NOSKE INSTABILITY Fix
NOSKE INSTABILITY Fix
Definisi
Instability (keseimbangan) merupakan kemampuan relatif untuk mengontrol
pusat gravitasi (center of gravity) atau pusat massa tubuh (center of mass) terhadap
bidang tumpu (base of support). Pusat gravitasi (center of gravity) adalah suatu titik
dimana massa dari suatu obyek terkonsentrasi berdasarkan tarikan gravitasinya. Pada
manusia normal, pusat gravitasi terletak di perut bagian bawah dan sedikit di depan
sendi lutut. Agar dapat menjaga keseimbangan, pusat gravitasi tersebut harus
berpindah untuk mengompensasi gangguan yang dapat menyebabkan orang
kehilangan keseimbangannya (Barnedh, 2016).
Instability (keseimbangan) melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh
dan didukung oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu. Tujuan tubuh
mempertahankan keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya
gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar
sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh ketika
tubuh lain bergerak (Irfan, 2012). Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh
dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif
dan efesien (Yuliana, 2014).
B. Faktor risiko
1. Faktor intrinsik
a. Penglihatan
Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan
dan penglihatan berperan dalam mengidentifikasi dan mengatur jarak sesuai
dengan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar
yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2012). Sistem visual juga
memberikan informasi mengenai posisi kepala, penyesuaian kepala untuk
mempertahankan penglihatan, dan mengatur arah serta kecepatan pergerakan
kepala karena ketika kepala bergerak, objek sekitar berpindah dengan arah
berlawanan (Colby, 2007). Masukan reseptor visual berperan penting terutama
pada landasan penunjang yang tidak stabil, misalnya pada saat bertumpu pada
tumit, goyangan anteroposterior pada tubuh akan berkurang pada saat mata
terbuka dibandingkan dengan mata tertutup (Sugiarto, 2005). Gambar anatomi
mata disajikan pada Gambar
(Sistem Visual)
Sistem visual memegang peranan penting dalam menjaga
keseimbangan. Sekitar dua puluh persen serabut saraf dari mata berinteraksi
dengan sistem vestibular. Gangguan visual yang dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan, di antaranya:
- aneisokonia adalah perbedaan kemampuan magnifikasi atau pembesaran
dan pembentukan bayangan di retina pada mata kanan dan kiri,
- anisometropia adalah keadaan di mana terdapat perbedaan refraksi yang
signifikan antara ke dua mata (perbedaan 10 Dioptri),
- diplopia (double vision) adalah keadaan melihat bayangan ganda akibat
sumbu ke dua mata tidak parallel,
- gangguan fungsi binocular vision, yaitu gangguan dalam mengordinasikan
ke dua mata sebagai satu kesatuan dalam aspek konvergensi dan
divergensi dengan aspek akomodasi,
- serta strabismus yaitu gangguan aligment mata kanan dan kiri (Sugiarto,
2005).
b. Kekuatan Otot
Kekuatan otot diperlukan saat melakukan aktivitas. Semua gerakan
yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya suatu peningkatan tegangan otot
sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat dijabarkan sebagai kemampuan
otot menahan beban baik berupa beban internal (internal force) maupun beban
eksternal (external force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktivasi
otot untuk melakukan kontraksi, sehingga semakin banyak serabut otot yang
teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut
(Irfan, 2012).
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan
otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan
gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara berkelanjutan
mempengaruhi posisi tubuh. Kemampuan otot untuk melakukan reaksi tegak
dan stabil merupakan bentuk dari aktivitas otot untuk menjaga keseimbangan
baik saat statis maupun dinamis. Hal tersebut dapat dilakukan apabila otot
memiliki kekuatan dengan besaran tertentu (Irfan, 2012).
2. Faktor ekstrinsik
Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak mendukung
meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat
berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat
tidur atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-
alat bantu berjalan (Darmojo, 2004).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Instability
a. Pusat Gravitasi (Center of Gravity-CoG)
Pusat gravitasi merupakan titik utama pada tubuh yang mendistribusikan
massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka
tubuh dalam keadaan seimbang. Gangguan keseimbangan dapat terjadi
karena adanya perubahan postur sebagai akibat dari perubahan titik pusat
gravitasi. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau
perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di
atas pinggang di antara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua.
Kemampuan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan dalam
berbagai bentuk posisi tubuh sangat dipengaruhi oleh kemampuan tubuh
menjaga centre of gravity untuk tetap dalam area batas stabilitas tubuh
(stability limit). Stability limit adalah batas dari luas area di mana tubuh
mampu menjaga keseimbangan tanpa adanya perubahan tumpuan (Irfan,
2012).
C. Etiologi
Penyebab gangguan keseimbangan postural adalah gangguan pada system sensorik,
gangguan pada system saraf pusat, gangguan kognitif, maupun gangguan pada system
musculoskeletal (Nugroho,200) dalam (Kusnanto, 2019). Terdapat banyak faktor yang
berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada usia lanjut.
D. Patofisiologi
Penurunan keseimbangan pada lansia disebabkan oleh berbagai macam faktor di
antaranya adalah adanay gangguan pada sistem sensorik, gangguan pada sistem saraf
pusat (SSP), maupun adanya gangguan pada sistem muskulokeletal. Informasi
mengenai posisi tubuh terhadap lingkungan atau gravitasu diberikan oleh sistem
sensorik, sengankan sistem saraf pusat berfungsi untuk memodifikasi kemampuan
motorik dan sensorik sehingga stabilitas dapat dipertahankan melalui kondisi yang
berubah-rubah. (Suadnyan, 2013)
Sistem visual seperti sistem organ lain mengalami degenerasu karena proses
penuaan. Pada sistem visual lansia, terjadi penebalan jaringan fibrosa dan atrofi
serabut saraf, berkurangnya sel-sel reseptor dan retian, serta perubahan elastisitas
lensa san otot silaris. Penurunan fungsi visual tersebut, menyebabkan maslah dalam
presepsi bentuk dan kedalaman serta informasi visual mengenai posisi tubuh yang
diperlukan untuk control ppostural (Barnedh, 2006)
Lansia juga mengalami perubahan penurunan dalam kemampuan motoric. Hal
ini berhubungan dengan penurunan terhadap kontrok neuromuscular, perubahan sendi
dan struktur lainnya. Menurunnya sistem muskulokeletal berpengaruh terhadap
keseimbangan tubuh lansia karena terjadinya atropi otot yang menyebabkan langka
kaki lansia menjadi lebih pendek, jalan menjadi lebih berat dan lambat , tidak dapat
menepak dengan kuar dan cenderung mudah goyang, sertah ada kecenderungan untuk
tersandung. Hal ini mengakibatkan lansia menjadu kurang percaya diri dan lebih
berhati hati dalam berjalan. Penuruna kekuatan otot pelvis dan tungaki juga menjadi
faktor kontribusi bagi penurunan respon postural.
Pathway
Faktor-faktor yang
mempengaruhi keseimbangan
Gangguan Visual
Massa otot menurun Kepadatan tulang
menurun
Sulit menggerakan
ekstremitas
Kelemahan
1. Vestibuler
a. Rasa berputar
b. Episodik
d. Gangguan pendengaran
2. Sentral
b. Intensitas ringan/bertingkat
3. Perifer
b. Intensitas berat
Gangguan Visual
Ansietas
Risiko Jatuh
Risiko Cedera
RINGKASAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
Data subjektif
Data Objektif
Data subjektif
Data objektif
1. sendi kaku
4. fisik lemah
Pengkajian - Anamnesa
- Perubahan metabolism
- Trauma
Data subjektif
1. merasa bingung
2. merasa khawatir
Data Objektif
1. tampak gelisah
2. tampak tegang
Data subjektif
1. mengeluh pusing
2. anoreksi
3. palpitasi
Data objektif
1. takipneu
2. takikardia
3. tremor
Pengkajian - Anamnesa
- Krisis maturasional
- Hospitalisasi
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NamaKlien :
Wisma/ Ruang :
Edukasi
5. Sosialisasikan kepada pasien dan keluarga 5. Dengan sosialisasi lingkungan
dengan lingkungan rawat inap keluarga dan pasien mampu
beradaptasi dengan keadaan
lingkungan yang ada.
4 Risiko jatuh Tupan: Setelah dilakukan Pencegahan jatuh (I.14540)
keperawatan 3x24 jam Observasi
1. Untuk mengurangi risiko cidera
diharapkan perilaku 1. Identifikasi faktor risiko jatuh
2. Dengan sosialisasi lingkungan keluarga
pencegahan menurun dengan Terapeutik
dan pasien mampu beradaptasi dengan
kriteria hasil : 2. Orientasikan ruangan kepada pasien dan
keadaan lingkungan yang ada
1. Menggunakan fasilitas keluarga
rumah dengan aman dan
nyaman 3. Pasang handrail tempat tidur 3. Meminimalisir terjadinya resiko jatuh
2. Menggunakan pencahayaan 4. Gunakan alat bantu berjalan
4. Membantu pasien berjalan dan
yang menandai
menghindari terjadinya cedera karena
3. Meningkatkan ketajaman Edukasi
jatuh
penglihatan klien 5. Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
5. Dengan bantuan menurunkan resiko
terjadinya cedera akibat jatuh
DAFTAR PUSTAKA
Berbudi, A. 2014. Core Stability and Balance Board Exercise better Improving
Balance Compared with Balance Board Exercise in Students Age 18-24
years with Less Physical Activities. Sport and Fitness Journal, vol. 2, no. 1:
p.134-149
Chandler, J.M. 2000. Balance and Falls in The Elderly: Issues In Evaluation and
Treatment dalam Guccione, A.A.; Geriatric Physical Therapy. Boston:
Mosby
Farabi, A. 2007. Hubungan Tes “Timed Up and Go” dengan Frekuensi Jatuh
Pasien Lanjut Usia. Semarang: Universitas Diponegoro [Skripsi]
Hyun, J. & Kim, N. 2014. The Effects of Balance Training and Ankle
Training on The Gait of Elderly People Who Have Fallen. PhysTherSci. 27:
p. 139-142
Kibler, W.B. 2006. The Role of Core Stability in Athletics Function. Sport Med,
36(3), pp.189-198
Yuliana, 2014. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika