Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

“JENIS, HIRARKI, DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN”

Disusun untuk memenuhi tugas Kelompok 5, yang diampu oleh:

Fathuddin, S.Hi., S.H., Ma.Hum., M.Η.

Disusun oleh:

Yuni Khairunnisa : 11220454000001

Nova Navissa : 11220454000008

M. Ramadhani Prayitno : 11220454000019

M. Faras Abyan : 11220454000023

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Jenis,
Hirarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan". Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Kelompok 5 dalam mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan
yang diampu oleh Bapak Fathuddin, S.Hi., S.H., Ma.Hum., M.H.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang


lebih mendalam tentang berbagai jenis, hirarki, dan materi muatan peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Kami berharap makalah ini dapat memberikan
kontribusi positif bagi pemahaman kita bersama mengenai pentingnya sistem
perundang-undangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan makalah ini
di masa yang akan datang.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak


Fathuddin, S.Hi., S.H., Ma.Hum., M.H. atas bimbingan dan arahannya, serta kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua.

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1 Jenis Peraturan Perundang-Undangan .................................................... 4
2.2 Hierarki Peraturan Perundang-Undangan .............................................. 12
2.3 Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan.................................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai sebuah negara hukum, Indonesia menjadikan peraturan perundang-


undangan sebagai fondasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Peraturan perundang-undangan berperan penting dalam menjaga ketertiban,
keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan dinamika sosial, politik,
dan ekonomi yang terus berkembang, kebutuhan untuk memiliki sistem perundang-
undangan yang komprehensif dan adaptif semakin mendesak.

Indonesia telah mengalami berbagai fase perubahan konstitusi yang


berdampak signifikan pada struktur dan substansi peraturan perundang-undangan.
Perubahan-perubahan ini mencerminkan upaya untuk menyesuaikan dengan
tuntutan zaman serta aspirasi masyarakat yang semakin kompleks. Pada era
sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945, struktur perundang-undangan
Indonesia masih relatif sederhana. Namun, setelah perubahan UUD 1945, terjadi
perkembangan yang signifikan dalam sistem perundang-undangan Indonesia, baik
dari segi jenis, hierarki, maupun materi muatan.

Jenis-jenis peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat


ini sangat beragam, mencakup undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
presiden, hingga peraturan daerah. Setiap jenis peraturan memiliki peran dan fungsi
tersendiri dalam sistem hukum Indonesia. Dalam praktiknya, hierarki peraturan
perundang-undangan menjadi instrumen penting untuk menentukan validitas dan
kekuatan hukum setiap peraturan yang ada. Hierarki ini memastikan bahwa setiap
peraturan yang dibuat tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
tingkatannya.

Selain itu, materi muatan peraturan perundang-undangan juga menjadi


aspek krusial yang mencerminkan isi dan substansi dari setiap peraturan yang
dibuat. Sebelum perubahan UUD 1945, materi muatan peraturan perundang-
undangan cenderung lebih sentralistik. Namun, setelah perubahan UUD 1945,

1
2

terjadi desentralisasi dan demokratisasi dalam pembentukan peraturan, yang lebih


mengakomodasi kepentingan daerah dan partisipasi masyarakat.

Dengan latar belakang ini, memahami jenis, hierarki, dan materi muatan
peraturan perundang-undangan menjadi penting untuk mengkaji bagaimana sistem
hukum di Indonesia berkembang dan beradaptasi dengan perubahan. Pemahaman
ini tidak hanya relevan bagi para praktisi hukum, tetapi juga bagi masyarakat luas
yang berinteraksi dengan berbagai produk hukum dalam kehidupan sehari-hari.
Studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai
struktur dan dinamika peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta
implikasinya bagi penegakan hukum dan keadilan sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam


pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Peraturan Perundang-undangan di Indonesia:


• Apa saja jenis peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia?
• Bagaimana perkembangan jenis-jenis peraturan perundang-undangan
tersebut sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945?
2. Hierarki Peraturan Perundang-undangan:
• Bagaimana struktur hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia?
• Apa peran dan pentingnya hierarki peraturan perundang-undangan
dalam sistem hukum Indonesia?
3. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan:
• Apa saja aspek yang mencakup materi muatan peraturan perundang-
undangan di Indonesia?
3

• Bagaimana perubahan materi muatan peraturan perundang-undangan


setelah perubahan UUD 1945 mempengaruhi praktik hukum di
Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan Mendeskripsikan Jenis Peraturan Perundang-


undangan:
• Menyusun katalog jenis-jenis peraturan perundang-undangan yang ada
di Indonesia.
• Menganalisis perkembangan jenis peraturan perundang-undangan dari
masa sebelum hingga sesudah perubahan UUD 1945.
2. Menganalisis Hierarki Peraturan Perundang-undangan:
• Menguraikan struktur hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
• Menjelaskan fungsi dan signifikansi hierarki dalam memastikan
konsistensi dan supremasi hukum.
3. Mengurai Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan:
• Menjelaskan komponen-komponen yang termasuk dalam materi
muatan peraturan perundang-undangan.
• Menganalisis dampak perubahan UUD 1945 terhadap materi muatan
peraturan perundang-undangan dan implikasinya terhadap pelaksanaan
hukum di Indonesia.

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang komprehensif


tentang dinamika peraturan perundang-undangan di Indonesia, sekaligus menjadi
referensi bagi para akademisi, praktisi hukum, dan pembuat kebijakan dalam
upaya memperkuat sistem hukum nasional.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jenis Peraturan Perundang-Undangan

Dalam Undang-Undang Dasar 1945, baik sebelum maupun sesudah


perubahan, hanya beberapa jenis peraturan perundang-undangan yang disebut
secara eksplisit, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, dan Peraturan Pemerintah. Jenis peraturan lainnya berkembang melalui
praktik ketatanegaraan dan pemerintahan.1

Berdasarkan teori hukum dari Hans Kelsen dan Hans Nawiasky serta
ketetapan MPRS dan MPR, UU No. 10 Tahun 2004, dan UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dapat disimpulkan jenis-
jenis peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat


- Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan Menteri
- Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
- Peraturan Direktur Jenderal (Kementerian)
- Peraturan Badan Negara
2. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah
- Peraturan Daerah Provinsi
- Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
- Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah
Kabupaten/Kota

1
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945
(Yogyakarta: FH UII Press, 2005).

4
5

3. Peraturan Perundang-Undangan Peninggalan Zaman Hindia Belanda


4. Peraturan Perundang-Undangan Peninggalan Zaman Orde Lama
5. Peraturan Perundang-Undangan Peninggalan Zaman Orde Baru

Setiap jenis peraturan ini memiliki karakteristik, hierarki, fungsi, materi


muatan, dan lembaga pembentuknya masing-masing. Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur dalam UU No. 10 Tahun
2004 yang digantikan oleh UU No. 12 Tahun 2011 beserta perubahannya.

Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat

1. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


(PERPU)

a. Undang-Undang
• Definisi dan Pembentukan: Undang-Undang adalah peraturan
perundang-undangan tertinggi di Indonesia, dibentuk oleh DPR
dengan persetujuan Presiden (Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 UUD
1945).
• Proses Pengesahan: RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
disetujui bersama. Jika tidak disetujui, RUU tidak dapat diajukan
lagi pada masa sidang tersebut. Presiden mengesahkan RUU
menjadi Undang-Undang, namun jika tidak disahkan dalam 30 hari,
RUU tersebut otomatis menjadi Undang-Undang.
• Peran DPR dan Presiden: Walaupun ada pergeseran kekuasaan
legislatif, pembentukan Undang-Undang tetap merupakan tugas
bersama DPR dan Presiden.
b. Pengertian Undang-Undang dalam Arti Formal dan Material
- Undang-Undang dalam arti formal: Keputusan dibuat oleh Presiden
dan DPR bersama.
- Undang-Undang dalam arti material: Setiap keputusan yang
mengikat umum, tidak hanya dibuat oleh Presiden dan DPR, tetapi
juga oleh lembaga lain yang lebih rendah.
6

c. Undang-Undang Pokok
- Tidak ada hierarki: Semua Undang-Undang memiliki hierarki yang
sama di Indonesia, tidak ada yang disebut sebagai "Undang-Undang
Pokok".
d. Undang-Undang Lokal dan Daerah
- Tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia: Hanya ada Undang-
Undang yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan Presiden, serta
Peraturan Daerah (Perda) yang dibentuk oleh DPRD Provinsi atau
Kabupaten/Kota dengan persetujuan Gubernur atau
Bupati/Walikota.
e. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
- Definisi: PERPU adalah peraturan setingkat Undang-Undang yang
ditetapkan oleh Presiden dalam kondisi kegentingan yang memaksa.
- Proses dan Validitas: PERPU harus disetujui oleh DPR dalam sidang
berikutnya. Jika tidak disetujui, PERPU dicabut.
- Kegentingan yang Memaksa: Mahkamah Konstitusi menentukan
bahwa kegentingan yang memaksa meliputi kebutuhan mendesak
yang tidak bisa ditangani dengan prosedur biasa karena memerlukan
waktu lama.
- Contoh Kasus: PERPU No. 1 Th. 1984 tentang penangguhan UU
Pajak Pertambahan Nilai, dan PERPU No. 1 Th. 1992 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan, keduanya diterbitkan karena persiapan
belum siap pada waktu yang ditetapkan oleh undang-undang
sebelumnya.

Undang-Undang dan PERPU merupakan instrumen hukum penting di


Indonesia, dengan Undang-Undang sebagai peraturan tertinggi dan PERPU sebagai
solusi sementara dalam keadaan mendesak. Proses pembentukannya melibatkan
7

DPR dan Presiden, menunjukkan kolaborasi antara kekuasaan legislatif dan


eksekutif dalam sistem hukum Indonesia.2

2. Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan Pemerintah (PP) adalah peraturan perundang-undangan yang


dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang berdasarkan Pasal 5
ayat (2) UUD 1945. PP harus ditafsirkan secara teknis, walaupun namanya
mencerminkan keterlibatan pemerintah. PP mengandung peraturan yang
memungkinkan ketentuan dalam Undang-Undang bisa berjalan dan hanya dapat
dibentuk jika sudah ada Undang-Undangnya. PP tidak boleh mencantumkan sanksi
pidana kecuali ditentukan oleh Undang-Undang yang dijalankannya.

Karakteristik PP meliputi: tidak dapat dibentuk tanpa Undang-Undang


induk, tidak boleh menambah atau mengurangi ketentuan Undang-Undang, dapat
dibentuk meski Undang-Undang tidak memintanya secara tegas, dan hanya berisi
peraturan atau kombinasi peraturan dan penetapan, tetapi tidak hanya penetapan
semata-mata. Sejak UU No. 10 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2011,
karakteristik PP telah diperbarui, termasuk ketentuan bahwa sanksi pidana hanya
dapat dirumuskan dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah. PP juga tidak
dapat mencantumkan sanksi pidana atau denda jika Undang-Undangnya tidak
mencantumkannya.3

3. Peraturan Presiden (PERPRES)

Peraturan Presiden (PERPRES), sebelumnya dikenal sebagai Keputusan


Presiden, adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Presiden, sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan tertinggi di Indonesia, memiliki kekuasaan eksekutif dan legislatif
bersama DPR. Peraturan Presiden digunakan untuk mengatur hal-hal yang tidak
memerlukan persetujuan DPR, sementara pembentukan undang-undang harus

2
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan-Dasar- Dasar Dan Pembentukannya
(Yogyakarta: Kanisius, 1998).
3
Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia (Bandung: Penerbit
Mandar Maju, 1998).
8

dilakukan bersama DPR. Keputusan Presiden bisa bersifat mandiri atau merupakan
pelimpahan wewenang dari Peraturan Pemerintah dan undang-undang terkait.
Sejak diberlakukannya UU No. 10 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2011, istilah
Keputusan Presiden yang mengatur diubah menjadi Peraturan Presiden.

4. Peraturan Menteri (PERMEN)

Peraturan Menteri (PERMEN), sebelumnya dikenal sebagai Keputusan


Menteri, adalah peraturan perundang-undangan yang setingkat lebih rendah dari
Peraturan Presiden. Menteri memiliki kewenangan untuk membentuk Peraturan
Menteri berdasarkan Pasal 17 UUD 1945, sebagai pembantu Presiden dalam
melaksanakan tugas pemerintahan.

Secara umum, hanya Menteri dalam Kelompok I dan II yang dapat membuat
peraturan yang mengikat umum, sedangkan Menteri Koordinator dan Menteri
Kelompok III hanya dapat membuat peraturan internal, kecuali Menteri yang juga
mengepalai Lembaga Pemerintah Non Kementerian.

Meskipun tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan


menurut Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, Peraturan Menteri diakui keberadaannya
dan memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan.

Menurut Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011, Peraturan Menteri dibuat untuk


menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Lampiran II UU tersebut membatasi delegasi
langsung dari Undang-Undang kepada Menteri atau pejabat setingkat hanya untuk
peraturan yang bersifat teknis administratif.

5. Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)

Peraturan Kepala LPNK merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh


Lembaga Pemerintah Non Kementerian (sebelumnya dikenal sebagai Lembaga
Pemerintah Non Departemen). Peraturan ini setingkat lebih rendah dari Peraturan
Menteri dan kewenangannya berasal dari Presiden. Kepala LPNK bertanggung
9

jawab langsung kepada Presiden, meskipun fungsi dan tugasnya dikoordinasikan


oleh Menteri Koordinator.4

Dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan, disebutkan bahwa delegasi kewenangan dari Undang-Undang kepada
LPNK hanya untuk peraturan teknis administratif.

6. Peraturan Direktur Jenderal (Kementerian)

Peraturan Direktur Jenderal dibuat untuk menjabarkan Peraturan Menteri,


dengan pengaturan bersifat teknis. Delegasi kewenangan mengatur tidak boleh
diberikan kepada direktur jenderal atau pejabat setingkat, kecuali oleh peraturan
yang tingkatannya lebih rendah dari Undang-Undang. Peraturan ini diatur dalam
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.

7. Peraturan Badan Negara

Peraturan Badan Negara adalah jenis peraturan perundang-undangan yang


kewenangannya ditetapkan dalam Undang-Undang yang membentuk Badan
Negara tersebut. Contohnya, Peraturan Bank Indonesia, yang mengatur hal-hal
terkait dengan sistem pembayaran. Selain itu, ada juga Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) yang mengatur bidang keuangannya. Kedua peraturan ini
mengikat secara umum dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Peraturan Bank Indonesia, misalnya, menetapkan kewenangan Bank


Indonesia dalam mengatur sistem pembayaran, termasuk memberikan izin kepada
penyelenggara jasa sistem pembayaran dan menetapkan penggunaan alat
pembayaran. Sementara itu, Peraturan OJK mengatur segala sesuatu yang diatur
dalam Undang-Undang OJK.

Peraturan Perundang-Undangan Di Tingkat Daerah

4
P Astomo, Ilmu Perundang-Undangan: Teori Dan Praktik Di Indonesia (Depok: Rajawali Pers,
2021).
10

1) Peraturan Provinsi

Peraturan daerah provinsi dibuat sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014


Pasal 236 untuk mengatur otonomi dan tugas-tugas tertentu, disahkan oleh DPRD
Provinsi dan Kepala Daerah. UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 1(7) mendefinisikan
Peraturan daerah sebagai hukum yang dibuat oleh DPRD dan disetujui oleh
Gubernur. Pembuatan Peraturan ini bisa berupa pemberian kewenangan baru atau
pelimpahan kewenangan dari undang-undang yang lebih tinggi, sesuai dengan
UUD 1945 Pasal 18(6) dan UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 236.

2) Peraturan Gubernur/Kepala Daerah Provinsi

Peraturan ini adalah aturan pelaksanaan dari Peraturan provinsi, dibuat


berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 246(1), yang memungkinkan kepala
daerah membuat aturan pelaksanaan atau keputusan berdasarkan delegasi dari
Peraturan yang lebih tinggi atau untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan.

3) Peraturan Kabupaten/Kota

Peraturan ini dibuat oleh Bupati/Walikota bersama DPRD Kabupaten/Kota


untuk mengatur otonomi daerah, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 236.
Seperti Peraturan provinsi, pembuatan Peraturan kabupaten/kota juga bisa berupa
pemberian atau pelimpahan kewenangan.

4) Peraturan Bupati/Walikota

Aturan ini adalah pelaksanaan dari Peraturan kabupaten/kota, dibuat sesuai


dengan UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 246(1). Bupati/Walikota dapat membuat
aturan berdasarkan delegasi dari Peraturan kabupaten/kota atau undang-undang
lain, serta keputusan kepala daerah yang bersifat penetapan.

Peraturan Perundang-Undangan Peninggalan Zaman Hindia Belanda

1. Wet: Wet merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk di


Belanda dan berlaku untuk wilayah Hindia Belanda. Beberapa Wet yang
masih berlaku di Indonesia hingga saat ini meliputi Wetboek van Strafrecht
11

(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Wetboek van Koophandel (Kitab


Undang-Undang Hukum Dagang), dan Burgelijk Wetboek voor Indonesie
(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Terjemahan ini masih
berdasarkan ahli dan belum resmi oleh Pemerintah.
2. Algemene Maatregel van Bestuur (AMvB): Peraturan ini dibentuk oleh Raja
dan Menteri di Belanda, berlaku untuk Belanda dan Hindia Belanda.
Namun, saat ini hampir tidak ada lagi AMvB yang diterapkan di Indonesia.
3. Ordonnantie: Ordonnantie dibentuk oleh Gubernur Jenderal dan Dewan
Rakyat di Jakarta untuk wilayah Hindia Belanda. Beberapa ordonnansi yang
masih berlaku di Indonesia disebut dengan nama aslinya, misalnya
"Ordonansi Gangguan."
4. Regeringsverordening (Rv): Peraturan ini dibentuk oleh Gubernur Jenderal
di Jakarta dan berlaku di Hindia Belanda. Rv merupakan peraturan
pelaksanaan untuk Wet, AMvB, dan Ordonnantie.

Peraturan Perundang-Undangan Peninggalan Zaman Orde Lama

Pada masa Orde Lama, terdapat peraturan perundang-undangan yang


dibentuk oleh Presiden, yaitu Penetapan Presiden (PENPRES) dan Peraturan
Presiden (PERPRES). Setelah era Orde Baru dimulai, Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara melakukan peninjauan terhadap produk legislatif yang tidak
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.5

Beberapa undang-undang dibentuk untuk menyesuaikan peraturan


perundang-undangan yang berlaku, termasuk mengubah Penetapan Presiden dan
Peraturan Presiden menjadi Undang-Undang. Namun, hingga saat ini, beberapa
Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden masih menimbulkan persoalan,
terutama yang termasuk dalam golongan kondisional.

5
A Attamimi and Hamid S, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I–Pelita IV, Disertasi (Jakarta: Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990).
12

Selain itu, peraturan yang termasuk Golongan IIIA dan IIIB masih dirasakan
sebagai peraturan yang tidak menentu. Beberapa di antaranya belum diganti dengan
Undang-Undang yang baru. Contohnya, Undang-Undang Nomor 11/PNPS/Tahun
1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi masih berlaku hingga tahun 1999
sebelum dicabut oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999. Semua ini
mencerminkan kompleksitas dan perubahan dalam sistem hukum Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan Peninggalan Zaman Orde Baru

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 menetapkan bahwa semua keputusan


yang bersifat regulatif harus disebut sebagai "peraturan". Namun, terdapat
kebingungan dalam penerapan istilah ini karena Pasal 54 dan 56 dari undang-
undang tersebut tidak sepenuhnya mengubah istilah "keputusan" menjadi
"peraturan". Masalah ini muncul karena Pasal 54 berbicara tentang keputusan yang
tidak mengatur, yang seharusnya tidak perlu berpedoman pada undang-undang
yang mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, ada
argumen bahwa Pasal 54 dan 56 sebaiknya dihapus karena mereka tidak
menyelesaikan masalah tetapi justru menimbulkannya.

Saat ini, masih ada berbagai peraturan perundang-undangan dari zaman


Orde Baru yang belum dicabut atau diubah sesuai dengan Undang-Undang No. 10
Tahun 2004. Ini termasuk berbagai keputusan yang bersifat mengatur seperti
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan lainnya. Meskipun Undang-Undang
No. 12 Tahun 2011 telah mempertahankan istilah "peraturan", dalam praktiknya,
keputusan yang masih berlaku tetap disebut sebagai "Keputusan" dan tidak diubah
menjadi "Peraturan".

2.2 Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Konsep hierarki peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari


teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya
terdapat dua golongan norma dalam hukum, yakni norma yang bersifat inferior dan
13

norma yang bersifat superior.6 Terkait kedua norma tersebut, validitas dari norma
yang lebih rendah dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di
atasnya. Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian
merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum
berbentuk stupa (stufenformig) yang terdiri dari bagian-bagian tertentu
(zwischenstufe). Adapun hierarki bagian tersebut adalah staatsfundamentalnorm
(norma dasar), staatsgrundgesetz (norma yang sifatnya dasar dan luas, dapat
tersebar dalam beberapa peraturan), formellgesetz (sifatnya konkret dan terperinci),
verordnungsatzung (peraturan pelaksana), dan autonome satzung (peraturan
otonom).7

Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga mengenal hierarki.


Ketentuan Pasal 7 ayat (1) uu no 12 thn 2012 menerangkan bahwa jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri atas:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa hierarki peraturan


perundang-undangan di indonesia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian,
penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan
yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.

6
Hans Kelsen, General Theory of Law and State (Britania Raya: Routledge, 2017).
7
Muhamad Bacharuddin Jusuf and Adara Khalfani Mazin, “Penerapan Teori Hans Kelsen Sebagai
Bentuk Upaya Tertib Hukum Di Indonesia,” Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan
Masyarakat 2, no. 1 (2024).
14

Jenis peraturan perundang-undangan selain yang dimaksud di atas


mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4. Mahkamah Agung
5. Mahkamah Konstitusi (MK)
6. Badan Pemeriksa Keuangan
7. Komisi Yudisial
8. Bank Indonesia
9. Menteri
10. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang (UU) atau pemerintah atas perintah UU
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD
kabupaten/kota
12. Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.

Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan


mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan


perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya
dapat dimuat dalam UU, Perda Provinsi, atau Perda Kabupaten/Kota.

2.3 Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan

Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan Sebelum Perubahan


Undang-Undang Dasar 1945

1. Undang-Undang Dasar
15

Ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam pasal-pasal Undang-Undang


Dasar adalah ketentuan-ketentuan yang tertinggi tingkatnya yang pelaksanaannya
dilakukan dengan Ketetapan MPR, undang-undang, atau Keputusan Presiden.8

2. Ketetapan MPR

• Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif


dilaksanakan dengan undang-undang
• Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang ekse kutif
dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.

3. Undang-Undang

• Undang-undang adalah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar atau


Ketetapan MPR/13 TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
• Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak me- netapkan
peraturan-peraturan sebagai pengganti undang-undang.
1. Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang
berikut.
2. Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan
Pemerintah itu harus dicabut.

4. Perpu

Peraturan yang setingkat dengan undang-undang maka materi muatannya


sama dengan UU

5. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah adalah memuat aturan-aturan umum untuk


melaksanakan undang-undang materi muatannya sama dengan UU sebatas yang
dilimpahkan kepadanya

8
Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Jakarta Timur: Sinar
Grafika, 2018).
16

6. Keputusan Presiden

Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah


untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar yang bersangkutan,
Ketetapan MPR dalam bidang eksekutif atau Peraturan Pemerintah. Materi bersifat
atribusian dan delegasian dari UU

7. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.

Peraturan-peraturan pelaksa- naan lainnya seperti Peraturan Menteri,


Instruksi Menteri, dan lain-lainnya, harus dengan tegas berdasar dan bersumber
pada peraturan perundangan yang lebih tinggi

Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan Sesudah Perubahan


Undang-Undang Dasar 1945

A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Materi muatan UUD NRI Tahun 1945 terdiri dari:

a. kelompok lembaga negara;


b. kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan negara,
c. kelompok Hak-Hak Asası Manusia (HAM);
d. kelompok pengaturan wilayah;
e. kelompok pengaturan atribut negara;
f. kelompok lain-lain.

B. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Berdasarkan Keputusan MPR RI No. I/MPR/2010 tentang Peraturan Tata


Tertib MPR RI bahwa jenis Putusan Majelis ada tiga, yaitu sebagai berikut:

1. Perubahan dan Penetapan Undang-Undang Dasar Dengan ciri-ciri sebagai


berikut.

a. Mempunyai kekuatan hukum sebagai Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia.
17

b. Tidak menggunakan nomor Putusan Majelis.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dengan ciri-ciri sebagai


berikut.

a. Berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking).

b. Mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar Majelis


sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR RI No. 1/ MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS Dan MPR
RI Tahun 1960 Sampai Dengan 2002.

c. Menggunakan nomor Putusan Majelis.

3. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dengan ciri-ciri sebagai


berikut.

a. Berisi aturan/ketentuan intern Majelis.

b. Mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam Majelis.

c. Menggunakan nomor Putusan Majelis.

C. Undang-undang dan/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Disebutkan dalam Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi sebagai


berikut:

(1) Materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi:

a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194.
1. hak-hak asasi manusia;
2. hak dan kewajiban warga negara;
3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta
pembagian Negara dan pembagian daerah;
4. wilayah negara dan pembagian daerah;
5. kewarganegaraan dan kependudukan;
18

6. keuangan negara,
b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang.
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah konsitusi
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

D. Peraturan pemerintah pengganti UU

Sementara materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


disebutkan dalam Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi bahwa materi
muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi
muatan undang-undang Artinya, materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-undang tidak ada perbedaan.

E. Peraturan Pemerintah

Disebutkan dalam Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi bahwa


materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya. Artinya, materi muatan Peraturan Pemerintah
adalah menjalankan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang dan
tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur UU.

F. Peraturan Presiden

Disebutkan dalam Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi bahwa


Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-
Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk
melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Artinya, materi muatan
Peraturan Presiden adalah menjalankan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam oleh
undang-undang, peraturan pemerintah, atau dalam rangka melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

G. Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota


19

Disebutkan dalam Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi bahwa


materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi.

Perlu diketahui bahan materi muatan segala peraturan perundang- undangan


tersebut di atas juga disebutkan dalam Pasal 15 UU No. 12 Tahun 2011 yang
berbunyi sebagai berikut:

(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:

a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. C. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat
ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai jenis, hierarki, dan materi muatan


peraturan perundang-undangan di Indonesia sebelum dan sesudah perubahan UUD
1945, dapat disimpulkan bahwa sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia
mengalami perkembangan yang signifikan. Jenis-jenis peraturan perundang-
undangan bervariasi dari UUD 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, hingga
peraturan daerah. Perubahan UUD 1945 telah memperkenalkan dan
menyempurnakan berbagai jenis peraturan untuk mengakomodasi kebutuhan
hukum yang lebih dinamis dan kompleks.

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dengan jelas


untuk menjaga konsistensi dan supremasi hukum, dengan UUD 1945 sebagai
hukum dasar tertinggi. Materi muatan peraturan perundang-undangan mencakup
berbagai aspek penting yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk perlindungan hak asasi manusia, struktur pemerintahan, serta ketentuan
teknis dan administratif.

Perubahan UUD 1945 juga membawa perubahan signifikan terhadap materi


muatan peraturan, mencerminkan upaya untuk menghadapi tantangan baru dalam
tata kelola pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat. Secara keseluruhan,
perkembangan ini menunjukkan upaya kontinu untuk membangun sistem hukum
yang responsif, adil, dan transparan, serta menciptakan tata kelola negara yang baik
dan memenuhi aspirasi masyarakat yang beragam.

20
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan


Dalam UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press, 2005.

Astomo, P. Ilmu Perundang-Undangan: Teori Dan Praktik Di Indonesia. Depok:


Rajawali Pers, 2021.

Attamimi, A, and Hamid S. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia


Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis
Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun
Waktu Pelita I–Pelita IV. Disertasi. Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas
Indonesia, 1990.

Jusuf, Muhamad Bacharuddin, and Adara Khalfani Mazin. “Penerapan Teori Hans
Kelsen Sebagai Bentuk Upaya Tertib Hukum Di Indonesia.” Das Sollen:
Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat 2, no. 1 (2024).

Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Britania Raya: Routledge, 2017.

Ranggawidjaja, Rosjidi. Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia.


Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1998.

Redi, Ahmad. Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta


Timur: Sinar Grafika, 2018.

Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan-Dasar- Dasar Dan


Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius, 1998.

21

Anda mungkin juga menyukai