SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Farmasi (S-1)
Oleh :
NANDA RISKI YULIANTI
NIM : F420185041
PEMBIMBING :
i
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Kudus,
Penyusun
v
RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama : Nanda Riski Yulainti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Kudus, 3 Juli 2000
Alamat : Kandangmas rt 2 rw 13 Dawe Kudus
No. Telepon : 085602780842
Institusi : Universitas Muhammadiyah Kudus
Angkatan : IV (Empat)
B. DATA PENDIDIKAN
1. SD N 6 Kandangmas
2. SMP N 2 Dawe Kudus
3. SMK AL–Islam Kudus
4. Universitas Muhammadiyah Kudus
vi
KATA PENGANTAR
Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan Ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “EVALUASI RASIONALITAS
ANTIBIOTIK OBAT ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN PEDIATRIK di
PUSKESMAS REJOSARI”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi di Universitas Muhammadiyah Kudus.
Saya menyadari banyak pihak yang memberikan dukungan, bantuan, dan
bimbingan selama masa kuliah hingga sampai menyelesaikan studi dan tugas
akhir ini. Oleh karena itu sudah sepantasnya saya mengucapkan banyak
terimakasih dan mendoakan semoga Allah senantiasa memberikan balasan yang
terbaik kepada :
vii
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan
saran yang membangun selalu peneliti harapkan demi kesempurnaan
penelitian ini yang nantinya akan memberikan manfaat kepada banyak
pihak. Aamiin.
viii
DAFTAR ISI
ix
2 Klasifikasi Populasi Pediatrik...............................................................14
3 Fisiologi dan kinetik pada pediatrik....................................................14
C. Antibiotik..........................................................................................14
1. Definisi Antibiotik...................................................................................14
2. Golongan antibiotik berdasarkan struktur kimia...............................16
3. Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja antibiotik
16
4. Penggolongan antibiotik berdasarkan antivitas antibiotik...............17
5. Penggolongan antibiotik berdasarkan pola bunuh Antibiotik.........17
6. Penatalaksanaan Antibiotik pada ISPA non pneumonia................18
D. Pengobatan yang Rasional............................................................20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................24
A. Variabel Penelitian...........................................................................24
B. Hipotesis Penelitian........................................................................24
C. Kerangka Konsep Penelitian..........................................................24
D. Rancangan Penelitian.....................................................................25
1. Jenis Penelitian.....................................................................................25
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data............................................25
3. Metode Pengumpulan Data.................................................................25
4. Teknik pengumpulan data...................................................................26
5. Populasi Penelitian...............................................................................26
6. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian.........................................26
7. Definisi Operasional..............................................................................28
8. Instrument Penelitian dan Penelitian.................................................29
BAB IV HASIL PENELITIAN...........................................................................32
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................................32
B. Karakteristik Pasien........................................................................32
1. Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin..........................................32
2. Karakteristik Berdasarkan usia...........................................................32
3. Penggunaan Obat.................................................................................33
C. Analisis Univariat............................................................................34
1. Tepat dosis...........................................................................................34
x
2. Tepat Indikasi.......................................................................................34
3. Tepat Pasien.........................................................................................34
4. Tepat Obat.............................................................................................35
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................36
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN....................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
xi
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penelitian
Lampiran 2 Hasil Data
Lampiran 3 Surat Izin Dinas Kesehatan
Lampiran 4 Berita Acara Penyerahan Revisi Proposal Skripsi
Lampiran 5 Berita Acara Perbaikan Proposal Skripsi
Lampiran 6 Lembara Pertanyaan Ujian Proposal Skripsi
Lampiran 7 Brerita Acara Perbaikan Skripsi
Lampiran 8 Lembar Pertanyaan Ujian Skripsi
Lampiran 9 Lembar Konsultasi
xiii
DAFTAR SINGKATAN
DM Dextrometorfan
xiv
Universitas Muhammadiyah Kudus
Jurusan S-1 Farmasi
Skripsi Farmasi, Oktober 2022
Abstrak
Latar Belakang : Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum
dan sering terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan Wilayah
infeksinya terbagi menjadi dua yaitu infeksi saluran napas atas dan infeksi
saluran napas bawah. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) umumnya terjadi
pada anak-anak dan orang dewasa.Prevalensi tertinggi pada balita (>35%),
Provinsi Jawa Tengah dengan prevalensi tertiinggi pada derah kabupaten kota
yaitu kota kudus dengan rentan prevalensi sangat bervariasi (10,7%-43,1%).
Angka prevalensi ISPA di Provinsi jawa tengah dalam sebulan terakhir mencapai
29,1% dan terbanyak ditemukan dalam 16 kabupaten kota yang terdirinya
dengan kasus terbanyak di kabupaten kudus
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi rasionalitas antibiotik Ispa
non-pnemonia pada pasien pediatrik Puskesmas Rejosari Dawe Kudus.Untuk
mengetahui kerasionalitasan berdasarkan tepat obat,tepat dosis,tepat pasien,
dan tepat indikasi.
Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan retropectiv untuk mengetahui
rasionalitas pengobatan pengobatan ISPA non pneumonia dilihat berdasarkan
data rekam medis bulan (Januari – Desember 2021), menggunakan 50
responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian pada
rekam medik.
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data penggunaan obat Antibiotik
pada pasien ISPA non Pneumonia pada pasien pediatrik di Puskesmas Rejosari
Tahun 2021 adalah pada kriteria tepat dosis yaitu sebanyak 47 responden
(94%), pada tepat indikasi sebanyak 50 responden (100%), pada tepat pasien
sebanyak 50 responden (100%), pada tepat obat sebanyak 50 responden
(100%)
Kesimpulan: Penggunaan obat Antibiotik untuk pasien ISPA non pneumonia
pada pasien pediatrik belum bisa dikatakan rasional
1
Mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah Kudus
2
Dosen Kebidanan Universitas Muhammadiyah Kudus
3
Dosen Farmasi Universitas Muhammadiyah Kudus
xv
University Of Muhammadiyah Kudus
S-1 Pharmacy Majority
Pharmacy Thesis, October 2022
Abstract
1
Pharmacy Student at Muhammadiyah Kudus University
2
Lecturers of Midwifery at Muhammadiyah Kudus University
3
Pharmacy Lecturers at Muhammadiyah Kudus Universiti
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum dan sering
terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan Wilayah
infeksinya terbagi menjadi dua yaitu infeksi saluran napas atas dan infeksi
saluran napas bawah. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) umumnya
terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang merupakan menjadi
penyebab utama morbiditas ringan. ISPA biasanya disebabkan oleh beberapa
virus seperti rhinovirus, coronavirus, parainfluenza, respiratorial virus (RSV),
dan adenovirus. Penyakit ini akan menyerang tubuh apabila sistem imun
menurun, biasanya anak di bawah lima tahun merupakan kelompok yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai
penyakit sehingga kejadian ISPA pada pasien pediatrik memberikan
gambaran klinik yang lebih berat. Hal ini disebabkan karena ISPA pada anak
umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta sistem imun tubuh
alamiah belum terbentuk secara optimal sedangkan pada orang dewasa
sistem imun tubuh atau kekebalan alamiah lebih optimal sedangkan pada
orang dewasa sistem imun tubuh atau kekebalan alamiah yang ada didalam
tubuh lebih optimal karena sudah pernah terpapar infeksi sebelumnya. [1]
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan
dan kematian yang paling banyak pada anak, terutama bayi, karena saluran
napasnnya masih sempit dan daya tahan tubuhnnya masih rendah. Gangguan
pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh infeksi, kelaina
organin, trauma, alergi dan lain – lain. Dan pada pola penggunaan peresepan
antibiotik yang tidak tepat dapat berakibat pada resistensi antibiotik, sehingga
perlu dilakukan setrategi penggunaan antibiotik untuk mencegah kejadian
resistensi antibiotik yaitu dengan mengevaluasi rasionalitas penggunaan
antibiotik [2]
World Health Organization (WHO), memperkirakan insiden infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita
di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal
setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara
1
berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama
kematian dengan menubuh 4 juta anak balita setiap tahun (Silaban, 2015).
Kejadian ISPA pada Balita di Indonesia yaitu mencapai 3-6 kali per 3 tahun
dan 10-20% adalah pneumonia
Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta kasus, China 21 juta kasus,
Pakistan 10 juta kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6
juta kasus, semua kasus ISPA yang terjadi dimasyarakat 7-13% merupakan
kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit (Aditama, 2012).
Menurut Kemenkes RI (2017) kasus ISPA mencapai 28% dengan 533,187
kasus yang ditemukan pada tahun 2016 dengan 18 provinsi diantaranya
mempunyai prevalensi di atas angka nasional.[3]
Menurut Riskesdas 2007, prevalensi ISPA di Indonesia mencapai 25,5%
dan provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mempunyai
prevalensi diatas angka nasional yaitu 29,08%. Prevalensi tertinggi pada
balita (>35%), sedangkan prevalensi terendah pada kelompok umur 15-24
tahun. Provinsi Jawa Tengah dengan prevalensi tertiinggi pada derah
kabupaten kota yaitu kota kudus dengan rentan prevalensi sangat bervarasi
(10,7%-43,1%). Angka prevalensi ISPA di Provinsi jawa tengah dalam
sebulan terakhir mencapai 29,1% dan terbanyak ditemukan dalam 16
kabupaten kota yang terdirinya dengan kasus terbanyak di kabupaten kudus.[4]
Penggunaan obat rasional adalah penggunaan obat yang disesuaikan
dengan kebutuhan klinis pasien. Obat yang diberikan harus sesuai dengan
penyakit yang diderita, oleh karena itu diagnosis ditegakkan harus tepat agar
mencapai keberhasilan terapi [5]. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat
menimbulkan beberapa kerugian yang tidak bisa ditangani akibat meluasnya
penggunaan obat[6]. Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi
beberapa kriteria antara lain tepat diagnosa, tepat obat, tepat dosis, tetap cara
pemberian, tepat interval waktu pemberian. Tepat lama pemberian, tepat
penilaian kondisi pasie, tepat informasi dan tepat penyerahan obat [7]
Dampak dari pemakaiaan antibiotik yang tidak rasional atau tidak tepat
dapat berakibat timbulnya resistensi antibiotik, meningkatkan toksisitas,
meningkatnya efek samping antibiotik tersebut, dan biaya pengobatan yang
meningkat. Faktor-faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi klinik
adalah penggunaan antimikroba yang irasional, penggunaan antimikroba yang
sering, penggunaan antimikroba baru yang berlebihan, penggunaan
3
E. Keaslian Penelitian
Adapun penelitian terkait tentang Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat
ISPA non-penmonia pada Pasien Pediatrik yang pernah dilakukan yaitu :
Tabel 1. 1 Keaslian Penelitan
- Rasionalitas
yang diamati
tepat pasien,
tepat
obat,tepat
indikasi, tepat
dosis, dan
tepat cara
pemberian.
F. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus
tahun 2022.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian akan dilakukan di Instalasi Rawat Jalan di Puskesmas Rejosari
Dawe Kudus.
3. Ruang Lingkup Materi
Masalah yang dikaji adalah mengenai rasionalitas penggunaan obat
antibiotik pada pasien pediatrik dengan Infeksi Saluran pernafasan Akut
8
adanya batuk dan sukar bernafas dan tidak adanya tarikan dinding dada
bagian bawah dan gejala untuk anak usia kurang dari 2 bulan yaitu ditandai
dengan tidak adanya nafas cepat [13]
Fenomena ISPA banyak terjadi dan dialami masyarakat. Oleh sebab itu,
kita harus mengenal ISPA sejak dini, baik dari penyebab, gejala serta
pengobatan yang dibutuhkan. Apabila ISPA bertambah parah, maka akan
terjadi demam tinggi. Gejala lain yang lebih serius akan muncul, seperti:
kesulitan bernapas, menggigil, rendahnya tingkat oksigen dalam darah serta
kesadaran yang menurun dan bahkan pingsan[14]
3. Etiologi ISPA non pneumonia
ISPA dapat disebabkan oleh berbagai virus atau bakteri, seperti
adenovirus yang terdiri dari 50 jenis yang berbeda yang menyebabkan pilek,
bronchitis. Untuk tindakan pengobatan dapat dilakukan pada ISPA non
pneumenia yaitu pada keadaan flu dan batuk, seperti penekan batuk yaitu
codein, dektromertofan (DM), ammonium klorida dan noskapin serta
dekongestan untuk obat flu. Sementara untuk penderita ISPA pneumonia,
pioneers dianjurkan segera mengkonsultasikan pada dokter atau unit
pelayanan kesehatan. Pada ISPA non pnemonia akan menimbulkan gejala
yang terjadi pada hidung dan paru-paru. Beberapa gejala antara lain: hidung
tersumbat dan berair , paru-paru terasa terhambat dan batuk, tenggorokan
terasa sakit serta kerap merasakan kelelahan.
4. Penatalaksanaan ISPA non Pneumonia
Pedoman penatalaksanaan ISPA non pneumonia akan memberikan
standart pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi
penggunaan antibiotik. Untuk kasus batuk pilek biasa serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat.
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA yang tergolong pada ISPA non
pneumonia yaitu tonisilitis dan faringitis. Tonisilitis adalah infeksi akut,rekuren
atau kronik pada tonsil atau faringotonsil yang dapat disebabkan oleh
berbagai virus seperti Herpes Simplex Virus (HSV), Epstein Barr (EBV),
sitomegalovirus, adenovirus, S aureus, M. Pneumonia. Tonisilitis paling
sering dijumpai pada anak. Hampir semua anak sedikitnya pernah
mengalami sekali infeksi tonilitis, dan angka kejadian pada anak kurang
lebih 12% dengan penyebab streptokokus sering pada anak umur 5-15 tahun,
dan penyebab virus sering pada anak kecil. Terapi medik antibiotiksecara
11
kausal ditujukan untuk kuman patogen, dipilih antibiotik penesilin (12,3 mg/kg
setiap 6 jam atau 25 mg/kg setiap 12 jam untuk 10 hari.
Untuk terapi ISPA non Pneumonia yaitu tanpa pemberian obat antibiotik
hanya diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak ada zat yang merugikan seperti
Kodein, Dekstrometorfan dan Antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman Streptococcus dan harus diberi antibiotik (Penisilin)
selama 10 hari.
Faringitis yaitu infeksi akut sistem pernafasan atas yang sering menjadi
masalah bagi anak, hampur 1/3 nya dengan keluhan sakit tenggorokan.
Faringitis juga merupakan salah satu ISPA atas yang banyak terjadi pada
anak. Faringitis juga biasanya terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak
yang berusia dibawah 1 tahun. Kejadiannya akan meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur, mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut
hingga dewasa. Istilah faringitis digunakan untuk menunjukkan semua infeksi
akut pada faring yang berlanjung hingga 14 hari. Faringitis merupakan
peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain disekitarnya.
Infeksi pada daeraah faring dan sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri
tenggorokan.
Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi penyebab faringitis, virus
merupakan penyebab terbanyak faringitis terutama pada anak usia kurang
dari 3 tahun. Virus penyebab penyakit pernafasan seperti Adenovirus,
Rhenofirus, dan virus influenza. Antibiotik pilihan pada terapi faringitis adalah
penisilin oral 15-30 mg/kg/BB/hari dengan pemberian 2-4x sehari selama 10
hari. Tanda dan gejala klinis ISPA non pneumonia yaitu banyak bervariasi
antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia( tidak nafsu makan),
batuk, stridor (suara nafas).
Dalam American Academy Of Pediatrics (AAP) untuk menyembuhkan
penyakit ISPA non Pneumonia ini tidak perlu menggunakan obat - obatan
antibiotik, karena penggunaan antibiotik disebabkan oleh virus yang dapat
sembuh sendiri tanpa pemberian antibiotik, karena penggunaan antibiotik
dapat menimbulkan efek cukup berbahaya. Meskipun kebanyakan ISPA non
12
pneumonia disebabkan oleh virus yang dapat sembuh tanpa pemberian obat
– obatan terapetik, namun terapi yang bisa digunakan untuk adalah antibiotik.
Alasan diberikannnya antibiotik yaitu untuk mempercepat penyembuhan
penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan simtomatik.[14]
5. Perawatan ISPA non Pneumonia di rumah
Beberapa perawatan yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA di rumah menurut Depkes RI, 2010 antara lain:
a. Pemberian kompres
Pemberian kompres dilakukan bila anak panas atau demam yaitu
dimana suhu tubuh lebih tinggi dan suhu normal (36,5 – 37,5 0) yaitu 37,50
atau lebih, pada tubuh anak teraba panas. Upaya penurunan suhu dapat
dilakukan baik secara farmakologi atau non farmakologi. Secara
dfarmakologi dapat diberikan antipiretik sedangkan secara non
farmakologi dapat dilakukan berbagai metode untuk menurunkan demam
seperti dengan metode tepid sponge (kompres hangat). Tepid sponge
merupakan tindakan penurunan suhu tubuh yang efektif bagi anak yang
mengalami demam tinggi.
Selain dari pemberian kompres beberapa hal yang dapat dilakukan
adalah memakaikan anak dengan baju atau selimut yang tipis seperti
katun, karena penggunaan paikaian dan selimut yang tebal akan
menghambat penurunan panas, mengganti pakaian yang basah karena
keringat dengan pakaiaan kering.
1) Memberikan minum yang lebih banyak pada anak
Anak dengan infeksi pernafasan dapat kehilangan cairan lebih
banyak dari biasannya terutama jika anak demam atau muntah dan
lain-lain. Anjurkan orang tua untuk memberikan cairan tambahan
menambah pemberian susu, airputih, buah, dan lain- lain. Kehilangan
cairan akan meningkat selama sakit ISPA non pneumonia pada anak
jika demam. Pemberian hidrasi yang adekuat merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan karena demam berkaitan dengan
kehilangan cairan dan elektrolit.
2) Istirahat tidur
Penderita ISPA non Pneumonia biasanya mudah letih, lemah
dalam melakukan aktivitas sebaiknya jangan memberikan aktivitas
yang berlebih karena dapat mengurangi kebutuhan energi yang
13
kesehatan anak sejak lahir sampai dewasa muda. Pediatrik juga merupakan
disiplin ilmu yang berhubungan dengan pengaruh biologis, sosial, lingkungan
dan dampak penyakit pada perkembangan anak. Anak-anak berbeda dari
orang dewasa secara anatomis, fisiologis, imunologis, psikologis,
perkembangan dan metabolism.
2 Klasifikasi Populasi Pediatrik
Secara internasional populasi pediatrik dikelompokan menjadi, Preterm
newborn Infants ( bayi premature yang baru lahir), newborn infants ( bayi yang
baru lahir umur 0-28 hari), In fants ans toddlers ( bayi dan anak kecil yang
baru belajar berjalan umur >28 hari sampai 23 bulan), Children (anak-anak
umur 2-11 tahun), Adolescents (anak remaja umur 12 sampai 16 sampai 18
tahun).
3 Fisiologi dan kinetik pada pediatrik
Pada pediatrik, secara fisiologi beberapa organ penting belum matang
seperti bahwa orang dewasa. Oleh karena itu akan mempengaruhi proses
farmakokinetik-farmakodinamik obat dan perubahan akan terjadi sejalan
dengan pendewasaan, sehingga mempengaruhi efikasi atau toksisitas obat
menurut Departemen Kesehatan, 2009.
C. Antibiotik
1. Definisi Antibiotik
Antibiotik yaitu zat-zat kimia yang di hasilkan oleh fungi dan bakteri yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Antibiotik adalah suatu
bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik atau hasil sintesis atau
semisintesis yang mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat merintangi
atau memusnahkan jasad renik yang lainnya.prinsip penggunaan antibiotik
didasarkan pada dua perkembangan utama, yaitu penyebab infeksi dan faktor
pasien.[15]
Antibiotik digunakan dalam terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dengan tujuan sebagai terapi emperik infeksi, terapi definitif infeksi,
profilaksis non- Bedah, profilaksis Bedah. Sebelum terapi menggunakan
antimikroba sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi benar-benar ada.
Hal ini disebabkan ada beberapa kondisi penyakit maupun obat yang dapat
menimbulakan gejala atau tanda yang mirip dengan infeksi. Selain itu
pemakaiaan antibiotik tanda didasari bukti infeksi dapat meneyebabkan
15
Umur 5-
12 25 –
50
mg/kg/har
i
Pharmaceutical care
19
2. Rhinitis
Rhinitis ditandai dengan adanya demam. Rhinitis penyebabnya adalah
rhinovirus. Pengobatan rhinitis tidak memerlukan antibiotik apapun.
5. Mastoiditis akut
Mastoiditis akut adalah infeksi tulang yang ditandai oleh sakit serta
pembengkakan di belakang atau di atas telinga. Antibiotik pilihan pada
terapi mastoiditis akut adalah kloramfenikol i.v atau i.m 25 mg/kg 3-4 x
sehari selama 10-14 hari, ampisilin oral 25-30 mg/kg 4 x sehari selama 10
14 hari, seftriakson i.v atau i.m 50 mg/kg 2 x sehari selama 5 hari.
20
6. Sinusitis
inusitis akut biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi virus
saluran pernapasan bagian atas. Gejala yang timbul gatal pada hidung,
pembengkakan periorbital, batuk, dan demam. Antibiotik pilihan pada terapi
sinusitis adalah amoksisilin oral 15 mg/kg 3-4 x sehari selama 7-10 hari,
amoksisilin + asam klavulanat oral 7,5-15 mg/kg 3 x sehari selama 10 hari,
sulfametoksasol + trimetoprim oral 20 mg/kg + 4 mg/kg 2 x sehari selama
7-10 hari.
2. Tepat dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap
efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat
yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya
efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin
tercapainya kadar terapi yang diharapkan.dikatakan tepat dosis jika
amoxicilin untuk otitis media amoxicilin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3
dosis, untuk sinusitis amoxicilin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis,
untuk faringitis amoxicilin 40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis selama 10
hari. Dan dikatakan tidak tepat jika tidak sesuai dengan pharmacheutical
care
3. Tepat pasien
Tepat pasien yaitu perintah pengobatan yang dibutuhkan sesuai
dengan keadaan pasien, dan ketidak taatan minum obat biasannya terjadi
karena jenis obat yang terlalu beragam, dan jenis obat terlalu banyak
jumlahnya. Dan dikatakan tidak tepat pasien jika pasien tidak sesuai
gejala yang dialami dan tidak sesuai pengobatan yang diberikan terlalu
banyak sehingga pasien tidak tepat dalam mengkonsumsi dan informasi
yang didapat kurang jelas.
4. Tepat indikasi
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik seperti antibiotik
yang diberikan hanya untuk infeksi bakteri dan dikatan tidak tepat yaitu
pemberian antibiotik ke pasien yang tidak mengalami infeksi bakteri
secara spesifik.[17]
22
3. Kerangka Teori
Penelitian ini meliputi evaluasi Rasionalitas penggunaan antibiotik
ISPA non pneumonia sebagai variabel tambahan sebagai variabel
pengamatan yang mempengaruhi rasionalitas penggunaan obat sebagai
variabel terikat. Karakteristik kasus – kasus pasien
ISPA non pneumonia
secara ringkas. Kerangka teori penelitian dapat dilihat pada gambar 1
24
25
Variabel terikat
Variabel bebas
D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan observasional yang bersifat deskriptif.
Penelitian deskriptif dilakukan terhadap sekumpulan obyek yang biasanya
bertujuaan untuk melihat gambaran fenomena termasuk kesehatan yang
terjadi didalam suatu populasi tertentu.
n= N
1 + N (d2)
Keterangan :
n= ukuran sampel
N= ukuran populasi
27
n= N
1 + N (d2)
n= 1 + 101 (0,12)
n= 1 + 101 (0,1 x 0,1)
n= 1 + 101 x 0,01
n= 1 + 1,01
n= 101 : 2,01
n= 50,25
Dari perhitungan diatas maka jumlah sampel yang harus ada pada
penelitian ini adalah 50,25 responden, dibulatkan menjadi 50 responden.
b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling yaitu Teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu.
Alasan menggunakan Teknik purposive sampling yaitu karena tidak
semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti.
Pada penelitian ini pengambilan data sampel dengan cara memilih rekam
medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan kriteria inklusi
dan eksklusi:
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian yang
dapat dijadikan sampel penelitian karena memenuhi syarat. Kriteria
inklusi yang dapat dimasukkan sebagai sampel adalah :
a. Semua pasien rawat jalan yang terdiagnosis ISPA non
pneumonia
b. Mendapat terapi antibiotik
c. Mendapatkan terapi antibiotik dengan kombinasi antibiotik lain
d. Pasien anak umur 1-12 tahun
e. Pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
28
2) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi Kriteria responden sudah masuk dan harus dikeluarkan
dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien ISPA non pneumonia dan penyakit penyerta lain
b. Pasien yang tidak mendapat terapi antibiotik
c. Pasien dengan data yang tidak lengkap
d. Pasien yang meninggal dunia
e. Pasien yang berumur 1- 12 tahun
7. Definisi Operasional
Definisi Operasional Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai
dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Definisi operasional pada
Dilakukan penelitian
a. Pengolahan data
1) Editing (Penyuntingan)
Memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau yang
dikumpulkan dari rekam medik pasien ISPA non pneumonia di
Puskesmas Rejosari
2) Coding (Pengkodean)
Pemberian kode numerik (angka) pada kategori angka pada
rasionalitas antibiotik dan penggunaan antibiotik.
3) Scoring (Penilaian)
Proses pemberian nilai pada jawaban yang telah diterapkan.
4) Processing (Memasukkan data)
Data dimasukkan dalam program komputer. Program yang digunakan
adalah SPSS for Window.
5) Cleaning (Pembersihan data)
Kegiatan pengecekan kembali data yang telah dimasukkan, yang
bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidak lengkapan, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
b. Analisis Data
Data yang telah diolah tidak aka nada maknanya tanpa dianalisi.
Tujuan dari analisis data adalah untuk memperoleh gambaran dari hasil
penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian, membuktikan
hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dan memeperoleh
kesimpulan secara umum. Pada penelitian ini, data yang sudah doperoleh
kemudian dianalisa dengan :
1) Analisis Univariat
Merupakan Analisa yang dilakukan terhadap variabel dari hasil
penelitian. Analisis univariat hanya menghasilkan distribusi dan
presentase dari tiap variabel.
Analisa univariat digunakan untuk menggambarkan tiap variable
bebas dan variabel terikat. Selanjutnya dicari masing-masing presentase
dengan rumus :
31
∑% = ƒ x 100%
Keterangan :
∑% = Hasil presentase
ƒ = Frekuensi hasil pencapaian
N = Total seluruh observasi
Untuk mengetahui Rasionalitas antibiotik pada penderita
ISPA non Pneumonia digunakan persentase ketepatan pada
pemberian antibiotic pada penelitian.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
32
33
tahun karena pasien ISPA non Pneumonia yang menjadi sampel memiliki
rentang ujia 1-6 tahun.
Tabel 4.2
Karakteristik Pasien ISPA non Pneumonia Berdasarkan Usia di
Puskesmas Rejosari Dawe Kudus Tahun 2021 (N=50)
Usia Jumlah Persentase %
1-4 tahun 39 78%
5-6 tahun 11 22%
Total 50 100%
Sumber data rekam medis pasien ISPA non Pneumonia yang diolah 2021
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh, presentase kejadian ISPA non
Pneumonia pada rentan usia tahun 1 tahun sebanyak 7 responden (14%),
untuk rentan pasien umur 2 tahun sebanyak 15 responden (30%), pada
rentan usia 3 tahun sebanyak 12 responden (24%), pada rentan umur 4
tahun sebanyak 5 responden (10%), pada rentan umur 5 tahun sebanyak 6
responden (12%), pada rentan umur 6 tahun sebanyak 5 responden (10%).
Dan diketahui bahwa rentan usia yang terkena ISPA non Pneumonia pada
umur 2-3 tahun karena mas aaktif dan masa pertumbuhan menuju balita
dan mudah terinfeksi dan imun tubuh diusia 1-5 tahun masihbelum
maksimal sehingga mudah tertular penyakit ISPA non Pneumonia.
3. Penggunaan Obat
Distribusi penggunaan Antibiotik pada pasien ISPA non Pneumonia di
Puskesmas Rejosari Dawe Kudus Tahun 2021 berdasarkan pemilihan
antibiotik. Disajikan pada tebal 4.3.
Tabel 4.3
C. Analisis Univariat
1. Tepat dosis
Berdasarkan kerasionalan penggunaan obat Antibiotik dari ketepatan indikasi
penyakit pasien. dari 50 pasien ISPA non Pneumonia yang menjalani Rawat
Jalan di Puskesmas Rejosari. Disajikan pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Tepat Dosis Antibiotik di
Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Rejosari Dawe Kudus Tahun
2021
Tepat Dosis Jumlah Presentase
%
Tepat 47 94%
Tidak Tepat 3 6%
Total 50 100%
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui dosis obat Antibotik yang sesuai dengan range
dosis sebanyak 47 responden(94%) dan Tidak Tepat sebanyak 3 responden(6%)
pada Antibiotik Amoxicilin pada umur 1 tahun sebanyak 2 respondek (4%) dan
dosis antibiotic terbanyak yaitu amoxicillin sebanyak 25 responden (50%).
2. Tepat Indikasi
Berdasarkan kerasionalan penggunaan obat Antibiotik dari ketepatan indikasi
penyakit pasien, dari 50 pasien ISPA non Pneumonia yang menjalani Rawat
Jalan di Puskesmas Rejosari disajikan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
3. Tepat Pasien
35
Tabel 4.6
Distribusi responden berdasarkan Tepat Pasien Pemberian Antibiotik di
Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Rejosari Dawe Kudus 2021
Tepat Pasien Jumlah Presentase %
Tepat 50 100%
Tidak Tepat 0 0%
Total 50 100%
Pada tabel 4.6 dari 50 pasien ISPA non Pneumonia yang menjalani Rawat Jalan
di Puskesmas Rejosari diketahui dosis obat Antibotik yang sesuai dengan
ketepatan kondisi pasien sebanyak 50 responden (100%).
4. Tepat Obat
Berdasarkan kerasionalan penggunaan obat Antibiotik dari ketepatan indikasi
penyakit pasien di Puskesmas Rejosari Dawe Kudus disajikan pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Distribusi responden berdasarkan Tepat Obat Pemberian Antibiotik di
Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Rejosari Dawe Kudus 2021
BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Jenis kelamin
Berdasarkan tabel 4.1 Hasil yang didapat dari penelitian
mendapatkan karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin terbagi
menjadi 2 yaitu laki-laki dan perempuan. Penelitian ini dilakukan pada
anak usia 1-6 tahun dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Non
Pneumonia ) di Intalasi Rawat Jalan Puskesmas Rejosari Dawe Kudus
Tahun 2021, dimana sampel yang digunakan sebanyak 50 responden
menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki sebanyak 27 responden (54%)
dan Perempuan sebanyak 23 responden (46%). Hal ini menunjukkan
bahwa jenis kelamin laki-laki lebih sering mengalami ISPA non
Pneumonia dibandingkan dengan perempuan yang disebabkan
kharakteristik anak laki-laki sering bermain di luar rumah ditempat kotor
dan berdebu sehingga lebih mudah dalam proses penularan penyebab
Infeksi saluran pernafasan akut non pneumonia, dan laki-laki lebih sering
beraktivitas yang berelebihan sehingga energi yang diluarkan akan lebih
banyak dibandingkan perempuan sehingga system kekebalan tubuh pada
anak laki-laki lebih menurun dibandingkan perempuan sedangkan pada
laki-laki yang lebih sering Lelah dapat menyebabkan lambatnya
pertumbuhan system imun tubuh dan menyebabkan berkurangan nya
waktu istirahat sehingga pembentukan organ yang masih belum
sempurna.[18]
Penelitian ini didukung dengan penelitian sebelum nya yang
dilakukan oleh Nisa (2015) yang membuktikan bahwa Sebagian besar
penderita ISPA non Pneumonia adalah berjenis kelmin laki-laki (55,5%).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kusumanata & Endrawati(2014) juga
mendapatkan bahwa penderita ISPA lebih banyak terjadi pada laki-laki
(55,8%). Pada dasarnya penderita ISPA non Pneumonia ini memiliki
selisih yang tidak terlalu jauh antara laki-laki dan perempuan, anak laki-
laki lebih banyak terkena ISPA non Pneumonia dibandingkan perempuan.
36
37
dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa.
[19]
2. Tepat Indikasi
Berdasarkan tabel 4.5 mendapatkan hasil berdasarkan ketepatan
indikasi pada pasien ISPA non pneumonia. Tepat indikasi merupakan
ketepatan pemberian obat yang sesuai dengan ketepatann diagnosis dan
keluhan dari pasie. Tepat indikasi dalam penggunaan obat yaitu
ketepatan terhadap diagnosis yang ditetapkan oleh dokter pada pasien.
Ketepatan penggunaan obat dapat dilihat dari ketepatan memutuskan
pemberian obat yang sepenuhnya berdasarkan alasan medis. Evaluasi
ketepatan indikasi dilihat dari perlu tidak nya pasien diberi obat
berdasarkan keluhan dan diagnosi. Tepat indikasi adalah kesesuaian
penatalaksanaan terhadap indikasi pada penyakit indikasi yang benar
berdasarkan diagnosa yang benar. Jika diagnosa tidak ditegakkan
dengan benar,maka pemilihan obat akan mengacu pada diagnosa yang
keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai
dengan indikasi yang seharusnya. Pada penelitian ini mendapatkan hasil
yang tepat sebanyak 50 responden (100%) dilihat dari hasil data yang
diperoleh pada psien ISPA non Pneumonia karena pada diagnosis yang
diberikan cukup sesuai dengan kondisi pasien walaupun terkadang untuk
pemberian dosis yang belum maksimal pada kondisi pasien. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fatimah pada ketepatan
indikasi juga menghasilkan prevalensi sebanyak 100% tepat indikasi
pada pengobatan infeksi saluran pernafasan akut (non pneumonia)
adalah ketepatan pada penggunaan antibiotic yang cukup sering
digunakan pada penyakit tersebut.[23]
3. Tepat pasien
Berdasarkan tebal 4.6 mendapatkan hasil berdasarkan ketepatan
pasien pada pasien ISPA non pneumonia. Tepat pasien adalah
didasarkan pada ketepatan penggunaan obat yang disesuaikan dengan
kondisi patologi maupun fisiologi dari pasien dan ada kontraindikasi. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh siska pada tahun 2018 pada
evaluasi rasionalitas tepat pasien dengan responden sebanyak 146
(100%) disini juga dilihat dari hasil pasien tidak mengalami kontraidikasi.
Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan dari 50 responden
(100%) yang dapat dilihat pada tabel 4.6 dimana hal tersebut terjadi
karena setelah dianalisis Antibiotik yang diberikan kombinasi atau tunggal
42
tidak mengalami kontraindikasi bagi pasien. Akan tetapi, data ini memiliki
kekurangan karena tidak dapat menggambarkan kondisi pasien yang
sebenarnya, mengingat data yang digunakan adalah data sekunder
berupa rekam medis.
4. Tepat pemilihan obat
Berdasarkan tebal 4.7 berdasarkan tepat pemilihan obat pada
penelitian ini adalah. Hasil penelitian mendapatkan tepat obat antibiotik
didapatkan sebanyak 50 responden (100%). Disini bisa dilakukan
keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosa
terdiletakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus
yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan di kota kemang dengan
mengevaluasi penggunaan antibiotik pada psien infeksi saluran
pernafasan akut (non pneumonia)menghasilkan prevalensi tepat
pemberian obat sebanyak 213 responden (100%) yaitu memberikan
tanda bahwa sudah memberikan antibiotik yang sesuai.
Pada penelitian pemberian antibiotic paling banyak pada jenis
antibiotic amoxicillin sebanyak 50%. Hal ini terjadi karena efek samping
tang terjadi lebih minimal serta harga yang relative murah. Selain itu
sediaan dipuskesmas juga lebih banyak jenis amoxicillin. Amoxicillin
merupakan antibiotik jenis penisilin semi sintetik yang stabil dalam
suasana asam, kerja bakterisida atau pembunuh bakterinya seperti
ampisilin. Amoxicillin diabsorbsi dengan cepat dan baik disaluran
pencernaa, tidak tergantung adanya makanan dalam lambung dan
konsentrasinya dalam darah tinggi sehingga efektivitasnya tingg.
Amoxicillin diekskresikan atau dibuang terutama melalui ginja, dalam air
kemih terdapat dalam bentuk aktif. Amoxicillin sangat efektif terhadap
organisme gram positifdan gram negatif. Penggunaan amoxicillin
seringkali dikombinasi dengan asam klavulanat untuk meningkatkan
potensi dalam membunuh bakteri.[19]
5. Keterbatasan Penelitian
a. Penentuan dosis obat pada beberapa rekam medis tidak berdasarkan
berat badan, hanya sediaan obat di Puskesmas
43
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil penelitian mendapatkan dosis antibiotik kategori tepat didapatkan
sebanyak 47 responden (94%). Dimana dosis terapi antibiotic paling
banyak yaitu amoxicillin dengan jumlah sebanyak 25 responden (50%)
sedangkan ada 2 responden yang diberikan amoxicillin terlalu besar dosis
bagi anak umur 1 tahun dalam dosis 3 x 1 hari dengan jenis antibiotic
amoxicillin sebanyak 2 responden (4%).
2. Hasil penelitian mendapatkan sebanyak 50 responden (100%) kategori
tepat idikasi yang mana tepat indikasi paling banyak ditemukan pada
pasien ISPA non Pneumonia dan batuk yang paling banyak mendapatkan
antibiotik amoxicillin sebanyak 25 responden (50%) dan jumlah yang
cukup banyak pada pemberian cefixime sebanyak 12 responden (24%).
3. Hasil penelitian mendapatkan 50 responden (100%) kategori tepat
pemberian obat berdasarkan jenis antibiotic, yaitu jumlah paling banyak
yaitu amoxicilin sebanyak 25 responden (50%) dan dalam jumlah lain
yaitu antibiotik ciprofloxacin sebanyak 8 responden (16%)
4. Hasil penelitian rasionalitas terpai paling banyak kategori rasionalitas 47
responden (94%).
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai
masukan serta menambah variable penelitian seperti indikasi penyakit,
rasionalitas dengan dosis harian, dan bagi penelitia selanjunya dapat
melakukan pengujian efektivitas penggunaan antibiotik.
2. Bagi Profesi Apoteker
Petugas dan apoteker dapat menjadikan standar pemberian obat sebagai
acuan peresepan kepada pasien.
3. Bagi Puskesmas
Pihak Puskesmas dapat membuat aturan dalam penggunaan obat yang
disesuai kan dengan formularium obat
43
45
DAFTAR PUSTAKA
[1] Nur Hidaya Tunnisa M, - and Nadia Husna, - and Sugiyono, “Bab I
Pendahuluan,” J. Inf., vol. 10, no. I, pp. 1–16, 2021, [Online]. Available:
http://repository.unjaya.ac.id/4008/2/Abstrak_2517076_Nur Hidaya
Tunnisa Mony_Farmasi.pdf.
[2] A. APRILIA, Ririn Dyah Ayu and , Tanti Azizah Sujono, M.Sc., “Bab I
Pendahuluan ِ,” J. Inf., vol. 10, no. 3, pp. 1–16, 2009, [Online]. Available:
http://eprints.ums.ac.id/39983/2/BAB 1.pdf.
[3] N. K. Suryani, “No Title,” GAMBARAN Pengetah. IBU TENTANG
PENATALAKSANAAN ISPA PADA BALITA DI DESA BUNGAYA, Kec.
BEBANDEM, KABUPATEN KARANGASEM, vol. 1, p. 3, 2021.
[4] D. RI, “Departemen Kesehatan RI,” Profil Kesehat. Indones., 2008,
[Online]. Available: http://www.depkes.go.id.
[5] A. Pratiwi and R. Sinuraya, “Prescribing Analysis for 2–5 Years Old
Children in Bandung During Year 2012,” Indones. J. Clin. Pharm., vol. 3,
no. 1, pp. 18–23, 2014, doi: 10.15416/ijcp.2014.3.1.18.
[6] G. P. Benua, G. A. R. Tiwow, S. D. Untu, and F. A. Karauwan, “Evaluasi
Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien ISPA Di Puskesmas
Tonusu Kecamatan Pamona Puselemba Kabupaten Poso,” J.
Biofarmasetikal Trop., vol. 2019, no. 2, pp. 136–140, 2019, [Online].
Available: https://journal.fmipaukit.ac.id/index.php/jbt/article/view/126.
[7] N. Radiah and D. Hidayani, “Rasionalitas penggunaan obat pada pasien
Ispa ( Pneumonia dan Non Pneumonia ) anak di Puskesmas Mataram,” J.
Ilmu Kesehat. dan Farm., vol. 8, no. 1, pp. 27–30, 2020.
[8] R. S. Gulo, Kajian peresepan antibiotik pada pasien pediatrik rawat jalan di
RSUD Gunungsitoli Nias, vol. 2, no. 1. 2018.
[9] T. K. . dan P. A, “Prest,M.,2003,” Farm. Klin. menuju pengobatan yang
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien,.
[10] R. Dewi, R. Dewi, D. Sutrisno, D. Sutrisno, and F. Medina, “Evaluasi
Penggunaan Antibiotik Infeksi Saluran Pernapasan Atas pada Anak di
Puskesmas Olak Kemang Kota Jambi Tahun 2018,” Pharm. J. Farm.
Indones. (Pharmaceutical J. Indones., vol. 17, no. 1, p. 158, 2020, doi:
10.30595/pharmacy.v17i1.6936.
46
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt
1. Penyusunan
Judul
2. Bimbingan
Bab I
3. Bimbingan
Bab II
4. Bimbingan
Bab III
5. Ujian Proposal
6. Revisi
Proposal
7. Penelitian dan
Pengumpulan
data
8. Pengolahan
data hasil
penelitian
9. Penyusunan
Skripsi Bab
IV,V,VI