Jenis, Hirarki, Dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
Jenis, Hirarki, Dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
Disusun oleh:
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Jenis,
Hirarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan". Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Kelompok 5 dalam mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan
yang diampu oleh Bapak Fathuddin, S.Hi., S.H., Ma.Hum., M.H.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Dengan latar belakang ini, memahami jenis, hierarki, dan materi muatan
peraturan perundang-undangan menjadi penting untuk mengkaji bagaimana sistem
hukum di Indonesia berkembang dan beradaptasi dengan perubahan. Pemahaman
ini tidak hanya relevan bagi para praktisi hukum, tetapi juga bagi masyarakat luas
yang berinteraksi dengan berbagai produk hukum dalam kehidupan sehari-hari.
Studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai
struktur dan dinamika peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta
implikasinya bagi penegakan hukum dan keadilan sosial.
Berdasarkan teori hukum dari Hans Kelsen dan Hans Nawiasky serta
ketetapan MPRS dan MPR, UU No. 10 Tahun 2004, dan UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dapat disimpulkan jenis-
jenis peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945
(Yogyakarta: FH UII Press, 2005).
4
5
a. Undang-Undang
• Definisi dan Pembentukan: Undang-Undang adalah peraturan
perundang-undangan tertinggi di Indonesia, dibentuk oleh DPR
dengan persetujuan Presiden (Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 UUD
1945).
• Proses Pengesahan: RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
disetujui bersama. Jika tidak disetujui, RUU tidak dapat diajukan
lagi pada masa sidang tersebut. Presiden mengesahkan RUU
menjadi Undang-Undang, namun jika tidak disahkan dalam 30 hari,
RUU tersebut otomatis menjadi Undang-Undang.
• Peran DPR dan Presiden: Walaupun ada pergeseran kekuasaan
legislatif, pembentukan Undang-Undang tetap merupakan tugas
bersama DPR dan Presiden.
b. Pengertian Undang-Undang dalam Arti Formal dan Material
- Undang-Undang dalam arti formal: Keputusan dibuat oleh Presiden
dan DPR bersama.
- Undang-Undang dalam arti material: Setiap keputusan yang
mengikat umum, tidak hanya dibuat oleh Presiden dan DPR, tetapi
juga oleh lembaga lain yang lebih rendah.
6
c. Undang-Undang Pokok
- Tidak ada hierarki: Semua Undang-Undang memiliki hierarki yang
sama di Indonesia, tidak ada yang disebut sebagai "Undang-Undang
Pokok".
d. Undang-Undang Lokal dan Daerah
- Tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia: Hanya ada Undang-
Undang yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan Presiden, serta
Peraturan Daerah (Perda) yang dibentuk oleh DPRD Provinsi atau
Kabupaten/Kota dengan persetujuan Gubernur atau
Bupati/Walikota.
e. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
- Definisi: PERPU adalah peraturan setingkat Undang-Undang yang
ditetapkan oleh Presiden dalam kondisi kegentingan yang memaksa.
- Proses dan Validitas: PERPU harus disetujui oleh DPR dalam sidang
berikutnya. Jika tidak disetujui, PERPU dicabut.
- Kegentingan yang Memaksa: Mahkamah Konstitusi menentukan
bahwa kegentingan yang memaksa meliputi kebutuhan mendesak
yang tidak bisa ditangani dengan prosedur biasa karena memerlukan
waktu lama.
- Contoh Kasus: PERPU No. 1 Th. 1984 tentang penangguhan UU
Pajak Pertambahan Nilai, dan PERPU No. 1 Th. 1992 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan, keduanya diterbitkan karena persiapan
belum siap pada waktu yang ditetapkan oleh undang-undang
sebelumnya.
2
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan-Dasar- Dasar Dan Pembentukannya
(Yogyakarta: Kanisius, 1998).
3
Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia (Bandung: Penerbit
Mandar Maju, 1998).
8
dilakukan bersama DPR. Keputusan Presiden bisa bersifat mandiri atau merupakan
pelimpahan wewenang dari Peraturan Pemerintah dan undang-undang terkait.
Sejak diberlakukannya UU No. 10 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2011, istilah
Keputusan Presiden yang mengatur diubah menjadi Peraturan Presiden.
Secara umum, hanya Menteri dalam Kelompok I dan II yang dapat membuat
peraturan yang mengikat umum, sedangkan Menteri Koordinator dan Menteri
Kelompok III hanya dapat membuat peraturan internal, kecuali Menteri yang juga
mengepalai Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
4
P Astomo, Ilmu Perundang-Undangan: Teori Dan Praktik Di Indonesia (Depok: Rajawali Pers,
2021).
10
1) Peraturan Provinsi
3) Peraturan Kabupaten/Kota
4) Peraturan Bupati/Walikota
5
A Attamimi and Hamid S, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I–Pelita IV, Disertasi (Jakarta: Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990).
12
Selain itu, peraturan yang termasuk Golongan IIIA dan IIIB masih dirasakan
sebagai peraturan yang tidak menentu. Beberapa di antaranya belum diganti dengan
Undang-Undang yang baru. Contohnya, Undang-Undang Nomor 11/PNPS/Tahun
1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi masih berlaku hingga tahun 1999
sebelum dicabut oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999. Semua ini
mencerminkan kompleksitas dan perubahan dalam sistem hukum Indonesia.
norma yang bersifat superior.6 Terkait kedua norma tersebut, validitas dari norma
yang lebih rendah dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di
atasnya. Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian
merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum
berbentuk stupa (stufenformig) yang terdiri dari bagian-bagian tertentu
(zwischenstufe). Adapun hierarki bagian tersebut adalah staatsfundamentalnorm
(norma dasar), staatsgrundgesetz (norma yang sifatnya dasar dan luas, dapat
tersebar dalam beberapa peraturan), formellgesetz (sifatnya konkret dan terperinci),
verordnungsatzung (peraturan pelaksana), dan autonome satzung (peraturan
otonom).7
6
Hans Kelsen, General Theory of Law and State (Britania Raya: Routledge, 2017).
7
Muhamad Bacharuddin Jusuf and Adara Khalfani Mazin, “Penerapan Teori Hans Kelsen Sebagai
Bentuk Upaya Tertib Hukum Di Indonesia,” Das Sollen: Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan
Masyarakat 2, no. 1 (2024).
14
1. Undang-Undang Dasar
15
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang
4. Perpu
5. Peraturan Pemerintah
8
Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Jakarta Timur: Sinar
Grafika, 2018).
16
6. Keputusan Presiden
6. keuangan negara,
b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang.
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah konsitusi
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat
E. Peraturan Pemerintah
F. Peraturan Presiden
(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. C. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat
ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
Jusuf, Muhamad Bacharuddin, and Adara Khalfani Mazin. “Penerapan Teori Hans
Kelsen Sebagai Bentuk Upaya Tertib Hukum Di Indonesia.” Das Sollen:
Jurnal Kajian Kontemporer Hukum Dan Masyarakat 2, no. 1 (2024).
Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Britania Raya: Routledge, 2017.
21