Hendriyan Fitk
Hendriyan Fitk
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SarjanaPendidikan (S.Pd) Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
HENDRIYAN
106016300649
This study aims to determine the psychomotor skills of students in learning hands
on technique challenge exploration activity. Psychomotor aspects used by
Trowbridge and Bybe include moving (bergerak), communicating
(berkomunikasi), manipulating (memanipulasi), and creating (berkreasi). The
research was conducted at SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh Tangerang City in
the school year 2012/2013. The method used is descriptive method. Sampling was
conducted using purposive sampling techniques, class VII-1 N=34 as an
experimental group that uses hands-on learning techniques challenge exploration
activity. The research instrument used was a non-test instruments such as
psychomotor student observation sheet. Data instrument were analyzed using
descriptive quantitative analysis then used the percentage and descriptive of
analysis. The study results demonstrate psychomotor skills for students in every
aspect of learning hands on technique challenge is the exploration activity: the
moving aspect (71.5%) categorized as good, manipulating aspects (84%)
including the excellent category, aspects of communicating (73.6% ) including
good category, and aspects of creating (64.4%) including both categories.
ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
iii
6. Bapak Bustami, Kepala SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh, dan Bapak
Wahyudin, guru mata pelajaran Fisika, yang telah memberikan izin
penelitian. Seluruh guru-guru SMP Muhammadiyah 4, Seluruh siswa kelas
VII-1 yang telah berpartisipasi selama peneliti melakukan eksperimen
dalam penelitian.
7. Kedua orang tuaku, Bapak Muslim dan Ibu Amenah yang selalu
mencurahkan kasih sayang, do’a, dan motivasi yang tak terbatas kepada
peneliti. Kedua kakakku Andhika dan Yeni Rahman S.Pd yang banyak
memberikan dukungan dan semangat. Pamanku Muhibi S.Pd yang telah
memberikan bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA maupun program studi
pendidikan fisika angkatan 2006, lebih khusus kepada rekan-rekan physics
brothers, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, dan bantuan selama
masa-masa kuliah maupun selama penyusunan skripsi.
Semoga amal baik dan pengorbanan kalian semua dibalas oleh
Allah SWT dengan balasan yang lebih baik, jazákumullah ahsan al-jazâ’.
Hendriyan
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ........................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ix
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan IPA (fisika) tidak hanya ditujukan pada produk ilmiah saja,
namun meliputi juga metode ilmiah dan sikap ilmiah. Hal ini berarti bahwa belajar
fisika bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan
berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya
pengalaman dengan membuat hipotesa, meramalkan, mengetes hipotesa,
memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mengungkap pertanyaan,
mengekspresikan gagasan untuk membentuk pengetahuan baru. Namun
kenyataannya pembelajaran fisika masih di dominasi metode konvensional.
Pembelajaran fisika dengan metode konvensional dirasakan kurang efektif karena
siswa kurang merespon materi yang disampaikan guru sehingga sulit untuk
memahami suatu konsep yang sedang diajarkan. Kesulitan siswa memahami
konsep fisika karena selama ini siswa hanya memahaminya secara abstrak tanpa
terlibat langsung untuk mengungkap konsep yang diajarkan. Akibatnya, siswa
sulit memabangkitkan ingatan yang sebelumnya didapat sehingga siswa belum
mampu untuk menghubungkan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang
lainnya.
Selama peneliti melakukan observasi disekolah, peneliti menemukan
beberapa fakta dilapangan bahwa guru beranggapan ranah kognitif sudah cukup
untuk mengetahui hasil belajar siswa, adapun ranah afektif guru hanya menilai
dari tugas rumah yang diberikan guru kepada siswa, kerajinan siswa
mengumpulkan tugas rumah itulah yang dijadikan nilai afektif siswa. Sedangkan
ranah psikomotor jarang sekali dilakukan guru, bahkan dalam satu semester
praktikum hanya dilakukan satu kali. Kendala yang sering ditemui guru adalah
masalah waktu jam mengajar, kurangnya waktu untuk melakukan praktikum
menjadi kendala utama bagi guru karena waktu yang paling banyak digunakan
adalah untuk mengejar materi ajar. Hasil belajar haruslah meliputi ketiga ranah
yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Peneliti menganggap
1
2
ranah psikomotor sebagai salah satu aspek hasil belajar kurang diperhitungkan
sebagai hasil belajar.
Banyak guru fisika berpendapat bahwa siswa harus dijejali banyak bahan
fisika, seluruh buku paket harus diselesaikan. Mereka merasa bahwa dengan
semakin menjejalkan bahan fisika sebanyak mungkin, siswa semakin mengerti.
Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa mengajarkan banyak bahan bukan
jaminan siswa menjadi pandai fisika. Bahkan sebaliknya banyak anak yang
menjadi bosan, dan akhirnya tidak menyukai fisika. Siswa menjadi kurang aktif
dalam belajar fisika karena guru tidak mengajak siswa terlibat langsung. Mata
pelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar guru mampu mengembangkan suatu strategi
dalam mengajar yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, sehingga keaktifan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar meningkat. Dalam pelaksanaannya,
keberhasilan pengembangan ranah kognitif dianggap sudah cukup sebagai
ketuntasan hasil belajar siswa sehingga mengabaikan ranah psikomotor sebagai
umpan balik keberhasilan siswa menguasai materi yang diajarkan guru.
Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukan perilaku atau perbuatan
tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam
kehidupan siswa sehari-hari. Trowbridge dan Bybe dalam Elly Herliani
menjelaskan ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka
mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor
berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat
(instrumen). Keduanya mengklasifikasikan ranah psikomotor ke dalam empat
kategori, yaitu: a) moving (bergerak), b) manipulating (memanipulasi), c)
communicating (berkomunikasi), dan d) creating (menciptakan)1.
Berdasarkan semua permasalahan diatas tampaknya perlu diterapkan
pembelajaran fisika yang tidak hanya meninitik beratkan pada ranah kognitif saja
1
Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2008).h. 23.
3
tetapi dapat pula menyentuh ranah psikomotor. Pembelajaran fisika yang mampu
mengungkap kemampuan psikomotor siswa serta meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih aktif mengajukan pendapat,
bertanya, sikap kreatif, dan menjawab pertanyaan selama pembelajaran
berlangsung adalah dengan model hands-on sebagai upaya meningkatkan
kompetensi siswa.
Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran hands on karena
kegiatan hands on merupakan kegiatan dalam mengajar yang memberikan
penekanan pada keterlibatan siswa dalam mengamati dan memanipulasi objek
secara langsung. Model pembelajaran hands on memiliki keunggulan diantara
model pembelajaran yang lain, diantaranya: pembelajaran lebih ditekankan pada
keaktifan siswa dalam memahami konsep fisika, mampu melatih keterampilan
kerja ilmiah siswa. Pembelajaran hands on melibatkan siswa dalam penyelidikan
mendalam, mengembangkan ide-ide dalam memecahkan masalah, meningkatkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, membantu
pemahaman konsep fisika melalui pengalaman. Melalui pembelajaran hands-on
siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan
alat, merancang percobaan, berkomunikasi, bertanya, berhipotesis, observasi, dan
berpendapat. Yang utama dari pembelajaran hands on adalah menggunakan
pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat kepada
keaktifan siswa Dalam pembelajaran fisika keaktifan siswa berhubungan dengan
psikomotor siswa
Pembelajaran hands-on yang menitik beratkan pada kemampuan
psikomotor siswa salah satunya adalah dengan teknik challenge exploration
activity. Pada teknik challenge exploration activity siswa ditantang untuk dapat
merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang
telah diberikan, siswa hanya disajikan masalah, dan siswa secara bebas memilih
dan menggunakan prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya,
menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan. Teknik ini dapat
mengungkap aspek psikomotor siswa karena teknik ini memiliki kelebihan,
4
diantaranya: semua siswa terlibat kerja, siswa lebih aktif dalam percobaan,
menuntut siswa untuk berpikir, adanya suasana kompetensi dan menimbulkan
sikap kreatif bagi siswa.
Model hands on teknik challenge exploration activity dirasa cocok untuk
diterapkan pada konsep kalor. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran fisika
pada konsep tesebut membutuhkan pembelajaran yang inovatif, relevan dengan
kebutuhan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran.
Dalam penelitian ini dipilih konsep kalor, karena konsep ini merupakan
konsep penting yang bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan nyata dan
membutuhkan banyak kegiatan pengamatan sesuai dengan pembelajaran yang
akan diterapkan yaitu menggunakan pembelajaran hands on teknik challence
exploration activity. Pada konsep ini banyak membutuhkan keterlibatan siswa
dalam berbagai aktivitas dan membuat siswa lebih aktif. Konsep tersebut
memerlukan pemikiran dan penjelasan melalui penalaran. Dengan penalaran
tersebut siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada konsep ini terkandung
indikator dan pengalaman belajar yang mengedepankan kerja ilmiah, kemudian
dari bekerja ilmiah ini dapat memunculkan kemampuan psikomotor siswa
sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik.
Banyak penelitian yang dilakukan mengenai model pembelajaran hands
on. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa model pembelajaran
hands on memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi siswa, berpikir
kritis, hasil belajar siswa, keterampilan siswa dan lain sebagainya. Dari pengantar
diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada model
pembelajaran hands-on untuk mengungkap kemampuan berfikir dan keaktifan
siswa pada teknik challenge exploration activity. Untuk itu penulis mengangkat
hal tersebut dengan judul penelitian “Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa
Pada Pembelajaran Hands-On Teknik Challenge Exploration Activity.
(Sebuah Studi Deskriptif Di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota
Tangerang) ”.
5
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Deskripsi Teoritis
1. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalaha filsafat yang mempelajari hakikat
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Suparno mengutip
pendapat Bettencourt bahwa menurut filasafat konstruktivisme,
8
2
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.
3 Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
9
4
Trianto, ibid, h. 108
5
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
10
6
Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
7
Ibid. h. 14
8
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Pernada Media Group. 2006), h.122
11
dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi.
Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya individu sejak kecil
sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruk penetahuannya sendiri. 9
Strategi pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide
utamanya sebagai berikut:
1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa
membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi.
2. Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan
llingkungannya
3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan
(disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang
ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.
4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang
keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-
equilibrium). Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka
individu itu terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada
pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. 10
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan
guna mengembangkan dirinya sendiri.
Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif
antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan,
sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil
9
Wina Sanjaya, ibid, h.122
10
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa.(Jakarta: Gaung Persada Press. 2009), h. 91
12
11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
13
12
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari
(http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
14
13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and
Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal
14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org).
14
Trianto, M.Pd. Model Pembelajaran Terpadu ( Bumi Aksara:Jakarta, 2010) h. 137
15
4. Pembelajaran Hands-On
Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta
memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru
dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan
keterampilan berpikir para siswa.15 Prinsip teori konstruktivisme adalah
‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu
kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali
informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data
dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. 16 Siswa diberi
kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan
aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban,
menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi17. Melalui hands on
activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk
menetapkan suatu pengertian (penghayatan) karena mampu
membelajarkan secara bersama-sama kemampuan psikomotorik
(keterampilan), pengertian (pengetahuan) dan afektif (sikap) yang
biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau sejenisnya. Juga,
dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang
15
Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
16
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen
Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES)
17
Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities
Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. 2009.
16
18
Kartono. Op.cit.
19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science
Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental
Education,1994. (online), dari
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric/-2html, diakses
20 januari 2010, hlm. 2-3.
20
Ibid, h. 2
17
spesifik isi pengetahuannya, akan tetapi kinerjanya pun penting juga untuk
dievaluasi.
Pembelajaran hands-on terdiri dari 3 teknik yaitu Guided
Worksheet Activity, Challenge Exploration Activity dan Open Exploration
Activity.
Adapun perbedaan ke-3 teknik tersebut adalah :
1. Teknik Guided Worksheet Activity (kegiatan lembar tugas panduan).
Pada teknik ini siswa diberikan LKS yang lengkap yang berisis alat,
bahan, tujuan, dan prosedur kegiatan praktikum tetapi tidak memberi
tahukan hasil. Siswa diharapkan menemukan sendiri hubungan antar
variabel ataupun menggenaralisasikan data. Teknik ini menggunakan
LKS yang bersifat resep (cook book) tetapi tidak selengkap LKS cook
book.
2. Teknik Challenge Exploration Activity (kegiatan eksplorasi
tantangan). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa berisi
alat, bahan, dan tujuan praktikum serta permasalahan yang akan
diteliti siswa. Siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri
prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah
diberikan.
3. Teknik Open Exploration Activity (kegiatan eksplorasi terbuka). Pada
teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa hanya berisi alat dan
bahan praktikum. Sedangkan untuk tujuan, permasalahan yang akan
diteliti, dan prosedur kegiatan praktikumnya siswa ditugaskan untuk
merumuskannya sendiri.23
Perbedaan ketiga teknik diatas adalah pada lengkap tidaknya
petunjuk yang diberikan dalam LKS. Adanya LKS yang membantu siswa
untuk mengembangkan alur berpikir untuk mendapatkan suatu konsep.
LKS yang dikembangkan dalam model pembelajaran hands-on dilengkapi
23
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran
Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2
Desember 2008.
20
24
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa
Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning
Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14
Mei 2011)
25
Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
26
Ibid.
22
27
Op.cit
28
Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja
Rosdakarya, Bandung 2010)
29
Ahmad Sofyan dkk. Evaluasi Pemebelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (UIN
Jakarta Press, Jakarta 2006) h. 23
30
Muhibin Syah. Psikologi Belajar.(PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 2011) h:
53-54.
23
31
Nani Dahniar, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika
Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1,
No. 2,)
32
Depdiknas 2008. Op.cit. h. 4-5
33
Ahmad Sofyan. dkk. Op.cit. h. 24
34
Ahmad Sofyan dkk, Ibid, h. 24
24
35
Depdiknas 2008, loc.cit.
36
Ahmad Sofyan, loc.cit. h. 24
37
Depdiknas 2008, loc.cit. h. 4
25
39
Paul Suparno, op.cit.. h.123
40
Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building
American Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts,
Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), hal. 87
27
8. Kalor
a) Pengertian kalor
Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan
menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan
menjadi panas. Mengapa air menjadi panas? Air menjadi panas karena
mendapat kalor, kalor yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air
naik. Dari manakah kalor itu? Kalor berasal dari bahan bakar, dalam
hal ini terjadi perubahan energi kimia yang terkandung dalam gas
menjadi energi panas atau kalor yang dapat memanaskan air.
Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan
zat yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke
43
Elly Herliani, M.Phil, M.Si, dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009. Hal.71-72.
29
1) Semakin besar kalor yang diberikan pada suatu zat, semakin besar
kenaikan suhunya.
2) Semakin besar massa suatu zat, semakin besar kalor yang
diperlukan untuk memanaskan zat tersebut.
3) Kalor yang diberikan pada suatu zat sebanding dengan kalor jenis
zat tersebut.
Q = m . c . ∆T
Keterangan:
Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)
m = massa zat (kg)
c = kalor jenis zat (J kg-1 °C-1)
∆T = kenaikan suhu (°C)
c) Kalor dapat Mengubah Wujud Zat
Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu
maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini
juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan
mencapai suhu minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat
digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk
mengubah wujud zat.
Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat
digambarkan dalam skema berikut.
Cair
4 2
1
44
Anni Wirasih dkk.3IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008). h.
129 5
Gas Padat
6
31
d) Menguap
Pada waktu menguap zat cair memerlukan kalor, kalor yang
diberikan pada zat cair akan mempercepat gerak molekul-molekulnya
sehingga banyak molekul zat air yang meninggalkan zat cair itu
menjadi uap. Penguapan zat cair dapat dipercepat dengan cara sebagai
berikut:
e) Mendidih
Mendidih adalah peristiwa penguapan zat cair yang terjadi di
seluruh bagian zat cair tersebut. Peristiwa ini dapat dilihat dengan
munculnya gelembung-gelembung yang berisi uap air dan bergerak
dari bawah ke atas dalam zat cair.
Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus-menerus akan
berubah menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk
mengubah 1 kg zat cair menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya
disebut kalor uap (U). Besarnya kalor uap dapat dirumuskan:
U = Q / m atau Q = m x U
Keterangan
33
L = Q / m atau Q = L x m
Keterangan
Q = kalor yang diserap/dilepas (joule)
m = massa zat (kg).
L = kalor lebur (joule / kilogram)
Jika zat cair didinginkan akan membeku, pada saat membeku zat
melepaskan kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan
massa zat cair menjadi padat disebut kalor beku.
kalor lebur = kalor beku
titik lebur = titik beku
B. Kerangka Berpikir
Konsep sains hands-on adalah suatu program sains untuk anak yang
didasarkan pada metode yang menggunakan naluri anak untuk mengerti. Sains
34
BAB III
METODOLOOGI PENELTIAN
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus
dibuktikan, atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau
45
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. (Alfabeta, Bandung 2008) h. 124
46
Sugiyono, ibid, h. 124
36
E. Instrumen Penelitian
Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakn instrumen penelitian.
Jadi instrumen penelitian adalah alat yang yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati.49 Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah instrumen non tes. Instrumen non tes berupa LKS
dan lembar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kemampuan
psikomotor siswa pada saat tes unjuk kerja. Dari hasil observasi tersebut
dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh keaktifan siswa yang diberi
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge
exploration activity.
47
Sugiyono,Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 29
48
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 54
49
Sugiyono, metode penelitian, op.cit, h. 148
37
Instrumen non tes pada penelitian ini menggunakan LKS dan lembar
observasi.
a. Perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini
dirancang berdasarkan pendekatan hands on teknik challenge exploration
activity. LKS ini hanya berisi alat, bahan dan tujuan praktikum, sedangkan
siswa ditugaskan untuk merumuskan sendiri prosedur kerjanya. LKS ini
sebagai panduan siswa selama melakukan praktikum.
b. Lembar Observasi
Menurut Ngalim Purwanto, observasi adalah metode atau cara-cara
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah
laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung50. Observasi yang dilakukan disini adalah observasi langsung yang
mengumpulkan data berdasarkan pengamatan yang menggunakan mata atau
telinga secara langsung. Dengan demikian melalui observasi dapat terlihat
kemunculan keterampilan psikomotor siswa dengan panca indera secara
langsung.
Lembar observasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan
psikomotor siswa pada saat praktikum selama menggunakan model
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Lembar
observasi disusun dari aktivitas siswa berdasarkan kajian teori yang dilakukan
peneliti.
50
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000) hal. 149
38
51
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2007),
hal 262.
40
1. Lembar observasi
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian yang banyak
digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. 53
Data yang diperoleh dari format lembar observasi kemudian
dianalisis lebih lanjut dengan cara:
52
Suharsimi, ibid, h. 262
53
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja
Rosdakarya, Bandung 2010) h. 84
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian dan
pembahasannya. Pada penelitian ini setelah observer mengamati siswa dengan
melihat sejauh mana kemampuan psikomotor siswa yang muncul dalam
54
Slameto, Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 142.
42
Rata-rata 62,5
Rata-rata 72,6
Rata-rata 58,3
2. Pertemuan II
Pada pertemuan kedua hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activity dijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Rata-rata 77,1
Rata-rata 84,0
Rata-rata 73,2
Rata-rata 72,2
3. Pertemuan III
48
Rata-rata 75,0
Rata-rata 75,0
Rata-rata 62,5
Rata-rata 71,5
Rata-rata 73,6
Rata-rata 64,4
1. Moving
(bergerak) 62,5 77,1 75
2. Manipulating
(memanipulasi) 84
3. Communicating
(komunikasi) 72,6 73,2 75
4. Creating
(kreativitas) 58,3 72,2 62,5
B. Pembahasan
Tingkat persentase kemampuan aspek psikomotor siswa selama
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity berlangsung
menunjukkan tingkat kemampuan pada masing-masing aspek psikomotor.
54
1. Pertemuan I
Pada pertemuan pertama yaitu pada saat diskusi untuk
merumuskan langkah kerja praktikum, aspek communicating
menunjukkan persentase paling tinggi dibandingkan dengan aspek moving
dan creating. Sedangkan aspek manipulating tidak muncul pada kegiatan
ini dikarenakan aspek manipulating merujuk pada aktivitas motorik yang
terjadi pada saat siswa melakukan percobaan di dalam laboratorium.
Dari ketiga aspek yang muncul, kemampuan psikomotor siswa dengan
nilai persentase tertinggi adalah aspek communicating, sedangkan nilai
persentase terendah adalah aspek creating. Nilai aspek moving berada
diantara aspek communicating dan creating. Aspek communicating pada
sub aspek menyimak pendapat orang lain, mendiskusikan masalah dan
mencatat/informasi merupakan sub aspek yang paling dominan muncul
dengan mendapatkan persentase yang tinggi karena pada kegiatan ini
siswa ditantang untuk membuat langkah kerja sebelum praktikum. Siswa
masih belum tahu langkah kerja yang benar, komunikasi antar teman
sekelompok menjadi lebih sering dialakukan siswa. Dari komunikasi antar
siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa membangun pengetahuannya
sendiri dengan memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Belajar
menurut kaum konstruktivisme merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
seseorang sehingga pengertian dikembangkan55.
Pada aspek creating, sub aspek merancang langkah kerja memiliki
nilai persentase tertinggi artinya sub aspek ini muncul paling dominan
dibandingkan sub aspek lainnya. Merancang langkah merupakan kegiatan
yang paling sering dilakukan siswa karena siswa memang difokuskan
55
Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, JPPP, Lembaga Penelitian
Undiksha, April 2008
55
2. Pertemuan II
Pertemuan kedua, yaitu pada saat melakukan kegiatan praktikum,
aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul sebanyak empat aspek,
artinya seluruh aspek kemampuan psikomotor muncul pada kegiatan
praktikum ini diantaranya adalah aspek moving, manipulating,
communicating dan creating. Dari keempat aspek tersebut, aspek dengan
kemampuan psikomotor siswa yang paling tinggi adalah aspek
manipulating, disusul dengan aspek moving, communicating dan creating.
Aspek manipulating memiliki persentase paling tinggi
dibandingkan dengan ketiga aspek yang lainnya, hal ini dikarenakan pada
kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity,
56
56
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan
Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 12.
57
3. Pertemuan III
Pertemuan ketiga, yaitu kegiatan siswa untuk mendiskusikan hasil
praktikum yang sudah dilakukan pada pertemuan sebelumnya. Pada
pertemuan ini aspek psikomotor yang paling tinggi persentasenya adalah
aspek moving dan aspek communicating. Sedangkan aspek creating berada
pada persentase yang paling rendah. Aspek manipulating tidak muncul
karena pada pertemuan ini hanya melakukan kegiatan diskusi hasil
praktikum pada pertemuan sebelumnya.
Aspek moving dan aspek communicating berada pada kemampuan
siswa yang paling tinggi, hal ini dikarenakan pada pertemuan ini siswa
sudah mempersiapkan hasil praktikum pada pertemuan sebelumnya.
Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan, siswa berdiskusi
dan menarik kesimpulan dari hasil percobaan dengan bimbingan guru.
Selama diskusi guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya
ataupun memberikan tanggapan. Mendiskusikan hasil eksperimen
memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis, siswa berani
untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Hal ini sesuai dengan teori
konstruktivisme, belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta,
tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian
yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis,
meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan
persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog,
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
57
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 13
59
B. Saran
Setelah melakukan penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Guru diharapkan mengenalkan model pembelajaran hands-on, karena
model ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuan sendiri dengan melakukan suatu percobaan guna memahami
konsep dan melatih keterampilan tangan.
2. Aspek psikomotor merupakan aspek yang penting untuk mengetahui hasil
belajar siswa. Model ini mampu membantu untuk mengungkap aspek
psikomotor siswa.
3. Persiapan alat dan bahan praktikum harus diperhatikan dengan baik agar
proses pembelajaran berjalan lebih baik dan memperoleh hasil belajar
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
60
Herliani, Elly dkk., Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009.
Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American
Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science
Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 2010, 6(2),
Wirasih, Anni dkk., IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008)
A. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Suparno mengutip
pendapat Bettencourt bahwa menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan
itu adalah bentukan (konstruksi) siswa sendiri yang sedang menekuninya.2
Menurut pandangan konstruktivisme bahwa setiap individu mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, bila yang sedang menekuni adalah siswa maka
pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah jadi, tetapi sesuatu yang harus dibentuk sendiri. Jadi pengetahuan
itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan
berpikir seseorang. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang
dikonstruksikan dari pengalaman sejauh dialaminya. Proses ini akan berjalan
terus menerus setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu
pemahaman yang baru.
Menurut Trianto teori konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-
aturan itu tidak lagi sesuai.3 Untuk dapat mengetahui sesuatu siswa haruslah
aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa haruslah
aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya
yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.
Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus
akan berkembang semakin luas, lengkap dan sempurna.
2
Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Santa Dharma, 2007) h. 123.
3
Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
8
9
4
Trianto, Ibid, h. 13
5
Trianto, ibid, h. 108
10
6
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
7
Ibid. h. 14
8
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Pernada Media Group. 2006), h.122
11
9
Wina Sanjaya, ibid, h.122
10
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa.(Jakarta: Gaung Persada Press. 2009), h. 91
12
11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
13
12
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari
(http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and
Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal
14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org).
14
15
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah
Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000).
16
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen
Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES)
17
Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities
Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. 2009.
18
Kartono. Op.cit.
16
19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science
Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental
Education,1994. (online), dari
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric/-2html, diakses 20
januari 2010, hlm. 2-3.
20
Ibid, h. 2
17
sesuatu benda, peralatan atau hal, yang didasari dengan prinsip fisika.
Tekanan model ini adalah siswa dibiasakan dengan aktif membuat atau
menciptakan sesuatu peralatan yang menggunakan prinsip fisika. 22 Melalui
pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang
mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan
kepada siswa menggunakan alat, merancang percobaan, berkomunikasi,
bertanya, berhipotesis, observasi, dan berpendapat.
Peran guru dalam pembelajaran hands-on difokuskan dalam
memotivasi dan melibatkan siswa pada pengalaman belajar yang dapat
memperluas pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konten sains
dalam proses belajar. Peran guru tidak hanya sebagai pemberi ilmu
pengetahuan sebagaimana pembelajaran tradisional, tetapi juga harus
membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri. Guru yang
menerapkan pembelajaran hands-on dalam kegiatan proses belajar harus
mempertimbangkan juga bagaimana cara yang harus ditempuh umtuk
mengevaluasi siswanya. Siswa tidak hanya diuji mengenai penugasan spesifik
isi pengetahuannya, akan tetapi kinerjanya pun penting juga untuk dievaluasi.
Pembelajaran hands-on terdiri dari 3 teknik yaitu Guided Worksheet
Activity, Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity.
Adapun perbedaan ke-3 teknik tersebut adalah :
1. Teknik Guided Worksheet Activity (kegiatan lembar tugas panduan). Pada
teknik ini siswa diberikan LKS yang lengkap yang berisis alat, bahan, tujuan,
dan prosedur kegiatan praktikum tetapi tidak memberi tahukan hasil. Siswa
diharapkan menemukan sendiri hubungan antar variabel ataupun
menggenaralisasikan data. Teknik ini menggunakan LKS yang bersifat resep
(cook book) tetapi tidak selengkap LKS cook book.
2. Teknik Challenge Exploration Activity (kegiatan eksplorasi tantangan). Pada
teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa berisi alat, bahan, dan tujuan
praktikum serta permasalahan yang akan diteliti siswa. Siswa ditantang untuk
22
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.
19
23
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands
On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2 Desember 2008.
20
24
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada
Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan
Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011)
21
29
Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
30
Ibid.
31
Nani Dahniar, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika Berbasis
Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1, No. 2,)
32
Op.cit
33
Dr. Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya,
Bandung 2010)
23
34
Drs. Ahmad Sofyan dkk. Evaluasi Pemebelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (UIN
Jakarta Press, Jakarta 2006) h. 23
35
Dr. Muhibin Syah. Psikologi Belajar. (PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 2011) h.53-54.
36
Depdiknas 2008. Op.cit. h. 4-5
37
Drs. Ahmad Sofyan. dkk. Op.cit. h. 24
24
38
Paul Suparno, op.cit.. h.123
25
39
Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American
Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts, Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), hal. 87
40
Paul Suparno, loc.cit,
41
Paul Suparno, ibid, hal. 123
26
42
Dra. Elly Herliani, M.Phil, M.Si, dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK
IPA. Bandung. 2009. Hal.71-72.
27
H. Konsep Kalor
1. Pengertian Kalor
Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan
kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi panas. Mengapa air
menjadi panas? Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor yang
diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik. Dari manakah kalor itu?
Kalor berasal dari bahan bakar, dalam hal ini terjadi perubahan energi kimia
yang terkandung dalam gas menjadi energi panas atau kalor yang dapat
memanaskan air.
Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan zat
yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang
suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut bersentuhan atau bercampur.
Jika kalor merupakan suatu zat tentunya akan memiliki massa dan ternyata
benda yang dipanaskan massanya tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi
kalor adalah suatu bentuk energi dan merupakan suatu besaran yang
dilambangkan Q dengan satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori
(kal). Hubungan satuan joule dan kalori adalah
1 kalori = 4,2 joule
1 joule = 0,24 kalori
Q = m . c . ∆T
Keterangan:
Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)
m = massa zat (kg)
c = kalor jenis zat (J kg-1 °C-1)
∆T = kenaikan suhu (°C)
3. Kalor dapat Mengubah Wujud Zat
Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu
maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga
berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan mencapai suhu
43
Dra. Anni Wirasih dkk. IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008). h. 129
29
minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat digunakan untuk mengubah
suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat.
Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat digambarkan
dalam skema berikut.
Cair
4 2
3 1
5
Gas Padat
6
U = Q / m atau Q = m x U
Keterangan:
Q = kalor yang diserap/dilepaskan (joule)
m = massa zat (kg)
U = kalor uap (joule/kg)
31
Jika uap didinginkan akan berubah bentuk menjadi zat cair, yang
disebut mengembun. Pada waktu mengembun zat melepaskan kalor,
banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama dengan
banyaknya kalor yang diperlukan waktu menguap dan suhu di mana zat mulai
mengembun sama dengan suhu di mana zat mulai menguap.
kalor uap = kalor embun
titik didih = titik embun
3) Melebur
Melebur adalah peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi zat cair.
Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan massa zat
padat menjadi cair pada titik leburnya disebut kalor lebur (L). Besarnya kalor
lebur dapat dirumuskan sebagai berikut.
L = Q / m atau Q = L x m
Keterangan:
Q = kalor yang diserap/dilepas (joule)
m = massa zat (kg).
L = kalor lebur (joule / kilogram)
Jika zat cair didinginkan akan membeku, pada saat membeku zat
melepaskan kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan massa
zat cair menjadi padat disebut kalor beku.
kalor lebur = kalor beku
titik lebur = titik beku
Challenge Exploration Activity yang terdiri dari empat aspek yaitu aspek
moving, manipulating, communicating, dan creating. Kegiatan pembelajaran
hands on dengan teknik Challenge Exploration Activity dapat mengungkap
seluruh aspek kemampuan psikomotor siswa walaupun aspek-aspek tersebut
muncul dengan tingkat persentase yang bervariasi.44
Ridwan Efendi dalam penelitiannya, “Kajian Penguasaan Konsep Dan
Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak
Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands
On”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran Learning
Cycle dengan tiga teknik Hands On memiliki karakteristik yang berbeda,
yaitu: a) teknik Guided Worksheet Activity merupakan teknik yang lebih
efektif diterapkan dilihat dari segi efektivitas waktu yang tersedia; b) teknik
Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity merupakan
teknik yang dapat memfasilitasi siswa dalam menumbuhkan sikap kreatif,
keterlibatan dalam kelompok, kemampuan memecahkan masalah, motivasi
belajar, kemampuan berhipotesis, dan penggunaan pengetahuan awal mereka
dalam pembelajaran; dan c) penerapan teknik Guided Worksheet Activity akan
memunculkan kemampuan inkuiri yang dominan ketika mempelajari jenis
konsep yang berdasarkan prinsip, teknik Challenge Exploration Activity
memunculkan kemampuan yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari
jenis konsep yang berdasarkan prinsip, sedangkan penerapan teknik Open
Exploration Activity memunculkan kemampuan inkuiri yang dominan jika
diterapkan dalam mempelajari jenis konsep yang menyatakan sifat. 45
D.I. Yuliati, dkk., dalam penelitiannya “Pembelajaran Fisika Berbasis
Hands On Activities Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP”. Hasil penelitiannya
44
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Teknik
Challenge Exploration Activity, EDUSAINS Vol. 1 No. 2 Desember 2008.
45
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada
Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle
Dengan Tiga Teknik Hands On, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011
33
46
D.I. Yuliati, dkk., Pembelajaran Fisika Berbasis Hands On Activities Untuk
Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dan Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia:2011.
47
Lika Amaliah, Analisis Keterampilan Proses Pembelajaran Sains Siswa Melalui Hands
On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity, skripsi, FITK UIN Jakarta: 2009.
34
48
Euis Komariah Siswati, dkk., Model Hands On Minds On Dengan Bantuan Media Asli
Pada Materi Spermatophyta, Unnes Journal of Biology Education, Jurusan Biologi,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang: 2012.
49
Frackson Muamba, dkk., Analysis of new Zambian High School Physics and Practical
Examinations for Levels of Inquiry Skills. Eurasia Journal os Mathematics, Science &
Technology Education, 2007, 3 (3), h. 213-220.
50
Kartono, Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Assesmen
Kinerja Siswa, Unnes journal, Jurusan Matematika FMIPA UNNES: 2011.
35
B. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP
Muhammadiyah Cipondoh yang terdistribusi ke dalam satu kelas. Siswa
kelas VII-1 dianggap sesuai untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini
karena pada semester genap mempelajari mata pelajaran fisika pada konsep
kalor dimana konsep tersebut dijadikan oleh peneliti sebagai materi
penunjang penelitian. Siswa dalam penelitian ini dibagi menjadi enam
kelompok, dimana masing-masing kelompok terdapat siswa laki-laki dan
perempuan, dengan tingkatan siswa dari kategori tinggi, sedang, dan rendah.
Penempatan kategori tinggi, sedang, dan rendah ditentukan berdasarkan nilai
rata-rata siswa pada mata pelajaran fisika dan pertimbangan guru mata
pelajaran fisika. Pengelompokan ini dilakukan agar tiap kelompok memiliki
kemampuan yang relative homogeny dalam hal praktikum dan diskusi.
Adapun teknik pengambilan subyek penelitian ini menggunakan
purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan
46
(judgment) tertentu atau jatah tertentu. Sampel ini lebih cocok digunakan
untuk penelitian kualitatif atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan
generalisasi. Dalam penentuan pengambilan sampel pihak sekolah atau guru
mata pelajaran yang bersangkutan menentukan kelas yang akan di jadikan
46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif dan R&D. (Alfabeta,
Bandung 2008) h. 124.
37
38
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus
dibuktikan, atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau
populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum47.
Tujuan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki48. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek/subjek yang
diteliti secara tepat tentang kemampuan psikomotor siswa.
E. Instrumen Penelitian
Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakn instrumen penelitian.
Jadi instrumen penelitian adalah alat yang yang digunakan untuk mengukur
47
Sugiyono,Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 29
48
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 54
39
49
Sugiyono, metode penelitian, op.cit, h. 148
50
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000) hal. 149
40
1. Tahap Persiapan
a. Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
pada standar isi mata pelajaran fisika kelas VII sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta menganalisis
materi pada buku teks atau paket untuk menentukan konsep yang
dalam pembelajarannya dapat menggunakan metode praktikum dan
diskusi. Pada penelitian ini konsep yang dipilih adalah kalor.
b. Membuat Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c. Menganalisis kemampuan psikomotor dan menentukan indikator
kemampuan psikomotor yang akan dikembangkan.
d. Menentukan materi praktikum pada konsep kalor.
e. Membuat prosedur percobaan tentang kalor.
f. Membuat instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data.
g. Menguji validasi instrumen penelitian yang telah disususn oleh para
ahli. Instrumen yang divalidasi adalah lembar observasi yang
berkaitan dengan materi kalor.
h. Membuat rencana pembelajaran untuk digunakan pada saat
perlakuan.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian ini berlangsung selama empat pertemuan. Adapun uraian
kegiatan pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Kegiatan Pembelajaran Setiap Pertemuan
No Pertemuan Kegiatan
ke
1. 1 a) Melakukan kegiatan belajar mengajar
(KBM)
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran
c) Penyajian materi pada konsep kalor
d) Dilakukan pembagian kelompok, siswa
dibagi menjadi enam kelompok, setiap
kelompok terdapat siswa laki-laki dan
42
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
suatu instrumen.51 Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan. Untuk mengetahui ketepatan instrumen
lembar observasi untuk mengukur kemampuan psikomotor siswa
dilakukan validasi oleh pakar pendidikan. Validasi ini dilakukan dengan
cara menentukan tujuan mengadakan pengamatan, mengadakan
pembatasan terhadap bagian yang akan diamati, merumuskan indikator
dari tiap bagian yang akan diamati, dan menderetkan semua indikator
dalam tabel persiapan, juga memuat sub indikator yang terkandung
dalam indikator.
2. Reliabilitas
Reabilitas bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan, atau
konsistensi dan dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya dan konsisten.52 Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu
instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen sudah baik. 53 Untuk menjaga reliabilitas dari instrumen
lembar observasi, maka sebelum melakukan pengamatan yang
sesungguhnya, observer perlu dilatih terlebih dahulu untuk
menyingkirkan atau menekan sampai sesedikit mungkin unsur
objektivitas observer.
Dalam penelitian ini digunakan uji validitas ahli, pada uji validitas
ahli kisi-kisi instrumen yang telah tersusun divalidasi kepada ahli.
51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta: Rineka
Cipta) hal. 168
52
Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi (Jakarta: UIN
Press, 2007), hal. 105
53
Op.cit, 178
44
54
Suharsimi, ibid, h. 262
45
1. Lembar observasi
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian yang banyak
digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. 55
Data yang diperoleh dari format lembar observasi kemudian
dianalisis lebih lanjut dengan cara:
a. Memberi tanda ceklis (√) di bubuhkan, checklist atau daftar cek
adalah salah satu alat/pedoman observasi yang berupa daftar
kemungkinan aspek tingkah laku tertentu pada seseorang yang akan
dinilai56. Tanda ceklis kemudian dimasukkan kedalam lembar
observasi sesuai dengan kriteria yang ada pada setiap aspek
keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
b. Menjumlahkan banyaknya ceklis pada setiap kolom yang terdapat
pada lembar observasi tiap kelompok, banyaknya ceklis yang terdapat
pada lembar observasi dari tiap-tiap aspek keterampilan psikomotor
yang muncul.
c. Kemudian dicari persentase masing-masing kriteria berdasarkan
rumus berikut:
55
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya,
Bandung 2010) h. 84
56
Slameto, Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 142.
57
Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha
Nasional, 1981), h. 55-56.
46
Tabel 3.3
Interpretasi Observasi Siswa
Nilai yang diperoleh Kriteria
81 – 100% baik sekali
61 – 80% baik
41 – 60% cukup
21 – 40% kurang
0 – 20% sangat kurang
A. Temuan Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian
dan pembahasannya. Pada penelitian ini setelah observer mengamati siswa dengan
melihat sejauh mana kemampuan psikomotor siswa yang muncul dalam
pembelajaran dengan memberi skor sesuai pengamatannya. Data hasil yang
diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel.
1. Pertemuan II
Pada pertemuan pertama hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak)
47
48
2. Pertemuan III
Pada pertemuan kedua hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Tabel 4.7Rekapitulasi Data Aspek Moving (bergerak)
3. Pertemuan IV
Pada pertemuan ketiga hasil pengamatan kemampuan psikomotor
siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration
Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Tabel 4.15Rekapitulasi Data Aspek Moving (bergerak)
1. Moving
(bergerak) 62,5 77,1 75
2. Manipulating
(memanipulas 84
i)
3. Communicatin
g(komunikasi) 72,6 73,2 75
4. Creating
(kreativitas) 58,3 72,2 62,5
B. PembahasanPenelitian
Tingkat persentase kemampuan aspek psikomotor siswa selama
pembelajaran hands onteknik challenge exploration activity berlangsung
menunjukkan tingkat kemampuan pada masing-masing aspek psikomotor.
1. Pertemuan I
Pada pertemuan pertama yaitu pada saat diskusi untuk
merumuskan langkah kerja praktikum, aspekcommunicating menunjukkan
persentase paling tinggi dibandingkan dengan aspek moving dan creating.
Sedangkan aspek manipulatingtidak muncul pada kegiatan ini dikarenakan
aspek manipulatingmerujuk pada aktivitas motorik yang terjadi pada saat
siswa melakukan percobaan di dalam laboratorium.
Dari ketiga aspek yang muncul, kemampuan psikomotor siswa
dengan nilai persentase tertinggi adalah aspek communicating, sedangkan
nilai persentase terendah adalah aspek creating. Nilai aspek movingberada
diantara aspekcommunicating dan creating. Aspek communicatingpada
sub aspek menyimak pendapat orang lain, mendiskusikan masalah dan
mencatat/informasi merupakan sub aspek yang paling dominan muncul
dengan mendapatkan persentase yang tinggi karena pada kegiatan ini
siswa ditantang untuk membuat langkah kerja sebelum praktikum. Siswa
masih belum tahu langkah kerja yang benar, komunikasi antar teman
sekelompok menjadi lebih sering dialakukan siswa. Dari komunikasi antar
siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa membangun pengetahuannya
sendiri dengan memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Belajar
menurut kaum konstruktivisme merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
seseorang sehingga pengertian dikembangkan.
64
60
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,2007) h. 12.
66
61
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan.
(Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,2007) h. 13
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka kesimpulan yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan terhadap kemampuan
psikomotor siswa diperoleh kemampuan psikomotor siswa pada
pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity menunjukkan
kemampuan psikomotor siswa dengan tingkat yang berbeda pada setiap
aspek selama pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity
adalah: pada aspek moving (71,5%) termasuk kategori baik, aspek
manipulating (84%) termasuk kategori baik sekali, aspek communicating
(73,6%) termasuk kategori baik, dan aspek creating (64,4%) termasuk
kategori baik.
2. Observasi aktivitas siswa memberikan hasil bahwa hampir seluruh siswa
terlibat aktif selama proses pembelajaran dari tahap awal hingga tahap
akhir. Pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity
memberikan pengaruh positif pada siswa seperti siswa berani
mengungkapkan pendapat, ide dan gagasan mereka, menumbuhkan
berprikir kritis siswa, terampil dalam bereksperimen.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Guru diharapkan mengenalkan model pembelajaran hands-on, karena
model ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuan sendiri dengan melakukan suatu percobaan guna memahami
konsep dan melatih keterampilan tangan.
68
69
3. Persiapan alat dan bahan praktikum harus diperhatikan dengan baik agar
proses pembelajaran berjalan lebih baik dan memperoleh hasil belajar
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Herliani, Elly dkk., Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA.
Bandung. 2009.
70
71
Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American
Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science
Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 2010, 6(2),
Wirasih, Anni dkk., IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008)
Materi Penilaian
Kompetensi Pokok/ Kegiatan Indikator Pencapaian Alokasi Sumber
Teknik Bentuk Contoh
Pembelajara pembelajaran Kompetensi Waktu Belajar
Dasar Instrumen Instrumen
n
Mendeskripsika Kalor - Melakukan - Menyelidiki Tes Lembar Pengamatan perubahan suhu 6x40’ Buku
n peran kalor percobaan kalor pengaruh kalor observas observasi dan perubahan wujud zat siswa,
dalam - Mencari terhadap perubahan i LKS, alat-
mengubah informasi tentang suhu benda, alat
wujud zat dan faktor-faktor perubahan wujud zat praktikum
suhu suatu yang dapat - Menyelidiki faktor-
benda serta mempercepat faktor yang dapat Pengamatan kenaikan suhu,
penerapannya penguapan mempercepat Observa lembar diperlukan kalor
dalam penguapan si
- Mencari observasi
kehidupan
sehari-hari informati tentang - Menyelidiki Pengamatan pada saat
peristiwa banyaknya kalor mendidih dan melebur
mendidih dan yang diperlukan observas Lembar diperlukan kalor!
melebur untuk menaikkan i
suhu zat observasi
- Mendiskusikan Hitung kalor yang diperlukan
hubungan antara - Menyelidiki kalor bila massa zat, kalor jenis
Energi, massa, yang dibutuhkan dan kenaikan suhu diketahui
kalor jenis dan pada saat mendididh
suhu dan melebur
- Menerapkan
hubungan
73
Materi Penilaian
Kompetensi Pokok/ Kegiatan Indikator Pencapaian Alokasi Sumber
Teknik Bentuk Contoh
Pembelajara pembelajaran Kompetensi Waktu Belajar
Dasar Instrumen Instrumen
n
Q = m.C. ∆t
Q = m.U dan Q =
m.L untuk
meyelesaikan
masalah sederhana
Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline )
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Ketelitian ( carefulness)
74
75
WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Memahami wujud dan perubahannya.
KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat
dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.
INDIKATOR :
Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu
benda, perubahan wujud zat
Teknik :
Challence Exploration Activity
LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan untuk
memotivasi siswa : 10 menit
Apa yang kita lakukan ketika Siswa menjawab pertanyaan motivasi
memasak air agar cepat mendidih? dan apersepsi
- Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi
Apa yang terjadi pada benda ketika
diberi kalor?
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
- Guru meminta tiap kelompok untuk
- Siswa bertanya kepada kelompok
bertanya kepada kelompok yang sedang
yang sedang presentasi.
presentasi.
- Guru menanggapi hasil diskusi siswa - Siswa menyimak pejelasan guru
SUMBER DAN ALAT BELAJAR : - Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira
- Buku Fisika kelas VII penerbit Erlangga
- Buku referensi yang relevan
Mengetahui;
WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Memahami wujud dan perubahannya.
KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat
dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.
INDIKATOR : - Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu
benda, perubahan wujud zat
- Menyelidiki faktor-faktor yang dapat mempercepat
penguapan
- Menyelidiki banyaknya kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu zat
- Menyelidiki kalor yang dibutuhkan pada saat
mendididh dan melebur
LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan untuk
memotivasi siswa : 10 menit
Apa yang kita lakukan ketika Siswa menjawab pertanyaan motivasi
memasak air agar cepat mendidih? dan apersepsi
- Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi
Apa yang terjadi pada benda ketika
diberi kalor?
Guru membagikan LKS kalor kepada siswa Siswa mempersiapkan alat tulis
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
- Perwakilan tiap kelompok
- Guru memberikan kesempatan kepada
menjelaskan hasil pengamatan
siswa untuk menjelaskan hasil diskusi
dan diskusi kelompoknya di
kelompoknya di depan kelas
depan kelas
konfirmasi
- Masing-masing kelompok memperbaiki - Siswa memperbaiki hasil
hasil diskusinya. diskusinya.
SUMBER DAN ALAT BELAJAR : - Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira
- Buku referensi yang relevan
- LKS hands-on teknik challence exploration activity
3. LKS (terlampir)
Mengetahui;
WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Memahami wujud dan perubahannya.
KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat
dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan untuk
memotivasi siswa : 10 menit
Samakah kalor yang diperlukan
untuk menaikkan suhu suatu zat
kalau massanya berbeda? Siswa menjawab pertanyaan motivasi
- Guru mengajukan pertanyaan dan apersepsi
apersepsi
Hal apa sajakah yang mempengaruhi
besarnya kalor dalam mengubah
suhu suatu zat?
- Guru menjelaskan teknis
Siswa mendengarkan penjelasan guru
pelaksanaan praktikum seperti:
Guru menginstruksikan siswa
Siswa mengkondisikan duduk dengan
duduk berkelompok (1 kelompok =
kelompoknya
6 siswa).
- Guru membagikan LKS inkuiri-
Siswa mempersiapkan alat tulis
pemuaian kepada siswa
- Guru meminta tiap kelompok Perwakilan tiap kelompok mengambil
mengambil alat dan bahan yang alat dan bahan praktikum yang sudah
sudah di sediakan. disediakan
Mengamati perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu.
Kegiatan inti Menjelaskan hubungan antara kalor dan penguapan. 60 menit
eksplorasi Mengamati kenaikan suhu dengan menggunakan termometer
Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran
Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
elaborasi laboratorium
- Guru memberikan kesempatan
siswa untuk mempersiapkan alat - Siswa mempersiapkan alat dan
bahan sesuai prosedur yang telah
dan bahan praktikum sesuai dibuat siswa.
prosedur yang telah dibuat siswa
83
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Mengetahui;
WAKTU : 2 X 40’
STANDAR KOMPETENSI : Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi
pada berbagai perubahan energi
KOMPETENSI DASAR : Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat
LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
Motivasi dan Apersepsi :
Pendahuluan - Guru memberikan pertanyaan
untuk memotivasi siswa : 10 menit
Apa yang terjadi pada air yang
dipanaskan? Siswa menjawab pertanyaan
- Guru mengajukan pertanyaan
apersepsi
Bagaimanakah hasil pengamatan
kalian pada praktikum kemarin?
KEGIATAN
TAHAPAN WAKTU
GURU SISWA
kelas.
Mengetahui;
Kelompok :………………..
Nama anggota : 1. .……………….
2. .………………
3. ……………….
4. ……………….
5. ……………….
A. Pendahuluan
Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula
dingin lama kelamaan menjadi panas. Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor
yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik.
Kalor merupakan suatu bentuk energi yang secara alami dapat berpindah bila
kedua benda bersentuhan. Energi kalor dapat mempengaruhi perubahan zat. Suatu zat
apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu maksimum, maka zat akan
mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor
terus-menerus dan mencapai suhu minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat
digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat.
B. Tujuan
Menyelidiki pengertian kalor dan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu suatu zat.
C. Permasalahan
Pernakah kalian memasak air dengan menggunakan kompor? Air yang semula dingin
akan menjadi panas. Bagaimanakah peristiwa itu terjadi? Bagaimankah keadaan suhu
pada air yang sedang dimasak? Apakah yang menyebabkan hal tersebut?
Apakah sama waktu yang dibutuhkan untuk memasak air satu liter dengan dua liter?
1. Air
2. Gelas beker
5. Statif
6. Thermometer dan
7. Stopwatch
E. Prosedur Kerja
Dalam bagian ini kalian diminta merancang sendiri percobaan untuk mengamati pengertian
kalor dan membuktikan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu zat.
90
Prosedur kerja:
91
Tabel Pengamatan
2. Air 100 ml
Pertanyaan
1. Bagaimanakah suhu air yang sedang dimasak? Apakah sama ketika sebelum dimasak?
2. Apakah sama waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air 50 ml dengan air 100
ml? jelaskan!
A. Tujuan
Menyelidiki pengertian kalor dan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud suatu zat.
B. Permasalahan
Pada pagi hari kita sering melihat embun membasahi dedaunan disekitar rumah.
Pernakah kalian mengamati embun di pagi hari? Pada saat siang hari apakah kita
masih melihat embun di halaman rumah kita? Apakah panas (kalor) matahari
mempengaruhi peristiwa tersebut? Bagaimanakah pengaruh kalor terhadap embun?
Es batu jika kita letakan ditengah terik matahari, lama kelamaan akan mencair,
bagaimanakah es batu bisa mencair?, apakah yang menyebabkan hal tersebut?
Pernakah kalian menyalakan lilin? Apa yang terjadi pada saat lilin tersebut
dinyalakan?
1. Es batu
2. Gelas beker
3. Statif
6. Thermometer dan
7. Stopwatch
93
D. Langkah kerja
Dalam bagian ini kalian diminta merancang sendiri percobaan untuk mengamati
pengertian kalor dan membuktikan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat.
Hasil pengamatan
Berdasrkan percobaan yang telah kalian lakukan, catatlah apa yang kalian amati.
Tabel pengamatan hubungan kalor dengan perubahan wujud zat
No Wujud zat Suhu (oC) Lama pemanasan Keterangan
(menit)
1. Keadaan mula-mula
2. Es mulai mencair
3. Es telah mencair
4. Mendidih
5. Air menjadi uap
94
Pertanyaan
1. Untuk mengubah wujud es menjadi wujudnya yang lain apakah diperlukan waktu
yang sama? Bagaimana dengan suhunya?
Waktu
3. Apa perubahan yang terjadi pada zat yang diberi kalor? Jelaskan (sesuai dengan
perubahan pada zat yang kalian amati)
KISI-KISI INSTRUMEN
Moving (bergerak), kategori ini merujuk kepada sejumlah gerakan tubuh yang
melibatkan koordinasi gerakan gerakan fisik.
Manipulating, kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-pola yang
terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh,
misalnya koordinasi antara mata, telinga, tangan, dan jari. Koordinasi gerakan
tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian tubuh.
Creating, merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan
baru. Kreasi dalam mata pelajaran sains biasanya memerlukan sejumlah
kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan komunikasi dalam membangkitkan hasil
baru yang sifatnya unik. Dalam konteks ini koordinasi antara aspek kognitif,
psikomotor, dan afektif dalam upaya untuk memecahkan masalah dan
menciptakan gagasan-gagasan baru tersebut.
Instrumen Observasi
Aspek Psikomotor
Berilah tanda cek lis (√) pada kotak sesuai kemampuan psikomotor siswa
- Pertemuan ke :
- Observer :
- Kelompok :
- Tanggal :
Mata pelajaran :
Kelas :
Pokok bahasan :
Tanggal :
Kelompok:
106
No Aspek Sub aspek Pertemuan 1
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
e. Mendeskripsikan data √ √ √ √ √ √
f. Mendiskusikan masalah √ √ √ √ √ √
g. Mencatat data/informasi √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 18 19 21 20 24 20
persentase 64,2% 67,8% 75% 71,4% 85,7% 71,4%
4. Creating a. Merancang langkah kerja √ √ √ √ √ √
(kreativitas)
b. Menganalisis masalah √ √ √ √ √ √
c. Mensintesis masalah √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 8 7 7 6 9 5
Persentase 66,6% 58,3% 58,3% 50% 75% 41,6%
107
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor
Kelompok:
108
No Aspek Sub aspek Pertemuan 2
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
e. Mendeskripsikan data √ √ √ √ √ √
f. Mendiskusikan masalah √ √ √ √ √ √
g. Mencatat data/informasi √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 21 18 23 19 20 22
persentase 75% 64,2% 82,1% 67,5% 71,4% 78,5%
4. Creating h. Merancang langkah kerja √ √ √ √ √ √
(kreativitas)
i. Menganalisis masalah √ √ √ √ √ √
j. Mensintesis masalah √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 9 8 8 9 9 7
Persentase 75% 66,6% 66,6% 75% 75% 58,3%
109
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor
Kelompok:
110
No Aspek Sub aspek Pertemuan 3
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
e. Mendeskripsikan data √ √ √ √ √ √
f. Mendiskusikan masalah √ √ √ √ √ √
g. Mencatat data/informasi √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 23 16 25 20 24 18
persentase 82,1% 57,1% 89,2% 71,4% 85,7% 64,2%
4. Creating a. Merancang langkah kerja √ √ √ √ √ √
(kreativitas)
b. Menganalisis masalah √ √ √ √ √ √
c. Mensintesis masalah √ √ √ √ √ √
Jumlah skor 9 7 8 8 6 7
Persentase 75% 58,3% 66,6% 66,6% 50% 58,3%
111
hasil observasi kemampuan psikomotor siswa
b. Menyiapkan √ √ √ √ √ √
perlengkapan belajar 13 54.1
4. Creating a. Merancang √ √ √ √ √ √
18 75
(kreativitas) langkah kerja
b. Menganalisis √ √ √ √ √ √
masalah 14 58.3
c. Mensintesis √ √ √ √ √ √
masalah 10 41.7
b. Menyiapkan √ √ √ √ √ √
perlengkapan belajar 16 66.7
f. Mendiskusikan √ √ √ √ √ √
17 70.8
masalah
g. Mencatat √ √ √ √ √ √
21 87.5
data/informasi
Jumlah skor 21 18 23 19 20 22 123 512.5
persentase 75% 64.20% 82.10% 67.50% 71.40% 78.50% 73.2
4. Creating h. Merancang √ √ √ √ √ √
23 95.8
(kreativitas) langkah kerja
i. Menganalisis √ √ √ √ √ √
16 66.7
masalah
j. Mensintesis √ √ √ √ √ √
13 54.2
masalah
Jumlah skor 9 8 8 9 9 9 52 216.7
Persentase 75% 66.60% 66.60% 75% 75% 75.00% 72.2
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor
Kelompok:
No Aspek Sub aspek Pertemuan 3
penilaian Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel.4 Kel. 5 Kel. 6
∑ (%)
Skor Skor Skor Skor Skor Skor
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Moving a. Membawa √ √ √ √ √ √ 21
(bergerak) perlengkapan 87.5
belajar
b. Menyiapkan √ √ √ √ √ √ 15
perlengkapan
62.5
belajar
c. Mensintesis √ √ √ √ √ √
10 41.7
masalah
Jumlah skor 9 7 8 8 6 7 45 187.5
Persentase 75% 58.30% 66.60% 66.60% 50% 58.30% 62.5
No Aspek penilaian Sub aspek pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3 jumlah persentase