHg diastolik (Frisoli, Schmieder,

Grodzicki, & Messerli, 2012).

b) Alkohol

Minuman yang mengandung alkohol memiliki efek buruk pada

tekanan darah. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat

meningkatkan tekanan darah dengan fisiologi terjadinya

peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik yang kemudian

mengeluarkan atau sekresi hormon kortikotropin sehingga terjadi

ketidakseimbangan pada sistem saraf pusat yang menyebabkan

ganguan pada output jantung (F. Loyke, 2013; Husain, Ansari &

Ferder, 2014; Roerecke et al., 2017).

c) Merokok

Klien hipertensi yang merokok dan terpapar asap rokok memiliki

peluang terhadap faktor risiko gejala kardiovaskuler (Whelton et

al., 2018). Belum ada kejelasan terkait peningkatan tekanan darah

pada individu yang merokok dan tidak merokok (Freitas & Alvim,

26
2017). Namun berbeda dengan pendapat Al-safi, (2005) yang

mengeksplorasi hubungan kebiasaan merokok dengan tekanan

darah menemukan perokok memiliki lebih banyak tekanan darah

tinggi daripada individu yang tidak merokok.

d) Konsumsi kopi

Kopi merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan

tekanan darah (Mesas, Munoz, Rodriguez Artalejo, & Lopez

Gracia, 2011). Dosis kafein yang tinggi pada kopi, menyebabkan

peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi (Hartley et al.,

2000). Kandungan kopi tidak hanya kafein saja, namun beberapa

zat lain yang ada didalam kopi meliputi polifenol, serat larut dan

kalium yang memiliki efek positif pada sistem kardivaskuler

(Geleijnse, 2008).

e) Aktifitas fisik dan berat badan

Aktivitas fisik memiliki efek pada penurunan berat badan berlebih

Rekomendasi aktivitas fisik yang dianjurkan meliputi olahraga,

aerobik, dan latihan ketahanan otot. Penurunan berat badan hingga

10 kilogram (Kg) menunjukkan hasil pengurangan tekanan darah

hingga 6 mmHg sistolik dan 4,6 mmHg diastolik pada pasien

dengan hipertensi (Aucott et al., 2005; Diaz and Shimbo, 2013).

Penurunan berat badan memiliki efek pada pengurangan Massa

27
dan ketebalan dinding ventrikel kiri, memperbaiki fungsi arteri

dan peningkatan fungsi endotel (Earnest & Church, 2016).

f) Manajemen stress

Praktik manajemen stres bermanfaat bagi penurunan tekanan

darah seperti melakukan meditasi, relaksasi otot progresif, latihan

pernapasan dan terapi musik untuk menurunkan stres (Whelton et

al., 2018). Relaksasi oto progresif memiliki efek penurunan

tekanan darah sistolik dan diastolik masing-masing 5,44 mmHg

dan 3,48 mmHg (Sheu, Irvin, Lin, &Mar, 2003). Intervensi

perilaku kognitif terstruktur dapat mengurangi stres pada pasien

hipertensi yang dapat memberi manfaat pada pengurangan

tekanan darah sistolik 7,5 mmHg, sedangkan pada diastolik tidak

terjadi penurunan (Clemow et al., 2018).

g) Kepatuhan pengobatan

Kepatuhan minum obat termasuk salah satu dari komponen

perawatan diri pasien hipertensi dan merupakan tujuan utama

dalam pengendalian tekanan darah. Kepatuhan yang rendah dapat

menyebabkan resistensi obat antihipertensi sehingga manfaat

untuk melakukan perawatan diri mengalami penurnan, dibutuhkan

inisiasi, tindakan serta ketekunan untuk tetap menjalankan rejimen

pengobatan (Vrijens, Antoniou, Burnier, & Sierra, 2017). (Rozani,

2020)

C. Faktor- faktor yang mempengaruhi self-care pada pasien hipertensi

28
a. Jenis kelamin

Kepatuhan terhadap aktivitas fisik didapatkan lebih banyak pada

perempuan daripada laki-laki (Motlagh et al., 2016). Perempuan yang

lebih banyak memiliki pengetahuan terkait perawatan dri memiliki tingkat

kontrol yang tinggi pada pelayanan kesehatan (Neminqani et al., 2015).

Berbeda dengan pendapat Qu et al., (2019) dan Dasgupta et al., (2018)

yang mendapatkan keterkaitan antara budaya dan usia mempengaruhi

perawatan diri yang mana didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki

bertanggungjawab untuk melakukan pekerjaan untuk menghidupi

keluarga. Sedangkan perempuan bertanggungjawab atas tugas rumah dan

merawat anak merupakan faktor prediktator yang menyebabkan perawatan

diri rendah pada perempuan.

b. Usia

Pasien hipertensi yang berusia lebih tua (>50 tahun) memiliki

tingkat kepatuhan tinggi terhadap diet rendah garam dan kepatuhan

pengobatan daripada pada pasien usia dewasa. Hal ini disebakan karena

pasien hipertensi yang berusia >50 tahun mulai memperhatikan penyakit

yang diderita dan berusaha untuk melakukan perawatan diri (Motlagh et

al., 2016). Paien hipertensi yang berusia lebih tua, memiliki lebih banyak

waktu untuk melakukan manajemen perawatan diri (Ding et al., 2018).

Pendapat berbeda yang ditemukan oleh Dasgupta et al., (2018) dalam

penelitiannya ditemukan bahwa lansia adalah kelompok rentan dengan

perilaku ketergantungan sehingga sering mengabaikan kesehatan.

29
Usia tua berdampak pada kognitif seperti pemahaman dalam

melakukan perawatan diri tidak dapat dipahami berdasarkan pedoman

perawatan diri (Neminqani et al., 2015). Berbeda dengan hasil yang

ditemukan oleh Chunhua Ma, (2018) bahwa pasien hipertensi dengan usia

tua memiliki persepsi terdahap kerentanan terkait hipertensi dan

komplikasi, sehingga usaha untuk melakukan pengendalian hipertensi dan

komplikasi terkait berdampak positif pada peningkatan perawatan diri.

c. Status pernikahan

Pasien hipertensi yang memiliki pasangan (menikah) mempunyai

tingkat kepatuhan yang tinggi terkait diet rendah garam daripada individu

yang belum menikah (Motlagh et al., 2016). Status perceraian termasuk

faktor yang mempengeruhi perawatan diri, dengan penjelasan bahwa

faktor perceraian memiliki efek pada kesehatan mental seperti peningkatan

stres psikis individu sehingga menyebabkan durasi tidur tidak terpenuhi

berdasarkan pedoman (Ademe et al., 2019). Individu yang berstatus lajang

dan hidup sendiri di rumah dengan kepercayaan diri rendah sehingga dapat

memperburuk perawatan diri (Dasgupta et al., 2018).

d. Durasi hipertensi

Pasien yang berstatus hipertensi >5 tahun memiliki kepatuhan

dalam melakukan aktivitas daripada pasien yang berstatus hipertensi <5

tahun, manajemen hipertensi meningkat pada individu yang telah lama di

diagnosis karena telah mempelajari lebih lanjut tentang praktik perawatan

diri (Motlagh et al., 2016; Neminqani, El-shereef and Thubiany, 2015).

30
Namun pendapat berbeda ditemukan oleh Qu et al., (2019) bahwa pasien

yang berstatus hipertensi lebih lama, memiliki efek pada ketidakpatuhan

pengobatan yang disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka

pengendalian tekanan darah tidak terkontrol sehingga didapatkan kemauan

dalam melakukan rejimen pengobatan menurun dan ketidakmampuan

praktik perawatan diri pasien hipertensi.

e. Pengetahuan

Pengetahuan yang baik pada pasien hipertensi dapat meningkatkan

motivasi diri untuk melakukan praktik perawatan diri dari pada klien yang

tidak mempunyai pengetahuan (Ademe et al., 2019). Pengetahuan yang

komprehensif tentang hipertensi dan penangannya dapat meningkatkan

kepatuhan pengobatan dan kontrol pelayanan kesehatan (Mendes et al.,

2015). Pengetahuan yang tidak memadai menyebabkan individu tidak

menyadari terkait status hipertensi dan manajemen perawatan diri

(Dasgupta et al., 2018).

f. Dukungan sosial

Dukungan sosial yang buruk pada pasien hipertensi mempengaruhi

tingkat praktik perawatan diri sedangkan pasien yang mendapatkan

dukungan sosial yang baik memiliki praktik yang benar dalam melakukan

perawatan diri (Ademe et al., 2019). Dukungan yang didapatkan dari

anggota kelurga dan teman sebaya merupakan faktor penting pada

peningkatan perawatan diri. Keluarga dan teman sebaya yang memiliki

pemahaman terkait hipertensi akan memberikan dukungan untuk mencapai

31
tingkat perawatan diri secara komprehensif (Ding et al., 2018). Namun

pengetahuan yang rendah pada keluarga dan dukungan materi untuk

memfasilitasi perawatan diri keluarga pasien hipertensi akan mempeburuk

praktik perawatan diri (Gholamnejad et al., 2018).

g. Status ekonomi

Pasien hipertensi yang memiliki kondisi keuangan yang tidak

mencukupi dalam melakukan perawatan diri dapat mengakibatkan

keterbatasan pelayanan dan akses pendukung sehingga perubahan perilaku

dan gaya hidup untuk mencari perawatan yang sesuai dengan kemampuan

keuangan yang dimilikinya (Mendes et al., 2015; Neminqani, El-shereef

and Thubiany, 2015). Pasien hipertensi yang memiliki asuransi kesehatan

mempunyai peluang untuk meningkatkan kunjungan pelayanan kesehatan

(Qu et al., 2019).

h. Dukungan keluarga

Penderita hipertensi mayoritas memiliki dukungan keluarga yang

baik sebesar 70 responden (72,9%). Hal serupa di ungkapkan (Friedman,

2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa keluarga memiliki beberapa

bentuk dukungan seperti dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan instrumental dan dukungan informasi. Komponen tersebut

digunakan guna mendukung responden dalam meningkatkan derajat

kesehatan klien. Penelitian yang dilakukan Sinaga (2014) menyatakan

bahwa dukungan dari anggota keluarga dapat menjadi salah satu motifasi

32
atau suatu dorongan bagi penderita untuk melakukan kegiatan dalam hal

pencegahan hipertensi (Nurwijayanti, 2010)

i. Self-efficacy

Memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang lebih baik

dalam proses perubahan perilaku kesehatan sehingga sangat penting untuk

meningkatkan perilaku perawatan diri pada klien hipertensi. Seseorang

dengan self- efficacy yang tinggi akan menganggap bahwa dirinya mampu

menggunakan kemampuan untuk mencapai suatu hasil yang baik sesuai

dengan apa yang diharapkan. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang

dengan self-efficacy yang rendah akan menganggap bahwa kemampuan

yang dimiliki belum tentu dapat membuat dia mampu untuk mendapatkan

hasil yang diharapkan. Self-efficacy adalah prasyarat terpenting untuk

perubahan perilaku. Self-efficacy mengacu pada kepercayaan seseorang

dalam melakukan aktivitas tertentu, termasuk kepercayaan diri untuk

melakukan aktivitas saat hambatan muncul. Semakin tinggi self-efficacy

yang dimiliki klien hipertensi maka akan memudahkan individu

memecahkan masalah dalam perilaku perawatan dirinya. Individu yang

meyakini bahwa dia mampu melakukan suatu perilaku tertentu akan

melakukan perilaku tersebut. Sedangkan individu dengan efficacy rendah

cenderung untuk tidak melakukan perilaku tersebut atau menghindarinya

(Ademe et al., 2019).

j. Faktor lain

33
Ketersediaan alat pengukur tekanan darah di rumah pasien

hipertensi dapat mempengaruhi peningkatan kepatuhan minum obat dan

kelebihan berat badan pada pasein hipertensi yang berkisar 25-30 kilogram

(kg) memiliki motivasi untuk melakukan aktivitas fisik daripada pasien

hipertensi yang berat badannya <25 kg (Motlagh et al., 2016). Pasien

hipertensi yang memiliki tempat dan fasilitas lengkap untuk berolahraga

memiliki tingkat aktivitas tinggi daripada pasien yang tidak mempunyai

tempat dan fasilitas untuk melakukan aktivitas fisik. Tempat aktivitas yang

memiliki fasilitas lengkap, nyaman dan lingkungan yang mendukung,

memiliki efek dalam motivisai klien untuk melakukan aktivitas fisik

(Ademe et al., 2019).

Penerapan teori Health Belief Model (HBM) memiliki efek yang

menguntungkan dalam peningkatan praktik perawatan diri, dengan

penjelasan bahwa kepercayaan diri individu dapat meningkatkan kontrol

tekanan darah, aktivitas fisik dan rejimen pengobatan (Chunhua Ma,

2018). Manfaat yang dirasakan dalam melakukan perawatan diri dapat

mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan sehingga praktik perawatan

diri dengan mendapatkan manfaat yang dirasakan seperti penurunan

tekanan darah dapat meningkatkan praktik perawatan diri (Chunhua Ma,

2018).(Rozani, 2020)

34
D. Kerangaka teori
Faktor resiko/ penyebab hipertensi:
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

Peningkatan Tekanan Darah

Penatalaksanaan Hipertensi:
Terapi farmakologi; dengan obat-obatan
Terapi non farmakologi; Modifikasi Gaya hidup dengan melakukan Self-care behavior
Diet rendah garam, kurangi konsumsi alcohol, kafein (seperti kopi), kurangi merokok, aktitifitas fisik (berolahraga), menur
pengobatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku self-care pada pasien hipertensi;


Usia
Jenis kelamin
Tingkat pendidikan
Pekerjaan
Status pernikahan
Pengetahuan
Self-efficacy
Dukungan keluarga
Dukungan sosial
Status ekonomi 35
Durasi hipertensi
Gambar 2.1 Kerangka teori; (Triyanto (2014), Orem (2010), Friedman (2010) . (Rozani,
2020), dan Lemone, Burke, Baudolf, 2016

E. KERANGKA KONSEP

Variable independen
Dependen
Pengetahuan
Self-Care Behaviour Pada Pasien Hipertensi
Self-Efficacy
Dukungan Keluarga

Keterangan:

: Faktor yang diteliti

: Hubungan variabel dependen dan independen

Gambar 2.2 kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi self-care pada pasien
hipertensi di wilayah kerja puskesmas lalang

F. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pernyataan penelitian.

Hipotesis juga dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel yaitu

variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis berfungsi untuk menentukan

36
kearah pembuktian, yang merupakan pernyataan yang harus dibuktikan

(Notoadmodjo, 2010).

Maka hipotensis dari penelitian ini adalah

1. H1: ada hubungan antar pengetahuan dengan perilaku self- care pada

pasien hipertensi.

2. H1: ada hubungan antara self-efficacy dengan perilaku self- care pada

pasien hipertensi

3. H1: ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilku self - care

pada pasien hipertensi.

G. Penelitian terkait

Nama dan Populasi dan


No Judul Metode Hasil Perbedaan
Tahun sampel
1 Romadhon et Faktor-Faktor Metode: Tinjauan literatur Hasil: self-care Penelitian ini
al., 2020) yang database menggunakan behavior pada terletak pada
Mempengaruh digunakan kata kunci klien metode
i Self-care untuk “factors of self- hipertensi penelitian
Behavior pada mengidentifi care behavior, dipengaruhi sampel,
Klien dengan kasi artikel Hypertension”. oleh beberapa tempat dan
Hipertensi di yang sesuai Dalam pencarian faktor yaitu waktu.
Komunitas diperoleh artikel dukungan
dari Scopus, menggunakan keluarga, self-
ProQuest "AND". Hanya efficacy, faktor
dan Google 12 artikel yang personal, dan
Scholar memenuhi spiritualitas.
terbatas kriteria inklusi.
untuk
publikasi 5
tahun
2 Prihandana Self-Care Metode Sampel yang Hasil Penelitian ini
(2020) Behavior of deskriptif dilakukan penelitian terletak pada
Outpatients in eksploratif. terhadap 250 mendapatkan metode
Controlling responden yang responden penelitian
Hypertension terdaftar sebagai melakukan sampel,

37
in Tegal City pasien rawat kontrol rutin tempat dan
jalan di 8 ke puskesmas waktu
Puskesmas di sebesar 66,3%;
Kota Tegal. mengikuti ke
giatan
posbindu PTM
Hipertensi
sebesar 18%;
dapat
mengenal
gejala dan
penyebab
kenaikan
tekanan darah
sebesar 21%;
patuh minum
obat sebesar
7,2%; aktivitas
intensitas
sedang
(59,2%); rutin
berolahraga
sebesar 53,2%;
IMT tingkat
obesitas dan
lebih sebesar
66,4%;
melaksanakan
diet yang
dianjurkan
dengan baik
sebesar 41,2%;
dan mengelola
stress sebagian
besar dengan
cara beribadah
(59,6%).
3 (Sakinah et Hubungan Penelitian ini dilakukan pada Hasil: Penelitian ini
al., 2020) antara adalah 70 masyarakat Karakteristik terletak pada
Karakteristik penelitian suku Timor di demografi metode
Demografi dan deskriptif propinsi Nusa (usia dan penelitian
Pengetahuan analitik Tenggara Timur tingkat sampel,
dengan Self- dengan pendidikan) tempat dan

38
Management pendekatan dan waktu.
Hipertensi coros pengetahuan
Pada sectional berkolerasi
Masyarakat positif dengan
Suku Timor. self-
management
hipertensi.
Usia dengan
pvalue (0,001),
sedangkan
tingkat
pendidikan dan
pengetahuan
dengan p value
(0,000).
4 Nurwijayanti, faktor-faktor Penelitian ini Sampel dalam Hasil Penelitian ini
2010) yang menggunaka penelitian ini penelitian ini terletak pada
berhubungan n deskriptif menggunakan dapat metode
dengan self- korelatif teknik accidental disimpulkan penelitian
care pada desain sampling bahwa terdapat sampel,
orang Dewasa dengan sebanyak 96 hubungan tempat dan
yang desain studi responden positif yang waktu.
mengalami cross kuat antara
hipertensi di sectional. status
puskesmas fungsional
kendal 01 dengan
Kabupaten perawatan diri
Kendal. (p value
0,0001) (r =
0,523),
dukungan
keluarga
dengan
perawatan diri
(p value
0,0001) (r
hitung 0,411) ,
Dan Perubahan
Emosional
dengan
perawatan diri
(p value
0,0001).

39
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain

deskriptif kolerational yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan

hubungan antara dua variabel yaitu varibael independen dengan variabel

dependen dengan pendekatan yang dilakukan adalah cross sectional yaitu

pengambilan data pada suatu kurun waktu tertentu. Metode ini digunakan

untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi self-care pada pasien hipertensi,

Dengan melihat hubungan dukungan keluarga, pengetahuan dan self- efficacy

40
dengan self-care behaviour pada pasien hipertensi.

B. Tempat dan waktu penelitian

Lokasi adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data selama

penelitian berlangsung (Notoadmojo, 2010). Penelitian ini dilaksanakan di

wilayah puskesmas Lalang. Waktu penelitian adalah jangka waktu yang

dibutuhkan penulis untuk memperoleh hasil penelitian yang dilaksanakan

(Notoadmojo, 2010). Pelaksanaan ini dilaksanakan di Puskesmas Lalang, pada

bulan Februari-Maret 2022.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Menurut Nursalam Populasi diartikan sebagai subjek yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2015). Populasi

merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu

penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan

hipertensi dengan jumlah 72 orang yang diambil dari januari- September

2021.

2. Sampel

Sampel merupakan objek yang dapat mewakili populasi yang ada.

Dengan kata lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih

berdasarkan kemampuan mewakilinya (Nursalam, 2013). Pada penelitian

ini penentuan besar sampel diambil menggunakan rumus Slovin

(Nursalam, 2016).

n= N

41
1 + n (d) ²

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat signifikan yang dipilih (d=0, 05)

n = 72

1+72(0, 05)2

n = 72

72. (0, 0025)

n = 72

0, 18

n = 72

1 + (0, 18)

n = 72

1, 18

n = 61

Dengan demikian besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah 61 pasien hipertensi

a. Kriteria inklusi adalah criteria atau ciri-ciri yang dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel. Criteria inklusi

dalam penelitian ini adalah;

1) Bersedia menjadi responden

42
2) Responden dengan tekanan darah sistolik ≥ 120 mmHg dan

tekanan diastolic ≥ 80 mmHg saat penelitian

3) Bisa diajak untuk berkomunikasi dengan baik

4) Bisa membaca dan menulis

b. Kriteria ekslusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang

tidak dapat dijadikan sampel penelitian. Kriteria ekslusi daam

penelitian ini adalah;

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Responden tidak ada ditempat selama penelitian

3) Responden yang memiliki komplikasi seperti gangguan


pendengaran, gangguan penglihatan, Responden yang buta huruf.
4) Responden dengan tekanan darah sistolik ≤ 120 mmHg dan

tekanan diastolic ≤ 80 mmHg saat penelitian.

3. Alur penelitian

Mengurus Surat izin penelitian

Pemilihan subjek penelitian; menggunakan Rumus slovin dengan sampel 61 pasien yang memenuhi kriteria inklusi.

Informant consent

Kuesioner

Menjelaskan proses jalannya penelitian kepada subjek penelitian


43
Responden mengisi kuesioner

Pengumpulan data dan analisa data

Hasil dan Pembahasan

Menyusun laporan penelitian dan penyajian data hasil penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

4. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari responden melalui

kuesioner, kelompok focus dan panel atau juga data dari hasil

wawancara peneliti dengan narasumber (Sujarweni, 2014). Data

primer diperoleh langsung dari pasien hipertensi di wilayah kerja

puskesmas Lalang.

44
b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan langsung dari obyek

penelitian (Sujarweni, 2014). Data sekunder di peroleh dari data di

puskesmas Lalang.

5. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah sebuah alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (sugiyono 2014).

Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian

merupakan salah satu faktor dapat menetukan kualitas dari sebuah

penelitian. Instrument yang diguakanan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang berisi pernyataan dan pertanyaan yang harus diisi oleh

responden. Cara pengukuran menggunakan kuesioner skala Quetman dan

likert. Skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk mendapatkan

jawaban tegas dari responden yaitu terdapat dua variabel seperti; setuju-

tidak setuju, ya-tidak, benar-salah, positif-negatif, pernah-tidak pernah,

dan lain-lain, (sugiyono 2014). Skala pengukuran ini dapat menghasilkan

pernyatan dalam bentuk pilihan ganda maupun checklist dengan jawaban

yang dibuat skor tertinggi satu dan skor terendah nol.

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial

(sugiyono 2014). Dengan skala likert maka variabel yang diukur

dijabarkan menjadi indikator variabel. Indikator tersebut dijadikan titik

tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan,

45
sebagai alat untuk mengumpulkan data berupa pernyataan dan pertanyaan.

Sebagai alat untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang terdiri dari

a. Kuesioner A berkaitan dengan data demografi yang berisi, usia, jenis

kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan.

b. Kuesioner B berkaitan dengan pengetahuan pada pasien hipertensi

terdiri dari 16 pertanyaan dengan pernyataan bersifat positf sejumlah

13 yaitu; nomor 1,2,3,5,7,8,9,10,11,12,14,15,16, dan pernyataan

negative sejumlah 3 yaitu Nomor; 4,6,,13 Untuk pernyataan

favarable diberi nilai 1 dan untuk unfavorable diberi nilai 0.

c. Kuesioner C berkaitan dengan self-efficacy terdiri dari 15 pertanyaan

yang bersifat positif pertanyaan yaitu;

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15. Pemberian skor skala likert

dengan skor sangat yakin=4, yakin=3, tidak yakin=2 dan sangat tidak

yakin=1

d. Kesioner D berkaitan dengan dukungan keluaraga terdiri dari 20

pertanyaan pernyataan yang bersifat posistif 16 pernyataan yaitu;

1,2,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18 Dan pernyataan yang

negative 3 Pernyataan;3, ,19, 20. Dengan skor pernyataan yang

diberi 1 jika tidak pernah, 2 jarang, 3 sering, dan 4 sangat sering

untuk fovarable dan unfavorable diberi skor tidak pernah 4, jarang

3, sering , dan sangat sering 1

e. Kuesioner E berkaitan dengan self-care behaviour dengan 15

46
pernyataan bersifat posistif pemberian skor, skala likert dengan

fovarable nilai 1 jika tidak pernah, 2 jarang, 3 sering dan 4 sangat

sering. Dan unfavorable tidak pernah 4, jarang 3, sering 2 dan sangat

sering 1. Untuk mengetahui apakah kuesioner penelitian ini dapat

digunakan atau tidak terlebih dahulu digunakan uji validitas dan uji

reliabilitas dengan taraf signifikan adalah 0,05.

6. Uji validitas dan Uji rehabilitasi

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat itu benar untuk

mengukur apa yang di ukur. Instrumen harus dapat mengukur apa yang

seharusnya diukur (Nursalam, 2015). Rumus yang digunakan untuk uji

validitas adalah yang dikemukakan oleh Pearson yang dikenal dengan

rumus Product Moment.

Rxy: n∑xy-(∑xy (∑xy)

[∑x2- (∑xy2] [x∑y2-(∑y) 2)]

Keterangan;

Rxy; product moment corelation

N ; Jumlah responden

∑x ; jumlah skor item

∑y ; jumlah skor total

Setelah diperoleh harga rxy di konsultasikan harga kritik r product

moment. Jika harga rxy > r tabel atau secara lebih mudah bila nilai P-

47
value < 0,05. Uji validitas ini dilakukakan di puskesmas Lao pada

tanggal 10 februari 2022 terhadap 30 responden, dengan 16 butir

pernyataan tentang pengetahuan , 15 butir pernyataan self-efficacy, 20

butir pernyataan tentang dukungan keluarga dan 15 butir tentang

perilaku self-care pada pasien hipertensi dinyatakan valid.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat

pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan dan untuk menguji

adalah dengan menggunkan metode Alpha cronbach. Standar yang

digunakan untuk menentukan reliabel dan tidak reliabelnya suatu

instrument penelitian umumnya adalah perbandingan antara r hitung

diwaliki dengan nilai Alpha dengan r pada tabel dengan taraf

kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5% dengan metode Alpha

cronbach diukur berdasarkan alpha 0 sampai 1. Apabila skala tersebut

dimasukan dengan range yang sama maka ukuran kedapatakan alpha

dapat di interprestasikan.

Untuk menguji reliabilitas dapat dilakukan dengan Alpha

Cronbach dengan rumus sebagai berikut :

r11 =

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

B2 = jumlah variasi butir

48
α2 = varian total

Kuesioner dikatakan reliabel jika memiliki alpha minimal 0,7

sehingga untuk mengetahui sebuah kuesioner dikatakan reliabel atau

tidak, tinggal melihat besarnya nilai alpha. Perhitungan reliabilitas

kuesioner dengan menggunakan program SPSS versi 22.00. Metode

Alpha Cronbach di ukur berdasarkan 0-1 apabila skala tersebut

dikelompokkan dalam kelas dengan range yang sama, maka ukuran ke

validitas alpha dapat dipersentasikan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Kategori Tinggi Rendahnya Reliabilitas (Susilo,2013)

Alpha Tingkat reliabilitas


0,00 – 0,20 Hampir tidak ada korelasi (alat tes tidak valid)
>0,20 – 0,40 Korelasi rendah (validitas rendah)
>0,40 – 0,60 Korelasi sedang (validitas sedang)
>0,60 – 0,80 Korelasi tinggi (validitas tinggi)
>0,80 – 1,00 Korelasi sempurna (validitas sempurna)
Table 3.1 kategori tinggi rendahnya reliabilitas

Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan di puskesmas Lao

pada tanggal 10 februari 2022 terhadap 30 responden untuk kuesioner

pengetahuan didapatkan nilai 0,753, kuesioner self-efficacy didapatkan

nilai 0,773 kuesioner dukungan keluarga didapatkan 0,762 dan kuesiner

self-care didapatkan nilai 0772. Berdasarkan kategori tinggi rendahnya

reliabilitas di dapatkan korelasi tinggi (validitas Tinggi) kuesioner ini

dikatakan reliable untuk digunakan sebagai instrument penelitian.

7. Variabel penelitian

a. Identifikasi variabel

49
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu

kelompok yang tidak dimiliki kelompok lain (Notoatmodjo, 2012).

Variabel dalam penelitian ini yaitu :

1) Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini yaitu Variabel

independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel yang nilainya

menentukan variabel independen (bebas) dalam penelitian

Pengetahuan, Self- efficacy, dukungan keluarga.

2) Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini yaitu Variabel

dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel dependen

(terikat) dalam penelitian ini; self-care pada pasien dengan

hipertensi diwilayah kerja puskemas lalang.

8. Defenisi operasional dan kriteria obyektif

Skala
No Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur
ukur
1 Dukungan Sikap, tindakan dan Kuesioner dengan Ordinal Dengan kategori
keluarga penerimaan terhadap pengukuran  Tinggi jika ≥
anggota keluarga menggunakan Median (64)
sebagai bagian yang skala likert  Rendah jika
tidak terpisahkan yang 1-4 yaitu; Median < (64)
mendukung pasien Sangat sering; 4
hipertensi untuk Sering;3
melakukan perilaku self Jarang; 2
care Tidak pernah;1
Dukungan emosional
dan penghargaan
Dukungan fasilitas
/instrumental
Dukungan informasi /
pengetahuan

50
2 Self- keyakinan individu Kuesioner dengan Ordinal Dengan kategori
efficacy akan pengukuran  Tinggi Jika
Kemampuanny a untuk menggunakan Median ≥ (29)
Mengatur serangkaian skala likert1-4;  Rendah <
Tindakan sesuai yang  Sangat yakin;4 Median (29)
diharapkan  Yakin;3
 Tidak yakin;2
 Sangat Tidak
yakin;1
3 Pengetahua Pemahaman responden Kuesioner Ordinal Dengan kategori:
n tentang apa itu Menggunakan  Tinggi ≥
hipertensi dan dan skala likert 1-2 Median (24)
penatalaksanaan Benar; 2  Rendah <
penyakit hipertensi Salah; 1 Median 24
4 Dependen perawatan diri adalah Kuesioner dengan Ordinal Dengan kategori;
; serangkaian teknis pengukuran  Baik ≥ Median
Self-care untuk mengubah menggunakan 42
pada perilaku, pikiran dan skala likerti  Buruk <
Pasien perasaan 1-4 Median 42
hipertensi Sangat sering; 4
Sering;3
Jarang; 2
Tidak pernah;1

Table 3.2 Defenisi Operasional


9. Pengelolaan data dan analisa data

1. Pengelolaan data

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul

(Hidayat, 2010). Sebelum data diolah data perlu diedit terlebih

dahulu, dengan cara memeriksa kelengkapan daftar pertanyaan

yang telah diisi oleh responden. Tujuan dari editing ini untuk

mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada dalam daftar

51
pertanyaan yang sudah diisi oleh responden.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik

(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Biasanya

dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam

satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi

dan arti suatu variabel (Hidayat, 2010). Mengklasifikasikan

jawaban-jawaban dari responden ke dalam kategori-kategori untuk

mempermudahkan pengolahan data\ variabel yang diteliti yaitu

kuesioner konsumsi alkohol, pengetahuan, sikap dan lingkungan.

1) Karakteristik responden berdasarkan data demografi

a) Usia responden

26-35 = 1

36-45 =2

46-55 =3

56-65 =4

65-70 =5

b) Pendidikan terakhir responden

SD =1

SMP =2

SMA =3

SARJANA =4

c) Jenis kelamin responden

52
Perempuan =1

Laki-laki =2

d) Status perkawinan

Belum Menikah =1

Sudah Menikah =2

e) Pekerjaan

IRT =1

Tukang =2

Petani =3

Guru =4

f) Tekanan Darah sistolik

140-149 =1

150-159 =2

160- 169 =3

170-200 =4

g) Tekanan darah diastolik

80-89 =1

90-99 =2

100-109 =3

2) Pengetahuan

Salah =1

Benar =2

3) Self-efficacy

53
Sangat tidak yakin =1

Tidak yakin =2

Yakin =3

Sangat yakin =4

4) Dukungan keluarga

Tidak pernah =1

Jarang =2

Sering =3

Sangat sering =4

5) Self- care

Tidak pernah =1

Jarang =2

Sering =3

Sangat sering =4

c. Tabulating

Tabulating adalah kegiatan memasukan data kedalam tabel.

Peneliti melakukan tabulasi dari data yang diperoleh (Hidayat,

2010).

2. Analisa data

Setelah memperoleh nilai skor dari tiap-tiap tabel selanjutnya data

dianalisa dengan menggunakan computer program SPSS yang

meliputi:

a. Analisa univariat

54
Analisa univariabel dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil

penelitian. Analisa Ini menghasilkan distribusi dan presentase atau

besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik dari tiap variabel

yang diteliti, baik untuk variabel bebas maupun variabel terikat.

Yaitu variabel faktor yang mempengaruhi self-care behavior pada

pasein hipertensi di wilayah kerja puskesmas lalang

b. Analisa bivariate

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen yaitu faktor yang mempengaruhi yaitu

pengetahun, self-efficacy, dan dukungan keluarga dan variabel

dependen yaitu self-care pada pasien hipertensi (Notoatmodjo,

2010). Penelitian ini menggunkan Analisis data menggunakan uji

Chi square guna mengetahui hubungan antara faktor-faktor

dengan dengan nilai alpha sebesar 5 % (0,05). Dalam pengolahan

data ini dengan tingkat signifikasi p <0, 05 disimpulkan bahwa

ada hubungan antara variabel yang diteliti. Jika p >0, 05 berarti

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel yang

diteliti.

10. Etika penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian,karena hampir 90% subjek yang

digunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip

etika penelitian (Nursalam, 2015).

55
a. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan calon responden dengan memberikan lembar persetujuan.

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti.

Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Tujuan

informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan, jika responden tidak bersedia maka peneliti

menghormati hak responden.

b. Anonymity (tanpa nama)

Anonymity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak

mencantumkan Nama Responden pada lembar alat ukur, tetapi hanya

menuliskan nomor responden pada lembar pengumpulan data.

c. Confidentiality (kerahasian)

Peneliti menjamin kerahasian hasil penelitian baik informasi atau

masalah lain yang menyangkut privacy klien. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

56
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

UPTD Puskesmas Lalang merupakan Unit Pelaksanaan teknis dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur yang letaknya di kecamatan

Rana Mese dengan jarak dari kecamatan ke UPTD Puskesmas lalang sekitar

7 KM. Puskesmas Lalang terletak di desa Lalang Dusun Uwu. Jenis

pelayanan yang diberikan pada puskesmas ini mencakupi pelayanan poli

(screening, loket, anamnesa, poli umum, ruang tindakan, KIA, poli gigi,

57
apotek, laboraturium), UGD, pelayanan promosi kesehatan, pelayanan

kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu dan anak dan keluarga

berencana, pelayanan gizi masyarakat, pelayanan pencegahan dan

pengendalian penyakit, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat pos

binaan terpadu penyakit tidak menular (POSBINDU). Adapun batasan kerja

Puskesmas Lalang adalah;

1. Barat : Polindes Lidi Desa Lidi

2. Timur : Polindes Tewuk Desa Satar Lahing

3. Utara : Pustu Kawit Desa Golo Ros

4. Selatan : Pustu Nanga Lanang Desa Bea Ngencung

B. Hasil Penelitian

a. Analisa Univariat

a. Usia
Tabel 4.1
Karakteristik usia Penderita hipertensi di puskesmas lalang.
(n=61)
Usia n %
26-35 Dewasa awal 5 8,2
36-45 dewasa akhir 4 6,6
46-55 lansia awal 27 44,3
56-65 lansia akhir 18 29,5
65-70 masa manula 7 11,5
Total 61 100,0

Sumberr: data primer hasil penelitian 2022

58
Table 4.1 menunjukan bahwa distribusi usia responden pada pasien

hipertensi dengen persentase tertinggi terdapat pada kategori dengan

rentang 46-55 Tahun (Lansia awal) yaitu sebanyak 27 responden

(44,3%), sedangkan persentase terendah terdapat pada ketegori

rentang usia 36-45 Tahun yaitu sebesar 4 responden dengan persentase

(6,6%).

b. Pendidikan

Table 4.2
Karakteristik pendidikan penderita hipertensi di Puskesmas
Lalang (n=61)
Pendidikan n %
SD 49 80,
3
SMP 3 4,9
SMA 7 11,
5
SARJANA 2 3,3
Total 61 10
0,0

Sumber: data primer hasil penelitian 2022

Tabel 4.2 menunjukan sebagian besar penderita hipertensi

berpendidikan SD yaitu sebanyak 49 responden dengan persentase

(80,3%), sedangkan pendidikan penderita hipertensi terendah adalah

Sarjana yaitu sebanyak 2 responden dengan persentase (3,3%).

c. Jenis kelamin

Tabel 4.3
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Lalang (n=61)

59
Jenis n %
kelamin
Laki-laki 33 54,
1
Perempuan 28 45,
9
Total 61 10
0,0

Sumber: data primer hasil penelitian 2022

Tabel 4.3 menunjukan sebagian besar responden berjenis kelamin

laki-laki yaitu sebanyak 33 responden dengan persentase (54,1%).

Sedangkan sebagian terendah adalah berjenis kelamin perempuan

dengan jumlah 28 responden (45,9%).

d. Status perkawinan
Tabel 4.4
Karakterisktik responden berdasarkan status
perkawian di puskesmas lalang (n=61)

Status perkawinan n %
Sudah menikah 59 96,7
Belum menikah 2 3,3
Total 61 100,0

Sumber: data primer hasil penelitian 2022

Table 4.4 menujukan bahwa sebagian besar responden sudah menikah

dengan jumlah 59 responden dengan persentase (96, 7%).

e. Perkerjaan
Tabel 4.5
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di puskesmas
lalang (n=61)
Pekerjaan n %
Ibu Rumah
9 14,8
Tangga
Tukang 3 4,9
Petani 47 77,0
Guru 2 3,3

60
100,
Total 61
0

Sumber: data primer hasil penelitian 2022

Table 4.5 menujukan bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai


petani yaitu sebanyak 47 responden dengan persentase (77, 0%).
f. Tekanan Darah

1) Tekanan darah sistolik

Tabel 4.7
Karakteristik Responden berdasarkan tekanan dara sistolik di Puskesmas
Lalang (n=61).
Tekanan Darah Sistolik n %
(MmHg)
140-149 12 19,7
150-159 17 27,9
160-169 21 34,4
170-200 11 18,0
Total 61 100,0

Sumber: data primer hasil penelitian 2022

Tabel 4.7 menunjukan bahwa sebagian besar responden yang

hipertensi memiliki Tekanan Darah Sistolik 160-169 MmHg yaitu

sebanyak 21 Responden dengan persentase (34, 4%).

2) Tekanan darah Diastolik


Table 4.8
Karakteristik Responden berdasarkan Tekanan Darah
Diastolik di Puskesmas Lalang (n=61)
Tekanan Darah n %
Diastolik (MmHg)
80-89 19 31,1
90-99 24 39,3
100-109 18 29,5
Total 61 100,
0

61
Sumber: data primer hasil penelitian 2021

Tabel 4.8 menunjukan bahwa sebagian besar responden yang

hipertensi memiliki Tekanan Darah Diastolik terbanyak yaitu 90-99

MmHg sebanyak 24 Responden dengan persentase (39,3%).

g. Pengetahuan
Tabel 4.9
Pengetahuan responden tentang hipertensi di Puskesmas Lalang
(n=61)
Pengetahuan n %
Tinggi 36 59,
0
Rendah 25 41,
0
Total 61 10
0,0
Sumber : data primer hasil penelitian 2022

Tabel 4.9 menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki

pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 36 responden dengan persentase

(59, 0%).

h. Self-efficacy
Tabel 4.10
Self-efficacy penderita hipertensi di Puskesmas Lalang
(n=61)
Self-efficacy n %
Tinggi 30 49,
2
Rendah 31 50,
8
Total 61 10
0,0

Sumber : data primer hasil penelitian 2021

Tabel 4.10 menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki self-

efficacy Rendah yaitu sebanyak 31 Responden dengan persentase (54,

1%).

62
i. Dukungan keluarga
Tabel 4.11
Dukungan keluarga pasien hipertensi di Puskesmas Lalang
(n=61)
Dukungan keluarga n %
Tinggi 31 50,8
Rendah 30 49,2
Total 61 100,0

Sumber : data primer hasil penelitian 2022

Tabel 4.11 menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki

dukungan keluarga tinggi yaitu sebanyak 31 responden dengan

persentase (50, 8%).

j. Perilaku Self –care


Tabel 4.12
Perilaku self-care pasien hipertensi di puskesmas Lalang
(n=61)
Perilaku self-care n %
Baik 34 55,7
Buruk 27 44,3
Total 61 100,0

Sumber : data primer hasil penelitian 2022

Tabel 4.12 menunjukan bahwa perilaku self-care pasien baik sebanyak 34

responden dengan persentase (55, 7%).

b. Analisis bivariate

a. Hubungan pengetahuan dengan perilaku self-care pada pasien

hipertensi dipuskesmas lalang.

63
Tabel 4.13 untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, dengan

perilaku self-care pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Lalang.

Tabel 4.13
Hubungan pengetahuan dengan perilaku self-care pada pasien
hipertensi diwilayah puskesmas Lalang
(n=61)
Pengetahuan Perilaku self-care Total p-value
Baik Buruk
n % n % N %
Tinggi 25 69,4 11 30,6 36 49,2 0.010
Rendah 9 36,0 16 64,0 25 50,8
Total 34 55.7 27 44,3 61 100

Sumber: data primer hasil penelitian 2022 uji chi square

Tabel 4.13 menunjukan bahwa yang memiliki pengetahuan tinggi

berjumlah 36 Orang (59, 0%) dimana yang baik berjumlah 25 orang

(69,4%) dan yang buruk berjumlah 11 orang (30, 6%). Dari hasil

penelitian juga yang memiliki pengetahuan rendah berjumlah 25 orang

(41, 0%) dimana yang baik berjumlah 9 orang (36, 0%) dan yang

buruk berjumlah 16 orang (64, 0%). Berdasarkan uji statistic

menggunkan uji chi square dengan q = 0, 05 didapatkan nilai p = 0,010

< q 0, 05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan perilaku self-care di Puskesmas Lalang.

b. Hubungan self-efficacy dengan perilaku self-care pada pasien

hipertensi di puskesmas lalang

Tabel 4.13 untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, dengan

perilaku self-care pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas

64
Lalang.

Tabel 4. 15
Hubungan self- efficacy dengan perilaku self-care pasien
hipertensi di puskesmas lalang (n=61)

Self -efficacy Perilaku self-care Total p-value


Baik Buruk
n % n % n %
Tinggi 23 76,7 7 23,3 30 49,2 0.001
Rendah 11 35,5 20 64,5 31 50,8
Total 34 55.7 27 44,3 61 100

Sumber: data primer hasil penelitian 2022 uji chi square

Tabel 4.15 menunjukan bahwa yang self-efficacy tinggi

berjumlah 30 orang (49,2 ) dimana yang baik berjumlah 23 orang

(76,7%) dan yang buruk berjumlah 7 orang ( 23,3%). Dari hasil

penelitian juga self-efficacy rendah berjumlah 31 orang (50,8 %)

dimana yang baik ada 11 orang (35,5%) dan yang buruk ada 20 orang

(64,5%). Tabel 4.15 menunjukan ada 50, 8% pasien hipertensi dengan

self- efficacy rendah memilki self-care hipertensi yang buruk.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi square dengan q =

0, 05 didapatkan nilai p = 0,001 < q 0, 05 yang berarti ada hubungan

yang signifikan antara self-efficacy dengan perilaku self-care pada

pasien hipetensi di puskesmas lalang.

c. Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku self-care pada pasien

hipertensi puseksmas lalang.

65
Tabel 4.16
Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku self-care pada
pasien hipertensi di puskesmas lalang
(n=61)
Dukunga
n Perilaku self-care Total p-value
keluarga
Baik Buruk
N % n % n %
Tinggi 23 74,2 8 25,8 31 50,8 0.003
Rendah 11 36,7 19 63,3 30 49,2
Total 34 55.7 27 44,3 61 100

Sumber: data primer hasil penelitian 2022 uji chi square

Tabel 4.16 menunjukan bahwa yang memiliki dukungan keluarga

tinggi berjumlah 31 orang (50,8%) dimana yang baik berjumlah 23

orang (74,2%) dan yang buruk berjumlah 8 orang (25,8%). Dari hasil

penelitian juga yang memiliki dukungan keluarga rendah berjumlah 30

orang (49,2%)dimana yang baik 11 orang (36,7%) dan yang buruk 19

orang (63,3%). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi

square dengan q = 0, 05 didapatkan nilai p = 0,003 < q 0, 05 yang

berarti ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga

dengan perilaku self-care pada pasien hipetensi di puskesmas lalang.

C. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Lalang Kabupaten

Manggarai Timur pada tanggal 02 Maret s/d 30 maret tahun 2022. Jumlah

sampel pada penelitian ini sebanyak 61 Pasien. Berdasarkan Hasil penelitian

hubungan dengan pengetahuan, self-efficacy dan dukungan kelurga dengan

perilaku self-care pada pasien hipertensi di puskesmas Lalang Tahun 2022

telah dikumpulkan dan dibahas berdasarkan karakteristik responden

66
berdasarkan data demografi dan pengetahuan, self-efficacy dan dukungan

keluarga terhadap perilaku self-care pada pasien hipertensi.

1. Analisis Univariat
a. Karakteristik berdasarkan data demografi Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa

distribusi usia responden pada pasien hipertensi di puseksmas Lalang

dengen persentasi tertinggi terdapat pada kategori dengan rentang 46-

55 Tahun yaitu sebanyak 27 responden (44,3%), pendidikan terakhir

pasien hipertensi dari 61 responden mayoritas terbanyak adalah SD

yaitu sebanyak 49 responden (80,3%). Responden terbanyak

berdasarkan berjenis kelamin yang tertinggi berjenis kelamin laki-laki

yaitu sebanyak 33 responden (54,1), sebagaian besar responden sudah

menikah dengan jumlah 59 responden (96,7%). Pekerjaan responden

terbanyak sebagai petani yaitu sebanyak 47 responden (77,0%),

responden yang hipertensi memiliki Tekanan Darah Sistolik terbanyak

yaitu 160-169 MmHg dengan 21 Responden (34,4%), dan responden

yang Tekanan Darah Diastolik terbanyak yaitu 90-99 MmHg sebanyak

24 Responden (39,3%).

Penelitian ini didukung oleh beberapa peneliti; Prisilia dkk

(2016) dalam penelitiannya mengungkapkan bertambahnya usia

seseorang fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses

degenratif (penuaan) sehinggan berbagai macam penyakit akan muncul

pada diri seseorang seperti hipertensi. Tingginya prevalensi penderita

hipertensi pada kebanyakan orang dengan usia yang lebih tua atau

67
lansia dapat disebabkan beberapa faktor. Pola hidup yang buruk,

kurangnya aktivitas yang dilakukan serta keterpaparan dengan resiko

lain yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi pada lansia.

Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan

bertambahnya usia seseorang, hal ini merupakan pengaruh degenerasi

yang terjadi pada orang yang bertambah usianya yang akan berdampak

pada perubahan-perubahan pada diri manusia, seperti perubahan

kognitif melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun) yang

dapat mempengaruhi penerimaan pemahaman suatu informasi (Susilo

& Wulandari, 2011; Sundari, dkk. 2015)

Ilham (2016) dalam penelitiannya bahwa sebagian besar responden

yang memiliki tingkat pendidikan SD hidup di era dimana pendidikan

tidak perlu di prioritaskan sehingga dalam hal informasi terkait

masalah kesehatan tidak terpenuhi. Dalam penelitian yang dilakukan

Nurwijayanti3, (2010) Dalam penelitiannya subjek yang banyak

mengalami hipertensi pada jenis kelamin perempuan sebesar 58,3%

(56 orang). Singalingging (2011) dalam penelitiannya rata-rata

perempuan akan mengalami resiko tekanan darah tinggi (hipertensi)

setelah menopause setelah berusia diatas 45 tahun. Pada penelitian

saya menunjukan bahwa frekuensi pasien terbanyak adalah berjenis

kelamin laki-laki di karena laki-laki di puskesmas lalang ini

kebanyakan perokok dan pengonsumsi alcohol modifikasi gaya hidup

laki-laki masih belum sempurna dibandingkan perempuan. berbeda

68
dengan teori dan hasil penelitian yang dilakukan Nurwijayanti (2010)

dimana penelitian hipertensi yang terbanyak adalah berjenis kelamin

perempuan. Jadi, pada penelitian ini menunjukan bahwa frekuensi

pasien terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki.

Pada penelitian ini menunjukan bahwa status pernikahan yang

paling banyak adalah sudah menikah dibandingkan dengan yang belum

menikah. Penelitian ini didukung Motlagh et al., (2016) bahwa Pasien

hipertensi yang memiliki pasangan (menikah) mempunyai tingkat

kepatuhan yang tinggi terkait diet rendah garam dari pada individu

yang belum menikah. Pada penelitian ini sebagian besar responden

diketahui memiliki tekanan darah pada kategori hipertensi stadium 2.

Hipertensi stadium 2 tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan

perkembangan mulai dari pre-hipertensi hingga stadium 1 kemudian

stadium 2. Perkembangan hipertensi dari kondisi pre-hipertensi sampai

stadium 2 hipertensi menunjukkan kontrol tekanan darah yang kurang

oleh responden.

b. Gambaran Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian responden

yang memiliki pengetahuan tinggi mengalami perilaku self-care baik

dibandingkan responden yang pengetahuannya rendah.

Pengetahuan yang baik pada pasien hipertensi dapat

meningkatkan motivasi diri untuk melakukan praktik perawatan diri

dari pada klien yang tidak mempunyai pengetahuan (Ademe et al.,

2019). Pengetahuan yang tidak memadai menyebabkan individu tidak

69
menyadari terkait status hipertensi dan manajemen perawatan diri

(Dasgupta et al., 2018). Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Sakinah et al., (2020) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan self-management hipertensi pada

masyarakat suku Timor. Pengetahuan yang baik akan meningkatkan

self-management hipertensi, begitu pula sebaliknya pengetahuan yang

rendah akan berdampak pada rendahnya self-management hipertensi

pada masyarakat suku Timor. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat

hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan self care

management pasien hipertensi.

Pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu untuk

proses pengendalian penyakit hipertensi. Dalam proses tersebut

mencakup beberapa metode dan konsep, baik melalui proses

pendidikan maupun melalui pengalaman Wijayanti (2017).

Pengetahuan merupakan bidang penting yang membentuk perilaku

manusia. Dibandingkan dengan perilaku non-pengetahuan, perilaku

berbasis pengetahuan akan lebih konsisten. Pengetahuan inilah yang

dapat mempengaruhi pasien hipertensi dalam melakukan upaya

pengendalian tekanan darah (Notoadmodjo, 2012; Mara, Sari &

Suhatri 2019).

Menurut pendapat peneliti adanya pengetahuan yang tinggi

mengenai hipertensi maka semakin baik pula perawatan diri pasien.

Pengetahuan yang harus diketahui oleh pasien hipertensi berupa arti

70
dari penyakit hipertensi, perawatan medis, gaya hidup dan pentingnya

melakukan pengobatan secara teratur dan terus- menerus dalam waktu

yang panjang serta mengetahui bahaya yang timbul apabila tidak

mengkonsumsi obat.

c. Gambaran Self-efficacy

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian responden

yang memiliki self-efficacy tinggi mengalami perilaku self-care baik

dibandingkan responden yang pengetahuannya rendah.

Penelitian ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh (Oka

et al., 2020) Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan signifikan

antara self-efficacy dengan self-management behaviour pada pasien

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Hasil

penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Puspita et al., (2019)

yang mengatakan bahwa efikasi diri penderita hipertensi berhubungan

positif dengan perilaku diet hipertensi yang dilakukan sehari-hari.

Sehingga, efikasi diri yang baik akan menunjukkan perilaku diet yang

baik pula. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat hubungan yang

signifikan antara efikasi diri dengan self-care management pasien

hipertensi.

Hasil ini menunjukan bahwa sebagian besar pasien hipertensi

memiliki keyakinan yang rendah untuk melakukan perawatan diri.

Memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang lebih baik dalam

proses perubahan perilaku kesehatan sehingga sangat penting untuk

71
meningkatkan perilaku perawatan diri pada klien hipertensi. Seseorang

dengan self- efficacy yang tinggi akan menganggap bahwa dirinya

mampu menggunakan kemampuan untuk mencapai suatu hasil yang

baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Begitu pula sebaliknya,

apabila seseorang dengan self-efficacy yang rendah akan menganggap

bahwa kemampuan yang dimiliki belum tentu dapat membuat dia

mampu untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Self-efficacy adalah

prasyarat terpenting untuk perubahan perilaku.

Menurut pendapat peneliti adanya self-efficacy yang tinggi sangat

berpengaruh terhadap perilaku self –care pada pasien hipertensi,

semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki individu maka semakin

tinggi juga kecederungan untuk melakukan perilaku self-care.

c. Gambaran Dukungan keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian responden

yang memiliki dukungan keluarga tinggi mengalami perilaku self-care

baik dibandingkan responden yang mendapat dukungan keluarga rendah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Olalemi, et al. (2020)

menyebutkan bahwa dengan dukungan keluarga yang tinggi maka pasien

akan memiliki kepatuhan yang baik dibandingkan dengan pasien yang

mendapatkan dukungan yang rendah. Penelitian ini diperkuat oleh Osamor

(2015) juga membuktikan bahwa dukungan keluarga memiliki korelasi

yang kuat dengan kepatuhan pengobatan penderita hipertensi.

Penelitian ini di dukung oleh Bujawati, (2021) Hasil penelitian

72
menunjukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan penghargaan

keluarga dengan self-care behavior penderita hipertensi dengan nilai p =

0.001 (p-value <0.05). Hal serupa di ungkapkan Friedman, (2010)

mengatakan bahwa keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan seperti

dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan

dukungan informasi. Komponen tersebut digunakan guna mendukung

responden dalam meningkatkan derajat kesehatan klien. Penelitian yang

dilakukan Sinaga (2014) menyatakan bahwa dukungan dari anggota

keluarga dapat menjadi salah satu motifasi atau suatu dorongan bagi

penderita untuk melakukan kegiatan dalam hal pencegahan hipertensi.

Menurut pendapat peneliti adanya dukungan keluarga yang tinggi

berupa dukungan penilaian dukungan instrumental, dukungan

informasional dan dukungan emosional dapat membuat penderita

hipertensi dan mengikuti perilaku perawatan diri dan ketentuan terapi yang

diterapkan oleh petugas kesehatan dan adanya kepedulian keluarga

mengingatkan penderita untuk selaku melakukan tindakan perilaku

perawatan diri ( self-care).

d. Gambaran Perilaku Self-care

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata sebagian

responden yang memiliki perilaku self-care yang baik, dibandingkan

perilaku self-care yang buruk.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Manangkot & Suindrayasa,

(2020) dalam penelitiannya Gambaran skor self care behaviour

73
menunjukkan rata-rata skor self care behaviour responden adalah 20,30,

dimana terdapat responden yang memiliki skor maksimal mencapai 28.

Hal ini menunjukkan sebagian besar responden dalam penelitian ini telah

mendapatkan informasi yang adekuat, tidak hanya mengenai penyakit

hipertensinya, tetapi juga dengan konsep perawatan terkait penyakitnya.

Penelitian ini di dukung oleh penelitian Romadhon, Haryanto,

Makhfudli, & Hadisuyatmana (2020), yang mendapatkan hasil dari 252

responden lansia yang diteliti, 73 orang berada pada kategori self care

behaviour yang baik, dan 99 orang berada pada kategori self care

behaviour yang cukup. Perawatan diri merupakan aktivitas yang dilakukan

oleh individu untuk menjaga kesehatan secara mandiri (Orem, 2010). Teori

self-care OREM mengatakan bahwa perawatan diri merupakan kegiatan

untuk membentuk kemandirian individu guna mempertahankan

kesehatannya. Perawatan diri (self- care) merupakan perawatan diri sendiri

yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik

maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi dari berbagai

faktor, diantaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga,

pengetahuan terhadap perawatan diri serta persepsi terhadap perawatan

diri (Hidayat, 2009).

Menurut pendapat peneliti dengan adanya perilaku self-care yang

baik maka proses penyembuhan dari pasien hipertensi akan lebih cepat

karena pasien sendiri mengetahui pengobatan atau tindakan apa yang

mendukung proses penyembuhan mulai sering kontrol tekanan darah

74
sampai pada terapi, sedangkan pasien yang perilaku self-carenya buruk

lebih cendurung mengabaikan penyakit dan menganggap bahwa hipertensi

bukan penyakit yang mematikan sehingga malas untuk melakukan

perawatan diri.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan pengetahuan dengan perilaku self-care pada pasien

hipertensi di Puskesmas Lalang.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan perilaku self-care, sebagian

responden memiliki pengetahuan tinggi memiliki self-care baik

dibandingkan responden yang pengetahuannya rendah maka buruk

pula perilaku self-care mereka.

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman

yang berasal dari berbagai macam sumber seperti, media poster,

kerabat dekat, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas

kesehatan, dan sebagainya Alhogbi, (2017). Penelitian ini sejalan

dengan penelitian Sakinah et al., (2020) didapatkan hasil bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan self-

management hipertensi pada masyarakat suku Timor. Pengetahuan

yang baik akan meningkatkan self-management hipertensi, begitu pula

sebaliknya pengetahuan yang rendah akan berdampak pada rendahnya

self-management hipertensi pada masyarakat suku Timor. Hasil

penelitian ini menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara

75
pengetahuan dengan self care management pasien hipertensi.

Hasil penelitian ini didukung oleh Wei & Omar (2017) yang

menyatakan bahwa pengetahuan, sikap dan persepsi tentang hipertensi

memainkan peran yang relatif besar dalam manajemen diri penyakit

hipertensi. Pengetahuan akan meningkatkan kesadaran (awareness)

dalam melakukan kontrol terhadap tekanan darah tinggi, oleh karena

itu perlu edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap penderita

hipertensi.

Moradi, Nasiri, Jahanshahi, & Hajiahmadi, (2019) dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa pengetahuan tentang self-

management hipertensi berpengaruh terhadap kepatuhan

mengkonsumsi garam, aktivitas fisik, penurunan berat badan dan

konsumsi buah dan sayuran pada penderita hipertensi.

Menurut Nuwa (2018) hal yang paling penting dalam

penatalaksanaan pasien dengan penyakit kronis adalah mekanisme

adaptasi positif terhadap penyakit yang dideritanya. Adaptasi positif

adalah kemampuan untuk mempertahankan atau mendapatkan kembali

kesehatan meski mengalami kesulitan. Dengan beradaptasi terhadap

penyakitnya pasien akan meningkatkan kemampuan perawatan dirinya.

Adaptasi positif ini berjalan seiring dengan penatalaksanaan penyakit

yang dideritanya.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang mengatakan

bahwa persepsi penyakit adalah konsep utama dari pengaturan diri

76
terhadap sehat dan sakit. Berdasarkan konsep tersebut seseorang

memiliki kepercayaan pribadi tentang penyakit mereka, yang sebagian

besar dapat menentukan respon seseorang terhadap kondisi mereka.

Persepsi penyakit meliputi persepsi yang dirasakan yang dikaitkan

dengan kondisi seseorang, keyakinan terhadap lama penyakit yang

diderita, konsekuensinya, kemampuan yang dirasakan untuk

mengendalikan kondisi dan sejauh mana pengobatan efektif dalam

mengendalikan kondisi sakitnya, pemahaman tentang kondisinya,

respon emosional dan kekhawatiran mengenai kondisinya, dan

keyakinan tentang kemungkinan penyebab kondisi tersebut. Persepsi

diri dapat memainkan peran penting dalam perilaku manajemen diri

penderita hipertensi Gholamnejad et al., (2019).

Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien dengan pengetahuan

tinggi lebih baik dibandingkan dengan pasien yang pengetahuan

rendah. Adanya pengetahuan yang tinggi memberikan motivasi dan

dorongan dalam melakukan perawatan diri karena dengan pengetahuan

yang tinggi pasien hipertensi sendiri dapat mengetahui dampaknya

ketika tidak melakukan perawatan diri. Pengetahuan yang rendah

mungkin disebabkan kerena pendidikan yang rendah sehingga sumber

pengetahuan yang mereka dapatkan juga sedikit, tetapi dalam

penelitian ini rata-rata pendidikan tertinggi mereka adalah SD. Dalam

hal ini pendidikan rendah tidak menjadi halangan untuk mendapatkan

pengetahuan, karena pengetahuan bisa didapatkan kapan saja apalagi

77
dengan kemajuan teknologi ini pasien yang pendidikan SD bisa

mendapatkan informasi melalui media poster, kerabat dekat, media

massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan. Dalam hal

ini pengetahuan sangat terkait dengan perilaku self-care pasien

hipertensi

b. Hubungan self-efficacy dengan perilaku self-care pada pasien

hipertensi di Puskesmas Lalang.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan yang

signifikan antara self-efficacy deng perilaku self-care sebagian

responden yang memiliki self-efficacy tinggi mengalami perilaku

self-care baik dibandingkan responden yang pengetahuannya rendah.

Penelitian ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh

(Oka et al., 2020) Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan

antara self-efficacy dengan self-management behaviour pada pasien

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Hasil

penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Puspita et al., (2019)

yang mengatakan bahwa efikasi diri penderita hipertensi berhubungan

positif dengan perilaku diet hipertensi yang dilakukan sehari-hari.

Sehingga, efikasi diri yang baik akan menunjukkan perilaku diet yang

baik pula. Selain itu, efikasi diri yang baik menunjukkan perilaku diet

hipertensi dua kali lipat lebih tinggi. Dengan demikian meningkatkan

kebiasaan perilaku diet yang baik pada penderita hipertensi dapat

dilakukan dengan meningkatkan efikasi diri penderita hipertensi

78
tersebut. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat hubungan yang

signifikan antara efikasi diri dengan self-care management pasien

hipertensi.

Self-Efficacy akan mempengaruhi bagaimana seseorang

berpikir, merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak. Efikasi diri

merupakan prediktor penting dalam menentukan tingkat kepatuhan

dalam melaksanakan manajemen perawatan diri. Semakin tinggi

efikasi diri seseorang, maka semakin baik hasil manajemen perawatan

dirinya. Efikasi diri dibutuhkan agar penderita hipertensi termotivasi

untuk dapat memperoleh derajat kesehatan yang lebih baik lagi melalui

keyakinannya menjalankan manajemen perawatan diri (Hu et al.,

2013).

Self-efficacy mempengaruhi kognitif, afektif dan motivasi pasien

hipertensi dalam manajemen atau mengontrol tekanan darah. Proses

tersebut akan membentuk keyakinan dan merubah perilaku kesehatan

untuk mencapai tujuan pengobatan hipertensi (Adanza, 2015). Self-

efficacy dapat memotivasi pasien untuk merubah atau mempertahankan

perilakunya dalam kepatuhan minum obat, diet, latihan fisik sehingga

tekanan darah seseorang akan dapat terontrol (Kaveh - Savadkooh,

Zakerimoghadam, Gheyasvandian, & Kazemnejad, 2012 Dalam (Oka

et al., 2020)

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasien dengan self-

efficacy tinggi memiliki self-care baik dibandingkan dengan pasien

79
self-efficacy rendah meskipun di frekuensi self-efficacy yang

terbanyak adalah self-efficacy rendah. Dalam hal ini self-efficacy

sangat berhubungan dengan perilaku self-care pada pasien hipertensi di

Puskesmas Lalang.

c. Hubungan dukungan keluarga dengan perilaku self-care pada pasien

hipertensi di puskesmas Lalang.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan

signifikan antara dukungan keluarga dengan perilaku self-care

sebagian responden yang memiliki dukungan keluarga tinggi

mengalami perilaku self-care baik dibandingkan responden yang

mendapat dukungan keluarga rendah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sinaga

(2014) menyatakan bahwa dukungan dari anggota keluarga dapat

menjadi salah satu motifasi atau suatu dorongan bagi penderita untuk

melakukan kegiatan dalam hal pencegahan hipertensi.Hal serupa

didukung oleh penelitian yang dilakukan Yenni (2011) bahwa

seseorang yang mengalami hipertensi mendapat dukungan keluaraga

yang cukup dari anggota keluarga yang lain maka orang tersebut akan

termotivasi untuk merubah perilakunya untuk menjalani gaya hidup

sehat secara optimal sehingga dapat meningkat derajat kesehatanya

dan kulaitas hidupnya.

Penelitian ini didukung oleh penelitian Olalemi, et al. (2020)

menyebutkan bahwa dengan dukungan keluarga yang tinggi maka

80
pasien akan memiliki kepatuhan yang baik dibandingkan dengan

pasien yang mendapatkan dukungan yang rendah. Penelitian ini

diperkuat oleh Osamor (2015) juga membuktikan bahwa dukungan

keluarga memiliki korelasi yang kuat dengan kepatuhan pengobatan

penderita hipertensi.

Penelitian ini di dukung oleh Bujawati, (2021) Hasil penelitian

menunjukan ada hubungan yang signifikan antara dukungan

penghargaan keluarga dengan self-care behavior penderita hipertensi

dengan nilai p = 0.001 (p-value <0.05). Hal serupa di ungkapkan

(Friedman, 2010) mengatakan bahwa keluarga memiliki beberapa

bentuk dukungan seperti dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan instrumental dan dukungan informasi. Komponen tersebut

digunakan guna mendukung responden dalam meningkatkan derajat

kesehatan klien.

Menurut pendapat peneliti dukungan keluarga sangat berperan

penting dalam proses perawatan diri karena dengan adanya dukungan

keluarga yang tinggi maka pasien hipertensi dapat termotifasi dan

dapat dorongan untuk melakukan perilaku perawatan diri. Dalam hal

ini dukungan keluarga sangat mempengaruhi perilaku perawatan diri

pasien hipertensi.

D. Keterbatasan Penelitian.

Keterbatasan peneliti selama proses penelitian adalah;

1. Dalam penelitian ini peneliti tidak menyertakan lama menderita penyakit

81
hipertensi pada responden, diharapakn peneliti selajutnya menyertakan

durasi hipertensi.

2. Pilihan jawaban dalam kuesioner merupakan jawaban subyektif dari

responden sehingga dapat mempengaruh hasil penelitian.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut;

1. Adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku

self-care pada pasien hipertensi di Wilanyah kerja Pueskesmas Lalng.

82
Hasil penelitian ini menujukan sebagian besar memiliki pengetahuan baik.

2. Adanya hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan perilaku

self-care pada pasien hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Lalang. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa self-efficacy tinggi cenderung memiliki

self-care yang baik.

3. Adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan

perilaku self-care pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Lalang. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar memiliki dukungan

keluarga tinggi.

B. Saran
1. Bagi almamater UNIKA
Semoga penelitian ini dapat menjadi informasi yang berguna untuk

menambah wawasan mahasiswa tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku self-care pada pasien hipertensi dipuskesmas

Lalang.

2. Bagi responden

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan responden dapat lebih

meningkat perilaku self-care dengan bantuan petugas kesehatan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat mengembangkan penelitian dengan menjelaskan

penelitian secara kualitatif untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku self-care pada pasienhipertensi

83
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli. (2014). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan
gangguan kardiovaskuler: aplikasi NIC&NOC. Jakarta: EGC

Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Bujawati, E. (2021). Family Support Through Self Care Behavior for


Hypertension Patients Dukungan Keluarga Melalui Self Care Behaviour
pada Penderita Hipertensi. 2(1), 1–8.
https://doi.org/10.24252/diversity.v2i1.23180

Darnindro, N., & Sarwono, J. (2017). Prevalensi Ketidakpatuhan Kunjungan


Kontrol pada Pasien Hipertensi yang Berobat di Rumah Sakit Rujukan
Primer dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. https://doi.org/10.7454/jpdi.v4i3.138

Friedman, M. Marliyan. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori


dan Praktik, (Edisi Ke-5). Jakarta: EGC

Fernalia, Busjra, W. J. (2019). EFEKTIVITAS METODE EDUKASI


AUDIOVISUAL TERHADAP SELF MANAGEMENT PADA PASIEN
HIPERTENSI. Jurnal Keperawatan Silampari, volume 3 n.

Gusty &, & Merdawati. (2020). Perilaku Perawatan Diri Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pasien Hipertensi Di Padang Self-Care Behaviour
Practices and Associated Factors Among Adult Hypertensive Patients in
Padang. Jurnal Kepe, 11(1), 51–58.

Hanata, Y. (2011). Deteksi Dini dan Pencegahan 7 Penyebab Mati Muda

Haryanto, Rini, Dkk. (2015).Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah1Dengan


Diagnosis NANDA Internasional.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Junaedi, Edi, Sufrida.Y, dan Gusti (2013). Hipertensi Kandas Berkat


Herbal.Jakarta Fmedia (Import Argo Media Pustaka).

Kowalak JP, W Mayer Weish,.(2011). Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh


Andry Hartono. Jakarta: EGC.

84
Le Mone, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ganngguan Respirasi.
Jakarta: EGC

Manangkot, M. V., & Suindrayasa, I. M. (2020). Gambaran Self Care Behaviour


Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar. Coping:
Community of Publishing in Nursing, 8(4), 410.
https://doi.org/10.24843/coping.2020.v08.i04.p09

Manurung, Nixson. (2018). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

Mutaqqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Nurwijayanti3, I. G. W. A. A. A. M. (2010). FAKTOR-FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN SELF CARE PADA ORANG DEWASA YANG
MENGALAMI HIPERTENSI DI PUSKESMAS KENDAL 01 KABUPATEN
KENDAL. 46–53.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan metodelogi penelitian Ilmu


keperawatan Edisi 2. Jakarta : salemba medika .

Nursalam. (2013). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: pendekatan praktis


Edisi 3 . Jakarta : Salemba Medika .

Nursalam. (2015). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2016). metodelogi penelitian ilmu keperawatan Edisi 4. Jakarta :


salemba medika

Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. Medical Journal of Lampung


University, 4(5), pp. 10-19.

Romadhon, W. A., Aridamayanti, B. G., Syanif, A. H., & Sari, G. M. (2020).


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-care Behavior pada Klien dengan
Hipertensi di Komunitas. Jurnal Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES”
(Journal of Health Research “Forikes Voice”), 11(April), 37.
https://doi.org/10.33846/sf11nk206

Rozani, M. (2020). Self-care and Related Factors in Hypertensive Patients: a


Literature Review. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan
Keperawatan, 10(1), 266–278. https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1.419
85
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

Smeltzer & Bare. (2001). Buku AjarKeperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth Vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., & Bare, B.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 12. Jakarta: EGC

Smeltzer, et al (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth (Ed.8, Vol. 1, 2). Jakarta: EGC.

Sakinah, S., Ratu, J. M., & Weraman, P. (2020). Hubungan antara Karakteristik
Demografi dan Pengetahuan dengan Self Management Hipertensi Pada
Masyarakat Suku Timor: Penelitian Cross sectional. Jurnal Penelitian
Kesehatan “SUARA FORIKES” (Journal of Health Research “Forikes
Voice”), 11(3), 245. https://doi.org/10.33846/sf11305

Sugiyono, (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif,Dan R&D. Bandung : Alfabeta

Triyanto, dkk (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bujawati, E. (2021). Family Support Through Self Care Behavior for


Hypertension Patients Dukungan Keluarga Melalui Self Care Behaviour
pada Penderita Hipertensi. 2(1), 1–8.
https://doi.org/10.24252/diversity.v2i1.23180

Fernalia, Busjra, W. J. (2019). EFEKTIVITAS METODE EDUKASI


AUDIOVISUAL TERHADAP SELF MANAGEMENT PADA PASIEN
HIPERTENSI. Jurnal Keperawatan Silampari, volume 3 n.

Gusty &, & Merdawati. (2020). Perilaku Perawatan Diri Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pasien Hipertensi Di Padang Self-Care Behaviour
Practices and Associated Factors Among Adult Hypertensive Patients in
Padang. Jurnal Kepe, 11(1), 51–58.

Manangkot, M. V., & Suindrayasa, I. M. (2020). Gambaran Self Care Behaviour


Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar. Coping:
Community of Publishing in Nursing, 8(4), 410.
https://doi.org/10.24843/coping.2020.v08.i04.p09

86
Nurwijayanti3, I. G. W. A. A. A. M. (2010). FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN SELF CARE PADA ORANG DEWASA YANG
MENGALAMI HIPERTENSI DI PUSKESMAS KENDAL 01 KABUPATEN
KENDAL. 46–53.

Romadhon, W. A., Aridamayanti, B. G., Syanif, A. H., & Sari, G. M. (2020).


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-care Behavior pada Klien dengan
Hipertensi di Komunitas. Jurnal Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES”
(Journal of Health Research “Forikes Voice”), 11(April), 37.
https://doi.org/10.33846/sf11nk206

Rozani, M. (2020). Self-care and Related Factors in Hypertensive Patients: a


Literature Review. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan
Keperawatan, 10(1), 266–278. https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1.419

Sakinah, S., Ratu, J. M., & Weraman, P. (2020). Hubungan antara Karakteristik
Demografi dan Pengetahuan dengan Self Management Hipertensi Pada
Masyarakat Suku Timor: Penelitian Cross sectional. Jurnal Penelitian
Kesehatan “SUARA FORIKES” (Journal of Health Research “Forikes
Voice”), 11(3), 245. https://doi.org/10.33846/sf11305

Sundari & Bangsawan. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Tlogowungu Kabupaten Pati.
https://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes/article/
download/7/8. Diakes pada tanggal 15 Juni 2021.
Susilo Yekti, Wulandari. (2012). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta;
Penerbit ANDI.

87

Anda mungkin juga menyukai