Anda di halaman 1dari 187

ANALISIS KEMAMPUAN PSIKOMOTOR SISWA

PADA PEMBELAJARAN HANDS ON


TEKNIK CHALLENGE EXPLORATION ACTIVITY
(Sebuah StudiDeskriptif Di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota Tangerang)

SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SarjanaPendidikan (S.Pd) Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:
HENDRIYAN
106016300649

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
ABSTRACT

Hendriyan (106016300649). “Analysis of Psychomotor Ability Students In


Hands On Learning Technique Challenge Exploration Activity” Skripsi,
Program Study of Physics Education, Departement of Natural Science Education,
Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, State Islamic University of Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.

This study aims to determine the psychomotor skills of students in learning hands
on technique challenge exploration activity. Psychomotor aspects used by
Trowbridge and Bybe include moving (bergerak), communicating
(berkomunikasi), manipulating (memanipulasi), and creating (berkreasi). The
research was conducted at SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh Tangerang City in
the school year 2012/2013. The method used is descriptive method. Sampling was
conducted using purposive sampling techniques, class VII-1 N=34 as an
experimental group that uses hands-on learning techniques challenge exploration
activity. The research instrument used was a non-test instruments such as
psychomotor student observation sheet. Data instrument were analyzed using
descriptive quantitative analysis then used the percentage and descriptive of
analysis. The study results demonstrate psychomotor skills for students in every
aspect of learning hands on technique challenge is the exploration activity: the
moving aspect (71.5%) categorized as good, manipulating aspects (84%)
including the excellent category, aspects of communicating (73.6% ) including
good category, and aspects of creating (64.4%) including both categories.
ABSTRAK

Hendriyan (106016300649). “Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Pada


Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity.” Skripsi,
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa pada


pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Aspek psikomotor
yang digunakan menurut Trowbridge dan Bybe meliputi moving (bergerak),
communicating (komunikasi), manipulating (memanipulasi), dan creating
(berkreasi). Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh Kota
Tangerang pada tahun pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik
purposive sampling, siswa kelas VII-1 N=34 sebagai kelompok eksperimen yang
menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen non-tes berupa lembar
observasi psikomotor siswa untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa
selama pembelajaran berlangsung. Data instrumen dianalisis menggunakan
analisis deskriptif kuantitatif dengan merubah menjadi data persentase kemudian
dianalisis secara deskriptif. Hasil studi menunjukkan kemampuan psikomotor
siswa pada setiap aspek selama pembelajaran hands on teknik challenge
exploration activity adalah: pada aspek moving (71,5%), aspek manipulating
(84%), aspek communicating (73,6%), dan aspek creating (64,4%).

Kata kunci : hands on teknik challenge exploration activity, psikomotor.

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Illahi Rabbi,


Tuhan semesta alam, berkat rahmat dan kuasa-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah berupa skripsi. Shalawat
beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda alam Rasulullah
Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan terbaik bagi segenap umat,
kepada segenap keluarga dan sahabatnya yang selalu menjaga kemurnian
teladan-Nya. Juga semoga kepada seluruh umatnya. Amiin.
Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
psikomotor siswa pada pembelajaran hands on teknik challenge exploration
activity, sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi alternatif
oleh guru dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran fisika. Peneliti
menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari
dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Mudah-mudahan Allah SWT
membalas jasa dan pengorbanan mereka yang telah membantu menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Sujiwo Miranto, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Bapak Iwan
Permana Suwarna, M.Pd., Dosen Pembimbing II, yang telah ikhlas
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing peneliti selama
proses penyusunan skripsi.
4. Ibu Erina Hertanti, M.Si., Dosen Penguji I dan Bapak Hasian Pohan M.Si.,
Dosen Penguji II yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan
selama revisi skripsi.
5. Seluruh dosen UIN khususnya dosen pendidikan IPA beserta staf-stafnya
yang telah banyak membantu.

iii
6. Bapak Bustami, Kepala SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh, dan Bapak
Wahyudin, guru mata pelajaran Fisika, yang telah memberikan izin
penelitian. Seluruh guru-guru SMP Muhammadiyah 4, Seluruh siswa kelas
VII-1 yang telah berpartisipasi selama peneliti melakukan eksperimen
dalam penelitian.
7. Kedua orang tuaku, Bapak Muslim dan Ibu Amenah yang selalu
mencurahkan kasih sayang, do’a, dan motivasi yang tak terbatas kepada
peneliti. Kedua kakakku Andhika dan Yeni Rahman S.Pd yang banyak
memberikan dukungan dan semangat. Pamanku Muhibi S.Pd yang telah
memberikan bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA maupun program studi
pendidikan fisika angkatan 2006, lebih khusus kepada rekan-rekan physics
brothers, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, dan bantuan selama
masa-masa kuliah maupun selama penyusunan skripsi.
Semoga amal baik dan pengorbanan kalian semua dibalas oleh
Allah SWT dengan balasan yang lebih baik, jazákumullah ahsan al-jazâ’.

Jakarta, Agustus 2013

Hendriyan

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ........................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1


A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................ 5
C. Pembatasan Masalah .................................................... 5
D. Rumusan Masalah ........................................................ 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA PIKIR ..... 8


A. Deskripsi Teoretis ........................................................ 8
1. Filsafat Konstruktivisme ............................................. 8
2. Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme .................... 9
3. Hakikat Pembelajaran IPA .......................................... 14
4. Pembelajaran Hands On ............................................ 15
5. Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA ... 21
6. Penilaian Ranah Psikomotor ....................................... 22
7. Hubungan Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam
Pembelajaran Hands On.............................................. 24
8. Konsep Kalor ............................................................. 28
9. Penelitian Relevan ..................................................... 33
B. Kerangka Pikir .............................................................. 36
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................... 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 37
B. Subjek Penelitian ........................................................... 37
C. Metode Penelitian .......................................................... 38
D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ................... 38
E. Instrumen Penelitian ....................................................... 39
1. Instrumen Nontes ..................................................... 39
a. Perangkat Pembelajaran ........................................ 39
b. Lembar Observasi ............................................... 39
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 41
a. Tahap Persiapan ................................................. 41
b. Tahap Pelaksanaan ............................................. 41
G. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ..................... 43
H. Teknik Analisis Data ........................................................ 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 47


A. Hasil Penelitian ............................................................. 47
1. Pertemuan I ............................................................... 47
2. Pertemuan II .............................................................. 49
3. Pertemuan III ........................................................... 52
B. Pembahasan ..................................................................... 63
1. Pertemuan I ............................................................... 63
2. Pertemuan II .............................................................. 64
3. Pertemuan III ........................................................... 66

BAB V PENUTUP ......................................................................... 68


A. Kesimpulan ................................................................... 68
B. Saran ............................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 73

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Perubahan Wujud Zat ................................................. 32


Gambar 4.1 Diagram Batang Aspek Psikomotor Siswa Selama Proses
Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration
Activity ................................................................................. 57

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Aspek Psikomotor Siswa Yang Akan Diukur ....................... 40


Tabel 3.2 Uji Validasi Ahli ................................................................ 42
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak) ..................... 45
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) .... 46
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) .................. 47
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) ....................... 48
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aspek Manipulating (Memanipulasi) ...... 48
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) ..... 49
Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) .................. 51
Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) ....................... 52
Tabel 4.9 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) ..... 52
Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) .................. 53
Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak)
Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran................................... 54
Tabel 4.12 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)
Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran................................... 55
Tabel 4.13 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)
Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran................................... 56
Tabel 4.14 Aspek Psikomotor Tiap Pertemuan ...................................... 57

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Perangkat Pembelajaran ................................................... 75


Lampiran B Instrumen Observasi ......................................................... 98
Lampiran C Lembar Hasil Observasi ................................................. 106
Lampiran D Lembar Uji Referensi, dan Surat Keterangan .................. 112

ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan IPA (fisika) tidak hanya ditujukan pada produk ilmiah saja,
namun meliputi juga metode ilmiah dan sikap ilmiah. Hal ini berarti bahwa belajar
fisika bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan
berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya
pengalaman dengan membuat hipotesa, meramalkan, mengetes hipotesa,
memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mengungkap pertanyaan,
mengekspresikan gagasan untuk membentuk pengetahuan baru. Namun
kenyataannya pembelajaran fisika masih di dominasi metode konvensional.
Pembelajaran fisika dengan metode konvensional dirasakan kurang efektif karena
siswa kurang merespon materi yang disampaikan guru sehingga sulit untuk
memahami suatu konsep yang sedang diajarkan. Kesulitan siswa memahami
konsep fisika karena selama ini siswa hanya memahaminya secara abstrak tanpa
terlibat langsung untuk mengungkap konsep yang diajarkan. Akibatnya, siswa
sulit memabangkitkan ingatan yang sebelumnya didapat sehingga siswa belum
mampu untuk menghubungkan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang
lainnya.
Selama peneliti melakukan observasi disekolah, peneliti menemukan
beberapa fakta dilapangan bahwa guru beranggapan ranah kognitif sudah cukup
untuk mengetahui hasil belajar siswa, adapun ranah afektif guru hanya menilai
dari tugas rumah yang diberikan guru kepada siswa, kerajinan siswa
mengumpulkan tugas rumah itulah yang dijadikan nilai afektif siswa. Sedangkan
ranah psikomotor jarang sekali dilakukan guru, bahkan dalam satu semester
praktikum hanya dilakukan satu kali. Kendala yang sering ditemui guru adalah
masalah waktu jam mengajar, kurangnya waktu untuk melakukan praktikum
menjadi kendala utama bagi guru karena waktu yang paling banyak digunakan
adalah untuk mengejar materi ajar. Hasil belajar haruslah meliputi ketiga ranah
yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Peneliti menganggap
1
2

ranah psikomotor sebagai salah satu aspek hasil belajar kurang diperhitungkan
sebagai hasil belajar.
Banyak guru fisika berpendapat bahwa siswa harus dijejali banyak bahan
fisika, seluruh buku paket harus diselesaikan. Mereka merasa bahwa dengan
semakin menjejalkan bahan fisika sebanyak mungkin, siswa semakin mengerti.
Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa mengajarkan banyak bahan bukan
jaminan siswa menjadi pandai fisika. Bahkan sebaliknya banyak anak yang
menjadi bosan, dan akhirnya tidak menyukai fisika. Siswa menjadi kurang aktif
dalam belajar fisika karena guru tidak mengajak siswa terlibat langsung. Mata
pelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar guru mampu mengembangkan suatu strategi
dalam mengajar yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, sehingga keaktifan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar meningkat. Dalam pelaksanaannya,
keberhasilan pengembangan ranah kognitif dianggap sudah cukup sebagai
ketuntasan hasil belajar siswa sehingga mengabaikan ranah psikomotor sebagai
umpan balik keberhasilan siswa menguasai materi yang diajarkan guru.
Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukan perilaku atau perbuatan
tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam
kehidupan siswa sehari-hari. Trowbridge dan Bybe dalam Elly Herliani
menjelaskan ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka
mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor
berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat
(instrumen). Keduanya mengklasifikasikan ranah psikomotor ke dalam empat
kategori, yaitu: a) moving (bergerak), b) manipulating (memanipulasi), c)
communicating (berkomunikasi), dan d) creating (menciptakan)1.
Berdasarkan semua permasalahan diatas tampaknya perlu diterapkan
pembelajaran fisika yang tidak hanya meninitik beratkan pada ranah kognitif saja

1
Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2008).h. 23.
3

tetapi dapat pula menyentuh ranah psikomotor. Pembelajaran fisika yang mampu
mengungkap kemampuan psikomotor siswa serta meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih aktif mengajukan pendapat,
bertanya, sikap kreatif, dan menjawab pertanyaan selama pembelajaran
berlangsung adalah dengan model hands-on sebagai upaya meningkatkan
kompetensi siswa.
Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran hands on karena
kegiatan hands on merupakan kegiatan dalam mengajar yang memberikan
penekanan pada keterlibatan siswa dalam mengamati dan memanipulasi objek
secara langsung. Model pembelajaran hands on memiliki keunggulan diantara
model pembelajaran yang lain, diantaranya: pembelajaran lebih ditekankan pada
keaktifan siswa dalam memahami konsep fisika, mampu melatih keterampilan
kerja ilmiah siswa. Pembelajaran hands on melibatkan siswa dalam penyelidikan
mendalam, mengembangkan ide-ide dalam memecahkan masalah, meningkatkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, membantu
pemahaman konsep fisika melalui pengalaman. Melalui pembelajaran hands-on
siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan
alat, merancang percobaan, berkomunikasi, bertanya, berhipotesis, observasi, dan
berpendapat. Yang utama dari pembelajaran hands on adalah menggunakan
pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat kepada
keaktifan siswa Dalam pembelajaran fisika keaktifan siswa berhubungan dengan
psikomotor siswa
Pembelajaran hands-on yang menitik beratkan pada kemampuan
psikomotor siswa salah satunya adalah dengan teknik challenge exploration
activity. Pada teknik challenge exploration activity siswa ditantang untuk dapat
merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang
telah diberikan, siswa hanya disajikan masalah, dan siswa secara bebas memilih
dan menggunakan prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya,
menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan. Teknik ini dapat
mengungkap aspek psikomotor siswa karena teknik ini memiliki kelebihan,
4

diantaranya: semua siswa terlibat kerja, siswa lebih aktif dalam percobaan,
menuntut siswa untuk berpikir, adanya suasana kompetensi dan menimbulkan
sikap kreatif bagi siswa.
Model hands on teknik challenge exploration activity dirasa cocok untuk
diterapkan pada konsep kalor. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran fisika
pada konsep tesebut membutuhkan pembelajaran yang inovatif, relevan dengan
kebutuhan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
Dalam penelitian ini dipilih konsep kalor, karena konsep ini merupakan
konsep penting yang bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan nyata dan
membutuhkan banyak kegiatan pengamatan sesuai dengan pembelajaran yang
akan diterapkan yaitu menggunakan pembelajaran hands on teknik challence
exploration activity. Pada konsep ini banyak membutuhkan keterlibatan siswa
dalam berbagai aktivitas dan membuat siswa lebih aktif. Konsep tersebut
memerlukan pemikiran dan penjelasan melalui penalaran. Dengan penalaran
tersebut siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada konsep ini terkandung
indikator dan pengalaman belajar yang mengedepankan kerja ilmiah, kemudian
dari bekerja ilmiah ini dapat memunculkan kemampuan psikomotor siswa
sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik.
Banyak penelitian yang dilakukan mengenai model pembelajaran hands
on. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa model pembelajaran
hands on memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi siswa, berpikir
kritis, hasil belajar siswa, keterampilan siswa dan lain sebagainya. Dari pengantar
diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada model
pembelajaran hands-on untuk mengungkap kemampuan berfikir dan keaktifan
siswa pada teknik challenge exploration activity. Untuk itu penulis mengangkat
hal tersebut dengan judul penelitian “Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa
Pada Pembelajaran Hands-On Teknik Challenge Exploration Activity.
(Sebuah Studi Deskriptif Di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota
Tangerang) ”.
5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diindentifikasi


beberapa masalah sebagai berikut:
1. Siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam memperoleh pengalaman dari
proses pembelajaran sehingga potensi berpikir siswa kurang berkembang.
2. Siswa belum menyentuh ranah psikomotor.
3. Pola pembelajaran yang diterapkan kurang meningkatkan aktivitas belajar
fisika siswa.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka dilakukan pembatasan


masalah pada pengaruh pembelajaran hands-on teknik challenge exploration
activity terhadap hasil belajar fisika siswa, batasan ruang lingkupnya adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity yaitu kegiatan
belajar dimana siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri prosedur
kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan, siswa
hanya disajikan masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan
prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya,
menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan.
2. Konsep fisika yang dipelajari dalam penelitian ini adalah konsep kalor.
3. Ranah psikomotor berdasarkan klasifikasi Trowbridge dan Bybe, meliputi (a)
moving (bergerak), (b) manipulating (memanipulasi), (c) communicating
(berkomunikasi), dan (d) creating (menciptakan)
6

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat


dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah kemampuan dan aktivitas psikomotor siswa pada
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan yang


hendak dicapai pada penelitian ini adalah :
Mengetahui kemampuan dan aktivitas psikomotor siswa pada pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian pembelajaran hands on dengan teknik challenge


exploration activity diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Guru, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu solusi dalam memilih
model pembelajaran aktif untuk mengajar agar hasil belajar fisika siswa dapat
meningkat.
2. Siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai
konsep-konsep yang terdapat dalam fisika, selain meningkatkan pemahaman,
juga untuk meningkatkan keterampilan siswa.
3. Sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
meningkatkan kemampuan para siswa dalam rangka meningkatkan kualitas
sekolah.
7

BAB II
DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Deskripsi Teoritis
1. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalaha filsafat yang mempelajari hakikat
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Suparno mengutip
pendapat Bettencourt bahwa menurut filasafat konstruktivisme,
8

pengetahuan itu adalah bentukan (kontruksi) siswa sendiri yang sedang


menekuninya2. Jadi, menurut pandangan konstruktivisme bahwa setiap
individu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, bila yang sedang
menekuni adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa
sendiri. Pengetahuan buakanlah sesuatu yang sudah jadi, tetapi sesuatu
yang harus dibentuk sendiri. Jadi pengetahuan itu selalu merupakan akibat
dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang.
Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari
pengalaman sejauh dialaminya. Proses ini akan berjalan terus menerus
setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman
yang baru.
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu
tidak lagi sesuai.3 Jadi untuk dapat mengetahui sesuatu siswa haruslah
aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa
haruslah aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan
akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang
utuh. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses
yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap dan sempurna.
Dari perspektif konstruktivisme, pembelajaran bermakna dapat
dibina di dalam diri peserta didik sebagai hasil pengalaman-pengalaman
pancainderanya dengan alam. Mereka menggunakan pengalaman
pancaindera dengan cara membentuk skema atau struktur kognitif dalam
pikiran mereka sehingga akan tercipta makna dan pemahaman mereka
terhadap situasi dan fenomena yang ada.
Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar sains tidak
hanya menerima informasi tentang produk sains, tapi melakukan proses

2
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.
3 Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
9

ilmiah untuk menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip di


bidang sains. Sangat jelas bahwa tanpa keaktifan siswa tidak akan berhasil
dalam proses belajar mereka.

2. Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme


Salah satu landasan teoritik pendidikan modern adalah teori
pembelajaran konstruktivime. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat
keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Konstruktivisme merupakan
landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.4
Dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus mendapatkan penekanan.
Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan
pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab
terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka
untuk berdiri sendiri.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran
konstruktivistik, yaitu: (1) peran aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan
secara bermakna, (2) pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh siswa
dalam mengkontruksi pengetahuan, (3) mengaitkan antara gagasan siswa
dengan informasi baru di kelas. 5 Menurut teori konstruktivis ini, satu
prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa
guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan

4
Trianto, ibid, h. 108

5
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
10

siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan


mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi
mereka sendiri untuk belajar.6
Selain itu teori konstruktivisme yang terkenal adalah teori
perkembangan kognitif Piaget. Teori perkembangan Piaget mewakili
konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu
proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan
pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-
interaksi mereka.7 Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak
untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari
lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang
dimaksud dilengkapi denga ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu
pengetahuan. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh
manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.
J. Piaget mengartikan bahwa adaptasi terhadap lingkungan
dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk. Sedangkan,
akomodasi adalah proses perubahan skema.8 Asimilasi dipandang sebagai
suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses akomodasi
menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru,
sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan rangsangan itu. Akomodasi, dalam
menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah

6
Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
7
Ibid. h. 14

8
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Pernada Media Group. 2006), h.122
11

dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi.
Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya individu sejak kecil
sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruk penetahuannya sendiri. 9
Strategi pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide
utamanya sebagai berikut:
1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa
membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi.
2. Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan
llingkungannya
3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan
(disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang
ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.
4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang
keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-
equilibrium). Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka
individu itu terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada
pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. 10
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan
guna mengembangkan dirinya sendiri.
Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif
antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan,
sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil

9
Wina Sanjaya, ibid, h.122

10
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa.(Jakarta: Gaung Persada Press. 2009), h. 91
12

pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual


atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap
perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan:
a. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang
selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia
akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama
b. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan
hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya
tingkah laku intelektual
c. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan
(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang
interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang
timbul (akomodasi).11
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diartikan bahwa dalam
pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme guru perlu
mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan
agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan
dengan karakteristik siswa.
Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan
berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
13

pengalaman nyata12. Pembelajaran konstruktivis memiliki beberapa


karakteristik, yaitu:
a) Constructed
Siswa mengikuti proses pembelajaran tidak dengan kepala kosong.
Mereka telah memiliki konsepsi awal berupa pengetahuan, ide, dan
pemahaman yang sebelumnya telah terbentuk. Melalui konsepsi awal
tersebut siswa dapat mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuan
baru.
b) Active
Siswa membentuk pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Guru
hanya membimbing, memantau, dan memberi masukan, selain itu
guru juga memberikan ruang gerak bagi siswa untuk menyelidiki dan
mempertanyakan pengetahuan serta mencoba aktivitas belajar baru,
yang bertujuan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.
c) Reflective
Guru dan siswa berupaya untuk meninjau ulang, mengorganisir,
mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
d) Collaborative
Dengan bekerja sama, siswa dapat saling bertukar pikiran untuk
memudahkan mereka dalam memahami pelajaran maupun untuk
memperkaya pengetahuan.
e) Inquiry-Based
Aktivitas siswa yang mengacu pada pembelajaran konstruktivisme
adalah pemecahan masalah, dengan tahapan mencari akar
permasalahan, investigasi masalah, dan menggunakan berbagai
sumber untuk pemecahan masalah.
f) Revolving

12
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari
(http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
14

Guru membantu siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap hal baru


atau pelajaran yang sedang dikaji, agar yang dipelajari siswa lebih
bermakna pada kehidupan nyata. 13
Teori konstruktivisme menekankan bahwa dalam proses
pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan, merekalah
yang harus aktif menggabungkan pengetahuan mereka, bukannya guru
atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu
merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di
laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan mengajar tidak terfokus pada si
pendidik melainkan pada pembelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan
dengan hasilnya juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.

3. Hakikat Pembelajaran Fisika


Menurut Marsetio Donosepoetro, pada hakikatnya IPA dibangun
atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA
dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur14.
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru.
Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai prosedur
dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui
sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah.
Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu
yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan
masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen,

13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and
Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal
14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org).
14
Trianto, M.Pd. Model Pembelajaran Terpadu ( Bumi Aksara:Jakarta, 2010) h. 137
15

penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan


bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-
gejala melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah yang
dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk
ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep,
prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.

4. Pembelajaran Hands-On
Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta
memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru
dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan
keterampilan berpikir para siswa.15 Prinsip teori konstruktivisme adalah
‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu
kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali
informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data
dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. 16 Siswa diberi
kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan
aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban,
menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi17. Melalui hands on
activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk
menetapkan suatu pengertian (penghayatan) karena mampu
membelajarkan secara bersama-sama kemampuan psikomotorik
(keterampilan), pengertian (pengetahuan) dan afektif (sikap) yang
biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau sejenisnya. Juga,
dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang

15
Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
16
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen
Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES)
17
Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities
Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. 2009.
16

dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah


dilupakan.18 Dengan hands on activity siswa akan memperoleh
pengetahuan tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri.
Jika siswa tidak melaksanakan sains secara langsung, maka siswa
tersebut belum melakukan sains seutuhnya. Dalam melakukan kegiatan ini
siswa seperti halnya ahli-ahli professional ketika membuat hipotesis,
mereka kemudian menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen-
eksperimen dan observasi. Seperti halnya peneliti, mereka tidak bisa
langsung mengatakan hipotesis mereka benar sebelum mereka bisa
membuktikannya. Oleh karena itu kegiatan tersebut dapat menerapkan
pembelajaran fisika berbasis hands-on, yang dapat melibatkan
keterampilan psikomotor siswa.
Rutherford dalam Haury dan Rillero menyebutkan bahwa “Hands-
On” secara harfiah adalah siswa menggunakan peralatan dalam belajar,
yang berarti bahwa belajar dengan pengalaman. Istilah lain untuk aktivitas
sains hands-on adalah aktivitas yang berpusat pada materi, manipulasi,
dan praktek19.
Hands-on merupakan suatu aktivitas dimana siswa memiliki objek,
baik makhluk hidup maupun benda mati yang secara langsung dapat
digunakan untuk penelitian. Aktivitas hands-on merupakan aktivitas yang
berpusat pada material, aktivitas pada manipulasi, dan aktivitas praktikum.
Haury dan Rillero mengutip Lump dan Oliver yang menyatakan bahwa
“sains yang berlandaskan Hands-on di definisikan sebagai segala aktivitas
laboratorium yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau
megobservasi proses sains20.

18
Kartono. Op.cit.
19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science
Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental
Education,1994. (online), dari
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric/-2html, diakses
20 januari 2010, hlm. 2-3.
20
Ibid, h. 2
17

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas


hands on adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara
langsung melalui pengamatan dalam kaitannya dengan proses sains.
Pembelajaran Hands-on melibatkan siswa pada seluruh
pengalaman belajar yang mendorong siswa mengembangkan
kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on
inilah siswa dapat secara langsung mengerti tentang sains. Siswa
mengembangkan teknik-teknik yang efektif untuk mengobservasi dan
menguji segala sesuatu yang ada disekeliling mereka, mengetahui apa
yang mereka pelajari, bagaimana, kapan dan mengapa segala sesuatu itu
terjadi. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat penting jika siswa saat ini
tetap memiliki perhatian terhadap sains dan menjadi bekal untuk lebih
melihat sains.
Pembelajaran berbasis hands-on activities merupakan suatu model
yang dirancang agar siswa terlibat dalam empat komponen utama yaitu:
menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan,
mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri.
Empat komponen utama dalam pembelajaran hands-on activities akan
dijelaskan sebagai berikut:

1. Menggali informasi dan bertanya


Guru memulai pembelajaran dengan memberikan LKS yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa,
serta membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis.
2. Beraktivitas dan menemukan
Setelah siswa berhipotesis, guru membimbing siswa melakukan
penyelidikan atau percobaan untuk menguji hipotesis.
3. Mengumpulkan data dan menganalisis
Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan tersebut, siswa
mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil percobaannya. Sambil
18

berdiskusi siswa menganalisis data untuk pembahasan dari data yang


teramati.
4. Membuat kesimpulan
Selama siswa berdiskusi, guru memberikan kebebasan kepada siswa
untuk bertanya ataupun memberikan tanggapan. Dan guru pun
membimbing siswa menarik kesimpulan dengan memberikan kata
kunci atau pertanyaan-pertanyaan pancingan21.
Pembelajaran fisika dengan model hands-on membantu siswa
untuk belajar fisika atau prinsip-prinsip fisika dengan keaktifan siswa
membuat sesuatu benda, peralatan atau hal, yang didasari dengan prinsip
fisika. Tekanan model ini adalah siswa dibiasakan dengan aktif membuat
atau menciptakan sesuatu peralatan yang menggunakan prinsip fisika. 22
Melalui pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman
belajar yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan alat, merancang
percobaan, berkomunikasi, bertanya, berhipotesis, observasi, dan
berpendapat.
Peran guru dalam pembelajaran hands-on difokuskan dalam
memotivasi dan melibatkan siswa pada pengalaman belajar yang dapat
memperluas pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konten sains
dalam proses belajar. Peran guru tidak hanya sebagai pemberi ilmu
pengetahuan sebagaimana pembelajaran tradisional, tetapi juga harus
membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri. Guru yang
menerapkan pembelajaran hands-on dalam kegiatan proses belajar harus
mempertimbangkan juga bagaimana cara yang harus ditempuh umtuk
mengevaluasi siswanya. Siswa tidak hanya diuji mengenai penugasan

21 Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan


Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246
Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id
22
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan
Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.
19

spesifik isi pengetahuannya, akan tetapi kinerjanya pun penting juga untuk
dievaluasi.
Pembelajaran hands-on terdiri dari 3 teknik yaitu Guided
Worksheet Activity, Challenge Exploration Activity dan Open Exploration
Activity.
Adapun perbedaan ke-3 teknik tersebut adalah :
1. Teknik Guided Worksheet Activity (kegiatan lembar tugas panduan).
Pada teknik ini siswa diberikan LKS yang lengkap yang berisis alat,
bahan, tujuan, dan prosedur kegiatan praktikum tetapi tidak memberi
tahukan hasil. Siswa diharapkan menemukan sendiri hubungan antar
variabel ataupun menggenaralisasikan data. Teknik ini menggunakan
LKS yang bersifat resep (cook book) tetapi tidak selengkap LKS cook
book.
2. Teknik Challenge Exploration Activity (kegiatan eksplorasi
tantangan). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa berisi
alat, bahan, dan tujuan praktikum serta permasalahan yang akan
diteliti siswa. Siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri
prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah
diberikan.
3. Teknik Open Exploration Activity (kegiatan eksplorasi terbuka). Pada
teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa hanya berisi alat dan
bahan praktikum. Sedangkan untuk tujuan, permasalahan yang akan
diteliti, dan prosedur kegiatan praktikumnya siswa ditugaskan untuk
merumuskannya sendiri.23
Perbedaan ketiga teknik diatas adalah pada lengkap tidaknya
petunjuk yang diberikan dalam LKS. Adanya LKS yang membantu siswa
untuk mengembangkan alur berpikir untuk mendapatkan suatu konsep.
LKS yang dikembangkan dalam model pembelajaran hands-on dilengkapi

23
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran
Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2
Desember 2008.
20

dengan menggunakan pertanyaan produktif. Dengan pertanyaan produktif


siswa harus melakukan sesuatu terlebih dahulu sebelum menjawab.
Sementara dalam LKS yang selama ini dipergunakan pertanyaan-
pertanyaan yang dibuat lebih menitik beratkan pada pemahaman konsep
belaka tidak menuntut siswa untuk melakukan sesuatu. Tanggapan siswa
terhadap LKS yang dibuat dapat membantu memahami suatu konsep.
Ketiga teknik tesebut juga dapat digunakan secara bersama-sama
(kombinasi), akan tetapi tidak ada aturan yang mengikat mengenai urutan
yang tepat dalam mengkombinasikan ketiga teknik tersebut. Pada kondisi
tertentu, kegiatan belajar bisa dimulai dengan teknik Open Exploration
Activity untuk mengenal dan mengetahui bahan-bahan praktikum terlebih
dahulu, kemudian dilanjutkan dengan teknik Challenge Exploration
Activity sehingga siswa fokus pada suatu konsep. Di lain hal, teknik
Guided Worksheet Activity bisa digunakan sebagai dasar dari kegiatan
teknik Open Exploration Activity dan kemudian dilanjutkan dengan
memahami penaksiran melalui kegiatan pada teknik Challenge
Exploration Activity. Meskipun demikian, memadukan karakter setiap
pengalaman yang didapat para siswa merupakan hal yang terpenting dari
semua itu.
Teknik challenge exploration activity, siswa diberi kesempatan
untuk membuat hipotesis dan prosedur kerja. Sehingga siswa dapat
mengekplorasi/merancang daya pikirnya dalam membuat hipotesis dan
prosedur kerja. Dalam hal ini siswa mendapatkan tantangan, karena jika
prosedurnya kurang tepat dengan permasalahan yang ada. Maka hasilnya
pun dapat berakibat tidak baik terhadap percobaan yang diteliti.
Teknik challenge exploration activity adalah teknik pembelajaran
yang memberikan banyak kegiatan pemebelajaran melalui tantangan
kepada siswa. Teknik challenge exploration activity banyak memunculkan
kemampuan yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari konsep
yang termasuk jenis konsep yang berdasarkan prinsip. Kelebihan pada
teknik ini adalah:
21

a. Dalam pembelajaran ada iklim kompetisi


b. Terdapat sikap kreatif dan inventif
c. Semua siswa terlibat kerja
d. Aktivitas percobaan sebagai hal yang menuntut berpikir.24
Penerapan teknik Challence Exploration Activity memberikan hal
yang positif bagi siswa seperti, muncul sikap kreatif dan inventif dalam
diri siswa, semua siswa dalam kelompok terlibat kerja bahkan terjadi iklim
kompetisi, dan siswa merasa terangsang dengan dengan teknik ini. Bila
dilihat dari segi kreativitas, keterlibatan siswa dalam kelompok,
kemampuan memechkan masalah (Problem Solving), motivasi belajar,
kemampuan berhipotesis, dan penggunaan pengetahuan awal teknik
Challence Exploration Activity merupakan teknik yang dapat memfasilitasi
hal-hal tersebut.

5. Penilaian Ranah Psikomotor


Berkaitan dengan psikomotor, Bloom berpendapat bahwa ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. 25 Singer
menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor
adalah mata pelajaran yang berorientasi pada gerakan dan menekankan
pada reaksi-reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri
menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau
sekumpulan tugas tertentu.26

24
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa
Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning
Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14
Mei 2011)
25
Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
26
Ibid.
22

Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga


ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat
dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya
selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata
pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada
ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan
teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu
mengandung ranah afektif.27
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu.28 Simpson menyatakan bahwa
hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan
kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah
siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-
hari.29
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak
positif terhadap perkembangan ranah psikomotor siswa. Kecakapan
psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati
baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka.
Namun, disamping kecakapan psikomotor itu tidak terlepas dari kecakapan
kognitif ia juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan
psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuandan
kesadaran serta sikap mentalnya30.
Menurut Setyosari aspek psikomotor berkaitan dengan
keterampilan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang

27
Op.cit
28
Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja
Rosdakarya, Bandung 2010)
29
Ahmad Sofyan dkk. Evaluasi Pemebelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (UIN
Jakarta Press, Jakarta 2006) h. 23
30
Muhibin Syah. Psikologi Belajar.(PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 2011) h:
53-54.
23

memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan yang bersifat


psikomotor berkaitan dengan pencapaian keterampilan motorik (gerakan),
memanipulasi benda/objek atau kegiatan-kegiatan yang memerlukan
koordinasi otot-otot syaraf dan anggota badan. Menurut Wartono
keterampilan-keterampilan motorik tersebut dalam pembelajaran sains
disebut dengan keterampilan proses sains, yang meliputi mengamati,
menafsirkan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan
konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan percobaan. 31
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar
psikomotor. Ryan menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat
diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku
peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah
mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3)
beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya. 32
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian hasil
belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses,
dan produk. Penialain dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu
pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses
berlangsung dengan cara mengetes peserta didik. Untuk menilai hasil
belajar aplikatif ini dapat digunakan instrumen tes kinerja atau nontes
dengan pedoman observasi. 33
Berdasarkan pengertian domain psikomotor yang telah
dikemukakan, penilaian hasil belajar siswa pada doamin psikomotor dititik
beratkan pada keterampilan motorik (hands on).34 Berdasarkan batasan ini,

31
Nani Dahniar, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika
Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1,
No. 2,)
32
Depdiknas 2008. Op.cit. h. 4-5
33
Ahmad Sofyan. dkk. Op.cit. h. 24
34
Ahmad Sofyan dkk, Ibid, h. 24
24

maka dalam pelajaran sains, kompetensi siswa dalam domain psikomotor


dinilai antara lain ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada
khususnya dan diskusi dalam pemecahan masalah.

6. Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA


Menurut Mills pembelajaran keterampilan akan efektif bila
dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan
(learning by doing)35. Trowbridge dan Bybe menekankan bahwa domain
psikomotor mencakup aspek-aspek perkembangan motorik, koordinasi
otot dan keterampilan-ketrampilan fisik.36
Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan
gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran
mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills menjelaskan bahwa
langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan
dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan
berurutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan
singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk
kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan
bagian-bagian yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mencoba melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e)
memberikan penilaian terhadap usaha peserta didik.37
Stiggins menjelaskan bahwa ranah psikomotor berhubungan
dengan penegmbangan motorik, koordinasi otot, dan keterampilan-
keterampilan fisik. Trowbridge dan Bybe juga sepaham dengan Stiggins
mengenai ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka
mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara
memanipulasi alat-alat (instrument). Keduanya mengklasifikasikan ranah

35
Depdiknas 2008, loc.cit.
36
Ahmad Sofyan, loc.cit. h. 24
37
Depdiknas 2008, loc.cit. h. 4
25

psikomotor ke dalam empat kategori, yaitu: a) moving (bergerak), b)


manipulating (memanipulasi), c) communicating (berkomunukasi), d)
creating (menciptakan)38.

7. Pengaruh Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran


Hands On
Berdasarkan pengertian ranah psikomotor yang telah dikemukakan,
penilaian hasil belajar pada ranah psikomotor ini dititikberatkan pada
keterampilan motorik (hands on). Berdasarkan batasan ini, maka dalam
pelajaran sains, kompetensi siswa dalam ranah psikomotor dinilai antara
lain ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada khususnya dan
diskusi dalam pemecahan masalah.
Pada kegiatan pembelajaran, terdapat kaitan erat antara tujuan yang
akan dicapai, metode pembelajaran dan evaluasi yang akan digunakan.
Oleh karena itu ada sedikit perbedaan titik berat tujuan pembelajaran
psikomotor dan kognitif maka strategi maupun pendekatan
pembelajarannya sedikit berbeda. Pembelajaran yang mengungkap
kemampuan psikomotor akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan
prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing). Sains merupakan
suatu proses penemuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta, konsep dan prinsip saja. Pendidikan sains menekankan pada
pemberian pengalaman secara langsung dalam arti bekerja ilmiah sebagai
lingkup proses. Lingkup proses berkaitan erat dengan konsep, maka
bekerja ilmiah adalah mengintegrasikan isi sains ke dalam kegiatan-
kegiatan pembelajaran yang membekali pengalaman belajar siswa secara
langsung.
Sains bukan merupakan sekumpulan pengetahuan atau fakta tetapi
suatu kerja, tindakan, kegiatan, dan penyelidikan. Siswa memerlukan
38
Elly Herliani dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009. Hal.70.
26

pembelajaran hands-on yang melibatkan mereka dalam pengumpulan,


organisasi, analisis, dan menilai konten sains. Siswa secara aktif terlibat
dalam belajar, mengasumsi apa yang terjadi dan bagaimana
mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan percobaan, pengumpulan
data, dan menginterpretasikan hasil penemuannya. Oleh karena itu,
pembelajaran hands-on merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa
pada seluruh pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk
mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui
aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara langsung mengerti sains.
Model hands on activity sangat baik bagi keterampilan psikomotor
siswa, mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika
sangat mengasyikan dan menarik, apalagi dengan melakukan sesuatu,
mereka dapat melihat dengan mata dan inderanya bahwa yang dilakukan
terjadi. Maka mereka menjadi lebih yakin. Keuntungan lain dengan model
ini adalah siswa dilatih keterampilan membuat sesuatu peralatan yang
berbau fisika.39
According to the constructivist philosophy of Piaget people build
conceptual understanding and Vygotsky, on their experience. Real
experiences allow people to construct their own understandings in a
meaningful way.40 Menurut filsafat konstruktivis Piaget and Vygotsky,
orang membangun pemahaman konseptual pada pengalaman mereka.
Kenyataannya memungkinkan orang untuk membangun pemahaman
mereka sendiri dengan cara yang berarti. Titik umum untuk teori ini adalah
bahwa belajar yaitu proses yang aktif memerlukan keterlibatan fisik
(psikomotor) dan intelektual dengan tugas belajar. Demonstrasi dan
hands-on membuat "gangguan eksternal" menjadi pemikiran terkini dan
merangsang equilibrium, yang menyebabkan konseptual berubah, dan
bahwa hands-on activities adalah cara efektif untuk anak-anak dan remaja

39
Paul Suparno, op.cit.. h.123
40
Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building
American Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts,
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), hal. 87
27

untuk memperoleh pengetahuan. Hands-on activities membuat siswa lebih


aktif peserta didik di kelas ilmu pengetahuan, terutama jika mereka dapat
menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah untuk kehidupan sehari-
hari situasi mereka. Penelitian juga menunjukkan bahwa siswa
menemukan ilmu yang lebih menarik ketika mereka relevan untuk setiap
hari hidup atau pengalaman. Proyek yang melibatkan hands-on activities,
pengalaman meningkatkan peluang untuk pembangunan pengetahuan.
Menurut Krech faktor yang berpengaruh dalam pengubahan
perilaku tergantung pada keinginan diri individu, kepribadiannya,
informasi yang diterima, kerja kelompok dan lingkungan yang
mendukung. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dan
penerapan konstruktivisme, hasil penelitian pembelajaran sains dengan
kegiatan mandiri atau dengan hands-on dan minds-on activity. Model
hands-on sangat baik bagi siswa SD dan SMP. Mereka dapat dengan asyik
melakukan sesuatu sehingga fisika mengasyikan dan menarik. 41 Siswa
memerlukan pembelajaran hands-on yang melibatkan mereka dalam
pengumpulan oraganisasi, analisis dan nilai konten sains sehingga siswa
secara aktif terlibat dalam belajar, mengasumsi apa yang terjadi dan
bagaimana mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan percobaan,
pengumpulan data dan menginterpretasikan pengetahuannya.
Dalam hal ini hanya akan dijelaskan aspek-aspek yang dapat dinilai
dalam mata pelajaran sains dengan merujuk pada klasifikasi ranah
psikomotor. Selanjutnya Trowbridge dan Bybe mengklasifikasikan
domain psikomotor kedalam empat kategori, yaitu: a)moving (bergerak),
b)manipulating (memanipulasi), c)communicating (berkomunikasi), dan
d)creating (menciptakan).42
a. Moving (bergerak), kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan tubuh
yang melibatkan koordinasi gerakan-gerakan fisik. Kategori ini
merupakan respon-respon otot terhadap rangsangan sensorik.
41
Paul Suparno, loc.cit., hal. 123

42 Ahmad Sofyan dkk. Op.cit. h. 23


28

b. Manipulating, kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-


pola yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh, misalnya koordinasi antara mata, telinga, tangan, dan jari.
Koordinasi gerakan tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian
tubuh, misalnya tangan-jari, tangan-mata.
c. Communicating, kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang
menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui orang lain.
d. Creating, merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari
gagasan-gagasan baru. Kreasi dalam mata pelajaran sains biasanya
memerlukan sejumlah kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan
komunikasi dalam membangkitkan hasil baru yang sifatnya unik.
Dalam konteks ini terjadi koordinasi antara aspek kognitif, psikomotor,
dan afektif dalam upaya untuk memecahkan masalah dan menciptakan
gagasan-gagasan baru tersebut43.

8. Kalor
a) Pengertian kalor
Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan
menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan
menjadi panas. Mengapa air menjadi panas? Air menjadi panas karena
mendapat kalor, kalor yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air
naik. Dari manakah kalor itu? Kalor berasal dari bahan bakar, dalam
hal ini terjadi perubahan energi kimia yang terkandung dalam gas
menjadi energi panas atau kalor yang dapat memanaskan air.
Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan
zat yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke

43
Elly Herliani, M.Phil, M.Si, dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009. Hal.71-72.
29

benda yang suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut


bersentuhan atau bercampur. Jika kalor merupakan suatu zat tentunya
akan memiliki massa dan ternyata benda yang dipanaskan massanya
tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi kalor adalah suatu bentuk
energi dan merupakan suatu besaran yang dilambangkan Q dengan
satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori (kal). Hubungan
satuan joule dan kalori adalah
1 kalori = 4,2 joule
1 joule = 0,24 kalori

b) Kalor dapat Mengubah Suhu Benda


Apa yang terjadi apabila dua zat cair yang berbeda suhunya
dicampur menjadi satu? Bagaimana hubungan antara kalor terhadap
perubahan suhu suatu zat? Adakah hubungan antara kalor yang
diterima dan kalor yang dilepaskan oleh suatu zat?
Semua benda dapat melepas dan menerima kalor. Benda-benda
yang bersuhu lebih tinggi dari lingkungannya akan cenderung
melepaskan kalor. Demikian juga sebaliknya benda-benda yang
bersuhu lebih rendah dari lingkungannya akan cenderung menerima
kalor untuk menstabilkan kondisi dengan lingkungan di sekitarnya.
Suhu zat akan berubah ketika zat tersebut melepas atau menerima
kalor. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kalor dapat
mengubah suhu suatu benda.
Hubungan antara kalor dengan perubahan suhu suatu zat sering
kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat
memanaskan air. Memasak air dengan volume 500 gram lebih cepat
mendidih dibandingkan dengan memasak air dengan volume 850
gram atau alkohol lebih cepat panas dibandingkan air jika dipanaskan.
Dari contoh tersebut kita dapat mengamati bahwa besarnya kenaikan
suhu dipengaruhi oleh massa dan jenis zat tersebut. Jadi, dari contoh
di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
30

1) Semakin besar kalor yang diberikan pada suatu zat, semakin besar
kenaikan suhunya.
2) Semakin besar massa suatu zat, semakin besar kalor yang
diperlukan untuk memanaskan zat tersebut.
3) Kalor yang diberikan pada suatu zat sebanding dengan kalor jenis
zat tersebut.

Jika dituliskan dalam bentuk persamaan matematika, diperoleh


hubungan sebagai berikut.44

Q = m . c . ∆T

Keterangan:
Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)
m = massa zat (kg)
c = kalor jenis zat (J kg-1 °C-1)
∆T = kenaikan suhu (°C)
c) Kalor dapat Mengubah Wujud Zat
Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu
maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini
juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan
mencapai suhu minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat
digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk
mengubah wujud zat.
Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat
digambarkan dalam skema berikut.

Cair

4 2
1
44
Anni Wirasih dkk.3IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008). h.
129 5
Gas Padat
6
31

Gambar 2.1. Skema Perubahan Wujud Zat


Keterangan:
1 = mencair/melebur 4 = mengembun
2 = membeku 5 = menyublim
3 = menguap 6 = mengkristal

d) Menguap
Pada waktu menguap zat cair memerlukan kalor, kalor yang
diberikan pada zat cair akan mempercepat gerak molekul-molekulnya
sehingga banyak molekul zat air yang meninggalkan zat cair itu
menjadi uap. Penguapan zat cair dapat dipercepat dengan cara sebagai
berikut:

1) Memanaskan Zat Cair


Pemanasan pada zat cair dapat meningkatkan volume ruang
gerak zat cair sehingga ikatan-ikatan antara molekul zat cair
menjadi tidak kuat dan akan mengakibatkan semakin mudahnya
molekul zat cair tersebut melepaskan diri dari kelompoknya yang
terdeteksi sebagai penguapan. Contohnya pakaian basah dijemur di
tempat yang mendapat sinar matahari lebih cepat kering dari pada
dijemur di tempat yang teduh.
2) Memperluas Permukaan Zat Cair
Peristiwa lepasnya molekul zat cair tidak dapat berlangsung
secara serentak akan tetapi bergiliran dimulai dari permukaan zat
cair yang punya kesempatan terbesar untuk melakukan penguapan.
32

Dengan demikian untuk mempercepat penguapan kita juga bisa


melakukannya dengan memperluas permukaan zat cair tersebut.
Contohnya air teh panas dalam gelas akan lebih cepat dingin jika
dituangkan ke dalam cawan atau piring.
3) Mengurangi Tekanan Pada Permukaan Zat Cair
Pengurangan tekanan udara pada permukaan zat cair berarti
jarak antar partikel udara di atas zat cair tersebut menjadi lebih
renggang. Akibatnya molekul air lebih mudah terlepas dari
kelompoknya dan mengisi ruang kosong antara partikel-partikel
udara tersebut. Hal yang sering terjadi di sekitar kita adalah jika
kita memasak air di dataran tinggi akan lebih cepat mendidih
daripada ketika kita memasak di dataran rendah.
4) Meniupkan Udara di Atas Zat Cair
Pada saat pakaian basah dijemur, proses pengeringan tidak
sepenuhnya dilakukan oleh panas sinar matahari, akan tetapi juga
dibantu oleh adanya angin yang meniup pakaian sehingga angin
tersebut membawa molekul-molekul air keluar dari pakaian dan
pakaian menjadi cepat kering.

e) Mendidih
Mendidih adalah peristiwa penguapan zat cair yang terjadi di
seluruh bagian zat cair tersebut. Peristiwa ini dapat dilihat dengan
munculnya gelembung-gelembung yang berisi uap air dan bergerak
dari bawah ke atas dalam zat cair.
Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus-menerus akan
berubah menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk
mengubah 1 kg zat cair menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya
disebut kalor uap (U). Besarnya kalor uap dapat dirumuskan:

U = Q / m atau Q = m x U

Keterangan
33

Q = kalor yang diserap/dilepaskan (joule)


m = massa zat (kg)
U = kalor uap (joule/kg)
Jika uap didinginkan akan berubah bentuk menjadi zat cair, yang
disebut mengembun. Pada waktu mengembun zat melepaskan kalor,
banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama
dengan banyaknya kalor yang diperlukan waktu menguap dan suhu di
mana zat mulai mengembun sama dengan suhu di mana zat mulai
menguap.
kalor uap = kalor embun
titik didih = titik embun
f) Melebur
Melebur adalah peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi zat
cair. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan
massa zat padat menjadi cair pada titik leburnya disebut kalor lebur
(L). Besarnya kalor lebur dapat dirumuskan sebagai berikut.

L = Q / m atau Q = L x m

Keterangan
Q = kalor yang diserap/dilepas (joule)
m = massa zat (kg).
L = kalor lebur (joule / kilogram)
Jika zat cair didinginkan akan membeku, pada saat membeku zat
melepaskan kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan
massa zat cair menjadi padat disebut kalor beku.
kalor lebur = kalor beku
titik lebur = titik beku

B. Kerangka Berpikir
Konsep sains hands-on adalah suatu program sains untuk anak yang
didasarkan pada metode yang menggunakan naluri anak untuk mengerti. Sains
34

seharusnya dijadikan pengalaman, pengalaman ini seharusnya memungkinkan


siswa untuk dilibatkan secara aktif dalam memanipulasi objek dan material dari
dunia nyata (dalam kehidupan sehari-hari).
Cara untuk membantu siswa memenuhi konsep-konsep dasar fisika adalah
dengan memperlihatkan pembuktian konsep dasar tersebut secara langsung
kepada siswa. Cara ini memberikan pengalaman belajar lebih bermakna jika
diabandingkan dengan belajar yang didominasi oleh guru.
Hands-on membuat siswa untuk menjadi peserta aktif sebagai pelajar,
sehingga siswa melakukan aktifitas dan mendapatkan pengalaman langsung
dengan material dan menggerakkan objek untuk mencoba mengetahui gejala ilmu
pengetahuan. Kegiatan yang dapat dilakukan melalui model pembelajaran
berbasis hands-on yaitu mengembangkan keterampilan psikomotor siswa dan
keterampilan berpikir siswa.
Model pembelajaran hands on teknik challence exploration activity
merupakan model pembelajaran yang mampu memberikan banyak kegiatan
pemebelajaran melalui tantangan kepada siswa. Model ini diharapkan mampu
untuk mengembangkan keterampilan psikomotor siswa melalui kegiatan
praktikum.

BAB III
METODOLOOGI PENELTIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 yang beralamat
di Jl Hasanuddin, Cipondoh, Kota Tangerang. Penelitian dilakukan pada
semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP
Muhammadiyah Cipondoh yang terdistribusi ke dalam satu kelas dengan
jumlah siswa sebanyak 34 orang. Siswa kelas VII-1 dianggap sesuai untuk
35

dijadikan sampel dalam penelitian ini karena pada semester genap


mempelajari mata pelajaran fisika pada konsep kalor dimana konsep tersebut
dijadikan oleh peneliti sebagai materi penunjang penelitian. Siswa dalam
penelitian ini dibagi menjadi enam kelompok, dimana masing-masing
kelompok terdapat siswa laki-laki dan perempuan, dengan tingkatan siswa
dari kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penempatan kategori tinggi, sedang,
dan rendah ditentukan berdasarkan nilai rata-rata siswa pada mata pelajaran
fisika dan pertimbangan guru mata pelajaran fisika. Pengelompokan ini
dilakukan agar tiap kelompok memiliki kemampuan yang relative homogeny
dalam hal praktikum dan diskusi.
Adapun teknik pengambilan subyek penelitian ini menggunakan
purposive sampling adalah teknik penetuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan
(judgment) tertentu atau jatah tertentu45. Sampel ini lebih cocok digunakan
untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan
generalisasi.46 Dalam penentuan pengambilan sampel, pihak sekolah atau
guru mata pelajaran yang bersangkutan menentukan kelas yang akan
dijadikan subjek penelitian, dengan pertimbangan bahwa kemampuan
kognitif siswa berbeda-beda, baik tinggi, sedang maupun rendah.

C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus
dibuktikan, atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau

45
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. (Alfabeta, Bandung 2008) h. 124
46
Sugiyono, ibid, h. 124
36

populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat


kesimpulan yang berlaku untuk umum47.
Tujuan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki48. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek/subjek yang
diteliti secara tepat tentang kemampuan psikomotor siswa.

D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan berkelompok. Dalam
penelitian ini, peneliti berperan sebagai guru yang melakukan proses
pembelajaran dengan cara mengajarkan konsep kalor pada pembelajaran
fisika dengan model hands-on teknik challenge exploration activity
sedangkan guru mata pelajaran fisika dan teman sejawat berperan sebagai
observer.

E. Instrumen Penelitian
Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakn instrumen penelitian.
Jadi instrumen penelitian adalah alat yang yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati.49 Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah instrumen non tes. Instrumen non tes berupa LKS
dan lembar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kemampuan
psikomotor siswa pada saat tes unjuk kerja. Dari hasil observasi tersebut
dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh keaktifan siswa yang diberi
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge
exploration activity.

1. Instrumen Non Tes

47
Sugiyono,Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 29
48
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 54
49
Sugiyono, metode penelitian, op.cit, h. 148
37

Instrumen non tes pada penelitian ini menggunakan LKS dan lembar
observasi.
a. Perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini
dirancang berdasarkan pendekatan hands on teknik challenge exploration
activity. LKS ini hanya berisi alat, bahan dan tujuan praktikum, sedangkan
siswa ditugaskan untuk merumuskan sendiri prosedur kerjanya. LKS ini
sebagai panduan siswa selama melakukan praktikum.
b. Lembar Observasi
Menurut Ngalim Purwanto, observasi adalah metode atau cara-cara
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah
laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung50. Observasi yang dilakukan disini adalah observasi langsung yang
mengumpulkan data berdasarkan pengamatan yang menggunakan mata atau
telinga secara langsung. Dengan demikian melalui observasi dapat terlihat
kemunculan keterampilan psikomotor siswa dengan panca indera secara
langsung.
Lembar observasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan
psikomotor siswa pada saat praktikum selama menggunakan model
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Lembar
observasi disusun dari aktivitas siswa berdasarkan kajian teori yang dilakukan
peneliti.

Dalam penelitian ini, pencuplikan data melalui lembar observasi


melibatkan tiga orang observer yang mengobservasi terhadap enam
kelompok. Setiap observer mengamati dua kelompok yang sebelumnya telah
mendapatkan penjelasan tentang pelaksanaan observasi dari peneliti.
Penjelasan yang diberikan berupa penjelasan penggunaan lembar observasi
pada saat mengamati kegiatan praktikum serta pemberian kisi-kisi tiap poin

50
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000) hal. 149
38

pengamatan pada lembar observasi. Dengan langkah tersebut diharapkan


persepsi setiap observer terhadap fenomena muncul pada saat pembelajaran
menjadi sama.
Tabel 3.1. Aspek psikomotor siswa yang akan diukur
No Aspek Sub aspek

1. Moving a. Membawa perlengkapan belajar


b. Menyiapkan perlengkapan belajar
2. Communicating a. Merangkai alat praktikum.
b. Meramu bahan-bahan praktikum
c. Menggunakan alat-alat praktikum
d. Menggunakan termometer
e. Mengamati percobaan
f. Membersihkan alat dan bahan
praktikum
3. Manipulating a. Mengajukan pertanyaan
b. Menjawab pertanyaan
c. Menyimak pendapat orang lain
d. Menyampaikan ide/gagasan
e. Mendeskripsikan data
f. Mendiskusikan masalah
g. Mencatat data/informasi
4. Creating a. Merancang langkah kerja
b. Menganalisis masalah.
c. Mensintesis masalah.

F. Teknik Pengumpulan Data


Agar suatu penelitian dapat dipaparkan dengan jelas dan sistematis
maka disususn suatu penelitian berupa langkah-langkah yang ditempuh
dalam penelitian.
Teknik pengumpulan data
39

Setelah data terkumpul, analisis yang digunakan adalah analisis


deskriptif kuantitatif, dalam suharsimi arikunto dijelaskan bahwa: analisis
deskriptif kuantitatif adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan mencari jumlah frekuensi dan mencari jumlah persentasenya51.
Selanjutnya data ini akan dianalisis dan diverifikasi keabsahannya, diberi
kode, diklasifikasi, diberi skor dengan analisis deskriptif. Berikut data-data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya:
a. Pengumpulan data observasi
b. Pemeriksaan LKS
c. Pengolahan data
d. Membuat kesimpulan
Teknik pemeriksaan keterpercayaan studi
Agar diperoleh data yang valid dan reliabel, instrument lembar observasi
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk mengetahui validitasnya.
Dalam penelitian ini digunakan uji validitas ahli, pada uji validitas ahli kisi-
kisi instrumen yang telah tersusun divalidasi kepada ahli.

Tabel 3.2. Uji Validasi Ahli


Kesesuaian Pertanyaan Baik Cukup Kurang
konsep
Kesesuain Apakah indikator-indikator
konsep yang digunakan pada
instrumen ini mewakili aspek
psikomotor yang dipakai?
Apakah instrumen ini
mencakup sikap ilmiah dari

51
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2007),
hal 262.
40

teori-teori yang ada?


Apakah butir penilaian yang
digunakan dalam instrumen ini
memenuhi pencapaian
indikator kemampuan
psikomotor?
Kesesuain Apakah bahasa yang
Bahasa digunakan dalam instrumen ini
sudah cukup jelas?
Apakah bahasa yang
digunakan dalam instrumen ini
sudah cukup efektif?
Saran

G. Teknik Analisis Data


Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis deskriptif kuantitatif
yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mencari
jumlah frekuensi dan mencari jumlah persentasenya52.

1. Lembar observasi
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian yang banyak
digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. 53
Data yang diperoleh dari format lembar observasi kemudian
dianalisis lebih lanjut dengan cara:

52
Suharsimi, ibid, h. 262
53
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja
Rosdakarya, Bandung 2010) h. 84
41

a. Memberi tanda ceklis (√) di bubuhkan, checklist atau daftar cek


adalah salah satu alat/pedoman observasi yang berupa daftar
kemungkinan aspek tingkah laku tertentu pada seseorang yang akan
dinilai54. Tanda ceklis kemudian dimasukkan kedalam lembar
observasi sesuai dengan kriteria yang ada pada setiap aspek
keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
b. Menjumlahkan banyaknya ceklis pada setiap kolom yang terdapat
pada lembar observasi tiap kelompok, banyaknya ceklis yang terdapat
pada lembar observasi dari tiap-tiap aspek keterampilan psikomotor
yang muncul.
c. Kemudian dicari persentase masing-masing kriteria berdasarkan
rumus berikut:
Persentase (%) = x 100%

d. Menginterpretasi secara deskriptif data persentase tiap-tiap aspek


keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian dan
pembahasannya. Pada penelitian ini setelah observer mengamati siswa dengan
melihat sejauh mana kemampuan psikomotor siswa yang muncul dalam

54
Slameto, Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 142.
42

pembelajaran dengan memberi skor sesuai pengamatannya. Data hasil yang


diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel.
1. Pertemuan I
Pada pertemuan pertama hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activity dijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak)

No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Membawa perlengkapan belajar 70,8

b. Menyiapkan perlengkapan belajar 54,1

Rata-rata 62,5

Berdasarkan data pada tabel 4.1 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 70,8 %. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar
menunjukan kemampuan siswa sebesar 54,1 %. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama
proses pembelajaran sebesar 62,5%.
Pada pertemuan pertama aspek manipulating (memanipulasi)
kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena
pada pertemuan ini siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Kegiatan
praktikum akan dilaksanakan pada pertemuan kedua.

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)


No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)
43

a. Mengajukan pertanyaan 70,8

b. Menjawab pertanyaan 70,8

c. Menyimak pendapat orang lain 79,2

d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7

e. Mendeskripsikan data 70,8

f. Mendiskusikan masalah 66,7

g. Mencatat data/informasi 83,3

Rata-rata 72,6

Berdasarkan data pada tabel 4.2 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Pada sub aspek mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dan
mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar
70,8%. Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan dan mendiskusikan
masalah menunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7%. Sedangkan pada
sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan
psikomotor siswa sebesar 79,2%. Kemampuan psikomotor siswa paling
tinggi pada aspek communicating adalah mencatat data/informasi dengan
kemampuan psikomotor siswa sebesar 83,3%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating
selama proses pembelajaran sebesar 72,6%.

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)


No. Aspek yang diamati Kemampuan siswa(%)
44

a. Merancang langkah kerja 75

b. Menganalisis masalah 58,3

c. Mensintesis masalah 41,7

Rata-rata 58,3

Berdasarkan data pada tabel 4.3 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
75,0%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 58,3%. Sedangkan sub aspek mensintesis masalah
menunjukan kemampuan siswa sebesar 41,7%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama
proses pembelajaran sebesar 58,3%.

2. Pertemuan II
Pada pertemuan kedua hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activity dijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak)


No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Membawa perlengkapan belajar 87,5

b. Menyiapkan perlengkapan belajar 66,7


45

Rata-rata 77,1

Berdasarkan data pada tabel 4.4 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 87,5%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar
menunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama
proses pembelajaran sebesar 77,1%.

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aspek Manipulating (Memanipulasi)


No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Merangkai alat praktikum 95,8

b. Meramu bahan praktikum 79,2

c. Menggunakan alat-alat praktikum 70,8

d. Mengukur suhu dengan termometer 79,2

e. Mengamati percobaan 79,2

f. Membersihkan alat dan bahan praktikum 100,0

Rata-rata 84,0

Berdasarkan data pada tabel 4.5 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek manipulating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merangkai alat praktikum menunjukkan kemampuan siswa sebesar
95,8%. Pada sub aspek meramu bahan praktikum, mengukur suhu dengan
46

termometer dan mengamati percobaan menunjukkan kemampuan siswa


sebesar 79,2%. Pada sub aspek menggunakan alat-alat praktikum
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8%. Sedangkan sub aspek
membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukan kemampuan siswa
sebesar 100,0%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada
menggambarkan persentase aspek manipulating selama proses
pembelajaran sebesar 84,0%.

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)

No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Mengajukan pertanyaan 75,0

b. Menjawab pertanyaan 58,3

c. Menyimak pendapat orang lain 83,3

d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7

e. Mendeskripsikan data 70,8

f. Mendiskusikan masalah 70,8

g. Mencatat data/informasi 87,5

Rata-rata 73,2

Berdasarkan data pada tabel 4.6 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Pada sub aspek mengajukan pertanyaan menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 75,0 %. Pada sub aspek menjawab pertanyaan menunjukkan
kemampuan siswa sebesar 58,3%. Pada sub aspek menyimak pendapat
orang lain menunjukkan kemampuan siswa sebesar 83,3%. Pada sub aspek
47

menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan siswa sebesar


66,7%. Pada sub aspek mendeskripsikan data dan mendiskusikan masalah
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8%. Sedangkan pada sub
aspek mencatat data/informasi menunjukkan kemampuan siswa sebesar
87,5%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan
persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar
73,2%.

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)

No. Aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Merancang langkah kerja 95,8

b. Menganalisis masalah 66,7

c. Mensintesis masalah 54,2

Rata-rata 72,2

Berdasarkan data pada tabel 4.7 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
95,8%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 66,7%. Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 54,2%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama
proses pembelajaran sebesar 72,2%.

3. Pertemuan III
48

Pada pertemuan ketiga hasil pengamatan kemampuan psikomotor


siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activity dijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.

Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak)


No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)
a. Membawa perlengkapan belajar 87,5

b. Menyiapkan perlengkapan belajar 62,5

Rata-rata 75,0

Berdasarkan data pada tabel 4.8 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 87,5%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar
menunjukan kemampuan siswa sebesar 62,5%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama
proses pembelajaran sebesar 75,0%.
Pada pertemuan ketiga aspek manipulating (memanipulasi)
kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena
siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Pada pertemuan ini siswa
melakukan diskusi kelas membahas hasil praktikum yang telah
dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya.

Tabel 4.9 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)


No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Mengajukan pertanyaan 70,8


49

b. Menjawab pertanyaan 66,7

c. Menyimak pendapat orang lain 83,3

d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7

e. Mendeskripsikan data 75,0

f. Mendiskusikan masalah 79,2

g. Mencatat data/informasi 83,3

Rata-rata 75,0

Berdasarkan data pada tabel 4.9 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Pada sub aspek mengajukan pertanyaan menunjukkan kemampuan
psikomotor siswa sebesar 70,8%. Pada sub aspek menjawab pertanyaan
dan menyampaikan ide/gagasan menunjukan kemampuan siswa sebesar
66,7%. Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain dan mencatat
data/informasi menunjukan kemampuan siswa sebesar 83,3%. Pada sub
aspek mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan siswa sebesar
75,0%. Sedangkan pada sub aspek mendiskusikan masalah menunjukkan
kemampuan siswa sebesar 79,2%. Rata-rata persentase dari sub aspek
yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses
pembelajaran sebesar 75,0%.

Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)


No. Aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Merancang langkah kerja 87,5


50

b. Menganalisis masalah 58,3

c. Mensintesis masalah 41,7

Rata-rata 62,5

Berdasarkan data pada tabel 4.10 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
87,5%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 58,3%. Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 41,7%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama
proses pembelajaran sebesar 62,5%.
Dari seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran hands-on teknik
challenge exploration activity berlangsung, aspek-aspek kemampuan
psikomotor siswa yang muncul akan disajikan sebagai berikut.

Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak)


Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran.
No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)

a. Membawa perlengkapan belajar 81,9

b. Menyiapkan perlengkapan belajar 61,1

Rata-rata 71,5

Berdasarkan data pada tabel 4.11 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
51

sebesar 81,9%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar


menunjukan kemampuan siswa sebesar 61,1%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada pada seluruh kegiatan pembelajaran menggambarkan
persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 71,5%.

Tabel 4.12 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)


Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran.
No. Sub aspek yang diamati Kemampuan
psikomotor siswa (%)

a. Mengajukan pertanyaan 72,2

b. Menjawab pertanyaan 65,3

c. Menyimak pendapat orang lain 81,9

d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7

e. Mendeskripsikan data 72,2

f. Mendiskusikan masalah 72,2

g. Mencatat data/informasi 84,7

Rata-rata 73,6

Berdasarkan data pada tabel 4.13 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Pada sub aspek mengajukan pertanyaan, mendeskripsikan data dan
mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan psikomotor siswa
sebesar 72,2%. Pada sub aspek menjawab pertanyaan menunjukan
kemampuan siswa sebesar 65,3%. Pada sub aspek menyimak pendapat
orang lain menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 81,9%.
52

Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan


psikomotor siswa sebesar 66,7%. Sedangkan pada sub aspek mencatat
data/informasi menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar
84,7%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan
persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar
73,6%.

Tabel 4.13 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)


Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran
No. Aspek yang diamati Frekuensi kemunculan
(%)
a. Merancang langkah kerja 86,1

b. Menganalisis masalah 61,1

c. Mensintesis masalah 45,8

Rata-rata 64,4

Berdasarkan data pada tabel 4.13 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
86,1%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 61,1%. Sedangkan sub aspek mensintesis masalah
menunjukan kemampuan siswa sebesar 45,8%. Rata-rata persentase dari
sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama
proses pembelajaran sebesar 64,4%.
Tabel 4.14 Aspek Psikomotor Tiap Pertemuan
No Aspek
penilaian Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
(%) (%) (%)
53

1. Moving
(bergerak) 62,5 77,1 75

2. Manipulating
(memanipulasi) 84

3. Communicating
(komunikasi) 72,6 73,2 75

4. Creating
(kreativitas) 58,3 72,2 62,5

Grafik 4.1 aspek psikomotor siswa selama proses pembelajaran hands on


teknik challenge exploration activity

B. Pembahasan
Tingkat persentase kemampuan aspek psikomotor siswa selama
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity berlangsung
menunjukkan tingkat kemampuan pada masing-masing aspek psikomotor.
54

1. Pertemuan I
Pada pertemuan pertama yaitu pada saat diskusi untuk
merumuskan langkah kerja praktikum, aspek communicating
menunjukkan persentase paling tinggi dibandingkan dengan aspek moving
dan creating. Sedangkan aspek manipulating tidak muncul pada kegiatan
ini dikarenakan aspek manipulating merujuk pada aktivitas motorik yang
terjadi pada saat siswa melakukan percobaan di dalam laboratorium.
Dari ketiga aspek yang muncul, kemampuan psikomotor siswa dengan
nilai persentase tertinggi adalah aspek communicating, sedangkan nilai
persentase terendah adalah aspek creating. Nilai aspek moving berada
diantara aspek communicating dan creating. Aspek communicating pada
sub aspek menyimak pendapat orang lain, mendiskusikan masalah dan
mencatat/informasi merupakan sub aspek yang paling dominan muncul
dengan mendapatkan persentase yang tinggi karena pada kegiatan ini
siswa ditantang untuk membuat langkah kerja sebelum praktikum. Siswa
masih belum tahu langkah kerja yang benar, komunikasi antar teman
sekelompok menjadi lebih sering dialakukan siswa. Dari komunikasi antar
siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa membangun pengetahuannya
sendiri dengan memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Belajar
menurut kaum konstruktivisme merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
seseorang sehingga pengertian dikembangkan55.
Pada aspek creating, sub aspek merancang langkah kerja memiliki
nilai persentase tertinggi artinya sub aspek ini muncul paling dominan
dibandingkan sub aspek lainnya. Merancang langkah merupakan kegiatan
yang paling sering dilakukan siswa karena siswa memang difokuskan

55
Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, JPPP, Lembaga Penelitian
Undiksha, April 2008
55

untuk membuat langkah kerja sebelum melakukan praktikum. Merancang


langkah kerja praktikum merupakan tugas utama yang dilakukan siswa
pada tahap ini sehingga dalam prosesnya membutuhkan intensitas waktu
yang paling banyak dibandingkan sub aspek yang lain. Sub aspek
menganalisis dan mensintesis maslah muncul dengan persentase yang
kecil karena berdasarkan pendapat siswa bahwa kurangnya pengetahuan
yang mereka miliki menjadi alasan kurangnya keberanian mereka untuk
melakukan kreasi baru. Hal ini senada dengan dengan paham
konstruktivisme bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa membina
pemahamannya sendiri dengan membuat keterkaitan antara ide baru
dengan pengetahuan yang sudah ada. Sementara itu, pemahaman terhadap
pengetahuan tidak terjadi secara serta merta tetapi hasil interaksi siswa
dengan lingkungannya.
Aspek moving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar
merupakan sub aspek yang paling tinggi persentasenya dibandingkan
dengan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar yang dibutuhkan
selama proses pembelajaran. Selain itu aktivitas pada aspek ini hanya
dilakukan oleh siswa di awal dan akhir kegiatan, artinya tidak selalu
dilakukan siswa pada kurun waktu yang ada.

2. Pertemuan II
Pertemuan kedua, yaitu pada saat melakukan kegiatan praktikum,
aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul sebanyak empat aspek,
artinya seluruh aspek kemampuan psikomotor muncul pada kegiatan
praktikum ini diantaranya adalah aspek moving, manipulating,
communicating dan creating. Dari keempat aspek tersebut, aspek dengan
kemampuan psikomotor siswa yang paling tinggi adalah aspek
manipulating, disusul dengan aspek moving, communicating dan creating.
Aspek manipulating memiliki persentase paling tinggi
dibandingkan dengan ketiga aspek yang lainnya, hal ini dikarenakan pada
kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity,
56

seluruh kegiatan belajar siswa dilakukan didalam laboratorium. Pada sub


aspek membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukkan kemampuan
siswa dengan persentase paling tinggi, kegiatan ini memang sederhana
untuk dilakukan oleh siswa sehingga setiap kelompok melakukannya
dengan baik dan rapi. Kegiatan merangkai alat praktikum juga
menunjukkan kemampuan siswa dengan persentase yang cukup tinggi. Hal
ini dikarenakan siswa merasa tertantang untuk merangkai alat yang sudah
mereka rancang pada LKS dipertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini
siswa mengkonstruksi sendiri pemikiran dan penemuan selama
beraktivitas sehingga siswa melakukan sendiri tanpa beban,
menyenangkan dan motivasi tinggi. Siswa melakukan praktikum dengan
alat laboratorium sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan secara
langsung dengan alat yang mereka gunakan. Kegiatan merangkai alat
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan
secara fisis. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari
suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekerasan, berat, serta
bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain. Siswa
memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan
atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya56.
Aspek moving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar dan
menyiapkan perlengkapan belajar menunjukkan persentase yang cukup
tinggi. Ini menunjukkan antusias siswa untuk melakukan praktikum
dengan menggunakan LKS yang sudah mereka persipkan sebelumnya
cukup tinggi.
Aspek communicating, pada sub aspek mencatat data/informasi
paling dominan muncul dengan nilai persentase paling tinggi. Aktivitas
mencatat data/informasi banyak dilakukan oleh siswa pada kegiatan
pertemuan kedua karena pada pertemuan kedua ini siswa mencatat hasil

56
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan
Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 12.
57

pengamatan selama praktikum dan mengolah data pada LKS yang


diberikan oleh guru, sehingga banyak terdapat aktivitas mencatat
didalamnya. Aktivitas menjawab pertanyaan muncul dengan nilai
persentase terkecil karena masing-masing kelompok masih mengandalkan
teman yang itu saja. Selain itu siswa kurang aktif ini dikarenakan siswa
masih belum percaya diri untuk menjawab pertanyaan, bertanya kepada
teman atau guru.

3. Pertemuan III
Pertemuan ketiga, yaitu kegiatan siswa untuk mendiskusikan hasil
praktikum yang sudah dilakukan pada pertemuan sebelumnya. Pada
pertemuan ini aspek psikomotor yang paling tinggi persentasenya adalah
aspek moving dan aspek communicating. Sedangkan aspek creating berada
pada persentase yang paling rendah. Aspek manipulating tidak muncul
karena pada pertemuan ini hanya melakukan kegiatan diskusi hasil
praktikum pada pertemuan sebelumnya.
Aspek moving dan aspek communicating berada pada kemampuan
siswa yang paling tinggi, hal ini dikarenakan pada pertemuan ini siswa
sudah mempersiapkan hasil praktikum pada pertemuan sebelumnya.
Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan, siswa berdiskusi
dan menarik kesimpulan dari hasil percobaan dengan bimbingan guru.
Selama diskusi guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya
ataupun memberikan tanggapan. Mendiskusikan hasil eksperimen
memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis, siswa berani
untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Hal ini sesuai dengan teori
konstruktivisme, belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta,
tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian
yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis,
meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan
persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog,
58

mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan


gagasan dll. untuk membentuk kontruksi pengetahuan yang baru57.
Aspek creating, kemampuan psikomotor siswa pada aspek ini
dianggap masih rendah dikarenakan kurangnya pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep yang sudah dimiliki kemudian mengaitkannya
dengan informasi yang baru untuk memecahkan masalah.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

57
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 13
59

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka kesimpulan yang


dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan terhadap kemampuan
psikomotor siswa diperoleh kesimpulan pembelajaran hands-on teknik
challence exploration activity berpengaruh terhadap kemampuan
psikomotor siswa.
2. Observasi aktivitas siswa memberikan hasil bahwa hampir seluruh siswa
terlibat aktif selama proses pembelajaran dari tahap awal hingga tahap
akhir. Pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity
memberikan pengaruh positif pada siswa seperti siswa berani
mengungkapkan pendapat, ide dan gagasan mereka, menumbuhkan
berprikir kritis siswa, terampil dalam bereksperimen.

B. Saran
Setelah melakukan penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Guru diharapkan mengenalkan model pembelajaran hands-on, karena
model ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuan sendiri dengan melakukan suatu percobaan guna memahami
konsep dan melatih keterampilan tangan.
2. Aspek psikomotor merupakan aspek yang penting untuk mengetahui hasil
belajar siswa. Model ini mampu membantu untuk mengungkap aspek
psikomotor siswa.
3. Persiapan alat dan bahan praktikum harus diperhatikan dengan baik agar
proses pembelajaran berjalan lebih baik dan memperoleh hasil belajar
yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
60

Arikunto, Suharsimi Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta:


Bumi Aksara. 2007)

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2007)

Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Statistika Untuk Penelitian: Suatu


Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2006), ed. Revisi IV, cet.13.

Dahniar, Nani, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika


Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan
Inovatif, Vol 1, No. 2,)

Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for


Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my
Classroom?,” artikel diakses pada tanggal 14 Juli 2010 dari
(http://www.Thirteen.org).

Efendi, Ridwan, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa


Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model
Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011)

Feronika, Tonih, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran


Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS
vol. 1 No. 2 Desember 2008.

Haury L. David dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science


Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and
Environmental Education,1994. (online), dari
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric
/-2html, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3

Herliani, Elly dkk., Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009.

Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, JPPP, Lembaga Penelitian


Undiksha, April 2008
61

Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai


Asesmen Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES)

Nazir, Moh., Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005)

Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American
Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science
Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 2010, 6(2),

Purwanto, Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:


Remaja Rosda Karya, 2000)

Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On


Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar
Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. 2009

Rustaman, Y. Nuryani, Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi.


(Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP
Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000).

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


(Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2006)

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi . (Jakarta: Rieneka


Cipta. 2010)

Sofyan, Ahmad. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN


Press, 2006)

Sudjana, Metoda Statistik, (Bandung : Tarsito, 2005)

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. 13 (Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2009)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan


R&D, (Bandung:Alfabeta, 2008)

Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, cet.13, (Bandung: Alfabeta, 2008).

Suparno, Paul, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan


Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007)
62

Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, http://surianto200477


.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/diakses
pada tanggal 11 Oktober 2010

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. 2001)

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,


(Jakarta: Presrtasi Pustaka Publisher, 2007)

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2009)

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya


dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2007)

Wirasih, Anni dkk., IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008)

Yamin, Martinis dan Bansu I Ansari,. Taktik Mengembangkan Kemampuan


Individual

Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan


Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP,
ISSN: 1693-1246 Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Suparno mengutip
pendapat Bettencourt bahwa menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan
itu adalah bentukan (konstruksi) siswa sendiri yang sedang menekuninya.2
Menurut pandangan konstruktivisme bahwa setiap individu mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, bila yang sedang menekuni adalah siswa maka
pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah jadi, tetapi sesuatu yang harus dibentuk sendiri. Jadi pengetahuan
itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan
berpikir seseorang. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang
dikonstruksikan dari pengalaman sejauh dialaminya. Proses ini akan berjalan
terus menerus setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu
pemahaman yang baru.
Menurut Trianto teori konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-
aturan itu tidak lagi sesuai.3 Untuk dapat mengetahui sesuatu siswa haruslah
aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa haruslah
aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya
yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.
Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus
akan berkembang semakin luas, lengkap dan sempurna.

2
Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Santa Dharma, 2007) h. 123.
3
Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
8
9

Menurut teori konstruktivis satu prinsip yang paling penting dalam


psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di
dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-
ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.4
Dari perspektif konstruktivisme, pembelajaran bermakna dapat dibina
di dalam diri peserta didik sebagai hasil pengalaman-pengalaman
pancainderanya dengan alam. Mereka menggunakan pengalaman pancaindera
dengan cara membentuk skema atau struktur kognitif dalam pikiran mereka
sehingga akan tercipta makna dan pemahaman mereka terhadap situasi dan
fenomena yang ada.
Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar sains tidak hanya
menerima informasi tentang produk sains, tapi melakukan proses ilmiah
untuk menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip di bidang sains.
Sangat jelas bahwa tanpa keaktifan siswa tidak akan berhasil dalam proses
belajar mereka.

B. Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme


Salah satu landasan teoritik pendidikan modern adalah teori
pembelajaran konstruktivime. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan
aktif proses belajar mengajar. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir
(filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong.5 Dalam proses pembelajaran,
siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain.

4
Trianto, Ibid, h. 13
5
Trianto, ibid, h. 108
10

Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan


belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan
siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik,
yaitu: (1) peran aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna,
(2) pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh siswa dalam
mengkontruksi pengetahuan dan (3) mengaitkan antara gagasan siswa dengan
informasi baru di kelas.6
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara
aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.7 Teori belajar
tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam
tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi denga ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Perkembangan kognitif sebagian
besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.
J. Piaget mengartikan bahwa adaptasi terhadap lingkungan dilakukan
melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses
penyempurnaan skema yang telah terbentuk. Sedangkan, akomodasi adalah
proses perubahan skema.8 Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif
yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru
dalam skema yang telah ada. Proses akomodasi menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses
mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan

6
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
7
Ibid. h. 14
8
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Pernada Media Group. 2006), h.122
11

rangsangan itu. Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman


baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan
skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali
tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang
akan mengadakan akomodasi.
Menurut J. Piaget pada dasarnya individu sejak kecil sudah memiliki
kemampuan untuk mengkonstruk penetahuannya sendiri. 9 Strategi
pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya
sebagai berikut:
1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa
membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi.
2. Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan
llingkungannya
3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan
(disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada
mengalami perubahan atau struktur baru timbul.
4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-equilibrium).
Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu terjadi
kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual
yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. 10
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.

9
Wina Sanjaya, ibid, h.122
10
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa.(Jakarta: Gaung Persada Press. 2009), h. 91
12

Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif


antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan,
sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok
Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap
perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental.
Ruseffendi mengemukakan:
a. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan
mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama
b. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis
dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku
intelektual
c. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan
(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi
antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul
(akomodasi).11
Berdasarkan uraian diatas, diartikan bahwa dalam pembelajaran
menurut konstruktivisme guru perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan
awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh
guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Konstruksi berarti bersifat
membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah
suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan

11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
13

memberi makna melalui pengalaman nyata 12. Pembelajaran konstruktivis


memiliki beberapa karakteristik seperti pada tabel:
Tabel 2.1. Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme
No Karakteristik Penjelasan
1. Constructed Siswa mengikuti proses pembelajaran tidak
dengan kepala kosong. Mereka telah
memiliki konsepsi awal berupa pengetahuan,
ide, dan pemahaman yang sebelumnya telah
terbentuk. Melalui konsepsi awal tersebut
siswa dapat mengkonstruksi pemahaman dan
pengetahuan baru.
2. Active Siswa membentuk pengetahuan dan
pemahamannya sendiri. Guru hanya
membimbing, memantau, dan memberi
masukan, selain itu guru juga memberikan
ruang gerak bagi siswa untuk menyelidiki dan
mempertanyakan pengetahuan serta mencoba
aktivitas belajar baru, yang bertujuan untuk
membantu siswa mencapai tujuan
pembelajaran.
3. Reflective Guru dan siswa berupaya untuk meninjau
ulang, mengorganisir, mengklarifikasi, dan
mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
4. Collaborative Dengan bekerja sama, siswa dapat saling
bertukar pikiran untuk memudahkan mereka
dalam memahami pelajaran maupun untuk
memperkaya pengetahuan.
5. Inquiry-Based Aktivitas siswa yang mengacu pada
pembelajaran konstruktivisme adalah
pemecahan masalah, dengan tahapan mencari
akar permasalahan, investigasi masalah, dan
menggunakan berbagai sumber untuk
pemecahan masalah.
6. Revolving Guru membantu siswa untuk melakukan
eksplorasi terhadap hal baru atau pelajaran
yang sedang dikaji, agar yang dipelajari siswa
lebih bermakna pada kehidupan nyata. 13

12
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari
(http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and
Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal
14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org).
14

Teori konstruktivisme menekankan bahwa dalam proses pembelajaran


siswalah yang harus mendapatkan penekanan, merekalah yang harus aktif
menggabungkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain.
Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar
lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi
kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi
dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide
dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar.
Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya juga memperhatikan
prosesnya dalam konteks tertentu.

C. Hakikat Pembelajaran IPA


Menurut Marsetio Donosepoetro, pada hakikatnya IPA dibangun atas
dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA
dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur14.
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru.
Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai prosedur
dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui
sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah.
Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu
yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan
masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen,
penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan
bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-
gejala melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah yang
dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah
yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori
yang berlaku secara universal.
14
Trianto, M.Pd. Model Pembelajaran Terpadu ( Bumi Aksara:Jakarta, 2010) h. 137
15

D. Hakikat Pembelajaran Hands-on


Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta
memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru dan
teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan
keterampilan berpikir para siswa.15 Prinsip teori konstruktivisme adalah
‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu
kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi
dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan
menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. 16 Siswa diberi kebebasan
dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas
sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan
dengan motivasi yang tinggi17. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu
penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian
(penghayatan) karena mampu membelajarkan secara bersama-sama
kemampuan psikomotorik (keterampilan), pengertian (pengetahuan) dan
afektif (sikap) yang biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau
sejenisnya. Juga, dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap
apa yang dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah
dilupakan.18 Dengan hands on activity siswa akan memperoleh pengetahuan
tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri.
Jika siswa tidak melaksanakan sains secara langsung, maka siswa
tersebut belum melakukan sains seutuhnya. Dalam melakukan kegiatan ini
siswa seperti halnya ahli-ahli professional ketika membuat hipotesis, mereka
kemudian menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen-eksperimen dan

15
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
16
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen
Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES)
17
Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities
Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. 2009.
18
Kartono. Op.cit.
16

observasi. Seperti halnya peneliti, mereka tidak bisa langsung mengatakan


hipotesis mereka benar sebelum mereka bisa membuktikannya. Oleh karena
itu kegiatan tersebut dapat menerapkan pembelajaran fisika berbasis hands-
on, yang dapat melibatkan keterampilan psikomotor siswa.
Rutherford dalam Haury dan Rillero menyebutkan bahwa “Hands-
On” secara harfiah adalah siswa menggunakan peralatan dalam belajar, yang
berarti bahwa belajar dengan pengalaman. Istilah lain untuk aktivitas sains
hands-on adalah aktivitas yang berpusat pada materi, manipulasi, dan
praktek19.
Hands-on merupakan suatu aktivitas dimana siswa memiliki objek,
baik makhluk hidup maupun benda mati yang secara langsung dapat
digunakan untuk penelitian. Aktivitas hands-on merupakan aktivitas yang
berpusat pada material, aktivitas pada manipulasi, dan aktivitas praktikum.
Haury dan Rillero mengutip Lump dan Oliver yang menyatakan bahwa “sains
yang berlandaskan Hands-on di definisikan sebagai segala aktivitas
laboratorium yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau
megobservasi proses sains20.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas
hands on adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung
melalui pengamatan dalam kaitannya dengan proses sains.
Pembelajaran Hands-on melibatkan siswa pada seluruh pengalaman
belajar yang mendorong siswa mengembangkan kemampuannya untuk
berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara
langsung mengerti tentang sains. Siswa mengembangkan teknik-teknik yang
efektif untuk mengobservasi dan menguji segala sesuatu yang ada disekeliling
mereka, mengetahui apa yang mereka pelajari, bagaimana, kapan dan

19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science
Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental
Education,1994. (online), dari
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric/-2html, diakses 20
januari 2010, hlm. 2-3.
20
Ibid, h. 2
17

mengapa segala sesuatu itu terjadi. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat


penting jika siswa saat ini tetap memiliki perhatian terhadap sains dan
menjadi bekal untuk lebih melihat sains.
Pembelajaran berbasis hands-on activities merupakan suatu model
yang dirancang agar siswa terlibat dalam empat komponen utama yaitu:
menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan,
mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri.
Empat komponen utama dalam pembelajaran hands-on activities akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Menggali informasi dan bertanya
Guru memulai pembelajaran dengan memberikan LKS yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta
membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis.
2. Beraktivitas dan menemukan
Setelah siswa berhipotesis, guru membimbing siswa melakukan
penyelidikan atau percobaan untuk menguji hipotesis.
3. Mengumpulkan data dan menganalisis
Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan tersebut, siswa
mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil percobaannya. Sambil
berdiskusi siswa menganalisis data untuk pembahasan dari data yang
teramati.
4. Membuat kesimpulan
Selama siswa berdiskusi, guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk
bertanya ataupun memberikan tanggapan. Dan guru pun membimbing
siswa menarik kesimpulan dengan memberikan kata kunci atau
pertanyaan-pertanyaan pancingan21.
Pembelajaran fisika dengan model hands-on membantu siswa untuk
belajar fisika atau prinsip-prinsip fisika dengan keaktifan siswa membuat

21 Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan


Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246
Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id
18

sesuatu benda, peralatan atau hal, yang didasari dengan prinsip fisika.
Tekanan model ini adalah siswa dibiasakan dengan aktif membuat atau
menciptakan sesuatu peralatan yang menggunakan prinsip fisika. 22 Melalui
pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang
mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan
kepada siswa menggunakan alat, merancang percobaan, berkomunikasi,
bertanya, berhipotesis, observasi, dan berpendapat.
Peran guru dalam pembelajaran hands-on difokuskan dalam
memotivasi dan melibatkan siswa pada pengalaman belajar yang dapat
memperluas pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konten sains
dalam proses belajar. Peran guru tidak hanya sebagai pemberi ilmu
pengetahuan sebagaimana pembelajaran tradisional, tetapi juga harus
membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri. Guru yang
menerapkan pembelajaran hands-on dalam kegiatan proses belajar harus
mempertimbangkan juga bagaimana cara yang harus ditempuh umtuk
mengevaluasi siswanya. Siswa tidak hanya diuji mengenai penugasan spesifik
isi pengetahuannya, akan tetapi kinerjanya pun penting juga untuk dievaluasi.
Pembelajaran hands-on terdiri dari 3 teknik yaitu Guided Worksheet
Activity, Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity.
Adapun perbedaan ke-3 teknik tersebut adalah :
1. Teknik Guided Worksheet Activity (kegiatan lembar tugas panduan). Pada
teknik ini siswa diberikan LKS yang lengkap yang berisis alat, bahan, tujuan,
dan prosedur kegiatan praktikum tetapi tidak memberi tahukan hasil. Siswa
diharapkan menemukan sendiri hubungan antar variabel ataupun
menggenaralisasikan data. Teknik ini menggunakan LKS yang bersifat resep
(cook book) tetapi tidak selengkap LKS cook book.
2. Teknik Challenge Exploration Activity (kegiatan eksplorasi tantangan). Pada
teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa berisi alat, bahan, dan tujuan
praktikum serta permasalahan yang akan diteliti siswa. Siswa ditantang untuk

22
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.
19

dapat merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan


permasalahan yang telah diberikan.
3. Teknik Open Exploration Activity (kegiatan eksplorasi terbuka). Pada teknik
ini LKS yang diberikan kepada siswa hanya berisi alat dan bahan praktikum.
Sedangkan untuk tujuan, permasalahan yang akan diteliti, dan prosedur
kegiatan praktikumnya siswa ditugaskan untuk merumuskannya sendiri. 23
Perbedaan ketiga teknik diatas adalah pada lengkap tidaknya petunjuk
yang diberikan dalam LKS. Adanya LKS yang membantu siswa untuk
mengembangkan alur berpikir untuk mendapatkan suatu konsep. LKS yang
dikembangkan dalam model pembelajaran hands-on dilengkapi dengan
menggunakan pertanyaan produktif. Dengan pertanyaan produktif siswa
harus melakukan sesuatu terlebih dahulu sebelum menjawab. Sementara
dalam LKS yang selama ini dipergunakan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat
lebih menitik beratkan pada pemahaman konsep belaka tidak menuntut siswa
untuk melakukan sesuatu. Tanggapan siswa terhadap LKS yang dibuat dapat
membantu memahami suatu konsep.
Ketiga teknik tesebut juga dapat digunakan secara bersama-sama
(kombinasi), akan tetapi tidak ada aturan yang mengikat mengenai urutan
yang tepat dalam mengkombinasikan ketiga teknik tersebut. Pada kondisi
tertentu, kegiatan belajar bisa dimulai dengan teknik Open Exploration
Activity untuk mengenal dan mengetahui bahan-bahan praktikum terlebih
dahulu, kemudian dilanjutkan dengan teknik Challenge Exploration Activity
sehingga siswa fokus pada suatu konsep. Di lain hal, teknik Guided
Worksheet Activity bisa digunakan sebagai dasar dari kegiatan teknik Open
Exploration Activity dan kemudian dilanjutkan dengan memahami penaksiran
melalui kegiatan pada teknik Challenge Exploration Activity. Meskipun
demikian, memadukan karakter setiap pengalaman yang didapat para siswa
merupakan hal yang terpenting dari semua itu.

23
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands
On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2 Desember 2008.
20

Teknik challenge exploration activity, siswa diberi kesempatan untuk


membuat hipotesis dan prosedur kerja. Sehingga siswa dapat
mengekplorasi/merancang daya pikirnya dalam membuat hipotesis dan
prosedur kerja. Dalam hal ini siswa mendapatkan tantangan, karena jika
prosedurnya kurang tepat dengan permasalahan yang ada. Maka hasilnya pun
dapat berakibat tidak baik terhadap percobaan yang diteliti.
Teknik challenge exploration activity adalah teknik pembelajaran
yang memberikan banyak kegiatan pemebelajaran melalui tantangan kepada
siswa. Teknik challenge exploration activity banyak memunculkan
kemampuan yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari konsep yang
termasuk jenis konsep yang berdasarkan prinsip. Kelebihan pada teknik ini
adalah:
a. Dalam pembelajaran ada iklim kompetisi
b. Terdapat sikap kreatif dan inventif
c. Semua siswa terlibat kerja
d. Aktivitas percobaan sebagai hal yang menuntut berpikir.24
Penerapan teknik Challence Exploration Activity memberikan hal
yang positif bagi siswa seperti, muncul sikap kreatif dan inventif dalam diri
siswa, semua siswa dalam kelompok terlibat kerja bahkan terjadi iklim
kompetisi, dan siswa merasa terangsang dengan dengan teknik ini. Bila
dilihat dari segi kreativitas, keterlibatan siswa dalam kelompok, kemampuan
memechkan masalah (Problem Solving), motivasi belajar, kemampuan
berhipotesis, dan penggunaan pengetahuan awal teknik Challence
Exploration Activity merupakan teknik yang dapat memfasilitasi hal-hal
tersebut.

24
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada
Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan
Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011)
21

E. Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA


Menurut Mills pembelajaran keterampilan akan efektif bila dilakukan
dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by
doing)25. Trowbridge dan Bybe menekankan bahwa domain psikomotor
mencakup aspek-aspek perkembangan motorik, koordinasi otot dan
keterampilan-ketrampilan fisik.26 Mills menjelaskan bahwa langkah-langkah
dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk
perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan berurutan, (c)
mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan
memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci
yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang
sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba
melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan
penilaian terhadap usaha peserta didik.27
Stiggins menjelaskan bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan
penegmbangan motorik, koordinasi otot, dan keterampilan-keterampilan fisik.
Trowbridge dan Bybe juga sepaham dengan Stiggins mengenai ruang lingkup
ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka mengemukakan kekhasan
dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan
hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat (instrument).
Keduanya mengklasifikasikan ranah psikomotor ke dalam empat kategori,
yaitu: a) moving (bergerak), b) manipulating (memanipulasi), c)
28
communicating (berkomunukasi), d) creating (menciptakan) .

F. Penilaian Ranah Psikomotor


Bloom berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan
hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang
25
Depdiknas 2008, loc.cit.
26
Drs. Ahmad Sofyan, loc.cit. h. 24
27
Depdiknas 2008, loc.cit. h. 4
28
Dra. Elly Herliani dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009. Hal.70.
22

melibatkan otot dan kekuatan fisik. 29 Singer menambahkan bahwa mata


pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang
berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik dan
keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian
seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.30
Menurut Setyosari aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan
yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan
koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan yang bersifat psikomotor berkaitan
dengan pencapaian keterampilan motorik (gerakan), memanipulasi
benda/objek atau kegiatan-kegiatan yang memerlukan koordinasi otot-otot
syaraf dan anggota badan. Menurut Wartono keterampilan-keterampilan
motorik tersebut dalam pembelajaran sains disebut dengan keterampilan
proses sains, yang meliputi mengamati, menafsirkan, meramalkan,
menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan
dan mengkomunikasikan percobaan.31
Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat
dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu
mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran
yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah
psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih
menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah
afektif.32
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill)
dan kemampuan bertindak individu.33 Simpson menyatakan bahwa hasil

29
Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
30
Ibid.
31
Nani Dahniar, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika Berbasis
Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1, No. 2,)
32
Op.cit
33
Dr. Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya,
Bandung 2010)
23

belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan


bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil
belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku
atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua
ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.34
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak
positif terhadap perkembangan ranah psikomotor siswa. Kecakapan
psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati
baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun,
disamping kecakapan psikomotor itu tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia
juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa
merupakan manifestasi wawasan pengetahuandan kesadaran serta sikap
mentalnya35.
Ryan menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur
melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik
selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti
pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah
pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.36
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian hasil
belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan
produk. Penialain dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada
waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung
dengan cara mengetes peserta didik. Untuk menilai hasil belajar aplikatif ini
dapat digunakan instrumen tes kinerja atau nontes dengan pedoman
observasi.37

34
Drs. Ahmad Sofyan dkk. Evaluasi Pemebelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (UIN
Jakarta Press, Jakarta 2006) h. 23
35
Dr. Muhibin Syah. Psikologi Belajar. (PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 2011) h.53-54.
36
Depdiknas 2008. Op.cit. h. 4-5
37
Drs. Ahmad Sofyan. dkk. Op.cit. h. 24
24

G. Hubungan Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands


On
Berdasarkan pengertian ranah psikomotor yang telah dikemukakan,
penilaian hasil belajar pada ranah psikomotor ini dititikberatkan pada
keterampilan motorik (hands on). Berdasarkan batasan ini, maka dalam
pelajaran sains, kompetensi siswa dalam ranah psikomotor dinilai antara lain
ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada khususnya dan diskusi
dalam pemecahan masalah.
Pada kegiatan pembelajaran, terdapat kaitan erat antara tujuan yang
akan dicapai, metode pembelajaran dan evaluasi yang akan digunakan. Oleh
karena itu ada sedikit perbedaan titik berat tujuan pembelajaran psikomotor
dan kognitif maka strategi maupun pendekatan pembelajarannya sedikit
berbeda. Pembelajaran yang mengungkap kemampuan psikomotor akan
efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil
mengerjakan (learning by doing). Sains merupakan suatu proses penemuan
yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep dan prinsip
saja. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung dalam arti bekerja ilmiah sebagai lingkup proses. Lingkup proses
berkaitan erat dengan konsep, maka bekerja ilmiah adalah mengintegrasikan
isi sains ke dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang membekali
pengalaman belajar siswa secara langsung.
Model hands on activity sangat baik bagi keterampilan psikomotor
siswa, mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika sangat
mengasyikan dan menarik, apalagi dengan melakukan sesuatu, mereka dapat
melihat dengan mata dan inderanya bahwa yang dilakukan terjadi. Maka
mereka menjadi lebih yakin. Keuntungan lain dengan model ini adalah siswa
dilatih keterampilan membuat sesuatu peralatan yang berbau fisika. 38
According to the constructivist philosophy of Piaget people build
conceptual understanding and Vygotsky, on their experience. Real

38
Paul Suparno, op.cit.. h.123
25

experiences allow people to construct their own understandings in a


meaningful way.39
Menurut Piaget and Vygotsky, orang membangun pemahaman konseptual
pada pengalaman mereka. Kenyataannya memungkinkan orang untuk
membangun pemahaman mereka sendiri dengan cara yang berarti. Titik
umum untuk teori ini adalah bahwa belajar yaitu proses yang aktif
memerlukan keterlibatan fisik (psikomotor) dan intelektual dengan tugas
belajar. Demonstrasi dan hands-on membuat "gangguan eksternal" menjadi
pemikiran terkini dan merangsang equilibrium, yang menyebabkan
konseptual berubah, dan bahwa hands-on activities adalah cara efektif untuk
anak-anak dan remaja untuk memperoleh pengetahuan. Hands-on activities
membuat siswa lebih aktif peserta didik di kelas ilmu pengetahuan, terutama
jika mereka dapat menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah untuk
kehidupan sehari-hari situasi mereka. Penelitian juga menunjukkan bahwa
siswa menemukan ilmu yang lebih menarik ketika mereka relevan untuk
setiap hari hidup atau pengalaman. Proyek yang melibatkan hands-on
activities, pengalaman meningkatkan peluang untuk pembangunan
pengetahuan.40
Menurut Krech faktor yang berpengaruh dalam pengubahan perilaku
tergantung pada keinginan diri individu, kepribadiannya, informasi yang
diterima, kerja kelompok dan lingkungan yang mendukung. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dan penerapan konstruktivisme,
hasil penelitian pembelajaran sains dengan kegiatan mandiri atau dengan
hands-on dan minds-on activity. Model hands-on sangat baik bagi siswa SD
dan SMP. Mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika
mengasyikan dan menarik.41 Siswa memerlukan pembelajaran hands-on yang
melibatkan mereka dalam pengumpulan oraganisasi, analisis dan nilai konten
sains sehingga siswa secara aktif terlibat dalam belajar, mengasumsi apa yang

39
Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American
Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts, Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), hal. 87
40
Paul Suparno, loc.cit,
41
Paul Suparno, ibid, hal. 123
26

terjadi dan bagaimana mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan


percobaan, pengumpulan data dan menginterpretasikan pengetahuannya.
Dalam hal ini hanya akan dijelaskan aspek-aspek yang dapat dinilai
dalam mata pelajaran sains dengan merujuk pada klasifikasi ranah psikomotor
menurut Trowbridge dan Bybe seperti pada tabel:
Tabel 2.2. Aspek Psikomotor Menurut Trowbridge dan Bybe
No Aspek Penjelasan
Psikomotor
1. Moving Kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan
tubuh yang melibatkan koordinasi gerakan-
gerakan fisik. Kategori ini merupakan respon-
respon otot terhadap rangsangan sensorik.
2. Manipulating Kategori ini merujuk pada aktivitas yang
mencakup pola-pola yang terkoordinasi dari
gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh, misalnya koordinasi antara mata, tangan,
dan jari. Koordinasi gerakan tubuh melibatkan
dua atau lebih bagian-bagian tubuh, misalnya
tangan-jari, tangan-mata.
3. Communicating kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas
yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk
diketahui orang lain.
4. Creating merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan
dari gagasan-gagasan baru. Kreasi dalam mata
pelajaran sains biasanya memerlukan sejumlah
kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan
komunikasi dalam membangkitkan hasil baru
yang sifatnya unik. Dalam konteks ini terjadi
koordinasi antara aspek kognitif, psikomotor,
dan afektif dalam upaya untuk memecahkan
masalah dan menciptakan gagasan-gagasan baru
tersebut42.

42
Dra. Elly Herliani, M.Phil, M.Si, dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK
IPA. Bandung. 2009. Hal.71-72.
27

H. Konsep Kalor
1. Pengertian Kalor
Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan
kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi panas. Mengapa air
menjadi panas? Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor yang
diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik. Dari manakah kalor itu?
Kalor berasal dari bahan bakar, dalam hal ini terjadi perubahan energi kimia
yang terkandung dalam gas menjadi energi panas atau kalor yang dapat
memanaskan air.
Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan zat
yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang
suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut bersentuhan atau bercampur.
Jika kalor merupakan suatu zat tentunya akan memiliki massa dan ternyata
benda yang dipanaskan massanya tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi
kalor adalah suatu bentuk energi dan merupakan suatu besaran yang
dilambangkan Q dengan satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori
(kal). Hubungan satuan joule dan kalori adalah
1 kalori = 4,2 joule
1 joule = 0,24 kalori

2. Kalor dapat Mengubah Suhu Benda


Apa yang terjadi apabila dua zat cair yang berbeda suhunya dicampur
menjadi satu? Bagaimana hubungan antara kalor terhadap perubahan suhu
suatu zat? Adakah hubungan antara kalor yang diterima dan kalor yang
dilepaskan oleh suatu zat?
Semua benda dapat melepas dan menerima kalor. Benda-benda yang
bersuhu lebih tinggi dari lingkungannya akan cenderung melepaskan kalor.
Demikian juga sebaliknya benda-benda yang bersuhu lebih rendah dari
lingkungannya akan cenderung menerima kalor untuk menstabilkan kondisi
dengan lingkungan di sekitarnya. Suhu zat akan berubah ketika zat tersebut
28

melepas atau menerima kalor. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan


bahwa kalor dapat mengubah suhu suatu benda.
Hubungan antara kalor dengan perubahan suhu suatu zat sering kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat memanaskan air.
Memasak air dengan volume 500 gram lebih cepat mendidih dibandingkan
dengan memasak air dengan volume 850 gram atau alkohol lebih cepat panas
dibandingkan air jika dipanaskan. Dari contoh tersebut kita dapat mengamati
bahwa besarnya kenaikan suhu dipengaruhi oleh massa dan jenis zat tersebut.
Jadi, dari contoh di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
a) Semakin besar kalor yang diberikan pada suatu zat, semakin besar
kenaikan suhunya.
b) Semakin besar massa suatu zat, semakin besar kalor yang diperlukan untuk
memanaskan zat tersebut.
c) Kalor yang diberikan pada suatu zat sebanding dengan kalor jenis zat
tersebut.
Jika dituliskan dalam bentuk persamaan matematika, diperoleh
hubungan sebagai berikut.43

Q = m . c . ∆T

Keterangan:
Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)
m = massa zat (kg)
c = kalor jenis zat (J kg-1 °C-1)
∆T = kenaikan suhu (°C)
3. Kalor dapat Mengubah Wujud Zat
Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu
maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga
berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan mencapai suhu

43
Dra. Anni Wirasih dkk. IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008). h. 129
29

minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat digunakan untuk mengubah
suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat.
Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat digambarkan
dalam skema berikut.

Cair

4 2

3 1

5
Gas Padat
6

Gambar 2.1. Skema Perubahan Wujud Zat


Keterangan:
1 = mencair/melebur 4 = mengembun
2 = membeku 5 = menyublim
3 = menguap 6 = mengkristal
1) Menguap
Pada waktu menguap zat cair memerlukan kalor, kalor yang diberikan
pada zat cair akan mempercepat gerak molekul-molekulnya sehingga banyak
molekul zat air yang meninggalkan zat cair itu menjadi uap. Penguapan zat
cair dapat dipercepat dengan cara sebagai berikut
a. Memanaskan Zat Cair
Pemanasan pada zat cair dapat meningkatkan volume ruang gerak zat
cair sehingga ikatan-ikatan antara molekul zat cair menjadi tidak kuat dan
akan mengakibatkan semakin mudahnya molekul zat cair tersebut
melepaskan diri dari kelompoknya yang terdeteksi sebagai penguapan.
Contohnya pakaian basah dijemur di tempat yang mendapat sinar matahari
lebih cepat kering dari pada dijemur di tempat yang teduh.
b. Memperluas Permukaan Zat Cair
Peristiwa lepasnya molekul zat cair tidak dapat berlangsung secara
serentak akan tetapi bergiliran dimulai dari permukaan zat cair yang punya
30

kesempatan terbesar untuk melakukan penguapan. Dengan demikian untuk


mempercepat penguapan kita juga bisa melakukannya dengan memperluas
permukaan zat cair tersebut. Contohnya air teh panas dalam gelas akan lebih
cepat dingin jika dituangkan ke dalam cawan atau piring.
c. Mengurangi Tekanan pada Permukaan Zat Cair
Pengurangan tekanan udara pada permukaan zat cair berarti jarak
antar partikel udara di atas zat cair tersebut menjadi lebih renggang.
Akibatnya molekul air lebih mudah terlepas dari kelompoknya dan mengisi
ruang kosong antara partikel-partikel udara tersebut. Hal yang sering terjadi
di sekitar kita adalah jika kita memasak air di dataran tinggi akan lebih cepat
mendidih daripada ketika kita memasak di dataran rendah.
d. Meniupkan Udara di Atas Zat Cair
Pada saat pakaian basah dijemur, proses pengeringan tidak
sepenuhnya dilakukan oleh panas sinar matahari, akan tetapi juga dibantu
oleh adanya angin yang meniup pakaian sehingga angin tersebut membawa
molekul-molekul air keluar dari pakaian dan pakaian menjadi cepat kering.
2) Mendidih
Mendidih adalah peristiwa penguapan zat cair yang terjadi di seluruh
bagian zat cair tersebut. Peristiwa ini dapat dilihat dengan munculnya
gelembung-gelembung yang berisi uap air dan bergerak dari bawah ke atas
dalam zat cair.
Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus-menerus akan berubah
menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat cair
menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya disebut kalor uap (U). Besarnya
kalor uap dapat dirumuskan:

U = Q / m atau Q = m x U

Keterangan:
Q = kalor yang diserap/dilepaskan (joule)
m = massa zat (kg)
U = kalor uap (joule/kg)
31

Jika uap didinginkan akan berubah bentuk menjadi zat cair, yang
disebut mengembun. Pada waktu mengembun zat melepaskan kalor,
banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama dengan
banyaknya kalor yang diperlukan waktu menguap dan suhu di mana zat mulai
mengembun sama dengan suhu di mana zat mulai menguap.
kalor uap = kalor embun
titik didih = titik embun
3) Melebur
Melebur adalah peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi zat cair.
Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan massa zat
padat menjadi cair pada titik leburnya disebut kalor lebur (L). Besarnya kalor
lebur dapat dirumuskan sebagai berikut.

L = Q / m atau Q = L x m

Keterangan:
Q = kalor yang diserap/dilepas (joule)
m = massa zat (kg).
L = kalor lebur (joule / kilogram)
Jika zat cair didinginkan akan membeku, pada saat membeku zat
melepaskan kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan massa
zat cair menjadi padat disebut kalor beku.
kalor lebur = kalor beku
titik lebur = titik beku

I. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan
sebelumnya telah banyak diteliti oleh para peneliti lainnya diantaranya:
Tonih Feronika dalam laporan penelitiannya, “Analisis Kemampuan
Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration
Activity”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa aspek-aspek kemampuan
psikomotor siswa yang muncul melalui pembelajaran hands on dengan teknik
32

Challenge Exploration Activity yang terdiri dari empat aspek yaitu aspek
moving, manipulating, communicating, dan creating. Kegiatan pembelajaran
hands on dengan teknik Challenge Exploration Activity dapat mengungkap
seluruh aspek kemampuan psikomotor siswa walaupun aspek-aspek tersebut
muncul dengan tingkat persentase yang bervariasi.44
Ridwan Efendi dalam penelitiannya, “Kajian Penguasaan Konsep Dan
Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak
Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands
On”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran Learning
Cycle dengan tiga teknik Hands On memiliki karakteristik yang berbeda,
yaitu: a) teknik Guided Worksheet Activity merupakan teknik yang lebih
efektif diterapkan dilihat dari segi efektivitas waktu yang tersedia; b) teknik
Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity merupakan
teknik yang dapat memfasilitasi siswa dalam menumbuhkan sikap kreatif,
keterlibatan dalam kelompok, kemampuan memecahkan masalah, motivasi
belajar, kemampuan berhipotesis, dan penggunaan pengetahuan awal mereka
dalam pembelajaran; dan c) penerapan teknik Guided Worksheet Activity akan
memunculkan kemampuan inkuiri yang dominan ketika mempelajari jenis
konsep yang berdasarkan prinsip, teknik Challenge Exploration Activity
memunculkan kemampuan yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari
jenis konsep yang berdasarkan prinsip, sedangkan penerapan teknik Open
Exploration Activity memunculkan kemampuan inkuiri yang dominan jika
diterapkan dalam mempelajari jenis konsep yang menyatakan sifat. 45
D.I. Yuliati, dkk., dalam penelitiannya “Pembelajaran Fisika Berbasis
Hands On Activities Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP”. Hasil penelitiannya

44
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Teknik
Challenge Exploration Activity, EDUSAINS Vol. 1 No. 2 Desember 2008.
45
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada
Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle
Dengan Tiga Teknik Hands On, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011
33

menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis hands on


activities mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal itu
ditunjukkan selama pembelajaran terjadi peningkatan jumlah siswa yang
termasuk dalam kategori kritis di setiap siklus. Penerapan model
pembelajaran fisika berbasis hands on activities juga dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. 46
Lika Amaliah dalam penelitiannya “Analisis Keterampilan Proses
Pembelajaran Sains Siswa Melalui Hands On Dengan Teknik Challenge
Exploration Activity”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek
keterampilan proses sains yang diteliti melalui pembelajaran Hands On
dengan teknik Challenge Exploration Activity ada delapan aspek yang muncul
dengan nilai yang bervariasi. Dari kedelapan aspek keterampilan proses sains
yang di amati ada tujuh aspek yang muncul dengan sesuai dan satu aspek
yang muncul tapi tidak sesuai, maka aspek KPS yang diamati dapat muncul.
Kegiatan praktikum dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam
menggunakan alat dan bahan yang ada di laboratorium. Sedangkan diskusi
kelompok dapat mengembangkan kemampuan siswa berkomunikasi dan
hubungan sosial antar siswapun semakin meningkat.47
Euis Komariah Siswati, dkk., dalam penelitiannya “Model Hands On
Minds On Dengan Bantuan Media Asli Pada Materi Spermatophyta”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktifitas siswa menunjukkan respon positif
pada aktivitas pembelajaran dengan persentase 86,66% dan aktivitas
praktikum mencapai 88,57%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
penerapan hands on minds on dengan bantuan media asli dapat diterapkan

46
D.I. Yuliati, dkk., Pembelajaran Fisika Berbasis Hands On Activities Untuk
Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dan Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia:2011.
47
Lika Amaliah, Analisis Keterampilan Proses Pembelajaran Sains Siswa Melalui Hands
On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity, skripsi, FITK UIN Jakarta: 2009.
34

pada materi Spermatophyta karena dapat meningkatkan hasil belajar dan


aktivitas siswa.48
Frackson Muamba, dkk., yang berjudul “ Analysis of new Zambian
High School Physics and Practical Examinations for Levels of Inquiry
Skills”, hasil penelitian menunjukkan bahwa silabus fisika sekolah nasional
lebih eksplisit pada keterampilan penyelidikan dari pada tingkat penyelidikan.
Temuan ini juga menunjukkan bahwa percobaan praktik difokuskan pada
keterampilan penyelidikan yang ditentukan dalam silabus fisika nasional,
sehingga sangat mudah bagi siswa dan guru untuk mengidentifikasi siswa
pada pengujian. Dengan demikian, selama pelajaran beberapa guru cenderung
membatasi siswa untuk mengembangkan keterampilan penyelidikan yang
hanya diuji dalam ujian prkatik. 49
Kartono dalam penelitiannya “Hands On Activity Pada Pembelajaran
Geometri Sekolah Sebagai Assesmen Kinerja Siswa”. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa hands on activity pada pembelajaran geometri sekolah
yang dilengkapi rubrik penskoran dapat dimanfaatkan sebagai bentuk
assesmen kinerja siswa. Selain itu melalui hands on activity akan terbentuk
suatu penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian,
karena mampu membelajarkan secara bersama-sama kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik serta dapat memberikan penghayatan secara
mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh
siswa tidak mudah dilupakan. 50
J. Kerangka Berpikir
Konsep sains hands-on adalah suatu program sains untuk anak yang
didasarkan pada metode yang menggunakan naluri anak untuk mengerti.

48
Euis Komariah Siswati, dkk., Model Hands On Minds On Dengan Bantuan Media Asli
Pada Materi Spermatophyta, Unnes Journal of Biology Education, Jurusan Biologi,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang: 2012.
49
Frackson Muamba, dkk., Analysis of new Zambian High School Physics and Practical
Examinations for Levels of Inquiry Skills. Eurasia Journal os Mathematics, Science &
Technology Education, 2007, 3 (3), h. 213-220.
50
Kartono, Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Assesmen
Kinerja Siswa, Unnes journal, Jurusan Matematika FMIPA UNNES: 2011.
35

Sains seharusnya dijadikan pengalaman, pengalaman ini seharusnya


memungkinkan siswa untuk dilibatkan secara aktif dalam memanipulasi
objek dan material dari dunia nyata (dalam kehidupan sehari-hari).
Cara untuk membantu siswa memenuhi konsep-konsep dasar fisika
adalah dengan memperlihatkan pembuktian konsep dasar tersebut secara
langsung kepada siswa. Cara ini memberikan pengalaman belajar lebih
bermakna jika diabandingkan dengan belajar yang didominasi oleh guru.
Hands-on membuat siswa untuk menjadi peserta aktif sebagai pelajar,
sehingga siswa melakukan aktifitas dan mendapatkan pengalaman langsung
dengan material dan menggerakkan objek untuk mencoba mengetahui gejala
ilmu pengetahuan. Kegiatan yang dapat dilakukan melalui model
pembelajaran berbasis hands-on yaitu mengembangkan keterampilan
psikomotor siswa dan keterampilan berpikir siswa.
Model pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity
merupakan model pembelajaran yang mampu memberikan banyak kegiatan
pembelajaran melalui tantangan kepada siswa. Model ini diharapkan mampu
untuk mengembangkan keterampilan psikomotor siswa melalui kegiatan
praktikum.
BAB III
METODOLOOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 yang beralamat
di Jl Hasanuddin, Cipondoh, Kota Tangerang. Penelitian dilakukan di kelas
VII-1dengan jumlah 34 siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013

B. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP
Muhammadiyah Cipondoh yang terdistribusi ke dalam satu kelas. Siswa
kelas VII-1 dianggap sesuai untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini
karena pada semester genap mempelajari mata pelajaran fisika pada konsep
kalor dimana konsep tersebut dijadikan oleh peneliti sebagai materi
penunjang penelitian. Siswa dalam penelitian ini dibagi menjadi enam
kelompok, dimana masing-masing kelompok terdapat siswa laki-laki dan
perempuan, dengan tingkatan siswa dari kategori tinggi, sedang, dan rendah.
Penempatan kategori tinggi, sedang, dan rendah ditentukan berdasarkan nilai
rata-rata siswa pada mata pelajaran fisika dan pertimbangan guru mata
pelajaran fisika. Pengelompokan ini dilakukan agar tiap kelompok memiliki
kemampuan yang relative homogeny dalam hal praktikum dan diskusi.
Adapun teknik pengambilan subyek penelitian ini menggunakan
purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan
46
(judgment) tertentu atau jatah tertentu. Sampel ini lebih cocok digunakan
untuk penelitian kualitatif atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan
generalisasi. Dalam penentuan pengambilan sampel pihak sekolah atau guru
mata pelajaran yang bersangkutan menentukan kelas yang akan di jadikan

46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif dan R&D. (Alfabeta,
Bandung 2008) h. 124.

37
38

subyek penelitian dengan pertimbangan bahwa kemampuan kognitif siswa


berbeda-beda, baik tinggi, sedang dan rendah.

C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus
dibuktikan, atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau
populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum47.
Tujuan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki48. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek/subjek yang
diteliti secara tepat tentang kemampuan psikomotor siswa.

D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan berkelompok. Dalam
penelitian ini, peneliti berperan sebagai guru yang melakukan proses
pembelajaran dengan cara mengajarkan konsep kalor pada pembelajaran
fisika dengan model hands-on teknik challenge exploration activity
sedangkan guru mata pelajaran fisika dan teman sejawat berperan sebagai
observer.

E. Instrumen Penelitian
Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakn instrumen penelitian.
Jadi instrumen penelitian adalah alat yang yang digunakan untuk mengukur

47
Sugiyono,Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 29
48
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 54
39

fenomena alam maupun sosial yang diamati.49 Instrumen yang digunakan


dalam penelitian ini adalah instrumen non tes. Instrumen non tes berupa LKS
dan lembar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kemampuan
psikomotor siswa pada saat tes unjuk kerja. Dari hasil observasi tersebut
dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh keaktifan siswa yang diberi
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge
exploration activity.

1. Instrumen Non Tes


Instrumen non tes pada penelitian ini menggunakan LKS dan lembar
observasi.
a. Perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini
dirancang berdasarkan pendekatan hands on teknik challenge exploration
activity. LKS ini hanya berisi alat, bahan dan tujuan praktikum, sedangkan
siswa ditugaskan untuk merumuskan sendiri prosedur kerjanya. LKS ini
sebagai panduan siswa selama melakukan praktikum.
b. Lembar Observasi
Menurut Ngalim Purwanto, observasi adalah metode atau cara-cara
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah
laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung50. Observasi yang dilakukan disini adalah observasi langsung yang
mengumpulkan data berdasarkan pengamatan yang menggunakan mata atau
telinga secara langsung. Dengan demikian melalui observasi dapat terlihat
kemunculan keterampilan psikomotor siswa dengan panca indera secara
langsung.
Lembar observasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan
psikomotor siswa pada saat praktikum selama menggunakan model
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity.

49
Sugiyono, metode penelitian, op.cit, h. 148
50
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000) hal. 149
40

Dalam penelitian ini, data dari lembar observasi melibatkan tiga


orang observer terhadap enam kelompok dan setiap observer mengamati dua
kelompok. Penjelasan penggunaan lembar observasi pada saat mengamati
kegiatan praktikum.
Tabel 3.1. Aspek Psikomotor Siswa Yang Akan Diukur
No Aspek Sub Aspek
1. Moving a. Membawa perlengkapan belajar
b. Menyiapkan perlengkapan belajar
2. Communicating a. Merangkai alat praktikum.
b. Meramu bahan-bahan praktikum
c. Menggunakan alat-alat praktikum
d. Menggunakan termometer
e. Mengamati percobaan
f. Membersihkan alat dan bahan
praktikum
3. Manipulating a. Mengajukan pertanyaan
b. Menjawab pertanyaan
c. Menyimak pendapat orang lain
d. Menyampaikan ide/gagasan
e. Mendeskripsikan data
f. Mendiskusikan masalah
g. Mencatat data/informasi
4. Creating a. Merancang langkah kerja
b. Menganalisis masalah.
c. Mensintesis masalah.

F. Teknik Pengumpulan Data


Agar suatu penelitian dapat dipaparkan dengan jelas dan sistematis
maka disusun suatu penelitian berupa langkah-langkah yang ditempuh dalam
penelitian. Adapun tahapannya sebagai berikut:
41

1. Tahap Persiapan
a. Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
pada standar isi mata pelajaran fisika kelas VII sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta menganalisis
materi pada buku teks atau paket untuk menentukan konsep yang
dalam pembelajarannya dapat menggunakan metode praktikum dan
diskusi. Pada penelitian ini konsep yang dipilih adalah kalor.
b. Membuat Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Menganalisis kemampuan psikomotor dan menentukan indikator
kemampuan psikomotor yang akan dikembangkan.
d. Menentukan materi praktikum pada konsep kalor.
e. Membuat prosedur percobaan tentang kalor.
f. Membuat instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data.
g. Menguji validasi instrumen penelitian yang telah disususn oleh para
ahli. Instrumen yang divalidasi adalah lembar observasi yang
berkaitan dengan materi kalor.
h. Membuat rencana pembelajaran untuk digunakan pada saat
perlakuan.

2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian ini berlangsung selama empat pertemuan. Adapun uraian
kegiatan pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Kegiatan Pembelajaran Setiap Pertemuan
No Pertemuan Kegiatan
ke
1. 1 a) Melakukan kegiatan belajar mengajar
(KBM)
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran
c) Penyajian materi pada konsep kalor
d) Dilakukan pembagian kelompok, siswa
dibagi menjadi enam kelompok, setiap
kelompok terdapat siswa laki-laki dan
42

perempuan, siswa dari kategori tinggi,


sedang dan rendah. Pada pertemuan ini
siswa di tugaskan untuk mencari dan
mengumpulkan data berbagai referensi
seputar materi tentang pokok bahasan kalor,
kemudian siswa melakukan diskusi kelas.
2. 2 a) Guru memberikan LKS kepada setiap
kelompok siswa untuk kemudian dipelajari
dan di diskusikan bersama anggota
kelompoknya.
b) Siswa ditugaskan untuk merumuskan
prosedur/langkah kerja praktikum
sebagaimana belum tersedia pada LKS.
LKS yang telah dilengkapi akan dijadikan
pedoman siswa untuk melakukan kegiatan
praktikum pada pertemuan selanjutnya.
c) Pada pertemuan ini mulai dilakukan
observasi terhadap kemampuan psikomotor
siswa selama melakukan kegiatan diskusi.,
setiap kelompok didampingi satu observer
yang bertugas untuk mencatat kemampuan
psikomotor siswa.
3. 3 a) Pada pertemuan ini dilakukan kegiatan
praktikum mengenai pengaruh kalor
terhadap perubahan suhu zat. Pada
pertemuan ini dilakukan pula observasi
terhadap kemampuan psikomotor siswa,
setiap kelompok didampingi satu observer.
4. 4 a) Pada pertemuan ini siswa melakukan
kegiatan diskusi mengenai hasil praktikum
yang telah mereka lakukan pada pertemuan
sebelumnya.
b) Observasi terhadap kemampuan psikomotor
siswa selama melakukan diskusi.

G. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi


Agar diperoleh data yang valid dan reliabel, instrument lembar observasi
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk mengetahui validitas dan
reliabilitasnya.
43

1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
suatu instrumen.51 Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan. Untuk mengetahui ketepatan instrumen
lembar observasi untuk mengukur kemampuan psikomotor siswa
dilakukan validasi oleh pakar pendidikan. Validasi ini dilakukan dengan
cara menentukan tujuan mengadakan pengamatan, mengadakan
pembatasan terhadap bagian yang akan diamati, merumuskan indikator
dari tiap bagian yang akan diamati, dan menderetkan semua indikator
dalam tabel persiapan, juga memuat sub indikator yang terkandung
dalam indikator.

2. Reliabilitas
Reabilitas bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan, atau
konsistensi dan dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya dan konsisten.52 Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu
instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen sudah baik. 53 Untuk menjaga reliabilitas dari instrumen
lembar observasi, maka sebelum melakukan pengamatan yang
sesungguhnya, observer perlu dilatih terlebih dahulu untuk
menyingkirkan atau menekan sampai sesedikit mungkin unsur
objektivitas observer.
Dalam penelitian ini digunakan uji validitas ahli, pada uji validitas
ahli kisi-kisi instrumen yang telah tersusun divalidasi kepada ahli.

51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta: Rineka
Cipta) hal. 168
52
Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi (Jakarta: UIN
Press, 2007), hal. 105
53
Op.cit, 178
44

Tabel 3.2. Uji Validasi Ahli


Kesesu Pertanyaan Baik Cukup Kurang
aian
konsep
Kesesu Apakah indikator-indikator
ain yang digunakan pada
konsep instrumen ini mewakili aspek
psikomotor yang dipakai?
Apakah instrumen ini
mencakup sikap ilmiah dari
teori-teori yang ada?
Apakah butir penilaian yang
digunakan dalam instrumen
ini memenuhi pencapaian
indikator kemampuan
psikomotor?
Kesesu Apakah bahasa yang
ain digunakan dalam instrumen
Bahasa ini sudah cukup jelas?
Apakah bahasa yang
digunakan dalam instrumen
ini sudah cukup efektif?
Saran

H. Teknik Analisis Data


Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis deskriptif kuantitatif
yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mencari
jumlah frekuensi dan mencari jumlah persentasenya54.

54
Suharsimi, ibid, h. 262
45

1. Lembar observasi
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian yang banyak
digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. 55
Data yang diperoleh dari format lembar observasi kemudian
dianalisis lebih lanjut dengan cara:
a. Memberi tanda ceklis (√) di bubuhkan, checklist atau daftar cek
adalah salah satu alat/pedoman observasi yang berupa daftar
kemungkinan aspek tingkah laku tertentu pada seseorang yang akan
dinilai56. Tanda ceklis kemudian dimasukkan kedalam lembar
observasi sesuai dengan kriteria yang ada pada setiap aspek
keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
b. Menjumlahkan banyaknya ceklis pada setiap kolom yang terdapat
pada lembar observasi tiap kelompok, banyaknya ceklis yang terdapat
pada lembar observasi dari tiap-tiap aspek keterampilan psikomotor
yang muncul.
c. Kemudian dicari persentase masing-masing kriteria berdasarkan
rumus berikut:

Persentase (%) = x 100%

Data yang diperoleh kemudian dirubah ke dalam bentuk persentase,


kemudian diklasifikasikan ke dalam kategori sebagai berikut: 57

55
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya,
Bandung 2010) h. 84
56
Slameto, Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 142.
57
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha
Nasional, 1981), h. 55-56.
46

Tabel 3.3
Interpretasi Observasi Siswa
Nilai yang diperoleh Kriteria
81 – 100% baik sekali
61 – 80% baik
41 – 60% cukup
21 – 40% kurang
0 – 20% sangat kurang

d. Menginterpretasi secara deskriptif data persentase tiap-tiap aspek


keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian
dan pembahasannya. Pada penelitian ini setelah observer mengamati siswa dengan
melihat sejauh mana kemampuan psikomotor siswa yang muncul dalam
pembelajaran dengan memberi skor sesuai pengamatannya. Data hasil yang
diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel.
1. Pertemuan II
Pada pertemuan pertama hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak)

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 2 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Moving Membawa 2 3 3 3 3 3 17 70,8
perlengkapan
belajar
Menyiapkan 2 2 3 1 2 3 13 54,1
perlengkapan
belajar
Rata-rata 62,5

Tabel 4.2hasil pengamatan aspek Moving (bergerak)


No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa
(%)
a. Membawa perlengkapan belajar 70,8
b. Menyiapkan perlengkapan belajar 54,1
Rata-rata 62,5

47
48

Berdasarkan data pada tabel 4.2menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Padasub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 70,8 % termasuk dalam kategori baik. Sedangkan sub aspek
menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar
54,1% termasuk kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek yang
ada menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran
sebesar 62,5% dalam kategori baik.
Pada pertemuan pertama aspek manipulating (memanipulasi)
kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena
pada pertemuan ini siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Kegiatan
praktikum akan dilaksanakan pada pertemuan kedua.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Aspek Communicating

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 2 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Communic Mengajukan 3 3 3 2 3 3 17
70,8
ating pertanyaan
Menjawab 3 3 3 2 3 3 17
70,8
pertanyaan
Menyimak 3 3 3 3 4 3 19
pendapat orang 79,2
lain
Menyampaikan 2 3 3 3 3 2 16
66,7
ide/gagasan
Mendeskripsikan 2 2 3 3 4 3 17
70,8
data
Mendiskusikan 2 2 3 3 3 3 16
66,7
masalah
Mencatat 3 3 4 3 4 3 20
83,3
data/informasi
Rata-rata 72,6
49

Tabel 4.4Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)


No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa
(%)
a. Mengajukan pertanyaan 70,8
b. Menjawab pertanyaan 70,8
c. Menyimak pendapat orang lain 79,2
d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7
e. Mendeskripsikan data 70,8
f. Mendiskusikan masalah 66,7
g. Mencatat data/informasi 83,3
Rata-rata 72,6

Berdasarkan data pada tabel 4.4 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Padasub aspek mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaandan
mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar
70,8% dalam kategori baik. Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan
dan mendiskusikan masalahmenunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7%
dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek menyimak pendapat orang
lain menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 79,2% dalam
kategori baik.Kemampuan psikomotor siswa paling tinggi pada aspek
communicating adalah mencatat data/informasi dengan kemampuan
psikomotor siswa sebesar 83,3% dalam kategori cukup baik.Rata-rata
persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek
communicating selama proses pembelajaran sebesar 72,6% dalam kategori
baik.
50

Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Aspek Creating

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 2 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Creating Merancang 3 3 3 3 4 2 18 75
langkah kerja
Menganalisis 3 2 2 2 3 2 14 58,3
masalah
Mensintesis 2 2 2 2 2 2 12 41,7
masalah
Rata-rata 58,3

Tabel 4.6hasil pengamatan aspek creating (kreativitas)


No. Aspek yang diamati Kemampuan siswa(%)
a. Merancang langkah kerja 75
b. Menganalisis masalah 58,3
c. Mensintesis masalah 41,7
Rata-rata 58,3

Berdasarkan data pada tabel 4.6 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Padasub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
75,0% dalam kategori baik. Pada sub aspek menganalisis masalah
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3% dalam kategori cukup.
Sedangkan sub aspek mensintesis masalah menunjukan kemampuan siswa
sebesar 41,7% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek
yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses
pembelajaran sebesar58,3% dalam kategori cukup.
51

2. Pertemuan III
Pada pertemuan kedua hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Tabel 4.7Rekapitulasi Data Aspek Moving (bergerak)

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 3 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Moving Membawa 4 3 3 3 4 4 21 87,5
perlengkapan
belajar
Menyiapkan 2 3 3 3 3 2 16 66,7
perlengkapan
belajar
Rata-rata 77,1

Tabel 4.8hasil pengamatan aspek Moving (bergerak)


No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa
(%)
a. Membawa perlengkapan belajar 87,5
b. Menyiapkan perlengkapan belajar 66,7
Rata-rata 77,1

Berdasarkan data pada tabel 4.8 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 87,5% dalam kategori cukup baik. Sedangkan sub aspek
menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar
66,7% dalam kategori baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada
menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran
sebesar 77,1% dalam kategori baik.
52

Tabel 4.9 Rekapitulasi Data Aspek Manipulating

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 3 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Manipulat Merangkai alat 4 4 4 3 4 4 23 95,8
ing praktikum
Meramu bahan 3 3 3 3 4 3 19 79,2
praktikum
Menggunakan 2 3 4 2 3 3 17 70,8
alat-alat
praktikum
Mengukur suhu 3 3 4 3 3 3 19 79,2
dengan
termometer
Mengamati 3 3 3 3 3 4 19 79,2
percobaan
Membersihkan 4 4 4 4 4 4 24 100
alat dan bahan
praktikum
Rata-rata 84,0

Tabel 4.10hasil pengamatan aspek manipulating (memanipulasi)


No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa
(%)
a. Merangkai alat praktikum 95,8
b. Meramu bahan praktikum 79,2
c. Menggunakan alat-alat praktikum 70,8
d. Mengukur suhu dengan termometer 79,2
e. Mengamati percobaan 79,2
f. Membersihkan alat dan bahan
100,0
praktikum
Rata-rata 84,0

Berdasarkan data pada tabel 4.10 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek manipulating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
53

aspek merangkai alat praktikummenunjukkan kemampuan siswa sebesar


95,8% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek meramu bahan
praktikum, mengukur suhu dengan termometer dan mengamati percobaan
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 79,2% dalam kategori baik. Pada
sub aspek menggunakan alat-alat praktikum menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 70,8% dalam kategori baik. Sedangkan sub aspek
membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukan kemampuan siswa
sebesar 100,0% dalam kategori cukup baik. Rata-rata persentase dari sub
aspek yang ada menggambarkan persentase aspek manipulating selama
proses pembelajaran sebesar 84,0% dalam kategori cukup baik.

Tabel 4.11Rekapitulasi Data Aspek Communicating

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 3 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Communic Mengajukan 3 3 3 3 3 3 18
75,0
ating pertanyaan
Menjawab 3 2 3 1 2 3 14
58,3
pertanyaan
Menyimak 4 3 4 3 3 3 20
pendapat orang 83,3
lain
Menyampaikan 4 2 3 2 2 3 16
66,7
ide/gagasan
Mendeskripsikan 2 2 4 3 3 3 17
70,8
data
Mendiskusikan 2 3 3 3 3 3 17
70,8
masalah
Mencatat 3 3 3 4 4 4 21
87,5
data/informasi
Rata-rata 73,2
54

Tabel 4.12 hasil pengamatan aspek communicating (komunikasi)

No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)


a. Mengajukan pertanyaan 75,0
b. Menjawab pertanyaan 58,3
c. Menyimak pendapat orang lain 83,3
d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7
e. Mendeskripsikan data 70,8
f. Mendiskusikan masalah 70,8
g. Mencatat data/informasi 87,5
Rata-rata 73,2

Berdasarkan data pada tabel 4.12 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Pada sub aspek mengajukan pertanyaan menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 75,0 % dalam kategori baik. Pada sub aspek menjawab pertanyaan
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3% dalam kategori cukup.
Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 83,3% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek
menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan siswa sebesar
66,7% dalam kategori baik. Pada sub aspek mendeskripsikan data dan
mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8%
dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek mencatat data/informasi
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5% dalam kategori cukup
baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan
persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar
73,2% dalam kategori baik.
55

Tabel 4.13 Rekapitulasi Data Aspek Creating

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 3 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Creating Merancang 4 3 4 4 4 4 23 95,8
langkah kerja
Menganalisis 3 3 2 3 3 2 16 66,7
masalah
Mensintesis 2 2 2 2 2 1 11 54,2
masalah
Rata-rata 72,2

Tabel 4.14Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)

No. Aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)


a. Merancang langkah kerja 95,8
b. Menganalisis masalah 66,7
c. Mensintesis masalah 54,2
Rata-rata 72,2

Berdasarkan data pada tabel 4.14 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
95,8% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menganalisis masalah
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik.
Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 54,2% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub
aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses
pembelajaran sebesar 72,2% dalam kategori baik.
56

3. Pertemuan IV
Pada pertemuan ketiga hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Tabel 4.15Rekapitulasi Data Aspek Moving (bergerak)

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 4 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Moving Membawa 4 3 4 3 3 4 21 87,5
perlengkapan
belajar
Menyiapkan 2 3 3 2 3 2 15 62,5
perlengkapan
belajar
Rata-rata 75,0

Tabel 4.16Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak)


No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa
(%)
a. Membawa perlengkapan belajar 87,5
b. Menyiapkan perlengkapan belajar 62,5
Rata-rata 75,0

Berdasarkan data pada tabel 4.16 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 87,5% dalam kategori cukup baik. Sedangkan sub aspek
menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar
62,5% dalam kategori baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada
menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran
sebesar 75,0% dalam kategori baik.
57

Pada pertemuan ketiga aspek manipulating (memanipulasi)


kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena
siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Pada pertemuan ini siswa
melakukan diskusi kelas membahas hasil praktikum yang telah
dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya.

Tabel 4.17 Rekapitulasi Data Aspek Communicating

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 4 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Communic Mengajukan 3 2 4 3 3 2 17
70,8
ating pertanyaan
Menjawab 4 2 3 2 3 2 16
66,7
pertanyaan
Menyimak 3 3 4 3 4 3 20
pendapat orang 83,3
lain
Menyampaikan 3 1 3 3 4 2 16
66,7
ide/gagasan
Mendeskripsikan 3 3 3 3 3 3 18
75,0
data
Mendiskusikan 3 3 4 3 3 3 19
79,2
masalah
Mencatat 4 2 4 3 4 3 20
83,3
data/informasi
Rata-rata 75,0
58

Tabel 4.18Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)


No. Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)
a. Mengajukan pertanyaan 70,8
b. Menjawab pertanyaan 66,7
c. Menyimak pendapat orang lain 83,3
d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7
e. Mendeskripsikan data 75,0
f. Mendiskusikan masalah 79,2
g. Mencatat data/informasi 83,3
Rata-rata 75,0

Berdasarkan data pada tabel 4.18 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Pada sub aspek mengajukan pertanyaanmenunjukkan kemampuan
psikomotor siswa sebesar 70,8% dalam kategori baik. Pada sub aspek
menjawab pertanyaan dan menyampaikan ide/gagasan menunjukan
kemampuan siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Pada sub aspek
menyimak pendapat orang lain dan mencatat data/informasi menunjukan
kemampuan siswa sebesar 83,3% dalam kategori cukup baik. Pada sub
aspek mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan siswa sebesar
75,0% dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek mendiskusikan
masalah menunjukkan kemampuansiswasebesar 79,2% dalam kategori
baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan
persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar
75,0% dalam kategori baik.
59

Tabel 4.19 Rekapitulasi Data Aspek Creating

Aspek Sub aspek Pertemuan ke 4 ∑ %


penilaian Skor Kelompok
1 2 3 4 5 6
Creating Merancang 4 3 4 4 3 3 21 87,5
langkah kerja
Menganalisis 3 3 2 2 2 2 14 58,3
masalah
Mensintesis 2 1 2 2 1 2 10 41,7
masalah
Rata-rata 62,5

Tabel 4.20Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)


No. Aspek yang diamati Kemampuan siswa
(%)
a. Merancang langkah kerja 87,5
b. Menganalisis masalah 58,3
c. Mensintesis masalah 41,7
Rata-rata 62,5

Berdasarkan data pada tabel 4.20 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
87,5% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menganalisis masalah
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3% dalam kategori cukup.
Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah menunjukkan kemampuan
siswa sebesar 41,7% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub
aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses
pembelajaran sebesar 62,5% dalam kategori baik.
Dari seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran hands-on teknik
challenge exploration activity berlangsung, aspek-aspek kemampuan
psikomotor siswa yang muncul akan disajikan sebagai berikut.
60

Tabel 4.21Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak)


Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran.
No Sub aspek yang diamati Kemampuan siswa (%)
a. Membawa perlengkapan belajar 81,9
b. Menyiapkan perlengkapan belajar 61,1
Rata-rata 71,5

Berdasarkan data pada tabel 4.21 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
sebesar 81,9%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar
menunjukan kemampuan siswa sebesar 61,1% dalam kategori baik. Rata-
rata persentase dari sub aspek yang ada pada seluruh kegiatan
pembelajaran menggambarkan persentase aspek moving selama proses
pembelajaran sebesar 71,5% dalam kategori baik.

Tabel 4.22Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi)


Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran.
No. Sub aspek yang diamati Kemampuan psikomotor
siswa (%)
a. Mengajukan pertanyaan 72,2
b. Menjawab pertanyaan 65,3
c. Menyimak pendapat orang lain 81,9
d. Menyampaikan ide/gagasan 66,7
e. Mendeskripsikan data 72,2
f. Mendiskusikan masalah 72,2
g. Mencatat data/informasi 84,7
Rata-rata 73,6
61

Berdasarkan data pada tabel 4.22 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek communicating selama kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung.
Pada sub aspek mengajukan pertanyaan, mendeskripsikan data dan
mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan psikomotor siswa
sebesar 72,2% dalam kategori baik. Pada sub aspek menjawab pertanyaan
menunjukan kemampuan siswa sebesar 65,3% dalam kategori baik. Pada
sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan
psikomotor siswa sebesar 81,9% dalam kategori cukup baik. Pada sub
aspek menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan psikomotor
siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek
mencatat data/informasi menunjukkan kemampuan psikomotor siswa
sebesar 84,7% dalam kategori cukup baik.Rata-rata persentase dari sub
aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama
proses pembelajaran sebesar 73,6% dalam kategori baik.

Tabel 4.23Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas)


Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran
No. Aspek yang diamati Kemampuan psikomotor
siswa (%)
a. Merancang langkah kerja 86,1
b. Menganalisis masalah 61,1
c. Mensintesis masalah 45,8
Rata-rata 64,4

Berdasarkan data pada tabel 4.23 menunjukan kemampuan


psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran
hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar
86,1% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menganalisis masalah
menunjukkan kemampuan siswa sebesar 61,1% dalam kategori baik.
62

Sedangkan sub aspek mensintesis masalah menunjukan kemampuan siswa


sebesar 45,8% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek
yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses
pembelajaran sebesar 64,4% dalam kategori baik.

Tabel4.14Aspek Psikomotor Tiap Pertemuan


No Aspek
penilaian Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4
(%) (%) (%)

1. Moving
(bergerak) 62,5 77,1 75

2. Manipulating
(memanipulas 84
i)
3. Communicatin
g(komunikasi) 72,6 73,2 75

4. Creating
(kreativitas) 58,3 72,2 62,5

Grafik 4.1 Aspek Psikomotor Siswa Selama Proses Pembelajaran Hands


onTeknik Challenge Exploration Activity
63

B. PembahasanPenelitian
Tingkat persentase kemampuan aspek psikomotor siswa selama
pembelajaran hands onteknik challenge exploration activity berlangsung
menunjukkan tingkat kemampuan pada masing-masing aspek psikomotor.

1. Pertemuan I
Pada pertemuan pertama yaitu pada saat diskusi untuk
merumuskan langkah kerja praktikum, aspekcommunicating menunjukkan
persentase paling tinggi dibandingkan dengan aspek moving dan creating.
Sedangkan aspek manipulatingtidak muncul pada kegiatan ini dikarenakan
aspek manipulatingmerujuk pada aktivitas motorik yang terjadi pada saat
siswa melakukan percobaan di dalam laboratorium.
Dari ketiga aspek yang muncul, kemampuan psikomotor siswa
dengan nilai persentase tertinggi adalah aspek communicating, sedangkan
nilai persentase terendah adalah aspek creating. Nilai aspek movingberada
diantara aspekcommunicating dan creating. Aspek communicatingpada
sub aspek menyimak pendapat orang lain, mendiskusikan masalah dan
mencatat/informasi merupakan sub aspek yang paling dominan muncul
dengan mendapatkan persentase yang tinggi karena pada kegiatan ini
siswa ditantang untuk membuat langkah kerja sebelum praktikum. Siswa
masih belum tahu langkah kerja yang benar, komunikasi antar teman
sekelompok menjadi lebih sering dialakukan siswa. Dari komunikasi antar
siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa membangun pengetahuannya
sendiri dengan memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Belajar
menurut kaum konstruktivisme merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
seseorang sehingga pengertian dikembangkan.
64

Pada aspek creating, sub aspek merancang langkah kerja memiliki


nilai persentase tertinggi artinya sub aspek ini muncul paling dominan
dibandingkan sub aspek lainnya. Merancang langkah merupakan kegiatan
yang paling sering dilakukan siswa karena siswa memang difokuskan
untuk membuat langkah kerja sebelum melakukan praktikum.Merancang
langkah kerja praktikum merupakan tugas utama yang dilakukan siswa
pada tahap ini sehingga dalam prosesnya membutuhkan intensitas waktu
yang paling banyak dibandingkan sub aspek yang lain. Sub aspek
menganalisis dan mensintesis maslah muncul dengan persentase yang
kecil karena berdasarkan pendapat siswa bahwa kurangnya pengetahuan
yang mereka miliki menjadi alasan kurangnya keberanian mereka untuk
melakukan kreasi baru. Hal ini senada dengan dengan paham
konstruktivisme bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa membina
pemahamannya sendiri dengan membuat keterkaitan antara ide baru
dengan pengetahuan yang sudah ada. Sementara itu, pemahaman terhadap
pengetahuan tidak terjadi secara serta merta tetapi hasil interaksi siswa
dengan lingkungannya.
Aspek moving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar
merupakan sub aspek yang paling tinggi persentasenya dibandingkan
dengan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar yang dibutuhkan
selama proses pembelajaran. Selain itu aktivitas pada aspek ini hanya
dilakukan oleh siswa di awal dan akhir kegiatan, artinya tidak selalu
dilakukan siswa pada kurun waktu yang ada.
2. Pertemuan II
Pertemuan kedua, yaitu pada saat melakukan kegiatan praktikum,
aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul sebanyak empat aspek,
artinya seluruh aspek kemampuan psikomotor muncul pada kegiatan
praktikum ini diantaranya adalah aspek moving, manipulating,
communicating dan creating. Dari keempat aspek tersebut, aspek dengan
kemampuan psikomotor siswa yang paling tinggi adalah aspek
manipulating, disusul dengan aspek moving, communicating dan creating.
65

Aspek manipulating memiliki persentase paling tinggi


dibandingkan dengan ketiga aspek yang lainnya, hal ini dikarenakan pada
kegiatanpembelajaranhands-on teknik challenge exploration activity,
seluruh kegiatan belajar siswa dilakukan didalam laboratorium. Pada sub
aspek membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukkan kemampuan
siswa dengan persentase paling tinggi, kegiatan ini memang sederhana
untuk dilakukan oleh siswa sehingga setiap kelompok melakukannya
dengan baik dan rapi. Kegiatan merangkai alat praktikum juga
menunjukkan kemampuan siswa dengan persentase yang cukup tinggi. Hal
ini dikarenakan siswa merasa tertantang untuk merangkai alat yang sudah
mereka rancang pada LKS dipertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini
siswa mengkonstruksi sendiri pemikiran dan penemuan selama
beraktivitas sehingga siswa melakukan sendiri tanpa beban,
menyenangkan dan motivasi tinggi. Siswa melakukan praktikum dengan
alat laboratorium sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan secara
langsung dengan alat yang mereka gunakan. Kegiatan merangkai alat
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan
secara fisis. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari
suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekerasan, berat, serta
bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain. Siswa
memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan
atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya60.
Aspekmoving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar dan
menyiapkan perlengkapan belajar menunjukkan persentase yang cukup
tinggi. Ini menunjukkan antusias siswa untuk melakukan praktikum
dengan menggunakan LKS yang sudah mereka persipkan sebelumnya
cukup tinggi.
Aspek communicating, pada sub aspek mencatat data/informasi
paling dominan muncul dengan nilai persentase paling tinggi. Aktivitas

60
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,2007) h. 12.
66

mencatat data/informasi banyak dilakukan oleh siswa pada kegiatan


pertemuan kedua karena pada pertemuan kedua ini siswa mencatat hasil
pengamatan selama praktikum dan mengolah data pada LKS yang
diberikan oleh guru, sehingga banyak terdapat aktivitas mencatat
didalamnya. Aktivitas menjawab pertanyaan muncul dengan nilai
persentase terkecil karena masing-masing kelompok masih mengandalkan
teman yang itu saja. Selain itu siswa kurang aktif ini dikarenakan siswa
masih belum percaya diri untuk menjawab pertanyaan, bertanya kepada
teman atau guru.
3. Pertemuan III
Pertemuan ketiga, yaitu kegiatan siswa untuk mendiskusikan hasil
praktikum yang sudah dilakukan pada pertemuan sebelumnya. Pada
pertemuan ini aspek psikomotor yang paling tinggi persentasenya adalah
aspek moving dan aspek communicating. Sedangkan aspek creating berada
pada persentase yang paling rendah. Aspek manipulating tidak muncul
karena pada pertemuan ini hanya melakukan kegiatan diskusi hasil
praktikum pada pertemuan sebelumnya.
Aspekmoving dan aspek communicating berada pada kemampuan
siswa yang paling tinggi, hal ini dikarenakan pada pertemuan ini siswa
sudah mempersiapkan hasil praktikum pada pertemuan sebelumnya.
Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan, siswa berdiskusi
dan menarik kesimpulan dari hasil percobaan dengan bimbingan guru.
Selama diskusi guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya
ataupun memberikan tanggapan. Mendiskusikan hasil eksperimen
memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis, siswa berani
untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Hal ini sesuai dengan teori
konstruktivisme, belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta,
tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian
yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis,
meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan
persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog,
67

mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan


gagasan dll. untuk membentuk kontruksi pengetahuan yang baru61.
Aspek creating, kemampuan psikomotor siswa pada aspek ini
dianggap masih rendah dikarenakan kurangnya pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep yang sudah dimiliki kemudian mengaitkannya
dengan informasi yang baru untuk memecahkan masalah.

61
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,2007) h. 13
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka kesimpulan yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan terhadap kemampuan
psikomotor siswa diperoleh kemampuan psikomotor siswa pada
pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity menunjukkan
kemampuan psikomotor siswa dengan tingkat yang berbeda pada setiap
aspek selama pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity
adalah: pada aspek moving (71,5%) termasuk kategori baik, aspek
manipulating (84%) termasuk kategori baik sekali, aspek communicating
(73,6%) termasuk kategori baik, dan aspek creating (64,4%) termasuk
kategori baik.
2. Observasi aktivitas siswa memberikan hasil bahwa hampir seluruh siswa
terlibat aktif selama proses pembelajaran dari tahap awal hingga tahap
akhir. Pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity
memberikan pengaruh positif pada siswa seperti siswa berani
mengungkapkan pendapat, ide dan gagasan mereka, menumbuhkan
berprikir kritis siswa, terampil dalam bereksperimen.

B. Saran
Setelah melakukan penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Guru diharapkan mengenalkan model pembelajaran hands-on, karena
model ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuan sendiri dengan melakukan suatu percobaan guna memahami
konsep dan melatih keterampilan tangan.

68
69

2. Aspek psikomotor merupakan aspek yang penting untuk mengetahui hasil


belajar siswa. Model ini mampu membantu untuk mengungkap aspek
psikomotor siswa.

3. Persiapan alat dan bahan praktikum harus diperhatikan dengan baik agar
proses pembelajaran berjalan lebih baik dan memperoleh hasil belajar
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta:


Bumi Aksara. 2007)

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2007)

Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Statistika Untuk Penelitian: Suatu


Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2006), ed. Revisi IV, cet.13.

Dahniar, Nani, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika


Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan
Inovatif, Vol 1, No. 2,)

Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for


Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my
Classroom?,” artikel diakses pada tanggal 14 Juli 2010 dari
(http://www.Thirteen.org).

Efendi, Ridwan, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa


Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model
Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011)

Feronika, Tonih, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran


Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS
vol. 1 No. 2 Desember 2008.

Haury L. David dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science


Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and
Environmental Education,1994. (online), dari
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric
/-2html, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3

Herliani, Elly dkk., Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009.

Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, JPPP, Lembaga Penelitian


Undiksha, April 2008

70
71

Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai


Asesmen Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES)

Nazir, Moh., Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005)

Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American
Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science
Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 2010, 6(2),

Purwanto, Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:


Remaja Rosda Karya, 2000)

Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On


Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar
Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. 2009

Rustaman, Y. Nuryani, Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi.


(Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP
Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000).

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


(Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2006)

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi . (Jakarta: Rieneka


Cipta. 2010)

Sofyan, Ahmad. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN


Press, 2006)

Sudjana, Metoda Statistik, (Bandung : Tarsito, 2005)

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. 13 (Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2009)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan


R&D, (Bandung:Alfabeta, 2008)

Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, cet.13, (Bandung: Alfabeta, 2008).

Suparno, Paul, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan


Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007)

Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme,


http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-
konstruktivisme/diakses pada tanggal 11 Oktober 2010
72

Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. 2001)

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,


(Jakarta: Presrtasi Pustaka Publisher, 2007)

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2009)

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya


dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher, 2007)

Wirasih, Anni dkk., IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008)

Yamin, Martinis dan Bansu I Ansari,. Taktik Mengembangkan Kemampuan


Individual

Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan


Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP,
ISSN: 1693-1246 Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id
SILABUS PEMBELAJARAN

Sekolah : SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh


Kelas / Semester : VII / 1
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam
Standar Kompetensi : Memahami wujud zat dan perubahannya

Materi Penilaian
Kompetensi Pokok/ Kegiatan Indikator Pencapaian Alokasi Sumber
Teknik Bentuk Contoh
Pembelajara pembelajaran Kompetensi Waktu Belajar
Dasar Instrumen Instrumen
n
Mendeskripsika Kalor - Melakukan - Menyelidiki Tes Lembar Pengamatan perubahan suhu 6x40’ Buku
n peran kalor percobaan kalor pengaruh kalor observas observasi dan perubahan wujud zat siswa,
dalam - Mencari terhadap perubahan i LKS, alat-
mengubah informasi tentang suhu benda, alat
wujud zat dan faktor-faktor perubahan wujud zat praktikum
suhu suatu yang dapat - Menyelidiki faktor-
benda serta mempercepat faktor yang dapat Pengamatan kenaikan suhu,
penerapannya penguapan mempercepat Observa lembar diperlukan kalor
dalam penguapan si
- Mencari observasi
kehidupan
sehari-hari informati tentang - Menyelidiki Pengamatan pada saat
peristiwa banyaknya kalor mendidih dan melebur
mendidih dan yang diperlukan observas Lembar diperlukan kalor!
melebur untuk menaikkan i
suhu zat observasi
- Mendiskusikan Hitung kalor yang diperlukan
hubungan antara - Menyelidiki kalor bila massa zat, kalor jenis
Energi, massa, yang dibutuhkan dan kenaikan suhu diketahui
kalor jenis dan pada saat mendididh
suhu dan melebur
- Menerapkan
hubungan

73
Materi Penilaian
Kompetensi Pokok/ Kegiatan Indikator Pencapaian Alokasi Sumber
Teknik Bentuk Contoh
Pembelajara pembelajaran Kompetensi Waktu Belajar
Dasar Instrumen Instrumen
n
Q = m.C. ∆t
Q = m.U dan Q =
m.L untuk
meyelesaikan
masalah sederhana
 Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline )
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Ketelitian ( carefulness)

74
75

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


KELAS VII SEMESTER 1
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
KELAS EKSPERIMEN
PERTEMUAN PERTAMA
MATERI:
KALOR

WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Memahami wujud dan perubahannya.
KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat
dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.
INDIKATOR :
 Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu
benda, perubahan wujud zat

 Menyelidiki faktor-faktor yang dapat mempercepat


penguapan

 Menyelidiki banyaknya kalor yang diperlukan untuk


menaikkan suhu zat

 Menyelidiki kalor yang dibutuhkan pada saat


mendididh dan melebur

TUJUAN PEMBALAJARAN Peserta Didik dapat:


 Mendeskripsikan hubungan antara kalor dan wujud
zat.

 Menjelaskan hubungan antara kalor dan penguapan.

 Mengetahui hubungan antara kalor dengan kenaikan


suhu, massa zat dan jenis zat

STRATEGI PEMBELAJARAN Pendekatan :


- Konstruktivisme
- Cooperative Learning
Model :
- Hands On Activity
Metode :
- Diskusi, tanya jawab
76

Teknik :
Challence Exploration Activity

LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan untuk
memotivasi siswa : 10 menit
Apa yang kita lakukan ketika Siswa menjawab pertanyaan motivasi
memasak air agar cepat mendidih? dan apersepsi
- Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi
Apa yang terjadi pada benda ketika
diberi kalor?

- Guru menjelaskan teknis pelaksanaan


Siswa mendengarkan penjelasan guru
diskusi kelompok seperti:
Siswa mengkondisikan duduk dengan
Guru menginstruksikan siswa duduk
kelompoknya
berkelompok (1 kelompok = 6 siswa)

 Menjelaskan perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu.


Kegiatan inti  Mengamati benda yang dapat menerima dan melepas kalor. 60 menit
 eksplorasi  Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara
peserta didik
 Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran

- Siswa (dibimbing oleh


guru) mendiskusikan bahwa kalor
 elaborasi - Guru membimbing siswa untuk mulai merupakan salah satu bentuk energi
berdiskusi yang dapat mengubah suhu benda
dan setiap benda dapat menerima
dan melepas kalor.

- Guru meminta masing-masing kelompok


- Masing-masing kelompok
untuk mempresentasikan hasil
mempresentasikan hasil diskusinya.
diskusinya didepan kelas.
77

KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
- Guru meminta tiap kelompok untuk
- Siswa bertanya kepada kelompok
bertanya kepada kelompok yang sedang
yang sedang presentasi.
presentasi.
- Guru menanggapi hasil diskusi siswa - Siswa menyimak pejelasan guru

- Guru memberikan kesempatan kepada - Siswa bertanya kepada guru


 konfirmasi siswa untuk bertanya tentang materi mengenai materi yang
yang dijelaskan. dijelaskan.

- Masing-masing kelompok memperbaiki - Siswa memperbaiki hasil


hasil diskusinya. diskusinya.

- Guru menghubungkan pendapat siswa


- Siswa menyimpulkan hasil
dan menjelaskan konsep ilmiah yang
pembelajaran yang dilakukan.
sedang dipelajari
- Siswa memperhatikan instruksi
Penutup - Guru menutup kegiatan pembelajaran dari guru 10 menit

SUMBER DAN ALAT BELAJAR : - Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira
- Buku Fisika kelas VII penerbit Erlangga
- Buku referensi yang relevan

PENILAIAN HASIL BELAJAR :


1. Hasil diskusi siswa

Mengetahui;

Guru kelas Peneliti

Wahyudin, S.Pd Hendriyan


78

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


KELAS VII SEMESTER 1
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
KELAS EKSPERIMEN
PERTEMUAN KEDUA
MATERI:
KALOR

WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Memahami wujud dan perubahannya.
KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat
dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.
INDIKATOR : - Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu
benda, perubahan wujud zat
- Menyelidiki faktor-faktor yang dapat mempercepat
penguapan
- Menyelidiki banyaknya kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu zat
- Menyelidiki kalor yang dibutuhkan pada saat
mendididh dan melebur

TUJUAN PEMBALAJARAN Peserta Didik dapat:


Siswa mampu membuat prosedur/langkah kerja praktikum
mengenai pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda

STRATEGI PEMBELAJARAN Pendekatan :


- Konstruktivisme
- Cooperative Learning
Model :
- Hands On Activity
Metode :
- Diskusi, tanya jawab
Teknik :
Challence Exploration Activity
79

LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan untuk
memotivasi siswa : 10 menit
Apa yang kita lakukan ketika Siswa menjawab pertanyaan motivasi
memasak air agar cepat mendidih? dan apersepsi
- Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi
Apa yang terjadi pada benda ketika
diberi kalor?

- Guru menjelaskan teknis pelaksanaan


Siswa mendengarkan penjelasan guru
diskusi kelompok seperti:
Siswa mengkondisikan duduk dengan
Guru menginstruksikan siswa duduk
kelompoknya
berkelompok (1 kelompok = 6 siswa)

Guru membagikan LKS kalor kepada siswa Siswa mempersiapkan alat tulis

 Mengamati hubungan antara kalor dan wujud zat.


Kegiatan inti  Membuat langkah kerja untuk praktikum 60 menit
 eksplorasi
 Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran
 Melibatkan siswa dalam diskusi kelas
 elaborasi
- Guru memberikan LKS kepada siswa. - Siswa menerima LKS yang
diberikan guru.

- Guru meminta siswa berdiskusi untuk


merancang prosedur/langkah kerja - Siswa menyimak penjelasan guru.
sebelum praktikum.

- Guru meminta tiap kelompok untuk - Siswa mulai berdiskusi untuk


mulai berdiskusi. merancang prosedur praktikum
- Siswa mengerjakan LKS yang
- Guru memantau aktivitas siswa
diberikan guru
80

KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
- Perwakilan tiap kelompok
- Guru memberikan kesempatan kepada
menjelaskan hasil pengamatan
siswa untuk menjelaskan hasil diskusi
dan diskusi kelompoknya di
kelompoknya di depan kelas
depan kelas

- Guru memberikan kesempatan kepada - Siswa bertanya kepada guru


siswa untuk bertanya tentang materi mengenai materi yang
yang dijelaskan. dijelaskan.

 konfirmasi
- Masing-masing kelompok memperbaiki - Siswa memperbaiki hasil
hasil diskusinya. diskusinya.

- Guru menghubungkan pendapat siswa


- Siswa menyimpulkan hasil
dan menjelaskan konsep ilmiah yang
pembelajaran yang dilakukan.
sedang dipelajari
- Siswa memperhatikan instruksi
Penutup - Guru menutup kegiatan pembelajaran dari guru 10 menit

SUMBER DAN ALAT BELAJAR : - Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira
- Buku referensi yang relevan
- LKS hands-on teknik challence exploration activity

PENILAIAN HASIL BELAJAR :


2. Observasi menggunakan lembar observasi psikomotor (terlampir)

3. LKS (terlampir)

Mengetahui;

Guru kelas Peneliti


81

Wahyudin, S.Pd Hendriyan


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
KELAS VII SEMESTER 1
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
KELAS EKSPERIMEN
PERTEMUAN KETIGA
MATERI:
KALOR

WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Memahami wujud dan perubahannya.
KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat
dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.

INDIKATOR : - Mengamati dan menyelidiki perubahan wujud zat


dengan eksperimen.
- Menunjukkan perubahan wujud zat
- Menemukan dan menggambarkan dengan grafik
hubungan Q terhadap T pada proses pemanasan zat
sampai mengalami perubahan fasa

TUJUAN PEMBALAJARAN Peserta Didik dapat:


Siswa mampu melakukan kegiatan praktikum mengenai
pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda

STRATEGI PEMBELAJARAN Pendekatan :


- Konstruktivisme
- Cooperative Learning
Model :
- Hands On Activity
Metode :
- eksperimen, diskusi
Teknik :
- Challence Exploration Activity
82

LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan untuk
memotivasi siswa : 10 menit
Samakah kalor yang diperlukan
untuk menaikkan suhu suatu zat
kalau massanya berbeda? Siswa menjawab pertanyaan motivasi
- Guru mengajukan pertanyaan dan apersepsi
apersepsi
Hal apa sajakah yang mempengaruhi
besarnya kalor dalam mengubah
suhu suatu zat?
- Guru menjelaskan teknis
Siswa mendengarkan penjelasan guru
pelaksanaan praktikum seperti:
Guru menginstruksikan siswa
Siswa mengkondisikan duduk dengan
duduk berkelompok (1 kelompok =
kelompoknya
6 siswa).
- Guru membagikan LKS inkuiri-
Siswa mempersiapkan alat tulis
pemuaian kepada siswa
- Guru meminta tiap kelompok Perwakilan tiap kelompok mengambil
mengambil alat dan bahan yang alat dan bahan praktikum yang sudah
sudah di sediakan. disediakan
 Mengamati perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu.
Kegiatan inti  Menjelaskan hubungan antara kalor dan penguapan. 60 menit
 eksplorasi  Mengamati kenaikan suhu dengan menggunakan termometer
 Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran
 Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
 elaborasi laboratorium
- Guru memberikan kesempatan
siswa untuk mempersiapkan alat - Siswa mempersiapkan alat dan
bahan sesuai prosedur yang telah
dan bahan praktikum sesuai dibuat siswa.
prosedur yang telah dibuat siswa
83

KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA

- Guru memberikan kesempatan - Siswa melakukan percobaan


kepada siswa untuk melakukan dengan langkah kerja sesuai
percobaan sesuai prosedur pada dengan prosedur pada LKS yang
LKS yang telah dibuat siswa. telah dibuat siswa

- Siswa melakukan pengamatan


- Guru mengamati cara kerja siswa terhadap percobaan yang
dilakukannya
- Siswa mengerjakan LKS yang
- Guru memantau aktivitas siswa
diberikan guru
- Guru memberikan kesempatan kepada - Siswa melakukan diskusi
siswa untuk melakukan diskusi
kelompok tentang pengamatan
kelompok tentang pengamatan yang
terhadap percobaannya .
dilakukan
 konfirmasi
- Guru memberikan kesempatan kepada - Perwakilan tiap kelompok
siswa untuk menjelaskan hasil menjelaskan hasil pengamatan
pengamatan dan diskusi kelompoknya dan diskusi kelompoknya di
di depan kelas depan kelas
- Guru memberikan kesempatan kepada
- Siswa bertanya kepada guru
siswa untuk bertanya tentang materi
mengenai materi yang dijelaskan.
yang dijelaskan.
- Guru menghubungkan pendapat siswa
- Siswa menyimpulkan hasil
dan menjelaskan konsep ilmiah yang
pembelajaran yang dilakukan
sedang dipelajari
- Siswa memperhatikan instruksi
Penutup dari guru 10 menit
- Guru menutup kegiatan - Siswa mengumpulkan LKS yang
pembelajaran sudah dikerjakan
- Siswa merapihkan kembali alat-
alat praktikum

SUMBER DAN ALAT BELAJAR :


 Buku Fisika kelas VII penerbit yudhistira
 Buku referensi yang relevan
 LKS hands on teknik challence exploration activity
 Alat dan bahan praktikum

PENILAIAN HASIL BELAJAR :


84

1. Observasi menggunakan lembar observasi psikomotor (terlampir)

2. LKS inkuiri-Pemuaian zat (terlampir)

Mengetahui;

Guru kelas Peneliti

Wahyudin, S.Pd Hendriyan


85

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


KELAS VII SEMESTER 1
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
KELAS EKSPERIMEN
PERTEMUAN KE-EMPAT
MATERI:
KALOR

WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi
pada berbagai perubahan energi
KOMPETENSI DASAR : Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat

INDIKATOR : - Mengamati dan menyelidiki perubahan wujud zat


dengan eksperimen.
- Menunjukkan perubahan wujud zat
- Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu
benda, perubahan wujud zat

TUJUAN PEMBALAJARAN Peserta Didik dapat:


- Siswa mampu menjelaskan pengaruh kalor terhadap
perubahan suhu benda
STRATEGI PEMBELAJARAN Pendekatan :
- Konstruktivisme
Model :
- Hands On Activity
Metode :
- Diskusi, tanya jawab
Teknik :
- Challence exploration activity
86

LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan
untuk memotivasi siswa : 10 menit
Apa yang terjadi pada air yang
dipanaskan? Siswa menjawab pertanyaan
- Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi
Bagaimanakah hasil pengamatan
kalian pada praktikum kemarin?

- Guru menanyakan hasil - Siswa menjawab pertanyaan guru


pengamatan praktikum yang dan bersiap untuk melakukan
dilakukan siswa pada pertemuan diskusi.
sebelumnya dan membuka
wacana diskusi.

 Melibatkan siswa dalam diskusi kelas untuk membahas hasil


Kegiatan inti praktikum. 60 menit
 Eksplorasi  Menjelaskan hubungan kalor dan penguapan
 Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan
dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari
 Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran
- Guru memberikan kesempatan
 Elaborasi kepada masing-masing kelompok - Masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil praktikum
untuk mempresentasikan hasil
didepan kelas.
praktikum didepan kelas.

- Guru membimbing siswa dalam - Siswa bertanya kepada kelompok


diskusi dan tanya jawab yang sedang presentasi didepan
87

KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
kelas.

- Guru mengamati diskusi dan tanya - Masing-masing kelompok


jawab siswa memperbaiki hasil
- Guru memantau aktivitas siswa pengamatannya

 konfirmasi - Siswa menyimak penjelasan guru


- Guru melengkapi materi mengenai
kalor

- Guru memberikan kesempatan - Siswa bertanya kepada guru


kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang telah
seputar materi yang telah dipelajari. dipelajari.
- Guru menghubungkan pendapat
- Siswa menyimpulkan hasil
siswa dan menjelaskan konsep
pembelajaran yang dilakukan
ilmiah yang sedang dipelajari
- Guru menutup kegiatan - Siswa memperhatikan yang telah
Penutup pembelajaran disampaikan guru 10 menit

SUMBER DAN ALAT BELAJAR :


- Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira
- LKS hands on teknik challence exploration activity
- Buku referensi yang relevan

PENILAIAN HASIL BELAJAR :


1. Observasi menggunakan lembar observasi psikomotor (terlampir)

Mengetahui;

Guru kelas Peneliti


88

Wahyudin, S.Pd Hendriyan


88

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) 1


KALOR

Kelompok :………………..
Nama anggota : 1. .……………….
2. .………………
3. ……………….
4. ……………….
5. ……………….

A. Pendahuluan

Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula
dingin lama kelamaan menjadi panas. Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor
yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik.
Kalor merupakan suatu bentuk energi yang secara alami dapat berpindah bila
kedua benda bersentuhan. Energi kalor dapat mempengaruhi perubahan zat. Suatu zat
apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu maksimum, maka zat akan
mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor
terus-menerus dan mencapai suhu minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat
digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat.

B. Tujuan
Menyelidiki pengertian kalor dan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu suatu zat.

C. Permasalahan

 Pernakah kalian memasak air dengan menggunakan kompor? Air yang semula dingin
akan menjadi panas. Bagaimanakah peristiwa itu terjadi? Bagaimankah keadaan suhu
pada air yang sedang dimasak? Apakah yang menyebabkan hal tersebut?

 Apakah sama waktu yang dibutuhkan untuk memasak air satu liter dengan dua liter?

 Untuk membuktikannya lakukanlah percobaan berikut!

D. Alat dan Bahan

1. Air

2. Gelas beker

3. Kaki tiga dan kasa

4. Pembakar spiritus dan korek api


89

5. Statif

6. Thermometer dan

7. Stopwatch

E. Prosedur Kerja

Dalam bagian ini kalian diminta merancang sendiri percobaan untuk mengamati pengertian
kalor dan membuktikan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu zat.
90

Prosedur kerja:
91

Tabel Pengamatan

No Zat Suhu awal (0C) Suhu akhir (0C) Waktu (menit)


1. Air 50 ml

2. Air 100 ml

Pertanyaan
1. Bagaimanakah suhu air yang sedang dimasak? Apakah sama ketika sebelum dimasak?
2. Apakah sama waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air 50 ml dengan air 100
ml? jelaskan!

3. Bagaimanakah pengaruh kalor terhadap kenaikan suhu air?

4. Apakah kesimpulan kalian terhadap percobaan yang telah kalian lakukan?


92

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) 2


KALOR

A. Tujuan
Menyelidiki pengertian kalor dan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud suatu zat.

B. Permasalahan

 Pada pagi hari kita sering melihat embun membasahi dedaunan disekitar rumah.
Pernakah kalian mengamati embun di pagi hari? Pada saat siang hari apakah kita
masih melihat embun di halaman rumah kita? Apakah panas (kalor) matahari
mempengaruhi peristiwa tersebut? Bagaimanakah pengaruh kalor terhadap embun?

 Es batu jika kita letakan ditengah terik matahari, lama kelamaan akan mencair,
bagaimanakah es batu bisa mencair?, apakah yang menyebabkan hal tersebut?

 Pernakah kalian menyalakan lilin? Apa yang terjadi pada saat lilin tersebut
dinyalakan?

C. Alat dan bahan

1. Es batu

2. Gelas beker

3. Statif

4. Kaki tiga dan kasa

5. Pembakar spiritus dan korek api

6. Thermometer dan

7. Stopwatch
93

D. Langkah kerja
Dalam bagian ini kalian diminta merancang sendiri percobaan untuk mengamati
pengertian kalor dan membuktikan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat.

Hasil pengamatan
Berdasrkan percobaan yang telah kalian lakukan, catatlah apa yang kalian amati.
Tabel pengamatan hubungan kalor dengan perubahan wujud zat
No Wujud zat Suhu (oC) Lama pemanasan Keterangan
(menit)
1. Keadaan mula-mula

2. Es mulai mencair
3. Es telah mencair
4. Mendidih
5. Air menjadi uap
94

Pertanyaan

1. Untuk mengubah wujud es menjadi wujudnya yang lain apakah diperlukan waktu
yang sama? Bagaimana dengan suhunya?

2. Buatlah grafik hubungan antara lama pemanasan dengan suhu!


Suhu

Waktu

3. Apa perubahan yang terjadi pada zat yang diberi kalor? Jelaskan (sesuai dengan
perubahan pada zat yang kalian amati)

4. Berdasarkan hasil kegiatan kamu, apa yang dapat kamu simpulkan?


95

KISI-KISI INSTRUMEN

Moving (bergerak), kategori ini merujuk kepada sejumlah gerakan tubuh yang
melibatkan koordinasi gerakan gerakan fisik.

Manipulating, kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-pola yang
terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh,
misalnya koordinasi antara mata, telinga, tangan, dan jari. Koordinasi gerakan
tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian tubuh.

Communicating, kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang menyajikan


gagasan dan perasaan untuk diketahui orang lain.

Creating, merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan
baru. Kreasi dalam mata pelajaran sains biasanya memerlukan sejumlah
kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan komunikasi dalam membangkitkan hasil
baru yang sifatnya unik. Dalam konteks ini koordinasi antara aspek kognitif,
psikomotor, dan afektif dalam upaya untuk memecahkan masalah dan
menciptakan gagasan-gagasan baru tersebut.

Kisi-Kisi Instrumen Aspek Psikomotor

No Aspek Indikator Kisi-kisi


1.1. Membawa Siswa membawa perlengkapan
1. Moving perlengkapan belajar yang mereka butuhkan
belajar (alat dan selama belajar, misalnya: buku-
bahan) yang buku pelajaran, alat tulis, alat
dibutuhkan dalam dan bahan praktikum yang tidak
proses disediakan di laboratorium, dan
pembelajaran. sebagainya.
1.2. Menyiapkan Siswa menyiapkan perlengkapan
perlengkapan belajar yang akan mereka
belajar yang akan gunakan untuk proses belajar di
digunakan. mejanya.
96

No Aspek Indikator Kisi-kisi


2.1. Merangkai Siswa memasukkan bahan
2. Manipulating alat praktikum. praktikum pada wadahnya,
mencampurkan bahan-bahan
praktikum, membuat larutan, dan
sebagainya.
2.2. Meramu Siswa memasukkan bahan
bahan-bahan praktikum pada wadahnya,
praktikum. mencampurkan bahan-bahan
praktikum, dan sebagainya.
2.3. Menggunakan Siswa menggunakan alat-alat
alat-alat praktikum sesuai fungsinya.
praktikum.
2.4. Mengamati Siswa mengamati perubahan
percobaan. kenaikan suhu pada termometer.
2.5. Siswa mencuci alat, melap
Membersihkan alat dengan kain pembersih,
dan bahan membilas dengan air, membuang
praktikum. sampah saat praktikum pada
tempatnya, dan sebagainya.
3.1. Mengajukan Siswa mengajukan pertanyaan
3. Communicating pertanyaan. kepada teman, guru, dan
sebagainya.
3.2. Menjawab Siswa menjawab pertanyaan
pertanyaan. teman, guru, dan sebaginya.
3.3. Menyimak Siswa mendengarkan,
pendapat orang memperhatikan, dan menanggapi
lain. pendapat orang lain.
3.4. Siswa mengusulkan
Menyampaikan /menyampaikan ide/gagasan
97

No Aspek Indikator Kisi-kisi


ide/gagasan. kepada teman, guru, dan
sebagainya.
3.5. Siswa mampu
Mendeskripsikan mempresentasikan, menjelaskan
data. data dan sebagainya.
3.6. Siswa mendiskusikan
Mendiskusikan masalah/data bersama
masalah/data. kelompokknya kemudian
mencari pemecahannya.
3.7. Mencatat Siswa mencatat data/informasi
data/informasi. pada buku, LKS, dan
sebagainya.
3.1. Merancang Siswa merumuskan langkah
4. Creating langkah kerja praktikum bersama
kerja/prosedur kelompokknya.
3.2. Menganalisis Siswa menguraikan komponen-
masalah/data komponen masalah/data,
menghubungkan, mendalami dan
memahami masalah/data.
3.3. Mensintesis Siswa mengklasifikasi
masalah/data. masalah/data, mengintegrasikan
komponen-komponennya,
mengambil intisari dan membuat
kesimpulan.
98

Instrumen Observasi
Aspek Psikomotor

Berilah tanda cek lis (√) pada kotak sesuai kemampuan psikomotor siswa
- Pertemuan ke :
- Observer :
- Kelompok :
- Tanggal :

No Aspek yang dinilai Skor


A. Moving
1. Membawa 1. tidak membawa perlengkapan belajar
perlengkapan 2. membawa perlengkapan belajar namun tidak
belajar sesuai dengan yang dibutuhkan.
3. Membawa perlengkapan belajar tetapi tidak
lengkap
4. Membawa semua perlengkapan belajar
2. Menyiapkan 1. Tidak menyiapkan perlengkapan belajar
perlengkapan 2. Menyiapkan perlengkapan belajar tetapi tidak
belajar dilakukan dengan baik.
3. Menyiapkan perlengkapan belajar.
4. Menyiapkan perlengkapan belajar dengan baik dan
rapih.
B. Manipulating
3. Merangkai alat 1. Tidak dapat merangkai alat praktikum.
praktikum. 2. Merangkai alat praktikum tidak sesuai langkah
kerja.
3. Merangkai alat praktikum namun masih ada
99

No Aspek yang dinilai Skor


kekeliruan dalam merangkainnya.
4. Merangkai alat dengan benar dan sesuai langkah
kerja
4. Meramu bahan- 1. Tidak dapat meramu bahan praktikum.
bahan praktikum 2. Masih bingung dalam merancang bahan
praktikum.
3. Mampu merancang bahan-bahan praktikum tetapi
tidak berurutan sesuai langkah kerja.
4. Mampu merancang bahan-bahan praktikum sesuai
langkah kerja
5. Menggunakan 1. Tidak mampu menggunakan alat-alat praktikum.
alat-alat 2. Menggunakan alat-alat prkatikum tidak dengan
praktikum benar, hanya mencoba-coba saja.
3. Mampu menggunakan alat-alat praktikum tetapi
masih keliru dalam menggunakannya.
4. Mampu menggunakan alat-alat praktikum dengan
benar.
6. Menggunakan 1. Tidak mampu menggunakan termometer
termometer 2. Menggunakan termometer namun hanya coba-
coba
3. Menggunakan termometer namun tidak mampu
membaca suhu termometer
4. Mampu menggunakan termometer dengan benar
dan membaca suhunya
7. Mengamati 1. Tidak mengamati percobaan dan hanya bermain
percobaan dengan teman sekelompok
2. Mengamati percobaan dan hanya mencoba-coba
100

No Aspek yang dinilai Skor


saja.
3. Mengamati percobaan dan mengukur suhu dengan
thermometer tetapi masih keliru dalam membaca
suhunya.
4. Mengamati percobaan dengan baik dan mampu
mengukur serta membaca suhu pada thermometer
dengan benar.
8. Membersihkan 1. Tidak membersihkan alat dan bahan setelah
alat dan bahan praktikum.
praktikum 2. Membersihkan alat dan bahan praktikum tidak
rapih
3. Membersihkan alat dan bahan praktikum dengan
rapih.
4. Membersihkan alat dan bahan praktikum dengan
rapih serta meletakan alat praktikum ditempat
semula.
C. Communicating
9. Mengajukan 1. Tidak mengajukan pertanyaan
pertanyaan 2. Mengajukan pertanyaan namun tidak
berhubungan dengan materi yang diajarkan.
3. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang diajarkan.
4. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada
pemahaman konsep dan mampu
menyimpulkannya.
10. Menjawab 1. Jawaban tidak jelas dan tidak sesuai konsep.
pertanyaan 2. Jawaban kurang jelas dan kurang memahami
101

No Aspek yang dinilai Skor


konsep
3. Jawaban jelas namun kurang memahami konsep
4. Jawaban jelas dan menunjukkan memahami
konsep
11. Menyimak 1. Tidak menyimak pendapat kelompok lain dan
pendapat orang hanya bicara dengan teman sekelompok.
lain 2. Menyimak pendapat kelompok lain tetapi tidak
serius memperhatikan
3. Meyimak pendapat kelompok lain
4. Menyimak pendapat kelompok lain dan
menanggapinya.
12. Menyampaikan 1. Tidak dapat menyampaikan ide/gagasan
ide/gagasan 2. Menyampaikan ide/gagasan namun kurang jelas
dalam penyampaiannya
3. Menyampaikan ide/gagasan dengan jelas
4. Menyampaikan ide/gagasan dengan jelas sesuai
konsep
13. Mendeskripsikan 1. Tidak mampu mendeskripsikan hasil percobaan
data 2. Kurang jelas mendeskripsikan data percobaan
3. Mendeskripsikan percobaan dengan baik
4. Mampu mendeskripsikan percobaan dengan jelas
dan membuat kesimpulan sendiri
14. Mendiskusikan 1. Tidak berdiskusi dengan teman sekelompok
masalah 2. Berdiskusi dengan teman sekelompok tetapi lebih
sering bermain dengan temannya sendiri.
3. Berdiskusi dengan teman sekelompok
4. Berdiskusi dengan teman sekelompok dan terlihat
102

No Aspek yang dinilai Skor


kompak dalam memecahkan masalah
15. Mencatat 1. Hanya melakukan percobaan tetapi tidak mencatat
data/informasi hasil percobaan
2. Mencatat hasil percobaan tetapi tidak saling
berkomunikasi dengan teman sekelompok
3. Mencatat hasil percobaan pada tabel dan
mengkomunikasikan pada teman sekelompok
4. Mencatat hasil percobaan pada tabel serta
mengkomunikasikannya pada teman sekelompok
dan mencatat hal-hal penting selama praktikum.
D. Creating
16. Merancang 1. Tidak mampu merancang langkah kerja
langkah kerja. 2. Langkah kerja yang dituliskan masih belum
berurutan
3. Mampu merancang langkah kerja dengan benar
dan berurutan
4. Mampu merancang langkah kerja dengan benar
dan berurutan disertai gambar percobaan
17. Menganalisis 1. Tidak mampu menganalisis masalah
masalah. 2. Kurang jelas menganalisis hasil percobaan
3. Mampu menganalisis hasil percobaan berdasarkan
data hasil percobaan
4. Mampu menganalisis hasil percobaan berdasarkan
data percobaan dan mampu berhipotesis
18. Mensintesis 1. Tidak dapat mensintesis masalah
masalah. 2. Kurang jelas dalam mensintesis masalah
3. Jelas dalam mensintesis masalah sesuai konsep
103

No Aspek yang dinilai Skor


4. Jelas dalam mensintesis masalah dan memahami
sesuai konsep
104

Lembar Observasi (Guru) Pada Proses Pembelajaran Hands-On


Teknik Challenge Exploration Activity

Mata pelajaran :
Kelas :
Pokok bahasan :
Tanggal :

Tahapan Faktor-faktor yang diobservasi Kriteria


pembelajaran hands
on teknik challenge
exploration activity
Ya Tidak
Apersepsi 1. Menuliskan topik yang akan
dibahas
2. Mengajukan pertanyaan yang
relevan
3. Bertanya secara klasikal
4. Bertanya secara individual
5. Menanggapi jawaban siswa
Eksplorasi 1. Membimbing siswa memecahkan
masalah yang disajikan
2. Membimbing siswa merancang
langkah kerja pada LKS
3. Membimbing siswa berdiskusi
dalam kelompok
4. Membimbing siswa dalam
kelompok
5. Membimbing siswa dalam
praktikum
6. Membimbing siswa melakukan
pengamatan dalam praktikum
7. Menanggapi pertanyaan siswa
Pemantapan konsep 1. Memberikan kesempatan kepada
siswa/kelompok untuk bertanya
2. Memberikan kesempatan kepada
siswa/kelompok mempresenasikan
hasil diskusi
3. Memberikan siswa/kelompok lain
untuk menanggapi
105

Tahapan Faktor-faktor yang diobservasi Kriteria


pembelajaran hands
on teknik challenge
exploration activity
Ya Tidak
4. Mengembangkan materi
5. Membimbing siswa member
kesimpulan
Refleksi dan evaluasi 1. Mengajukan pertanyaan terhadap
materi yang sudah didiskusikan
2. Memberikan kesimpulan materi
pembelajaran
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor

Kelompok:

No Aspek Sub aspek Pertemuan 1


penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Moving a. Membawa perlengkapan belajar √ √ √ √ √ √
(bergerak)
b. Menyiapkan perlengkapan belajar √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 4 5 6 4 5 6
Persentase 50% 62,5% 75% 50% 62,5% 75%
2. Manipulating a. Merangkai alat praktikum
(memanipulasi)
b. Meramu bahan-bahan praktikum
c. Menggunakan alat-alat praktikum
d. Mengukur suhu dengan
termometer
e. Mengamati percobaan
f. Membersihkan alat dan bahan
praktikum
Jumlah skor
persentase
3. Communicating a. Mengajukan pertanyaan √ √ √ √ √ √
(komunikasi)
b. Menjawab pertanyaan √ √ √ √ √ √
c. Menyimak pendapat orang lain √ √ √ √ √ √
d. Menyampaikan ide/gagasan √ √ √ √ √ √

106
No Aspek Sub aspek Pertemuan 1
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
e. Mendeskripsikan data √ √ √ √ √ √
f. Mendiskusikan masalah √ √ √ √ √ √
g. Mencatat data/informasi √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 18 19 21 20 24 20
persentase 64,2% 67,8% 75% 71,4% 85,7% 71,4%
4. Creating a. Merancang langkah kerja √ √ √ √ √ √
(kreativitas)
b. Menganalisis masalah √ √ √ √ √ √
c. Mensintesis masalah √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 8 7 7 6 9 5
Persentase 66,6% 58,3% 58,3% 50% 75% 41,6%

107
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor

Kelompok:

No Aspek Sub aspek Pertemuan 2


penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Moving a. Membawa perlengkapan belajar √ √ √ √ √ √
(bergerak)
b. Menyiapkan perlengkapan belajar √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 6 6 6 6 7 6
Persentase 75% 75% 75% 75% 87,5% 75%
2. Manipulating a. Merangkai alat praktikum √ √ √ √ √ √
(memanipulasi)
b. Meramu bahan-bahan praktikum √ √ √ √ √ √
c. Menggunakan alat-alat praktikum √ √ √ √ √ √
d. Mengukur suhu dengan √ √ √ √ √ √
termometer
e. Mengamati percobaan √ √ √ √ √ √
f. Membersihkan alat dan bahan √ √ √ √ √ √
praktikum
Jumlah skor 19 20 22 18 21 21
persentase 79,1% 83,3% 91,6% 75% 87,5% 87,5%
3. Communicating a. Mengajukan pertanyaan √ √ √ √ √ √
(komunikasi)
b. Menjawab pertanyaan √ √ √ √ √ √
c. Menyimak pendapat orang lain √ √ √ √ √ √
d. Menyampaikan ide/gagasan √ √ √ √ √ √

108
No Aspek Sub aspek Pertemuan 2
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
e. Mendeskripsikan data √ √ √ √ √ √
f. Mendiskusikan masalah √ √ √ √ √ √
g. Mencatat data/informasi √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 21 18 23 19 20 22
persentase 75% 64,2% 82,1% 67,5% 71,4% 78,5%
4. Creating h. Merancang langkah kerja √ √ √ √ √ √
(kreativitas)
i. Menganalisis masalah √ √ √ √ √ √
j. Mensintesis masalah √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 9 8 8 9 9 7
Persentase 75% 66,6% 66,6% 75% 75% 58,3%

109
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor

Kelompok:

No Aspek Sub aspek Pertemuan 3


penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Moving a. Membawa perlengkapan belajar √ √ √ √ √ √
(bergerak)
b. Menyiapkan perlengkapan belajar √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 6 6 7 5 6 6
Persentase 75% 75% 87,5% 62,5% 75% 75%
2. Manipulating a. Merangkai alat praktikum
(memanipulasi)
b. Meramu bahan-bahan praktikum
c. Menggunakan alat-alat praktikum
d. Mengukur suhu dengan
termometer
e. Mengamati percobaan
f. Membersihkan alat dan bahan
praktikum
Jumlah skor
persentase
3. Communicating a. Mengajukan pertanyaan √ √ √ √ √ √
(komunikasi)
b. Menjawab pertanyaan √ √ √ √ √ √
c. Menyimak pendapat orang lain √ √ √ √ √ √
d. Menyampaikan ide/gagasan √ √ √ √ √ √

110
No Aspek Sub aspek Pertemuan 3
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
e. Mendeskripsikan data √ √ √ √ √ √
f. Mendiskusikan masalah √ √ √ √ √ √
g. Mencatat data/informasi √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 23 16 25 20 24 18
persentase 82,1% 57,1% 89,2% 71,4% 85,7% 64,2%
4. Creating a. Merancang langkah kerja √ √ √ √ √ √
(kreativitas)
b. Menganalisis masalah √ √ √ √ √ √
c. Mensintesis masalah √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 9 7 8 8 6 7
Persentase 75% 58,3% 66,6% 66,6% 50% 58,3%

111
hasil observasi kemampuan psikomotor siswa

No Aspek Sub aspek Pertemuan 1


penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
∑ (%)
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Moving a. Membawa √ √ √ √ √ √
(bergerak) perlengkapan belajar 17 70.8

b. Menyiapkan √ √ √ √ √ √
perlengkapan belajar 13 54.1

Jumlah skor 4 5 6 4 5 6 30 62.5


Persentase 50% 62.50% 75% 50% 62.50% 75% 62.5
2. Manipulating a. Merangkai alat
(memanipulasi) praktikum
b. Meramu bahan-
bahan praktikum
c. Menggunakan
alat-alat praktikum
d. Mengukur suhu
dengan termometer
e. Mengamati
percobaan
f. Membersihkan
alat dan bahan
praktikum
Jumlah skor
persentase
3. Communicating a. Mengajukan √ √ √ √ √ √
17 70.8
(komunikasi) pertanyaan
b. Menjawab √ √ √ √ √ √
17 70.8
pertanyaan
c. Menyimak √ √ √ √ √ √
19 79.2
pendapat orang lain
d. Menyampaikan √ √ √ √ √ √
16 66.7
ide/gagasan
e. Mendeskripsikan √ √ √ √ √
data 17 70.8

f. Mendiskusikan √ √ √ √ √ √
16 66.7
masalah
g. Mencatat √ √ √ √ √ √
20 83.3
data/informasi
Jumlah skor 18 19 21 20 24 20 122 508.3
persentase 64.20% 67.80% 75% 71.40% 85.70% 71.40%
72.6

4. Creating a. Merancang √ √ √ √ √ √
18 75
(kreativitas) langkah kerja
b. Menganalisis √ √ √ √ √ √
masalah 14 58.3

c. Mensintesis √ √ √ √ √ √
masalah 10 41.7

Jumlah skor 8 7 7 6 9 5 42 175


Persentase 66.60% 58.30% 58.30% 50% 75% 41.60% 58.3
lembar hasil observasi

No Aspek Sub aspek Pertemuan 2


penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
∑ (%)
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Moving a. Membawa √ √ √ √ √ √
(bergerak) perlengkapan belajar 21 87.5

b. Menyiapkan √ √ √ √ √ √
perlengkapan belajar 16 66.7

Jumlah skor 6 6 6 6 7 6 37 154.2


Persentase 75% 75% 75% 75% 87.50% 75% 77.1
2. Manipulating a. Merangkai alat √ √ √ √ √ √
23 95.8
(memanipulasi) praktikum
b. Meramu bahan- √ √ √ √ √ √
19 79.2
bahan praktikum
c. Menggunakan √ √ √ √ √ √
17 70.8
alat-alat praktikum
d. Mengukur suhu √ √ √ √ √ √
19 79.2
dengan termometer
e. Mengamati √ √ √ √ √ √
19 79.2
percobaan
f. Membersihkan √ √ √ √ √ √
alat dan bahan 24 100.0
praktikum
Jumlah skor 19 20 22 18 21 21 121 504.2
persentase 79.10% 83.30% 91.60% 75% 87.50% 87.50% 84.0
3. Communicating a. Mengajukan √ √ √ √ √ √
18 75.0
(komunikasi) pertanyaan
b. Menjawab √ √ √ √ √ √
14 58.3
pertanyaan
c. Menyimak √ √ √ √ √ √
20 83.3
pendapat orang lain
d. Menyampaikan √ √ √ √ √ √
16 66.7
ide/gagasan
e. Mendeskripsikan √ √ √ √ √ √
data 17 70.8

f. Mendiskusikan √ √ √ √ √ √
17 70.8
masalah
g. Mencatat √ √ √ √ √ √
21 87.5
data/informasi
Jumlah skor 21 18 23 19 20 22 123 512.5
persentase 75% 64.20% 82.10% 67.50% 71.40% 78.50% 73.2
4. Creating h. Merancang √ √ √ √ √ √
23 95.8
(kreativitas) langkah kerja
i. Menganalisis √ √ √ √ √ √
16 66.7
masalah
j. Mensintesis √ √ √ √ √ √
13 54.2
masalah
Jumlah skor 9 8 8 9 9 9 52 216.7
Persentase 75% 66.60% 66.60% 75% 75% 75.00% 72.2
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor
Kelompok:
No Aspek Sub aspek Pertemuan 3
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
∑ (%)
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Moving a. Membawa √ √ √ √ √ √ 21
(bergerak) perlengkapan 87.5
belajar
b. Menyiapkan √ √ √ √ √ √ 15
perlengkapan
62.5
belajar

Jumlah skor 6 6 7 5 6 6 36 150


Persentase 75% 75% 87.50% 62.50% 75% 75% 75
2. Manipulating a. Merangkai
(memanipulasi alat praktikum
) b. Meramu
bahan-bahan
praktikum
c.
Menggunakan
alat-alat
praktikum
d. Mengukur
suhu dengan
termometer
e. Mengamati
percobaan
f.
Membersihkan
alat dan bahan
praktikum
Jumlah skor
persentase
3. Communicatin a. Mengajukan √ √ √ √ √ √
g pertanyaan 17 70.8
(komunikasi)
b. Menjawab √ √ √ √ √ √
16 66.7
pertanyaan
c. Menyimak √ √ √ √ √ √
pendapat orang 20 83.3
lain
d. √ √ √ √ √ √
Menyampaikan 16 66.7
ide/gagasan
e. √ √ √ √ √ √
Mendeskripsikan 18 75.0
data
f. √ √ √ √ √ √
Mendiskusikan 19 79.2
masalah
g. Mencatat √ √ √ √ √ √
20 83.3
data/informasi
Jumlah skor 23 16 25 20 24 18 126 525.0
persentase 82.10% 57.10% 89.20% 71.40% 85.70% 64.20% 75
4. Creating a. Merancang √ √ √ √ √ √
21 87.5
(kreativitas) langkah kerja
b. Menganalisis √ √ √ √ √ √
masalah 14 58.3

c. Mensintesis √ √ √ √ √ √
10 41.7
masalah
Jumlah skor 9 7 8 8 6 7 45 187.5
Persentase 75% 58.30% 66.60% 66.60% 50% 58.30% 62.5
No Aspek penilaian Sub aspek pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3 jumlah persentase

1. Moving (bergerak) a. Membawa perlengkapan belajar 17 21 21 59 81.9


b. Menyiapkan perlengkapan belajar 13 16 15 44 61.1
Jumlah skor 30 37 36 103
Persentase 62.5 77.1 75 71.5
2. Manipulating a. Merangkai alat praktikum 23 23 95.8
(memanipulasi) b. Meramu bahan-bahan praktikum 19 19 79.2
c. Menggunakan alat-alat praktikum 17 17 70.8
d. Mengukur suhu dengan termometer
19 19 79.2
e. Mengamati percobaan 19 19 79.2
f. Membersihkan alat dan bahan
24 24 100.0
praktikum
Jumlah skor 121 504.2
persentase 84.0
3. Communicating a. Mengajukan pertanyaan 17 18 17 52 72.2
(komunikasi) b. Menjawab pertanyaan 17 14 16 47 65.3
c. Menyimak pendapat orang lain 19 20 20 59 81.9
d. Menyampaikan ide/gagasan 16 16 16 48 66.7
e. Mendeskripsikan data 17 17 18 52 72.2
f. Mendiskusikan masalah 16 17 19 52 72.2
g. Mencatat data/informasi 20 21 20 61 84.7
Jumlah skor 122 123 126 371
persentase 72.6 73.2 75 73.6
4. Creating a. Merancang langkah kerja 18 23 21 62 86.1
(kreativitas) b. Menganalisis masalah 14 16 14 44 61.1
c. Mensintesis masalah 10 13 10 33 45.8
Jumlah skor 42 52 45 139
Persentase 58.3 72.2 62.5 64.4

Anda mungkin juga menyukai